BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Mobilitas Penduduk Dan Beberapa Pendekatannya 1) Pengertian Mobilitas Penduduk Permanen Dan Nonpermanen Mantra (2003) mengungkapkan bahwa mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status, salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Mobilitas penduduk horizontal atau sering pula disebut mobilitas penduduk geografis adalah gerak (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu. Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas penduduk horizontal ini mengikuti paradigma ilmu geografi yang mendasarkan konsepnya atas wilayah dan waktu (space and time concept). Pada umumnya batas wilayah yang dipergunakan adalah provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan atau pedukuhan. Menurut bentuknya, mobilitas penduduk terdiri dari mobilitas penduduk permanen dan mobilitas penduduk nonpermanen. Mantra (2003) mendefinisikan perbedaan antara mobilitas permanen dan nonpermanen terletak pada ada atau tidaknya niat untuk bertempat tinggal menetap di daerah tujuan. Mobilitas penduduk permanen adalah gerak penduduk yang melintasi batas daerah asal ke daerah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya mobilitas penduduk nonpermanen, adalah gerak penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan. Mantra (1985, dalam Murjana Yasa, 1993) juga mengemukan pengambilan keputusan terhadap keinginan menetap atau tidak merupakan proses kumulatif. Selanjutnya dikatakan:. apabila dari sejak semula sudah tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan, walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam waktu lama, orang yang melaksanakan mobilitas tidak tahu akan niat mereka kelak ketika mereka meninggalkan daerah asal, atau seandainya mereka tahu, niat itu sering dirubah karena dipengaruhi oleh pengalaman pengalaman selanjutnya di daerah tujuan

2 berikut : Zelinsky (1871) mendefenisikan mobilitas penduduk nonpermanen (sirkuler) sebagai.a great variety of movements, usually short term, repetitive, or cyclical in nature, but all having in common the lack of any declared intention of permanent or long lasting change or residence. Definisi di atas kemudian oleh Steele (1983) ditinjau dan disempurnakan dan mengemukakan bahwa apabila seseorang pergi ke daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas nonpermanen. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan mobilitas penduduk berdasarkan dua dimensi, yakni dimensi ruang (space) dan dimensi waktu (time). Pada dimensi ruang biasanya digunakan batas wilayah administratif sehingga batas wilayah perpindahan bervariasi mulai dari negara, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan, bahkan juga desa / kelurahan. Demikian pula dilihat dari dimensi waktu, juga sangat bervariasi, seseorang dinyatakan melakukan mobilitas penduduk permanen (menetap) apabila sudah memiliki lama tinggal enam bulan atau lebih, atau bisa juga kurang dari enam bulan apabila sejak awal memutuskan untuk menetap di daerah tujuan. Ditetapkannya batas waktu enam bulan untuk membedakan migran dan bukan migran oleh Biro Pusat Statistik dalam pelaksanaan Sensus Penduduk maupun SUPAS didasarkan pertimbangan, yaitu (1) dengan batas waktu tersebut diharapkan agar kemungkinan terlewat cacah atau tercacah hilang dapat dihindarkan, atau paling tidak diperkecil; (2) batas waktu enam bulan ini merupakan konvensi yang sudah mulai digunakan pada Sensus Penduduk 1961; (3) pra - anggapan bahwa dalam waktu enam bulan seseorang sudah menetap di tempat tinggalnya sekarang (BPS, 1984;1987, dalam Mantra, 1992). Menurut Mantra (2003), gerak penduduk yang nonpermanen (circulation) ini juga dibagi menjadi dua, yaitu ulang-alik (commuting) dan menginap atau mondok di daerah

3 tujuan. Mobilitas ulang-alik adalah gerak penduduk dari daerah asal menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dengan kembali ke daerah asal pada hari itu juga. Sedangkan mobilitas penduduk mondok atau menginap merupakan gerak penduduk yang meninggalkan daerah asal menuju ke daerah tujuan dengan batas waktu lebih dari satu hari, namun kurang dari enam bulan. Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Mobilitas Penduduk Bentuk Mobilitas Batas Wilayah Batas Waktu Ulang-alik (commuting) Dukuh (dusun) 6 jam atau lebih dan kembali pada hari yang sama Menginap/mondok di daerah tujuan Permanen/menetap di daerah tujuan Dukuh (dusun) Dukuh (dusun) Lebih dari satu hari tetapi kurang dari 6 bulan 6 bulan atau lebih menetap di daerah Sumber : Demografi Umum, ) Pendekatan Dalam Melakukan Mobilitas Penduduk Sudibia (2007) menguraikan beberapa pendekatan yang digunakan dalam studi mobilitas penduduk dapat dilihat dari pendekatan sistem, pendekatan psikologi, pendekatan sosial dan pendekatan ekonomi. 1) Pendekatan mobilitas penduduk melalui pendekatan sistem dikemukan oleh Mabogunje (1970), yaitu teori tentang proses migrasi dari desa ke kota atau yang dikenal dengan general system theory. Dalam penelitiannya tersebut yang dilaksanakan di daerah Afrika, Mabogunje menemukan tiga macam desa, yakni (1) desa yang subsistem dan terisolasi; (2) desa yang mempunyai kontak dengan desa lain, tetapi masih tertutup; dan (3) desa yang terbuka, dan telah terjadi integrasi budaya antara desa dengan kota. Sebagai contoh, desa menghasilkan dan menyediakan kebutuhan akan bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya yang sangat dibutuhkan oleh penduduk kota.

4 Begitu pula penduduk desa yang melakukan mobilitas ke kota dapat membeli berbagai kebutuhan hidupnya yang tidak bisa di dapatkan di desa. Antara desa dengan kota terjalin sebuah sistem, dan disertai dengan adanya saling ketergantungan satu dengan yang lainnya antara penduduk desa dengan penduduk kota. Dengan berada dalam satu sistem mobilitas yang saling berkaitan dan terikat mengakibatkan mobilitas penduduk dari desa ke kota menjadi lancar. Terwujudnya proses mobilitas penduduk yang lancar juga didukung dengan tersedianya sarana dan prasarana transportasi antara desa dengan kota, sehingga lebih mempermudah proses mobilitas penduduk yang terjadi. 2) Pendekatan psikologi yang dikembangkan oleh De Jong (1981), yaitu berupa aspek internal individu dalam pengambilan keputusan apakah melakukan mobilitas atau tidak. Model yang dikembangkan didasarkan pada manfaat yang diharapkan dapat diperoleh terdiri atas (1) kekayaan materi; (2) status; (3) rasa nyaman; (4) stimulasi; (5) otonomi; (6) afiliasi; dan (7) mobilitas, yang dibobot secara rasional oleh pelaku mobilitas. Untuk melakukan mobilitas atau tidak, sesorang akan memilih alternatif yang diharapkan dapat memberikan manfaat terbesar. Tcha (1996, dalam Susilowati, 2001) mengungkapkan bahwa beberapa ahli (Mincer,1978; Borjas,1990) menggunakan variabel non ekonomi untuk menjelaskan perilaku keputusan melakukan migrasi. Mincer melihat keterikaitan suami istri dalam peluang bermigrasi, sementara Borjas menggunanakan variable kesejahteraan anak-anak dalam menerangkan keputusan bermigrasi. Sehingga pendekatan psikologis dipakai sebagai aspek terpenting dalam memutuskan pilihan bermobilitas. 3) Pembahasan mobilitas penduduk tidak dapat dilepaskan dari pendekatan sosial sebab tidak dapat disangkal bahwa antara pelaku mobilitas dengan penduduk di tempat tujuan akan terjadi interaksi sosial. Menurut Sukanto (2000), interaksi sosial merupakan hubungan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antar personal, antar kelompok

5 manusia, atau antar personal dengan kelompok manusia. Adanya interaksi sosial memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas sosial. Proses interaksi sosial dapat bergerak kedua arah, yaitu pada perwujudan kehidupan bersama yang penuh pertentangan. Atau dengan perkataan lain, proses interaksi sosial dapat berada pada dua proses dasar, yaitu (1) proses asosiatif dan (2) proses disosiatif. Proses asosiatif adalah suatu proses dimana adanya inyang diwarnai oleh adanya persamaan persamaan kebutuhan, kegemaran atau perasaan sehingga cenderung bergerak pada perwujudan keakraban, kerja sama, asimilasi, dan integrasi. Proses disosiatif, adalah interaksi yang diwarnai oleh perbedaan-perbedaan kepentingan perasaan atau aspirasi yang cenderung menimbulkan kompetesi dan konflik. Suprapto (1997) memberikan contoh nyata dalam program transmigrasi. Disebutkan bahwa agar program transmigrasi tidak mengarah kepada proses disosiatif, melainkan lebih menekankan pada proses asosiatif seperti kerja sama, asimilasi dan integrasi, maka program transmigrasi harus mulai menata kegiatan yang mempertimbangkan dan mengantisipasi proses interaksi antar kelompok pendatang dan penduduk asli. Dengan demikian dapat dilaksanakan perencanaan yang mencari kecocokan antar kelompok dan penyiapan ladangdan tanah tempat tinggal para transmigran. 4) Pendekatan ekonomi, umumnya merupakan pendekatan yang sering dipergunakan oleh para ahli dalam mengambarkan dinamika mobilitas penduduk. Beberapa studi dan penelitian juga menyatakan bahwa faktor ekonomi adalah faktor utama penduduk melakukan mobilitas. Revenstein (1885) dalam salah satu hukum migrasinya mengatakan bahwa motif ekonomi merupakan pendorong utama seseorang melakukan migrasi. Lee (1966), Todaro (1979), dan Titus (1982) berpendapat bahwa motif seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah (Mantra,2003).

6 Studi migrasi yang dilakukan oleh LEKNAS LIPI pada 1973 mengemukakan bahwa orang bermigrasi dari desa ke perkotaan dikarenakan untuk mendapatkan pekerjaan dan menaikkan pendapatannya. Hal tersebut juga didukung oleh Lansing dan Muller (1967, dalam Dinamika Penduduk, 2005) melakukan studi migrasi terhadap kepala keluarga berdasarkan Survey Research Center, Universitas Michigan pada 1962, dan diperoleh hampir 60 persen menyatakan bahwa faktor ekonomi menjadi alasan utama mereka melakukan migrasi. Motif ekonomi yang melandasi penduduk untuk melakukan mobilitas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor di daerah asal yang pada umumnya berasal dari daerah miskin dalam arti bahwa mereka kekurangan tanah pertanian dan sumber daya lainnya sehingga mengakibatkan pendapatan mereka rendah. Mantra (1992) menjelaskan bahwa kondisi yang paling dirasakan menjadi pertimbangan rasional dimana individu melakukan mobilitas ke kota adalah adanya harapan untuk memperoleh pekerjaan dan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh didesa. Robert dan Smith (1977, dalam Hossain, 2001,) mengemukakan bahwa tidak meratanya pekerjaan dan penghasilan pertanian di pedesaan menjadi motivasi migrasi desa-kota. Bintarto (1983, dalam Murjana Yasa, 1993) mengemukakan bahwa rendahnya penghasilan perkapita, kurangnya pemilikan tanah, terjadinya pengangguran baik nyata maupun di desa merupakan sebagian faktor pendorong penduduk desa untuk melakukan migrasi. Pada sisi yang lain, tersedianya kesempatan kerja di kota dengan upah yang menarik merupakan salah satu faktor daya tarik penduduk desa atau kota lain untuk datang ke kota tersebut. Pendekatan ekonomi dari suatu mobilitas penduduk dapat dilihat dari beberapa contoh model pendekatan mobilitas penduduk yang dikembangkan oleh beberapa ahli, antara lain (a) model dua sektor dari Lewis, (b) model migrasi desa kota dari Todaro dan (c) model ekonomi migrasi baru dari Stark dan Bloom (1985, dalam Massey et.al, 1993).

7 (a) Model dua sektor Lewis (1954), yang selanjutnya dikembangkan oleh Fei dan Ranis (1961) menggambarkan adanya ketimpangan sekonomi antara dua sektor, yaitu sektor tradisional yang sifatnya subsisten, dan sektor modern yang sifatnya komersial dengan memperoleh keuntungan. Di sektor tradisional terdapat penawaran tenaga kerja tidak terbatas (unlimited supply of labor) pada tahap setelah produktivitas marjinal sama dengan nol. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian tenaga kerja di sektor tradisional seperti yang terjadi di sektor pertaniandapat ditarik ke sektor modern tanpa harus kehilangan out put sedikitpun di sektor pertanian. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output di sektor modern. Laju kecepatan perluasan output tersebut ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal di sektor modern. Peningkatan investasi tersebut sangat ditentukan oleh adanya kelebihan di sektor modern, dengan asumsi bahwa para pemilik modal yang berkecimpung di sektor modern tersebut bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan sektor modern dan perluasan kesempatan kerja tersebut diasumsikan akan terus berlangsung sampai semua semua surplus tenaga kerja di sektor pertanian diserap habis oleh sektor industri. Transformasi ekonomi secara struktural akan terjadi dengan keseimbangan aktivitas ekonomi yang bergeser dari pertanian menuju industri. (b) Model ekonomi Todaro, yang dikenal dengan model migrasi Todaro (Todaro migration model). Menurut Todaro, faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas penduduk dari daerah perdesaan menuju perkotaan antara lain (1) adanya perbedaan upah riil yang diharapkan antara daerah daerah perkotaan dan daerah perdesaan dengan perbedaan actual upah riil antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan, (2) kemungkinan berhasil mendapat pekerjaan di sektor modern di daerah perkotaan. Kemungkinan berhasil

8 mendapatkan pekerjaan di daerah perkotaan berbanding lurus dengan kesempatan kerja di perkotaan atau berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di daerah perkotaan. (c) Model ekonomi Stark dan Bloom (1985, dalam Massey et.al, 1993), yang leboh dikenal dengan model ekonomi baru dari migrasi (new economics of migration), dimana dalam pengambilan keputusan bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh aktor individu secara tertutup, melainkan oleh unit yang lebih luas seperti keluarga atau rumah tangga. Anggota rumah tangga akan bekerja secara kolektif tidak hanya intuk memaksimalkan pendapatan yang diharapkan, namun mereka juga berusaha untuk meminimalkan resiko resiko dan memperlonggar kendala kendala yang berkaitan dengan berbagai kegagalan pasar, termasuk pasar tenaga kerja. Tidak sama halnya dengan individu, keluarga atau rumah tangga memiliki posisi untuk mengendalikan resiko-resiko yang menimpa kehidupan ekonomi mereka dengan cara diversifikasi pengalokasian sumber daya yang dimiliki rumah tangga Pilihan Dalam Melakukan Mobilitas Penduduk Nonpermanen Beberapa pilihan yang melandasi keputusan sesorang dalam melakukan mobilitas dapat dikaitkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dari setiap individu. Everet S. Lee (1974) menyebutkan volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah wilayah tersebut. Selanjutnya Lee menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk bermigrasi dapat dipengaruhi oleh empat faktor sebagai berikut : a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat asal migran (origin). b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat tujuan migran (destination). c.faktor-faktor penghalang atau pengganggu (intervening factors). d. Faktor-faktor yang berhubungan dengan individu migran.

9 Ketidaktersedian lahan serta penghasilan yang rendah di daerah tempat asal migran merupakan faktor pendorong untuk pindah, namun adanya ikatan kekeluargaan yang erat serta lingkungan sosial yang dinamis merupakan faktor yang menahan agar seseorang tidak pindah. Adanya upah yang tinggi, ketersediaan fasilitas pendidikan, iklim yang baik serta banyaknya kesempatan kerja yang menarik di daerah tempat tujuan migran merupakan faktor penarik untuk datang kesana namun ketidakpastian, resiko yang mungkin dihadapi, pemilikan lahan yang tidak pasti dan sebagainya merupakan faktor penghambat untuk pindah ke tempat tujuan migran tersebut. Transportasi dan komunikasi yang tidak lancar, jarak yang jauh, ongkos pindah yang tinggi, birokrasi yang tidak baik, pajak yang tinggi, serta informasi yang tidak jelas merupakan contoh faktor yang menghambat. Di pihak lain adanya informasi tentang kemudahan, seperti kemudahan angkutan dan sebagainya merupakan intervening faktor yang mendorong migrasi. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor individu, karena dialah yang menilai positif dan negatifnya suatu daerah, dia pulalah yang memutuskan apakah akan pindah dari daerah asal atau tidak, dan kalau pindah akan individulah yang akan memutuskan daerah mana yang akan dituju Rintangan Antara (Intervening astacles) Daerah Asal 4. Individu 3. Daerah tujuan Keterangan : + = faktor dimana kebutuhan dapat terpenuhi - = faktor dimana kebutuhan tidak dapat terpenuhi 0 = faktor netral Gambar 2.1 Faktor Faktor Determinan Mobilitas Penduduk Menurut Everett S. Lee (1976) Sumber : Diadaptasi dari Mantra (2003)

10 Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor positif (+) maupun faktor negatif (-), adapula faktor netral (o). Faktor positif adalah faktor yang memberikan nilai menguntungkan kalau bertempat tinggal didaerah itu. Faktor negatif adalah faktor yang memberikan nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat itu karena kebutuhan tertentu tidak terpenuhi. Faktor-faktor di tempat asal migran misalnya dapat berbentuk faktor yang mendorong untuk keluar atau menahan untuk tetap dan tidak berpindah. Di daerah tempat tujuan migran faktor tersebut dapat berbentuk penarik sehingga orang mau datang kesana atau menolak yang menyebabkan orang tidak tertarik untuk datang. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk. Robert Norris (1972, dalam Mantra 2003) mengungkapkan bahwa diagram Lee perlu ditambah dengan tiga komponen yaitu migrasi kembali, kesempatan antara, dan migrasi paksaan (force migration). Kalau Lee menekankan bahwa faktor individu adalah faktor terpenting diantara empat faktor tersebut. Norris berpendapat lain bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting. Di daerah asal seseorang lahir, dan sebelum sekolah orang itu hidup di daerah tersebut, maka dia tahu benar tentang kondisi daerah asal, penuh dengan nostalgia ketika hidup dan berdomisili di daerah asal dan bermain dengan teman teman sebayanya. Itulah sebabnya, seseorang sangat terikat dengan daerah asal, walaupun sesudah berumah tangga harus pindah dan berdomisili di daerah lain, namun mereka tetap menganggap bahwa daerah asal (daerah tempat mereka dilahirkan) merupakan home pertama, dan daerah tempat mereka berdomisili sekarang merupakan home kedua. Berdasarkan hal diatas dapatlah dikatakan bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local population, sehingga dimanapun mereka tinggal pasti mengadakan hubungan dengan daerah asal.

11 Rozy Munir (1990) mengatakan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi migrasi ada dua, yakni faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong (daerah asal) tersebut misalnya makin berkurangnya sumber-sumber alam, menyempitnya lapangan pekerjaan akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin, tekanan atau diskriminasi politik dan SARA, tidak ada kecocokan secara adat dan budaya, perkawinan atau pengembangan karier pribadi, dan bencana alam. Faktor penarik (daerah perkotaan) antara lain adanya kesempatan kerja yang lebih baik, kesempatan mendapat pendidikan yang lebih tinggi, situasi yang menyenangkan di tempat tujuan, adanya tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung di tempat tujuan, dan adanya aktivitas hiburan di perkotaan. Mantra (2003) mengungkapkan bahwa teori kebutuhan dan stres (need and stress) menjadi salah satu dasar sesorang dalam mengambil keputusan bermobilitas. Setiap individu mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi terjadilah tekanan (stress), dan tingkatan stress ini berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Secara umum tinggi rendahnya stress yang dialami oleh seseorang berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan tersebut. Adapun stress yang dialami tersebut dapat dipilah menjadi dua, yaitu apabila stress yang dialami seseorang masih dalam batas batas toleransi, orang tersebut akan memutuskan tidak akan pindah dan yang bersangkutan akan berusaha untuk menyesuaikan kebutuhannya dengan kondisi lingkungan yang ada dan apabila stress yang dialami seseorang sudah diluar batas toleransinya, orang tersebut akan mulai memikirkan untuk mengambil keputusan untuk pindah ke daerah tujuan lain, yaitu tempat dimana kebutuhannya dapat dipenuhi. Kebutuhan (needs) dan aspirasi Terpenuhi Tidak terpenuhi (stres) Dalam batas toleransi Di luar batas toleransi

12 Gambar 2.3 Hubungan Antara Kebutuhan dan Pola Mobilitas Penduduk Sumber : Diadaptasi dari Mantra (2003), Sudibia (2012) Gambar 2.3 memperlihatkan apabila kondisi kebutuhan seseorang tidak terpenuhi atau terjadi stress namun masih dalam batas toleransi, yang bersangkutan memutuskan tidak pindah dan akan terus berusaha untuk menyesuaikan kebutuhannya dengan keadaan lingkungan yang ada dan memutuskan untuk menetap. Secara garis besar mereka yang memutuskan untuk pindah ke daerah tujuan baru karena kebutuhan hidupnya di daerah asal tidak terpenuhi. Bahkan sudah di luar batas toleransi akan melakukan mobilitas permanen dan mereka yang memutuskan tidak pindah, walaupun kebutuhan hidupnya di daerah asal tidak terpenuhi. Namun masih dalam batas batas toleransi akan melakukan mobilitas nonpermanen yakni ulang alik (commuting) atau mondok di daerah tujuan. Mobilitas penduduk juga merupakan suatu pilihan yang dilandasi oleh adanya dua kekuatan yang terdapat pada di daerah asal. Mitchell, (1961) mengemukakan bahwa kekuatan tersebut adalah adanya kekuatan sentripetal (centripetal forces) dan kekuatan sentrifugal (centrifugal forces). (a) Kekuatan sentripetal, yakni kekuatan yang bersifat mengikat penduduk untuk tetap tinggal di daerah asalnya, karena disebabkan oleh berbagai faktor yakni terikat akan tanah

13 warisan, terikat akan adanya orang tua yang sudah lanjut usia, adanya kegotong royongan yang baik, dan daerah asal merupakan tempat kelahiran nenek moyang mereka. (b) Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerah asalnya, karena disebabkan oleh berbagai faktor yakni terbatasnya pasarana kerja dan terbatasnya fasilitas pendidikan. (c) Apabila salah satu kekuatan tersebut lebih besar daripada kekuatan lainnya, maka seseorang akan mengambil keputusan untuk tetap tinggal di daerah asal, ataukah pindah dan menetap di daerah lain yang lebih menjanjikan. Permasalahan muncul apabila kekuatan sentripetal dan kekuatan sentrifugal, ataupun kekuatan pendorong dan penarik tersebut berimbang seperti umumnya dijumpai di daerah perdesaan pada negara negara yang sedang berkembang. Kekuatan sentripetal Daerah asal + - MP nonpermanen MP sirkuler Daerah tujuan Kekuatan sentrifugal Gambar 2.4 Kekuatan Sentrifugal dan Sentripetal yang seimbang, dan Keputusan Melakukan Mobilitas Nonpermanen Sumber : Diadaptasi dari Mantra (2003), Sudibia (2012) Untuk memecahkan masalah tersebut biasanya diambil kompromi dengan memilih melakukan mobilitas nonpermanen sehingga para pelaku mobilitas nonpermanen tetap memiliki status kependudukan di daerah asal, sedangkan kegiatannya di luar daerah dilakukan dengan cara komuter (ulang alik) atau dalam istilah Bali disebut ngajag, atau

14 menginap (mondok) ditempat tujuan. Sehingga dengan mengambil keputusan atau pilihan melakukan mobilitas nonpermanen, pekerja migran tidak perlu pindah menetap sehingga keluarganya masih tetap menetap di daerah asal dan hubungan kekerabatan di daerah asal tetap terjaga dengan baik. Sedangkan pada sisi lain mereka dapat meningkatkan penghasilan dengan bekerja di daerah lain. Sehingga saat mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan di daerah lain dan memulai perjalanan penuh harapan, pekerja migran nonpermanen telah memperhitungkan berbagai kerugian dan keuntungan yang akan didapat untuk dapat memberikan manfaat yang besar kepada keluarga yang mereka tinggalkan Konsep Gender Secara mendasar menurut Mosse (1996), gender tersebut berbeda dengan jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis merupakan pemberian, seseorang dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau wanita merupakan kehendak Tuhan. Tetapi, jalan yang menjadikan maskulin atau feminin adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur. Salah satu hal yang paling menarik mengenai peran gender adalah peran-peran itu berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Peran itu juga dipengaruhi oleh kelas, sosial, usia dan latar belakang etnis. Pada abad ke sembilan belas, di Inggris ada anggapan bahwa kaum wanita tidak pantas bekerja di luar rumah guna mendapatkan upah, tetapi pandangan berikutnya menunjukkan bahwa anggapan ini hanya berlaku bagi wanita kelas menengah dan kelas atas, dan wanita kelas bawah diharapkan bekerja sebagai pembantu bagi wanita yang dilahirkan tidak untuk bekerja sendiri. Peran gender juga dapat berubah dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan : pendidikan, teknologi, ekonomi, dan lain-lain, hal itu berarti peran gender dapat ditukarkan antara pria dengan wanita (Aryani, 2002 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).

15 Pembahasan mengenai gender, tidak terlepas dari seks dan kodrat. Seks, kodrat dan gender mempunyai kaitan yang erat, tetapi mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam kaitannya dengan peranan pria dan wanita di masyarakat, pengertian dari ketiga konsep itu sering disalahartikan. Untuk menghindari hal itu dan untuk mempertajam pemahaman tentang konsep gender, maka pengertian seks dan kodrat perlu dijelaskan terlebih dahulu. Istilah seks dapat diartikan kelamin secara biologis, yakni alat kelamin pria (penis) dan alat kelamin wanita (vagina). Sejak lahir sampai meninggal dunia, pria akan tetap berjenis kelamin pria dan wanita akan tetap berjenis kelamin wanita (kecuali dioperasi untuk berganti jenis kelamin). Jenis kelamin itu tidak dapat ditukarkan antara pria dengan wanita (Aryani, 2002). Menurut Aryani (2001) kodrat adalah sifat bawaan biologis sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat berubah sepanjang masa dan tidak dapat ditukarkan yang melekat pada pria dan wanita. Konsekuensi dari anugerah itu, manusia yang berjenis kelamin wanita, diberikan peran kodrati yang berbeda dengan manusia yang berjenis kelamin pria. Wanita diberikan peran kodrati: (1) menstruasi, (2) mengandung, (3) melahirkan, (4) menyusui dengan air susu ibu dan (5) menopause, dikenal dengan sebutan lima M. Sebaliknya, pria diberikan peran kodrati membuahi sel telur wanita dikenal dengan sebutan satu M. Jadi, peran kodrati wanita dengan pria berkaitan erat dengan jenis kelamin dalam artian ini. 2.2 Teori-teori relevan Human Capital Menurut Garry S. Becker (1992), pemenang Nobel Memorial Prize pada bidang ilmu ekonomi tahun 1992, revolusi modal manusia (human capital) dimulai sejak sekitar 5 dekade lalu sejak dekade ini. Menurutnya, sekolah, pelatihan komputer, pengeluaran untuk kesehatan, dan kuliah tentang kebajikan seperti ketepatan waktu dan kejujuran, juga

16 merupakan modal manusia dalam pengertian hal tersebut dapat memperbaiki kesehatan, meingkatkan pendapatan, atau menambah apresiasi seseorang terhadap karya sastra. Manusia sebagai salah satu sumber faktor produksi disebut sumberdaya manusia, yang memiliki arti lebih luas daripada modal manusia. Salah satu sumberdaya manusia yang paling tua adalah modal manusia dalam bentuk tenaga kerja. Modal manusia sudah ada sejak pemiliknya dilahirkan ke dunia. Modal tersebut baru dimanfaatkan setelah pemiliknya menginjak dewasa, namun tergantung juga pada negara, masyarakat, lingkungan, keluarga, dan peraturan, yang berbeda-beda antar negara. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memanfaatkan modalnya, modal fisik dalam bentuk tenaga (kerja). Di negara-negara maju pemerintahnya menetapkan bahwa seseorang boleh bekerja setelah berumur 15 tahun, yang berarti modal manusia baru produktif setelah mereka menamatkan paling sedikit pendidikan menengah. Di negara berkembang, banyak anak-anak bekerja dibawah umur, sekedar menjual tenaganya untuk kelangsungan hidup mereka. Di Indonesia, sejak beberapa tahun lalu pemerintah menetapkan kebijakan wajib belajar 12 tahun yang sebelumnya 9 tahun, namun pemerintah mengikuti konvensi internasional bahwa tenaga kerja adalah mereka yang minimum berumur 15 tahun. Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal 68 dan pasal 69, pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali untuk anak yang berumur antara tahun dapat dipekerjakan untuk jenis pekerjaan ringan sepanjang tidak membahayakan diri anak, dan waktu kerjanya maksimum 3 jam per hari. Di Amerika menurut Fair Labor Standards Act Advisor minimum umur untuk pekerja adalah 14 tahun, kecuali pekerjaan untuk membantu rumah tangga dan usaha milik keluarga. Menggunakan tenaga sebagai modal tidak membutuhkan bantuan orang atau pihak lain, seperti perbankan yang menyediakan modal uang untuk pihak yang memerlukan. Tenaga kerja sebagai modal sangat unik karena kepemilikannya melekat pada yang bersangkutan dan

17 penggunaannya ditentukan pula oleh yang bersangkutan. Sebagai pekerja dia dapat menggunakannya setiap saat, memulai dan berhenti setiap saat. Ini dapat kita temui, sebagai satu contoh, di sektor pertanian subsisten dan usaha milik sendiri. Karena sepenuhnya menggunakan tenaga sebagai modal fisik tanpa bantuan modal atau sumber lainnya maka produktivitasnya juga rendah atau terbatas. Hal inilah yang menjelaskan kenapa produktivitas sektor pertanian rendah apabila hanya mengandalkan tenaga kerja sebagai modal tanpa modal komplementer lainnya seperti teknologi. Pemanfaatan hanya manusia sebagai tenaga produktif untuk tujuan pembangunan berarti lebih mengutamakan perspirasi atau peluh daripada inspirasi atau kecerdasan; dengan kata lain, otot mendominasi otak. Ini juga terjadi pada saat China mulai membangun yang menggunakan modal manusia sebagai keunggulan karena jumlahnya yang banyak. Apabila penggunaan modal selain manusia belum merupakan modal komplemen, maka produktivitas tenaga kerja sepenuhnya tergantung pada pengalaman mereka sepanjang umur mereka bekerja. Jadi, umur biasanya dipakai sebagai proksi atau indikator untuk mengukur pengalaman. Produktivitas tenaga kerja akan meningkat apabila mereka memperoleh pendidikan, baik formal maupun informal. Pendidikan akan membuka cakrawala berpikir sehingga mereka mempunyai aspirasi yang lebih tinggi. Pendidikan juga dapat membuka peluang yang lebih banyak karena dimungkinkannya membuat berbagai pilihan. Demikian pula, pendidikan dapat meningkatkan daya serap seseorang terhadap kemajuan dan modernisasi, seperti kemampuan menggunakan bibit, pupuk, dan penggunaan teknologi, maupun pilihan penggunaan obat-obatan. Intinya, pendidikan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pendidikan non-formal juga dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Pelatihan atau training akan meningkatkan keterampilan atau skills terutama keterampilan-keras (hardskills) maupun keterampilan-lunak (soft-skills) mereka. Itu juga sebabnya kenapa pelatihanpelatihan perlu diberikan secara terus-menerus selepas mereka menamatkan pendidikan

18 formal. Melalui pelatihan dapat diberikan informasi terbaru dan perkembangan mutakhir yang diperlukan dalam meningkatkan produktivitasnya. Modal manusia sebagai sebuah konsep dapat dilihat dari berbagai segi dan kepentingan. Modal manusia dapat dilihat dari dunia bisnis, pembuat kebijakan, organisasi atau lembaga pemerintah maupun swasta seperti serikat pekerja. Bagi pembuat kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk yang dapat di mobilisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam dunia bisnis, para investor memandang modal manusia sebagai seperangkat keterampilan yang diperlukan bagi seorang pekerja. Keterampilan ini dapat diperoleh melalui pelatihan maupun pengalaman, suatu keterampilan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi mereka di pasar kerja. Jadi, keterampilan digunakan sebagai ukuran modal manusia. Dalam kontek organisasi modal manusia merujuk pada nilai kolektif daripada modal intelektual organisasi seperti kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan. Modal ini merupakan sumber kreativitas dan inovasi yang dapat diperbaharui terus menerus. Berbeda dengan modal struktural, modal manusia selalu dimiliki oleh individual yang memilikinya dan dapat dijual pada pihak lain yang memerlukan kecuali dibatasi oleh peraturan tempat yangbersangkutan bekerja. Dalam kontek ekonomi, modal manusia merupakan atribut seseorang yang produktif. Ini sangat berkaitan dengan pencapaian pendidikan formal, dengan implikasi bahwa pendidikan adalah investasi yang hasilnya akan diperoleh dalam bentuk upah, gaji, atau kompensasi lainnya. Menurut encyclopedia Britanica,human capital: intangible collective resources possessed by individuals and groups within a given population. These resources include all the knowledge, talents, skills, abilities, experience, intelligence, training, judgment, and wisdom possessed individually and collectively, the cumulative total of which represents a form of wealth available to nations and organizations to accomplish their goals.

19 Dalam kontek yang lebih luas, aliran atau paham, kapitalisme selalu memandang modal manusia dari sisi produktivitas atau kinerja. Produktivitas terkait dengan investasi jangka panjang, semakin produktif seseorang maka investasi akan lebih menguntungkan. Konsep modal manusia berasal dari model ekonomi kapitalisme sumber daya manusia, yang menekankan hubungan antara peningkatan produktivitas atau kinerja dan kebutuhan untuk investasi jangka panjang yang berkelanjutan dan dalam pengembangan sumber daya manusia. Model ini dapat diterapkan dalam skala yang sempit maupun luas. Dalam skala yang luas, produktivitas tenaga kerja atau modal manusia akan meningkatkan perekonomian nasional dan dalam skala yang sempit, produktivitas yang tinggi akan meningkatkan kinerja organisasi perusahaan. Di pihak lain, pandangan tradisional yang umumnya berpikir jangka pendek selalu memandang modal manusia sebagai biaya yang harus diperhitungkan dalam organisasi. Pandangan ini biasanya berjangka pendek karena selalu berpikir bagaimana cara menekan biaya untuk kepentingan keuntungan perusahaan sehingga seringkali kebutuhan-kebutuhan dasar pekerja diabaikan dalam rangka menekan biaya. Bereda dengan pandangan jangka panjang yang melihat modal manusia sebagai investasi, dimana mereka berusaha meningkatkan kinerja atau produktivitasnya melalui beberapa cara seperti pelatihan ataupun pendidikan internal perusahaan atau institusi eksternal. 1) Mengukur Modal Manusia Modal manusia bukanlah merupakan konsep satu dimensi melainkan konsep multi dimensi yang berbeda untuk pemangku kepentingan yang berbeda. Seperti disampaikan di atas, dalam dunia bisnis modal manusia adalah nilai ekonomi daripada keterampilan pekerja. Bagi pembuat kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara konvensional modal manusia dipandang sebagai fungsi pendidikan dan pengalaman yang merefleksikan pelatihan dan pembelajaran. Namun pada

20 saat ini kesehatan (fisik dan mental) menjadi bagian fundamental daripada modal manusia. Nilai modal manusia juga ditentukan oleh faktor ekonomi, sosial, fisik, dan lingkungan masyarakat. World Economic Forum (WEF, 2013) dalam publikasinya The Human Capital Report, melaporkan usahanya dalam memberikan pandangan jangka panjang dan holistik tentang seberapa baik suatu negara memanfaatkan sumber daya manusianya dan membangun tenaga kerjanya yang dipersiapkan untuk permintaan ekonomi yang kompetitif. Menurut WEF, modal manusia didasarkan pada 4 pilar, yaitu: tiga pilar inti yang menentukan: pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja, ditambah faktor lain yaitu lingkungan yang membuat modal manusia mempunyai nilai lebih tinggi. Empat pilar modal manusia tersebut adalah: Pilar 1: Pendidikan. Ukuran yang digunakan untuk meliput pendidikan adalah: 1) Akses terhadap pendidikan diukur dari angka partisipasi sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, dan gap jender pendidikan. 2) Kualitas pendidikan diukur dari akses internet di sekolah, kualitas sistem pendidikan, kualitas pendidikan matematika dan sain, dan kualitas pengelolaan sekolah. 3) Capaian pendidikan diukur dari persentase penduduk umur 25 tahun keatas yang mengenyam pendidikan dasar sampai pendidikan lanjutan. Pilar 2: Kesehatan dan Kesejahteraan. Pilar ini mencakup berbagai aspek sosial dan layanan kemasyarakatan, seperti: 1) Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran, angka harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup. 2) Kesehatan diukur antara lain dari kehidupan tidak sehat, tingkat obesitas, tingkat kematian dibawah umur 60 tahun, dampak bisnis dari penyakit menular dan tidak menular.

21 3) Kebahagiaan diukur dari tingkat depresi dan stres yang dialami responden. 4) Layanan kesehatan meliputi layanan air, sanitasi dan kebersihan, kualitas perawatan kesehatan, dan aksesibilitas perawatan kesehatan. Pilar 3: Tenaga kerja dan Kesempatan kerja, mengukur pengalaman, bakat, pengetahuan dan pelatihan, seperti: 1) Partisipasi diukur dari tingkat partisipasi tenaga kerja yang berumur tahun dan 65 tahun ke atas, tingkat pengangguran, tingkat pengangguran pemuda, dan gap jender tingkat partisipasi. 2) Talenta diukur dari kemampuan negara dalam menarik dan mempertahankan orang bertalenta, kemudahan memperoleh tenaga kerja terampil, pembayaran upah sesuai produktivitas, kapasitas inovasi, dan indek kompleksitas ekonomi. tingkat daya serap teknologi perusahaan, artikel dalam jurnal sain dan teknikal per seribu penduduk, 3) Pelatihan meliputi pelatihan staf dan layanan pelatihan. Pilar 4: Lingkungan, mengukur aspek penunjang yang dapat meningkatkan nilai modal, yaitu: 1) Infrastruktur meliputi pengguna mobil, pengguna internet, dan kualitas angkutan domestik. 2) Kolaborasi meliputi keadaan kluster pembangunan, dan kolaborasi litbang dunia usaha dan universitas. 3) Kerangka hukum diukur dari indek melaksanakan usaha, perlindungan jaring pengaman sosial, dan perlindungan HAKI. 4) Mobilitas sosial Remitan Pada mulanya istilah remitan (remittance) adalah uang atau barang yang dikirim oleh migran ke daerah asal, sementara migran masih berada di tempat tujuan (Connell, 1976).

22 Namun definisi tersebut mengalami perluasan, tidak hanya uang dan barang, tetapi ketrampilan dan ide juga digolongkan sebagai remitan bagi daerah asal (Connell 1980). Selanjutnya dalam mengaitkan antara remitan dengan mobilitas penduduk, Conell membaginya menjadi dua tipe, yakni: 1) Tipe bebas (individual), dimana dalam hal ini migran mengambil keputusan melakukan mobilitas bebas dari kebutuhan kebutuhan dan kewajiban terhadap keluarga di daerah asal. 2) Tipe terikat (linked), dimana dalam hal ini migran masih terikat akan kewajiban kewajiban dan kebutuhan kebutuhan keluarganya di daerah asal. International Monetery Fund (IMF) dalam Balance of Payment Manual 5 (BPM5) mendefinisikan remitan secara luas dan mengandung tiga unsur atau bagian, yakni : 1) Konpensasi pekerja (compensation of employees), dimana terdiri dari upah, gaji (salaries) dan keuntungan lainnya yang dihasilkan oleh seseorang dalam bentuk cash (uang tunai) atau bentuk lainnya yang dibayarkan sendiri selama bekerja di negara tersebut melebihi tempat tinggal asalnya. 2) Remitan tenaga kerja (workers remittances) atau transfer, dalam bentuk cash (uang tunai) atau yang lainnya dari migran kepada anggota rumah tangga asalnya. 3) Transfer migran (migrants transfers) adalah transfer capital (modal) dari aset aset keuangan selama mereka berpindah dari suatu negara ke negara lain dan menetap sekurang-kurangnya setahun. Dalam kaitannya dengan pengertian remitan, tampaknya relevan dikaitkan dengan teori aliran kekayaan (wealth of theory) yang dikemukan oleh Caldwell (1976, dalam Hugo, 1983). Teori aliran kekayaan ini umumnya diterapkan dalam analisis penurunan fertilitas, bahwa aliran kekayaan akan terjadi antara orang tua dan anak berupa aliran uang, barang, jasa dan jaminan orang tua kepada anak, dan begitu juga sebaliknya dari anak kepada orang tua.

23 Berkaitan dengan aliran kekayaan diatas, dalam konteks dunia ketiga dewasa ini ditemukan adanya dua tipe aliran, yaitu : 1) Aliran hadiah hadiah secara periodik, pembayaran secara teratur, dan jasa yang ada sejak lamadiantara individu dan kelompok yang bertempat tinggal dalam suatu kelompok. 2) Aliran kekayaan yang terjadi diantara kelompok kelompok atau individu individu yang disebabkan oleh adanya ikatan tetapi secara geografis tinggal dalam masyarakat yang terpisah. A1 (1) Suami (2) Istri (3) Anak anak (4) Orang tua A2 (1) Migran wanita (2) Anak anak (3) Nenek B (1) Anak anak yang lebih tua (2) Orang tua (3) Kakek C (1) Orang tua (2) Anak anak yang lebih tua (3) Famili lain D (1) Keluarga batih (2) Kakek dan nenek (3) Familiy lain Keterangan : Aliran remitan Migrasi

24 Gambar 2.5 Pola aliran remitan untuk menyokong keluarga Sumber : Curson (1981, dalam Sudibia, 2007) Curson (1981, dalam Sudibia, 2007) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada delapan hal yang dipandang penting dalam studi remitan, yakni (1) masalah data, dimana studi remitan tidak memberikan data yang rinci tentang besarnya remitan maupun daerah asal dan daerah tujuan pengiriman; (2) sering dikacaukan antara remitan dengan transaksi - transaksi ekonomi lainnya seperti pembayaran hutang, pengiriman hadiah hadiah, pembagian keuntungan, dan pemindahan barang dan jasa; (3) pola aliran remitan yang ruwet dilihat dari keragaman institusi, agen dan individu yang terlibat dalam pemindahan remitan dari migran ke daerah asalnya; (4) remitan mencerminkan tipe mobilitas penduduk apakah individual ataukah family linked; (5) remitan tergantung dari hubungan antara migran dengan sanak keluarganya, dilihat dari segi kebutuhan, harapan, dan tanggung jawab; (6) remitan sangat sensitif terhadap perubahan keadaan; (7) remitan bervariasi secara geografis; dan (8) remitan mencerminkan hubungan emosional antara migran dengan sanak keluarganya di daerah asal. Curson juga merumuskan enam tujuan pengiriman remitan oleh migran ke daerah asalnya sebagai berikut (1) untuk menyokong kehidupan keluarga; (2) perayaan siklus hidup keluarga; (3) aliran uang untuk migrasi berantai; (4) pengembalian hutang hutang; (5) investasi; dan (6) perencanaan pensiun. Curson juga membahas pengaruh remitan terhadap kehidupan sosial ekonomi di daerah pedesaan ke dalam tiga hal pokok, yakni (1) aliran remitan meningkatkan ketergantungan ekonomi, keadaan ini berbahaya jika aliran remitan terganggu atau putus; (2) aliran remitan berpengaruh terhadap perubahan sosial di wilayah desa sebab remitan dapat meningkatkan pendapatan perkapita penduduk desa, meningkatkan investasi, serta mobilitas sosial; dan (3) remitan dapat meningkatkan emigrasi, dalam artian dapat menyedot kelebihan pertumbuhan penduduk.

25 1. Penggunaan untuk pembiayaan siklus hidup Migran Anggota keluarga / Keluarga dekat 2. Penggunaan uang untuk membayar tiket Migran Anggota keluarga / Keluarga dekat 3. Investasi untuk pensiun Migran Perumahan Tanah Usaha 4. Pengembalian hutang Migran Biaya perjalanan Lain lain Keterangan : Aliran remitan Gambar 2.6 Pola aliran remitan menurut penggunaanya, kecuali untuk menyokong keluarga Sumber : Curson (1981, dalam Sudibia, 2007) Pendapatan Pendapatan merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa tersebut dapat berupa sewa, upah atau gaji, bunga uang ataupun laba (Badan Pusat Statistik). Sadono Sukirno (1995) juga berpendapat sama. Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi seperti: tanah akan

26 memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah /gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba. Pendapatan yang berupa balas jasa atas pemanfaatan faktor produksi ini disebut dengan pendapatan yang didistribusikan. Dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut dengan pendapatan tenaga kerja (labour income). Disamping itu sebagai pendapatan dimasukkan pula pendapatan yang bukan berasal dari balas jasa atas pemanfaatan faktor produksi dan tidak bersifat mengikat. Pendapatan ini disebut dengan pendapatan transfer (Sunuharyo, dalam Sumardi dan Evers, 1982). Pendapatan transfer (transfer income) dapat berasal dari pemberian seseorang atau institusi (misalnya pemerintah). Aliran pendapatan transfer ini dapat positif dan dapat pula negatif tergantung pada besarnya pembayaran atau penerimaan transfer dalam jangka waktu tertentu (Kusnic dan Da Vanso, 1980 dalam Murjana Yasa, 1993). Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja (labor income) dan pendapatan bukan tenaga kerja (non labor income) tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor produksi lain. Oleh karenanya dalam perhitungan pendapatan migran dipergunakan beberapa pendekatan tergantung pada lapangan pekerjaannya. Untuk yang bekerja dan menerima balas jasa berupa upah atau gaji dipergunakan pendekatan pendapatan (income approach), bagi yang bekerja sebagai pedagang, pendapatannya dihitung dengan melihat keuntungan yang diperolehnya. Untuk yang bekerja sebagai petani, pendapatannya dihitung dengan pendekatan produksi (Production Approach). Dengan demikian berdasarkan pendekatan di atas dalam pendapatan pekerja migran telah terkandung balas jasa untuk skill/ kemampuan yang dimilikinya (Murjana Yasa, 1993).

27 2.2.4 Pengalaman kerja Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984). Pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Ranupandojo, 1984). Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Trijoko, 1980). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa pengalaman kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimilikinya. Pengukuran Pengalaman Kerja Pengukuran pengalaman kerja sebagai sarana untuk menganalisis dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur pengalaman kerja seseorang adalah : 1) Gerakannya mantap dan lancar Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan. 2) Gerakannya berirama Artinya terciptanya dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari hari. 3) Lebih cepat menanggapi tanda tanda. Artinya tanda tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja 4) Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya. Karena didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya maka seorang pegawai yang berpengalaman dapat menduga akan adanya kesulitan dan siap menghadapinya.

28 5) Bekerja dengan tenang Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri yang cukup besar (Asri, 1986). Selain itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja karyawan. Beberapa faktor lain mungkin juga berpengaruh dalam kondisi kondisi tertentu, tetapi adalah tidak mungkin untuk menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri karyawan potensial. beberapa faktor tersebut adalah : 1) Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan, kursus, latihan, bekerja. Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu. 2) Bakat dan minat, untuk memperkirakan minat dan kapasitas atau kemampuan seseorang. 3) Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs) untuk meramalkan tanggung jawab dan wewenang seseorang. 4) Kemampuan kemampuan analitis dan manipulatif untuk mempelajari kemampuan penilaian dan penganalisaan. 5) Keterampilan dan kemampuan tehnik, untuk menilai kemampuan dalam pelaksanaan aspek aspek tehnik pekerjaan (Handoko, 1984). Ada beberapa hal juga untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja yaitu. (1) Lama waktu/ masa kerja. Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. (2) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan

29 merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan. (3) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan. (Foster, 2001). Uraian di atas menjelaskan, bahwa seorang karyawan yang berpengalaman akan memiliki gerakan yang mantap dan lancar, gerakannya berirama, lebih cepat menanggapi tanda tanda, dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya, dan bekerja dengan tenang serta dipengaruhi faktor lain yaitu : lama waktu/masa kerja seseorang, tingkat pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki dan tingkat penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Oleh karena itu seorang karyawan yang mempunyai pengalaman kerja adalah seseorang yang mempunyai kemampuan jasmani, memiliki pengetahuan, dan keterampilan untuk bekerja serta tidak akan membahayakan bagi dirinya dalam bekerja. 2.3 Keaslian Penelitian Ditinjau dari segi studi mobilitas penduduk, sampai saat ini studi-studi tentang mobilitas penduduk nonpermanen relatif lebih langka daripada studi mobilitas penduduk permanen atau migrasi (Sudibia, 2007). Namun beberapa penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pemberian remitan kepada keluarga didaerah asal telah banyak dilakukan, baik dalam lingkup regional, nasional dan mancanegara. Fokus masalah dan alat analisis yang digunakan berbeda-beda disesuaikan dengan masalah yang diteliti. Penelitian penelitian terdahulu antara lain. Murjana Yasa (1993), penelitian yang berjudul jam kerja, Pendapatan, dan pengeluaran Pekerja Migran Non Permanen di Daerah Wisata Denpasar Barat

Mobilitas Penduduk I. Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

Mobilitas Penduduk I. Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Mobilitas Penduduk I Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Mobilitas Ditinjau Secara Sosiologis Mobilitas o Mobilitas Geografis Perpindahan penduduk dari batas geografis yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas penduduk, terutama mobilitas dari pedesaan ke perkotaan. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas penduduk, terutama mobilitas dari pedesaan ke perkotaan. Banyak hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia berpengaruh terhadap perubahan sosial demografi. Salah satu perubahan itu tercermin dari meningkatnya mobilitas penduduk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Migrasi 1. Pengertian Migrasi Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah tujuan dengan maksud menetap. Sedangkan migrasi sirkuler ialah gerak penduduk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang dibahas dalam penelitian antara lain mencakup (1) pengertian migrasi;

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada 7. MOBILITAS PENDUDUK 7.1. Definisi dan Konsep Mobilitas Perilaku mobilitas penduduk berbeda dengan perilaku kelahiran dan kematian. Mobilitas penduduk tidak ada sifat keajegan seperti angka kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pembangunan sebab mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara keseluruhan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Penduduk Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi. Menurut Bintarto (1977: 10) geografi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi BAB 1 PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan daerah yaitu mencari kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk bekerja di kota pusat-pusat industri. Migrasi penduduk dapat dibagi menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk bekerja di kota pusat-pusat industri. Migrasi penduduk dapat dibagi menjadi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Migrasi Penduduk Gerak perpindahan penduduk muncul bersamaan dengan adanya revolusi industri di Eropa pada abad 18 dan 19 yaitu mengundang tenaga kerja dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting guna untuk merancang penelitian yang akan dilakukan peneliti. Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan UNDP (United Nations Development Programme) bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor utama dari mobilitas

Lebih terperinci

Fenomena Migrasi dan Pergerakan Penduduk. kependudukan semester

Fenomena Migrasi dan Pergerakan Penduduk. kependudukan semester Fenomena Migrasi dan Pergerakan Penduduk kependudukan semester 2 2012 pokok bahasan Konsep dasar Migrasi dan pergerakan: jenis mobilitas penduduk Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk determinan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 1, Januari 2015 Halaman 1-12 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR EKONOMI, SOSIAL DAN DEMOGRAFI TERHADAP PENGIRIMAN REMITAN MIGRAN WARGA DESA PANDAK GEDE YANG BERMUKIM DI KABUPATEN JEMBRANA

PENGARUH FAKTOR EKONOMI, SOSIAL DAN DEMOGRAFI TERHADAP PENGIRIMAN REMITAN MIGRAN WARGA DESA PANDAK GEDE YANG BERMUKIM DI KABUPATEN JEMBRANA TESIS PENGARUH FAKTOR EKONOMI, SOSIAL DAN DEMOGRAFI TERHADAP PENGIRIMAN REMITAN MIGRAN WARGA DESA PANDAK GEDE YANG BERMUKIM DI KABUPATEN JEMBRANA ANAK AGUNG ADISAVITRI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu dampak dari adanya krisis ekonomi adalah melonjaknya angka pengangguran. Belum pulihnya perekonomian dan timpangnya perkembangan suatu wilayah

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Penduduk Menurut Nursid Sumaatmaja, (1988:52) secara garis besar, Geografi dapat diklasifikasikan menjadi tiga cabang, yaitu Geografi Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 2,5 sampai 3 juta orang per tahun (Nehen, 2010:96).

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I Komang Gde Bendesa Fakultas ekonomi dan bisnis universitas udayana

I Komang Gde Bendesa Fakultas ekonomi dan bisnis universitas udayana PIRAMIDA Vol. X No. 1 : 1-7 ISSN : 1907-3275 SUMBERDAYA MANUSIA BERKUALITAS dan BERKARAKTER I Komang Gde Bendesa Fakultas ekonomi dan bisnis universitas udayana ikgbendesa@unud.ac.id Abstrak Modal manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR

PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : KURNIAWAN DJ L2D 004 330 NOVAR ANANG PANDRIA L2D 004 340 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja Migrasi kerja merupakan reaksi atas tekanan interaksi faktor-faktor positif, negatif dan netral (Hugo 1981). Suryana (1979) menyatakan tekanan itu berupa tekanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Migrasi dalam arti luas merupakan perpindahan penduduk secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Migrasi dalam arti luas merupakan perpindahan penduduk secara BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori migrasi Migrasi dalam arti luas merupakan perpindahan penduduk secara permanen atau semi permanen (sirkuler) melintasi batas negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk meliputi jumlah, persebaran, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk meliputi jumlah, persebaran, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Sosial Demografi Demografi merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamnya, sehingga sangatlah wajar apabila Indonesia menjadi sebuah Negara

BAB I PENDAHULUAN. alamnya, sehingga sangatlah wajar apabila Indonesia menjadi sebuah Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terkenal dengan kesuburan alamnya, sehingga sangatlah wajar apabila Indonesia menjadi sebuah Negara agraris. Sebagaimana kita ketahui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: mobilitas ulang-alik, tingkat upah, pendidikan, jarak tempuh, umur, kegiatan adat

ABSTRAK. Kata kunci: mobilitas ulang-alik, tingkat upah, pendidikan, jarak tempuh, umur, kegiatan adat Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mendorong Alasan Seseorang Untuk Melakukan Mobilitas Ulang-Alik (Commuting) (Studi Kasus Di Desa Pandak Gede) Nama : Dewa Ayu Cintya Nandiswari NIM : 1306105126 ABSTRAK

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Lebih terperinci

BAB IV DISKUSI TEORITIK

BAB IV DISKUSI TEORITIK BAB IV DISKUSI TEORITIK Teori yang digunakan dalam analisa ini bermaksud untuk memahami apakah yang menjadi alasan para buruh petani garam luar Kecamatan Pakalmelakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

Melebihi Batas Pertanian

Melebihi Batas Pertanian Presentasi Ekonomika Pertanian dan Perdesaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Yogyakarta, 14 Mei 2013 Melebihi Batas Pertanian Oleh: Ulfa Maulidya Adrian Nalendra Perwira Ade bayu Erlangga Vincentia Anggita

Lebih terperinci

MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh

MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh K. Yunitha Aprillia Ida Bagus Made Astawa, I Gede Astra Wesnawa *) Jurusan Pendidikan Geografi,Undiksha Singaraja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.

I. PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tidak terkecuali di Provinsi Lampung khususnya Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Sektor Informal Konsep sektor informal berawal dari prakarsa seorang ahli antropolog asal Inggris yaitu Keith Hart, melalui studinya setelah mengamati

Lebih terperinci

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN ISSN 0216-8138 52 DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN Oleh I Ketut Suratha Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Dewasa ini perhatian para ahli ekonomi terhadap masalah pembangunan ekonomi di setiap negara sangat besar sekali, karena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Demografi Demografi merupakan ilmu yang memepelajari struktur dan proses di suatu wilayah. Demografi menurut PhilipM.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, pemerataan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berjalannya roda perekonomian suatu negara. Ketika ekonomi tumbuh, maka ada peningkatan produksi barang dan jasa yang memerlukan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia di kategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencangkup lima masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. (Sukirno, 2001:20). Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. (Sukirno, 2001:20). Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk meningkatkan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Konsep Ketenagakerjaan Angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik Judul : Analisis Pengaruh Non Labor Income, Mutu Sumber Daya Manusia dan Tingkat Upah Terhadap Lama Menganggur Pengangguran Terdidik di Kota Denpasar Nama : Udur Yustince BR Situmorang NIM : 1206105040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. definisi dan pengertian dari hal-hal yang dijadikan konsep dalam penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. definisi dan pengertian dari hal-hal yang dijadikan konsep dalam penelitian ini II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ini penulis akan mengkaji tentang penjelasan berbagai definisi dan pengertian dari hal-hal yang dijadikan konsep

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada 20 tahun terakhir ini fenomena perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain atau bisa disebut juga urbanisasi menjadi salah satu fenomena sosial yang

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA

PERTEMUAN 5 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA PERTEMUAN 5 : PERSEBARAN PENDUDUK Oleh : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA (darmawan@esaunggul.ac.id) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik - Universitas ESA UNGGUL Semester Genap 2012/2013

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci

ANALISIS MIGRASI KE KOTA BANDA ACEH

ANALISIS MIGRASI KE KOTA BANDA ACEH ANALISIS MIGRASI KE KOTA BANDA ACEH Analisis Migrasi Ke Kota Banda Aceh Abstract The aim of this study is to know the factors that influence the decision of migration to the city of Banda Aceh. This research

Lebih terperinci

BAB 7. ASPEK EKONOMI & SOSIAL

BAB 7. ASPEK EKONOMI & SOSIAL BAB 7. ASPEK EKONOMI & SOSIAL A. PENGERTIAN ASPEK EKONOMI & SOSIAL Setiap usaha yang dijalankan, tentunya akan memberikan dampak positif dan negative. Dampak posittif dan negative ini akan dapat dirasakan

Lebih terperinci

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode penelitian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja adalah dua hal yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk menjadi potensi terjaminnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan. Mobilitas Penduduk 20/04/2017. Bagian Epidemiologi, Biostatistika & Kependudukan FKM UNEJ

Pokok Bahasan. Mobilitas Penduduk 20/04/2017. Bagian Epidemiologi, Biostatistika & Kependudukan FKM UNEJ Mobilitas Penduduk Bagian Epidemiologi, Biostatistika & Kependudukan FKM UNEJ Pokok Bahasan Pengertian dan ruang lingkup Bentuk-bentuk mobilitas penduduk Determinan mobilitas penduduk Teori mobilitas internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan gejala dibumi yang menyangkut fisik maupun makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbanyak nomor empat di dunia setelah China (RRC), India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Teori Kuznet pembangunan di Negara sedang berkembang identik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahap awal pembangunan namun disertai dengan timbulnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian pengertian 2.1.1. Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Banyak hal mengenai kehidupan sosial di suatu Negara / masyarakat dapat dijabarkan jika diketahui

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini terdapat penelitian sejenis yang sudah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian terdahulu yang menjadi refrensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang masih memiliki masalah pengangguran dan kemiskinan. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Migrasi adalah salah satu fenomena penduduk yang dipelajari dalam studi geografi. Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang mepengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEWASA AWAL Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sosial Pada Masa

Lebih terperinci