ANALISIS SHARING DANA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SHARING DANA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS SHARING DANA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT Oleh: TIM PENYUSUN Dr. Danny Meirawan, M.Pd. Dr. H. Johar Permana, MA. Drs. Abu Bakar, M.Pd. TIM VALIDATOR: Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed. Prof. Dr. H. Abin Syamsudin Makmun, MA. Prof. Dr. Nanang Fattah, M.Pd. Cepi Triatna, S.Pd., M.Pd. Nani Hartini, S.Pd. M.Pd. Seminar validasi dilakukan pada Rabu, 25 November 2009 di Isola Resort (Training Center) Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

2 I. LATAR BELAKANG Pembiayaan pendidikan bukan saja tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (provinsi dan kab./kota). Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam PP 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 2 ayat (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Implementasi perundang-undangan yang dimaksud memerlukan tekad yang kuat dari pemerintah dan pemerintah daerah. Penganggaran pendidikan 20% pada tahun 2009 telah dicanangkan oleh pemerintah pusat dan beberapa pemerintah daerah. Tekad ini telah ditegaskan dalam pidato presiden SBY dan Gubernur Jawa Barat pada HUT RI ke-63. Dalam kesempatan pidato kenegaraan Presiden RI pada tanggal 15 Agustus 2008 didepan Sidang Istimewa DPR di Jakarta, Presiden SBY mencanangkan besaran anggaran pendidikan sebesar 20 % untuk pendidikan di Tahun Begitupun untuk tingkat Jawa Barat, Gubernur Ahmad Heryawan juga mencanangkan anggaran pendidikan 20 % pada tahun 2009 yang ia tegaskan pada pidato ketika memperingati HUT Kemerdekaan RI Ke-63 Tahun 2008, 17 Agustus 2008 di Lapang Gasibu Bandung. Mengapa pendidikan memerlukan begitu banyak dana? PP 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dana pendidikan dibagi kepada biaya operasional, biaya investasi, dan biaya personal. Komponen pembiayaan yang menjadi urusan pemerintah, khususnya untuk pendidikan dasar 9 tahun ada dua, yaitu biaya operasional dan biaya investasi. Biaya operasional adalah biaya personalia dan non personalia. Biaya personalia pendidikan terdiri dari biaya personalia unit satuan pendidikan dan biaya personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan. Biaya investasi adalah biaya investasi lahan pendidikan dan investasi selain lahan pendidikan. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyelenggaraan pendidikan tidak cukup hanya dengan mengandalkan dana dari satu sumber, seperti dari pemerintah pusat saja, atau pemerintah daerah seperti kabupaten/kota saja, tetapi harus diakomodasi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kab./kota). Berapa proporsi untuk masingmasing pihak dalam pembiayaan pendidikan ini? Apakah pemerintah pusat 50%, pemerintah provinsi 30%, dan pemerintah Kab./Kota 20%? Atau ada formula lain lain untuk mengalokasikan pembiayaan pendidikan ini. Apakah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur akan hal tersebut? Lalu bagaimana implementasi pembagian kewenangan untuk membiayai pendidikan ini? Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 1

3 II. MASALAH PENELITIAN Penelitian ini mengkaji tiga masalah, yaitu: 1. Bagaimana kebutuhan nyata pembiayaan pendidikan dasar dan menengah di Provinsi Jawa Barat, baik kategori biaya investasi, biaya operasional, maupun biaya personal? 2. Bagaimana sumber-sumber dan proporsi (persentase) pemenuhan kebutuhan nyata pembiayaan pendidikan dasar dan menengah di Provinsi Jawa Barat? 3. Bagaimana posisi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam upaya pemenuhan kebutuhan pembiayaan pendidikan dasar dan menengah di Provinsi Jawa Barat? III. METODE PENELITIAN Analisis pembiayaan pendidikan ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data mengenai alokasi, besaran, dan sumber biaya pendidikan pada level kabupaten/kota, sekolah, dan orang tua. Pendekatan kualitatif untuk mengidentifikasi dan mendalami data dan informasi langsung dan tidak langsung yang dianggap tidak logis atau data kuantitatif yang memerlukan pendalaman. Teknik penggalian data menggunakan angket, studi dokumen, dan wawancara pendalaman. Angket merupakan isian mengenai pembiayaan di dinas pendidikan kab./kota, sekolah dan orang tua. Studi dokumen dilakukan pada APBS, DIPA dinas pendidikan kab./kota, DIPA Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, dan profil pendidikan di kab./kota dan Provinsi Jawa Barat. Wawancara dilakukan setelah responden penelitian mengisi angket atau setelah peneliti mengkaji dokumen-dokumen lembaga. Tujuan wawancara adalah mendalami data dan informasi yang didapat dari angket atau dokumen resmi. Populasi penelitian adalah 26 kab./kota. Untuk kepentingan penelitian diambil 13 kab./kota dengan kriteria Kab./kota yang memiliki PAD tinggi, sedang dan rendah. Sumber data sekolah di kab./kota dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu: sekolah bermutu tinggi, sekolah bermutu sedang, dan sekolah bermutu rendah. Kriteria mutu mengacu pada: jumlah siswa, angka kelulusan, rerata UASBN, dan serapan lulusan pada sekolah jenjang selanjutnya yang pavorit. Total responden adalah 19 responden x 13 Kabupaten/Kota = 247 responden. Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 2

4 13 Kabupaten/kota yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah: Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Kabupaten Purwakarta Kabupaten Sumedang Kabupaten Cirebon Kabupaten Indramayu Kota Depok Kota Bekasi Kota Bandung Kota Cimahi Kota Bogor Kota Banjar Kota Cirebon Kerangka pikir penelitian adalah sebagai berikut: Pembiayaan pendidikan sebagai salah satu komponen dalam penyelenggaraan pendidikan tidak berdiri sendiri tetapi selalu dikaitkan dengan kegiatan produksi pokok atau core business. Dalam penyelenggaraan sekolah, produksi utama sekolah adalah kegiatan belajar mengajar. Artinya bagus atau tidaknya pembiayaan pendidikan harus dilihat pada sejauhmana biaya yang ada dapat mendukung terjadinya layanan KBM yang efektif. Tentu saja KBM ini tidak berdiri sendiri, tetapi didukung oleh berbagai faktor atau komponen, seperti karakteristik siswa itu sendiri, guru, dan fasilitas pembelajaran. Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian mengarahkan pembiayaan pendidikan sebagai suatu sumber daya yang ditujukan untuk mendukung terselenggaranya layanan KBM yang efektif. Ukuran efektifitas utamanya dilihat dari sejauhmana Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 3

5 lulusan/hasil yang dicapai oleh setiap lulusan. Dampak lebih jauh dari pembiayaan pendidikan adalah sejauhmana perilaku peserta didik yang sudah diluluskan dari proses pendidikan memiliki manfaat bagi peserta didik itu sendiri, keluarganya, masyarakat di sekitarnya, dunia usaha dan dunia industry, serta pemerintah (pusat, provinsi, kab./kota, kecamatan, bahkan RW dan RT). Sumber pembiayaan pendidikan tidak saja dari pemerintah dan orang tua/masyarakat, tetapi dapat juga bersumber dari lembaga donor, Negara asing dan berbagai pihak yang berkepentingan dengan pendidikan. Kegiatan belajar dan mengajar yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah KBM yang bermutu. Kebermutuan KBM selalu dikaitkan dengan sejauhmana hasil yang dicapai dari proses pembelajaran yang dilangsungkan. Sebagai sub sistem, dari system persekolahan, KBM sebagai proses tidak lepas dari input dan ouput. Bahkan sebagian analis menganalisisnya sampai kepada output dan outcome. Untuk kepentingan penelitian ini, alokasi biaya sekolah semuanya diorientasikan/diasumsikan untuk mendukung penyelenggaraan atau layanan KBM yang bermutu. IV. TEMUAN DAN ANALISIS A. Gambaran Nyata Kebutuhan Pembiayaan Sekolah Dasar di Jawa Barat Biaya Operasional Sekolah Kebutuhan pembiayaan SD, SMP, dan SMA di Jawa Barat dilihat dari biaya operasional sekolah (BOS) memiliki variasi yang cukup tinggi antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Variasi biaya operasional sekolah terjadi terjadi karena variasi jumlah siswa dan aktivitas serta berbagai layanan yang dilakukan pihak sekolah. Kondisi biaya operasional SD, SMP, dan SMA berbeda dilihat dari kategori sekolah bermutu tinggi, bermutu sedang, dan bermutu rendah. Kriteria sekolah bermutu mengacu pada jumlah siswa per sekolah, angka kelulusan lebih dari 95% tiap tahunnya, Rerata UASBN/UN mencapai 7,00, dan serapan lulusan pada sekolah pavorit di wilayah tersebut lebih dari 50%. Tabel 1 Gambaran unit cost SD, SMP, dan SMA berdasarkan kebermutuan sekolah Level sekolah Sekolah Bermutu tinggi Sekolah Bermutu Rendah Sekolah Bermutu sedang SD Rp 760, Rp 212, Rp 388, SMP Rp 1,634, Rp 241, Rp 503, SMA Rp Rp Rp Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 4

6 Item-item biaya operasional antara SD, SMP dan SMA berbeda dilihat dari keberpihakan biaya terhadap layanan pembelajaran sebagai hal pokok dalam penyelenggaraan persekolahan. Pada sekolah yang dikategorikan memiliki mutu sedang, gambaran persentase alokasi pada masing-masing komponen biaya operasional adalah sebagai berikut: Tabel 2 Persentase alokasi biaya operasional SD dengan kategori mutu tinggi, sedang, dan rendah KOMPONEN BIAYA OPERASIONAL SD BERMUTU TINGGI SEDANG RENDAH Kesejahteraan personalia Peningkatan profesi personalia Penyelenggaraan KBM Penilaian Pemeliharaan dan penggantian Daya dan Jasa Kegiatan kesiswaan Supervisi pembelajaran Biaya lainnya Total Tabel di atas dapat digambarkan sebagai berikut: Persentase Alokasi biaya operasional SD Bermutu Tinggi Bermutu Sedang Bermutu Rendah Gambar 2. Persentase alokasi biaya operasional SD yang bermutu tinggi, sedang, dan rendah Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 5

7 Alokasi biaya operasional SD lebih banyak pada kesejahteraan personalia pada SD yang bermutu tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan alokasi biaya operasional SMP, lebih banyak dialokasikan untuk komponen penilaian pada sekolah-sekolah yang bermutu tinggi dan sedang. Adapun pada SMP yang berkategori bermutu rendah, alokasi terbesar ada pada kesejahteraan personalia. Tabel 3 Persentase alokasi biaya operasional pada SMP bermutu Tinggi, Sedang, dan Rendah KOMPONEN BIAYA OPERASIONAL SMP BERMUTU TINGGI SEDANG RENDAH Kesejahteraan personalia Peningkatan profesi personalia Penyelenggaraan KBM Penilaian Pemeliharaan dan penggantian Daya dan Jasa Kegiatan kesiswaan Supervisi pembelajaran Biaya lainnya Total Dalam gambar, persentase alokasi biaya operasional SMP di atas dapat digambarkan sebagai berikut ini. Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 6

8 Persentase Alokasi Biaya Operasional SMP Bermutu Rendah Bermutu Sedang Bermutu Tinggi Gambar 3 Persentase biaya operasional SMP berkategori tinggi, sedang, dan rendah Pada SMA, alokasi biaya operasional lebih besar pada penyelenggaraan KBM pada SMA yang bermutu tinggi, pada kegiatan kesiswaan bagi SMA yang bermutu sedang dan rendah. Gambaran alokasi biaya operasional untuk masing-masing komponen adalah sebagai berikut: Tabel 4 Persentase alokasi biaya operasional SMA bermutu tinggi, sedang dan rendah KOMPONEN BIAYA OPERASIONAL SMA BERMUTU TINGGI SEDANG RENDAH Kesejahteraan personalia 5,50 3,06 21,43 Peningkatan profesi personalia 9,09 7,50 1,11 Penyelenggaraan KBM 39,75 8,14 22,06 Penilaian 12,03 30,13 16,08 Pemeliharaan dan penggantian 10,37 16,78 8,31 Daya dan Jasa 1,56 3,44 1,94 Kegiatan kesiswaan 21,64 30,48 29,07 Supervisi pembelajaran 0,05 0,47 0 Biaya lainnya Total Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 7

9 Perbandingan antar komponen lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini. Persentase alokasi biaya operasional SMA Bermutu Tinggi Bermutu Sedang Bermutu Rendah Gambar 4 Persentase biaya operasional pada SMA berkategori tinggi, sedang, dan rendah Gambaran besar kecilnya biaya operasional antara satu sekolah dengan sekolah lain dikarenakan ada variasi kegiatan layanan pokok (KBM) dan pendukungnya diantara sekolah-sekolah yang diteliti. Kecenderungannya, pembiayaan belum berpihak kepada dukungan layanan KBM yang lebih bermutu. Disamping nilai nominalnya belum memadai, patut dicermati alokasi-alokasi biaya yang dialokasikan oleh sekolah. Biaya investasi Biaya investasi sekolah (BIS) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk komponen sarana prasarana, pengadaan tenaga dan komponen lain yang dilakukan dalam kurun waktu lebih dati satu tahun. Rincian BIS dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini. 1. Sarana dan Prasarana a. Biaya pembebasan tanah untuk lahan sekolah b. Bangunan, meliputi: Biaya untuk pembangunan ruang kelas baru, Biaya untuk pembangunan ruang Tata Usaha, Biaya untuk pembangunan ruang Kepala Sekolah, Biaya untuk pembangunan Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 8

10 ruang Wakil KS, Biaya untuk pembangunan ruang Guru, Baiaya untuk pembangunan ruang Perpustakaan, Biaya untuk pembangunan Laboratorium IPA, Biaya untuk pembangunan Laboratorium Bahasa, Biaya untuk pembangunan ruang Keterampilan, Biaya untuk pembangunan lapang Olahraga, Biaya untuk pembangunan ruang Serbaguna, Biaya untuk pembangunan ruang Ibadah, Biaya untuk pembangunan kamar kecil /WC, Biaya untuk pembanguan ruang Ekstrakurikuler, dan Biaya untuk pembangunan ruang BK c. Buku meliputi: Biaya untuk pembelian buku Teks Utama per tahun, Biaya untuk pembelian buku Perpustakaan per tahun, Biaya untuk pembelian buku Sumber per tahun, Biaya untuk pembelian buku Pelengkap per tahun d. Alat meliputi: Biaya untuk pembelian Alat peraga per tahun, Biaya untuk pembelian Alat Praktik per tahun, Biaya untuk pembelian LCD per tahun, Biaya untuk pembelian Komputer per tahun, Biaya untuk pembelian Perabot per tahun 2. Tenaga meliputi: Biaya untuk pengadaan tenaga pendidik per orang dan Biaya untuk pengadaan tenaga kependidikan per orang. 3. Komponen lainnya jika sekolah mengeluarkan biaya yang lebih dari satu tahunan dan tidak termasuk pada item-item di atas. Komponen-komponen dan item-item BIS tersebut berikut ini. Grafik persentase biaya investasi sekolah dasar Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah Sarana Prasarana Pengadaan Tenaga Komponen Lainnya Gambar 5 Biaya investasi SD Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 9

11 Grafik persentase biaya investasi SMP Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah Sarana dan prasarana Tenaga Komponen Lainnya Gambar 6 Biaya investasi SMP Biaya terbesar BIS di SD dialokasikan untuk biaya sarana prasarana berupa lahan. Alokasi sarana prasarana mencapai lebih dari 99%. Sedangkan di SMP alokasi terbesar BIS ada pada komponen lainnya. Gambaran rinci dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini. Tabel 5 Perbandingan Persentase Alokasi BIS SD, SMP, dan SMA pada komponen sarana dan prasarana ITEM BIAYA a. Lahan b. Bangunan c. Buku d. Alat % PADA SEKOLAH % PADA SEKOLAH % PADA SEKOLAH KATEGORI MUTU KATEGORI MUTU KATEGORI MUTU TINGGI SEDANG RENDAH SD SMP SMA SD SMP SMA SD SMP SMA Total Perbandingan biaya sarana dan prasarana pada masing-masing jenjang pendidikan adalah sebagai berikut: 0 Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 10

12 Persentase alokasi biaya sarana dan prasarana pada sekolah yang dikategorikan bermutu di SD, SMP, dan SMA SD SMP SMA a. Lahan b. Bangunan c. Buku d. Alat Gambar 7 Persentase alokasi sarana dan prasarana di SD, SMP dan SMA yang dikategorikan bermutu tinggi Persentase alokasi biaya sarana dan prasarana pada sekolah yang dikategorikan bermutu sedang di SD, SMP dan SMA SD SMP SMA a. Lahan b. Bangunan c. Buku d. Alat Gambar 8 Persentase alokasi sarana dan prasarana di SD, SMP dan SMA yang dikategorikan bermutu sedang Persentase alokasi biaya sarana dan prasarana pada sekolah yang dikategorikan bermutu sedang di SD, SMP, dan SMA SD SMP SMA Lahan Bangunan Buku Alat Gambar 9 Persentase alokasi sarana dan prasarana di SD, SMP dan SMA yang dikategorikan bermutu rendah Item biaya pada komponen sarana dan prasarana sekolah diprioritaskan secara variatif untuk setiap jenjangnya didasarkan pada Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 11

13 kondisi sekolah. Pada SD yang dikategorikan bermutu tinggi alokasi biaya sarana dan prasarana lebih banyak pada bangunan, di SMP pada buku, sedangkan di SMA pada lahan. Prioritas ini tidak menunjukkan suatu kondisi yang mesti/harus, tetapi lebih kepada kondisi nyata yang dihadapi oleh sekolah-sekolah saat ini. Tabel 6 Unit Cost biaya investasi untuk SD, SMP, dan SMA pada tahun 2009 Jenis Biaya Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah SD 2,453, ,473, , SMP 1,728, ,241, , SMA Unit cost untuk biaya investasi merupakan unit cost yang dihitung untuk kurun waktu masa aus bangunan dan alat. Artinya biaya per anak untuk biaya investasi dihitung berdasarkan jangka waktu 20 tahun sebagai masa aus gedung. Semisal: unit cost di SD bermutu tinggi mencapai 2,453,846,15 per 20 tahun. Implikasi penting dari kondisi ini adalah perlu adanya pemetaan kebutuhan sarana dan prasarana berupa lahan, bangunan, buku dan alat untuk setiap jenjang sekolah. Hasil pemetaan menjadi bahan untuk membuat keputusan skala prioritas program dan kegiatan dan pemetaan anggaran. Biaya personal Biaya personal yang dikeluarkan oleh orang tua untuk pendidikan anaknya di dikategorikan sangat besar. Rata-rata biaya personal yang dikeluarkan oleh orang tua siswa SD sebesar Rp per tahun, orang tua siswa SMP sebesar Rp per tahun, sedangkan orang tua siswa SMA sebesar Rp per tahun. Biaya ini melebihi biaya satuan (unit cost) yang ditanggung pemerintah melalui dana BOS, baik pada level pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, bahkan jika ketiga sumber BOS ini digabung. Rincian biaya tersebut terbagi ke dalam beberapa komponen berikut: Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 12

14 Tabel 7 Rekapitulasi biaya personal di SD, SMP dan SMA KOMPONEN Bermutu Tertinggi SD SMP SMA Bermutu Bermutu Bermutu Bermutu Bermutu Sedang Tertinggi Terendah Sedang Tertinggi Bermutu Terendah Bermutu Terendah Bermutu Sedang Alat perlengkapan sekolah Biaya transport PP Uang saku/jajan Biaya ekstrakurikuler 850, , , ,370, , , ,840, , , ,440, , , , ,200, ,239, ,800, , ,720, , , , ,400, ,200, ,791, ,400, , ,504, ,278, , ,400, , , , Biaya bimbingan belajar 4,740, , ,800, ,266, ,200, , TOTAL 11,788, ,740, ,163, ,930, ,720, ,209, ,740, ,460, ,518, Dalam grafik, rerata biaya personal sebagai berikut ini. 1,000, , , , , , , , , , , Alat perlengkapan sekolah RATA-RATA BIAYA PERSONAL SD 798, , , Biaya transport PP Uang saku/jajan Biaya ekstrakurikuler 566, Biaya bimbingan belajar Gambar 10 Grafik pembiayaan personal SD di Jawa Barat tahun 2009 Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 13

15 1,239, , Rerata biaya personal di SMP 1,791, , ,266, Alat perlengkapan sekolah Biaya transport PP Uang saku/jajan Biaya ekstrakurikuler Biaya tambahan bimbingan belajar Gambar 11 Grafik pembiayaan personal SMP di Jawa Barat tahun ,000, ,800, ,600, ,400, ,200, ,000, , , , , , Alat perlengkapan sekolah Rerata Biaya Personal SMA 1,720, Biaya transport PP 1,504, Uang saku/jajan 135, , Biaya ekstrakurikuler Biaya bimbingan belajar Gambar 12 Grafik pembiayaan personal SMA di Jawa Barat tahun 2009 Alokasi biaya personal pada sekolah yang dikategorikan bermutu tinggi dinilai besar, pada sekolah bermutu sedang biaya personal pun sedang, dan pada sekolah bermutu rendah biaya personal pun rendah. Misal, pada SD bermutu tinggi, orang tua mengeluarkan uang sebesar Rp ,00 setiap tahunnya. Pada SD bermutu sedang, orang tua mengeluarkan uang sebesar Rp ,00 setiap tahunnya. Dan pada SD bermutu rendah, orang tua mengeluarkan biaya personal sebesar Rp 1,740, per tahun. Biaya yang dikeluarkan oleh orang tua siswa SD, SMP, dan SMA melalui kategori biaya operasional melebihi biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah melalui dana BOS. Misal, rata-rata dana yang ditanggung oleh orang tua untuk membiayai anaknya di SD per tahun mencapai Rp ,00 sedangkan dana yang ditanggung pemerintah melalui dana bos pusat, provinsi dan kabupaten/kota rata-rata mencapai Rp ,00 untuk SD di kabupaten dan Rp ,00 untuk SD di kota. Apabila biaya operasional digabung dengan biaya BIS, dimana rata- Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 14

16 rata BIS per siswa SD sebesar Rp ,38, maka biaya yang ditanggung oleh orang tua melalui dana personal masih dikategorikan cukup tinggi. Berdasarkan temuan penelitian, jika biaya operasional dan biaya investasi sekolah digabung untuk setiap tahunnya, jumlahnya masih di bawah biaya yang ditanggung oleh orang tua siswa. Misal, pada SD yang dikategorikan bermutu tinggi, sedang dan rendah, biaya pendidikan yang ditanggung orang tua melalui biaya personal mencapai Rp 11,788,000.00, Rp 3,163, dan Rp 1,740, Sedangkan biaya operasional yang digabung dengan biaya investasi per siswa per tahun pada SD yang dikategorikan bermutu tinggi, sedang, dan rendah mencapai sebesar Rp 3,214,230.77, Rp 1,473,572.30, dan Rp 240, Tabel 8 Perbandingan biaya pendidikan SD yang ditanggung oleh orang tua dan pemerintah per anak per tahun Jenis Biaya Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah Personal 11,788, ,163, ,740, Biaya Operasional 760, , , Biaya Investasi 2,453, ,473, , BO + BIS 3,214, ,861, , Rata-rata BOS SD (Pusat, Provinsi, & Kab./Kota)*) Rp ,00 Rata-rata BOS SD (Pusat, Provinsi, & Kota)**) Rp ,00 Rata-rata BOS SD (Pusat, Provinsi, & Kab.)***) Rp ,00 Draft SNP Rp ,00 Balitbang Diknas Rp ,00 *) Rata-rata BOS SD pada kab./kota yang diteliti **) Rata-rata BOS SD pada kota-kota yang diteliti ***) Rata-rata BOS SD pada kab.-kab. yang diteliti Perbandingan biaya pendidikan SMP ada pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 9 Perbandingan biaya pendidikan SMP yang ditanggung oleh orang tua dan pemerintah per anak per tahun Jenis Biaya Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah Personal 8,930, ,209, ,720, Biaya Operasional 1,634, Biaya Investasi BO + BIS 493, , ,728, ,241, , ,363, ,734, , Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 15

17 Jenis Biaya Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah Rata-rata BOS SMP (Pusat, Provinsi, & Kab./Kota) *) Rp ,00 Rata-rata BOS SMP (Pusat, Provinsi, & Kota) **) Rp ,00 Rata-rata BOS SMP (Pusat, Provinsi, & Kab.) ***) Rp ,00 Draft SNP Rp ,00 Balitbang Diknas Rp ,00 *) kasus kota Bandung **) Rata-rata BOS SMP pada kota-kota yang diteliti ***) Rata-rata BOS SMP pada kab.-kab. yang diteliti Tabel 10 Perbandingan biaya pendidikan SMA yang ditanggung oleh orang tua dan pemerintah per anak per tahun Jenis Biaya Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah Personal , , ,00 Biaya Operasional , , ,00 Biaya Investasi , , ,50 BO + BIS , , ,00 BSNP SMA Rp ,00 Balitbang Diknas Rp ,00 Perbandingan biaya personal, biaya operasional dan biaya investasi adalah sebagai berikut: Tabel 11 Perbandingan persentase Pembiayaan SD pada jenis biaya personal, BO, dan BIS Jenis Biaya Personal Biaya Operasional % pada sekolah bermutu Tinggi pada sekolah bermutu Sedang pada sekolah bermutu Rendah SD SMP SMA SD SMP SMA SD SMP SMA 5.07 Biaya Investasi Total B. Sumber Pemenuhan Pembiayaan SD, SMP dan SMA di Jawa Barat Pembiayaan operasional SD dan SMP saat ini bertumpu pada biaya operasional sekolah (BOS) yang ditanggung pemerintah pusat, provinsi, Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 16

18 dan kabupaten/kota. Berdasarkan PP No. 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, khususnya pasal 2, dinyatakan bahwa pendanaan pendidikan merupakan tanggungjawab tiga pihak, yaitu pemerintah (pusat) pemerintah daerah (provinsi, dan kab./kota), dan masyarakat (penyelenggaran pendidikan, peserta didik/orang tua/wali peserta didik). Dalam kenyataannya saat ini, para kepala SD dan SMP (kecuali RSBI) tidak boleh memungut dana untuk penyelenggaraan sekolah. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa semua biaya operasional dan biaya investasi yang dibutuhkan oleh sekolah akan ditanggulangi oleh pemerintah pusat dan daerah. Terlebih dengan munculnya program pemerintah pusat mengenai pendidikan gratis untuk SD dan SMP. Dalam panduan BOS dan BOS Buku yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009 disebutkan bahwa Pemda wajib memenuhi kekurangan biaya operasional dari APBD bila BOS dari Depdiknas belum mencukupi. (Depdiknas, 2009:8). Berdasarkan perbandingan antara kebutuhan biaya operasional dengan pemenuhannya melalui dana BOS (pemerintah pusat dan pemerintah daerah) kondisinya menunjukkan kurang pada sekolah-sekolah yang dikategorikan bermutu tinggi dan sedang dan melebihi pada sekolah yang dikategorikan bermutu rendah. Dana BOS yang diluncurkan oleh pemerintah pusat untuk tingkat SD sebesar Rp ,00 untuk SD di kota dan Rp ,00 untuk SD yang berada di Kabupaten. Dana BOS ini sudah termasuk alokasi dana untuk buku yang sebelumnya dipisahkan antara BOS dan BOS buku. Pada level provinsi, BOS provinsi untuk level SD sebesar Rp ,00 per siswa per tahun. Sedangkan pada kabupaten dan kota yang berada di wilayah Jawa Barat memiliki variasi yang cukup besar, mulai dari Rp 7.000,00 per anak per tahun sampai ratusan ribu per anak per tahun. Berdasarkan rata-rata penghitungan biaya pada kabupaten dan kota yang diteliti, rata-rata dana BOS yang diterima oleh sekolah dari tiga sumber (pusat, provinsi, dan kab/kota) sebesar Rp ,00 untuk SD di kabupaten dan Rp ,00 untuk SD di kota per anak per tahun. Perbandingan pemenuhan dana yang dibutuhkan berdasarkan hasil kajian berbagai sumber dengan besaran dana BOS yang diterima oleh SD, SMP, dan SMA yang ada masih jauh dari memadai. Semisal apabila melihat perbandingan dengan kajian yang dilakukan oleh Balitbang Depdiknas uang mengungkapkan bahwa biaya operasional untuk SD sebesar Rp ,00. Kajian ICW yang mengungkapkan bahwa dana operasional untuk SD sebesar Rp ,00 per siswa per tahun. Draft SNP yang sedang masih menjadi pembahasan, menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional per siswa per tahun mencapai Rp ,00. Rincian perbandingan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 17

19 Level Sekolah Tabel 12 Perbandingan biaya operasional SD, SMP dan SMA per tahun dengan pemenuhannya melalui dana BOS Rerata BOS (Pusat, provinsi, rerata BOS kab/kota) Besaran Kebutuhan Biaya Operasional Temuan tim **) (SD di Jawa Barat) Balitbangdiknas Draft SNP Kajian ICW SD 550, (Kota) *) 547, (Kab) , , , ,00 SMP SMA (bos pusat) (bos pusat) (bos provinsi) ***) (Kota) (Kab) , , ,00 1,634, ****) , , *) Rerata BOS dari 13 kab./kota yang diteliti **) pada SD yang dikategorikan bermutu ***) kasus di Kota Bandung ****) khusus dari BOS Provinsi Kondisi pembiayaan operasional sat ini menunjukkan belum sepadan antara dana yang diterima oleh sekolah dengan biaya yang seharusnya dialokasikan untuk penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Tabel 12 menunjukkan bahwa dana BOS yang diterima oleh sekolah-sekolah, baik SD, SMP, maupun SMA yang berada di Jawa Barat masih di bawah biaya operasional nyata atau berdasarkan kajian/standar berbagai sumber. C. Peran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dalam Pengembangan Sekolah Dasar di Jawa Barat Pemerintah provinsi Jawa Barat memiliki peran yang cukup penting dalam efektifitas penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di kab./kota di jawa Barat dilihat dari sisi biaya. Anggaran pendidikan tahun 2009 mencapai Rp atau 19,77% dari belanja daerah Rp Hal ini sebagai wujud nyata komitmen Pemerintah Provinsi Jabar dan DPRD Jabar dalam meningkatkan Indeks Pendidikan Jabar, yang dikonsentrasi kan pada: (1) Kegiatan BOS Provinsi, (2) Pengadaan buku murah, (3) Pemberantasan buta huruf dan PLS serta, dan (4) Bea siswa untuk tingkat SMA/SMK dan mahasiswa. Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 18

20 Anggaran dana Pemerintah provinsi terbagi kepada dua bagian besar, yaitu: belanja langsung dan belanja tidak langsung. Rincian biaya tersebut adalah: Tabel 13 Proporsi anggaran pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2009 BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG GAJI : BANTUAN : JUMLAH Gambaran belanja tidak langsung (BTL) adalah sebagai berikut: Tabel 14 Rekapitulasi belanja langsung dan belanja tidak langsung Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 KOMPONEN JUMLAH PERSENTASE Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Pembinaan Kelembagaan dan Peningkatan Mutu TK-SD Dan SMP Satu Atap) 36,850,025, Bea Siswa ,650,000, Pend Non Formal ,443,500, Bantuan Seragam Sekolah SD dan SMP Bagi 1.22 Keluarga Tdk Mampu 12,477,600, BOS Provinsi (SD, SMP, DAN SMA) ,060,687, Buku Teks Pelajaran untuk satuan pendidikan dasar dan menengah 273,678,103, Jumlah 745,481,812, Analisis kewenangangan Dinas Pendidikan Provinsi berdasarkan PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kab./Kota menyiratkan bahwa kewenangan Provinsi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional adalah sebagai berikut: Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 19

21 Tabel 15 Pengaturan kewenangan penyelenggaraan pendidikan berdasarkan PP 38/2007 PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.a. Penetapan pedoman pembiayaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan non formal b. Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai kewenangannya. 1.a. b. penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional sesuai 1.a. b.penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, kewenangannya. pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya. c. pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangnnya. c. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya. c. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya. Sedangkan berdasarkan analisis yang dilakukan oleh tim World Bank (2008) sebagai berikut: Tabel 16 Kewenangan Pemerintah Pusat, Propinsi, dan Kab./kota berdasarkan Kajian World Bank Pemerintah Propinsi Jawa Barat memiliki peran yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di Jawa Barat di lihat dari pembiayaan pendidikan. Berdasarkan kondisi yang ada, Pemda Jabar harus mereviu kembali alokasi anggaran untuk pembiayaan pendidikan dasar dan menengah beserta program-program yang diluncurkan untuk penyelenggaraan pendidikan di Jawa Barat. Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 20

22 Tabel 17 Persentase beasiswa Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam Pemenuhan Biaya Operasional Nyata di Sekolah-sekolah JENJANG SEKOLAH MUTU TINGGI MUTU SEDANG MUTU RENDAH SD SMP SMA Tabel 17 menunjukkan bahwa Pemda Propinsi Jabar berkontribusi untuk membiayai melalui komponen biaya operasional sebesar 3,29% pada SD yang dikategorikan bermutu tinggi. Pada SD yang bermutu sedang sebesar 6,44% dan 11,76% pada SD yang dikategorikan bermutu rendah. Dilihat dari kewenangan Pemda Propinsi Jabar dalam penyelenggaraan pendidikan SD, Pemda Propinsi Jabar berkewenangan untuk memberikan subsidi biaya pada SD- SD yang ada di Jawa Barat. Pemda Provinsi Jabar memenuhi 25,85% dari biaya operasional SMP yang dikategorikan sebagai sekolah-sekolah bermutu sedang. Persentase ini merupakan biaya yang cukup besar dilihat dari dana yang diterima oleh sekolah untuk membiayai operasional penyelenggaraan sekolah. namun demikian, kondisi ini merupakan kondisi minimal untuk penyelenggaraan sekolah, sedangkan untuk kondisi kebermutuan sekolah, besaran biaya yang dialokasikan oleh Pemda Jabar masih terbilang kecil. BOS Pemda Provinsi Jabar secara khusus dialokasikan untuk penyelenggaraan SMA. Besaran dana BOS SMA dari Pemda Propinsi Jabar sebesar Rp ,00. Besaran dana ini merupakan dikategorikan besar, karena pemerintah pusat tidak memberikan dana BOS secara khusus untuk SMA dan pemerintah Kab./Kota kecenderungannya tidak memberikan dana BOS secara khusus. Peta kab./kota dalam biaya operasional berdasarkan temuan menunjukkan kondisi yang cukup memprihatinkan, dimana kab./kota masih mengalokasikan dana yang minim untuk biaya operasional. Bos pendamping dari kab./kota dikategorikan kecil dilihat dari perbandingannya dengan BOS pusat dan BOS propinsi. Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 21

23 Tabel 18 Proporsi bantuan pemenuhan biaya operasional (BOS) yang ada dan proporsi pemenuhan terhadap kebutuhan factual dan draft SNP Pusat, Provinsi, dan Kota untuk SD pada tahun 2009 BOS BOS Kota Tingkat Rerata Proporsi Aktual Temuan Draft SNP Kota 195,000 31% 26% Pusat 400,000 65% 53% Propinsi 25,000 4% 3% BOS Aktual 620, % Biaya Temuan 760,384 82% Draft SNP 1,300,000 46% Tabel 19 Proposri bantuan pemenuhan biaya operasional (BOS) yang ada dan proporsi pemenuhan terhadap kebutuhan factual dan draft SNP Pusat, Provinsi, dan Kabupaten untuk SD pada tahun % 31% 2% BOS BOS Kabupaten Proporsi Tingkat Rerata Aktual Temuan Draf SNP Kota 13,900 3% 2% 397,000 Pusat 91% 52% 25,000 Propinsi 6% 3% BOS Aktual 435, % Biaya Temuan 760,384 57% Draft SNP 1,300,000 34% Pemenuhan kebutuhan biaya operasional melalui BOS yang ada saat ini terhadap temuan penelitian dan draf SNP masih dikategorikan kecil. Berdasarkan tabel 18 dan 19 di atas dapat diketahui bahwasanya pemenuhan dana bos SD yang ada saat ini (baik dari pusat, pemerintah propinsi dan 13% 31% 2% Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 22

24 kab./kota) terhadap temuan penelitian mencapai 82% untuk Kota dan 57 % untuk kabupaten. Sedangkan pemenuhan bos SD terhadap draft SNP baru mencapai 46% untuk kota dan 34% untuk kabupaten. Pemenuhan bos SMP yang ada saat ini terhadap temuan penelitian baru mencapai 60% di kota dan draft SNP baru mencapai 55% di Kota. Sedangkan pemenuhan temuan penelitian di kab. mencapai 45% dan draft SNP mencapai 40%. Implikasinya untuk penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, perlu ada peningkatan proporsi dana bos yang dikeluarkan oleh Kab./kota dan propinsi. Besaran dana bos yang dikeluarkan per siswa per tahun oleh Pemda kab./kota dan propinsi harus dapat menutupi kebutuhan dana operasional bermutu, dimana kebijakan untuk penyelenggaraan pendidikan utamanya ada pada kewenangan pemerintah daerah kab./kota. Sedangkan pemerintah daerah provinsi dapat membantu penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di kab./kota. Tabel 20 Proposri bantuan pemenuhan biaya operasional (BOS) yang ada dan proporsi pemenuhan terhadap kebutuhan factual dan draft SNP Pusat, Provinsi, dan Kota untuk SMP pada tahun 2009 BOS Tingkat Kota Pusat Propinsi BOS Aktual Biaya Temuan Draft SNP BOS Kota Proporsi Rerata aktual Temuan Draf SNP 283,125 29% 17% 16% 575,000 58% 35% 32% 127,500 13% 8% 7% 985, % 1,634,722 60% 1,800,000 55% Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 23

25 Tabel 21 Proposri bantuan pemenuhan biaya operasional (BOS) yang ada dan proporsi pemenuhan terhadap kebutuhan factual dan draft SNP Pusat, Provinsi, dan Kabupaten untuk SMP pada tahun 2009 BOS Tingkat Kota Pusat Propinsi BOS Aktual Biaya Temuan Draft SNP BOS Kabupaten Proporsi Rerata aktual Temuan Draf SNP 31,000 4% 2% 2% 570,000 67% 35% 32% 127,500 15% 8% 7% 852, % 1,634,722 45% 1,800,000 40% Pemenuhan biaya operasional sekolah yang dialokasikan dari APBD Provinsi Jawa Barat merujuk pada Keputusan Gubernur Jawa Barat. (Pergub. No. 978/Kep.471-Disdik/2009). Keseluruhan dana BOS dari Provinsi Jawa Barat sebesar Rp Adapun total besaran BOS untuk Siswa SD/MI sederajat sebesar Rp untuk siswa, Siswa SMP/MTs sederajat sebesar Rp ,- untuk siswa dan Siswa SMA/SMK sederajat sebesar Rp ,- untuk siswa. Efektivitas penggunaan dan daya serap BOS di tingkat sekolah merupakan fokus masalah yang perlu diperhatikan. Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 24

26 Besaran BOS Propinsi Jabar Menurut Jenjang Sekolah Siswa SMA/SMK Rp 195,194,340,000 Siswa SD/MI Rp 131,712,300,000 siswa SMP/Mts Rp 273,986,112,500 SD SMP SMA Gambar 13 besaran BOS Provinsi Jawa Barat Menurut Jenjang Sekolah BOS Propinsi untuk siswa SD/MI/Salafiah Ula/Sekolah Keagamaan Non Islam sebesar Rp ,- per tahun per anak. BOS propinsi untuk siswa SMP/MTS/Salafiah Whusta/Sekolah Keagamaan Non Islam sebear Rp ,- per anak per tahun. Sedangkan BOS untuk siswa SMA/SMA- LB/MA/SMK sebesar Rp ,- per anak per tahun. Rincian Pemberian BOS Provinsi sebagai berikut: SD/MI/Salafiah Ula/Sekolah Keagamaan Non Islam : SISWA x RP ,- = ,- SMP/MTS/Salafiah Whusta/Sekolah Keagamaan Non Islam : SISWA X RP ,- = ,- SMA/SMA-LB/MA/SMK : SISWA X RP ,- = ,- Total biaya operasional sekolah yang dikucurkan oleh Pemda Provinsi Jabar pada tahun 2009 sebesar Rp ,-. V. KESIMPULAN Berdasarkan temuan dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Gambaran nyata pembiayaan SD, SMP dan SMA yang diteliti per anak per tahun di Jawa Barat adalah sebagai berikut: Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 25

27 Tabel 22 Resume biaya operasional nyata pada SD, SMP, dan SMA di Jawa Barat pada tahun 2009 Level sekolah Sekolah Bermutu tinggi Sekolah Bermutu Rendah Sekolah Bermutu sedang SD Rp 760, Rp 212, Rp 388, SMP Rp 1,634, Rp 241, Rp 503, SMA Rp Rp Rp Biaya investasi pada SD, SMP, dan SMA di Jawa Barat adalah sebagai berikut: Tabel 23 Resume biaya investasi di SD, SMP, dan SMA per siswa per tahun pada tahun 2009 Jenis Biaya Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah SD 2,453, ,473, , SMP 1,728, ,241, , SMA Biaya personal pada SD, SMP, dan SMA di Jawa Barat tahun 2009 adalah: Tabel 24 Resume biaya personal di SD, SMP, dan SMA per siswa per tahun pada tahun 2009 Jenis Biaya Mutu Tinggi Mutu Sedang Mutu Rendah SD 11,788, ,163, ,740, SMP 8,930, ,209, ,720, SMA , , ,00 2. Pemenuhan biaya operasional dan investasi pada SD dan SMP saat ini ditanggung oleh pemerintah pusat melalui program bos pusat, Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 26

28 ditanggung oleh pemerintah propinsi melalui program bos propinsi, dan kab./kota melalui bos pendamping. Untuk SMA, pemenuhan biaya operasional hanya ditanggung oleh dana BOS propinsi, sedangkan dari pemerintah pusat dan Pemerintah daerah tidak ada alokasi secara khusus. Untuk biaya investasi, dana didapatkan dari pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, maupun pemerintah daerah kab./kota. Tabel 25 Perbandingan biaya operasional SD, SMP dan SMA per tahun dengan pemenuhannya melalui dana BOS Level Sekolah Rerata BOS (Pusat, propinsi, rerata BOS kab/kota) SD 550, (Kota) *) 547, (Kab) SMP SMA (bos pusat) (bos pusat) (bos provinsi) ***) (Kota) (Kab) Besaran Kebutuhan Biaya Operasional Temuan tim **) Balitbangdiknas Draft SNP Kajian ICW (SD di Jawa Barat) , , , , , , ,00 1,634, ****) , , *) Rerata BOS dari 13 kab./kota yang diteliti **) pada SD yang dikategorikan bermutu ***) kasus di Kota Bandung ****) khusus dari BOS Propinsi 3. Dilihat dari pembiayaan pendidikan nyata saat ini Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah memberikan kontribusi yang besar untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah. Namun demikian, dukungan ini baru mencapai kondisi minimal, belum untuk mendukung penyelenggaraan sekolah yang bermutu. Persentase pemenuhan biaya operasional dari APBD propinsi adalah: Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 27

29 Tabel 26 Persentase beasiswa Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam Pemenuhan Biaya Operasional Nyata di Sekolah-sekolah JENJANG SEKOLAH MUTU TINGGI MUTU SEDANG MUTU RENDAH SD SMP SMA Berdasarkan temuan, pembahasan dan simpulan ada beberapa implikasi yang harus menjadi catatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di Jawa Barat sebagai berikut: 1. Kondisi pembiayaaan pendidikan dasar dan menengah pada kab./kota yang diteliti menunjukkan kondisi yang variatif dan belum mampu memenuhi kebutuhan nyata penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Apabila hal ini tidak dipecahkan secara sistematis, maka masalah mutu dalam penyelenggaraan pendidikan di Jawa Barat akan berada dalam kondisi rendah. 2. Analisis terhadap kewenangan penyelenggaraan pendidikan kab./kota dan provinsi menunjukkan bahwa kewenangan/kewajiban penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah merupakan kewenangan pemerintah kab./kota. Apabila hal ini tidak dilaksanakan secara konsisten, maka keberpihakan pembiayaan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan akan menjadi membingungkan bagi pemerintah daerah kab./kota dan provinsi. 3. Sharing pembiayaan pendidikan dalam dimensi Biaya Operasional Sekolah (BOS) antara Pemerintah, pemerintah daerah perlu segera diwujudkan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan yang bermutu di Jawa Barat. 4. Perlu penyusunan APBS yang difokuskan pada penggunaan dana BOS dalam kaitannya dengan upaya pencapaian mutu PBM disetiap sekolah. VI. REKOMENDASI Berdasarkan temuan, pembahasan, kesimpulan dan implikasi, ada beberapa hal yang menjadi saran dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Dalam konteks implementasi kewenangan Pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam PP No. 38/2007 tentang Pembagian Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 28

30 Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kab./Kota perlu diingatkan kembali mengenai kewenangan pemerintah provinsi dalam hal pembiayaan pendidikan dasar dan menengah. Berdasarkan PP tersebut, kewenangan pemerintah provinsi dalam hal pembiayaan pendidikan adalah: (1) penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional sesuai kewenangannya; (2) Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya. Berdasarkan kewenangan tersebut, maka pembiayaan pendidikan yang harus dilakukan oleh pemerintah provinsi adalah melakukan subsidi terhadap biaya operasional pendidikan dasar dan menengah. Karenanya skema pembiayaan pendidikan di Jawa Barat harus didasarkan pada model pembiayaan power aqualizing. Model power aqualizing bertitik tolak pada kemampuan membayar (ablity to pay) setiap kab/kota. Pola pembiayaan pendidikan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: Tabel 27 Kewenangan Pokok dan pendukung mengacu PP No. 38/2007 Jenis dan jenjang Masyarakat Pemerintah Pusat Pemerintah Propinsi Pemerintah Kab./Kota SD & SMP - Pendukung Pendukung Pokok SMA/SMK Pendukung Pendukung Pendukung Pokok SLB Pendukung Pendukung Pokok - Berdasarkan PP No. 38/2007, tanggung jawab peningkatan mutu pendidikan menjadi tanggungjawab/kewajiban pihak yang mempunyai kewenangan pokok. Sedangkan pihak yang mempunyai kewenangan pendukung dapat memberikan bantuan untuk peningkatan mutu. Sebagai pertimbangan untuk penghitungan persentase biaya operasional sekolah, direkomendasikan persentase alokasi pemenuhan biaya operasional sebagai berikut: Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 29

31 Table 28 Proporsi Alokasi Pemenuhan Biaya Operasional SD dan Rekomendasi Pemenuhannya oleh Pemda Provinsi dan Pemda Kota.. BOS TINGKAT Rerata BOS yg diterima sekolah BOS pusat BOS propinsi Total BOS Temuan Penelitian Draft SNP Besaran BOS Kota % Pemenuhan aktual % Pemenuha n Temuan % Pemenuhan draft SNP Rekomendasi Pemenuhan Biaya Operasional oleh Kota 172,500 29% 23% 13% 32% 400,000 67% 53% 31% 53% 25,000 4% 3% 2% 15% 597, % 760,384 79% 1,300,000 46% 100%..BOS TINGKAT Rerata BOS yg diterima sekolah BOS pusat BOS propinsi Total BOS Temuan Penelitian Table 29 Proporsi Alokasi Pemenuhan Biaya Operasional SD dan Rekomendasi Pemenuhannya oleh Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten Besaran BOS Kab. % Pemenuhan aktual % Pemenuhan Temuan % Pemenuhan draft SNP Rekomendasi pemenuhan Biaya operasional oleh Kab. 13,900 3% 2% 1% 24% 397,000 91% 52% 31% 52% 25,000 6% 3% 2% 24% 435, % 435,900 57% 100% Draft SNP 34% Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 30

32 Table 30 Proporsi Alokasi Pemenuhan Biaya Operasional SMP dan Rekomendasi Pemenuhannya oleh Pemda Propinsi dan Pemda Kota.BOS Besaran BOS Kota % Pemenuhan aktual % Pemenuhan Temuan % Pemenuhan draft SNP Rekomendasi pemenuhan Biaya operasional oleh Kota TINGKAT Rerata BOS yg diterima sekolah 283,125 29% 17% 16% 40% BOS pusat 575,000 58% 35% 32% 35% propinsi 127,500 13% 8% 7% 25% Total BOS 985, % Temuan Penelitian 1,634,722 60% 100% Draft SNP 1,800,000 55% Table 31 Proporsi Alokasi Pemenuhan Biaya Operasional SMP dan Rekomendasi Pemenuhannya oleh Pemda Propinsi dan Kab./Kota BOS TINGKAT Besaran BOS Kab. % Pemenuhan aktual % Pemenuhan Temuan % Pemenuhan draft SNP Rekomendasi pemenuhan Biaya operasional oleh Kab. Rerata BOS yg diterima sekolah 31,000 4% 2% 2% 25% BOS pusat 570,000 67% 35% 32% 35% BOS propinsi 127,500 15% 8% 7% 40% Total BOS 852, % Temuan Penelitian 1,634,722 45% 100% Draft SNP 40% Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 31

33 Berdasarkan Model aqualizations, maka subsidi Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk pemenuhan biaya operasional sekolah di kabupaten lebih besar dari pada subsidi untuk pemenuhan biaya operasional di kota. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kota memiliki APBD yang lebih besar dibandingkan dengan APBD kabupaten. 2. Dalam upaya implementasi kewenangan penjaminan mutu pendidikan di Jawa Barat, fokus pembiayaan pendidikan yang diimplementasikan melalui BOS Pemerintah Propinsi seyogyanya difokuskan pada kegiatan belajar mengajar yang bermutu melalui peningkatan kompetensi guru dan kegiatan supervisi pembelajaran. 3. Berdasarkan temuan penelitian, ditemukan bahwasanya alokasi peningkatan mutu guru masih dikategorikan rendah. Untuk itu maka alokasi dana bos pendamping dari provinsi difokuskan pada upaya peningkatan mutu guru dan supervisi pembelajaran. 4. Amanat PP 38/2007 mengemukakan bahwa pemerintah kab./kota adalah pihak yang mempunyai kewenangan/kewajiban untuk memberikan layanan pendidikan bagi masyarakatnya. Namun demikian, beradasarkan temuan penelitian, besaran bos kab./kota sangat variatif. Untuk mengimplementasikan PP ini dan memberikan layanan pendidikan yang bermutu bagi masyarakat, maka alokasi pemenuhan biaya operasional sekolah melalui bos kab./kota harus diperbesar. Lihat tabel 2 di atas. 5. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai dampak biaya pendidikan di Jawa Barat terhadap mutu pendidikan, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai dampak biaya terhadap mutu. Hal ini ditujukan untuk memahami dan membuktikan apakah setiap peningkatan anggaran pendidikan di Jawa Barat secara pasti meningkatkan mutu pendidikan atau tidak. 6. Untuk meningkatkan kemampuan/kapasitas Kab./kota dalam meningkatkan porsi pemenuhan biaya opersional sekolah sebagaimana tabel 2 di atas, harus ada peningatan kapasitas fiskal kab./kota, diantaranya dengan pembagian hasil pendapatan keuangan Negara dari berbagai sumber dengan porsi lebih besar untuk kab./kota. 7. Untuk memenuhi pendidikan yang bermutu melalui implementasi PP 38/2007 perlu peningkatan DAU untuk penyelenggaraan pendidikan yang lebih besar bagi kab./kota. ---ooo0ooo--- Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 32

34 DAFTAR PUSTAKA Anwar, M. I Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan. Mimbar Pendidikan, No. 1 Tahun X, 1991: Caldwell, B. J., Levacic, R. & Ross, K. N The Role of Formula Funding of Schools in Different Educational Policy Contexts. Dalam Ross, K. N. & Levacic, R. eds., Needs-Based Resource Allocation in Education via Formula Funding of Schools. Paris: International Institute for Educational Planning. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Untuk Pendidikan Gratis Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun Yang Bermutu. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Panduan Penghitungan Siaya Satuan Pendidikan Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ditjen PUOD Penelitian dan Pengkajian Satuan Biaya Sekolah. Buku Panduan: Jakarta: Ditjen PUOD Depdagri. Fattah, Nanang Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Gaffar, M. Fakry Konsep dan Filosofi Biaya Pendidikan. Mimbar Pendidikan, No. 1 Tahun X, 1991: Hallak, J The Analysis of Education Cost and Expenditure. Paris: UNESCO. Hanushek, Eric A Does Money Matter? The Effect of School Resources on Student Achievement and Adult Success. Contributors: Gary Burtless - editor. Publisher: Brookings Institution. Place of Publication: Washington, DC. Morphet The Economic & Finance of Education. New Jersey: Prentice- Hall, Inc. Mulyasa, E Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. NGA Center for Best Practice Improving Teaching and Learning by Improving School Leadership. Issue Brief- September 12, [Tersedia online: Analisis sharing dana pendidikan di Jawa Barat 33

ARTIKEL HASIL PENELITIAN (PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS NASIONAL)

ARTIKEL HASIL PENELITIAN (PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS NASIONAL) ARTIKEL HASIL PENELITIAN (PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS NASIONAL) MODEL PETA PEMBIAYAAN PENDIDIKAN KAB./KOTA DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH Disusun oleh: Dr. H. Johar Permana, MA., Dr. Danny Meirawan, M.Pd.,

Lebih terperinci

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN. 1. Biaya Operasional, Biaya Investasi, dan Biaya Personal Sekolah

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN. 1. Biaya Operasional, Biaya Investasi, dan Biaya Personal Sekolah BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan 1. Biaya Operasional, Biaya Investasi, dan Biaya Personal Sekolah Dasar (SD) di Jawa Barat a. Biaya Operasional Sekolah Dasar Kebutuhan pembiayaan SD di Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemenuhan dana pendidikan sebesar 20% sebagaimana diamanatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemenuhan dana pendidikan sebesar 20% sebagaimana diamanatkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemenuhan dana pendidikan sebesar 20% sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen merupakan cerminan keinginan segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Untuk menghasilkan sebuah rekomendasi untuk kebijakan dalam

BAB IV METODE PENELITIAN. Untuk menghasilkan sebuah rekomendasi untuk kebijakan dalam BAB IV METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Untuk menghasilkan sebuah rekomendasi untuk kebijakan dalam pembiayaan pendidikan, selain harus memiliki landasan konseptual yang kuat, perlu juga didukung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Masalah 1. B. Batasan Masalah 6. C. Rumusan Masalah 7. D. Luaran Penelitian 7. E. Kerangka Pikir Penelitian 8

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Masalah 1. B. Batasan Masalah 6. C. Rumusan Masalah 7. D. Luaran Penelitian 7. E. Kerangka Pikir Penelitian 8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii vi x BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Batasan Masalah 6 C. Rumusan Masalah 7

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENGGALIAN DATA PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

INSTRUMEN PENGGALIAN DATA PEMBIAYAAN PENDIDIKAN INSTRUMEN PENGGALIAN DATA PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI JAWA BARAT S E K O L A H IDENTITAS RESPONDEN Kab./Kota : Nama Responden : Jabatan responden: No. Contact : IDENTITAS SEKOLAH Jumlah guru : PNS:.. orang

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT IV. PROFIL PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 Tahapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011

KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011 KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun 2011 Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011 1 Pokok Bahasan A B Sekilas Program BOS Kebijakan Perubahan Mekanisme Penyaluran Dana BOS Tahun

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 LATAR BELAKANG PROGRAM SBI 1. Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang

Lebih terperinci

K A J I A N E V A L U A T I F PELAKSANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DI KOTA TEGAL

K A J I A N E V A L U A T I F PELAKSANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DI KOTA TEGAL K A J I A N E V A L U A T I F PELAKSANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DI KOTA TEGAL Drs. Gunistyo, M.Si, Dr. Yayat Hidayat Amir, M.Pd, Siswanto, SH MH, Agus Setio Widodo, M.Si dan Inayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian 415 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian sebagaimana dikemukakan pada Bab IV, maka berikut ini disajikan kesimpulan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHT]LUAN. A. LatarBelakangMasalah. B.

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHT]LUAN. A. LatarBelakangMasalah. B. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I ii vi x BAB I PENDAHT]LUAN I A. LatarBelakangMasalah B. Batasan Masalah C. Rumusan Masalah D. Luaran

Lebih terperinci

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR 41 LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN

Lebih terperinci

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Pengantar Pembiayaan adalah persoalan yang sangat dinamis. Di samping secara langsung bersentuhan dengan masyarakat, masalah ini juga terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR 4.1 Dinamika Pendidikan Dasar Sampai tahun 2012 Provinsi Sulawesi Utara mengalami pemekaran yang cukup pesat. Otonomi daerah membuat Sulawesi Utara yang sebelumnya hanya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN 5.1 Kesimpulan dan Implikasi Penelitian Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan metode non parametrik (DEA) dapat dilihat secara keseluruhan

Lebih terperinci

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR A. Tujuan dan Sasaran Strategis Berdasarkan pada amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta misi dan visi Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru.

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru. PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI GURU DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 KATA PENGANTAR UU No 14 Tahun 2005 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KEBIJAKAN DAK BIDANG PENDIDIKAN DASAR TAHUN ANGGARAN 2013

PETUNJUK TEKNIS KEBIJAKAN DAK BIDANG PENDIDIKAN DASAR TAHUN ANGGARAN 2013 SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG PENDIDIKAN DASAR TAHUN ANGGARAN 2013 PETUNJUK TEKNIS I. UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM SEKOLAH GRATIS DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM SEKOLAH GRATIS DI PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM SEKOLAH GRATIS DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG PEMBINAAN PRESTASI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan metode pengelompokan data secara kuantitatif untuk menganalisis dan membandingkan alokasi dan pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SARANA PRASARANA UNTUK SEKOLAH SWASTA

KEBIJAKAN SARANA PRASARANA UNTUK SEKOLAH SWASTA KEBIJAKAN SARANA PRASARANA UNTUK SEKOLAH SWASTA Prof. Suyanto, Ph.D Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 Tahapan Pembangunan Pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISISDATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISISDATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISISDATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016 BAN SM ACEH HASIL ANALISIS DATA AKREDITASI TAHUN 20161 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut

Lebih terperinci

Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun Bahan Kajian

Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun Bahan Kajian Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun 2016 Bahan Kajian 2 SUMBER BIAYA SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PEND DASAR PEND MENENGAH PEND DASAR DAN MENENGAH Pemerintah/

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Kerangka Penelitian Dilihat dari sudut keilmuan, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian terapan, yaitu penerapan ilmu kebahasaan dalam pengajaran dan pembelajaran

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT KOMISI X DPR-RI (PENDIDIKAN NASIONAL, PEMUDA DAN OLAHRAGA, KEBUDAYAAN, PARIWISATA DAN KESENIAN) ===========================================================

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi desentralisasi Indonesia yang dimulai pada tahun 2001 sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 89 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN 5.1.1 Kebijakan pendidikan Sistem pendidikan di Indonesia, secara kebijakan maupun berdasarkan pengukuran desentralisasi dari OECD (1995), sudah dapat dikatakan

Lebih terperinci

PENANGANAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DAN PUNGUTAN LIAR. Inspektur III Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

PENANGANAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DAN PUNGUTAN LIAR. Inspektur III Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan PENANGANAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DAN PUNGUTAN LIAR Inspektur III Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan WHO S MUHASWAD D Ir. Muhaswad Dwiyanto, M.Pd., CFrA Inspektur III Itjen Kemendikbud

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. XIII, No.1, Tahun 2015 Adelina Vina Hapsari & Sukirno 27-34

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. XIII, No.1, Tahun 2015 Adelina Vina Hapsari & Sukirno 27-34 ANALISIS BIAYA SATUAN PENDIDIKAN DI SMK NEGERI 1 JOGONALAN TAHUN AJARAN 2014/2015 ANALYSIS OF EDUCATION UNIT COST IN SMK NEGERI 1 JOGONALAN ACADEMIC YEAR 2014/2015 Oleh: Adelina Vina Hapsari Pendidikan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS APBD. LP2KD Prov. Kaltara

BAB V ANALISIS APBD. LP2KD Prov. Kaltara BAB V ANALISIS APBD Evaluasi APBD secara keseluruhan dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis yang menunjukkan relevansi dan efektivitas APBD dalam penanggulangan kemiskinan. Analisis dilakukan dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 101 B. TUJUAN 101 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 101 D. UNSUR YANG TERLIBAT 102 E. REFERENSI 102 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 102

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 101 B. TUJUAN 101 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 101 D. UNSUR YANG TERLIBAT 102 E. REFERENSI 102 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 102 JUKNIS PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KONTEKS SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 101 B. TUJUAN 101 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 101 D. UNSUR YANG TERLIBAT 102 E. REFERENSI 102 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 102 G. URAIAN

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor: 378). Provinsi

Lebih terperinci

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS ~ 1 ~ SALINAN Menimbang BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

LAKIP LPMP PROV. JATIM TAHUN 2016

LAKIP LPMP PROV. JATIM TAHUN 2016 LPMP PROV. JATIM TAHUN 2016 LAKIP Jl. Ketintang Wiyata No. 15 Surabaya Telp. : (031) 8290243, 8273734, & Fax : (031) 8273734 Email : lpmpjatim@yahoo.co.id DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...ii IKHTISAR EKSEKUTIF...iii

Lebih terperinci

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006 Tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; dan Permendiknas No. 23 Tahun

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan rekomendasi atas seluruh hasil studi tentang pengaruh desentralisasi fiskal terhadap alokasi belanja daerah untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2012 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2012 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA Buku Laporan Hasil Perhitungan SPM Pendidikan Dasar Dengan Menggunakan TRIMS KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 212 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA 2 Laporan Standar Pelayanan Minimal

Lebih terperinci

Executive Summary STUDI TENTANG STRUKTUR BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Executive Summary STUDI TENTANG STRUKTUR BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1 A. Pendahuluan Executive Summary STUDI TENTANG STRUKTUR BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menghitung standar biaya satuan pendidikan tahun 2008, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan keuangan sektor publik khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah di Indonesia dilandasi

Lebih terperinci

Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Hendarman email:

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 1 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 TRIWULAN III KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin

Lebih terperinci

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013

Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 DAFTAR ISI 1 Pengertian, Kebijakan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 JUKNIS ANALISIS STANDAR PENGELOLAAN SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 B. TUJUAN 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 G. URAIAN PROSEDUR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DALAM RANGKA PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH DALAM BENTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang

Lebih terperinci

STUDI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KOTA PEKALONGAN. Oleh: Yayat H.A., Gunistiyo, Dino R, Siswanto

STUDI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KOTA PEKALONGAN. Oleh: Yayat H.A., Gunistiyo, Dino R, Siswanto STUDI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KOTA PEKALONGAN Oleh: Yayat H.A., Gunistiyo, Dino R, Siswanto ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menelaah anatomi biaya pendidikan SD, SMP, SMA, dan

Lebih terperinci

Pendanaan pendidikan nasional disusun dengan mengacu pada aturan perundangan yang berlaku, kebijakan Mendiknas, program-program pembangunan

Pendanaan pendidikan nasional disusun dengan mengacu pada aturan perundangan yang berlaku, kebijakan Mendiknas, program-program pembangunan STRATEGI PEMBIAYAN Pendanaan pendidikan nasional disusun dengan mengacu pada aturan perundangan yang berlaku, kebijakan Mendiknas, program-program pembangunan pendidikan dan sasarannya, serta implementasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2016 Disampaikan Oleh : Direktorat Dana Perimbangan Direktorat Jenderal Perimbangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 JUKNIS ANALISIS STANDAR PENGELOLAAN SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 G. URAIAN PROSEDUR 53 LAMPIRAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 00 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI MELALUI DANA DEKONSENTRASI DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR/SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah faktor penting untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan sarana strategis guna peningkatan mutu sumber

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 34 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah lebih kurang 101.510.0965 ha atau kurang lebih 4,5 % dari luas Propinsi Jawa Tengah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PERUBAHAN KEBIJAKAN BELANJA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SESUDAH DESENTRALISASI FISKAL

BAB 4 ANALISIS PERUBAHAN KEBIJAKAN BELANJA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SESUDAH DESENTRALISASI FISKAL BAB 4 ANALISIS PERUBAHAN KEBIJAKAN BELANJA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SESUDAH DESENTRALISASI FISKAL 4.1 Gambaran Umum Kebijakan Keuangan Daerah Kota Bekasi Perubahan kebijakan dalam aspek keuangan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). Penyusunan APBS seharusnya. dilakukan dalam waktu singkat sekitar satu bulan sebelum tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). Penyusunan APBS seharusnya. dilakukan dalam waktu singkat sekitar satu bulan sebelum tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keuangan di sekolah tidak terlepas dari pembicaraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). Penyusunan APBS seharusnya dilakukan dalam waktu singkat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 336 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA BANDUNG PADA PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2015 KEMENDIKBUD. Dana Alokasi Khusus. Bidang Pendidikan. Penggunaan. Pencabutan PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pendidikan nasional

Lebih terperinci

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RINGKASAN EKSEKUTIF Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal Studi Dampak Krisis Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jambi yang tergambar dalam pelaksanaan APBD merupakan instrumen dalam menjamin terciptanya disiplin dalam

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALOKASI DAK BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 2015

KEBIJAKAN ALOKASI DAK BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 2015 KEBIJAKAN ALOKASI DAK BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 2015 DIREKTORAT Company JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN LOGO KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2014 POKOK -POKOK KEBIJAKAN DAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KEBIJAKAN DAK BIDANG PENDIDIKAN DASAR TAHUN ANGGARAN 2013

PETUNJUK TEKNIS KEBIJAKAN DAK BIDANG PENDIDIKAN DASAR TAHUN ANGGARAN 2013 SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA

Lebih terperinci