BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi merupakan gagasan kunci untuk psikologi sosial. Partisipasi
|
|
- Yanti Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PARTISIPASI Partisipasi merupakan gagasan kunci untuk psikologi sosial. Partisipasi melibatkan kesadaran individu dan sosial. Tugas utama konsep partisipasi ialah mencerminkan dan membuat teorisasi komunitas. Penulis berpendapat bahwa partisipasi merupakan kunci dari konstituen komunitas yang berlaku. Masyarakat dan partisipasi secara intrinsik memiliki keterkaitan dan penulis perlu membahas dua konsep dalam kaitannya dengan lain Definisi Partisipasi Dalam berjalannya waktu, terjadi definisi ulang terhadap partisipasi. Dalam praktek konvensional, seringkali hanya diminta partisipasi masyarakat sebagai donor atau sukarelawan. dalam pembangunan. Sehingga yang terjadi hanyalah fenomena "partisipasi yang dibayar", dimana partisipasi hanya muncul jika ada proyek dengan kucuran dana dari atas. Dalam tiga dasawarsa belakangan ini telah diperoleh sebuah spektrum makna dan semangat baru untuk melakukan partisipasi secara berbeda. Secara etimologi, partisipasi berasal dari bahasa inggris participation yang berarti mengambil bagian/keikutsertaan. Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia dijelaskan partisipasi berarti: hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Secara umum pengertian dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keperansertaan semua anggota atau wakil-wakil masyarakat untuk ikut membuat keputusan dalam proses perencanaan dan pengelolaan pembangunan
2 10 termasuk di dalamnya memutuskan tentang rencana- rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, manfaat yang akan diperoleh, serta bagaimana melaksanakan dan mengevaluasi hasil pelaksanaannya (Manolang, 2013). Partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam situasi baik secara mental, pikiran atau emosi dan perasaan yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan dalam upaya untuk memberikan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan dan ikut bertanggung jawab terhadap kegiatan pencapaian tujuan tersebut (Adam, 1993) Dimensi Partisipasi Dimensi-dimensi dari partisipasi dalam aktivitas komunitas (Campbell & Jovchelovitch, 2000): (1) Partisipasi dalam berbagi identitas (shared indetity), di mana komunitas diartikulasikan atau diaktualisasikan. Identitas dikonstruksi dan direkonstruksi dalam jangkauan batas-batas struktural dan simbolik yang memungkinkan orang untuk mengkonstruksi citra (images) tentang dirinya sendiri yang mencerminkan potensipotensi dan minat-minatnya. Partisipasi merupakan sebuah tindakan yang secara organik terkait dengan kesadaran tentang siapa, apa yang diinginkan kelompok komunitas. Identitas dapat dibentuk, diregenosiasi, bahkan bila perlu diganti. (2) Partisipasi dalam representasi sosial, yang mengorganisasikan pandangan tentang anggota komunitas dan memandu penafsiran terhadap realitas dan praktik sehari-hari. Degan kata lain partisipasi berhubungan dengan bagaimana sebuah komunitas membangun pengetahuan lokalnya (tentang komunitas itu sendiri) dan menjadikannya terbagi (shared). Representasi pengetahuan ini tidak pernah terlepas dari konteks sosial, kultural, dan sejarah yang konkret di mana komunitas tumbuh dan
3 11 berkembang. Partisipasi dalam aktivitas komunitas memungkinkan individu-individu anggotanya untuk mengekspresikan, meneguhkan kembali, atau menegosiasikan representasi sosial itu. (3) Partisipasi dalam kekuasaan, baik terhadap sumber daya maupun pengakuan simbolik. Kekuasaan dalam hal ini tidak dijelaskan sebagai sebuah negativitas intrinsik, melainkan sebagai ruang daritindakan-tindakan yang mungkin, di mana subjek secara sosial memperjuangkan dan mengekspresikan pengaruhnya. Melalui partisipasi yang berinteraksi dengan kekuasaan, orang menghasilkan pengaruh, membangun realitas, atau membangun makna bagi komunitas. Partisipasi dalam aktivitas komunitas didefinisikan sebagai pelaksanaan ketiga dimensi tersebut dalam proses di mana komunitas diaktualisasikan, dinegosiasikan, dan ditransformasikan. Melalui partisipasi dalam kelompok komunitas, orang mengembangkan kesadaran mengenai sumber daya komunitas dan terlibat dengan orang-orang lain yang penting (significant others) dalam arena publik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden (1988, dalam Yulianti, 2012), mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.
4 12 Menurut Slamet (1993, dalam Chusnah, 2008), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan mata pencaharian. a. Jenis Kelamin Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria akan berbeda dengan partisipasi yang diberikan oleh seorang wanita. Hal ini disebabkan karena adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat yang membedakan kedudukan dan derajat antara pria dan wanita, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban. b. Usia Dalam masyarakat terdapat perbedaan kedudukan dan derajat atas dasar senioritas, sehingga memunculkan golongan tua dan golongan muda yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan. c. Tingkat Pendidikan Faktor pendidikan mempengaruhi dalam berpartisipasi karena dengan latar belakang pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar dan cepat tanggap terhadap inovasi. d. Tingkat Penghasilan Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berperan serta. Tingkat pendapatan ini mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi. e. Mata Pencaharian Jenis pekerjaan seseorang akan menentukan tingkat penghasilan dan mempengaruhi waktu luang seseorang yang dapat digunakan dalam berpartisipasi, misalnya menghadiri pertemuan-pertemuan.
5 13 Dalam hal lain, Ndraha (1990, dalam Handayani, 2011) mengutarakan bahwa dalam keadaan dan unsur penting penting timbulnya partisipasi masyarakat pada pelaksanaan kegiatan pembangunan atau kebijaksanaan daerah, maka paling tidak terdapat beberapa faktor dasar yang mempengaruhi tingkat partisipasi itu, antara lain : a. Proses penentuan rencana (pembuatan keputusan) yang akomodatif terhadap aspirasi masyarakat. Unsur akomodatif ini juga diwujudkan pada kemanfaatan yang akan diterima masyarakat dari pelaksanaan kegiatan itu. b. Adanya kesadaran, yaitu sejumlah sikap, perilaku dan pola sikap yang didasarkan pada pengetahuan akan manfaat atau juga oleh sejumlah nilai yang menuntut seseorang melaksanakan kegiatan yang ditetapkan. Hal ini berkaitan dengan kebudayaan ataupun kebudayaan politik, yaitu kebudayaan yang berhubungan dengan perumusan rencana (keputusan) dan pelaksanaan keputusan-keputusan yang mengikat bersama (masyarakat). c. Adanya upaya motivasi pengarahan dan penggerakan dari pemimpin dalam masyarakat untuk menimbulkan partisipasi itu. Dalam hal ini, kepemimpinan daerah yang dapat menimbulkan kesadaran anggota masyarakat dalam berpartisipasi, sangat dibutuhkan. Gaya kepemimpinan yang mampu mengakomodasikan terhadap aspirasi masyarakat, merupakan sesuatu yang penting Bentuk Partisipasi Konkon dan Suryatna (1978, dalam Chusnah, 2008) memberikan tawaran bahwa partisipasi dapat diwadahi dalam: a) buah pikiran, dalam hal ini seperti rapat, diskusi, seminar, pelatihan dan penyuluhan,
6 14 b) tenaga, seperti gotong royong, c) harta benda dan d) keterampilan. Adapun bentuk partisipasi yang mungkin dari wadah tersebut menurut Konkon (dalam Chusnah, 2008) adalah sebagai berikut: a) sumbangan tenaga fisik, b) sumbangan finasial, c) sumbangan material, d) sumbangan moral (nasihat, petuah, amanat) Tingkatan Partisipasi Pendapat yang diusulkan oleh Club Du Sahel dalam Khadiyanto (2007, dalam Chusnah, 2008). Menurutnya, terdapat pendekatan-pendekatan untuk memajukan partisipasi masyarakat dengan terlebih dahulu mengetahui tingkat partisipasi. Tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Partisipasi Pasif, Pelatihan dan Informasi Partisipasi ini merupakan tipe komunikasi satu arah seperti arah antara guru dan muridnya. b. Sesi Partisipasi Aktif Partisipasi ini merupakan dialog dan komunikasi dua arah dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi dengan petugas penyuluhan dan pelatihan di luar. c. Partisipasi dengan keterkaitan
7 15 Masyarakat setempat baik pribadi maupun kelompok diberi pilihan untuk bertanggung jawab atas setiap kegiatan masyarakat maupun proyek. d. Partisipasi atas permintaan setempat Kegiatan proyek lebih berfokus pada menjawab kebutuhan masyarakat setempat, bukan kebutuhan yang dirancang dan disuarakan oleh orang luar. Untuk mengukur tingkat partisipasi, Chapin (dalam Slamet, 1993; dalam Chusnah, 2008) menawarkan dengan cara mengukur tingkat partisipasi individu atau keterlibatan individu dalam kegiatan bersama dengan skalanya. Menurut Chapin skala partisipasi dapat diperoleh dari penilaian-penilaian terhadap kriteria-kriteria tingkat partisipasi sosial, yaitu: a. Keanggotaan dalam organisasi atau lembaga-lembaga sosial b. Kehadiran dalam pertemuan c. Membayar iuran/sumbangan d. Keanggotaan di dalam kepengurusan e. Kedudukan di dalam kepengurusan 2.2 TRUST Definisi Trust Rotter (1967, dalam Rofiq, 2007) mendefinisikan trust adalah keyakinan bahwa kata atau janji seseorang dapat dipercaya dan seseorang akan memenuhi kewajibannya dalam sebuah hubungan pertukaran. Morgan dan Hunt (1994, dalam Rofiq, 2007) mendefinisikan bahwa trust akan
8 16 terjadi apabila seseorang memiliki kepercayaan diri dalam sebuah pertukaran dengan mitra yang memiliki integritas dan dapat dipercaya. Mayer et al. (1995, dalam Rofiq, 2007) mendefinisikan trust adalah kemauan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa orang lain akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikannya. Ba dan Pavlou (2002, dalam Rofiq, 2007) mendefinisikan trust adalah penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu menurut harapan orang kepercayaannya dalam suatu lingkungan yang penuh ketidakpastian. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dinyatakan bahwa trust adalah kepercayaan pihak tertentu terhadap yang lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut akan memenuhi segala kewajibannya secara baik sesuai yang diharapkan (Rofiq, 2007) Kecenderungan Trust Kecenderungan trust (Wade & Robison, 2012) merunjuk pada seberapa banyak mereka bersedia untuk bergantung pada orang lain secara umum. Hal ini dibentuk oleh pengalaman hidup. Kepercayaan adalah kecenderungan sifat kepribadian yang umumnya stabil yang dapat diukur. Individu dengan kecenderungan kepercayaan yang tinggi atau rendah cenderung memiliki ciri-ciri kepribadian dan karakteristik tertentu. Faktor-faktor yang telah mempengaruhi kecenderungan kepercayaan meliputi: a. Level of extroversion/neuroticism Orang dengan keterbukaan tinggi (fleksibel atau energik) dan neurotisisme
9 17 rendah (percaya diri) cenderung lebih dapat mempercayai. b. Participation in religion Beberapa studi telah menemukan bahwa peserta agama memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dari kaum yang tidak memiliki agama (atheis). c. Family interaction Orang tua yang menepati sebagian besar janji-janji mereka dan lebih percaya kepada anak mereka dapat menyebabkan anak cenderung memiliki kepercayaan tinggi. d. Gender Dalam beberapa studi telah melaporkan bahwa pria memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi pada lembaga formal dan pemerintah bila dibandingkan dengan wanita Tingkatan Trust Menurut Quinhong Fu (2004, dalam Rahmawati, 2011) yang merujuk pada beberapa pandangan sosiolog, pada dasarnya kepercayaan dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: a) Tingkatan individual Kepercayaan pada tingkatan individual merupakan kekayaan batin, norma, dan nilai individual yang merupakan variabel personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Merujuk Nahapiet dan Ghoshal (1998, dalam Rahmawati, 2011), pada tingkatan individual kepercayaan bersumber dari nilai-nilai, diantaranya dari: agama yang dianut, kompetensi seseorang, dan keterbukaan, yang telah menjadi norma di masyarakat dan diyakini oleh seseorang. b) Tingkatan relasi sosial
10 18 Kepercayaan di dalam tingkatan relasi sosial, merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan kelompok yang didasari oleh semangat altruism, social resiprocity, dan manusia sebagai makhluk sosial. Mengikuti Coleman (1999, dalam Rahmawati, 2011) pada tingkatan relasi sosial sumber kepercayaan berasal dari norma sosial yang memang telah melekat pada stuktur sosial komunitas (masyarakat/bangsa /organisasi) yang diikat dengan nilai-nilai budaya. Hal ini terutama berkaitan dengan kepatuhan anggota komunitas terhadap berbagai kewajiban bersama yang telah menjadi kesepakatan tidak tertulis pada komunitas tersebut. c) Tingkatan sistem sosial Kepercayaan pada tingkatan sistem sosial, merupakan nilai publik komunitas, atau masyarakat, atau bangsa, yang perkembangnya difasilitasi oleh sistem sosial yang ada, dimana didasari pada nilai-nilai budaya unggul. Menurut Putnam (1993, dalam Rahmawati, 2011), di tingkat sistem sosial kepercayaan bersumber dari karakteristik sistem sosial tersebut yang memberi nilai tinggi pada tanggung jawab sosial setiap anggota komunitas Dimensi Trust in Government Dimensi trust in government menurut Leon Schiffman (2010) adalah: a) Political Cynicism Political Cynicism terkait dengan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, seperti masyarakat yang merasa diabaikan oleh pemerintah, pemerintah yang dirasa kurang mengayomi masyarakat, struktur pemerintahan yang merugikan masyarakat, dan lain-lain. b) Trust in Government Form
11 19 Trust in Government Form berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, seperti kepercayaan terhadap pengelolaan sistem pemerintahan, kepedulian pemerintah terhadap masyarakat, tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, dan lain-lain. 2.3 CITY ATTACHMENT Definisi Place Attachment Place attachment merupakan kelekatan kepada suatu tempat. "Place attachment melibatkan ikatan pengalaman secara positif, terkadang terjadi tanpa kesadaran, yang tumbuh sepanjang waktu dari ikatan perilaku, afektif, dan kognitif antara seseorang dan/atau kelompok dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya" (Brown & Perkins, 1992). Hidalgo dan Hernandez berpendapat bahwa place attachment berkaitan dengan ikatan afektif atau hubungan antara individu dengan tempat-tempat tertentu yang diekspresikan melalui afeksi dan emosi, pengetahuan dan kepercayaan, serta sikap dan tindakan yang saling mempengaruhi (2001; dalam Ujang & Dola, 2012). Moore dan Graefe (1994; dalam Ujang & Dola, 2012) dan Smaldone et al. Dimensi utama place attachment yang relevan dari penelitian ini adalah place dependece (tempat ketergantungan) dan place identity (identitas tempat). Place dependence (ketergantungan tempat) merupakan segi fungsional pada attachment. Place dependence dapat dibangun ketika sebuah tempat dirasa signifikan oleh individu dan dapat memberikan kondisi untuk memenuhi kebutuhan dan mendukung tercapainya goal (Williams, et al., 1992; dalam Ujang & Dola, 2012). Hal ini tercermin dalam keinginan untuk menjaga kedekatan dengan objek keterikatan dan
12 20 memiliki hubungan emosional khsusu terhadap tempat tertentu (Hidalgo & Hernandez, 2001; dalam Ujang & Dola, 2012). Sedangkan place identity (identitas tempat) sangat terkait dengan segi emosional pada attachment yang dibentuk atas hasil dari keterikatan dan identifikasi individu terhadap tempat melalui aktivitas dan individu yang berkaitan (Davenport & Anderson, 2005; dalam Ujang & Dola, 2012) Faktor faktor yang Mempengaruhi Place Attachment Faktor-faktor yang mempengaruhi proses attachment to place (Davenport & Anderson, 2005; dalam Ujang & Dola, 2012) yakni: 1. Kesesuaian antara needs dengan goals individu dengan setting fisiknya 2. Pilihan tetap tinggal atau pergi 3. Mobilitas rendah. 4. Jaringan sosial & setting fisik yang ada 5. Jangka waktu bertempat tinggal di suatu tempat (Shumaker& Taylor, 1983; dalam Widjajanti, 2013) Tingkatan Place Attachment Intensitas attachment to place menurut Rubinstein (1984; dalam Widjajanti, 2013) Level 1, manusia hanya tahu tentang suatu tempat dan memikirkannya tanpa mengalami perasaan atau memori pribadi yang kuat. Level 2, personalized attachment, bila manusia mempunyai memori tentang suatu tempat yang tidak dipisahkan dari pengalaman pribadinya. Level 3, extention, bila suatu tempat memberikan memori emosional atau
13 21 secara psikologi melibatkan individu dengan berbagai cara. Level 4, embodiment, bila batas antara diri (the self) dengan lingkungan menjadi kabur bahkan bagi beberapa individu identitas pribadi & identitas tempat menjadi satu Teritori Place Attachment Atman (1975; dalam Widjajanti, 2013), membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari-hari individu atau kelompok, dan frekuensi penggunaan. Tiga kategori tersebut adalah: primary, secondary, serta public territory. 1. Teritori utama (primary) adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara ekslusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kehidupan sehari-hari penghuninya. 2. Teritori sekunder (secondary) adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara ekslusif oleh seseorang atau sekelompok orang, mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala oleh kelompok yang menuntutnya. 3. Teritori publik (public) adalah suatu area yang dapat digunakan atau dimasuki oleh siapapun, akan tetapi mereka harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut Dimensi Place Attachment Dimensi Place Attachment menurut Scannel dan Gifford (2010) adalah: a) Attachment to the Physical Place Attachment to the physical place mengacu pada lingkup dan skala yang berkaitan dengan elemen tempat, seperti bagaimana perasaan individu ketika berada dalam
14 22 lingkungannya. b) Attachment to the Social Place Attachment to the social place mengacu pada interaksi interpersonal dan intrapersonal individu dalam lingkungannya, seperti bagaimana interaksi interpersonal dengan individu-individu lain di lingkungan tempat tinggalnya dan bagaimana interaksi intrapersonal individu dengan dirinya sendiri. 2.4 KERANGKA BERPIKIR Kota merupakan representasi dari pemerintah. Apabila pemerintah tidak melayani masyarakat dengan baik, maka masyarakat menjadi tidak trust dengan pemerintah. Diduga dampaknya adalah masyarakat menjadi tidak attach dengan kotanya. Komunitas musik merupakan bagian dari kota yang seringkali menjadi ikon aktivitas sebuah kota. Apabila individu semakin intens berpartisipasi dalam aktivitas komunitas musik perkotaan, maka diduga dampaknya adalah individu akan semakin dekat dengan kotanya. Apakah masyarakat yang tidak trust dengan pemerintah dapat attach dengan kotanya? Apakah partisipasi dalam aktivitas komunitas musik perkotaan mampu melekatkan masyarakat terhadap kotanya?
15 23 Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah kota merupakan representasi dari pemerintah. Apabila pemerintah tidak melayani masyarakat dengan baik, maka masyarakat menjadi tidak trust dengan pemerintah. Diduga dampaknya adalah masyarakat menjadi tidak attach dengan kotanya. Komunitas musik merupakan bagian dari kota yang seringkali menjadi ikon aktivitas sebuah kota. Apabila individu semakin intens berpartisipasi dalam aktivitas komunitas musik perkotaan, maka diduga dampaknya adalah individu akan semakin dekat dengan kotanya. Dari fenomena yang telah dijabarkan, maka dalam penelitian ini akan mengukur apakah masyarakat yang tidak trust dengan pemerintah dapat attach dengan kotanya dan mengukur apakah partisipasi dalam aktivitas komunitas musik perkotaan mampu melekatkan masyarakat terhadap kotanya.
BAB III METODE PENELITIAN Variabel Penelitian & Definisi Operasional
24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 VARIABEL PENELITIAN & HIPOTESIS 3.1.1 Variabel Penelitian & Definisi Operasional 3.1.1.1 Variabel Bebas Variabel bebas disebut juga sebagai variabel predictor, yaiu variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia
Lebih terperinciBAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP
BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembangunan Masyarakat Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang disengaja dan direncanakan. Lebih lengkap lagi, pembangunan diartikan sebagai perubahan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh
11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek
Lebih terperinciBAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.
BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis
Lebih terperinciPERAN PARTISIPASI DALAM AKTIVITAS KOMUNITAS MUSIK PERKOTAAN DAN KEPERCAYAAN PADA PEMERINTAH KOTA DALAM MEMPREDIKSIKAN KELEKATAN PADA KOTA
PERAN PARTISIPASI DALAM AKTIVITAS KOMUNITAS MUSIK PERKOTAAN DAN KEPERCAYAAN PADA PEMERINTAH KOTA DALAM MEMPREDIKSIKAN KELEKATAN PADA KOTA Vemmy Leolita dominique.vemmy@yahoo.com Dosen Pembimbing : Juneman,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial
Lebih terperinciGENDER DALAM TERITORI
GENDER DALAM TERITORI Oleh Dina Fatimah Abstrak. Teritori merupakan suatu wujud pembagian wilayah kekuasaan. Teritori sangat berkaitan dengan pemahaman akan keruangan. Pada manusia, teritorialitas ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai pendidikan di negeri ini memang tidak akan pernah ada habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian
Lebih terperinciPUSANEV_BPHN. : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT.
Nama : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT. 03 Status : Kawin Jabatan : Ketua Komisi Informasi Provinsi Kepulauan Bangka
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep
Lebih terperinciPENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI
MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kepemimpinan
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kepemimpinan 2.1.1 Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan (Robbins dan Coulter, 1999). Hal
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen
Lebih terperinciMateri 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team
Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tuntutan Kurikulum KTSP yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah mengharapkan agar penguasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain sumber daya manusia (man), sumber daya pembiayaan (money), sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang perlu dicapai melalui pelaksanaan kebijakan dan kegiatan organisasi secara terpola, terpadu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara
Lebih terperinciPengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.
Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciDIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG
DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai
Lebih terperinciKEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,
Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 Tentang : Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat belajar mengenai banyak hal, mulai dari hal yang tidak
Lebih terperinciKEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro
KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar
Lebih terperinciPERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK
PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PENGERTIAN KONFLIK Konflik (menurut bahasa) adalah perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Konflik pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal dan interpersonal)
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.
Lebih terperinciBab II. Kajian Pustaka. Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam
Bab II Kajian Pustaka 2.1. Identitas Sosial Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok.
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BEKASI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DI KABUPATEN BEKASI
PERATURAN BUPATI BEKASI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMateri Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII
Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian
Lebih terperinciMENEMUKAN & MENGGUNAKAN KEKUATAN NEGOSIASI
MENEMUKAN & MENGGUNAKAN KEKUATAN NEGOSIASI DEFINISI KEKUATAN Von Clausewitz : power menyangkut kemampuan yang melekat dalam diri seseorang, organisasi atau lembaga, ataupun Negara untuk memainkan pengaruhnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa
Lebih terperinciEMOSI DAN SUASANA HATI
EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang
Lebih terperinciPROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN
PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN Oleh : Budi wardono Istiana Achmad nurul hadi Arfah elly BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhuk sosial, yang antar individunya membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhuk sosial, yang antar individunya membutuhkan dan saling bergantung satu sama lainnya. Maka berawal dari latar belakang inilah, terciptanya
Lebih terperinciPRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT
INTERAKSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT 1. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial 2. Manusia berada di dalam sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka
Lebih terperinciPSIKOLOGI SOSIAL. Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA
PSIKOLOGI SOSIAL Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA Pengantar Manusia adalah makhluk sosial. Kita tidak berkembang dengan sendiri. Kita tidak memiliki tempurung pelingdung, dan bulu apa yang kita miliki
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepercayaan 2.1.1. Defenisi Kepercayaan Mayer, Davis, dan Schoorman (1995) mendefinisikan kepercayaan sebagai suatu keinginan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa
Lebih terperincisosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Rachmat Al Fajar F 100 950 017 /
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi. Partisipasi masyarakat diperlukan sebagai penunjang sistem dalam pemilihan presiden setiap periodenya.
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dari penelitian ini didapati kesimpulan dan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik permukiman kampung
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian pemecahan masalah yang akan ditemukan pemecahannya melalui pembahasanpembahasan secara teoritis.
Lebih terperinciMODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN. (A. Suherman)
MODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN (A. Suherman) Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Joyce dan Weil (1980: 1) mendefinisikan
Lebih terperinciKELOMPOK 2. Materi Pokok Pembahasan : Pengertian Stakeholders Etika Bisnis Pengertian Tanggungjawab Sosial Perusahaan Areal Tanggungjawab Sosial
KELOMPOK 2 Materi Pokok Pembahasan : Pengertian Stakeholders Etika Bisnis Pengertian Tanggungjawab Sosial Perusahaan Areal Tanggungjawab Sosial PEMBAHASAN A. Stakeholders 1. Pengertian Stakeholders Stakeholders
Lebih terperinciGAYA KERJA PEMBIMBING KEMAHASISWAAN
GAYA KERJA PEMBIMBING KEMAHASISWAAN Oleh: Putut Hargiyarto, M.Pd. PT Mesin FT UNY Disajikan pada OPPEK UNY, 24-26 September 2010 A. Latar Belakang Untuk mampu menyelesaikan tugasnya, seseorang pada umumnya
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
16 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi pembangunan masyarakat yang telah diterima secara luas adalah definisi yang telah ditetapkan oleh Peserikatan
Lebih terperinciBAB V STRATIFIKASI SOSIAL
BAB V STRATIFIKASI SOSIAL 6.1 Pengantar Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan umum yang dihadapi institusi pendidikan dan guru berkaitan dengan salah satu dari tiga perilaku penting dari seorang pegawai dalam sebuah organisasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang, kondisi persaingan antar perusahaan semakin ketat, agar tetap berkembang, perusahaan harus tetap mampu untuk bertahan hidup dan memajukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan teleologi.
28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Etika Menurut (Keraf, 1998 dalam Hutahahean dan Hasnawati, 2015) ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan teleologi. a. Etika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi maka hampir
Lebih terperinciINTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi
INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciSTUDI MASYARAKAT INDONESIA
STUDI MASYARAKAT INDONESIA 1. Prinsip Dasar Masyarakat Sistem Sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya saling hubungan di antara komponenkomponen yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau
Lebih terperinciGuru Sebagai Pemimpin Konstruktivis Tuesday, 27 December :59
Abstrak: Seorang guru sebagai pemimpin konstruktivis memfasilitasi proses pembelajaran partisipatori yang memungkinkan partisipan dalam suatu komunitas belajar untuk mengkonstruksikan makna bersama-sama
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciMakna dan Dimensi Budaya \
peran budaya: Makna dan Dimensi Budaya \ Krisna Pratama Sania Indila MAKNA DAN DIMENSI BUDAYA Kata Budaya berasal dari bahasa latin cultura,yang dalam artis luas berarti mengacu pada interaksi manusia.
Lebih terperinciBULETIN ORGANISASI DAN APARATUR
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika
Lebih terperinciPERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT (Suatu Studi Di Kelurahan Pondang Kecamatan Amurang Timur)
PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT (Suatu Studi Di Amurang Timur) Selina Sambenga 1 Sarah Sambiran 2 Neni Kumayas 3 Abstrak Permasalahan yang terlihat dalam pelaksanaan pemerintahan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS
BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Adikampana dkk, 2014) yang berjudul Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan
Lebih terperinci