BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, keluarga, swasta, maupun pemerintah. Pembangunan kesehatan sebuah wilayah akan mencapai keberhasilan ketika seluruh sektor berkontribusi berdasarkan fungsi dan peranannya masing-masing. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kemauan, kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi seluruh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Setiap pribadi memiliki kewajiban turut serta dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan baik perseorangan, keluarga, maupun masyarakat. Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat tentu saja perlu dilakukan dengan beragam upaya, antara lain melalui pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), serta pemulihan kesehatan (rehabilitatif), dimana upaya-upaya tersebut hendaknya dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, (Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2011). Disisi lain, penyediaan sarana kesehatan merupakan salah satu upaya yang juga penting dilakukan untuk membantu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di suatu wilayah. Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan kegiatan promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya, (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat). Pasal 9 dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, menyebutkan 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi dalam pendirian Puskesmas, di antaranya yaitu Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan; dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) Puskesmas; kondisi tertentu tersebut dapat ditetapkan 1

2 berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas; serta pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian, dan laboratorium. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam hal ini menjadi satuan kerja pemerintahan daerah kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan di kabupaten/kota; termasuk dalam mengambil keputusan untuk pendirian Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas. Menurut Daldjoeni (1998), lokasi merupakan posisi pasti dalam sebuah ruang. Dalam geografi, lokasi memiliki dua makna yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut didefinisikan sebagai lokasi di permukaan bumi yang ditentukan oleh sistem koordinat garis bujur dan garis lintang. Sedangkan lokasi relatif adalah lokasi suatu objek yang nilainya ditentukan oleh objek-objek lain yang ada di sekelilingnya. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Geografis; 2. Aksesibilas untuk jalur transportasi; 3. Kontur tanah; 4. Fasilitas parkir; 5. Fasilitas keamanan; 6. Ketersediaan utilitas publik; 7. Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan 8. Kondisi lainnya. Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas baru dalam penelitian ini didefinisikan sebagai penambahan unit Puskesmas dalam satu wilayah kerja. Penambahan unit Puskesmas didasarkan pada beberapa faktor, salah satunya berdasarkan angka kunjungan pasien dalam suatu Puskesmas. BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) yang mulai diberlakukan per 2

3 tanggal 1 Januari 2014 sebagai lembaga yang menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia dinilai sangat mempengaruhi peningkatan angka kunjungan pasien Puskesmas; sehingga tidak sedikit Puskesmas yang kewalahan menangani lonjakan pasien. Dalam suatu tatanan otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas Sistem Informasi Kesehatan di wilayah kabupaten/kota tentu sangat menentukan kualitas Sistem Informasi Kesehatan di tingkat yang lebih tinggi (Regional/Nasional). Sistem Informasi Kesehatan di dalam tingkat kabupaten nantinya akan memberikan arah dalam penentuan kebijakan serta pengambilan keputusan di kabupaten berdasarkan fakta yang ada (DSS/Decision Support System). Di bidang geografi, khususnya dalam Sistem Informasi Geografi, penentuan lokasi baru untuk sarana fasilitas pelayanan kesehatan berupa Puskesmas merupakan salah satu terapan yang diharapkan dapat bermanfaat dalam membantu mengambil kebijakan secara efektif dan efisien oleh para pengambil keputusan. Sarana atau fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Kabupaten Kebumen meliputi fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan. Fasilitas kesehatan di Kabupaten Kebumen terdiri atas tiga sarana, yaitu Puskesmas, Rumah Sakit, dan sarana kesehatan yang bersumberdaya masyarakat (Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2012). Berikut ini merupakan daftar sarana pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Kebumen: Tabel 1.1 Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kebumen Tahun 2012 No Sarana Kesehatan Jumlah 1. Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Khusus 3 3. Puskesmas Rawat Inap Puskesmas Non Rawat Inap 25 Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen,

4 Kabupaten Kebumen sebagai salah satu kabupaten yang potensial di Provinsi Jawa Tengah, terus mengalami pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan berkembangnya aktivitas masyarakat di berbagai bidang seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata. Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten yang memiliki konsentrasi penduduk yang berbeda di setiap kecamatan. Hal tersebut tentu mempengaruhi persebaran beberapa fasilitas penunjang aktivitas kehidupan masyarakat, dalam hal ini fasilitas kesehatan. Di tingkat kabupaten, fasilitas kesehatan yang paling mudah dijangkau oleh masyarakat salah satunya ialah Puskesmas. Sejauh ini di Kabupaten Kebumen belum dapat diketahui secara spasial mengenai persebaran fasilitas kesehatan, khususnya Puskesmas. Contohnya di dalam peta Rupabumi Indonesia, data fasilitas kesehatan hanya diklasifikasikan menjadi rumah sakit saja dengan simbol objek berupa tanda plus (+). Sedangkan fasilitas kesehatan yang lain seperti Puskesmas, atau klinik tidak ditampilkan dalam simbol yang berbeda. Tentu saja hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek kartografis, salah satunya generalisasi. Maka dari itulah, untuk peta tematik yang khusus mengkaji distribusi Puskesmas perlu memperhatikan mengenai klasifikasi simbol objek tersebut. Ketersediaan peta yang menyajikan informasi fasilitas kesehatan sejauh ini pun dirasa belum begitu maksimal baik dari segi penyajiannya maupun dari informasi data yang disajikan. Hal tersebut dapat dilihat dari belum adanya peta tematik mengenai Puskesmas yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen dan baru sebatas data tabular mengenai lokasi Puskesmas yang ada di wilayah tersebut. Informasi mengenai sebaran lokasi Puskesmas di Kabupaten Kebumen sejauh ini baru bisa diperoleh melalui peta Rupabumi Indonesia (RBI). Seperti yang diketahui, sejak tahun 1995 hingga saat ini belum ada pembaharuan atau updating peta Rupabumi Indonesia secara resmi dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Karena hal tersebut, baik data Puskesmas, maupun objek lain yang terdapat pada peta tersebut tentunya mengalami banyak perubahan dalam kurun waktu 19 tahun terakhir. 4

5 Dengan semakin berkembangnya aktivitas masyarakat, terlebih adanya fenomena BPJS yang mempengaruhi angka kunjungan pasien di Puskesmas khususnya di Kabupaten Kebumen, maka kebutuhan sarana Puskesmas tentunya semakin meningkat pula. Oleh karena itu perlu adanya analisa dan rekomendasi penentuan lokasi Puskesmas baru di Kabupaten Kebumen. Menentukan atau memberikan rekomendasi mengenai lokasi Puskesmas baru tentunya melalui banyak pertimbangan. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam menentukan lokasi Puskesmas yang baru di Kabupaten Kebumen di antaranya: jumlah penduduk, lebar jalan, jarak antara Puskesmas dengan Permukiman, jarak antar-puskesmas, dan penggunaan lahan. Seperti yang telah disebutkan di awal, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat akan sarana Puskesmas; maka diperlukan sebuah analisis atau perencanaan lokasi Puskesmas baru yang disesuaikan dengan kriteria yang diperhatikan. Sistem Informasi Geografis atau SIG merupakan sebuah sistem yang mampu menyajikan pola persebaran Puskesmas untuk dapat diketahui dan dianalisa. Penggunaan ilmu Kartografi dan SIG saat ini telah berkembang dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, tidak terkecuali dalam hal pemetaan, pemodelan spasial, serta pengambilan keputusan (DSS/Decision Support System) untuk menentukan lokasi baru suatu objek, dalam hal ini Puskesmas di Kabupaten Kebumen. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi baru suatu objek dalam sistem pengambilan keputusan, salah satunya dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP lebih sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibandingkan dengan metode yang lain karena alasanalasan sebagai berikut: 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 5

6 3. Memperhitungkan daya tahan output atau hasil akhir analisis sensitivitas pengambilan keputusan Perumusan Masalah Kabupaten Kebumen sebagai salah satu kabupaten yang potensial di Provinsi Jawa Tengah, terus mengalami pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan berkembangnya aktivitas masyarakat di berbagai bidang seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata. Perkembangan aktivitas masyarakat tersebut tentu harus diimbangi dengan penyediaan sarana atau fasilitas pelayanan yang memadai, khususnya dalam hal ini sarana kesehatan. Oleh karena itu, beberapa permasalahan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya informasi mengenai sebaran lokasi sarana kesehatan, khususnya puskesmas yang ada di Kabupaten Kebumen secara spasial. 2. Ketersediaan peta tematik yang menyajikan data sarana kesehatan puskesmas untuk wilayah kajian belum tercukupi secara optimal (data yang ada baru tersedia dalam bentuk tabular) dan pembaharuan atau updating peta belum sampai mendetil ke wilayah regional khususnya di wilayah yang akan dikaji. Penentuan lokasi baru puskesmas dilakukan dengan maksud untuk memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah Kabupaten Kebumen. Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka muncul dua pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah sebaran puskesmas di Kabupaten Kebumen saat ini? 2. Apakah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat memberikan penentuan lokasi puskesmas baru dengan sebaran yang merata? Permasalahan tersebut di atas dapat dijawab dengan melakukan penelitian yang berjudul: Penentuan Lokasi Puskesmas Baru Menggunakan Analitycal Hierarchy Process Studi Kasus Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah 6

7 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menyusun Peta Sebaran Puskesmas di Kabupaten Kebumen saat ini (tahun 2014). 2. Melakukan analisis untuk menentukan lokasi Puskesmas baru di Kabupaten Kebumen menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Peta sebaran fasilitas kesehatan yang dihasilkan diharapkan dapat memberi gambaran, masukan dan manfaat untuk kajian selanjutnya yang berkaitan dengan fasilitas kesehatan khususnya yang berkaitan dengan Puskesmas di Kabupaten Kebumen. 2. Dapat memberikan gambaran mengenai daerah atau lokasi yang perlu dilakukan upaya perbaikan sarana kesehatan Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama telaah kepustakaan dan bagian kedua mengenai penelitian sebelumnya yang akan dijabarkan sebagai berikut Telaah Kepustakaan - Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer yang mampu menangani data bereferensi geografi yaitu data masukan atau input data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan 7

8 dengan geografi (Aronoff, 1989 dalam Sutanto 1986). SIG juga merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan (Burrough, 1986). Secara umum, SIG dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri atas perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data geografis serta sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, mengolah, memperbaharui, memperbaiki, mengelola, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa serta menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. SIG dalam pembahasan berikutnya akan selalu diasosiasikan dengan sistem yang berbasis komputer, walaupun sebenarnya SIG dapat pula dikerjakan secara manual, SIG berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis merupakan data yang dalam jumlah dan ukurannya tergolong besar dan terdiri atas banyak tema yang saling berkaitan. SIG memiliki kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di Bumi, menggabungkannya, menganalisa dan kemudian pada akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, tren, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. 8

9 Data Manipulation Analysis Data Input SIG Data Output Data Management Gambar 1.1 Skema Subsistem SIG Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri atas beberapa subsistem, diantaranya: data input, data output, data management, serta data manipulasi dan analisis. Di dalam SIG terdapat beberapa komponen sebagai berikut: 1. Perangkat keras / Hardware Perangkat keras atau hardware yang sering digunakan antara lain digitizer, scanner atau pemindai, Central Processing Unit (CPU), mouse, printer, dan plotter. 2. Perangkat lunak / Software Software atau perangkat lunak yang dapat digunakan dalam pengolahan data geografis diantaranya ArcGIS, ArcView, Idrisi, ILWIS, MapInfo, dan masih banyak lainnya. 3. Data dan informasi geografi Data dan informasi geografi yang diperlukan baik secara langsung dengan cara melakukan digitasi data spasial dari peta kemudian memasukkan data atributnya ke dalam tabel, maupun secara tidak langsung dengan cara mengimport data dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain. 9

10 4. Pengguna / User Teknologi GIS tidak akan bermanfaat tanpa adanya sumberdaya manusia yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai dengan kondisi nyata. Suatu proyek SIG akan berhasil jika dikeloka dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada setiap tingkatan. Menurut Anon (2003, dalam As Syakur 2007), ada beberapa hal yang menjadi dasar mengapa SIG perlu digunakan, diantaranya: 1. SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi. 2. SIG mampu memisahkan antara basis data dan bentuk presentasi. 3. SIG mampu menguraikan unsur-unsur yang ada di permukaan Bumi ke dalam beberapa layer atau coverage data spasial. 4. SIG mampu menyajikan visualisasi data spasial berikut atributnya dengan sangat baik. 5. Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif. 6. Dengan mudah SIG dapat menghasilkan peta-peta tematik. 7. SIG sangat membantu pekerjaan yang terkait erat dengan bidang spasial dan geoinformatika. - Kartografi Kartografi menurut ICA (dalam Sukwardjono 1997), merupakan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, yang mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Peta merupakan sebuah gambaran atau representasi kenampakan-kenampakan atau unsur-unsur abstrak yang telah dipilih dari permukaan bumi atau benda-benda di ruang angkasa. Dalam pembuatan peta terdapat beberapa tahapan, diantaranya: 10

11 1. Tahap pengumpulan data Terdapat beberapa cara dalam mengumpulkan data, yaitu: a. Secara langsung (Terrestrial) Pengukuran dilakukan secara langsung ke lapangan dengan menggunakan alat ukur, misalnya kompas, GPS, dan alat ukur lainnya atau melakukan pengamatan informasi maupun wawancara dengan masyarakat setempat. b. Secara tidak langsung Menggunakan data-data yang sudah ada sebelumnya atau menggunakan peta dasar. 2. Tahap pengolahan data Data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi data kualitatif atau data kuantitatif dan selanjutnya diolah sesuai dengan tujuan pembuatan peta. 3. Tahap penyajian data Merupakan tahapan penyajian peta dari data yang telah diolah dengan melakukan layouting, mencakup simbolisasi dan pemberian informasi tepi peta. 4. Tahap penggunaan data Menentukan baik atau tidaknya sebuah peta, dan menentukan keberhasilan pembuatan sebuah peta. Tahapan ini sekaligus dapat menguji si pembuat peta, apakah peta yang dibuat dapat dimengerti oleh pengguna atau tidak. Tentunya peta yang baik adalah peta yang mampu dimengerti dengan mudah oleh penerima informasi atau pengguna peta tersebut. 11

12 berikut: Komponen-komponen dalam informasi peta mencakup beberapa hal seperti a. Judul peta, merupakan informasi yang mencerminkan isi peta. b. Skala peta, yaitu perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya. Skala = jarak di peta jarak sebenarnya Skala peta terdiri atas 3 (tiga) macam, yaitu: 1. Skala angka, yaitu skala yang dinyatakan dengan angka (contoh 1:25.000). 2. Skala verbal, dinyatakan dengan kalimat (contoh: 1inchi to one mile atau setara dengan 1:63.360) 3. Skala grafik, atau yang lebih sering disebut dengan skala bar merupakan skala yang ditunjukkan oleh garis lurus yang dibagi menjadi satuan sama panjang, setiap unit atau satuannya menunjukkan panjang yang sebanding di lapangan. c. Arah peta (orientasi arah utara peta), terbagi menjadi 3 macam, yaitu: 1. Utara sebenarnya, yaitu utara yang mengarah pada kutub utara Bumi. 2. Utara Magnetis (UM), yaitu utara yang ditunjuk oleh jarum kompas dan letaknya tidak tepat di kutub utara Bumi. 3. Utara peta, yaitu utara yang terdapat pada peta. d. Legenda, disertakan pada peta dan diletakkan di bagian yang mudah dibaca serta tidak menutupi muka peta, mencakup simbol-simbol dan keterangan peta. 12

13 - Simbolisasi Simbol pada peta merupakan salah satu hal penting yang harus ada di dalam peta. Simbol berfungsi untuk menyampaikan informasi atau sebagai wahana komunikasi antara pembuat peta dengan penggunanya. Dari simbol inilah pengguna peta diharapkan mampu mengetahui segala fenomena spasial di permukaan bumi yang nyata (real world). Desain peta dibuat seefisien dan sejelas mungkin agar pesan pembuat peta dapat tesampaikan dengan baik. Dalam mendesain sebuah simbol peta, secara konvensional terdapat 6 aspek utama yang perlu dipertimbangkan yaitu : a. Dimensi data secara geografis b. Tingkatan data c. Cara pengambaran d. Variabel visual e. Figure and ground concept, dan f. Persepsi spontan dari pengguna peta. Dimensi data secara geografis dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu titik, garis, dan area. Tingkatan data dibedakan menjadi empat yaitu nominal, ordinal, interval, dan juga rasio. Sementara cara penggambaran dapat berupa piktorial, abstrak, maupun teks. Untuk variabel visual yaitu variabel yang digunakan untuk membedakan antara simbol yang terkait dengan unsur yang direpresentasikan. Sedangkan figure ground concept merupakan konsep yang harus diperhatikan oleh pembuat peta mengenai aspek-aspek pada peta yang perlu atau tidak untuk disajikan dan ditonjolkan. Dan yang terakhir yaitu persepsi spontan pengguna peta, yang merupakan persepsi keseluruhan dan spontan yang diberikan pengguna peta sesaat setelah ia membaca peta. persepsi ini dibedakan menjadi asosiatif, selektif, bertingkat, dan juga kuantitatif. 13

14 - Teori Lokasi Segala sesuatu yang berada di Bumi ini selalu berhubungan satu dengan yang lainnya. Objek yang memiliki jarak atau berada dekat dengan objek lainnya tentu memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan objek lain yang letaknya lebih jauh. Hal tersebut merupakan mutlak karena secara umum data geografis bersifat tidak saling bebas (Purwanto, 2013). Teori lokasi telah banyak dikemukakan oleh para ahli di berbagai bidang, contohnya ekonomi industri, pertanian, dan lain sebagainya. Salah satunya yang dikemukakan oleh Alfred Weber (1909, dalam Samadi 2002), seorang ahli ekonomi Jerman yang mengatakan bahwa menentukan lokasi-lokasi industri haruslah memilih tempat yang memerlukan biaya paling sedikit atau minimal dengan memperhatikan 6 (enam) kondisi antara lain wilayah yang homogen (dilihat dari topografi, iklim, demografi, dan pemerintahannya), sumberdaya alam, upah tenaga, biaya transportasi, kompetisi antar-industri, dan pemikiran yang rasional. Daljoeni (1998) mendefinisikan lokasi sebagai posisi pasti dalam suatu ruang. Dalam ilmu Geografi menurutnya, lokasi memiliki dua makna yang berbeda yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut merupakan lokasi di permukaan bumi yang ditentukan oleh sistem koordinat garing bujur dan lintang sementara lokasi relatif adalah lokasi sebuah objek yang nilainya dipengaruhi oleh objek lain di sekitarnya. Ibrahim (dalam Purwanto, 2013) menegaskan, secara garis besar teori lokasi mengarah kepada ilmu yang menyelidiki tata ruang atau sebuah ilmu yang berkonsentrasi pada alokasi geografis dari sumberdaya potensial beserta hubungannya dan pengaruhnya terhadap keberadaan kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Nitisemito, (dalam Purwanto, 2013) juga menyebutkan mengenai pengertian atau definisi teori lokasi, yaitu suatu penjelasan yang teoritis berkaitan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dengan alokasi geografis dari sumberdaya yang terbatas dan akan berpengaruh pada lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial. Titik berat dari analisis lokasi yang juga merupakan bentuk dari analisis keruangan meliputi tiga unsur, yaitu jarak (distance), gerakan (movement), dan kaitan (interaction). Tujuan dari analisis keruangan tersebut ialah untuk mengukur 14

15 kondisi yang ada apakah sudah sesuai dengan struktur keruangan atau belum dan menganalisa interaksi antar-unit keruangan dalam hal ini hubungan antara ekonomi dan space interaction (interaksi keruangan), aksesibilitas antara perhentian dan pusat wilayah, serta hambatan interaksi (Djamin, 1984 dalam Purwanto, 2013). - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lokasi Fasilitas Kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan menurut Peraturan Menteri nomor 6 tahun 2013 adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Sedangkan menurut Azwar (1989) fasilitas pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai setiap upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama atau perseorangan dalam suatu organisasi guna memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati, dan memelihara kesehatan perseorangan, kelompok, maupun masyarakat. Sementatra Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan kegiatan promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya, (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat). Pemilihan lokasi suatu fasilitas umum, dalam hal ini fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat sangat menentukan tercapainya pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat. Dalam melakukan seleksi terhadap suatu lokasi, Klimert (dalam Purwanto, 2013) menyatakan perlu adanya pertimbangan kombinasi yang terbaik dari beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut: Kependudukan (demographics), Lokasi dan Jarak (locations and distance), Bentuk (shape), Akses (access), Visibilitas (visibility), Dampak Lingkungan (environmental impacts), Zona (zoning), dan Keuntungan (Financial benefits to the community). Secara hierarki, faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi fasilitas kesehatan khususnya Puskesmas dalam penelitian ini dituangkan dalam gambar berikut. 15

16 Gambar 1.2. Blok diagram hierarki - Pengenalan Analitycal Hierarchy Process Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu. Jika sumber kerumitan itu adalah beragamnya kriteria, maka Analytical Hierarchy Process (disingkat AHP) merupakan teknik untuk membantu permasalahan tersebut. AHP diperkenalkan oleh Thomas L.Saaty pada periode ketika di Wharton School (Nurdiansyah, 2010). Pada dasarnya AHP merupakan suatu teori umum tentang pengukuran. AHP digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang diskrit maupun kontinyu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen strukturnya (Nurdiansyah, 2010). 16

17 Layaknya sebuah metode analisis, metode AHP pun memiliki kelebihan serta kekurangan dalam sistem analisisnya. Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh metode AHP: a. Kesatuan (Unity) Metode AHP membuat suatu permasalahan yang rumit dan tidak terstruktur menjadi sebuah model yang fleksibel dan lebih mudah dipahami. b. Kompleksitas (Complexity) AHP dapat memecahkan masalah yang kompleks melalui pendekatan sistem dan integrasi secara deduktif. c. Saling Ketergantungan (Inter Dependence) AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. d. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring) AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level atau tingkatan yang berbeda dari masing-masing tingkatan yang berisi elemen serupa. e. Pengukuran (Measurement) AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. f. Konsistensi (Consistency) AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian untuk menentukan prioritas. g. Sintesa (Synthesis) AHP lebih mengarah kepada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif. h. Trade Off AHP mempertimbangkan prioritas relative faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih pilihan terbaik berdasarkan tujuan. i. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus) AHP tidak mengharuskan adanya suatu consensus, tetapi menggabungkan hasil penilaian yang berbeda. 17

18 j. Pengulangan Proses (Process Repetition) AHP mampu membatu menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta penilaian melalui proses pengulangan. k. Ketergantungan AHP pada input utamanya Input utama berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subjektifitas sang ahli. Selain itu model juga menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. l. Metode yang matematis Metode AHP merupakan metode yang matematis tanpa pengujian secara statistik, sehingga tidak memiliki batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk Penelitian Sebelumnya Purwanto (2013) meneliti tentang Pola, Hubungan, dan Arah Perkembangan Minimarket di Kota Yogyakarta melalui analisis Statistik Spasial. Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder, data primer berupa data koordinat minimarket sedangkan data sekunder berupa data dalam angka serta data spasial yang berkaitan dengan parameter yang digunakan. Parameter yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian tersebut adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk, penggunaan lahan, lebar jalan, jarak antar minimarket dari konsumen, dan jarak antar minimarket. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa peta distribusi pola persebaran minimarket di Kota Yogyakarta, analisis mengenai agiahan minimarket terhadap parameter-parameter, dan rekomendasi lokasi minimarket baru menggunakan metode analisis Statistik Spasial. Nurdiansyah (2010) melakukan penelitian dengan judul Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi SPBU Baru di Surabaya. Penelitian tersebut berkonsentrasi pada metode yang digunakan yaitu Analitycal Hierarchy Process atau metode AHP. Dilatarbeakangi oleh keberadaan SPBU yang semakin jamak di kota Surabaya, maka peneliti berupaya membuat sebuah rekomendasi lokasi SPBU baru agar pelayanannya lebih tepat dan strategis menggunakan metode tersebut. Metode AHP digunakan karena merupakan salah satu metode dalam sistem 18

19 pengambilan keputusan yang mempertimbangkan beberapa kriteria alternatif. Kriteria-kriteria yang digunakan peneliti antara lain jumlah penduduk, banyaknya industri, banyaknya perumahan, jumlah SPBU kompetitor, tingkat kepadatan lalu lintas, dan tingkat harga lahan setempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah rekomendasi lokasi SPBU baru di Kota Surabaya. Yudianto (2002). Mengambil judul Anailis Pola Jangkauan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Depok, peneliti bertujuan untuk mengetahui pola sebaran jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok serta mengetahui biaya transportasi tiap penduduk dari permukiman menuju fasilitas pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan untuk mengetahui pola persebaran objek adalah metode analisis nearest-neighbour atau analisis tetangga terdekat dengan pendekatan kuantitatif dan perhitungan matematis. Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa Peta Jaringan Jalan dan Distribusi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kota Depok, Peta Pola Jangkauan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kota Depok, dan Peta Sebaran Wilayah Permukiman Menurut Jangkauan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Depok dengan klasifikasi wilayah yang terbagi menjadi 5 (lima) yaitu sangat dekat, dekat, sedang, jauh, serta sangat jauh. Perbedaan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di atas dengan penelitian ini dituangkan dalam Tabel Keaslian Penelitian sebagai berikut. 19

20 Tabel 1.2. Tabel Keaslian Penelitian No. Peneliti & Daerah Penelitian Tema Penelitian Kriteria Bahan Penelitian Metode Hasil Penelitian 1. Taufik Hery Purwanto (2013) Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2. Mokhamad Nurdiansyah (2010) Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Pola, Hubungan, Jumlah penduduk, Peta administrasi, Plotting Peta distribusi pola dan Arah Perkembangan Minimarket di Kota Yogyakarta melalui analisis Statistik Spasial. kepadatan penduduk, penggunaan lahan, lebar jalan, jarak antar minimarket dari data penduduk, koordinat persebaran minimarket citra Quickbird minimarket di Kota Yogyakarta, liputan Kota menggunakan analisis mengenai Yogyakarta GPS beserta agihan minimarket atributnya. terhadap setiap Analisis parameter, dan konsumen, dan dilakukan rekomendasi lokasi jarak antar minimarket Sistem Informasi Jumlah penduduk, Peta administrasi, Geografis untuk banyaknya peta jaringan Penentuan Lokasi industri, SPBU Baru di banyaknya Surabaya. perumahan, jumlah SPBU dengan metode minimarket baru. analisis statistik spasial Menggunakan Aplikasi/program metode AHP. untuk memberikan jalan, data Data spasial rekomendasi lokasi perumahan, data yang telah SPBU baru di Kota SPBU eksisting, didigitasi Surabaya. dan data digunakan 20

21 kompetitor, pendukung sebagai input tingkat kepadatan lainnya database dalam lalu lintas, dan pembuatan tingkat harga program/aplikasi lahan setempat. 3. Yudianto (2002) Analisis Pola Jaringan jalan, Peta administrasi, Menggunakan Peta jaringan jalan dan Kota Depok, Provinsi Jawa Jangkauan ke lokasi fasilitas peta jaringan metode analisis distribusi fasilitas Barat Fasilitas Pelayanan pelayanan jalan, peta lokasi tetangga kesehatan, peta pola Kesehatan di Kota kesehatan, dan fasilitas pelayanan terdekat jangkauan fasilitas Depok permukiman kesehatan, dan (nearest- kesehatan, dan peta peta penggunaan neighbour sebaran wilayah lahan analysis) dan permukiman menurut menggunakan jangkauan ke fasilitas pendekatan kesehatan di Kota kuantitatif Depok dengan 5 dengan klasifikasi yaitu sangat perhitungan dekat, dekat, sedang, matematis untuk jauh, serta sangat jauh mendapatkan 21

22 pola jangkauan ke fasilitas kesehatan 4. Merieana Mahanani (2014) Penentuan Lokasi Kepadatan Peta administrasi, Interpretasi citra Peta sebaran Kabupaten Kebumen, Puskesmas Baru penduduk, citra Quickbird, untuk Puskesmas di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan penggunaan dan data mengetahui Kabupaten Kebumen Analitycal lahan, lebar jalan, penduduk. penggunaan tahun 2014 dan Peta Hierarchy Process jarak Puskesmas lahan Kecocokan lokasi studi kasus ke permukiman, permukiman. Puskesmas Baru di Kabupaten dan jarak antar Perhitungan dan Kabupaten Kebumen Kebumen Puskesmas. analisis setiap tahun kriteria dilakukan dengan metode AHP. 22

23 1.6. Kerangka Teori Kerangka teori dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama kerangka pemikiran dan bagian kedua mengenai diagram alir kerangka pemikiran yang akan dijabarkan sebagai berikut Kerangka Pemikiran Keberadaan sarana kesehatan khususnya puskesmas di sebuah wilayah kabupaten merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian yang bertemakan penentuan lokasi baru untuk sarana kesehatan khususnya puskesmas ini menggunakan data hasil digitasi peta dasar disertai pengamatan langsung di lapangan. Parameter-parameter yang digunakan diperoleh dari peta dasar yang dilakukan dengan cara digitasi on screen, dengan parameter berupa: lebar jalan, jarak puskesmas dari permukiman, dan jarak antar puskesmas. Interpretasi citra juga dilakukan untuk memperoleh data penggunaan lahan terbaru di wilayah kajian. Sementara parameter berupa jumlah penduduk dan kepadatan penduduk didapatkan dari data dalam angka atau data sekunder. Pengamatan di lapangan dilakukan dengan cara sensus untuk mengetahui sebaran lokasi puskesmas yang nantinya akan dipetakan. Parameter yang dikumpulkan baik dari digitasi peta dasar maupun data dalam angka memiliki pengaruh terhadap penentuan lokasi puskesmas. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk terkait dengan penyebaran penyakit dari rumah satu ke rumah yang lainnya. Asumsinya, semakin padat penduduknya maka ketika salah satu penghuninya sakit akan dengan mudah menular ke penghuni yang lain, dengan demikian tentunya akan membutuhkan sarana kesehatan terdekat yaitu puskesmas untuk segera memperoleh pengobatan. Lebar jalan atau kelas jalan terkait dengan kemudahan untuk mencapai lokasi puskesmas. Semakin tinggi kelas jalan, maka akan semakin mudah untuk mencapai lokasi puskesmas. Jarak antara puskesmas dengan permukiman terkait dengan keterjangkauan masyarakat dengan puskesmas di area tempat tinggalnya. Semakin dekat dengan permukiman, maka jangkauan pelayanan puskesmas tersebut akan semakin baik. 23

24 Jarak antar puskesmas terkait dengan ketersediaan dan kebutuhan sarana kesehatan di area kajian. Semakin jauh jarak antar puskesmas, maka diasumsikan area tersebut membutuhkan tambahan unit puskesmas. Sementara penggunaan lahan terkait dengan fungsi lahan yang ada saat ini. Puskesmas erat kaitannya dengan penduduk, asumsinya terletak di area permukiman, sehingga penentuan lokasi puskesmas yang baru tidak mungkin berada jauh dari area permukiman. Berbagai metode dalam visualisasi dan analisis menggunakan Kartografi dan Sistem Informasi Geografis telah banyak bermunculan seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alternatif dalam mendapatkan informasi yang berkaitan dengan DSS (Decision Support System). Metode Analytycal Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode yang kerap digunakan dalam DSS karena memiliki beberapa keunggulan dalam analisis dan proses perhitungannya dibandingkan dengan metode lain. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dalam menentukan lokasi baru objek fasilitas kesehatan digunakanlah metode AHP tersebut Diagram Alir Kerangka Pemikiran Gambar 1.3 Diagram Alir Kerangka Pemikiran 24

25

Noorhadi Rahardjo

Noorhadi Rahardjo PENENTUAN LOKASI PUSKESMAS BARU MENGGUNAKAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH) Merieana Mahanani merieana.mahanani@gmail.com Noorhadi Rahardjo noorhadi@ugm.ac.id

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

Analytical hierarchy Process

Analytical hierarchy Process Analytical hierarchy Process Pengertian AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP menguraikan masalah multi faktor atau

Lebih terperinci

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process ) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Literatur Berikut adalah beberapa penelitian serupa mengenai kualitas yang telah dilakukan dilakukan sebelumnya, yaitu: 1. Harwati (2013), yaitu: Model Pengukuran Kinerja

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENEJMEN KARIR PEGAWAI. (Studi Kasus STMIK Pringsewu) Mailasari. Jurusan sistem informasi, STMIK PRINGSEWU

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENEJMEN KARIR PEGAWAI. (Studi Kasus STMIK Pringsewu) Mailasari. Jurusan sistem informasi, STMIK PRINGSEWU 1 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENEJMEN KARIR PEGAWAI (Studi Kasus STMIK Pringsewu) Mailasari Jurusan sistem informasi, STMIK PRINGSEWU E-mail:smaila761@gmail.com Abstrak Dalam penentuan pegawai dan Dosen

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM MEMILIH GADGET SMARTPHONE

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM MEMILIH GADGET SMARTPHONE PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM MEMILIH GADGET SMARTPHONE Lutfi Syafirullah 1), Joko Dwi Mulyanto 2) Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI Purwokerto Jl. DR. Bunyamin No. 106, Pabuaran,

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS(AHP) DALAM MENENTUKAN KELAYAKAN BAKAL CALON PRESIDEN RI 2014 STUDI KASUS SMK N 3 PURWOKERTO

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS(AHP) DALAM MENENTUKAN KELAYAKAN BAKAL CALON PRESIDEN RI 2014 STUDI KASUS SMK N 3 PURWOKERTO PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS(AHP) DALAM MENENTUKAN KELAYAKAN BAKAL CALON PRESIDEN RI 2014 STUDI KASUS SMK N 3 PURWOKERTO Lutfi Syafirullah Program Studi Manajemen Informatika Amik Bina Sarana Informatika

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI DI KABUPATEN TEGAL

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI DI KABUPATEN TEGAL PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI DI KABUPATEN TEGAL Lutfi Syafirullah Bina Sarana Informatika Tegal Jl. Sipelem No. 22 Tegal Barat lutfi.lfs@bsi.ac.id ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimesional. (Dedy Miswar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimesional. (Dedy Miswar, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Peta a. Pengertian Peta Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang diperkecil, dituangkan dalam selembar kertas atau media lain dalam

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) tepat. Dengan diberlakukannya Undang undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) tepat. Dengan diberlakukannya Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) memerlukan perencanaan yang baik,

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS APLIKASI SIG OBJEK PARIWISATA DI YOGYAKARTA OLEH : Zahrotul Husna 04018033 Eka Prasetyowati 04018048 Anggi Ningtyas 04018069 Definisi SIG : SIG merupakan sistem informasi yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. prosedur (tata kerja) ilmiah geografi, untuk mencapai tujuan penelitian, di bidang

III. METODOLOGI PENELITIAN. prosedur (tata kerja) ilmiah geografi, untuk mencapai tujuan penelitian, di bidang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian geografi adalah tata cara kerja atau pedoman yang sistematis untuk memahami obyek penelitian gegrafi, dengan menggunakan alat dan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website

BAB I PENDAHULUAN.  disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya memiliki karakteristik yang unik dan menarik yang sebatas pada sosial dan budayanya. Akan tetapi, keunikan lain khususnya dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK SELEKSI TENAGA KERJA (Studi Kasus PT. GE Lighting Indonesia Sleman Yogyakarta)

ANALISIS PENERAPAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK SELEKSI TENAGA KERJA (Studi Kasus PT. GE Lighting Indonesia Sleman Yogyakarta) 1 Makalah Penelitian Tugas Akhir 2015 MAKALAH PENELITIAN TUGAS AKHIR ANALISIS PENERAPAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK SELEKSI TENAGA KERJA (Studi Kasus PT. GE Lighting Indonesia Sleman

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA Witarjo 1, Arna Fariza 2, Arif Basofi 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika 1, Dosen Pembimbing 2 Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor kualitas hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor kualitas hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor kualitas hidup yang mencerminkan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Peningkatan bidang kesehatan sangat penting untuk

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI SISTEM IFORMASI GEOGRAFI A. DEFINISI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta yang mulai dibuat dari kulit hewan, sampai peta yang dibuat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Peta 1.1. Pengertian Peta Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagai

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Windhu Purnomo FKM UA 2013 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Dalam rangka memecahkan masalah yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan beberapa pendapat ahli yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu

Lebih terperinci

AHP (Analytical Hierarchy Process)

AHP (Analytical Hierarchy Process) AHP (Analytical Hierarchy Process) Pengertian Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah sebuah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk mengambil, menyimpan, menganalisa, dan menampilkan

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian SIG Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografi merupakan gabungan dari tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geografi.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PETA 2.1.1. Pengertian peta Peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari unsur-unsur (fatures) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian atau keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan aset yang memiliki nilai ekonomi dan sosial bagi orang atau yang memilikinya. Saat ini harga bidang tanah merupakan informasi penting yang dibutuhkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas Pemodelan Profil Prasarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kebumen Menggunakan Sistem Informasi Geografis / GIS Mahmud Husein S Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah menciptakan penduduk yang hidup dalam lingkungan sehat dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

Lebih terperinci

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa wilayah dalam bentuk informasi spatial (keruangan). GIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba Terhadap Penggunaan Lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengintegrasikan bermacam-macam data dengan menyusun, menyimpan, 1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.

BAB II LANDASAN TEORI. mengintegrasikan bermacam-macam data dengan menyusun, menyimpan, 1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem Informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mengintegrasikan bermacam-macam data dengan menyusun, menyimpan, memperbaharui atau merubah,

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-11 Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi GIS

Lebih terperinci

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM MODUL 1 PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM DASAR PEMETAAN Tehnik Pemetaan Manual OLEH : Syahrul Kurniawan Christanti Agustina JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MARET, 2010 I. TUJUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra satelit ke dalam peta tematik antara lain sebagai berikut : 1. Bahan a. Data

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian 24 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Metode survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 75 ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Dyna

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. Telkom Flexi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Teknologi

RINGKASAN SKRIPSI. Telkom Flexi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Teknologi RINGKASAN SKRIPSI Telkom Flexi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Teknologi Informatika dengan produk yang bernama Flexi. Telkom Flexi tersebut merupakan suatu operator yang menggunakan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Informatika Aplikatif Polinema 2015 (SIAP~2015) ISSN:

Prosiding Seminar Informatika Aplikatif Polinema 2015 (SIAP~2015) ISSN: SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN LOKASI LAHAN KOSONG UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN STRATEGIS MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG) Rifa Kusuma

Lebih terperinci

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kelangsungan hidup manusia adalah tanah atau lahan. Pengertian tanah menurut Sumaryo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengantar Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Pengantar Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengantar 1.1.1 Latar Belakang Wilayah kota selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berjalan seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam kota tersebut. Salah satu perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar. Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12) SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12) SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA Oleh: Dr.Ir. Yuzirwan Rasyid, MS Beberapa Subsistem dari SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1. Subsistem INPUT 2. Subsistem MANIPULASI

Lebih terperinci

Siti Mujilawati dkk: Penerapan Algoritma AHP 53

Siti Mujilawati dkk: Penerapan Algoritma AHP 53 Siti Mujilawati dkk: Penerapan Algoritma AHP 53 Penerapan Algoritma AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk Pengambilan Keputusan dalam Seleksi Calon Peserta Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis SIG (Sistem Informasi Geografis; bahasa Inggris Geographic Information System atau GIS) merupakan gabungan dari tiga unsur yaitu sistem, informasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Task 1. Sistem Informasi Geografis Kompetensi Dasar. Memahami dasar-dasar Sistem Informasi Geografis.

Task 1. Sistem Informasi Geografis Kompetensi Dasar. Memahami dasar-dasar Sistem Informasi Geografis. Task 1. Sistem Informasi Geografis Kompetensi Dasar. Memahami dasar-dasar Sistem Informasi Geografis. a. Jawaban Soal 1. Berikut ini adalah pengertian Sistem, Data, Informasi, Geografi, dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG OUTLINE

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG OUTLINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG MINGGU KE 2 Materi 1 OUTLINE 2 1. SEKILAS TENTANG PETA Komponen Peta 2. SUMBER INFORMASI GEOGRAFIS 3. DEFINISI SIG 4. SEJARAH

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT. PJB CIRATA BADAN PENGELOLAAN WADUK CIRATA Erika Susilo Jurusan Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem informasi adalah suatu sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Timur adalah provinsi di bagian timur Pulau Jawa,

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Timur adalah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Timur adalah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi Jawa Timur saat ini tumbuh menjadi provinsi besar yang modern. Dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

PENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG

PENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG PENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG Fitriyani STMIK Atma Luhur Pangkalpinang Jl. Jend. Sudirman Selindung Pangkalpinang bilalzakwan12@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar. nonverbal antara pembuat peta dengan pengguna peta.

I. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar. nonverbal antara pembuat peta dengan pengguna peta. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar (kertas) yang diproyeksikan dan skalakan. Peta merupakan alat komunikasi nonverbal antara

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DELPHI DAN FACTOR RATING DI SEKITAR TELKOM UNIVERSITY

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DELPHI DAN FACTOR RATING DI SEKITAR TELKOM UNIVERSITY PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DELPHI DAN FACTOR RATING DI SEKITAR TELKOM UNIVERSITY Agisni 1 Muchammad Febreyhan 2 Rayinda Pramuditya Soesanto

Lebih terperinci

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data by: Ahmad Syauqi Ahsan Data pada SIG Mendapatkan data adalah bagian yang sangat penting pada setiap proyek SIG Yang harus diketahui: Tipe-tipe data yang dapat

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK Siti Komsiyah Mathematics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

ISSN : STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015

ISSN : STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN METODE MULTI-CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Faisal Piliang Sistem Informasi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengalaman yang lalu hanya beberapa hari saja TPA Leuwigajah ditutup, sampah di Bandung Raya sudah menumpuk. Oleh karena itu sebagai solusinya Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya yang sangat penting dalam aspek kehidupan manusia. Tanah adalah modal dasar dari berbagai macam pembangunan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Peta a. Pengertian Peta Menurut ICA (International Cartographic Association), peta adalah suatu gambaran atau representasi unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... ii. Daftar Isi... iii BAB I PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Definisi GIS... 2

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... ii. Daftar Isi... iii BAB I PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Definisi GIS... 2 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang senantiasa memberikan kemudahan dalam menyelesaikan segala urusan hingga kami mampu menyelesaikan buku PANDUAN PENGGUNAAN QUANTUM GIS DALAM SISTEM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ISSN : 2338-4018 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Ambar Widayanti (ambarwidayanti@gmail.com) Muhammad Hasbi (hasbb63@yahoo.com) Teguh Susyanto (teguh@sinus.ac.id)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkembangan kota yang semakin pesat membuat banyak bangunan didirikan dimana-mana dan tentunya akan merubah tata ruang yang telah ada.

1. PENDAHULUAN Perkembangan kota yang semakin pesat membuat banyak bangunan didirikan dimana-mana dan tentunya akan merubah tata ruang yang telah ada. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DENGAN TEKNIK GEODESIGN DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KECAMATAN BEKASI TIMUR Dr. Lintang Yuniar B., MSc *), Novitasari Kuswidyandari **) Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomis (Perpres no. 72 Tahun 2012). Menurut UU no. 36 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomis (Perpres no. 72 Tahun 2012). Menurut UU no. 36 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Perpres

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kotamadya Jakarta Pusat yang terletak di tengah-tengah Provinsi DKI Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota Jakarta, merupakan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA Disusun Oleh : Widya Lestafuri K3513074 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci