BAB III HASIL PENELITIAN TENTANG CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG SIDOARJO. Jenderal Sutoyo Medaeng Waru Sidoarjo. Rumah tahanan negara kelas I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN TENTANG CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG SIDOARJO. Jenderal Sutoyo Medaeng Waru Sidoarjo. Rumah tahanan negara kelas I"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN TENTANG CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG SIDOARJO A. Gambaran Umum Rutan Medaeng Rumah tahanan negara kelas I Surabaya beralamat di Jalan Letnan Jenderal Sutoyo Medaeng Waru Sidoarjo. Rumah tahanan negara kelas I Surabaya dibangun sejak tahun 1976 dan dibentuk berdasarkan surat keputusan menteri kehakiman Republik Indonesia tanggal 26 September 1985 Nomor : M. 01 PR tahun 1985, diresmikan pada tahun Bangunan ini semula dirancang untuk Lembaga Pemasyarakatan khusus anak, namun karena kebutuhan organisasi berubah fungsi untuk orang-orang yang melanggar hukum di wilayah Kotamadya Surabaya maka dinamakan Rumah Tahanan Negara kelas-i Surabaya atau lebih dikenal dengan sebutan Rutan Medaeng meskipun tempatnya berada di Kabupaten Sidoarjo. Rumah Tahanan Negara kelas I Surabaya berdiri pada ketinggian lebih dari 3 M diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 25 sampai 30 Derajat celcius, dan tempatnya strategis dekat terminal Bungurasih dan pelabuhan udara Juanda Sidoarjo. Kondisi bangunan sudah mengalami beberapa kali renovasi yang berguna untuk menambah kekuatan fisik dan daya tampung-nya, namun fenomena sosial berjalan sangat cepat sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas tingkat kriminal yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan 34

2 35 ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya pergeseran tata nilai sehingga mengakibatkan over kapasitas yang tidak bisa dihindari, karena kapasitas rutan Surabaya berdasarkan standar HAM adalah 504 orang sedangkan jumlah penghuni pada saat ini mencapai lebih dari 1800 orang tahanan dan narapidana. 1 Daftar jumlah penghuni Rutan Medaeng menurut jenis tindak pidana per Oktober 2008 No Jenis kejahatan Jumlah Penghuni Pria Wanita Total 1 Ketertiban Kesusilaan Perjudian Pembunuhan Penganiayaan Pencurian Perampokan Pemerasan Penggelapan Penipuan Penadahan Narkotika Psikotropika Korupsi Lain-lain Penculikan Dokumentasi Rumah Tahanan Negara Kelas I Surabaya oleh bapak Bambang Haryanto selaku Kasi pelayanan tahanan.

3 36 Kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam pembinaan dan pengarahan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam Rutan Medaeng adalah seorang Kepala Rumah tahanan, yang dibantu oleh staf-stafnya. Di bawah ini merupakan bagan struktur organisasi di Rutan Medaeng. KEPALA RUTAN KAUR T.U KAKP RUTAN KASI PENGELOLAAN KASI PELAYANAN TAHANAN PAM I PAM I PAM I PAM I KASUBSI UMUM KASUBSI KUKAP Kasubsi Administrasi & Perawatan KASUBSI Bankumluh KASUBSI BIMKEG

4 37 Penjelasan : KAUR TU : Kepala Urusan Tata Usaha. KAKP RUTAN : Kepala Kesatuan Pengamanan KASUBSI UMUM : Kepala Sub / Bagian Seksi Umum KASUBSI KUKAP : Kepala sub / bagian seksi keuangan dan perlengkapan KASUBSI BIMKEG : Kepala sub / bagian seksi bimbingan dan kegiatan PAM : Pengamanan KASI Pengelolaan : Kepala seksi pengelolaan Masing-masing seksi mempunyai tugas sebagai berikut : 1) KAUR TU mempunyai tugas dalam hal kesekretariatan, surat menyurat. 2) KAKP Rutan membawai regu PAM/pengamanan yang mempunyai tugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Rutan Medaeng. 3) KASI Pengelolaan membawahi Kasubsi umum dan Kasubsi KUKAP. - Kasubsi umum mempunyai tugas untuk mengurusi kepegawaian kenaikan pangkat. - Kasubsi KUKAP mempunyai tugas melakukan pengurusan keuangan, dan perlengkapan di lingkungan Rutan Medaeng. 4) KASI pelayanan tahanan membawahi Kasubsi administrasi dan perawatan, Kasubsi Bankumluh, serta Kasubsi Bimkeg.

5 38 - Kasubsi administrasi dan perawatan bertugas untuk mengatur administrasi, juga kesehatan warga binaan pemasyarakatan di Rutan Medaeng. - Kasubsi bankumluh bertugas untuk mengatur kegiatan pembinaan warga binaan pemasyarakatan di rutan Medaeng. - Kasubsi bimkeg bertugas untuk mengurusi kegiatan keterampilan warga binaan di rutan Medaeng. 2 Di samping Kepala Rumah Tahanan Negara beserta staf-stafnya, sebagai pihak yang berwenang membina para narapidana dalam Rumah Tahanan Medaeng, partisipasi masyarakat merupakan pendukung keberhasilan pembinaan yang telah dilakukan oleh yang berwenang. B. Faktor Penyebab Adanya Cuti Bersyarat Di Rutan Medaeng Faktor utama penyebab adanya cuti bersyarat di Rutan Medaeng yaitu untuk mengurangi over kapasitas. Dengan dilaksanakannya cuti bersyarat maka dapat mendorong dan membangkitkan motivasi pada diri narapidana dan anak didik pemasyarakatan ke arah pencapaian tujuan pembinaan. Selain itu juga, memberikan kesempatan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan untuk pendidikan dan keterampilan guna mempersiapkan hidup mandiri di tengah 2 Hasil Wawancara dengan kasubsi bantuan hukum dan penyuluhan Bpk. Ari Yuniato, pada tanggal 6 Januari, 2009

6 39 masyarakat setelah bebas menjalani pidana serta mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan pemasyarakatan. 3 C. Proses Pemberian Hak Narapidana Berupa Cuti Bersyarat Di Rutan Medaeng Narapidana yang ingin mendapatkan cuti bersyarat harus memenuhi persyaratan substantif dan administratif terlebih dahulu. Adapun persyaratannya telah dijelaskan sebelumnya dalam bab 2 mengenai tata cara pemberian cuti bersyarat di Rutan Medaeng merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2 PK tahun 2007, adalah sebagai berikut : a. Tim Pengamat pemasyarakatan (TPP) Rutan setelah mendengar pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan pembinaan dari wali pemasyarakatan, mengusulkan pemberian cuti bersyarat kepada kepala Rutan. b. Apabila Kepala Rutan menyetujui usul TPP rutan selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan. c. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM dapat menolak atau menyetujui tentang usul cuti bersyarat setelah mempertimbangkan hasil 3 Hasil wawancara dengan staf bantuan hukum dan penyuluhan Bpk. Ariestanto, pada tanggal 24 Desember 2008

7 40 sidang TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat. d. Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak tentang usul cuti bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak diterimanya usul tersebut memberitahukan penolakan itu beserta alasannya kepada kepala rutan. e. Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM menyetujui tentang usul cuti bersyarat maka Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan keputusan tentang cuti bersyarat. f. Sebelum cuti bersyarat dilaksanakan Kepala Rutan berkewajiban memberikan petunjuk agar narapidana atau anak didik pemasyarakatan berperilaku positif di dalam masyarakat dan tidak melanggar persyaratan yang ditetapkan. g. Menandatangani surat menjalani cuti bersyarat berdasarkan keputusan dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat. h. Menyerahkan narapidana yang menjalani cuti bersyarat kepada BAPAS dan membuat berita acara penyerahan disertai laporan perkembangan pembinaan dan catatan penting lainnya. i. Kepala Rutan dan Kepala BAPAS setiap bulan melaporkan tentang pelaksanaan dan hasil evaluasi cuti bersyarat kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

8 41 j. Apabila narapidana atau anak didik pemasyarakatan dalam masa menjalani cuti bersyarat mengulang tindak pidana dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat maka kepala rutan dapat melakukan pencabutan sementara cuti bersyarat setelah diperoleh informasi mengenai alasan-alasan pencabutan. k. Sebelum dilakukan pencabutan tetap, Kepala Rutan berkewajiban melakukan pemeriksaan terhadap narapidana atau anak didik pemasyarakatan yang menjalani cuti bersyarat. l. Kepala Rutan melaporkan pencabutan kepada Kepala Direktur Jenderal pemasyarakatan yang dilengkapi dengan alasan-alasannya serta berita acara pemeriksaan. m. Kemudian pencabutan tetap cuti bersyarat dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat berdasarkan usul Kepala Bapas. Dalam pelaksanaan cuti bersyarat di Rutan Medaeng tidak semua berjalan dengan lancar. Tentunya pelaksanaannya ditemukan beberapa kendala-kendala sebagai-berikut : 1. Narapidana tidak memenuhi syarat 2. Narapidana tidak ikut program kegiatan 3. Narapidana pernah mendapat hukuman disiplin 4. Narapidana tidak menunjukkan kesadaran 5. Narapidana tidak memenuhi syarat administratif

9 42 6. Pernyataan ketidak sanggupan dari RT, RW dan lurah tidak ada. Artinya pihak RT, RW dan Lurah tidak menyanggupi atau tidak mengijinkan seseorang narapidana mendapatkan cuti bersyarat Dengan adanya kendala-kendala seperti ini, maka petugas Rutan Medaeng lebih meningkatkan pembinaannya terhadap narapidana agar narapidana bisa menjadi lebih baik lagi. Dalam pelaksanaan cuti bersyarat, meskipun tidak maksimal membantu mengurangi over kapasitas di Rutan Medaeng, namun dalam pelaksanaannya Rutan Medaeng merasakan manfaat dari cuti bersyarat, antara lain : 1. Dapat menghemat biaya 2. Program pembinaan bisa berjalan dengan efektif 3. Menyenangkan masyarakat. 4 D. Upaya Pembinaan Narapidana di Rutan Medaeng Sidoarjo 1. Pembinaan mental lewat pembinaan agama Sebagaimana jasmani, rohaniah pun juga membutuhkan santapan. Kebutuhan rohani bisa dipenuhi lewat agama, pendidikan baik formal maupun non formal. Tujuan daripada adanya rumah tahanan negara di samping memberikan balasan terhadap perbuatan yang telah dilakukan, juga membina dan mengarahkan narapidana untuk mengembalikan pada masyarakat yang Hasil wawancara dengan Kasubsi Bankumluh Bpk. Ari Yuniarto pada tanggal 7 Januari

10 43 sehat dan tidak mengulangi perbuatannya lagi, tujuan terebut tidak mungkin terwujud tanpa adanya kesadaran yang tertanam pada masing-masing individu. Cara untuk menumbuhkan kesadaran itu adalah dengan diberikannya pembinaan, kesadaran, serta pembinaan mental agama kepada mereka. Dalam pelaksanaan pembinaan agama, dalam hal ini pihak Rumah Tahanan Negara Medaeng bekerja sama dengan Lembaga Keagamaan yang disesuaikan dengan agama masing-masing warga binaan pemasyarakatan. Jenis kegiatan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan : a. Agama Kristen / Katholik bekerjasama dengan 19 Gereja b. Agama Islam bekerjasama dengan 9 yayasan c. Agama Budha bekerjasama dengan 2 yayasan d. Agama Hindu bekerjasama dengan 1 yayasan Demikian pembinaan yang dilakukan lewat keagamaan yang dilaksanakan di dalam Rumah Tahanan Medaeng terhadap warga binaan pemasyarakatan, dengan harapan agar mereka bisa atau mau kembali menjadi orang yang baik dan bertanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Dalam mencapai tujuan pembinaan dengan sistem pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara Medaeng sebagai pemegang tertinggi mengutamakan pendekatan keagamaan dalam menempuh jalan atau memberikan pembinaan. Melalui pendekatan ini, maka agama dijadikan suatu prinsip dalam mengembangkan kehidupan berbangsa, bernegara dan

11 44 bermasyarakat sekaligus sebagai tolak ukur kebaikan atau kerusakan moral seseorang Pembinaan lewat kesenian, hiburan dan olahraga Mengenai pembinaan kesenian, rumah tahanan Medaeng mengadakan latihan band dan pentas seni kreativitas warga binaan pemasyarakatan setiap dua kali seminggu. Untuk hiburan bagi warga binaan diberikan nonton film bareng setiap 1 kali seminggu. Mengenai sarana olahraga, Rutan Medaeng menyediakan fasilitas yang cukup, memadai tinggal terserah para penghuninya saja mau menggunakan dan melaksanakan latihan. Sarana dan macam olah raga yang tersedia di dalam Rutan Medaeng, yaitu : a. Bola voli, badminton, tenis meja dan catur b. Senam aerobik setiap 3 kali seminggu c. Modern dance khusus untuk warga binaan wanita. 3. Pembinaan keterampilan Di bidang keterampilan warga binaan pemasyarakatan di bina secara langsung yakni disamping diberikan pengarahan juga langsung dipraktekkan dalam bentuk pekerjaan. Pembinaan keterampilan yang diberikan Rutan Medaeng, yaitu : Desember Hasil wawancara dengan kepala Sub Seksi Bankumluh Bpk. Ari Yuniarto pada tanggal 24

12 45 - Menjahit - salon - sablon - elektronik, dll. - perkayuan dan pengelasan 4. Pembinaan pendidikan Di bidang pendidikan, Rutan Medaeng mengadakan perpustakaan mini, kursus dasar bahasa Inggris dan mandarin, kursus dasar jurnalistik, serta kursus dasar komputer. 5. Pembinaan di bidang hukum a. Penyuluhan narkoba - Untuk warga binaan pemasyarakatan setiap satu kali seminggu - Untuk warga binaan pemasyarakatan wanita setiap sekali seminggu - Untuk warga binaan pemasyarakatan pria dewasa setiap sekali seminggu. b. Penyuluhan HIV / AIDS dilaksanakan seminggu sekali c. Penyuluhan hukum dilaksanakan sekali sebulan bekerja sama dengan advokat / Kanwil /LSM serta konsultasi hukum setiap hari jam kerja. E. Pelayanan kebutuhan material 1. Sandang dan pangan Sandang dan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap hidup manusia. Warga binaan pemasyarakatan yang kebebasannya di batasi dalam waktu tertentu karena kesalahannya atau perbuatannya menjadikan dirinya tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

13 46 Keseluruhan warga binaan pemasyarakatan selama berada dalam lingkungan rumah tahanan negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Dalam hal ini pelaksanaannya diserahkan kepada petugas rumah tahanan, dengan kata lain anggaran belanjanya bersumber dari pemerintah. Untuk kebutuhan sandang, diberikan satu setel pakaian bagi setiap warga binaan pemasyarakatan. Pakaian yang diberikan seragam yaitu warna biru muda. Dengan diberikannya pakaian yang mempunyai ciri tersendiri menunjukkan bahwa kehidupan rumah tahanan Medaeng tidak dibeda-bedakan satu sama lain. Begitu juga dengan pemenuhan akan minuman dan makanan, semua warga binaan pemasyarakatan diberi makanan dan minuman yang sama sebanyak tiga kali sehari tanpa dibedakan yang kaya, miskin, pejabat dan orang biasa. 2. Pelayanan kesehatan Kesehatan adalah faktor utama bagi orang yang akan menikmati hidup di dunia ini. Oleh karena itu, petugas Rutan Medaeng menyadari bahwa kesehatan warga binaan pemasyarakatan harus diperhatikan dan selalu diupayakan agar mendapatkan pelayanan yang secukupnya. Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang secukupnya, petugas Rutan Medaeng menyadari bahwa kesehatan warga binaan pemasyarakatan harus diperhatikan dan selalu diupayakan agar mendapatkan pelayanan yang secukupnya.

14 47

15 JADWAL KEGIATAN RUTIN DI RUMAH TAHANAN MEDAENG 48 JAM SENIN SELASA RABU KAMIS JUM'AT SABTU MINGGU KETERANGAN pembukaan - pembagian cadong - Pembukaan - Pembagian cadong - Pembukaan - Pembagian cadong - Pembukaan pembagian cadong - Pembukaan - Pembagian cadong - Pembukaan - Pembagian cadong Pembukaan Pembagian cadong WBP = warga bina pemasyarakatan pembagian - Senam Cadong = Senam - Latihan bola- Senam - Senam - Olahraga bulu pembagian jatah voly, tenis tangkis dan meja, dan bulu tenis meja tangkis bagi WBP Tamping dan - Tamping dan- Tamping dan- Tamping dan- Olahraga bulu pekerja mulai pekerja mulai pekerja mulai pekerja mulai tangkis dan aktifitas aktivis aktifitas beraktifitas tenis meja - Fiqih Islam - tajwid bagi bagi WBP anak oleh WBP anak takmir masjid - Kunjungan - Kunjungan - Kunjungan - Kunjungan - Kunjungan s/d Kebaktian doa (bagi nasrani) - Konseling anak - Kebaktian do'a (bagi nasrani) - Ceramah agama Islam oleh ustadzah lathifah - Konseling anak - Kebaktian doa (bagi nasrani) - Pentas kreativitas WBP - Konseling anak - Ibadah raya (bagi nasrani) - penyuluhan atau konsultasi hukum - konseling anak - Ibadah raya (bagi nasrani) - Konsultasi hukum WBP Konseling anak - Tamping dan pekerja mulai aktifitas - Iqro' bagi WBP anak - Kunjungan - Ibadah rayat (bagi nasrani) - Konsultasi bagi hukum bagi WBP - Konseling anak Selesai kunjungan - Selesai kunjungan - Selesai kunjungan - Selesai kunjungan - Selesai kunjungan Selesai kunjungan Shalat dhuhur - Sholat dhuhur - Sholat dhuhur - Sholat dhuhur - Sholat dhuhur - Sholat dhuhur - Sholat dhuhur Pembagian - Pembagian - Pembagian - Pembagian Pembagian - Pembagian - Pembagian makan warga binaan pemasyarakatan.

16 cadong cadong cadong cadong cadong cadong cadong - Penutup - Penutupan - Pembukaan - Penutupan - Penutupan - Penutupan - Bahasa - Kursus bahasa Mandarin - Penyuluhan - Nonton film- Penyuluhan Inggris - Latihan band dan test bareng dn narkoba bagi Penutupan Pembukaan Kunjungan - Pembukaan - Kunjungan HIV/AIDS (dari LSM Bina Hati) - Pembukaan - Kunjungan pengarahan bagi WBP anak - Pembukaan - kunjungan WBP dari LSM Yakita - pembukaan - kunjungan - pembukaan - kunjungan - pembukaan - kunjungan Sholat ashar - Sholat ashar - Sholat ashar - Sholat ashar - Sholat ashar - Kajian al- - Iqra' oleh- Kajian hadits- Ceramah - Kitab kunng Qur'an dari al- ustad Nur bagi Nabi dari agama Islam dari al-falah Falah WBP anak unsuri oleh Ustadz Surabaya Surabaya ridwan - Bola voli wanita - Bola voli wanita Pembagian - Pembagian - Pembagian - Pembagian - Pembagian cadong cadong cadong cadong cadong - Selesai - Selesai - Selesai Selesai - Selesai Kungjungan kunjungan kunjungan kunjungan kunjungan Penutup - Penutup - Penutupan Penutupan Yasin bagi WBP - Penutupan - Sholat ashar - Ceramah agama Islam ustadz Rou'uf - Pembagian cadong - Selesai kunjungan - Penutupan - Sholat ashar - Kajian agama - Kajian agama oleh Islam dari Unsuri Surabaya - Pembagian cadong - Selesai kunjungan - Penutupan

17 50 F. Upaya pembinaan narapidana yang mendapat cuti bersyarat di luar rumah tahanan Medaeng Pembinaan narapidana yang mendapatkan cuti bersyarat di luar rumah tahanan harus memenuhi prosedur yang telah dijelaskan di dalam bab 2 dan bab 3 terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan cuti bersyarat di luar rutan harus ada penjamin yang mampu memberikan pengawasan, pendidikan dan pengarahan kepada narapidana. Adapun yang dimaksud dari penjamin yaitu dari pihak keluarga terdekat, antara lain : - Penjamin satu tingkat ke atas dari narapidana, seperti : orang tua. - Penjamin satu tingkat ke bawah dari narapidana, seperti : anak - Penjamin satu tingkat ke samping dari narapidana, seperti : saudara kandung. Penjamin dari pihak keluarga harus diketahui oleh RT, RW, dan lurah setempat dengan diberi blanko dari petugas Rutan Medaeng. Apabila dari pihak RT dan RW tidak menyetujui di dalam pelaksanaan cuti bersyarat, maka narapidana tidak berhak mendapat cuti bersyarat dengan kata lain cuti bersyaratnya menjadi batal. 6 Pembinaan narapidana yang mendapatkan cuti bersyarat di luar rumah tahanan, di tempatkan di dalam keluarga narapidana sendiri artinya narapidana yang mendapatkan cuti bersyarat masih tetap berstatus sebagai narapidana, hanya tidak menjalani pidana di Rumah Tahanan, tetapi tinggal dalam keluarganya 6 Hasil wawancara dengan kasubsi bantuan hukum dan penyuluhan Bpk. Ari Yuniarto, pada tanggal 06 Januari, 2009

18 51 sampai habis masa pidananya. Selama tinggal di keluarganya, narapidana tersebut dapat melakukan semua aktifitasnya sebagai manusia pada umumnya, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, dengan mendapat bimbingan dari petugas Balai Pemasyarakatan. Setiap sebulan sekali baik dari penjamin maupun narapidana itu sendiri wajib lapor kepada petugas Balai Pemasyarakatan, karena perkembangan pembinaan dan kepribadian narapidana menjadi tugas dari petugas Bapas. Di samping itu juga, peran Kepala Desa dan masyarakat untuk membina dan memberikan informasi kepada pihak Lembaga Pemasyarakatan tentang narapidana yang menjalani cuti bersyarat sangat diharapkan sekali, sebab setiap masukan, baik yang positif maupun negatif akan sangat berguna bagi perkembangan pembinaan narapidana itu sendiri. Bila seorang narapidana yang menjalani cuti bersyarat telah habis masa waktunya, maka narapidana beserta penjamin harus kembali lagi ke Rutan Medaeng untuk meminta surat lepas murni dari petugas Rutan Medaeng.

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR TERPIDANA KASUS ASUSILA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MEDAENG SURABAYA

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR TERPIDANA KASUS ASUSILA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MEDAENG SURABAYA 43 BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR TERPIDANA KASUS ASUSILA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MEDAENG SURABAYA A. Latar Belakang Lembaga Pemasyarakatan Medaeng Surabaya 1. Sejarah Lembaga

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. Rutan Medaeng dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada tahun 1985

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. Rutan Medaeng dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada tahun 1985 BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Rutan Klas I Surabaya Rutan Klas 1 Surabaya atau masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Rutan Medaeng dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 52 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 4.1.1 Lokasi Penelitian Gambar 1. Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui Lokasi penelitian adalah Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN A. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Prosedur Pelaksanaan Cuti Bersyarat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba No.404, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Narapidana. Pembinaan. Izin Keluar. Syarat. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda Lapas Kalianda awalnya merupakan Rumah Tahanan Politik (RTP), kemudian pada tahun 1976 ditingkatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembinaan Narapidana Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai suatu sistem perlakuan bagi narapidana baik di pembinaan. Pembinaan adalah segala

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN 2.1 Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan merupakan tempat untuk menampung narapidana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya seseorang yang melanggar norma hukum lalu dijatuhi hukuman pidana dan menjalani kesehariannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mengalami keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN SUKAMISKIN DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN BANDUNG

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN SUKAMISKIN DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN BANDUNG IV. PETA SOSIAL KELURAHAN SUKAMISKIN DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN BANDUNG 4.1. Keadaan Umum Lokasi 4.1.2. Kelurahan Sukamiskin Kelurahan Sukamiskin merupakan tipologi perkotaan, memiliki luas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Pembinaan Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman yang telah dilaksanakan,

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D 101 10 002 ABSTRAK Dalam Hukum Pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan,

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.901,2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Tahanan. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-24.PK.01.01.01 TAHUN

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607, 2017 KEMENKUMHAM. Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan. Perhitungan Kebutuhan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. e. BAPAS dituntut sebagai konselor Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS tersebut dituntut untuk selalu siap dalam menerima segala keluhan yang terjadi pada diri Klien Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.IN.04.03 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI PADA DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN, KANTOR

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. maupun hukum positif, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Bersyarat sudah berjalan cukup baik dan telah berjalan sesuai dengan

BAB III PENUTUP. maupun hukum positif, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Bersyarat sudah berjalan cukup baik dan telah berjalan sesuai dengan 54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap kendala Balai Pemasyarakatan Klas I Yogyakarta dalam mendampingi Klien Pemasyarakatan yang memperoleh Pembebasan Bersyarat dengan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KELAS IIB PEKANBARU. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Pekanbaru berada di

BAB II DESKRIPSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KELAS IIB PEKANBARU. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Pekanbaru berada di BAB II DESKRIPSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KELAS IIB PEKANBARU A. Sejarah Lapas Saat ini Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Pekanbaru berada di bawah Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI Nomor : M.07.PR.07.03

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tindakan kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, permapokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

Lebih terperinci

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1999 (58/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB DUMAI Jl. Pemasyarakatan No. 01 Bumi Ayu - Dumai RUTAN DUMAI

RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB DUMAI Jl. Pemasyarakatan No. 01 Bumi Ayu - Dumai RUTAN DUMAI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB DUMAI Jl. Pemasyarakatan No. 01 Bumi Ayu - Dumai SEJARAH SINGKAT Rumah Tahanan Negara Klas IIB Dumai yang awal mulanya bernama Cabang Rutan Bengkalis di Dumai terletak di

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lem

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lem No.608, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Jabatan Fungsional. Asisten Pembimbing Kemasyarakatan. Perhitungan Kebutuhan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-empat di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-empat di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-empat di dunia, memiliki tingkat kejahatan yang tinggi pula. Tercatat dalam portal Pikiran Rakyat (21 Mei

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2), Pasal

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang :

Lebih terperinci

PP 32/1999, SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PP 32/1999, SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1999, SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN *36451 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1999 (32/1999) TENTANG SYARAT DAN

Lebih terperinci

BAB V. A. Proses Pendampingan dan Pembinaan Narapidana. pekerjaan sosial, memfasilitasi orang agar mampu memberdayakan dirinya

BAB V. A. Proses Pendampingan dan Pembinaan Narapidana. pekerjaan sosial, memfasilitasi orang agar mampu memberdayakan dirinya 92 BAB V A. Proses Pendampingan dan Pembinaan Narapidana 1. Proses Pendampingan Pendampingan sosial merupakan suatu strategi yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS IIB

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS IIB KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH RIAU RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS IIB PEKANBARU Jl. Sialang Bungkuk - Kulim Telp : (0761) 869892 Email : rutanpekanbaru@gmail.com VISI Menjadi Rutan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-05.OT.01.01 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN NOMOR M.01-PR.07.03 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen tertata rapi dengan cat yang berwarna terang jauh dari kesan suram. Pada saat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan Anak dalam Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS)/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)/Rumah Tahanan Negara (Rutan)/Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah melalui

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Imigrasi. Rumah Detensi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Imigrasi. Rumah Detensi. No.284, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Imigrasi. Rumah Detensi. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-11.OT.01.01TAHUN 2009 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Kualitas Pelayanan Kesehatan..., Keynes,FISIP UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Kualitas Pelayanan Kesehatan..., Keynes,FISIP UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin beragam pula pola tindak pidana yang dilakukan. Hal ini dipengaruhi dengan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten No.13, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk bagi Pegawai. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG PERKAWINAN, PERCERAIAN,

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BANYUWANGI, a. bahwa guna

Lebih terperinci

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT KELURAHAN,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, . PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai

Lebih terperinci

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M-03.PS.01.04 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN REMISI BAGI NARAPIDANA YANG MENJALANI PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I S A L I N A N P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA LAINNYA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1452, 2014 KEMENKUMHAM. Pengubahan Klas. UPT. Pemasyarakatan. Penilaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Secara formal sistem pemasyarakatan dicetuskan pada tanggal 5 juli 1953 oleh Dr. Suharjo, SH yaitu Menteri Kehakiman Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. HUKUM DAN. HAM. Calon Taruna. AKIP. AIM. Pengadaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. HUKUM DAN. HAM. Calon Taruna. AKIP. AIM. Pengadaan. Pedoman. No.169, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. HUKUM DAN. HAM. Calon Taruna. AKIP. AIM. Pengadaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-05.DL.07.01

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1528, 2015 KEMENKUMHAM. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Pengamanan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent No.572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Jabatan Fungsional. Asisten Pembimbing Kemasyarakatan. Juklak Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Sosial Kabupaten Subang telah dibentuk dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan kajian-kajian, penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis tentang Peranan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dapat ditarik beberapa

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PAKAIAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 7 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.42,2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAHAN DESA. Susunan Organisasi. Tata Kerja. Pemerintah Desa. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa perlu diadakan peraturan pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai anggota masyarakat, individu harus mematuhi norma-norma yang berlaku, agar tercapai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM PEMENUHAN HAK MENDAPAT PENDIDIKAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG BERADA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK

JURNAL HUKUM PEMENUHAN HAK MENDAPAT PENDIDIKAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG BERADA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK JURNAL HUKUM PEMENUHAN HAK MENDAPAT PENDIDIKAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG BERADA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK Diajukan oleh : Theresa Arima Pangaribuan N P M : 13 05 11298 Program Studi :

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 27 TAHUN 1983 (27/1983) Tanggal : 1 AGUSTUS 1983 (JAKARTA)

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BIMBINGAN LANJUT DAN RUJUKAN BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci