BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. permasalahan pada penelitian. Berdasarkan sumber referensi yang berhasil
|
|
- Suparman Setiawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah kajian hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan pada penelitian. Berdasarkan sumber referensi yang berhasil dikumpulkan, terdapat beberapa penelitian yang relevan untuk mendukung penelitian ini. Pertama, Narita (2009) meneliti mengenai tokoh pemimpin Jepang yaitu Tokugawa Ieyasu dalam skripsinya yang berjudul Tokugawa Ieyasu dan Usahanya dalam Mempertahankan Kekuasaan Klan Tokugawa. Tokugawa Ieyasu merupakan pemimpin Jepang setelah Toyotomi Hideyoshi dan kedua pemimpin ini memiliki kesamaan untuk mempertahankan kekuasaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Narita, dijelaskan peran Tokugawa Ieyasu dalam membangun pemerintahan Tokugawa di Edo, sampai dengan perannya pada masa pemerintahan keshogunan Tokugawa. Penelitian yang dilakukan oleh Narita memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan kali ini. Penelitian Narita lebih menitikberatkan pada peranan Tokugawa Ieyasu dalam mempertahankan kekuasaannya sedangkan dalam penelitian yang dilakukan kali ini, dianalisis eksistensi Toyotomi Hideyoshi dalam usahanya meneruskan visi dari Oda Nobunaga untuk mempersatukan seluruh wilayah Jepang yang mengalami perang berkepanjangan. Penelitian Narita memberikan gambaran mengenai tokoh pemimpin dalam usahanya mempertahankan kekuasaan sehingga dalam penelitian 8
2 9 yang dilakukan kali ini bisa menggambarkan eksistensi kekuasaan Toyotomi Hideyoshi dan juga proses yang menyebabkan runtuhnya kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi. Kedua, Marnita (2009) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kesetiaan Pada Tokoh-Tokoh Samurai dalam Komik Shanaou Yoshitsune Karya Sawada Hirofumi menganalisis kesetiaan para samurai dalam memperjuangkan kehormatan klannya yang telah direbut oleh klan samurai lain. Budaya kesetiaan pengabdian bushi adalah kebudayaan yang terdapat di Jepang. Dalam skripsinya, Marnita mendeskripsikan kesetiaan pada masing-masing tokoh samurai, mendeskripsikan penyebab terjadinya perbedaan pandangan terhadap kesetiaan, dan mendeskripsikan makna kesetiaan pada setiap tokoh-tokoh samurai. Marnita dalam skripsinya menggunakan metode deskriptif yang termasuk dalam cakupan penelitian kualitatif dan pendekatan semiotik. Penelitian Marnita dengan penelitian yang dilakukan kali ini sama-sama menganalisis mengenai tokoh samurai. Penelitian Marnita memberikan gambaran tentang tokoh-tokoh samurai sehingga dalam penelitian yang dilakukan kali ini bisa menggambarkan eksistensi tokoh samurai yaitu Toyotomi Hideyoshi dalam usahanya mempersatukan seluruh wilayah Jepang. Penelitian yang dilakukan oleh Marnita memiliki perbedaan terhadap penelitian yang dilakukan kali ini. Marnita dalam penelitiannya menganalisis kesetiaan para samurai dalam memperjuangkan kehormatan klannya sedangkan dalam penelitian yang dilakukan kali ini, dianalisis tokoh samurai yaitu Toyotomi Hideyoshi dalam eksistensinya untuk mempersatukan Jepang. Selain
3 10 menganalisis eksistensi tokoh samurai yaitu Toyotomi Hideyoshi, juga dianalisis proses yang menyebabkan runtuhnya kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi. Ketiga, Wibawarta (2008) menganalisis mengenai pemerintahan Tokugawa dalam bentuk artikel yang dimuat dalam sebuah jurnal dan diterbitkan di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Penelitian yang dilakukan kali ini juga menganalisis mengenai suatu pemerintahan yaitu pemerintahan Toyotomi Hideyoshi. Namun penelitian yang dilakukan Wibawarta lebih menitikberatkan pada bagaimana Belanda (VOC) masuk ke Jepang. Penelitian yang dilakukan oleh Wibawarta memberikan kontribusi terhadap penelitian yang dilakukan kali ini karena dalam penelitiannya dianalisis pemerintahan seorang tokoh pemimpin Jepang setelah Toyotomi Hideyoshi yaitu Tokugawa Ieyasu dan dalam penelitian yang dilakukan kali ini juga menganalisis pemerintahan atau proses yang menyebabkan runtuhnya kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi. Namun penelitian yang dilakukan kali ini lebih menitikberatkan pada eksistensi tokoh pemimpin Toyotomi Hideyoshi baik berupa kepemimpinannya, maupun strategi-strategi perangnya Konsep Dalam penelitian ini digunakan beberapa konsep, yaitu sebagai berikut Eksistensi Para eksistensialis menafsirkan keberadaan (existence) menurut etimologinya. Istilah existence berasal dari kata bahasa latin existo, yang terdiri dari dua suku kata, ex dan sistere yang berarti muncul, menjadi atau hadir. Oleh karena itulah mengapa para eksistensialis memahami keberadaan manusia bukan
4 11 semata-mata sebagai ada yang statis dan selalu sama, melainkan sebagai penciptaan dirinya, yang secara sinambung berubah dan berkembang. Manusia disebut ada dalam dunia dan secara tak terhindarkan terikat pada dunia. Anggapan ini merupakan aksioma dasar eksistensialisme, yang digunakan untuk menerangkan akar masalah-masalah eksistensial manusia dan analisis terhadapnya merupakan subjek sentral dari tulisan-tulisan para eksistensialis. Menurut Sartre, yang menandai manusia sebagai makhluk terbaik adalah kebebasan dan kesanggupannya untuk memilih. Bagaimanapun, kebebasan bukan semata-mata suatu kualitas atau atribut yang dimiliki oleh manusia, sebab manusia itu sendiri adalah kebebasan dan oleh karena itu, dia bisa memilih dan memutuskan setiap saat. Manusia tiada lain adalah rencananya sendiri, ia mengada hanya sejauh ia memenuhi dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia tiada lain adalah kumpulan dari tindakan-tindakannya yaitu hidupnya sendiri (Misiak & Sexton, 2005:80-84) Kekuasaan Kekuasaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan organisasi. Para pemimpin menggunakan kekuasaan untuk memperkuat posisi mereka. Istilah kekuasaan dan pengaruh seringkali digunakan secara bergantian dalam beberapa literatur, meskipun kedua istilah tersebut memiliki sedikit perbedaan. Menurut Ivancevich (dalam Burhanudin dan Sunyoto, 2011:114) kekuasaan (power) menunjukkan kemampuan (capability) membuat orang lain melakukan
5 12 sesuatu sedangkan pengaruh (influence) adalah penggunaan kemampuan tersebut. Kekuasaan adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain, sedangkan pengaruh adalah kekuasaan yang tampil dalam wujud tindakan nyata (action). Menurut Reksohadiprodjo dan Handoko (dalam Burhanudin dan Sunyoto, 2011:114) kekuasaan merupakan pengaruh laten, sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan yang direalisasikan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk memiliki pengaruh. Memiliki kekuasaan berarti memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku atau sikap individu lain. Greenberg dan Baron (dalam Burhanudin dan Sunyoto, 2011:114) mendefinisikan kekuasaan sebagai potensi untuk mempengaruhi orang lain dengan sukses. Hal ini dapat diartikan bahwa kekuasaan merupakan kapasitas mengubah sikap atau perilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkan. Kekuasaan merupakan alat untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan sesuatu. Kekuasaan dapat digunakan untuk mengarahkan tindakan orang lain baik untuk kepentingan organisasi maupun kepentingan pribadi. Kekuasaan merupakan hal penting dalam organisasi, dapat digunakan etis dan bertanggung jawab, tetapi dapat pula disalahgunakan Kerangka Teori Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
6 Teori Sosiologi Sastra Secara teoretis karya fiksi dapat dibedakan dengan karya nonfiksi, walaupun pembedaan itu tidak bersifat mutlak, baik yang menyangkut unsur kebahasaan maupun unsur isi permasalahan yang dikemukakan, khususnya yang berkaitan dengan data-data faktual dan realitas. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, menurut Altenbernd dan Lewis, fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia (Nurgiyantoro, 2002:2-3). Sebuah novel sengaja dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwaperistiwa dan latar aktualnya sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi, juga terlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri. Dalam dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya sastra yang demikian, oleh Abrams disebut sebagai fiksi historis (historical fiction), jika yang menjadi dasar penulisan fakta sejarah, fiksi biografis (biographical fiction), jika yang menjadi dasar penulisan fakta biografis, dan fiksi sains (science fiction), jika yang menjadi dasar penulisan fakta ilmu pengetahuan. Ketiga jenis karya fiksi tersebut dikenal dengan sebutan fiksi nonfiksi (nonfiction fiction) (Nurgiyantoro, 2002:4). Goldmann (dalam Anwar, 2010: ) mencoba menjelaskan kompleksitas struktur sastra dengan membangun perspektif tentang sosiologi
7 14 novel. Goldmann, dalam karyanya Towards A Sociology of The Novel (1964), secara komprehensif mengulas tentang kompleksitas struktur novel. Goldmann lalu membangun konsepsi tentang novel sebagai sebuah cerita (story) yang didasarkan pada upaya mencari realitas yang tergradasi (a degraded reality). Goldmann menegaskan posisi novel yang merangkum dua situasi dalam bentuk dialektika-alamiah antara komunitas dari tokoh yang menjadi pahlawan (hero) dengan dunianya. Baik tokoh dan dunianya sama-sama berelasi dalam situasi yang terdegradasi. Situasi terdegradasi adalah sebuah kondisi yang terkait dengan pencarian nilai-nilai otentik untuk menemukan totalitas. Situasi terdegradasi, sebagaimana dijelaskan oleh Lukacs, adalah munculnya sebuah jurang antara tokoh hero dan dunianya yang tidak tertengahi. Berdasarkan pandangan Girard dan Lukacs, Goldmann sampai pada kesimpulan tentang permasalahan mendasar dalam sosiologi novel, pertama tentang posisi novel sebagai bagian dari sebuah sejarah, kedua tentang posisi novel sebagai sebuah biografi, dan ketiga tentang posisi novel sebagai kronik sosial yang merefleksikan suatu kondisi sosial dalam masa tertentu. Teori ini digunakan untuk menganalisis sosiologi yang terkandung dalam karya sastra. Selain itu, teori ini juga digunakan untuk membedakan karya fiksi dan nonfiksi Teori Eksistensialisme Menurut Sartre (dalam Hassan, 1976: ), manusia ada sebagai dirinya sendiri dengan kesadaran. Dengan demikian maka ada tidak dapat dipertukarkan. Hal ini jugalah yang menyebabkan manusia berbeda dari benda-
8 15 benda atau hal-hal lain. Dengan kata lain, bagi manusia, eksistensi adalah keterbukaan. Ini berarti bahwa manusia sebagai pencipta dirinya sendiri tidak akan pernah berhenti dengan keinginan-keinginannya. Sebagai eksistensi yang ditandai dengan keterbukaan menjelang masa depannya maka manusia pun merencanakan segala sesuatu bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain, manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Sebab dalam membentuk dirinya tersebut, ia memiliki kebebasan untuk memilih yang baik dan kurang baik untuk dirinya sendiri. Pilihan itu adalah pilihannya sendiri tanpa melibatkan orang lain. Ini mengandung arti bahwa manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Apapun jadinya eksistensinya, apapun makna yang hendak diberikan kepada eksistensinya itu, tiada lain adalah dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dalam membentuk dirinya sendiri itu, manusia mendapat kesempatan setiap kali memilih apa yang baik dan apa yang kurang baik baginya. Setiap pilihan yang dijatuhkan terhadap alternatif-alternatif yang dihadapinya adalah pilihannya sendiri. Ia tidak bisa mempersalahkan orang lain, tidak pula bisa menggantungkan keadaannya kepada Tuhan. Kierkegaard (dalam Hassan, 1976:25-31) menyatakan bahwa manusia adalah pengambil keputusan dalam eksistensinya. Manusia akan terus-menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan. Kemudian ia harus mampu menempatkan diri di salah satu pihak yaitu yang baik atau yang buruk. Manusia bebas untuk memilih dan membuat keputusan yang artinya ia harus mampu mempertanggungjawabkan dirinya sendiri. Karena kesediaannya bertanggung jawab, maka kebebasannya untuk memilih dan memutuskan menjadi bermakna. Setiap orang harus lebih
9 16 dahulu menetapkan bagi dirinya sendiri yaitu siapa dia, lalu memutuskan ingin jadi apa dia, dan barulah kemudian ia bertindak sesuai dengan pilihannya yang telah diungkapkan sebagai keputusan baginya. Mengada sebagai manusia bukanlah sekedar sebagai suatu fakta, tetapi lebih dari itu karena eksistensi bagi manusia adalah tugas. Eksistensi yang sejati menjadi tugas bagi setiap manusia karena eksistensi yang demikian itu disertai oleh tanggung jawab. Tidak seperti sekedar berada dalam massa, eksistensi yang sejati memungkinkan individu memilih dan mengambil keputusan serta bertindak atas tanggungjawabnya sendiri. Penghayatan manusia tentang kesejarahan merupakan salah satu sebab timbulnya kemampuan untuk menghayati eksistensinya sebagai kebebasan. Bagi Berdyaev (dalam Hassan, 1976:89), justru sejarahlah yang menegaskan bahwa mengada sebagai manusia adalah mengada dalam kebebasan. Menurut Jaspers (dalam Hassan, 1976:113), betapapun eksistensi dihayati sebagai kebebasan dan keterbukaan, betapapun ketidakpastian memungkinkan kita menghayati eksistensi sebagai sesuatu yang tak kunjung tertutup dan mantap, kita tidak mungkin menghindarkan diri dari maut sebagai kepastian yang paling mantap. Maut melekat pada eksistensi sebagai suatu situasi batas yang tidak bisa dielakkan. Maut akan mengakhiri eksistensi pada suatu saat yang tidak bisa ditentukan sebelumnya (Hassan, 1976:89-113). Teori eksistensialisme ini digunakan untuk menganalisis eksistensi Toyotomi Hideyoshi dalam novel Toyotomi Hideyoshi no Keiei Juku karya Kitami Masao.
10 Teori Otokratis dan Pemimpin Otokratis G.R. Terry (dalam Kartono, 1983:45-46) mengemukakan sejumlah teori tentang kepemimpinan, salah satunya adalah teori otokratis dan pemimpin otokratis. Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah dan pemaksaan, juga tindakan-tindakan yang bersifat arbitrer. Ia melakukan pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Pemimpin yang pada dasarnya berambisi untuk merajai situasi disebut otokrat keras. Ciri-ciri khasnya ialah, dia memberikan perintah-perintah yang dipaksakan, dan selalu harus dipatuhi. Dia menentukan policies atau kebijakan untuk semua pihak, tanpa berkonsultasi dengan para anggota. Dia tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-rencana yang akan datang, akan tetapi hanya memberitahukan pada setiap anggota kelompoknya langkah-langkah segera atau langsung yang harus diambil. Pada intinya otokrat keras memiliki sifat-sifat tepat, seksama dan sesuai dengan prinsip, namun keras dan kaku. Otokrat berasal dari kata autos yaitu sendiri, dan kratos yaitu kekuasaan, kekuatan. Jadi otokrat berarti penguasa absolut. Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang selalu harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada a one-man show. Dia sangat berambisi untuk merajai situasi. Pemimpin otokratis itu senantiasa ingin berkuasa mutlak dan tunggal, dan selalu merajai keadaan (Kartono,1983: 53). Dahrendorf (dalam Berry,2003:209) membicarakan suatu bentuk khusus dari kekuasaan yaitu otoritas. Otoritas merupakan suatu tipe dari hubungan sosial
11 18 yang terdapat dalam setiap organisasi sosial. Otoritas juga merupakan unsur yang universal dari struktur sosial yaitu adanya yang berkuasa dan dikuasai adalah hal yang biasa terdapat dalam setiap bentuk otoritas. Otoritas, seperti diutarakan Max Weber (dalam Berry, 2003: ), biasanya didefinisikan oleh para ahli sosiologi sebagai kekuasaan yang sah. Jadi, kekuasaan menjadi otoritas apabila penggunaannya dianggap sah dan benar sesuai dengan mereka yang tunduk di bawahnya. Walaupun pada umumnya dapat dikatakan bahwa otoritas adalah penggunaan kekuasaan yang sesuai dengan keteraturan normatif, tetapi dalam kenyataanya hal yang sesuai dengan keteraturan normatif tidak selalu diterima dan dianggap suatu hal yang sah dan benar. Dalam eksistensialisme, eksistensi merupakan keterbukaan. Hal itu berarti bahwa manusia sebagai pencipta dirinya sendiri tidak akan pernah berhenti dengan keinginan-keinginannya. Eksistensialisme dalam kaitannya dengan pemimpin otokratis yaitu sebagai eksistensi ia merencanakan segala sesuatu bagi dirinya sendiri sebab ia memiliki kebebasan untuk memilih yang baik dan yang kurang baik untuk dirinya sendiri. Pilihan itu adalah pilihannya sendiri dengan tanpa melibatkan orang lain, karena pemimpin otokratis itu senantiasa ingin berkuasa mutlak dan tunggal, dan ingin selalu merajai keadaan. Adanya yang berkuasa dan dikuasai merupakan hal yang biasa terdapat dalam setiap bentuk otoritas. Teori ini digunakan untuk menganalisis kekuasaan yang menyebabkan runtuhnya kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi.
BAB I PENDAHULUAN. berhasil mempersatukan provinsi-provinsi di Jepang. Toyotomi Hideyoshi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi Momoyama (1573-1603) yang berhasil mendirikan pemerintahan pusat setelah berhasil mempersatukan provinsi-provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Novel sebagai karya sastra menyajikan hasil pemikiran melalui penggambaran wujud
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang lahir dengan fungsi sosial dan fungsi estetik, novel sebagai hiburan dari kelelahan rutinitas kehidupan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nurgiyantoro (2012:70) dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada hakekatnya pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mafia merupakan sebutan dari orang Sicilia¹ untuk segala organisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mafia merupakan sebutan dari orang Sicilia¹ untuk segala organisasi rahasia. Organisasi-organisasi ini, yang disebut Mafia, menjadi suatu organisasi yang sejajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun
Lebih terperinciANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA
ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Strata 1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Menurut Moeliono (2002:701) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Menurut Moenir (2001:16) kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang jika
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus Universitas Negeri Gorontalo, khususnya pada Jurusan Bahasa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa,oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda, walaupun terkadang ada kesamaan seperti halnya kesamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil karya cipta manusia yang mengandung daya imajinasi dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Menurut Wellek dan Warren (1993:14) bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. Bisa dikatakan manusia hidup berdampingan dengan problematika tersebut. Demikian juga dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah masyarakat dan pengarang sebagai pencipta karya sastra merupakan bagian dari masyarakat.
Lebih terperinciAreté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1
199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan
344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang dibentuk dari kata sas- yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang dibentuk dari kata sas- yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk, atau instruksi, sedangkan tra berarti alat atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian
Lebih terperinciJepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II
Kata Pengantar Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II merupakan negara yang menganut sistim kenegaraan monarki absolute, yaitu sebuah negara yang dipimpin langsung oleh Raja. Di Jepang, seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak pelajaran tentang pengalaman hidup yang dapat menginspirasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak pelajaran tentang pengalaman hidup yang dapat menginspirasi lahirnya sebuah karya sastra yang akhirnya dijadikan sebagai media untuk menyampaikan aspirasi, gagasan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan November 1867, Tokugawa Yoshinobu mengembalikan pemerintahan kepada kaisar ( tenno ). Ini berarti jatuhnya bakufu yang sampai saat itu dikuasai oleh keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupannya selalu dihadapkan pada berbagai persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya terbatas pada
Lebih terperinciDEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
ANALISIS KESETIAAN PADA TOKOH-TOKOH SAMURAI DALAM KOMIK SHANAOU YOSHITSUNE KARYA SAWADA HIROFUMI Skripsi Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI, PENDEKATAN OBJEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI, PENDEKATAN OBJEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1. Definisi Novel Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:9) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan manusia dengan segala permasalahannya. Begitu juga filsafat, secara khusus membicarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara maju di Asia yang banyak memiliki sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di terjemahkan dalam berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari
1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu sarana untuk mengungkapkan masalah manusia dan kemanusiaan. Sastra merupakan hasil cipta kreatif dari seorang pengarang, lahir melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman Edo (1602-1868) pemerintah Jepang melakukan isolasi politik atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut timbullah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek
Lebih terperinciEKSISTENSI KEKUASAAN TOYOTOMI HIDEYOSHI DALAM NOVEL TOYOTOMI HIDEYOSHI NO KEIEI JUKU KARYA KITAMI MASAO
SKRIPSI EKSISTENSI KEKUASAAN TOYOTOMI HIDEYOSHI DALAM NOVEL TOYOTOMI HIDEYOSHI NO KEIEI JUKU KARYA KITAMI MASAO KOMANG TIAS HAPTARI PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Refleksi Kehidupan Masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina belum
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Berdasarkan peninjauan terhadap penelitian sebelumnya, penelitian tentang Refleksi Kehidupan Masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan pada umumnya selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demikian halnya dengan kesusastraan Indonesia. Perkembangan kesusastraan Indonesia sejalan
Lebih terperinciINTISARI BAB I PENDAHULUAN
INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 2.1.1 Sastra Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, kreasi bukan sebuah imitasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra selalu identik dengan ungkapan perasaan dan pikiran pengarang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra selalu identik dengan ungkapan perasaan dan pikiran pengarang tentang hidup. Karya sastra yang diciptakan seorang pengarang adalah gambaran dan kepekaan terhadap
Lebih terperinciANALISIS STRATEGI PERANG TOYOTOMI HIDEYOSHI UNTUK MEMPERSATUKAN JEPANG DALAM NOVEL THE SWORDLESS SAMURAI KARYA KITAMI MASAO. STIBA Saraswati Denpasar
ANALISIS STRATEGI PERANG TOYOTOMI HIDEYOSHI UNTUK MEMPERSATUKAN JEPANG DALAM NOVEL THE SWORDLESS SAMURAI KARYA KITAMI MASAO 1) Dian Pramita Sugiarti 2) Kadek Apriliani STIBA Saraswati Denpasar ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan
Lebih terperinciORGANISASI INOVATIF. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012
ORGANISASI INOVATIF Dalam masyarakat modern dan dinamis tempat dimana suatu organisasi berada, pertanyaan tentang apakah perubahan organisasi perlu dilakukan menjadi tidak relevan lagi. Mungkin pertanyaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang yang memaparkan kejadian-kejadian, permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia kedudukannya di muka bumi ini, karena interaksinya dengan lingkungan tidak hanya dibekali oleh naluri (insting)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa
Lebih terperinciEKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:
EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai keindahan. Sebuah karya sastra bukan ada begitu saja atau seperti agak dibuat-buat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah suatu tulisan yang memiliki keindahan yang luar biasa karena menggambarkan tentang kehidupan. Seseorang yang berjiwa sastra akan menghasilkan suatu karya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Penelitian mengenai bushido dan penyimpangannya dalam karya sastra
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai bushido dan penyimpangannya dalam karya sastra Jepang yang berjudul Samurai karya Takashi Matsuoka sepanjang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Dunia kesusastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre lain. Prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi bisa juga diistilahkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional (Nurgiyantoro: 2007:2). Al-Ma ruf (2010:3) berpendapat bahwa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hasil dari imajinasi pengarang. Imajinasi yang dituangkan dalam karya sastra,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah hasil ciptaan manusia yang memiliki nilai keindahan yang sangat tinggi. Keindahan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, merupakan hasil dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan elegannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dalam penilitian ini adalah: 2.1.1 Novel Novel menceritakan tentang perjalanan hidup tokoh utama dalam satu masa dan di dalam novel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Terlebih bila, sudah dihadapkan oleh beberapa orang ahli.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan karya imajinatif yang menggambarkan kehidupan bermasyarakat yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat. Hasil dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya sastra yang demikian, oleh Abrams (1981: 61) disebut sebagai fiksi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra lahir dari luapan pengarang, jiwa pengarang berupaya menangkap gejala di dunia sekitarnya lalu diekspresikan melalui gagasan. Gagasan-gagasan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulama menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam dan dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan dan otoritas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Nilai-Nilai Perjuangan Nilai adalah suatu bagian yang penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah, artinya secara moral dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imajiner menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.
1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiiki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenarankebenaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penokohan, plot/alur, latar/setting, sudut pandang dan tema. Semua unsur tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan peristiwa dan kegiatan yang berisi kegiatan memahami,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra merupakan aktivitas siswa dan guru untuk menciptakan peristiwa dan kegiatan yang berisi kegiatan memahami, menghayati dan memberikan tanggapan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penulis melakukan telaah kepustakaan yang berhubungan dengan PDH dengan menelusuri penelitian sebelumnya. Telaah pustaka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan berbagai fenomena kehidupan manusia. Fenomena kehidupan manusia menjadi hal yang sangat menarik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang
Lebih terperinci