BAB I PENDAHULUAN. atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman Edo ( ) pemerintah Jepang melakukan isolasi politik atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut timbullah gerakan menentang shogunat. Keadaan masyarakat Jepang yang sudah tidak ada perang ini menyebabkan para bakufu mulai kesulitan ekonomi sehingga kaum samurai kehilangan majikannya, serta mengalami kemiskinan (Sakamoto, 1982:42). Muncullah seorang dari keluarga Tokugawa, daimyou Mito yang mempelopori untuk mengakhiri isolasi Jepang dan mengembalikan kekuasaan kepada Kaisar (Sakamoto, 1982:47). Setelah sekian lamanya kekuasaan Tokugawa dan maraknya gerakan anti pemerintahan Tokugawa, pada akhir tahun 1865 Kaisar memberi persetujuannya untuk mengakhiri Sakoku dan dibukalah Jepang lebar-lebar untuk dunia luar setelah mengadakan persetujuan dengan para daimyou. Pada 25 Januari 1868, pemindahan kekuasaan yang dilakukan dari shogun ke kaisar yang disebut sebagai Meiji Ishin atau Restorasi Meiji, dan meiji yang berarti yang berpikiran cerah (Dasuki, jilid II -:11-12). Restorasi Meiji merupakan awal yang baik bagi bangsa Jepang. Namun, sejak dibukanya Jepang kepada dunia luar, banyak hal yang harus dipelajari oleh masyarakat Jepang. Dalam perjalanan memahami pemerintahan yang modern ini, bangsa Jepang berusaha untuk dapat menyamai dengan bangsa asing. Sebenarnya 1

2 2 mengenai dasar-dasar organisasi untuk memecahkan masalah-masalah modernisasi telah diletakkan pada zaman Tokugawa. Semangat bushido yang dijadikan sebagai pegangan hidup oleh golongan samurai kemudian menjadi citacita umum yang dijunjung tinggi. Makna kesetiaan samurai kepada pemimpinnya dengan rela mengorbankan diri, sejak Restorasi Meiji telah menjelma ke dalam bentuk cita-cita moral nasional dengan kesetiaan dan kecintaan kepada kaisar dan tanah air. Hal ini memberi makna bahwa nilai bushido sendiri telah bergeser dari sikap yang rela mengorbankan nyawa demi pemimpinnya menjadi suatu bentuk kesetiaan dan kecintaan kepada kaisar dan tanah air (Dasuki, jilid II -:13). Wilayah strategis yang dimiliki oleh Jepang membuat bangsa asing semakin tertarik untuk bekerja sama dengan Jepang. Hal ini membuat Jepang harus mempelajari banyak hal dari bangsa asing dan menyesuaikan diri kepada cara Barat. Contoh penyesuaian tersebut seperti pelepasan status dari golongan samurai atau daimyou dan harus mengikuti kehidupan perkembangan zaman pada saat itu demi kemajuan Jepang. Adapun yang dilakukan oleh bangsa Jepang yaitu dengan pembangunan perindustrian modern, militer umum, politik umum, bahkan hingga perubahan tata cara berpakaian. Perubahan tata cara berpakaian tersebut ternyata banyak digemari dan digunakan oleh sebagian besar masyarakat, bahkan dijadikan baju kehormatan bagi Kaisar dan para pasukan militer. Hal ini juga terjadi pada para generasi muda yang mulai menikmati dengan budaya Barat dan sedikit demi sedikit mulai meninggalkan budaya Jepang yang sejatinya adalah jati dirinya (Dasuki, jilid II -: 16-27).

3 3 Besarnya perubahan yang terjadi pada awal zaman Meiji mengakibatkan mengendurnya ikatan kekeluargaan, munculnya kelompok-kelompok karya baru, serta kebudayaan baru yang mendorong terciptanya kesempatan-kesempatan bagi kaum muda untuk mengungkapkan diri sendiri dan bagi kemajuan sosial yang sukar dibayangkan pada masa Tokugawa (Pyle, 1988:9). Pengalaman penyesuaian diri pada masa permulaan semenjak Restorasi Meiji, telah menanamkan di dalam alam pikiran generasi baru suatu jurang yang curam antara nilai-nilai lama dan baru, antara Jepang atau Barat. Masuknya budaya Barat yang menyebabkan rontoknya pandangan hidup Konfusianisme ini menyebabkan runtuhnya kepercayaan terhadap nilai-nilai lama (Pyle, 1988: ). Perubahan-perubahan revolusioner tersebut bagi dunia merupakan perubahan yang begitu besar dan cepat, tetapi di balik kesuksesan bangsa Jepang pada masa itu tidak luput dari nilai-nilai negatif yang berdampak kepada moralitas generasi muda Jepang. Pada tahun 1868, sistem pendidikan baru membebani muridnya dengan banyak tugas yang bersangkutan dengan kebudayaan Barat. Hal itu menyebabkan peranan keluarga dalam melatih ketrampilan tradisional menjadi berkurang (Pyle, 1988:14). Selain itu, akibat dari masuknya budaya Barat membuat sikap pemuda Jepang semakin menginginkan cita-cita yang tinggi dalam ilmu dari Barat, sehingga menambah rasa putus asa dan nihilisme yang berakhir pada bunuh diri (Hisao, 1983:19). Mereka yang berkembang pada masa Restorasi Meiji cenderung bersifat egosentris, di mana kepentingan utamanya adalah urusan pribadi dan hal ini sangat berbanding terbalik dengan sifat yang dimiliki pemuda

4 4 sebelum Restorasi Meiji yang lebih memperhatikan urusan masyarakat dan negara (Hisao, 1983:26). Berbagai permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya dapat dimasukkan ke dalam sebuah sikap dekadensi moral. Dekadensi moral merupakan istilah yang terdiri atas dua kata, yaitu dekadensi dan moral. Dekadensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1989:192) memiliki arti keadaan merosot (mundur), jatuh, merosot (akhlak). Sedangkan pengertian moral menurut KBBI penerbit Balai Pustaka ini merupakan (ajaran) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila. Dengan demikian, pengertian dari dekadensi moral adalah suatu kemerosotan akhlak manusia. Dilihat dari pengertian di atas, kata dekadensi moral memiliki arti yang negatif. Oleh karena itu, perilaku-perilaku yang termasuk dalam dekadensi moral tersebut merupakan perilaku yang dianggap sebagai perilaku yang bertolak dari nilai-nilai yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok masyarakat (Djojosuroto, 2006:11). Perilaku dekadensi moral juga terdapat pada novel Bocchan karya Natsume Sooseki. Novel ini menceritakan tentang kisah seorang bocah yang bernama Bocchan, dengan berbagai kenakalan yang ia lakukan sewaktu masih kecil, hingga ia tumbuh sebagai seorang yang memiliki pemikiran yang ia pahami sendiri. Setelah beranjak dewasa, ia memilih untuk menerima tawaran sebagai seorang guru SMU di daerah yang jauh dari perkotaan. Di sana ia mengalami berbagai hal baru yang berkaitan dengan nilai-nilai moral yang dimiliki oleh masyarakat Jepang.

5 5 Kehidupan barunya di kota yang baru ia singgahi dan dengan orang-orang yang baru ia kenal menyebabkan timbulnya pemikiran-pemikiran baru yang mulai ia pahami. Bahkan kepada guru-guru baru yang ia temui di sekolah tempatnya bekerja, Bocchan memberikan julukan kepada guru yang dirasa memiliki ciri khas dan keunikannya tersendiri saat pertemuan pertama. Salah satunya adalah tokoh yang ia juluki dengan nama Kemeja Merah. Tokoh ini dalam novel Bocchan digambarkan sebagai seorang guru sastra yang memiliki gaya berpakaian yang kebarat-baratan dan memiliki sikap yang dianggap peneliti sebagai sikap yang menuju ke arah dekadensi moral. Selain tokoh Kemeja Merah, ada pula tokohtokoh lainnya yang menurut peneliti melakukan tindakan yang tidak menunjukkan nilai-nilai kejepangan. Oleh sebab itu, penulis melakukan penelitian dengan judul Dekadensi Moral Tokoh-tokoh Antagonis Dalam Novel Bocchan Karya Natsume Sooseki: Analisis Sosiologi Sastra. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disebutkan dalam latar belakang penelitian, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apa saja dampak negatif Restorasi Meiji yang menyebabkan terjadinya dekadensi moral dalam masyarakat Jepang? 2) Bagaimana novel Bocchan dapat merefleksikan fakta sosio-historis masyarakat Jepang pada zaman Meiji? 3) Bagaimana dekadensi moral yang terjadi pada masyarakat Jepang di zaman Meiji seperti yang terungkap pada tokoh-tokoh antagonis dalam novel Bocchan?

6 6 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tiga tujuan. Pertama, untuk mengetahui apa saja dampak negatif Restorasi Meiji yang menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang dalam masyarakat Jepang. Kedua, untuk mengetahui bagaimana novel Bocchan dapat merefleksikan fakta sosio-historis masyarakat Jepang pada zaman Meiji. Ketiga, untuk mengetahui bagaimana dekadensi moral yang terjadi pada masyarakat Jepang pada zaman Meiji seperti yang terungkap pada tokohtokoh antagonis dalam novel Bocchan. 1.4 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan penelitian lain yang memiliki kesamaan objek atau kesamaan teori yang diharapkan mampu membantu dalam penelitian ini dan memberi batasan pada penelitian yang diteliti oleh peneliti, salah satunya adalah karya Aden Purwadi, mahasiswa lulusan S1 Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Dengan judul skripsi yang ditulis, yaitu Gambaran Kehidupan Masyarakat Jepang dalam Novel Bocchan Karya Natsume Sooseki (Sebuah Tinjauan Semiotik). Penelitian yang dibuat pada tahun 2003 tersebut menggunakan objek novel Bocchan karya Natsume Sooseki dan menggunakan sudut pandang tinjauan semiotik. Sedangkan penelitian atau skripsi ini penulis berusaha membahas mengenai dekadensi moral yang dimiliki oleh tokoh-tokoh antagonis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Adapun skripsi yang menggunakan pendekatan yang sama tetapi dengan objek yang berbeda, yaitu pada skripsi karya Liana Shinta Dewi mahasiswi lulusan Sastra Indonesia yang berjudul Analisis Novel Hikayat Kadiroen Karya

7 7 Samioen Kajian Sosiologi Sastra: Michael Zeraffa (2008). Penelitian tersebut meneliti tentang penyimbolan tokoh-tokoh yang diketahui dengan melihat nama sang tokoh dalam novel Hikayat Kadiroen. Sedangkan penelitian ini menggunakan tokoh untuk mengetahui sejauh mana dekadensi moral yang terjadi dalam masyarakat Jepang. Berdasarkan pencarian peneliti, baik dari koleksi penelitian yang dimiliki perpustakaan hingga pencarian di internet belum ditemukan penelitian yang berjudul Dekadensi Moral Tokoh Antagonis Dalam Novel Bocchan Karya Natsume Sooseki; Analisis Sosiologi Sastra. Maka dari itu peneliti bertanggung jawab penuh bahwa penelitian ini bukan hasil plagiarisme. 1.5 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori strukturalisme dan sosiologi sastra untuk menganalisis novel Bocchan. Teori strukturalisme digunakan untuk menganalisis struktur novel, sedangkan sosiologi sastra untuk menganalisis dekadensi moral tokoh-tokoh antagonis dalam novel Bocchan dengan menggunakan konsep kemoralan Bushidoo Teori Strukturalisme Sebuah karya sastra, fiksi, atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegas, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams via Nurgiantoro, 2012:36).

8 8 Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiantoro, 2012:37) Tema Menurut Stanton, tema adalah sebagi makna dalam sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema suatu karya sastra dapat tersusun dan dapat pula tersirat (dalam Nurgiantoro, 2012:70) Tokoh Tokoh merupakan bagian penting dari sebuah cerita. Tokoh adalah pembawa, penyampai pesan moral, amanat, dan segala sesuatu yang diinginkan pengarang kepada pembaca (Sudjiman, 1991:16). Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan dalam beberapa kategori, tergantung dari sudut mana kita memandang tokoh tersebut. Ada pembedaan menurut segi peranan, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan, dari segi fungsi penampilan tokoh ada tokoh protagonis dan tokoh antagonis, dari segi perwatakannya ada tokoh sederhana dan tokoh bulat, dari segi berkembang atau tidaknya perwatakan ada tokoh statis dan tokoh berkembang, dan yang terakhir dari segi pencerminan tokoh cerita terhadap manusia dari kehidupan nyata, yaitu tokoh tipikal dan tokoh netral (Nurgiantoro, 2012: ). Sedangkan, pemakaian tokoh yang digunakan pada penelitian ini adalah dari segi fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara

9 9 populer disebut hero tokoh yang memiliki norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi masyarakat (Altenbernd & Lewis via Nurgiantoro, 2012:178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapanharapan masyarakat. Maka tokoh ini sering dikenali sebagai tokoh yang memiliki kesamaan dengan masyarakat, serta permasalahan yang dihadapinya dan cara menyikapinya pun seolah-olah sama dengan permasalah yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga dalam tokoh ini segala yang dirasa, dipikir, dan dilakukan merupakan perwakilan dari masyarakat atau pembaca. Kebalikannya dengan tokoh protagonis adalah tokoh antagonis. Tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik, yang secara langsung atau tidak langsung bersifat fisik ataupun batin yang beroposisi dengan tokoh protagonis (Nurgiantoro, 2012:179) Latar Latar atau setting adalah tempat terjadinya peristiwa atau waktu berlangsungnya tindakan. Latar atau setting dapat dirincikan menjadi: 1) tempat, baik tempatnya di luar rumah maupun di dalam rumah, yang mencakup pelaku atau tempat terjadinya peristiwa ataupun seluruh cerita, 2) lingkungan hidup, 3) sistem kehidupan, 4) waktu terjadinya peristiwa berupa bagian dari hari, sehari, setahun, periode sejarah (Pradopo, 1976:37-38) Teori Sosiologi Sastra Novel dalam sebuah karya sastra adalah suatu lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya, dan bahasa itu merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan yang umumnya kehidupan itu

10 10 adalah suatu kenyataan sosial. Kehidupan dalam hal ini mencakup hubungan antarmasyarakat, masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bahan sastra itu sendiri adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat (Darmono, 1984:1). Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan beberapa aspek, salah satunya dari segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Penelitian sosiologi sastra terdapat dua corak (Junus, 1986:2), yaitu: 1) Pendekatan sociology of literature adalah melihat faktor sosial sebagai mayornya dan sastra sebagai minornya. Peneliti bergerak dari faktorfaktor sosial (sosi ologi) untuk memahami faktor-faktor sosial yang terdapat (terkandung) dalam karya sastra. 2) Pendekatan literary sociology adalah melihat dunia sastra atau karya sastra sebagai mayornya dan fenomena sosial sebagai minornya. Pembagian pandangan menurut Junus tersebut didasari oleh teori dari Wellek dan Warren (1956:84, 199 3:111) yang membagi sosiologi sastra sebagai berikut : 1) Sosiologi pengarang adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya sastra, karena pada dasarnya setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama,

11 11 tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau keadaan ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang. 2) Sosiologi sastra yang mengutamakan karya sastra itu sendiri sebagai pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. Berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Menurut Warton, sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban (Wellek dan Warren, 1993: 122). 3) Sosiologi sastra yang mengutamakan pembaca dan dampak sosial karya sastra sebagai pokok penelaahnya, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuk kehidupan. Menurut Michael Zeraffa, sosiologi sastra yang terdapat dalam sebuah novel dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut Novel: Fiksi dan Realitas Zeraffa memandang bahwa di dalam sebuah karya sastra terdapat hubungan yang erat antara sosiologi dan sastra. Ahli sosiologi hanya bisa mempelajari novel dalam istilah sosiologi total dan spesifik apabila melihat novel

12 12 dalam dua level ekspresi. Pertama, pemikiran pengarang di balik novel, dan kedua, hal yang dituliskan pengarang di dalam novel. Keduanya memilki susunan dan bentuk. Pikiran yang dimaksud dalam konteks ini adalah pikiran pengarang. Dengan demikian, sosiologi sastra berkaitan erat dengan pengarang dan isi yang tertuang di dalam novel. Adapun yang dimaksud dengan pengarang berarti juga meliputi latar belakang kehidupan pengarang tersebut (Zeraffa, 1976:9). Dalam hubungannya dengan novel, pengarang harus dianggap sebagai seorang seniman. Karya pengarang merupakan ekspresi realitas yang ada dalam pikirannya yang sudah memiliki bentuk dan makna (Zeraffa, 1976:9). Selanjutnya Zeraffa menjelaskan bahwa novel lahir dan berdiri sendiri sebagai sebuah genre yang disebabkan dan menyebabkan fenomena sejarah dan fenomena sosial. Hal ini menunjukkan realitas yang berkembang dalam masyarakat dan diekspresikan oleh pengarang. Menurut Zeraffa, realitas tersebut terdiri atas dua hal yaitu fenomena sejarah dan fenomena sosial. Fenomena sejarah mengacu kepada peristiwa-peristiwa khusus yang terjadi di dalam sejarah masyarakat. Sedangkan fenomena sosial lebih mengacu kepada peristiwaperistiwa yang terjadi di dalam masyarakat (Zeraffa, 1976:7). Dengan adanya novel, masyarakat masuk ke dalam sejarah dan sejarah masuk ke dalam masyarakat. Dari hal tersebut terlihat bahwa Zeraffa melakukan pembedaan antara sejarah dan masyarakat sosial (Zeraffa, 1976:11) Tokoh sebagai Simbol Pengarang Menurut Zeraffa, tokoh merupakan simbol dari sebuah karya sastra (Zeraffa, 1976:29). Dengan adanya simbolisme ini, tokoh menggantikan

13 13 pengarang dalam proses sosial tertentu baik disadari ataupun tidak. Hal ini menunjukkan bahwa hal-hal yang dipikirkan dan dilakukan oleh tokoh dalam novel merupakan manifestasi pikiran dan tindakan yang ingin dilakukan oleh pengarang. Di sisi lain, dalam menulis novel, pengarang menjadi bagian dari sistem produksi ideologis yang didesain untuk menutup sistem produksi yang sebenarnya bersama perlawanan konfliknya (Zeraffa, 1976:37). Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa dalam menulis novel, seorang pengarang juga membawa ideologinya. Ideologi tersebut muncul di dalam tokoh yang diinginkan oleh pengarang. Zeraffa membagi tokoh ke dalam dua jenis penokohan. Pertama, tokoh primer, dan kedua, tokoh sekunder (Zeraffa, 1976:46). Tokoh primer adalah korban pertentangan ide dan realitas. Tokoh primer merupakan tokoh yang memiliki kemampuan untuk mengusung ide-ide pengarang dalam novel dan merupakan penyimbolan dari diri pengarang. Sedangkan tokoh sekunder adalah tokoh yang tergabung dalam dunia yang menguntungkan mereka. Tokoh sekunder juga merupakan tokoh yang menyerah tanpa mengatakan apapun. Hal ini berbeda dengan tokoh primer yang menjadi korban pertentangan ide dan realitas. Dalam hal ini tokoh sekunder tidak terlalu banyak dikorbankan oleh keadaan (Zeraffa, 1976:47) Nilai Sosiologis Novel Dalam setiap karya sastra di dalamnya tentu terkandung nilai-nilai, dan untuk mengukur nilai novel, hal yang perlu diperhatikan adalah novel sebagai representasi sosial. Dalam hal ini berarti bahwa novel lahir dan berdiri sendiri

14 14 sebagai sebuah genre yang disebabkan dan menyebabkan fenomena sejarah dan fenomena sosial. Selain itu, karya pengarang merupakan ekspresi realitas yang ada dalam pikiran yang sudah memiliki bentuk dan makna. Kemudian, pengarang mengekspresikannya dengan memakai teknik-teknik tertentu. Ketika seorang pengarang menciptakan tenkik sendiri dalam mengungkapkan karyanya, berarti ia telah mengungkapkan hal baru. Ia membawa pembaharuan dalam tradisi kesusastraan yang sudah ada. Bahkan, tidak jarang mereka menentang tradisi yang sudah ada. Bentuk baru, pikiran baru, selalu lebih kurang menentang masyarakat dengan karya sastra yang sebelumnya. Adapun kesadaran sosial pengarang terlihat dari ideologi yang diungkapkan oleh pengarang tersebut ke dalam sebuah novel. Ideologi yang muncul dalam karya tidak terlepas dari kesadaran kelas yang dimiliki pengarang Konsep Kemoralan Bushidoo Bushidoo secara mendasar merupakan suatu mekanisme dari prinsipprinsip sistem moral. Kalangan samurai yang mendapatkan pelajaran mengenai prinsip dan pedoman ajaran tersebut diharapkan dapat mematuhi dan menjalankannya (Nitobe, 2004:6). Bushidoo memiliki kerangka dasar yang terdiri dari kebijaksanaan, kebajikan, dan keberanian. Oleh sebab itu, bushidoo memiliki tujuh nilai-nilai pokok dalam sebuah kode etik, yakni sebagai berikut. 1. Kejujuran Kejujuran dalam kode etik bushidoo mempunyai makna sebuah keberanian. Kejujuran yang dimiliki oleh seorang samurai adalah sifat yang wajib.

15 15 Seorang samurai yang memiliki sifat jujur berarti juga memiliki sikap yang berani. Perkataan yang diucapkan oleh seorang samurai mengandung jaminan atas kesungguhannya dan harus selaras dengan perbuatannya. Seorang samurai pantang untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari apa yang telah diucapkannya. Oleh sebab itu, kejujuran mempunyai esensi yang lebih terhadap keutamaan-keutamaan moral lainnya, karena kejujuran merupakan sikap jujur terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain, melakukan suatu hal tanpa keragu-raguan, dan seorang samurai siap mati apabila dianggap sebagai kebenaran. Konsep kejujuran dalam bushidoo adalah pembuatan keputusan yang benar dengan alasan yang tepat dan tidak berdasarkan atas kepentingan pribadi (Nitobe, 1969:23). 2. Keteguhan Hati Keteguhan hati merupakan sikap pantang menyerah. Tiga prinsip samurai yang sesuai dengan keteguhan hati, yaitu chi, jin, yuu. Ajaran chi atau kebijaksanaan, jin atau kasih sayang, dan yuu atau keberanian dan keteguhan hati. Keteguhan hati berasal dari latar belakang geografis Jepang yang berpulau-pulau, sehingga memungkinkan masyarakat Jepang untuk bertahan di daerahnya dan tidak melakukan perpindahan ke tempat lain. Itu sebabnya masyarakat Jepang mempunyai watak dan sifat keteguhan hati yang tinggi (Nitobe, 1969:29). 3. Kebajikan Kebajikan merupakan pengendalian diri dari perbuatan sewenang-wenang. Unsur-unsur dalam sifat kebajikan meliputi cinta kasih dan kemurahan hati.

16 16 Esensi nilai kebajian adalah mewujudkan keharmonisan dalam lingkungan bermasyarakat. Kebajikan bukan suatu kelemahan diri seorang samurai, melainkan suatu bentuk kekuatan dari nilai-nilai rasa kemanusiaan terhadap orang lain (Nitobe, 1969:36). 4. Kesopanan Nilai kesopanan seorang samurai memiliki arti yang luas, dan tidak terbatas pad pemimpin atau majikannya, tetapi bersifat universal. Kesopanan akan membentuk seorang samurai menjadi pribadi yang memiliki moralitas tinggi terhadap hubungannya dengan orang lain. Nilai kesopanan berawal dari latar belakang tata cara yang bersifat rutinitas seperti upacara minum teh, jamuan makan, seni menata ruang, dan lain sebagainya (Nitobe, 1969:50-52). Secara tidak langsung dalam melaksanakan rutinitas tersebut seseorang memerlukan pengolahan pikiran dan merasakan keselarasan antara dirinya dengan lingkungan (Cleary, 2005:13) 5. Ketulusan Hati Ketulusan hati merupakan awal dari segala suatu tindakan seorang samurai, karena dalam setiap tindakannya harus dilandasi dengan ketulusan hati. Ketulusan hati akan menimbulkan reaksi sosial berupa penghargaan akan martabat yang tinggi kepada seorang samurai, karena dalam menjalankan tugasanya merupakan bentuk komitmen dan loyalitas yang tinggi kepada atasannya. Esensi dari ketulusan hati adalah etika dalam hubungan sosial kemasyarakatan (Cleary, 2005:61).

17 17 6. Kehormatan Kehormatan merupakan bentuk kesadaran akan martabat dan integritas seorang samurai yang dijunjung tinggi. Tindakan ekstrim yang dilakukan seorang samurai dari kehilangan sebuah kehormatan dalam kalahnya pertarungan adalah melakukan tindakan bunuh diri yang diyakini sebagai bentuk menjaga kehormatan dan martabatnya, atau yang biasa disebut seppuku (Nitobe, 1969:77). 7. Kesetiaan Kesetiaan merupakan bentuk pengabdian samurai terhadap atasannya, dimana ia rela memberikan nyawanya sebagai bentuk ketulusan dalam mengabdi. Latar belakang sikap kesetiaan terlihat dari rasa solodaritas yang menimbulkan rasa kebersamaan untuk mempertahankan daerah dan wilayahnya (Nitobe, 1969:85). 1.6 Metode Penelitian Menurut Semi (1993:23) metode penelitian terbagi menjadi dua bagian, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data statistik model matematika, proses verifikasi melalui pengukuran dan analisis yang dikuantifikasikan. Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan dengan mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris dan tidak mengutamakan angka-angka seperti penelitian kuantitatif. Untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka metode yang akan digunakan adalah metode analisis sosiologi sastra. Sosiologi

18 18 sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cerminan dari kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Maka karya sastra yang berhasil atau sukses adalah karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya (Suwardi, 2003:77) Berikut langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan. 1) Menemukan objek penelitian. Objek yang digunakan penulis untuk penelitian ini adalah novel Bocchan karya Natsume Soseki yang dicetak ulang pada tahun ) Mengumpulkan data penunjang untuk melakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan objek novel Bocchan yang diciptakan pada zaman Meiji, sehingga dibutuhkan data penunjang mengenai keadaan sosial masyarakat Jepang dan sejarah Jepang terutama pada zaman Meiji. 3) Analisis novel. Setelah menentukan objek penelitian dan mendapatkan data penunjang penelitian, analisis terhadap novel Bocchan dimulai dengan menganalisis unsur intrinsik dengan teori strukturalisme dan selanjutnya menganalisis dekadensi moral yang terdapat dalam novel dengan teori sosiologi sastra. 4) Menarik kesimpulan. Langkah terakhir yang dilakukan setelah melakukan penelitian adalah menarik kesimpulan. Penelitian sastra ini bersifat kualitatif, yakni memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskriptif. Metode kualitatif

19 19 memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data yang dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya atau melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini terdiri atas empat bab, yaitu sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II memuat analisis strukural yang meliputi ringkasan cerita novel Bocchan, tema, tokoh, latar yang diacu oleh teks serta keterkaitan antarunsur dalam membangun kesatuan makna. Bab III merupakan analisis sosiologi sastra yang mencakup gambaran masyarakat Jepang setelah Restorasi Meiji, gambaran masyarakat Jepang yang terungkap dalam novel, dan korelasi antara dekadensi moral tokoh-tokoh antagonis dengan dekadensi moral yang terjadi dalam masyarakat pada zaman setelah Restorasi Meiji. Bab IV berisikan kesimpulan yang telah didapat berdasarkan hasil penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN 2.1 Tinjauan pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Telaah yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah setelah diberi arti oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 91)

BAB I PENDAHULUAN. indah setelah diberi arti oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 91) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah hasil cerminan dari sebuah budaya kelompok masyarakat yang menceritakan tentang interaksi manusia dengan lingkungannya dan merupakan hasil kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sastra berhubungan erat dengan masyarakatnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan munculnya berbagai hasil karya sastra yang mengangkat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang dipengaruhi oleh segi-segi sosial dan budaya. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) menyatakan bahwa tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua macam sifat yaitu, karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non imajinasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik merupakan bagian penting dari kehidupan manusia dan merupakan situasi yang wajar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sastra mengambil isi sastra tersebut dari kehidupan sehari-hari yang terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sastra mengambil isi sastra tersebut dari kehidupan sehari-hari yang terdapat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Isi yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra adalah proses karya budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika keindahan, dalam karya sastra itu sendiri banyak mengankat atau menceritakan suatu realitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara maju di Asia yang banyak memiliki sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di terjemahkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain. Sastra adalah komunikasi. Bentuk rekaman atau karya sastra tadi harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Horatius, yaitu dulce et utile yang berarti menghibur dan mengajar. Kesenangan dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisi penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan preposisi-preposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan 1. Beberapa pengertian sastra menurut Wellek dan Austin Warren dapat dilihat pada pernyataan di bawah ini, kecuali: a. sebuah ciptaan, kreasi, bukan hanya imitasi b. menghadirkan sintesa antara hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni, karena itu sastra mempunyai sifat yang sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni, karena itu sastra mempunyai sifat yang sama dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya seni, karena itu sastra mempunyai sifat yang sama dengan karya seni yang lain. Seperti seni suara, seni lukis, seni pahat dan lain-lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-Nilai Kemanusiaan Menurut Clarry Sadadalam http://jhv.sagepub.com&http://www.globalresearch. ca/index.php?contex =view Article)nilai adalah ide atau gagasan, konsep seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan elegannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila membicarakan Jepang, maka hal yang akan terbayang adalah sebuah Negara modern di mana penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya, dan sebutan-sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini karya sastra banyak berisi tentang realitas kehidupan sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang percintaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat bahwa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai media hiburan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Sebelas Patriot merupakan novel yang berlatar belakang kecintaan terhadap tanah air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu bentuk media yang digunakan untuk menerjemahkan ide-ide pengarang. Di dalam karya sastra, pengarang merefleksikan realitas yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK Penelitian ini mengambil novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu zaman. Artinya, melalui karya sastra, kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan pencerminan masyarakat, melalui karya sastra, seorang pengarang

Lebih terperinci