BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kawasan Asia dan Afrika. Sedangkan Amerika, Australia dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kawasan Asia dan Afrika. Sedangkan Amerika, Australia dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi 1. Perkembangan Sapi di Dunia Sampai saat ini para ahli belum bisa menentukan secara pasti dimana dan kapan sapi mulai di jinakkan. Banyak ahli memperkirakan bahwa sapi berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, ke seluruh kawasan Asia dan Afrika. Sedangkan Amerika, Australia dan Selandia Baru yang saat ini merupakan gudang bangsa sapi potong dan sapi perah tidak terdapat jenis sapi unggul turunan asli dari induk melainkan hanya mendatangkan dari Eropa. (Y Bambang Sugeng, 1996). Sapi-sapi yang tersebar di seluruh permukaan bumi berasal dari sapi jenis primitif. Sapi-sapi jenis primitif tersebut adalah golongan : a. Bos Sondaicus (Bos Banteng) Golongan ini adalah sumber asli sapi-sapi di Indonesia. b. Bos Indicus (Sapi Berponok) Golongan inilah yang sekarang berkembang di India dan di Indonesia. c. Bos Taurus Golongan sapi ini adalah jenis sapi yang menjadi sapi potong dan perah di Negara Eropa. Golongan ini tersebar di seluruh permukaan bumi termasuk di Indonesia. (Aksi Agraris Kanisius, 1991).

2 5 2. Perkembangan Sapi di Indonesia Tidak ada yang tahu secara 4 pasti kapan bangsa sapi mulai dijinakkan di Indonesia. Namun para ahli berpendapat bangsa sapi yang kini kita kenal seperti sapi madura, jawa dan sumateraberasal dari persilangan antara Bos indicus (zebu) dan Bos sondaicus (Bos bison) alias sapi keturunan banteng. Sedangkan sapi Ongole yang pada saat ini populasinya terbanyak diantara bangsa-bangsa sapi di Indonesia pertama kali didatangkan dari India ke pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun Bangsa sapi Ongole ini di Belanda dikenal dengan nama Zebu, sedangkan di Jawa dikenal dengan nama Benggala. Didalam perkembangan lebih lanjut dan dalam rangka perbaikan mutu ternak sapi di Jawa, sapi Jawa dikawin silangkandengan sapi Ongole, yang keturunannya hingga kini dikenal dengan peranakan Ongole (PO). (Y Bambang Sugeng, 1996). Perkembangan sapi di Indonesia belum begitu memadai dan belum begitu maju seperti negara maju misalnya Cina, Eropa dan negara maju yang lainnya. Lambatnya perkembangan sapi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, antara lain: a. Para peternak sapi di Indonesia belum memberikan perhatian sepenuhnya pada sapi yang diternakkan terutama pada segi pemeliharaan makan dan bibit yang digunakan, misalnya:

3 1) Sapi pemeliharaanya masih merupakan bagian dari usaha pertanian. 6 2) Makanan yang diberikan minim dan mutunya pun kurang. 3) Bibit sapi yang digunakan kurang bagus/seadanya,hal ini terjadi karena peternak sapi di Indonesia rata-rata memiliki tingkat perekonomian yang rendah (Aksi Agraris Kanisius, 1991). b. Konsumen kurang Di Indonesia masih berlaku konsumen musiman yang dimana minat para konsumen di tentukan oleh keaadaan, misalnya: 1) Meningkat ketika mendekati hari-hari besar ataupun hari-hari dimana sapi dijual berharga tinggi misalnya ketika mendekati musim pendaftaran sekolah. 2) Menurun ketika hari-hari yang dianggap sapi berharga tinggi telah selesai misal di hari-hari besar ataupun ketika musim pendaftaran sekolah (Aksi Agraris Kanisius, 1991). c. Konsumen belum bisa menghargai mutu daging Kurangnya pengetahuan konsumen mengenai menejemen/produksi daging. Para konsumen menganggap semua daging sama, memiliki mutu yang sama karena kelezatannya tetapi diluar itu konsumen tidak memiliki penilaian yang lain (Aksi Agraris Kanisius, 1991). 3. Macam-Macam Sapi di Indonesia Di Indonesia terdapat berbagai jenis sapi yng diternakkan oleh para peternak, sapi-sapi ini berasal dari Eropa dan India yang berkembangbiak

4 secara murni atau telah dikawin silangkan dengan sapi lokal. Sapi-sapi tersebut adalah: 7 a. Sapi Aberdeen Angus. Berasal dari Skotlandia. Ciri khasnya berwarna hitam, bobot hampir mencapai kilogram dan tidak bertanduk. b. Sapi Ayrshire. Suatu galur sapi yang berasal dari Skotlandia. Ciri khasnya warna kulit belang cokelat, belang merah dan putih, serta tanduk panjang menjurus ke atas. Sapi ini merupakan tipe sapi perah. Bobot badan sapi jantan dewasa 725 kilogram, sedangkan sapi betinanya 550 kilogram. Jumlah air susunya liter per masa laktasi. c. Sapi Bali. Adalah galur yang berasal dari sapi banteng yang sudah mengalami penjinakan, dan banyak ditemukan di Pulau Bali. Sapi ini merupakan tipe sapi penghasil daging dan dapat digunakan sebagai sapi kerja. Penyakit Bali Ziekte adalah penyakit yang sering menyerang sapi bali. Gejalanya adalah eksim kering yang berakibat nekrosis (mati jaringan) pada kulit dan membukanya lapisan lendir kulit. d. Sapi Beefmaster. Merupakan sap penghasil daging bermutu cukup baik. Binatang ini mempunyai warna khas, bertanduk, dan mampu beradaptasi pada lokasi dan iklim beragam.

5 e. Sapi Belmont Red. Didatangkan ke Indonesia pada tahun 1975, untuk meningkatkan sumber produksi ternak sapi di Kalimantan Selatan. f. Sapi Braford. Adalah hasil persilangan sapi brahman dan sapi hereford, namun belum membentuk galur tersendiri. g. Sapi Brangus. Berwarna hitam dan mempunyai keunggulan sebagai penghasil daging dan mampu beradaptasi terhadap udara panas dan tahan terhadap beberapa penyakit. 8 h. Sapi Brahman. Adalah galur sapi keturunan sapi zebu dari India. Ciri khasnya mirip sapi zebu, yaitu berpunuk besar, berwarna putih keabuan, kadang-kadang kemerahan, bergelambir sampai di bawah perut bagian pusat. Sapi jantannya berbobot sampai 250 kilogram dan pada umur 4 tahun mencapai kilogram. i. Sapi Charolais. Berasal dari Perancis dan merupakan tipe pedaging. Sapi Frisien Hoistein. Berasal dari Belanda bagian utara. Warna tubuhnya belang hitam putih. Sapi ini termasuk tipe sapi perah yang menghasilkan liter per laktasi. Sapi ini merupakan sapi penghasil daging tertinggi dibandingkan sapi perah lainnya. Sapi Galloway. Merupakan tipe sapi pedaging yang tertua di dunia. Sapi ini berasal sari Skotlandia. j. Sapi Grati. Adalah hasil persilangan antara sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura) dengan sapi FH. Sapi ini menghasilkan susu, walaupun produksinya di bawah sapi FH.

6 k. Sapi Hereford. Adalah sapi penghasil daging dari Inggris. Pada umur dua tahun, sapi ini dapat,mencapai bobot 900 kilogram. l. Sapi Madura. Adalah hasil persilangan antara zebu dan banteng. Warnanya merah bata, bobot maksimumnya 350 kilogram dengan tinggi rata-rata 1,18 meter. Sapi ini merupakan tipe sapi pedaging dan ternak kerja yang mampu hidup di daerah bersuhu 31ºC, namun memiliki produksi susu yang rendah. 9 m. Sapi Ongole. Merupakan keturunan sapi zebu dan berasal dari India. Ciri khasnya jinak, penurut berponok besar, mempunyai gelambir di bawah leher, kulit di sekitar lubang mata hitam dan warna rambut tubuh putih keabuan. Galur ini merupakan tipe sapi penghasil daging dan ternak kerja. n. Sapi PHF. Sama dengan sapi grati. o. Sapi Peranakan Ongole. Adalah hasil persilangan antara sapi lokal Indonesia dengan sapi ongole dari India. p. Sapi Polled Hereford. Adalah hasil persilangan antara jantan aberdeen angus dan betina hereford. q. Sapi Sahiwal. Adalah sapi keturunan sapi zebu, dari India dan Pakistan. Sapi ini termasuk tipe sapi perah dari daerah tropika.bobot dewasa beina mencapai 350 kilogram.

7 r. Sapi Shorthorn. Merupakan tipe sapi potong terbesar dari Inggris. Warnanya merah berkombinasi putih. Bobot jantan dewasa mencapaii kilogram, betinanya 900 kilogram. s. Sapi Sumba Ongole. Merupakan sapi ongole murni yang diternakkan di Sumba. Sapi ini merupakan tipe sapi pekerja dan pedaging yang unggul. t. Sapi Jersey. Berasal dari Inggris dan merupakan tipe sapi perah. Sapi ini mampu menghasilkan liter susu dalam masa laktasi. (diambil dari Jenis Sapi Domestik, diunduh dari Arti Penting Sapi Bagi Peternak Di Desa Kodokan Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dan peternak sapi dengan perekonomian yang kurang mampu memanfaat sapi sebagai hewan ternak, dengan tujuan untuk tabungan masa depan sehingga apabila suatu saat peternak membutuhkan uang yang cukup banyak sapi tersebut bisa di jual untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebagian besar masyarakat di Desa Kodokan Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora memelihara sapi untuk memenuhi biaya pendidikan anak-anak mereka dan sampai saat ini pun masyarakat di Desa tersebut tidak bisa terlepas dari beternak sapi yang mereka lakukan sejak dulu.

8 5. Sanitasi Kandang Sapi Sanitasi adalah satu tindakan yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak sapi melalui kebersihan. Dengan sanitasi yang baik dan benar, ternak sapi dapat terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh : bakteri, virus ataupun parasit. Beberapa tindakan sanitasi yang wajib dilakukan yaitu : a. Selalu membersihkan peralatan yang telah digunakan dengan cara : 1) Menggunakan disinfektan seperti : creolin, Lysol, dll. 2) Menjemur langsung pada cahaya matahari. 3) Menggunakan air mendidih b. Menjaga kebersihan kandang dengan cara : 1) Merancang ventilasi kandang agar aliran udara dapat berjalan dengan lancar. 2) Merancang bangunan kandang agar sinar matahari dapat masuk kedalam kandang. 11 3) Tidak membiarkan kotoran sapi menumpuk di kandang. 4) Segera membersihkan sisa-sisa pakan yang tercecer di lantai kandang. c. Menjaga kebersihan areal diluar kandang, seperti membersihkan semak-semak, sampah peternakan, dll. d. Menjaga kebersihan badan sapi, salah satunya dengan cara memandikan sapi. Badan sapi terutama pada bagian kulit, seringkali kotor akibat : kulit ari yang mengelupas atau debu/lumpur yang

9 melekat bersama dengan keringat dan lemak sapi. Kulit yang kotor ini dapat menyebabkan hal-hal yang merugikan yaitu: Radang kulit, menyulitkan sapi untuk membuang zat yang merugikan melalui keringat, sapi kesulitan untuk mengatur suhu badannya, mengganggu kenyamanan sapi sehingga pertumbuhannya tidak maksimal. e. Segera mengubur dalam-dalam atau membakar bangkai sapi yang mati akibat penyakit yang membahayakan. f. Menjaga kebersihan petugas/pekerja kandang, untuk menghindari penyebarluasan kuman dengan cara selalu membersihkan anggota badan dengan air hangat dan sabun ataupun disinfektan. g. Menjaga kebersihan pakan dengan cara menghindari pemberian pakan yang tercemar oleh bahan-bahan yang membahayakan seperti : 1) Tanah ataupun lumpur kotor. 2) Hama ulat. 3) Jamur/cendawan. 4) Terkontaminasi logam seperti Besi (Fe), Seng (Zn), dll. 12 5) Racun alami pada pakan hijauan seperti daun koro, beberapa jenis daun ketela pohon, turi bunga merah, dll. (Abrianto, 2010). B. Parasit Cacing Sapi 1. Parasit

10 Parasit merupakan organisme-organisme yang hidup sementara atau tetap di dalam atau di permukaan organisme lain yang dihinggapi untuk mengambil sebagian makanan atau seluruhnya dari organisme tersebut. Parasit dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: a. Fitoparasit (parasit tumbuhan) yang meliputi jamur dan bakteri b. Zooparasit (parasit hewan) yang meliputi: 1) Protozoa (hewan bersel tunggal) Contoh : Entamoeba sp, Trichomonas sp, Plasmodium sp 2) Metazoa (hewan yang mempunyai jaringan) Contoh : cacing dan serangga c. Spirokhaeta dan virus, mikroorganisme ini berukuran ultramikroskopis dan struktur selnya lebih sederhana daripada jamur, bakteri, dan protozoa. (Jangkung Onggowaluyo, 2001) Parasit tidak mempunyai alat-alat yang diperlukan untuk asimilasi bahan makanan mentah dan bergantung kepada hospes untuk mendapatkan makanan yang telah dicernakan. Keterbatasan cairan dalam tubuh hospes akan menyebabkan kematian atau dapat mencegah pertumbuhan larva. Demikian pula faktor suhu berperan penting dalam pertumbuhan parasit, tiap parasit mempunyai suhu yang optimum untuk hidup dan tumbuh baik suhu tinggi maupun suhu yang terlampau rendah dapat merugikan dan dapat pula mematikan parasit. (Harold W Brown, 1982)

11 2. Macam-Macam Parasit Cacing Sapi a. Cacing Hati (Fasciola gigantica) Epidemiologi. Fasciola gigantica menggantikan Fasciola hepatica didaerah tropika dan subtropika, seperti Asia bagian selatan, Afrika, Amerka Serikat bagian selatan dan Hawai. Hospes parasit ini yang utama adalah Lymnaea auricularia yang memilih iklim yang lebih panas dan lebih akuatik dari pada Lymnaea truncatula. (Norman D Levin, 1994). Siklus hidup. Telur fasciola masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar tubuh ternak telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke tubuh siput muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di dalam tubuh siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang cocok, serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak akan terinfeksi apabila minum air atau makan tanaman yang mengandung kista. ( Imbang D Rahayu, 2010). Morfologi. merupakan jenis cacing yang tergolong Platyhelminthes dan termasuk kelas Trematoda (cacing pipih/cacing daun), biasanya menyerang di bagian liver atau hati. Pada saat cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya kira-kira 30 x 13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada pundak

12 kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya kira-kira 1 mm. 14 Bagian dasar kerucut terdapat batil isap perut yang besarnya kira-kira 1.6 mm. Saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang. Tidak terdapat sistem pernafasan. Cacing dewasa panjangnya ± 2,5 cm, batil isap kepala dan batil isap perut berdekatan, bagian kepala seperti kerucut, dua sekum bercabang-cabang, ovarium bercabang-cabang, dua testis juga bercabag-cabang, kelenjar vitelaria hampir mengisis seluruh bagian tubuhnya. Sistem pencernaannya semacam kantong usus dengan satu lubang sederhana sebagai mulut dan sekaligus anus. Telur Fasciola gigantica keluar dari tubuh sapi bersama dengan feses hewan yang terkena Fasciolasis, mnempel pada tumbuh-tumbuhan air / rumput-rumput basah yang lembab dan telur dapat bertahan antara 2-3 bulan. Telur Fasciola gigantica berukuran ± mikron, oprkulum kecil, berisi morula, dikeluarkan melalui saluran empedu ke dalam tinja dalam keadaan matang, Telur Fasciola gigantica akan menetas hari pada suhu 28 C (PT Tekad Mandiri Citra, 2000). Gambar 2.1 Fasciola gigantica (Animal health company, 2010).

13 15 Gambar 2.2 Telur Fasciola gigantica (Animal health company, 2010). Gejala Klinis. Pada Sapi penderita akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas (Imbang D Rahayu, 2010). Patogenesis. Fasciola dapat sebagai patogen yang ganas pada sapi. Cacing muda masuk kedalam hati dan sambil berjalan memakan parenkimia. Cacing muda menyebabkan kerusakan yang lebih parah daripada yang disebabkan oleh cacing dewasa sesudah sampai di saluran empedu. (Norman D Levin, 1994). Kekebalan. Seperti akibat cacing lain, hewan dewasa lebih resisten terhadap infeksi dan lebih mampu bertahan terhadap pengaruh-pengaruh infeksi daripada cacing yang lebih muda. Hal ini akibat dari infeksi sebelumnya. (Norman D Levin, 1994). Diagnosis. Infeksi cacing daun dapat didiagnosis dengan ditemukan telur dalam tinja. Mengingat kerusakan yang lebih berat dilakukan oleh Fasciola sp muda daripada oleh cacing tua yang sedang bertelur, maka bisa dikatakan bahwa cacing daun dapat menimbulkan

14 kerusakan yang lebih parah tanpa menghasilkan telur. Oleh karena itu dengan nekropsi hewan yang terinfeksi seringkali lebih memuaskan daripada dengan pemeriksaan tinja untuk mendiagnosis infeksi cacing 16 hati. Selan itu telur cacing daun mempunyai kecenderungan tenggelam kedasar daripada terapung ke permukaan sehingga teknik sedimentasi lebih tepat untuk diagnosis. (Norman D Levin, 1994). Pencegahan dan Pengendalian. Usaha menghindari padang rumput lembab sehingga tempat hidup hospes antara akan menghalangi infeksi cacing hati pada sapi (Norman D levin, 1994). Usaha menghindari pakan hijau yang terkontaminasi siput dan usahakan pakan hijau dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak. (Bambang Murtidjo, 1993). Pengobatan. Bisa di gunakan Zanil/Valbazen lewat air minum atau menggunakan Dovenik melalui suntikan. (Bambang Murtidjo, 1993) b. Cacing Gelang (Neoascaris vitolorum/toxocara vitulorum) Epidemiologi. Sapi terinfeksi parasit ini dikarenakan menelan ookista yang bersporulasi pada waktu mereka merumput. Sporulasi berlangsung hanya beberapa hari dalam keadaan normal. Baru sedikit penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh suhu terhadap daya hidup ookista, tetapi terhadap beberapa jenis parasit ternyata dalam keadaan beku menghalangi sporulasi walaupun tidak akan membunuh ookista yang telah mengalami sporulasi (Norman D Levin, 1994).

15 Siklus hidup. Telur dalam tinja tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi larva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasenta dan masuk ke cairan amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum (Imbang D Rahayu, 2010). Morfologi. Cacing Toxocara vitulorum/neoascaris vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan lintas hati, paruparu dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm 17 dan lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dan memiliki dinding yang tebal dan berdimensi 69-95µm serta lebar µm. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi di usus kecil (Imbang D Rahayu, 2010). Gambar 2.3 Telur Neoascaris vitolurum (Rick and Terry Simpson, 2003).

16 Gambar 2.4 Neoascaris vitulorum dewasa (Kyiv. Ukraine, 2009). Gejala klinis. Pada anak sapi atau kerbau terjadi diare dan ternak menjadi kurus. Pernah dilaporkan juga bisa menyebabkan kematian. Anak sapi yang tetap hidup akan mengalami gangguan pertumbuhan (Imbang D Rahayu, 2010). Patogenesis. Harus diketahui bahwa infeksi parasit campuran merupakan hal biasa pada sapi, sehingga sulit untuk mengetahui pengaruh yang khas bagi jenis cacing tertentu. Mengingat infeksi yang terjadi biasanya dilakukan oleh bermacam-macam jenis cacing abomasum dan cacing usus, maka pengaruhnya berupa kombinasi dari 18 berbagai akibat yang ditimbulkan oleh parasit yang bermacam-macam tersebut. (Norman D Levin, 1994). Kekebalan. Anak sapi akan lebih banyak menderita akibat parasit cacing daripada sapi dewasa. Hal ini mungkin karena adanya kekebalan umur, tetapi lebih mungkin merupakan kekebalan yang terbentukpada hewan sebagai akibat infeksi yang dialami pada waktu muda. Kekebalan ini tidak absolut, sehingga biasanya masih terdapat infeksi ringan tetapi dalam keadaan sterss yang parah/kekurangan makanan parasit mungkin terrdapat dalam jumlah yang lebih besar dan menyebabkan gejala-gejala yang berat. Jadi hubungan antara parasitdan hospes berupa keseimbangan yang dinamik dan keseimbangan tersebut dapat bergeser sesuai dengan keadaan. (Norman D Levin, 1994).

17 Diagnosis. Pemeriksaan tinja untuk menemukan ookista koksidia atau telur Nematoda. (Norman D Levin, 1994). Pencegahan dan Pengendalian. Untuk mencegah parasitisme pada sapi direkomendasikan tindakan-tindakan yang sama dengan rekomendasi untuk mencegah parasitisme Abomasum. Hewan dewasa sebagai sumber infeksi bagi hewan muda dengan kondisi yang sangat khusus, karena penularannya melalui plasenta/kemungkinan lewat susu, maka tindakan pencegahannya harus dilakukan untuk mencegah induk terinfeksi dan susu yang diberikan kepada anak-anak sapi harus bebas dari larva parasit. (Norman D Levin, 1994). Usahakan dua bulan sekali diberikan obat cacing misal Paperazin lewat air minum. 19 (Bambang Murtidjo, 1993). Pengobatan. Menggunakan Paperazin yang diberikan melalui air minum sapi dengan dosis 220/kg BB. (Bambang Murtidjo, 1993) c. Cacing Lambung (Haemonchus contortus) Epidemiologi. Sapi terinfeksi oleh cacing nematoda karena menelan larva ketika merumput. Perkembangan dan kemampuan hidup larva di tanah tergantung dari beberapa faktor seperti kondisi iklim dan mikro meteorologi, tipe tanah (tanah lapangan), sifat dan banyaknya vegetasi, angka kepadatan ternak, terdapatnya jenis dan jumlah hewan memamah biak lain(termasuk yang liar). Pada umunya semakin dingin semakin sedikit Nematodanya. Tetapi, nematoda tersebut memainkan peranan penting disini. Bagi Haemonchus suhu maksimum 18

18 merupakan kondisi optimum berlangsungnya penularan lewat padang rumput. Haemonchus paling penting di negara sebelah selatan dan Midwest. (Norman D Levin, 1994). Siklus hidup. Siklus hidup Haemonchus contortus dan Nematoda lain pada ruminansia bersifat langsung, tidak membutuhkan hospes intermediet. Cacing dewasa hidup di abomasum, memproduksi telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama pengeluaran feses. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan menjadi larva. Larva stadium L 1 berkembang menjadi L 2 dan selanjutnya menjadi L 3, yang merupakan stadium infektif. Larva infektif menempel pada rumput-rumputan dan teringesti oleh domba. Selanjutnya larva akan dewasa di abomasum. 20 Gambar 2.5 Siklus Hidup Haemonchus spp (Whittier, et al., 2003) (Imbang D Rahayu, 2010).

19 Gejala klinis. Anemia merupakan gejala utama dari infeksi Haemonchus bersamaan dengan kehilangan darah dan kerusakan usus. Terlihat busung di bawah rahang, diare, tapi kadang-kadang kambing sudah mati sebelum diare muncul. Gejala lain yang menonjol, yaitu : penurunan berat badan, pertumbuhan yang jelek dan penurunan produksi susu (Imbang D Rahayu, 2010). Morfologi. Cacing jantan panjangnya mm diameter 400 mikron, berwarna merah terang serta memiliki spikula dan bursa. Bursanya ditemukan di bagian posterior tubuh tersusun oleh dua lobus lateral yang simetris dan satu lobus dorsal yang tidak simetris, sehingga membentuk percabangan seperti huruf Y dan berwarna mengkilat. Cacing betina mempunyai ukuran lebih panjang dari cacing jantan yaitu mm dengan diameter 500 mikron, nampak adanya anyaman-anyaman yang membentuk spiral antara organ genital (Ovarium) yang berwarna putih dengan usus yang berwarna merah karena penuh berisi darah, sehingga akan nampak berwarna merah puti secara berselang seling. Mempunyai Flaf anterior yang menutupi permukaan vulva yang umumnya besar dan menonjol. Cacing betina dewasa mampu bertelur sebanyak butir setiap hari. Telur berbentuk lonjong dan berukuran X mikron yang pada saat keluar bersama tinja, perkembangan telur telah

20 mengalami stadium morula (didalam telur telah mengandung sel). (Imbang Dwi Rahayu, 2010). Gambar 2.6 Telur Haemonchus contortus (Mary s Alpaca, 2008). Gambar 2.7 Haemonchus contortus dewasa (Joan M. Burke, 2005). Patogenesis. Umumnya terdapat infeksi campuran, dan adalah salah apabila menganggap hewan terinfeksi oleh satu jenis parasit. 22 Setiap hewan terinfeksi oleh campuran dari beberapa atau banyak jenis parasit, dan apa yang tampak di lapangan merupakan gabungan pengaruh dari semua parasit tersebut. (Norman D Levin, 1994). Kekebalan. Anak sapi lebih peka terhadap infeksi daripada hewan dewasa, tetapi biasanya sapi dewasa merupakan sumber infeksi

21 bagi hewan yang lebih muda. Kekebalan umur mungkin berperan, tetapi kekebalan akibat infeksi sebelumnya jauh lebih penting. Dalam keadaan kelemahan badan yang parah/mal nutrisi, biasanya sapi dewasa terinfeksi ringan oleh cacing dan tidak menunjukkan kondisi sakit yang parah. Sedangkan anak sapi yang merumput di padang rumput yang sama dapat terinfeksi berat dan dapat menderita parasitosis yang nyata. (Norman D Levin,1994). Diagnosis. Parasitisme dapat di diagnosis dengan menemukan cacing pada waktu otopsi/dengan menemukan telur dalam pemeriksaan tinja. (Norman D Levin, 1994). Pencegahan dan Pengendalalian. Pada umumnya tindakantindakan berikut dianjurkan untuk mencegah parasitisme pada sapi: 1) Jangan menaruh sapi terlalu padat pada padang rumput. 2) Pisahkan hewan-hewan muda dari yang dewas sedini mungkin. 3) Hindari pembuangan air yang jelek di padang rumput. 4) Berikanlah makan sapi ditempat yang kering bila memungkinkan. 5) Jangan biarkan pakan dan air minum sapi tercemar oleh tinja. 23 6) Buang kotoran sapi dari kandang sesering mungkin. 7) Lengkapilah dengan kandang yang bersih dan bebas hama atau padang rumput yang bersih tidak terinfeksi parasit untuk anak-anak sapi. (Norman D Levin, 1994). Pengobatan. Bisa diberikan obat valbazen lewat air minum. (Norman D Levin, 1994).

22 d. Cacing Pita (Taenia saginata) Epidemiologi. Cacing tersebut sering ditemukan di negara yang penduduknya banyak makan daging sapi / kerbau. Cara penduduk memakan daging tersebut yaitu matang (well done), setengah matang (medium) atau mentah (rare), dan cara memlihara ternak memainkan peranan. Ternak yang dilepas di hutan atau padang rumput lebih mudah dihinggapi cacing gelembung tersebut, daripada ternak yang dipelihara dan dirawat dengan baik di kandang (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998). Siklus Hidup. Telur cacing pita ini melekat pada rumput bersama dengan tinja, bila orang berdefekasi di padang rumput atau karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang makan rumput yang terkontaminasi dihinggapi cacing gelembung, oleh karena telur yang tertelan dicerna dan embrio heksakan menetas. Embrio heksakan disaluran pencernaan ternak menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah masuk ke jaringan ikat sela sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung, disebut sisteserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata. Peristiwa ini terjadi setelah minggu. Bila cacing gelembung yang terdapat di daging sapi yang di masak kurang matang termakan oleh manusia, skoleksnya keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi dan melekat pada mukosa usus halus seperti

23 24 jejenum. Ccacing gelembung akan menjadi dewasa dalam waktu 8 10 minggu (Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI, 1998). Morfologi. Cacing pita Taenia saginata adalah salah satu cacing pita syang berukuran besar dan panjang yang terdiri atas kepala / skoleks, leher dan stobila yang terdiri atas susunan proglotid. Telur cacing berbentuk bulat, berukuran x mikron, memiliki dinding tebal bergaris radier dan berisi embrio heksakan. Sedangkan skoleks berukuran 1-2 milimeter dan memiliki 4 batil isap. Pada cacing dewasaa panjang badan dapat mencapai 4-12 meter,jumlah proglotid antara buah, terdiri atas proglotid immature-mature-dan gravid (Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI, 1998). Gambar 2.9 telur Taenia saginata (Juni P, Tjahaya, dan Darwanto, 2006).

24 Gambar 2.10 proglotid Taenia saginata (Juni P, Tjahaya, dan Darwanto, 2006). 25 Gambar 2.11 skoleks Taenia saginata (Juni P, Tjahaya, dan Darwanto, 2006). Gejala Klinis. Cacing dewasa Taenia saginata, biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Umumnya gejala tersebut berkaitan dengan ditemukannya cacing yang bergerak-gerak dalam tinja, atau cacing yang keluar dari lubang dubur, yang keluar sebenarnya adalah proglotid. Gejala yang lebih berat bisa terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobila cacing. Barat badan tidak jelas menurun dan eosinofil dapat ditemukan dalam darah tepi (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998). Patogenesis. Kerugian yang ditimbulkan oleh cacing dewasa berlainan pada berbagai spesies. Ukuran dan jumlah cacing menentukan efek sistemik dan luasnyairitasi pada usus. Tempat perlekatan skoleks merupakan jalan untuk invasi bakteri dan adanya

25 strobila dapat menimbulkan obstruksi usus yang bersifat sementara. (Harold W Brown, 1982). Kekebalan. Kekebalan bawaan terutama berhubungan dengan kesukaran yang dihadapi oleh Cestoda untuk memasuki hospesnya. Ini dapat disebabkan oleh kebiasaan hidup hospesnya atau perlindungan yang diperoleh dari evolusi. Pembentukan kekebalan terhadap Cestoda 26 dewasa oleh infeksi yang terjadi sebelumnya diragukan. Kenyataan kekebalan yang didapati terhadap larva Cestoda cukup meyakinkan (Harold W Brown, 1982). Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya proglotid yang aktif bergerak dalam tinja atau keluar secara spontan, juga dengan ditemukannya telur dalam tinjaatau usap anus (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998). Pencegahan dan Pengendalian. Tindakan pencegahan dalam kasus Taenia saginata adalah: 1) Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati orang yang mengandung parasit ini, dan mencegah kontaminasi tanah dengan tinja manusia. 2) Pemeriksaan daging sapi akan adanya sistiserkus. 3) Pendinginan daging sapi. 4) Memasak daging sapi hingga matang, penjagaan yang paling praktis dalam memasak daging sapi baik-baik sampai warna merahnya hilang.

26 (Harold W Brown, 1982). Pengobatan. Obat yang dapat digunakan untuk mengobati Taeniasis saginata, secara singkat dibagi dalam : 1) Obat Tradisional : biji labu merah, biji pinang. 2) Obat Lama : kuinakrin, amodiakuin, niklosamid. 3) Obat Baru : prazikuantel. (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998) Kerugian Akibat Parasit Cacing Penyakit parasit cacing merupakan penyakit yang secara ekonomis merugikankarena sapi yang terserang penyskit ini akan mengalami hambatan pertambahan berat tubuh. Kerugian ekonomis akibat parasit cacing diantaranya adalah, cacing menyerap sebagian zat makanan yang seharusnya untuk kebutuhan tubuh dan pertumbuhan sapi, cacing merusak jaringan-jaringan organ vital ternak sapi, cacing menyebabkan sapi kurang nafsu mengkonsumsi makanan. (Norman D Levin, 1994). C. Macam-Macam Teknik Pemeriksaan Tinja 1. Metode Langsung Salah satu metode pemeriksaan telur cacing yang paling sederhana dan paling mudah dilakukan dalah pemeriksaan dengan teknik langsung.

27 Teknik ini dapat dikerjakan dengan menggunakan kaca penutup (deck glass) maupun tanpa kaca penutup (sedian apus ). (Pinardi Hadidjaja, 1994). Prinsip dasar pembuatan sediaan dengan metode langsung yaitu, membuat sediaan setipis mungkin yang tidak ada gelembung udara di dalamnya. Pemeriksaan cara langsung ini hanya dapat memberikan hasil secara kasar/kualitatif dengan hasil positif atau negatif saja. Keuntungan pemeriksaan parasit seacara langsung yaitu mudah dikerjakan, kemungkinan kesalahan tekniknya kecil dan tidak mudah kering atau terkontaminasi dengan lingkungan sekitar. (Marlina, 2009) Kerugian pemeriksaan secara langsung yaitu jika sampel terlalu 28 banyak maka preparat akan menjadi tebal yang menyebabkan telur sulit untuk ditemukan karena tertutup oleh unsur-unsur lain dalam sampel, jika sampel terlalu sedikit maka preparat menjadi terlalu tipis dan cepat kering sehingga telur akan mengalami kerusakan. (Marlina, 2009). 2. Metode Tak Langsung Salah satu metode pemeriksaan telur cacing adalah dengan metode tak langsung. Dalam metode ini telur cacing tidak langsung dibuat sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sample diperlakukan sedemikian rupa sehingga telur cacing dapat terkumpul. Teknik konsentrasi merupakan teknik yang sering dikerjakan karena cukup murah dan mudah dalam pengerjaannya. Teknik tak langsung ini dibagi menjadi 2 cara, yaitu:

28 sedimentasi (pengendapan) dan flotasi (pengapungan). (Harold W Brown, 1989). a. Pengendapan atau Sedimentasi Prinsip: dengan adanya sentrifugal akan dapat memisahkan antara suspensi dan supernata sehingga telur cacing dapat terendap. b. Pengapungan atau flotasi Prinsip: berat jenis telur cacing lebih kecil daripada berat jenis NaCl jenuh. Sehingga mengakibatkan telur cacing akan mengapung di permukaan larutan. (Soejoto dan Soebari, 1996). Kelebihan dari metode tidak langsung dalam pemeriksaan parasit adalah metode ini menghasilkan sediaan yang lebih bersih daripada metode yang lain, karena kotoran-kotoran didasar tabung dan elemenelemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan larutan. ( Harold W 29 Brown, 1982). Kekurangan dari metode tak langsung adalah larutan pengapung yang digunakan pada metode ini dengan penggunaan berat jenis 1,200 tidak dapat mengapungkan telur karena berat jenis telur lebih dari 1,200 dan jika berat jenis larutan pengapung ditambah maka akan menyebabkan kerusakan pada telur. (Harold W Brown, 1982). D. Metode Flotasi 1. Pengertian

29 Metode yang dirancang untuk pemeriksaan parasit dengan cara memisahkan telur cacing dan organisme protozoa melalui perbedaan berat jenis dengan penambahan zat apung (NaCl). (Garcia L. S, 1996). 2. Kelebihan dan Kekurangan Flotasi Kelebihan dari metode flotasi NaCl jenuh adalah elemen-elemen dari feses akan berkumpul di dasar tabung sedangkan telur cacing akan mengapung di permukaan larutan, sehingga akan memudahkan dalam pemeriksaan karena kecil kemungkinan telur cacing tertutup oleh kotoran dari sampel. (Garcia L. S, 1996). Kekurangan dari metode ini adalah tidak semua telur Trematoda dan larva Srongyloides mengambang pada larutan NaCl jenuh karena berat jenis yang tinggi dari larutan NaCl jenuh, kista protozoa dan telur nematoda yang berdinding tipis akan mengalami kerusakan. (Garcia L. S, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum Platyhelminthes. Cacing dewasa menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup dijaringan vertebrata

Lebih terperinci

Taenia saginata dan Taenia solium

Taenia saginata dan Taenia solium Taenia saginata dan Taenia solium Mata kuliah Parasitologi Disusun Oleh : Fakhri Muhammad Fathul Fitriyah Ina Isna Saumi Larasati Wijayanti Sri Wahyuni Kelompok 6 DIV KESEHATAN LINGKUNGAN TAKSONOMI Taenia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi

Lebih terperinci

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah. 1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara

Lebih terperinci

Ciri-ciri umum cestoda usus

Ciri-ciri umum cestoda usus Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 IV. MENGENAL BERBAGAI BANGSA SAPI PERAH Dari berbagai bangsa sapi perah yang terdapat di dunia pada dasarnya dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Itik Itik ( Anas sp.) merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara dan merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus.

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah

Lebih terperinci

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com)

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com) Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com) BANGSA-BANGSA SAPI BANGSA-BANGSA SAPI Bangsa sapi dari Inggris Bangsa sapi Eropa Daratan Bangsa sapi Zebu Bangsa sapi Brahman dan persilangannya BANGSA SAPI

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM

Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA Oleh FIKRI AFRIZAL NIM 1102101010049 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2013 FASCIOLA GIGANTICA a. Morfologi

Lebih terperinci

memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi

memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bangsa-bangsa Sapi Potong Sapi Limousin merupakan sapi tipe potong yang berasal dari prancis. Ciri-ciri dari sapi limousin adalah warna bulu merah coklat, tetapi pada sekeliling

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

CESTODA USUS. >> Nama penyakit: teniasis solium, dan yang disebabkan stadium larva adalah. a. Ukuran: panjang 2-4 m, kadang-kadang sampai 8 m.

CESTODA USUS. >> Nama penyakit: teniasis solium, dan yang disebabkan stadium larva adalah. a. Ukuran: panjang 2-4 m, kadang-kadang sampai 8 m. CESTODA USUS Terdiri dari: 1. Taenia solium 2. Taenia saginata 3. Hymenolopis nana 4. Hymenolopis diminuta 5. Dypilobotrium latum 6. Dypilidium caninum 1. Taenia solium >> Hospes difinitif: manusia Hospes

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012) 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. masyarakat.adapun ciri-ciri sapi pedaging seperti berikut: tubuh besar, badan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. masyarakat.adapun ciri-ciri sapi pedaging seperti berikut: tubuh besar, badan 3 BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan komoditas sumber pangan hewani terutama daging yangbertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan selera konsumendalam rangka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak yang mempunyai banyak pemukiman kumuh, yaitu dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

Pada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila,

Pada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila, CESTODA JARINGAN Cacing dalam kelas Cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun pembuluh darah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain penyakit ini masih endemis di hampir semua daerah, juga sering muncul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL Oleh: Sohibul Himam Haqiqi 0710510087 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 PENDAHULUAN Saat ini jenis sapi perah yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut. Rambut pada sapi berbeda-beda, pada sapi yang hidup di daerah panas memiliki rambut

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Enterobius vermicularis Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut tubuh melalui makanan, udara, tanah yang akan bersarang di usus besar pada waktu malam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Pada Hewan

Sistem Pencernaan Pada Hewan Sistem Pencernaan Pada Hewan Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. pada hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di

Lebih terperinci

: Clostridium perfringens

: Clostridium perfringens Clostridium perfringens Oleh : Fransiska Kumala W 078114081 / B Clostridium perfringens adalah salah satu penyebab utama infeksi luka berakibat gangrene gas. Seperti banyak clostridia, organisme ini banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminths Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyi saluran cerna yang berfungsi penuh. Biasanya berbentuk silindris serta panjangnya

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN I. JEMS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK BALITA DAN ORANG YANG PROFESINYA BERHUBTJNGAN DENGAN TANAH Oleh: Dr. Bambang Heru Budianto, MS.*) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 PARASTOLOGI Tugas 1 Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1 Editor : Vivi Pratika NIM : G0C015098 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci