BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Penelitian mengenai bushido dan penyimpangannya dalam karya sastra

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Penelitian mengenai bushido dan penyimpangannya dalam karya sastra"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai bushido dan penyimpangannya dalam karya sastra Jepang yang berjudul Samurai karya Takashi Matsuoka sepanjang yang diketahui belum ada. Namun penelitian mengenai bushido dalam karya sastra yang lain cukup sering ditemukan. Di antaranya adalah: 1. Skripsi dari Universitas Sumatera Utara yang berjudul Etika Bushido dalam Novel Shiosai karya Yukio Mishima yang diteliti oleh Anto Gultom. Skripsi ini memfokuskan pada etika bushido di dalam novel Shiosai yang menekankan pentingnya sebuah kesetiaan dalam menjalankan suatu tanggung jawab walaupun beban tugas yang diberikan cukup berat. Etika moral bushido ini adalah keberanian, kejujuran, kehormatan, kesopanan, kebajikan, kesetiaan, ketulusan dan keteguhan hati. 2. Skripsi dari Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang berjudul Analisis Tujuh Prinsip Bushido dalam Novel Young Samurai the Way of the Sword karya Chris Bradford oleh Wulandari Fikri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Novel Young Samurai the Way of the Sword merupakan sebuah novel yang menyajikan sisi kehidupan masyarakat Jepang pada abad ke-16. Dimana pada saat itu merupakan zaman yang penuh dengan sejarah kebangkitan feodal Jepang. Zaman tersebut merupakan zaman 11

2 12 yang banyak melahirkan kekuatan-kekuatan militer Jepang, seperti dengan adanya kemunculan bushi atau yang dikenal dengan samurai pada saat sekarang. Dalam bushido terkandung beberapa prinsip dan nilai-nilai yang menjadi pedoman hidup seorang samurai. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam semangat bushido yang harus dimiliki seorang samurai menurut Bradford terdiri dari tujuh prinsip antara lain, gi (integritas), yu (keberanian), jin (welas asih atau kasih sayang), rei (hormat), makoto (kejujuran), meiyo (martabat), dan chungi (kesetiaan). Novel Young Samurai the Way of The Sword, menceritakan kisah Jack seorang anak berusia dua belas tahun berkebangsaan Inggris yang telah belajar memahami banyak hal tentang pelajaran-pelajaran mengenai berbagai macam nilai-nilai bushido di sebuah sekolah yang bernama Niten Ichi Ryo setelah ia diangkat sebagai anak oleh seorang daimyo yang bernama Masamoto. Kisah ini terjadi pada zaman Edo, dimana pada zaman ini merupakan zaman yang memuat sejarah kebangkitan feodal Jepang, yang melahirkan sistem militer Jepang, seperti dengan terbentuknya bushi atau samurai. 3. Skripsi dari Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang berjudul Analisis Nilai Kesetiaan Bushidou Dihubungkan dengan Karoushi karya Johan Kristian Napitupulu. Pada zaman feodal di Jepang bushido merupakan konsep pengabdian diri bushi. Di dalam ajaran bushido terdapat nilai-nilai kejujuran, kesopanan, kesetiaan, kehormatan, kebajikan dan keteguhan hati. Pada awalnya konsep pengabdian diri bushi disebut dengan bushido yang

3 13 ditandai dengan pengabdian diri yang mutlak dari anak buah terhadap tuannya, sehingga anak buah melakukan junshi yaitu bunuh diri mengikuti kematian tuannya. Kesetiaan untuk kepentingan bersama dan tuannya merupakan pemenuhan kewajiban samurai untuk mentaati nilai-nilai bushido. Perilaku junshi yang dilakukan bushi merupakan salah satu cerminan perilaku dari adanya budaya rasa malu di Jepang. Prinsip ketidakmampuan. membalaskan budi baik tuan membuat mereka melakukan pengabdian yang mutlak diluar dari pemikiran rasional. Rasa malu mengakibatkan pengabdian yang paling tinggi yang dilakukan para bushi terhadap tuannnya. Dalam hal ini rasa malu bagi bushi dapat diartikan dengan jalan kematian sehingga menjadi pedoman bagi setiap bushi. Seorang bushi membalaskan budi baik tuannya dengan cara mengabdi sampai mati untuk tuannya dengan melakukan junshi. Apabila seorang bushi tidak melakukan junshi setelah kematian tuannya maka masyarakat akan menilainya bushi pengecut sehingga ia akan merasa malu. Pada masa modern ini corak pengabdian diri bushi terlihat pada fenomena karoshi. Karoshi dapat diartikan kematian yang disebabkan karena terlalu banyak bekerja. Fenomena karoshi yang terjadi pada pekerja di Jepang, memiliki kesamaan dengan perilaku junshi yang dilakukan oleh kaum bushi, yaitu sebagai bentuk pengabdian terhadap atasan. 4. Skripsi dari Unversitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang berjudul Analisis Kesetiaan pada Tokoh-Tokoh Samurai dalam Komik Shanaou Yoshitsune karya Sawada Hirofumi karya Marnita Widya U.N. Simbolon.

4 14 Komik Shanaou Yoshitsune karya Sawada Hirofumi merupakan komik yang menceritakan tentang kesetiaan para samurai dalam memperjuangkan kehormatan klannya (keluarga), yang telah direbut oleh klan samurai lain. Di dalam cerita ini terdapat 3 jenis makna kesetiaan berdasarkan Bushido secara umum, yaitu kesetiaan berdasarkan ekonomi, kesetiaan berdasarkan moral dan kesetiaan berdasarkan keterpaksaan. Makna kesetiaan itu sendiri merupakan kehormatan tertinggi bagi seorang samurai sehingga mereka rela mengorbankan nyawanya sendiri. Samurai merupakan kaum petarung yang mempunyai kemampuan dalam seni bela diri. Selain pedang, seorang samurai juga memiliki banyak kemampuan dan keahlian dalam menggunakan busur dan panah. Para samurai akan menjadi seorang ksatria semenjak ia mulai menjadikan dirinya seorang samurai sampai ia mati. Mereka tidak mempunyai rasa takut terhadap bahaya. Kumpulan samurai disebut dengan Bushi. Sedangkan Bushido merupakan prinsip hidup samurai dalam ajaran Shinto. Dalam ajaran Shinto, Bushido dibekali dengan ajaran kesetiaan dan patriotisme. Bagi seorang samurai, penghormatan adalah segalanya. Kehormatan terbesar adalah kemampuannya untuk melakukan Bushido, yang apabila dilihat dari kanjinya bermakna, jalan hidup ksatria. Ini merupakan kode etik dan jalan hidup bagi seorang samurai di Jepang. Bushido lebih ditekankan pada pelayanan diri sendiri, keadilan. Rasa malu, adab sopan santun, kemurnian, rendah hati, kesederhanaan, semangat bertarung, kehormatan, kasih sayang, dan yang paling utama adalah kesetiaan.

5 15 5. Penelitian dari Universitas Airlangga pada tahun 2006 yang berjudul Representasi Nilai-Nilai Bushido dalam Film Produksi Hollywood: Studi Semiotik Tentang Representasi Nilai-Nilai Bushido dalam Film The Last Samurai karya Jatu Arrumurti Mursito. Film, sebagai suatu media penyampai pesan sekaligus sebagai sebuah produk budaya, film juga fak lepas dari kekuasaan yang dimiliki oleh pembuat film untuk memasukkan berbagai nilai maupun elemen yang mendasari hal yang tampak dalam film tersebut. Budaya Jepang, dalam konteks ini yaitu Bushido, sebagai pedoman moral yang menjadi tuntunan dalam menjalankan prinsip hidup seorang samurai yang ingin direpresentasikan melalui kacamata budaya barat, yaitu Hollywood. Bushido, sebagai sebuah elemen dari budaya Jepang tentunya dengan berbagai macam nilai di dalamnya dianggap sebagai suatu realitas kemudian diangkat menjadi sebuah representasi identitas kultural dalam film The Last Samurai. Dimana, dalam representasi tersebut sudah tentu termuati kandungan makna dari suatu budaya timur yang coba diangkat ke dalam sebuah media oleh budaya barat, dalam konteks ini adalah Hollywood. Fokus permasalahan dari penelitian ini, yaitu tentang bagaimana nilai-nilai Bushido direpresentasikan dalam film produksi Hollywood, yakni The Last Samurai. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana suatu realitas ditampilkan kembali dalam sebuah film yakni The Last Samurai. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menggali data yang berkaitan dengan permasalahan yang diajukan, yakni representasi dalam film produksi

6 16 Hollywood dalam film The Last Samurai. Melalui pendekatan kualitatif dan menggunakan metode semiotik, maka informasi yang diperoleh akan diatur ke dalam pola-pola tertentu, yang kemudian diinterpretasi dan ditarik kesimpulan mengenai representasi Bushido dalam film produksi Hollywood, yakni The Last Samurai. Dari hasil analisis dan interpretasi peneliti melalui data yang diambil, serta mengacu pada beberapa literatur yang membahas mengenai sejarah budaya Jepang, peneliti menginterpretasi bahwa dalam film ini enam prinsip nilai yang terkandung dalam Bushido direpresentasikan melalui tiga level semiotik. Keenam nilai tersebut, yakni honour (kehormatan), loyality (kesetiaan), bravery (keberanian), discipline (kedisiplinan ), sincerity (kejujuran), serta politeness (kesopansantunan).masing-masing dari keenam nilai tersebut terepresentasi pada tiga level dalam semiotik yang digunakan untuk menganalisis data, yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi. Oleh karena itu, penelitian terhadap nilai bushido dan penyimpangannya dalam novel Samurai karya Takashi Matsuoka ini perlu dilakukan, dengan harapan dapat menambah informasi mengenai nilai bushido dan penyimpangannya yang terdapat dalam karya sastra Jepang. Bushi adalah golongan militer yang dikenal juga sebagai ahli-ahli pedang Jepang atau disebut juga dengan samurai. Benedict (1982: 335) mengatakan samurai adalah prajurit feodal yang berpedang dua. Situmorang (1995: 11) menjelaskan

7 17 bahwa bushi adalah kelompok petani yang dipersenjatai untuk mengabdi kepada tuannya kizoku (keluarga bangsawan) dalam mempertahankan eksistensi shoen dan dozoku tuannya yang mengakibatkan para bushi saling berperang. Setelah bushi berhasil menjalankan tugasnya, lama kelamaan mereka tidak tergantung lagi pada kizoku melainkan kizoku akhirnya bergantung pada bushi. Sehingga kelompok bushi ini menjadi kelompok yang disegani. Bushido atau jalan hidup bushi menurut Kawakami dalam Bellah (1985: 121) pada awalnya berkembang dari kebutuhan-kebutuhan praktis para prajurit, selanjutnya dipopulerkan oleh ide-ide moral Konfusius tidak hanya sebagai moralitas kelas prajurit tetapi juga sebagai landasan moral nasional. Kelas samurai secara sangat sadar dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas. Benedict (1982: 333) mengatakan bushido adalah tata cara samurai yang merupakan sebuah perilaku tradisional yang ideal. Inazo Nitobe (dalam Benedict, 1982: 333) mengatakan bushido adalah perpaduan antara kehormatan, kesopanan, kesetiaan dan pengendalian diri. Tsunetomo dalam Religi Tokugawa mengatakan 4 sumpah bushi sebagai berikut: 1. supaya bushi mampu mematuhi peraturan yang berlaku bagi bushi 2. supaya menjadi bushi yang berguna bagi tuan 3. supaya menjadi bushi yang mengabdi kepada orang tua 4. supaya menjadi bushi yang berhati jujur kepada sesama manusia.

8 18 Kesetiaan ini diwujudkan dengan bunuh diri mengikuti kematian tuannya ataupun mewujudkan balas dendam tuannya. Bushido lama dapat ditandai dengan pengabdian diri yang mutlak dari anak buah terhadap tuannya dan kemudian diikuti dengan pengabdian kepada orang tua (Situmorang, 1995: 21). 2.2 Konsep Falsafah Samurai (Bushido) Sistem nilai budaya terdiri atas konsep-konsep yang hidup dalam pikiran sebagian besar masyarakat. Konsep-konsep tersebut berkenaan dengan hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dalam kehidupan masyarakat, sistem nilai ini berkaitan erat dengan sikap dan tingkah laku manusia. Sistem nilai adalah bagian terpadu dalam etika moral, yang dalam manifestasinya dijabarkan dalam norma-norma sosial, sistem hukum dan adat yang berfungsi sebagai tata kelakuan untuk mengatur masyarakat. Misalnya dalam masyarakat Jepang ada sistem nilai budaya filsafat samurai (bushido) yang bersumber dari ajaran Buddha aliran Zen, Shintoisme dan Konfusionis. Bushido terdiri dari kata bushi (ksatria atau prajurit) dan do (jalan). Bushido atau jalan ksatria merupakan sebuah sistem etika atau aturan moral keksatriaan yang berlaku di kalangan samurai khususnya di zaman feodal Jepang (abad 12-19). Makna bushido secara umum adalah sikap rela berkorban bagi pimpinan atau negara. Pada zaman feodal itu, pengelompokan dalam masyarakat amat ketat dijalankan, dimana

9 19 bushi atau samurai menempati posisi tertinggi. Mereka sangat disegani dan ditakuti oleh masyarakat, terlebih pada zaman Tokugawa, saat diterapkannya politik sakoku bentuk etika, diterapkan dengan ketat, dan diajarkan pada masyarakat. Kode bushido mengendalikan setiap aspek kehidupan para samurai. Petunjuk utama para samurai dalam hukum tersebut adalah mereka harus mengembangkan keahlian olah pedang dan berbagai senjata lain, berpakaian dan berperilaku secara khusus, serta mempersiapkan kematian yang bisa terjadi sewaktu-waktu ketika melayani tuannya. Mereka mengabdikan kesetiaan itu sebagai standar moral tinggi untuk semua tindakan dalam kehidupan. Bushido sudah terimplementasikan secara baik dan sudah menjadi sistem kepribadian bagi setiap masyarakat Jepang (Agustian, 2010: 40). Nilai-nilai tersebut yaitu: 1. Gi ( 義 - integritas ) : mempertahankan etika dan menjaga kejujuran Seorang Samurai senantiasa mempertahankan etika, moralitas, dan kebenaran. Integritas merupakan nilai Bushido yang paling utama. Kata integritas mengandung arti jujur dan utuh. Keutuhan yang dimaksud adalah keutuhan dari seluruh aspek kehidupan, terutama antara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Nilai ini sangat dijunjung tinggi dalam falsafah bushido, dan merupakan dasar bagi insan manusia untuk lebih mengerti tentang moral dan etika. Seorang ksatria harus paham betul tentang yang benar dan yang salah, dan berusaha keras melakukan yang benar dan menghindari yang salah. Dengan cara itulah bushido biasa hidup. (Kode Etik Samurai)

10 20 Integritas bisa diartikan kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan, atau ketulusan. Semua arti kata itu tepat sekali mendukung pembentukan sosok pribadi manusia sesuai yang diharapkan yaitu manusia yang paripurna atau secara sederhana ialah manusia yang penuh dengan kemuliaan. Dalam kamus Oxford memiliki dua arti yang terkait dengan kepribadian seseorang: jujur dan utuh. Integritas berasal dari bahasa Latin integrate yang artinya komplit. Kata lain dari komplit adalah tanpa cacat, sempurna, tanpa kedok. Maksudnya adalah apa yang ada di hati dan yang kita ucapkan, yang kita pikirkan dan yang kita lakukan adalah sama. 2. Yū ( 勇 Keberanian) : berani dalam menghadapi kesulitan Keberanian merupakan sebuah karakter dan sikap untuk bertahan demi prinsip keberanian yang dipercayai meski mendapat berbagai tekanan dan kesulitan. Keberanian merupakan ciri para samurai, mereka siap dengan risiko apapun termasuk mempertahankan nyawa demi memperjuangkan keyakinan. Keberanian mereka tercermin dalam prinsipnya yang menganggap hidupnya tidak lebih berharga dari sebuah bulu. Namun demikian, keberanian samurai tidak membabibuta, melainkan dilandasi latihan yang keras dan penuh disiplin. Keberanian merupakan aset yang sangat berharga bagi siapapun yang hidup di dunia ini. Tanpa keberanian seseorang tidak akan menjadi siapa-siapa dan tidak akan meraih kesuksesan. Keberanian bisa menjadikan samurai yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Keberanian memungkinkan seseorang untuk keluar dari kesulitan dan bahkan berhasil meraih kesuksesan.

11 21 Yang menarik dalam kode bushido dijelaskan bahwa sikap pemberani tidak saja terlihat dalam situasi perang, namun juga dalam keadaan damai. Keberanian bukanlah sesuatu yang hanya tampak pada saat seseorang mengenakan baju besi, mengangkat senjata, lalu bertempur dalam peperangan. Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut itu sudah bisa tampak dalam kehidupan sehari-hari meski tanpa perang. 3. Jin ( 仁 Kemurahan hati) : mencintai sesama, kasih sayang dan simpati Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (yin) dan (yang). Jin mewakili sifat feminin. Meski berlatih ilmu pedang dan strategi berperang, para samurai harus memiliki sifat pengasih dan peduli pada sesama manusia. Sikap ini harus tetap ditunjukkan baik di siang hari yang terang-benderang, maupun di kegelapan malam. Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan. Kasih sayang dan kepedulian tidak hanya ditujukan pada atasan dan pimpinan namun pada kemanusiaan. Sikap ini harus tetap ditunjukan baik di siang hari yang terang benderang, maupun di kegelapan malam. Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan. 4. Rei ( 礼 Menghormati) : Hormat kepada orang lain. Ksatria tidak pernah bersikap kasar dan ceroboh, namun senantiasa menggunakan kode etiknya secara sempurna sepanjang waktu. Sikap santun dan hormat tidak saja ditujukan pada pimpinan dan orang tua, namun kepada tamu atau siapa pun yang ditemui. Sikap santun meliputi cara duduk, berbicara, bahkan dalam

12 22 memperlakukan benda ataupun senjata. Hingga saat ini kesantunan para samurai masih terlihat pada cara orang Jepang merundukkan kepalanya sebagai tanda hormat. Apakah kau sedang berjalan, berdiri diam, sedang duduk, atau sedang bersandar, di dalam perilaku dan sikapmu lah kau membawa diri dengan cara yang benar-benar mencerminkan prajurit sejati. (Kode Etik Samurai) 5. Makoto atau ( 信 Shin) : Kejujuran dan tulus-ikhlas. Jujur dan tulus ikhlas merupakan kode etik samurai yang berarti berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Para ksatria harus menjaga ucapannya dan selalu waspada tidak menggunjing, bahkan saat melihat atau mendengar hal-hal buruk tentang siapapun. 6. Meiyo ( 名誉 nama baik) : Menjaga kehormatan diri dan kemuliaan Bagi samurai cara menjaga kehormatan adalah dengan menjalankan kode bushido secara konsisten sepanjang waktu dan tidak menggunakan jalan pintas yang melanggar moralitas. Seorang samurai memiliki harga diri yang tinggi, yang mereka jaga dengan cara perilaku terhormat. Salah satu cara mereka menjaga kehormatan adalah tidak menyia-nyiakan waktu dan menghindari perilaku yang tidak berguna. Malu adalah budaya leluhur dan turun-temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri) dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Jika kau di depan publik, meski tidak bertugas, kalau tidak boleh sembarangan bersantai. Lebih baik kau membaca, berlatih kaligrafi, mengkaji sejarah, atau tatakrama keprajuritan. (Kode Etik Samurai)

13 23 7. Chūgo ( 忠義 kesetiaan) : Kesetiaan kepada satu pimpinan dan guru Kesetiaan ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Kesetiaan seorang ksatria tidak saja saat pimpinannya dalam keadaan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, pimpinan mengalami banyak beban permasalahan, seorang ksatria tetap setia pada pimpinannya dan tidak meninggalkannya. Puncak kehormatan seorang samurai adalah mati dalam menjalankan kehormatan seorang samurai adalah mati dalam menjalankan tugas dan perjuangan. Seorang ksatria mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melakukan pelayanan tugas. (Kode Etik Samurai) 8. Tei ( 悌 ) : Menghormati orang tua dan menghargai tradisi Samurai sangat menghormati dan peduli pada orang yang lebih tua baik orang tua sendiri, pimpinan, maupun para leluhurnya. Mereka harus memahami silsilah keluarga juga asal-usulnya. Mereka fokus melayani dan tidak memikirkan jiwa dan raganya pribadi. Tak peduli seberapa banyak kau menanamkan loyalitas dan kewajiban keluarga di dalam hati, tanpa prilaku baik untuk mengekspresikan rasa hormat dan peduli pada pimpinan dan orang tua, maka kau tak bisa dikatakan sudah menghargai cara hidup samurai. (Kode Samurai). Dalam masyarakat Edo, bushi sering dikatakan sebagai pemelihara moralitas, karena pekerjaan bushi bukan mengolah, bukan berdagang dan bukan berperang. Di dalam masyarakat yang damai karena tidak ada perang maka bushi menjadi penganggur. Oleh karena itu dalam ajaran shido dikatakan bahwa bushi harus

14 24 menyadari eksistensinya sebagai hati di dalam badan. Bushi adalah sebagai guru masyarakat Sejarah Samurai Asal muasal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato, yaitu klan terkuaat di Jepang hingga abad ketujuh Masehi. Istilah samurai, berasal dari kata kerja bahasa Jepang saburau yang berarti melayani. Pada awalnya istilah mengacu kepada seseorang yang mengabdi kepada bangsawan. Yang dinamakan samurai hanya mereka yang lahir dari keluarga terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran. Selanjutnya keluarga Yamato kesulitan mempertahankan kekuasaannya dan mulai mendelegasikannya pada mantan pesaing yang berfungsi sebagai gubernur. Ketika kekaisaran Yamato makin melemah, para gubernur lokal justru makin kuat. Beberapa gubernur mereka menguasai negara hingga tahun Seiring berjalannya waktu, semua naggota kelas penguasa, mulai dari shogun hingga ksatria yang paling rendah secara umum disebut sebagai samurai. Pada awal sejarah samurai, khususnya pada masa berlaku pertarungan satu lawan satu, pertarungan berdasarkan pada kemuliaan para prajuritnya. Para petarung saling menghargai satu sama lain. Mereka juga memiliki kehormatan diri yang sangat kuat, yang didasarkan pada ajaran etika prajurit. Beberapa peraturan berubah seiring berjalannya waktu dan dengan adanya perjanjian-perjanjian dengan prajurit asing. Salah satu dari perubahan tersebut terjadi

15 25 pada abad ke-13, saat pasukan Mongolia menginvasi Jepang bagian Selatan. Perubahan ini terjadi karena jumlah pasukan Mongolia saat itu jauh mengungguli pasukan Jepang. Mereka juga memiliki senjata yang lebih canggih seperti meriam, panah beracun, dan pasukan pemanah yang mampu menembakkan panah bertubi-tubi dalam peperangan. Para prajurit Mongolia juga tidak menghargai etika keprajuritan seperti layaknya para samurai, maka sulit bagi para samurai untuk menerima cara bertarung yang demikian. Para samurai telah terbiasa mengenal secara personal musuh mereka, dan sekarang mereka harus melawan sebuah pasukan yang sama sekali asing. Etika yang dijunjung tinggi pada pertarungan-pertarungan sebelumnya pun tidak dapat diaplikasikan. Pengalaman melawan pasukan Mongolia mengajarkan para samurai bahwa tidak semua prajurit memiliki etika dalam bertarung. Pada tahun 1400, jumlah anggota kelompok samurai di Jepang mencapai angka 10 persen dari seluruh populasi masyarakat. Karena tidak ada masa peperangan, para samurai mulai merambah ke berbagai aspek budaya. Para samurai menggabungkan latihan keras dalam seni perang dengan studi ilmu klasik China seperti sastra, puisi, kaligrafi, seni lukis, dan seni keramik. Semakin tinggi derajat samurai termasuk shogun, maka semakin penting pula pelajaran tersebut baginya. Keadaan aman tanpa perang berlangsung hingga tahun 1467 sebelum akhirnya pemerintahan shogun melemah dan para daimyo mulai berusaha mengambil alih kekuasaan tertinggi dan era pedang dimulai lagi. Periode berikutnya dikenal dengan periode Sengoku yang berarti periode perang- berlangsung selama 101 tahun. Pada masa itu serangkaian pertempuran dan

16 26 peperangan hebat terjadi di kalangan daimyo untuk saling menguasai. Selama periode perang tersebut keahlian luar biasa dalam seni olah pedang serta senjata lain menjadi sebuah keharusan bagi para samurai. Setiap shogun dan daimyo di seluruh Jepang mebentuk dojo atau sekolah bela diri yang dipimpin oleh para master atau pendekar Jepang. Perang antar klan ini menimbulkan kekacauan dan kehancuran. Tak terhitung banyaknya warisan seni dan budaya yang dihancurkan seperti kuil, bangunan kuno, perpustakaan yang hancur dan hilang lenyap. Masa beriktunya Jepang berhasil disatukan sehingga mencapai masa perdamaian oleh tiga shogun yaitu: Oda Nobunaga ( ), Toyotomi Hideyoshi ( ), dan Tokugawa Ieyasu ( ). Setelah satu abad lebih mengalami kekacauan, masa damai itu berdampak pada kemakmuran ekonomi dan perkembangan seni dan budaya yang terus meningkat. Arsitektur benteng menjadi marak, minat baru terhadap sastra dan puisi serta lukisan bermunculan. Upacara minum teh mencapai puncaknya sedangkan ilmu bela diri pun terus berkembang. Pada masa pemerintahan Tokugawa diberlakukan kebijakan pengasingan nasional. Semua orang Jepang dilarang meninggalkan negara secara permanen dan menolak semua orang asing mengunjungi Jepan. Jepang benar-benar terisolasi dari dunia internasional. Kebijakan ini menjadi faktor paling penting dan menyebabkan panjangnya masa pemerintahan Tokugawa hingga mencapai 250 tahun.

17 27 Pada masa Tokugawa, samurai menduduki posisi sekaligus memiliki hak-hak istimewa. Bersama dengan keluarga mereka, samurai ini berjumlah sekitar 7-10% populasi nasional. Mereka diberi jaminan hak istimewa sosial yang lebih tinggi dan upah tetap yang turun-temurun berdasarkan undang-undang yang ditetapkan Hideyoshi dan dilanjutkan oleh Tokugawa. Meskipun mereka memiliki hak istimewa, namun sesungguhnya samurai pada masa ini adalah prajurit yang tidak menghadapi perang untuk dimenangkan. Oleh karena itu sebagian dari mereka mencari pekerjaan di bidang lain seperti pemerintahan atau mengajar. Pada masa ini, para samurai sangat besar kesadarannya sebagai sebuah kelas yang memiliki peran unik dan besar dalam sejarah Jepang. Mereka mengutamakan perbuatan dan tingkah laku leluhur mereka dan mencari kemuliaan pada perilaku samurai terdahulu. Di sinilah peran samurai dalam mebentuk karakter seluruh masyarakat Jepang dimulai, yaitu dengan memberikan contoh dan keteladanan kepada kasta yang lebih rendah. Samurai pada masa Tokugawa tersebut menggunakan waktu luang mereka untuk mendapat derajat pendidikan yang melebihi masa-masa sebelumnya. Selama periode ini, para samurai yang sudah mendalami berbgai disiplin ilmu lain di luar seni perang, secara kolektif mulai menuliskan ciri-ciri ideal seorang samurai yang dikenal dengan bushido atau jalan ksatria. Kode ini tidak bisa dijelaskan hanya dalam beberapa kata, namun intinya adalah keyakinan bahwa samurai harus memiliki kesetiaan mutlak pada tuan atau pemimpin mereka. Pada masa selanjutnya, samurai tidak perlu menguji ketaatan dan kesetiaan dengan kerasnya peperangan, namun

18 28 mereka tetap mengabadikan kesetiaan itu sebagai standar moral tinggi untuk semua tindakan dalam kehidupan. Kode etik bushido mengendalikan setiap aspek kehidupan para samurai. Petunjuk utama para samurai dalam hukum tersebut adalah mereka harus mengembangkan keahlian olah pedang dan berbagai senjata lain, berpakaian dan berperilaku secara khusus, dan mempersiapkan kematian yang bisa terjadi sewaktuwaktu ketika melayani tuannya. Bushido kemudian menjadi sebuah hukum dan budaya yang membentuk karakter dan perilaku masyarakat Jepang secara umum, meliputi berbagai aspek kehidupan hingga mencapai tingkatan yang belum pernah diraih sebelumnya. Para samurai pun mengajari kode etiknya kepada anak-anak Jepang selama masa sakoku (isolasi) hingga mencapai 250 tahun. Merapatnya kapal-kapal hitam Amerika di perairan Jepang pada 1853 secara militer memaksa Tokugawa untuk membuka pintu gerbang Jepang dan mengakhiri masa ketertutupan (sakoku). Laksamana Perry yang memimpin angkatan laut Amerika kemudian mengajak berunding agar Jepang membuka diri kepada pihak asing. Diharapkan Shogun membolehkan kapal asing merapat di pelabuhan Jepang dan mengijinkan perdagangan. Saat itu Tokugawa tersadar tradisi yang kaku dan pemerintahan feodalistik tidak bisa mempersatukan dan membangun Jepang. Selanjutnya kekuasaan diserahkan kepada Kaisar Meiji, maka terjadilah modernisasi dan

19 29 perubahan besar-besaran. Pada era inilah terjadinya penggabungan antara sains barat dan bushido dari timur. Sistem feodal kuno dan kelas samurai dihapuskan secara resmi. Meiji memerintahkan para samurai untuk menyarungkan semua katana dan menggantinya dengan undang-undang. Saat itu dua juta samurai dikembalikan ke masyarakat, mereka belajar bahkan pergi ke Amerika. Mereka juga menerjemahkan berbagai buku asing. Pedang diganti dengan pena, namun semangat bushido masih membara di hati para samurai. Perjalanan sejarah menyadarkan masyarakat Jepang untuk selalu mengingat tradisi dan asal-usul semangat mereka. Karena itu masyarakat Jepang menyadari bahwa dunia fisik dan dunia spiritual memiliki kedudukan yang sama-sama penting, dan upaya untuk memisahkan keduanya atau membiarkan keduanya dalam keadaan tidak seimbang akan menghasilkan suatu ketidakharmonisan yang berpotensi menimbulkan bencana dan kerusakan. Kebijaksanaan kuno yang dikenal dengan kode bushido menyatu dalam semua aspek kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Dengan tetap memiliki semangat itu, mereka membangun Jepang dengan mempergunakan sains dan teknologi Novel Secara garis besar karya sastra dibagi atas tiga bentuk, yaitu puisi, prosa, dan drama. Salah satu bentuk karya sastra yang mengalami perkembangan yang sangat

20 30 signifikan adalah prosa. Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah karya sastra yang berbentuk prosa, khususnya novel. Menurut Laelasari dan Nurlaila (2006: 166), novel diartikan sebagai prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orangorang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Konsep novel yang lain dikemukakan oleh Semi (1988: 32). Menurutnya novel dapat diartikan sebagai bentuk karya sastra yang memberikan konsentrasi kehidupan yang lebih tegas. Panjang cerita novel tentunya berbeda dibandingkan dengan cerpen. Jika cerpen memusatkan perhatian pada perwatakan dan satu masalah, maka novel lebih luas dari itu. Kedudukan perwatakan dan jalan cerita yang ditampilkan pengarang berada dalam satu keseimbangan. Hampir senada dengan Semi, Nurgiantoro (1998: 11) mengatakan bahwa novel mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih rinci, lebih detil, dan kompleks. Menurut Umar Kayam dalam Nasution (2000: 22), novel mempermasalahkan kehidupan sehari-hari. Karya sastra (termasuk novel) merupakan media untuk menyampaikan ide, gagasan, protes, persetujuan, dan sebagainya. Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam pula. Namun ukuran luas di sini juga tidak mutlak demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya, sedang perspektif, setting dan lainlainnya hanya satu saja.

21 31 Para pakar sastra lain, seperti Wellek dan Austin (1989: 281) mengatakan bahwa novel-novel modern melukiskan manusia lahir, tumbuh, dan mati. Tokohtokohnya mengalami perkembangan dan perubahan. Di samping itu, siklus kemajuan sebuah keluarga diuraikan sejelas mungkin. Novel dapat dikatakan sebagai salah satu wujud kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap berbagai persoalan dalam kehidupan nyata. Meskipun bersifat fiksi, namun sebuah novel yang baik tentu berisikan perenungan secara intens, penuh kesadaran, serta tanggungjawab pengarang mengenai hakikat kehidupan. 2.3 Landasan Teori Sebuah karya sastra sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Pengarang menciptakan karyanya sebagai pengungkapan dari apa yang telah dilaksanakan, disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah dialami orang tentang kehidupan, apa yang telah direnungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung. Seperti halnya ilmu-ilmu humaniora lainnya, sastra sebenarnya esensi dari kebudayaan. Penelitian suatu karya sastra memiliki manfaat agar manusia lebih memahami nilai-nilai kemanusiaan, kebudayaan bahkan ideologi yang diyakini pengarang. Untuk mengetahui hal-hal tersebut maka dalam sebuah penelitian karya sastra, peneliti memerlukan suatu teori yang menjadi suatu acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut.

22 32 Pada penelitian ini tentu dibutuhkan landasan teori yang berguna untuk mengupas permasalahan yang akan dikaji. Landasan teori dalam penelitian ini merupakan kerangka dasar dalam penelitian. Teori yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah teori antropologi sastra. Antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia (anthropos). Dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam, yaitu: antropologi fisik dan antropologi kultural, maka antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia, seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat istiadat, dan karya seni, khususnya karya sastra. Dalam kaitannya dengan tiga macam bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia, yaitu: kompleks ide, kompleks aktivitas, dan kompleks benda-benda, maka antropologi sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide. Salah satu faktor yang mendorong perkembangan antropologi sastra adalah hakikat manusia sebagai animal symbolicum, yang menolak hakikat manusia sebagai animal rationale. Menurut Cassirer (1990: 65) sistem simbol mendahului sistem berpikir, sebab pada dasarnya pikiran pun dinyatakan melalui simbol. Menurut teori ini, karakteristik yang menandai semua kegiatan manusia adalah proses simbolisme. Dalam teori kontemporer, dominasi pikiran pun mesti didekonstruksi, sehingga sistem simbol, termasuk simbol suku primitif dapat dimanfaatkan dan diartikan. Di satu pihak, simbol tidak seragam, ciri-ciri yang memungkinkan sistem komunikasi dapat berkembang secara tak terbatas.

23 33 Di pihak lain, sesuai dengan pendapat E. Bloch (Ratna, 2004: 351), manusia adalah entitas historis, keberadaannya ditentukan oleh sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, yaitu: a) hubungan manusia dengan alam sekitar, b) hubungan manusia dengan manusia yang lain, c) hubungan manusia dengan struktur dan institusi sosial, d) hubungan manusia dengan kebudayaan pada ruang dan waktu tertentu, e) manusia dan hubungan timbal balik antara teori dan praktik, dan f) manusia dan kesadaran religius atau para-religius. Berdasarkan pada sebuah pengistilahan bahwa karya sastra itu adalah imajinasi. Tetapi perlu diketahui justru dalam daya imajinasi itulah nilai-nilai antropologis dipermain-mainkan. Selebihnya, disitulah letak fokus penelitian antropologi sastra. Antropologi sastra merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru dalam ilmu sastra. Lahirnya model pendekatan antropologi sastra dipicu oleh tiga sebab utama, yaitu: a) baik sastra maupun antropologi menganggap bahasa sebagai objek penting, dan b) kedua disiplin mempermasalahkan relevansi manusia budaya, dan c) kedua disiplin juga mempermasalahkan tradisi lisan, khususnya cerita rakyat dan mitos. Aspek yang kedua sering menimbulkan masalah dalam membedakan batas-batas penelitian di antara antropologi dan sastra. Sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra, sebagai ilmu sosial humaniora jelas mempermasalahkan manusia dalam masyarakat, sekaligus memberikan intensitas pada sastra dan teori sastra. Perbedaannya, sosiologi sastra

24 34 mempermasalahkan masyarakat, psikologi sastra pada aspek-aspek kejiwaan, antropologi sastra pada kebudayaan. Antropologi sastra memberikan perhatian pada manusia sebagai agen kultural, sistem kekerabatan, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Antropologi sastra cenderung memusatkan perhatiannya pada masyarakat kuno, sedangkan sosiologi sastra cenderung memusatkan perhatiannya pada masyarakat modern, masyarakat kompleks. Antropologi sastra pada dasarnya sudah terkandung dalam penelitianpenelitian yang dilakukan oleh Levi-Strauss dalam kaitannya dengan mitos. Levi- Strauss juga memanfaatkan konsep oposisi biner, tabu, dan incest dalam rangka membangun teori mengenai kekeluargaan. Berbagai analisisnya terhadap antropologi yang didasarkan atas model linguistik jelas menandai hubungan yang tidak terpisahkan antara bahasa, sastra, dan budaya. Analisis pandangan dunia, khususnya menurut visi Goldmannian, misalnya, memerlukan pemahaman total terhadap ketiga disiplin tersebut. Pada gilirannya, disiplin sosiologi, psikologi, dan antropologi sastra dimungkinkan untuk mempermasalahkan objek yang sama, sebagai mulitidisiplin. Seperti disinggung di atas, karya sastra mempunyai kebebasan dalam memasukkan hampir keseluruhan aspek kebudayaan manusia. Sastrawan adalah kreator kata- kata, membangun dunia dalam kata. Sastrawan mampu membebaskan substansi kata-kata dan kalimat ke dalam citra (kata-kata dan kalimat) sehingga secara terus menerus tercipta dunia yang

25 35 baru seolah-olah dilihat untuk pertama kali. Sastrawan memiliki kebebasan sesuai dengan hukum-hukum imajinatif fiksional. Sama seperti sosiologi sastra dan psikologi sastra, antropologi sastra pun berfungsi untuk memperkenalkan kekayaan khasanah kultural bangsa sehingga masing-masing kebudayaan menjadi milik bagi yang lain. Lahirnya studi multikultural, postrukturalisme pada umumnya mendorong intensitas studi interdisiplin. Aspek-aspek kebudayaan sama sekali tidak bisa dipahami terpisah dari gejala yang lain. Sastra adalah bagian integral kebudayaan, menceritakan berbagai aspek kehidupan dengan cara imajinatif kreatif, sekaligus masuk akal. Antropologi sastra mempermasalahkan karya sastra dalam hubungannya dengan manusia sebagai penghasil kebudayaan. Manusia yang dimaksudkan adalah manusia di dalam karya, khususnya sebagai tokoh-tokoh. Dalam hubungan inilah karya sastra merupakan studi multikultural sebab melalui karya sastra dapat dipahami keberagaman manusia dengan kebudayaannya. Sama seperti sosiologi sastra, analisis yang berkaitan dengan antropologi sastra yang dimaksudkan adalah karya sastra itu sendiri, dengan memanfaatkan teori dan data antropologi. Pada saat mencipta, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik sebagai kualitas bentuk maupun isi, pengarang menampilkan unsur-unsur tertentu khazanah kultural yang dihayati, sebagai unsur-unsur ketaksadaran antropologis.

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang dipengaruhi oleh segi-segi sosial dan budaya. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa,oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda, walaupun terkadang ada kesamaan seperti halnya kesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain

Lebih terperinci

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 ANALISIS KESETIAAN PADA TOKOH-TOKOH SAMURAI DALAM KOMIK SHANAOU YOSHITSUNE KARYA SAWADA HIROFUMI Skripsi Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka Prinsip utama aikidou adalah gi. Gi terdapat dalam diri aikidouka yaitu jasmani dan jiwa. Jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kira-kira 4000 pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar 370.000 km 2. Kepulauan Jepang terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO. karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO. karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO 2.1 Novel 2.1.1 Novel sebagai Sebuah Karya Fiksi Fananie (2000:6) mengungkapkan bahwa secara umum sastra merupakan karya fiksi yang merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji.

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah, kekaisaran Jepang beberapa kali mengalami masa pasang surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji (1868-1912) dan Kaisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila membicarakan Jepang, maka hal yang akan terbayang adalah sebuah Negara modern di mana penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya, dan sebutan-sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (isolasi) dari dunia luar dengan sistem feodal, yang merupakan transisi ke. Restorasi Meiji kelak sebagai antiklimaks isolasinya.

BAB I PENDAHULUAN. (isolasi) dari dunia luar dengan sistem feodal, yang merupakan transisi ke. Restorasi Meiji kelak sebagai antiklimaks isolasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara di kawasan Asia Timur yang patut diperhitungkan.dengan kehebatannya dalam memadukan tradisi dan modernisasi, menjadikan Jepang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB II NILAI MORAL DALAM MASYARAKAT JEPANG

BAB II NILAI MORAL DALAM MASYARAKAT JEPANG BAB II NILAI MORAL DALAM MASYARAKAT JEPANG Jepang merupakan negara yang mengedepankan tentang nilai moral dalam kehidupan seharihari dan kehidupan bernegara, meski tidak dapat dikatakan semuanya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai keindahan. Sebuah karya sastra bukan ada begitu saja atau seperti agak dibuat-buat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka) (http://wikipedia.org/wiki/bunuhdiri). Salah satu cara yang paling populer bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka) (http://wikipedia.org/wiki/bunuhdiri). Salah satu cara yang paling populer bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Jepang merupakan bagian dari masyarakat yang mudah terpengaruh dengan keadaan sekitar yang dapat membuat mereka merasa tertekan. Tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan Dan Saran. Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya tentang pengaruh konsep

Bab 4. Simpulan Dan Saran. Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya tentang pengaruh konsep Bab 4 Simpulan Dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya tentang pengaruh konsep Bushido pada tentara Kamikaze dalam Film letters from Iwojima penulis menyimpulkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut

BAB I PENDAHULUAN. atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman Edo (1602-1868) pemerintah Jepang melakukan isolasi politik atau yang disebut sebagai Sakoku (negeri tertutup). Akibat isolasi politik tersebut timbullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Sebelas Patriot merupakan novel yang berlatar belakang kecintaan terhadap tanah air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sangat berperan penting sebagai suatu kekayaan budaya bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, mempelajari adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari imajinasi pengarang. Imajinasi yang dituangkan dalam karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari imajinasi pengarang. Imajinasi yang dituangkan dalam karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah hasil ciptaan manusia yang memiliki nilai keindahan yang sangat tinggi. Keindahan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji.

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji. Sebelum melakukan Restorasi, Jepang mengalami masa isolasi selama kurang lebih 250 tahun selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1984: 1). Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-Nilai Kemanusiaan Menurut Clarry Sadadalam http://jhv.sagepub.com&http://www.globalresearch. ca/index.php?contex =view Article)nilai adalah ide atau gagasan, konsep seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan hiburan atau kesenangan juga sebagai penanaman nilai edukatif.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan hiburan atau kesenangan juga sebagai penanaman nilai edukatif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dipakai untuk menyebutkan gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat global meskipun secara sosial, ekonomi dan keagamaan keberadaanya tidak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara maju yang berada di Asia Timur. Dalam Hal keyakinan, Jepang merupakan negara yang membebaskan warga negaranya dalam beragama, seperti yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Sastra lahir atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain. Sastra adalah komunikasi. Bentuk rekaman atau karya sastra tadi harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa. BAB 5 RINGKASAN Bakufu Tokugawa yang berhasil menguasai negeri selama 267 tahun akhirnya jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri untuk mempertahankan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai bushidoyang ada di Jepang dengan melihat bagaimana nilai ini tetap dapat eksis dalam sistem masyarakat yang ada dan diterapkan

Lebih terperinci

bekerja yang dimiliki seseorang atau golongan atau suatu bangsa (Tasmara 1995). Sinamo (2002) menata tiga elemen tesis Schumacher menjadi etos kerja,

bekerja yang dimiliki seseorang atau golongan atau suatu bangsa (Tasmara 1995). Sinamo (2002) menata tiga elemen tesis Schumacher menjadi etos kerja, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dan disertai persaingan yang ketat membuat organisasi membenahi manajemennya dan harus mampu menawarkan

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbedabeda. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut Koentjaraningrat (1976:28).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang kita telah memperkaya khazanah kebudayaan nasional sebagai aset

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang kita telah memperkaya khazanah kebudayaan nasional sebagai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dalam perspektif klasik pernah didefinisikan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menarik. Masyarakat Jepang sendiri terkenal memiliki sifat-sifat seperti

BAB I PENDAHULUAN. dan menarik. Masyarakat Jepang sendiri terkenal memiliki sifat-sifat seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jepang dikenal sebagai negara yang maju dan berkembang pesat. Selain itu Jepang dikenal pula sebagai negara yang memiliki kebudayaan yang unik dan menarik. Masyarakat

Lebih terperinci