PERKEMBANGAN HAMA PENGISAP POLONG Riptortus linearis L. (Hemiptera:Alydidae) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) JURNAL HASIL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN HAMA PENGISAP POLONG Riptortus linearis L. (Hemiptera:Alydidae) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) JURNAL HASIL PENELITIAN"

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN HAMA PENGISAP POLONG Riptortus linearis L. (Hemiptera:Alydidae) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) JURNAL HASIL PENELITIAN Disusun oleh : Ulvia Ramadhanti PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2016

2 Riptortus linearis L. (Hemiptera:Alydidae) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) Ulvia Ramadhanti 1, Dodin Koswanudin 2, Rouland Ibnudarda 3 1 Mahasiswa Jurusan Biologi, Universitas Pakuan 2 Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat 3 Ketua Kelompok Peneliti Balai Besar Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor, Jawa Barat Abstract Soybean is one of food plant as vegetable protein, industrial resource, and animal food. The main soybean pest are suction pods and pods borer. The pest control is done by using resistant varieties. Information about resistant varieties of suction pods Riptortus linearis L. is lack. This research is done in Laboratory of Pest Detection and green house of Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian, on January to April 2016 and using Complete Random Design consist of 6 treatments and 5 repetitions, as treatments are varieties of Tambora, Lokon, Agromulyo, Wilis, Sinabung, and Tanggamus. Based on result of the research on 8 parameters, there are 3 endured varieties, Wilis, Sinabung, and Tanggamus, meanwhile varieties of Tambora, Lokon, and Agromulyo showed the highest male and female mortality on Tanggamus (10 tails), Agromulyo variety showed the highest level of R. linearis L. development based on amount of produced eggs (68,8 eggs), eggs to be nymphs (1,70 tails), nymphs to be imago (1, 00 tail), the highest sex ratio (0,73 tail for male and 0,81 for female), amount of produced eggs on 4 th generation (0,99 egg), pod and seed damage intensity (each of them is 90,00 tails), but the highest weight of normal seed is in Tanggamus (12, 04%). Key word : Soybean, development, R. linearis PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan sebagai sumber protein nabati, bahan baku industri, dan pakan ternak (Baliadi dkk., 2008). Kandungan protein kedelai lebih tinggi dibandingkan tanaman pangan lainnya, yaitu berkisar antara % (Siburian dkk., 2013). Berdasarkan kegunaan kedelai dan permintaan pasar yang tinggi maka diperlukan peningkatan produksi kedelai yang tinggi dan berkualitas, sehingga diperlukan usaha untuk mencegah hambatan-hambatan yang dapat menurunkan produksi kedelai. Serangan berbagai jenis hama merupakan hambatan utama dalam upaya peningkatan produktivitas kedelai di Indonesia (Baliadi dkk., 2008). Hama utama pada tanaman kedelai salah satu nya adalah hama pengisap dan penggerek polong. Hama polong kedelai merupakan hama yang menyebabkan kehilangan hasil panen paling tinggi yaitu mencapai 80%. Ada tiga spesies hama pengisap polong di Indonesia yang sering menyerang pertanaman kedelai yaitu R. linearis L., Nezara viridula L. dan Piezodorus hybneri (Sari dan Suharsono, 2011). Di antara ketiga jenis hama pengisap polong, R. linearis mempunyai daerah penyebaran dan serangan yang paling luas (Asadi, 2009). Hama R. linearis menyerang pertanaman kedelai mulai saat pengisian polong sampai biji mulai masak (Naito 2008, Tengkano et al dalam Yusmani dan Suharsono, 2005). Potensi R. linearis sebagai hama perlu diwaspadai karena merupakan hama polong paling dominan. Daya rusak R. linearis lebih tinggi dibandingkan hama pengisap polong yang lain sehingga mengindikasikan tingkat ambang ekonominya lebih rendah (Sari dan Suharsono, 2011). Tingkat serangan masing-masing stadia dapat diamati berdasarkan tanda serangan. Stadia pengisap polong yang paling signifikan menyerang kedelai adalah imago. Imago pengisap polong menyerang polong kedelai dengan cara menusukkan stilet pada polong dan mengisap cairan nutrisi yang terkandung pada biji. Tanda kerusakan akibat serangan pengisap polong adalah adanya bintik hitam pada biji atau kulit polong bagian dalam (Bayu dan Tengkano, 2014). Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, pengendalian hayati, varietas tahan, pengendalian secara mekanik, fisik, dan pestisida (Oka, 2005). Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu pengendalian yang ramah lingkungan, diperoleh dengan cara mengevaluasi dan mengidentifikasi 1

3 sejumlah varietas kedelai yang tersedia (Asadi, 2012). Sampai saat ini belum banyak informasi tentang varietas kedelai yang tahan terhadap hama pengisap polong R. linearis, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ketahanan varietas kedelai terhadap hama pengisap polong R. linearis. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh data perkembangan hama R. linearis pada beberapa varietas kedelai dan memperoleh varietas kedelai tahan terhadap hama R. linearis. Manfaat dari penelitian ini adalah varietas kedelai yang tahan/menghambat perkembangan biologi hama pengisap polong sehingga dapat digunakan sebagai sumberdaya genetik dalam perakitan varietas kedelai tahan terhadap hama R. linearis dan dapat digunakan petani atau pengguna dalam budidaya tanaman kedelai. Oleh karena itu dilakukan penelitian varietas kedelai berpengaruh terhadap daya serang hama R. linearis pada polong dan biji kedelai yang dilakukan di laboratorium deteksi hama dan rumah kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian pada bulan Januari sampai dengan bulan April METODE PENELITIAN Metode Kerja Persiapan Tanaman Kedelai a. Benih kedelai yang digunakan Tambora, Lokon, Argomulyo, Wilis, Sinabung dan Tanggamus ditanam pada pot-pot plastik dan diberi pupuk kandang, pupuk urea, SP-36 dan KCl masing-masing 1 gram/pot. b. Tanaman kedelai yang dipakai sebanyak 30 pot plastik. c. Tanaman dipelihara dilakukan penyiraman, penyiangan, disemrotkan insektisida agar tanaman tidak diserang hama perusak daun. d. Tanaman yang digunakan adalah tanaman pada fase polong muda hst (hari setelah tanam). Persiapan Serangga R. linearis a. Serangga R. linearis dikoleksi dari areal tanaman kedelai dan dilakukan pemeliharaan dan perbanyakan di laboratorium dan rumah kaca. b. Perbanyakan serangga dilakukan pada tanaman kedelai yang telah berpolong dalam kurungan plastik milar. Setiap kurungan terdiri atas 10 pasang imago jantan dan betina. Telur-telur yang diletakkan pada polong dipisahkan dan disimpan pada toples plastik sampai menetas. Nimfa yang menetas dipindahkan ke tanaman yang sudah berpolong dalam kurungan plastik milar sampai menjadi imago. Serangga uji yang digunakan stadia imago jantan dan betina sebanyak 10 pasang per tanaman. Pengujian tanaman kedelai dengan R. linearis a. Tanaman kedelai pada fase polong muda disungkup dengan kurungan plastik milar, bagian atas kurungan plastik milar ditutup dengan kasa nilon dan disimpan dalam rumah kaca. b. Dilakukan inokulasi dengan hama R. linearis jantan dan betina sebanyak 10 pasang imago kemudian dilakukan pengamatan mortalitas. c. Kemudian melakukan perhitungan jumlah telur yang dihasilkan atau keperidian. Menghitung persentase telur menjadi nimfa yaitu Telur menjadi nimfa Total jumlah telur x 100% pada tanaman uji. d. Selanjutnya melakukan perhitungan persentase nimfa menjadi imago yaitu Nimfa menjadi imago Total jumlah nimfa x 100%. Kemudian melakukan perbandingan kelamin. e. Imago selanjutnya dibiarkan pada tanaman uji untuk melakukan perkembanganbiakan untuk dilakukan pengamatan jumlah telur yang dihasilkan atau keperidian generasi ke-4. f. Kemudian melakukan persentase kerusakan polong dan biji. Polong dipanen, diamati ciri-ciri polong yang terserang seperti terdapat bekas tusukan stilet berwarna hitam dan dilakukan perhitungan jumlah polong yang terserang. Setelah itu dilakukan pengamatan ciri-ciri biji yang terserang seperti adanya bintik hitam dan melakukan perhitungan jumlah biji yang terserang. Dan melakukan perhitungan bobot biji sehat. Data tingkat kerusakan polong dan biji dianalisis dengan menggunakan rumus (Chiang dan Talekar (1980) dalam Marida (2015)) : Keterangan : I = a a + b x 100% 2

4 I = Intensitas Serangan (%) a = Polong atau biji rusak b = Polong atau biji sehat Kriteria ketahanan polong dan biji terhadap hama pengisap polong ditentukan berdasarkan persamaan menurut Talekar (1981), sebagai berikut: < X-2 SD = ST (Sangat Tahan) X-2 SD sampai X-SD = T (Tahan) X-SD sampai X = AT (Agak Tahan) X sampai X + SD = R (Rentan) >X + SD = SR (Sangat Rentan) Keterangan : X = Rerata serangan; Sd = Standar deviasi Data tingkat mortalitas R. linearis dibedakan menjadi kelompok data total mortalitas jantan dan betina. Hal tersebut untuk mengetahui hubungan antara jumlah telur yang dihasilkan dengan mortalitas betina. Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) menunjukan bahwa perlakuan semua varietas berbeda nyata terhadap mortalitas imago R. linearis (Tabel 1). Tabel 1. Mortalitas Imago R. linearis (ekor). 8). Bobot Biji Sehat Rancangan Penelitian Rancangan percobaan mengunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan : Tambora, Lokon, Argomulyo, Wilis, Sinabung, Tanggamus dan 5 ulangan. Data diolah dengan analisis parametrik dan non parametrik. Data parameterik diolah dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas imago R. linearis (ekor) Tanaman kedelai berumur hst diinvestasi dengan R. linearis jantan dan betina sebanyak 10 pasang imago per ulangan per varietas. Berdasarkan pengamatan mortalitas imago jantan dan betina R. linearis menunjukan bahwa mortalitas imago jantan dan betina tertinggi pada varietas Tanggamus masing-masing sebesar jantan dan betina 10 ekor dan mortalitas terendah pada varietas Argomulyo jantan sebesar 7,0 ekor dan betina sebesar 6,8 ekor (Gambar 1). Gambar 1. Histogram Mortalitas Imago R. Linearis Pada Varietas Kedelai 3 Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%. Berdasarkan uji Duncan (Tabel 1) mortalitas imago jantan R. linearis pada varietas Argomulyo berbeda nyata terhadap 5 varietas uji lain. Berdasarkan uji Duncan pada taraf 5% (Tabel 1) mortalitas imago betina R. linearis pada varietas Argomulyo berbeda nyata terhadap 5 varietas uji lain. Mortalitas imago jantan dan betina R. linearis tertinggi pada varietas Tanggamus yang disebabkan oleh varietas Tanggamus memiliki mekanisme ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain, hal tersebut sesuai pendapat Rahmawati (2012) bahwa mekanisme ketahanan kedelai terhadap serangan hama dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu toleransi, antibiosis, dan non prefens. Mortalitas imago jantan dan betina R. linearis terendah pada varietas Argomulyo menandakan bahwa varietas tersebut disukai oleh imago R. linearis dan disebabkan oleh morfologi dan sifat fisik serta kandungan nutrisi pada varietas Argomulyo mendukung perkembangan R. linearis. Suharsono dan Sulistyowati (2012) menyatakan bahwa ketahanan tanaman terhadap serangan hama termasuk ketahanan fisik dan kimia. Mortalitas imago R. linearis dipengaruhi oleh siklus hidup, kadar nutrisi dan morfologi (trikoma pada polong, warna, ketebalan dinding sel, jaringan

5 tanaman, dan lapisan lilin) pada setiap varietas kedelai berbeda-beda dan mekanisme ketahanan dari setiap varietas kedelai. Siklus hidup imago R. linearis berkisar 4 47 hari. Investasi imago dilakukan pada saat imago berumur 11 hari. Mortalitas imago juga disebabkan oleh kandungan nutrisi pada kedelai berbeda-beda. Varietas Argomulyo memiliki kandungan protein (39,4%) dan kandungan minyak (20,8%) dan Varietas Tanggamus memiliki kandungan protein (44,5%) dan kandungan minyak (12,9%) (Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbiumbian, 2012). Kualitas pakan berhubungan dengan morfologi kedelai yang berpengaruh antara lain trikoma pada polong, warna, ketebalan dinding sel, jaringan tanaman, dan lapisan lilin yang dapat mengganggu pergerakan, perkembangbiakan serangga. R. linearis menyerang kedelai untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang dimanfaatkan dalam proses perkembangan salah satunya yaitu trikoma (Suharsono, 2009). Trikoma (Gambar 2) merupakan organ tambahan yang tumbuh di seluruh permukaan tanaman, dan dijumpai pada sebagian besar jenis tanaman, salah satunya adalah kedelai. Zat kimia yang terkandung dalam trikoma dapat membantu tanaman kedelai dari seranggan R. linearis yang menyebabkan imago R. linearis menjadi mati. Hal tersebut sesuai dengan pendapat bahwa trikoma memiliki kandungan kimia meliputi terpenoids, phenylpropenes, flavonoids, methyl ketones, acyl sugar (Glas dkk., 2012). Semakin rapat trikoma pada polong kedelai akan menyulitkan hama untuk menyerang tanaman (Susanto dan Muchlish, 2008) dan menjadi penghalang bagi imago R. linearis untuk makan, pendapat Glas dkk., (2012) bahwa permukaan epidermis (trikoma) pada tanaman berperan sebagai penghalang pertama terhadap pathogen dan arthropoda herbivora sebagai penolakan tanaman terhadap kedatangan serangga. Kepadatan trikoma berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap herbivora. Jumlah mortalitas R. linearis (Gambar 3) disebabkan oleh pola makan R. linearis terganggu, sehingga R. linearis kekurangan nutrisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsono (2009), bahwa karakter-karakter tersebut menjadikan tanaman secara visual kurang menarik bagi serangga atau membentuk barier fisik terhadap serangga, sehingga secara morfologis mampu menghambat proses makan dan peneluran serangga. Gambar 2. Trikoma Kedelai Sumber : Dokumen pribadi Trikoma dapat bersel tunggal atau multiseluler tetapi sebagian besar diklasifikasikan berdasarkan glandular atau non glandular. Banyak hasil metabolis yang terspesialisasi pada trikoma glandula dimanfaatkan sebagai pestisida alami, bahkan sebagai zat tambahan dan obat (Glas dkk., 2012). Trikoma non glandular secara fisik dapat menghalangi pergerakan serangga herbivora pada permukaan tanaman atau mencengah serangga menggapai permukaan tanaman, serta serangga herbivora dapat terperangkap pada getah yang tebal atau getah yang mengandung racun, seperti gula asam atau polifenol yang diproduksi trikoma glandula. Gambar 3. Imago R. linearis yang Mati Sumber : Dokumen pribadi Jumlah telur yang dihasilkan atau keperidian (butir) Proses kawin R. linearis antara pukul 12:00-20:00 dan memuncak diantara pukul 14:00-16:00. Beberapa perkawinan terjadi antara pukul 02:00-04:00. Proses perkawinan berlangsung dengan durasi rata-rata setiap proses perkawinan sekitar 30 menit. Telur berwarna hijau-coklat atau biru tapi kemudian berubah menjadi coklat gelap dan berukuran sekitar 1 mm (Talekar dkk., 1995). Hasil pengamatan menunjukan bahwa jumlah telur yang dihasilkan (keperidian) tertinggi pada varietas Argomulyo sebanyak 68,8 butir dan jumlah telur yang dihasilkan (keperidian) terendah pada 4

6 varietas Tanggamus sebanyak 10,4 butir (Gambar 4). Gambar 4. Histogram Jumlah Telur yang Dihasilkan Atau Keperidian. Hasil analisis varian (ANOVA) menunjukan bahwa perlakuan semua varietas berbeda nyata terhadap telur yang dihasilkan atau keperidian, kecuali Wilis, Sinabung dan Tanggamus (Tabel 2). Tabel 2. Telur yang Dihasilkan/ Keperedian R.linearis. Jumlah telur tertinggi yang dihasilkan oleh imago betina R. linearis pada varietas Argomulyo. Sebelum bertelur imago betina R. linearis lebih banyak berada di permukaan daun dan dibagian atas kurungan plastik milar, telur lebih banyak diletakan pada permukaan daun. Hal tersebut sesuai oleh pendapat Talekar (1995) bahwa kebanyakan telur (83%) diletakkan pada daun dan ⅔-nya ditempatkan pada daun yang terletak dari nodus ke-4 hingga nodus ke-6 (dari puncak) pada batang. Hasil penelitian menunjukan bahwa mortalitas imago betina berkorelasi positif terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Semakin sedikit jumlah mortalitas betina, maka akan semakin banyak telur yang dihasilkan dan jumlah telur yang diletakkan beragam dan berbeda nyata pada setiap varietas. Kalshoven (1981) mengemukkan bahwa seekor betina R. linearis dapat bertelur sebanyak 70 butir. Telur diletakkan pada permukaan daun dan polong (Gambar 5), umumnya diletakan satu per satu, tetapi ada juga yang berdekatan 2 3 butir. Bagian tengah telur agak cekung, garis tengah 1,2 mm dan berwarna coklat suram, dan dengan umur Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%. Hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukan bahwa varietas Wilis, Tanggamus, Sinabung tidak berbeda nyata akan tetapi jika dibandingkan dengan varietas Tambora dan Lokon berbeda nyata. Pada varietas Argomulyo menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan 5 varietas uji yang lain, hal tersebut dikarenakan kandungan nutrisi pada kedelai berbeda-beda dan tanaman kedelai memiliki mekanisme ketahanan terhadap serangga (Rahmawati, 2012). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa imago R. linearis lebih banyak menghasilkan telur pada tanaman kedelai varietas Argomulyo yang didukung dengan mortalitas imago betina R. linearis yang rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku bertelur pada serangga adalah terjadi interaksi antara serangga dengan tanaman (Chua, 1994 dan Rauf dkk., 2013). 5 telur 6 7 hari (Soejitno dkk., 1990). Gambar 5. Telur R. linearis. Sumber : Dokumen pribadi Jumlah telur yang dihasilkan dipengaruhi oleh imago betina yang mengisap polong untuk memenuhi nutrisi dalam menghasilkan telur (Soedarto, 1995 dalam Mashoedi, 2007). Imago betina R. linearis meletakkan telur di antara trikoma dan menempel pada trikoma. Trikoma pada kedelai memiliki kelenjar yang menghasilkan eksudat di dalam dan di ujung juga untuk menghindari parasitoid telur atau musuh alami (Susanto dan Muchlish, 2008). Schoohoven dkk. (2005) menyatakan bahwa serangga pada umumnya akan hinggap dan meletakkan telur pada tanaman karena pengaruh warna pada tanaman, setelah itu serangga akan menggunakan indera peraba dan penciuman untuk menentukan kesesuain tanaman tersebut sebagai tempat preferensi, sumberdaya pakan, dan

7 berkembang biak. Sifat fisik dan kandungan senyawa pada tanaman inang berpengaruh terhadap preferensi, perkembangan, dan biologi serangga (Kostal, 1993 dan Laskar, 2013). Prefrensi berkembangnya serangga pada tanaman inang yang dipilih akan mendukung terhadap kelangsungan hidup dan regenerasi serangga tersebut (Singer, 1986; Renwick, 1989; Drew dkk., 2008) dan dapat menentukan perilakunya (Dhillon dkk,. 2005; Prokoppy dan Papaj, 1988). Telur menjadi nimfa (ekor) Hasil penelitian jumlah telur yang menetas menjadi nimfa menunjukan bahwa yang tertinggi Argomulyo sebanyak 1,70 ekor sedangkan varietas terendah yaitu Wilis sebanyak 0,49 ekor (Gambar 6). Gambar 6. Histogram Jumlah Telur Menetas Menjadi Nimfa (ekor) Hasil penelitian terhadap jumlah telur yang menetas menjadi nimfa menunjukan bahwa data tidak menyebar normal sehingga harus ditransformasi dengan logaritma (X+1). Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) jumlah telur yang menetas menjadi nimfa terdapat perbedaan yang nyata antar varietas. Tabel 3. Telur Menetas Menjadi Nimfa R. linearis Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%. Data hasil transformasi logaritma (X+1). Uji Duncan pada taraf 5% (Tabel 3) menunjukan bahwa varietas Argomulyo berbeda nyata dibandingkan 5 varietas uji lain (Tabel 3). Jumlah telur yang mentas menjadi nimfa dipengaruhi oleh kadar nurtisi, faktor lingkungan (suhu dan kelembapan). Jumlah telur yang menetas menjadi nimfa tertinggi pada varietas Argomulyo yang dipengaruhi oleh nutrisi pada saat imago betina mengisap polong. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap telur yang menetas menjadi nimfa, hal tersebut didukung oleh pendapat Schowalter (2006) bahwa salah satu faktor yang mendukung terhadap perkembangan telur menjadi nimfa adalah faktor lingkungan (suhu dan kelembapan). Menurut Talekar (1995) suhu optimum penetasan telur menjadi nimfa R. linearis berkisar antara C. Pola penyebaran peletakkan telur diduga ada hubungannya dengan sifat nimfa instar pertama yang baru keluar dari telur. Menurut Tengkano dan Dunuyaali (1976), nimfa instar pertama yang baru keluar dari telur sudah aktif bergerak dan aktif mencari makan. Nimfa menjadi imago (ekor) Hasil penelitian pada nimfa menjadi imago menunjukan bahwa varietas tertinggi pada Argomulyo sebanyak 1,00 ekor yaitu sedangkan terendah pada Tanggamus sebanyak 0 ekor (Gambar 7). Gambar 7. Histogram Jumlah Nimfa Menjadi Imago (ekor). Hasil penelitian terhadap jumlah nimfa menjadi imago menunjukan bahwa data tidak menyebar normal sehingga ditransformasi dengan logaritma (X+1). Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) jumlah nimfa menjadi imago tidak berbeda nyata antar varietas. 6

8 Tabel 4. Nimfa Menjadi Imago R. linearis (ekor). Keterangan : Data hasil transformasi logaritma (X+1). Hasil penelitian nimfa menjadi imago R. linearis pada tanaman uji menunjukan bahwa jumlah nimfa menjadi imago tertinggi pada varietas Argomulyo dan yang terendah pada varietas Tanggamus (Tabel 4). Masa inkubasi telur selama 6 7 hari, selanjutnya menetas menjadi nimfa R. linearis berganti kulit (molting) sebanyak lima kali (Gambar 14), setiap berganti kulit terjadi perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur. Jumlah nimfa menjadi imago tertinggi pada varietas Argomulyo, hal tersebut disebakan oleh keberhasilan molting nimfa sebelum menjadi imago, sedangkan terendah pada varietas Tanggamus, hal ini disebabkan oleh mortalitas terbesar terjadi sebelum pergantian kulit menjadi imago hal tersebut sesuai oleh pendapat Talekar (1995) yang menyatakan bahwa sebagian besar kematian terjadi sebelum molting (Gambar 8) menjadi imago. Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara menusukkan stilet dan mengisap cairan biji di dalam polong (Bayu, 2015). menjadi imago. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bayu (2015) yang menyatakan bahwa pengisap polong tidak tertarik pada polong kedelai yang memiliki struktur kulit polong yang keras karena stiletnya sulit menjangkau biji Keberhasilan nimfa menjadi imago dipengaruhi juga oleh kandungan nutrisi dan faktor lingkungan (biotik dan abiotik). Faktor lingkungan abiotik (suhu) dirumah kaca yang berkisar antara C dan suhu pada kurungan plastik milar 41 C. Perbandingan kelamin Hasil penelitian perbandingan kelamin jantan dan betina R. linearis menunjukan bahwa perbandingan kelamin jantan dan betina tertinggi pada varietas Argomulyo masing-masing jantan sebanyak 0,73 ekor dan betina sebanyak 0,81 ekor dan perbandingan kelamin jantan dan betina terendah pada varietas Tanggamus masing-masing sebanyak jantan dan betina 0 ekor (Gambar 9). Gambar 9. Histogram Perbandingan Kelamin R. linearis Hasil penelitian terhadap perbandingan kelamin jantan dan betina menunjukan bahwa data tidak menyebar normal sehingga harus ditransformasi dengan logaritma (X+1). Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) perbandingan kelamin jantan dan betina terdapat perbedaan yang nyata antar varietas. Tabel 5. Perbandingan Kelamin Imago R.linearis. Gambar 8. Molting Nimfa Instar Menjadi Imago Sumber : Dokumen Pribadi Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji serta dan jumlah tusukan pada biji serta morfologi kedelai. Morfologi kedelai (ketebalan kulit polong) mempengaruhi perkembangan nimfa 7

9 Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%. Data hasil transformasi logaritma (X+1). Uji Duncan pada taraf 5% (Tabel 5) perbandingan kelamin imago jantan R. linearis pada varietas Argomulyo berbeda nyata terhadap 5 varietas uji lain. Perbandingan kelamin imago betina R. linearis pada varietas Tangamus, Sinabung, Wilis, Tambora tidak berbeda nyata tetapi jika dibandingkan dengan varietas Lokon dan Argomulyo berbeda nyata. Perbedaan antar varietas dikarenakan kadar nutrisi dan mekanisme ketahanan pada setiap varietas kedelai berbeda-beda. Morfologi imago jantan dan betina berwarna coklat dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya (Gambar 10). Imago jantan dan betina R. linearis dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan bentuk abdomen. Panjang badan imago betina mm dengan lebih besar, sedangkan panjang badan imago jantan mm dengan abdomen ramping. Umur imago berkisar 4 47 hari (Soejitno dkk., 1990). Gambar 11. Histogram Keperidian Generasi Ke-4 (butir). Hasil pengamatan terhadap keperidian generasi ke 4 menunjukan bahwa data tidak menyebar normal sehingga harus ditransformasi dengan logaritma (X+1). Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) keperidian generasi ke-4 tidak berbeda nyata antar varietas. Tabel 6. Jumlah Telur yang Dihasilkan/Keperedian Generasi Ke 4 R. linearis (Ekor). Betina Jantan Gambar 10. Imago Jantan Dan Betina R. linearis Sumber : Dokumen Pribadi Hasil penelitian menunjukan bahwa populasi imago betina R. linearis lebih tinggi dibandingkan imago jantan, yang mengindikasikan imago betina berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan populasi dan mempertahankan populasi di alam. Jumlah telur yang dihasilkan ataau keperedian generasi ke 4 Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah telur yang dihasilkan (keperidian) generasi ke-4 tertinggi pada varietas Argomulyo sebanyak 0,99 butir dan jumlah telur yang dihasilkan (keperidian) terendah pada varietas Tanggamus sebanyak 0 butir (Gambar 11 dan Tabel 6). Keterangan : Data hasil transformasi logaritma (X+1). Hasil penelitian menunjukan bahwa imago R. linearis lebih banyak menghasilkan telur pada tanaman kedelai varietas Argomulyo, hal tersebut didukung oleh jumlah nimfa yang menjadi imago lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang lain. Jumlah telur yang dihasilkan oleh dipengaruhi oleh perilaku bertelur pada serangga adalah terjadi interaksi antara serangga dengan tanaman (Chua, 1994 dan Rauf dkk., 2013). Jumlah telur yang dihasilkan pada generasi ke 4 dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dan mekanisme ketahanan pada kedelai berbeda (Rahmawati, 2012). Pertimbangan lain bagi serangga untuk lebih tertarik meletakkan telur pada genotipe bertrikoma padat adalah untuk menghindari parasitoid telur atau musuh alami (Susanto dan Muchlish, 2008). 8

10 Schoohoven dkk. (2005) menyatakan bahwa serangga pada umumnya akan hinggap dan meletakkan telur pada tanaman karena pengaruh warna yang ditimbulkan oleh tanaman, setelah itu serangga akan menggunakan indera peraba dan penciuman untuk menentukan kesesuain tanaman tersebut sebagai tempat preferensi, sumberdaya pakan, dan berkembang biak. Varietas Tanggamus merupakan varietas dengan jumlah telur yang dihasilkan (keperidian) terendah, hal tersebut disebabkan oleh karateristik polong kedelai. Hal ditegaskan oleh pendapat Talekar (1995) bahwa betina tidak meletakkan telur pada polong kedelai yang tidak memiliki suplai pakan yang cukup dan R. linearis kemungkinan meletakkan telur pada tempat yang dapat memberikan jaminan suplai makanan pada telur yaitu perkembangan tanaman kedelai. Persentase kerusakan polong dan biji Serangan R. linearis mengakibatkan kerusakan polong, sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas produksi kedelai. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa persentase kerusakan polong tertinggi pada varietas Argomulyo sebesar 90% dan persentase kerusakan polong terendah pada varietas Sinabung sebesar 33,76%, sedangkan persentase kerusakan biji tertinggi pada varietas Argomulyo sebesar 90% dan terendah pada varietas Tanggamus sebesar 25,45% (Gambar 12). Gambar 12. Histogram Kerusakan Polong Dan Biji(%) Berdasarkan hasil penelitian terhadap kerusakan polong dan biji menunjukan bahwa data tidak menyebar normal sehingga harus ditransformasi dengan arcsin. Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) kerusakan polong dan biji berbeda nyata antar varietas yang lain. Tabel 7. Kerusakan Polong Dan Biji (%) Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%. Data hasil transformasi arcsin. Uji Duncan pada taraf 5% menunjukan bahwa persentase kerusakan polong pada varietas Argomulyo berbeda nyata terhadap varietas Tambora, Lokon, Wilis, Sinabung, Tanggamus, sedangkan persentase kerusakan biji pada varietas Argomulyo berbeda nyata terhadap varietas Tambora, Lokon, Wilis, Sinabung, Tanggamus (Tabel 7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase kerusakan polong tertinggi pada varietas Argomulyo dan terendah pada varietas Sinabung (Tabel 7). Sedangkan intensitas kerusakan biji tertinggi pada varietas Argomulyo dan terendah pada varietas Tanggamus. Berdasarkan persamaan Talekar (1981) kriteria ketahanan polong dan biji kedelai dapat dikategorikan sebagai ST (Sangat Tahan) 0 20%, T (Tahan) 21 40% yaitu varietas Wilis, Sinabung, Tanggamus, AT (Agak Tahan) 41 60%, R (Rentan) 61 80% yaitu varietas Tambora dan Lokon dan SR (Sangat Rentan) % yaitu varietas Agromulyo, hal ini dikarenakan oleh banyak polong kedelai yang terserang oleh hama R. linearis, gejala serangan R. linearis pada polong yaitu terdapat bekas tusukan berwarna hitam (Gambar 19). Hama pengisap polong R. linearis merusak polong (Gambar 13) dengan menusukan stilet ke kulit polong dan menghisap cairan biji, sehingga menurunkan kuantitas dan kualitas biji kedelai. Menurut Talekar (1995) pengisapan R. linearis memperkecil ukuran polong, mempengaruhi perkembangan polong dan mengindikasikan penurunan keuntungan dan kualitas benih. 9

11 Sumber : Dokumen Pribadi a. b. Gambar 13. a. Bekas Tusukan R. linearis Pada Polong Tua., b. Bekas Tusukan R. linearis Pada Polong Muda. Sumber : Dokumen Pribadi Dari 6 varietas kedelai yang digunakan dapat dilihat kriteria ketahanan biji terhadap serangan R. linearis yaitu varietas Argomulyo memiliki kriteria kerusakan biji yaitu Sangat Rentan (SR) sedangkan varietas Tambora dan Lokon, yaitu Rentan (R), Wilis yaitu Tahan (T), Sinabung yaitu Agak Tahan (AT), dan Tanggamus memiliki kriteria kerusakan biji yaitu Sangat Tahan (ST). Selain imago, nimfa instar III, IV, dan V pengisap polong memiliki kemampuan mengisap cairan biji kedelai sehingga berpotensi merusak biji kedelai (Bayu, 2015). Akibat dari serangan R. linearis menyebabkan ukuran biji menjadi kecil dan rusak. Hal ini didukung oleh pernyataan Talekar (1995) yang menyatakan bahwa efek dari serangan R. linearis berpengaruh pada ukuran biji berkurang dan perkecambahan biji. Stadia pengisap polong yang paling signifikan menyerang kedelai adalah imago. Imago pengisap polong menyerang polong kedelai dengan cara menusukkan stilet pada polong dan mengisap cairan nutrisi yang terkandung pada biji. Pengisap polong yang menyerang pada fase pemasakan polong menimbulkan bercak hitam kecokelatan pada biji (Gambar 14a) dan menyebabkan biji menjadi keriput dan jika menyerang pada saat polong tua atau menjelang panen dapat menyebabkan biji berlubang (Gambar 14b). Tanda kerusakan akibat serangan pengisap polong adalah adanya bintik hitam pada biji atau kulit polong bagian dalam (Bayu dan Tengkano, 2014). Hasil penelitian intensitas kerusakan polong dan biji menunjukan bahwa kerusakan polong dan biji tertinggi berkorelasi positif terhadap mortalitas imago R. linearis terendah yaitu pada varietas Argomulyo, sedangkan intensitas kerusakan polong terendah pada varietas Wilis berkorelasi negatif terhadap mortalitas imago R. linearis tertinggi yaitu pada varietas Tanggamus, sedangkan jika dibandingkan dengan intensitas kerusakan biji terendah berkorelasi positif terhadap mortalitas imago R. linearis tertinggi pada varietas Tanggamus. Koswanudin (2009) berpendapat bahwa ketahanan dan kepekaan suatu tanaman terhadap serangan hama adalah sebagai akibat dari interaksi antara respon serangga terhadap tanaman. Bobot biji sehat Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa bobot biji sehat tertinggi pada varietas Wilis sebanyak 35,1 gram dan terendah pada varietas Argomulyo sebesar 0 gram (Gambar 15). Gambar 15. Histogram Bobot Biji Sehat dan Terserang (gram). Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) pada bobot biji sehat terdapat perbedaan yang nyata antar varietas dan pada bobot biji terserang tidak berbeda nyata antar varietas. Tabel 8. Bobot Biji Sehat Dan Terserang (%). a. b. Gambar 14. a. Biji Terserang Pada Polong Muda. b. Biji Terserang Pada Polong Tua 10 Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%.

12 Uji Duncan pada taraf 5% menunjukan bahwa bobot biji sehat pada varietas Tambora dengan Lokon tidak berbeda nyata, sedangkan jika dibandingkan dengan varietas Argomulyo, Wilis, Sinabung, Tanggamus berbeda nyata (Tabel 11). Bobot biji sehat terendah pada varietas Argomulyo dan bobot biji sehat (Gambar 16) tertinggi pada varietas Wilis, dikarenakan tidak terlalu banyak polong kedelai yang terserang oleh hama R. linearis dan disebabkan oleh struktur kulit polong yang tebal. Hal tersebut sesuai oleh pendapat Bayu (2015) bahwa pengisap polong tidak tertarik pada polong kedelai yang memiliki struktur kulit polong yang keras karena stiletnya akan sulit menjangkau biji. Bobot biji terserang tertinggi pada varietas Argomulyo, disebabkan oleh imago dan nimfa instar III, IV, dan V pengisap polong memiliki kemampuan mengisap cairan biji kedelai sehingga berpotensi merusak biji kedelai (Bayu, 2015). 11 Gambar 16. Bobot Biji Sehat. SIMPULAN Hasil penelitian didapatkan 3 (tiga) varietas tahan yaitu Wilis, Sinabung dan Tanggamus yang dapat menghambat perkembangan R. linearis didasarkan 8 (delapan) parameter: tingkat mortalitas yang lebih tinggi, jumlah telur yang dihasilkan/keperidian, jumlah telur menjadi nimfa, jumlah nimfa menjadi imago, tingkat perbandingan kelamin, jumlah keperidian generasi ke-4, intensitas kerusakan polong dan biji yang lebih rendah, serta bobot biji sehat lebih tinggi.varietas Wilis, Sinabung, dan Tanggamus memiliki ketahanan terhadap hama pengisap polong R. linearis sehingga dapat digunakan sebagai benih yang dapat dibudidayakan pada daerah endemik terhadap hama pengisap polong R. linearis dan meningkatkan hasil panen kedelai di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Asadi Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai terhadap Hama Pengisap Polong. Buletin Plasma Nutfah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Vol.15: 1: Asadi Sidik Lintas Karakter Agronomi Dan Ketahanan Hama Pengisap Polong Terhadap Hasil Plasma Nutfah Kedelai. Buletin Plasma Nutfah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Vol 18 (1): 1-8. Baliadi, Y. W, Tengkano, dan Marwoto Penggerek polong kedelai, Etiella zinckenella, Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae) di Indonesia dan strategi pengendaliaannya. Jurnal litbang pertanian. Vol.27 (4): Balitkabi Hubungan Morfologi Daun Dua Varietas Kedelai dan Dengan Ketahanan Terhadap Kutu Kebul. Bayu, MSYI. W, Tengkano Endemik kepik hijau pucat, Piezodorus hybneri Gmelin (Hemiptera: Pentatomidae) dan pengendaliannya. Buletin Palawija. Vol. 73: 28. Bayu, MSYI Tingkat serangan berbagai hama polong pada plasma nutfah kedelai. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi). Malang. Jawa Timur. Vol 1 (4): 880. Chua, T.H Egg batch size of the Carambolae fruit fly Bactrocera sp. (Malaysian A) (Diptera: Tephritidae). Pertanika J. Trop. Agric. Sci 17 (2): Dhillon, M.K., R. Singh, J.S., Naresh, H.C,. Sharma The melon fruit fly, Bactrocera cucurbitae. A review of its biology and management. Journal of insect Science. 5: Drew, R.A.I, D.J. Roggers, S. Vijaysegaran dan C.J. Moore Mating activity of Bractocerra cacuminata (Hering) (Diptera: Tephritidae) on its larval host plant Solanum mauritianum Scopoli in southeast Queensland. Bulletin of Entomological Research. 98: Fletcher, B.S The Biology Of Decine Fruit Flies. Annu. Rev. Entomol. 32: Glas, J. C, Bernardus. J, Schimmel. J, Alba. R, Escobar. C, Robert. Schuurink. Merijn R Kant Plant Glandular Trichomes as

13 Targets for Breeding or Engineering of Resistance to Herbivores. International Journal of Molecular Sciences. Hlm Kalshoven, L. G. E The Pests Of Corps In Indonesia.. Ichtiar Baru-Van hoeve. Jakarta. Hlm Kosta, V Physical and chemical factors influencing landing and oviposition by the cabbage root fly on host-plant models. Entomology Exp. Appl. Dordrecht. 66: Koswanudin, D Ketahanan Plasma Nutfah kedelai terhadap Hama Penggerek Polong, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera; Pyralidae). Prosiding Seminar Nasional Peran Entomologi dalam Mendukung Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat. Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor. Indonesia. Hlm Mawan, A dan A. Herma Statistika demografi Riptortus linearis F. (Hemiptera : Alydidae) pada kacang panjang (Vigna sinensis L). Jurnal Entomol. Indonesia. Vol.1: Talekar, Narayan S., Li-Yi Huang, Hsing-Hua Chou and Jyan-Jong Ku Oviposition, Feeding and Developmental Characteristics of Riptortus Iinearis (Hemiptera: Alydidae) a Pest of Soybean. Asian Vegetable Research and Development Center. Shanhua. Taiwan. Hlm Oka, I. N Pengendalian Hama Terpadu Dan Implementasinya Di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Prayogo, Yusmani dan Suharsono Optimalisasi Pengendalian Hama Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Besar Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Hlm Prokopy, RJ. D.R. Papaj Learneing of apple fruit biotypes by apple maggot flies. Journal Insect Behav. New York. 1(1): Rahmawati, R Cepat dan Tepat Berantas Hama dan Penyakit Tanaman. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. 12 Rauf, I. N. Ahmad, S.M. Masoom, Shah Rashdi, M. Ismail dan M, Hamayoon Khan Afr. J. Agric. Res. 8(15): Renwick, JAA Chemical ecology of oviposition in phytophagous insect. Experientia. Barel. 45: Sari, K. P dan Suharsono Status Hama Pengisap Polong pada Kedelai, Daerah Penyebarannya dan Cara Pengendalian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Buletin Palawija Umbi-umbian. Malang. Vol.22: Schomalter, T.D Insect Ecology An Ecosytem Approach. Second Edition. Elsevier Inc. London. Siburian, D. Pangestiningsih. L, Lubis Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Hama Polong Riptortus Linearis F. (Hemiptera: Alydidae) Dan Etiella Zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max L.). Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN. Medan.Vol.2: 22. Singer, M.C The definition and measurement of oviposition preference in plant-feeding insect. In Miller JR, Miller TA, ed. Insectplant interactions. New York. Springer- Verlag. Hlm Soejitno, J. Harnoto. W, Tengkano. T, Djuwarso. Budihardjo. I, Made Samudra. A, Iqbal. A, Naito Petunjuk Bergambar Untuk Identifikasi Hama Dan Penyakit Kedelai di Indonesia, Edisi 2. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Hlm Suharsono Hubungan Kerapatan Trikoma dengan Intensitas Serangan Penggerek Polong Kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan. Malang. Vol.28(3). Suharsono dan L, Sulistyowati Expression Of Resistance Of Soybean To The Pod Sucking Bug Riptortus Linearis F. (Hemiptera: Coreidae). Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI). Malang. Hlm Susanto, G.A,S dan M. Muchlish Penciri Ketahanan Morfologi Genotipe Kedelai Terhadap Hama Penggerek Polong. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol.27 (2).

SELEKSI KETAHANAN GALUR

SELEKSI KETAHANAN GALUR SELEKSI KETAHANAN GALUR DAN VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI POLONG SEBAGAI PENGENDALI HAMA PENGISAP POLONG (Riptortus linearis F.) Qurrota A yun Jurusan Biologi

Lebih terperinci

KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.)

KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.) KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.) Kurnia Nur Oktaviani 1), Ismanto 2) dan Dodin Koswanudin 3) 1),2) Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Pakuan, Jl.

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) :

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) : Potensi Serangan Hama Kepik Hijau Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) dan Hama Kepik Coklat Riptortus linearis L. (Hemiptera: Alydidae) pada Tanaman Kedelai di Rumah Kassa Potential Attack of

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui tingkat ketahanan galur dan varietas kedelai (G. max L.) berdasarkan karakter morfologi

Lebih terperinci

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2010 di Laboratorium Hama Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) Malang.

Lebih terperinci

STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA

STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA MARWOTO: STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI RIPTORTUS LINEARIS DAN CARA PENGENDALIANNYA STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA Marwoto 1) ABSTRAK Salah satu hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak mengizinkan berbagai halangan bisa muncul yang menyebabkan tanaman itu tidak tumbuh subur, walaupun

Lebih terperinci

Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai terhadap Hama Pengisap Polong

Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai terhadap Hama Pengisap Polong Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai terhadap Hama Pengisap Polong Asadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

Tingkat serangan berbagai hama polong pada plasma nutfah kedelai

Tingkat serangan berbagai hama polong pada plasma nutfah kedelai PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 4, Juli 2015 ISSN: 2407-8050 Halaman: 878-883 DOI: 10.13057/psnmbi/m010439 Tingkat serangan berbagai hama polong pada plasma nutfah kedelai Attack level of

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera

Lebih terperinci

PERTANIAN KETAHANAN MORFOLOGI 16 GENOTIPE KEDELAI TERHADAP SERANGAN HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula Linnaeus)

PERTANIAN KETAHANAN MORFOLOGI 16 GENOTIPE KEDELAI TERHADAP SERANGAN HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula Linnaeus) 1 Prayoga et al., Ketahanan Morfologi 16 Genotipe Kedelai.. PERTANIAN KETAHANAN MORFOLOGI 16 GENOTIPE KEDELAI TERHADAP SERANGAN HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula Linnaeus) MORPHOLOGICAL RESISTANCE OF 16

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Nimfa instar IV berwarna hijau, berbintik hitam dan putih. Nimfa mulai menyebar atau berpindah ke tanaman sekitarnya. Lama stadium nimfa instar IV rata-rata 4,5 hari dengan panjang tubuh 6,9 mm. Nimfa

Lebih terperinci

KARAKTER AGRONOMIS DAN KETAHANAN GENOTIPE KEDELAI TOLERAN NAUNGAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG

KARAKTER AGRONOMIS DAN KETAHANAN GENOTIPE KEDELAI TOLERAN NAUNGAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG KARAKTER AGRONOMIS DAN KETAHANAN GENOTIPE KEDELAI TOLERAN NAUNGAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG Sutrisno dan Kurnia Paramita Sari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak. KM

Lebih terperinci

KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI

KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI Marida Santi Yudha Ika Bayu, Christanto, dan Wedanimbi Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma Hasil analisis varians menunjukkan bahwa umur tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi peletakan telur,

Lebih terperinci

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung TINJAUAN PUSTAKA Kepik Coklat (R.linearis Fabr.) Biologi Hama Hama ini sering dikenal dengan sebutan kepik penghisap polong kedelai karena hama ini menyerang polong kedelai. Menurut Wahyu (2010), klasifikasi

Lebih terperinci

POTENSI HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI PADA LAHAN SAWAH IRIGASI SETELAH PADI KEDUA DI SULAWESI SELATAN

POTENSI HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI PADA LAHAN SAWAH IRIGASI SETELAH PADI KEDUA DI SULAWESI SELATAN POTENSI HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI PADA LAHAN SAWAH IRIGASI SETELAH PADI KEDUA DI SULAWESI SELATAN Abd Rahman 1 dan Abdul Fattah 1)* 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting, yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di dalam Al-Qur an

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap polong pada pertanaman kedelai, padi, dan kacang panjang. Hama kepik hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen untuk mengetahui BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh galur kedelai terhadap jumlah kutu kebul pada berbagai stadia hidup (nimfa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A. glycines,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui tingkat kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

KELIMPAHAN POPULASI KUTU KEBUL PADA GENOTIPE KEDELAI

KELIMPAHAN POPULASI KUTU KEBUL PADA GENOTIPE KEDELAI KELIMPAHAN POPULASI KUTU KEBUL PADA GENOTIPE KEDELAI Kurnia Paramita Sari, Suharsono, dan A. Kasno Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101 e-mail:

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP HAMA POLONG

PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP HAMA POLONG PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP HAMA POLONG Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) DAN Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) The effect of various

Lebih terperinci

PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK)

PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK) PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK) AGUS SUPENO Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang RINGKASAN Persilangan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman: 225-230 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai

Lebih terperinci

Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat pada Kedelai

Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat pada Kedelai PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 1 2008 Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat pada Kedelai Muhammad Arifin 1 dan Wedanimbi Tengkano 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Kutu Kebul (Bemisia tabaci) pada Berbagai Stadia Hidup (telur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Kutu Kebul (Bemisia tabaci) pada Berbagai Stadia Hidup (telur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Kutu Kebul (Bemisia tabaci) pada Berbagai Stadia Hidup (telur, nimfa, imago) 4.1.1 Jumlah Telur Hasil anava pada lampiran1.1 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang

Lebih terperinci

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

Hama Kedelai dan Kacang Hijau Hama Kedelai dan Kacang Hijau Dr. Akhmad Rizali Hama Penting Kedelai dan Kacang Hijau Lalat bibit atau lalat kacang (Ophiomyia phaseoli) Ulat grayak (Spodoptera litura) Ulat penggulung daun (Lamprosema

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN

POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 1 MARET 2010 ISSN 1979 5777 19 POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN Herminanto, Nurtiati, dan D. M. Kristianti Fakultas

Lebih terperinci

ANTIXENOSIS MORFOLOGIS SALAH SATU FAKTOR KETAHANAN KEDELAI TERHADAP HAMA PEMAKAN POLONG

ANTIXENOSIS MORFOLOGIS SALAH SATU FAKTOR KETAHANAN KEDELAI TERHADAP HAMA PEMAKAN POLONG SUHARSONO: ANTIXENOSIS MORFOLOGIS SEBAGAI FAKTOR KETAHANAN KEDELAI TERHADAP HAMA POLONG ANTIXENOSIS MORFOLOGIS SALAH SATU FAKTOR KETAHANAN KEDELAI TERHADAP HAMA PEMAKAN POLONG Suharsono 1) ABSTRAK Antixenosis,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SPODOPTERA LITURA F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) PADA KEDELAI. Portrayals of Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) In Soybean

PERKEMBANGAN SPODOPTERA LITURA F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) PADA KEDELAI. Portrayals of Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) In Soybean PERKEMBANGAN SPODOPTERA LITURA F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) PADA KEDELAI Portrayals of Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) In Soybean Hendrival, Latifah, dan Rega Hayu Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Penampilan Penggerek Polong Kedelai, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), dan Pemilihan Inang pada Kedelai dan Kacang Tanah

Penampilan Penggerek Polong Kedelai, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), dan Pemilihan Inang pada Kedelai dan Kacang Tanah Jurnal Akta Agrosia Vol. 12 No.1 hlm 62-67 Jan - Jun 2009 ISSN 1410-3354 Penampilan Penggerek Polong Kedelai, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), dan Pemilihan Inang pada Kedelai dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Morfologi Polong Kedelai 4.1.1 Panjang Trikoma Trikoma sebagai salah satu karakter morfologi polong kedelai, dapat ditentukan oleh panjang trikoma. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

Status Hama Penggerek Pucuk pada Tanaman Kedelai. S.W. Indiati, Purwantoro, dan W. Tengkano

Status Hama Penggerek Pucuk pada Tanaman Kedelai. S.W. Indiati, Purwantoro, dan W. Tengkano Status Hama Penggerek Pucuk pada Tanaman Kedelai S.W. Indiati, Purwantoro, dan W. Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Kendalpayak,Malang, Jawa Timur ABSTRACT. Shoot Borer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik

Lebih terperinci

Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai

Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai Kurnia Paramita Sari, Suharsono, dan Suntono Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis L. DAN Nezara viridula L. DENGAN INSEKTISIDA KIMIA DI LAHAN KERING MASAM PROVINSI LAMPUNG

PENGENDALIAN PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis L. DAN Nezara viridula L. DENGAN INSEKTISIDA KIMIA DI LAHAN KERING MASAM PROVINSI LAMPUNG PENGENDALIAN PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis L. DAN Nezara viridula L. DENGAN INSEKTISIDA KIMIA DI LAHAN KERING MASAM PROVINSI LAMPUNG Wedanimbi Tengkano, Yuliantoro Baliadi, dan Purwantoro

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hama Pengisap Polong Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Hama Pengisap Polong Kedelai 3 TINJAUAN PUSTAKA Hama Pengisap Polong Kedelai Hama pengisap polong kedelai ada tiga jenis, yaitu kepik hijau Nezara viridula (L.), kepik hijau pucat Piezodorus hybneri (Gmel.), dan kepik coklat Riptortus

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 116-121 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo INDRIYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN PENGGEREK POLONG PADA GENOTIPE KEDELAI TOLERAN ULAT GRAYAK

TINGKAT SERANGAN PENGGEREK POLONG PADA GENOTIPE KEDELAI TOLERAN ULAT GRAYAK TINGKAT SERANGAN PENGGEREK POLONG PADA GENOTIPE KEDELAI TOLERAN ULAT GRAYAK Marida Santi Yudha Ika Bayu, Tantawizal, dan Yusmani Prayogo Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa kedelai merupakan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

Siti Herlinda Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Inderalaya

Siti Herlinda Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Inderalaya Agria 2(1):32-36. (2005) BIOEKOLOGI Helicoverpa armigera (HÜBNER) (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) PADA TANAMAN TOMAT Bio-Ecology of Helicoverpa armigera (Hübner) (Lepidoptera: Noctuidae) on Tomato Siti Herlinda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

ROGUING DAN SORTASI PADA PROSES PRODUKSI BENIH RINGKASAN

ROGUING DAN SORTASI PADA PROSES PRODUKSI BENIH RINGKASAN ROGUING DAN SORTASI PADA PROSES PRODUKSI BENIH Suhartina, Gatut Wahyu Anggoro Susanto, dan Novita Nugrahaeni Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi E-mail: t_ina_suhartina@yahoo.com; nnugrahaeni@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA (Role The Number of Seeds/Pod to Yield Potential of F6 Phenotype Soybean

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

Bioasai Tanaman Kedelai Transgenik R2 terhadap Etiella zinckenella Tr.

Bioasai Tanaman Kedelai Transgenik R2 terhadap Etiella zinckenella Tr. Bioasai Tanaman Kedelai Transgenik R2 terhadap Etiella zinckenella Tr. Diani Damayanti, Sutrisno, Saptowo. J. Pardal, M. Herman, Ekramli, Riri Sundasari, dan Endang Ibrahim Balai Penelitian Bioteknologi

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Seiring dengan berkembangnya industri makanan dan pakan ternak, permintaan terhadap komoditas kedelai meningkat pesat. Untuk memenuhi kebutuhan akan kedelai tersebut

Lebih terperinci

PREFERENSI PENGGEREK BATANG PADI PUTIH Scirphopaga innotata Walker (Lepidoptera : Pyralidae) PADA TIGA VARIETAS PADI GOGO

PREFERENSI PENGGEREK BATANG PADI PUTIH Scirphopaga innotata Walker (Lepidoptera : Pyralidae) PADA TIGA VARIETAS PADI GOGO J. Agroland 18 (2) : 92 96, Agustus 2011 ISSN : 0854 641X PREFERENSI PENGGEREK BATANG PADI PUTIH Scirphopaga innotata Walker (Lepidoptera : Pyralidae) PADA TIGA VARIETAS PADI GOGO Preferences of white

Lebih terperinci

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI Oleh Swastyastu Slandri Iswara NIM. 021510401060 JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap Mortalitas H. armigera Mortalitas larva H. armigera merupakan parameter pengukuran terhadap banyaknya jumlah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

Kepik punggung bergaris merupakan salah satu

Kepik punggung bergaris merupakan salah satu ARIFIN DAN TENGKANO: HAMA KEPIK PUNGGUNG BERGARIS PADA KEDELAI Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Punggung Bergaris Piezodorus hybneri pada Kedelai Muhammad Arifin 1 dan Wedanimbi Tengkano 2 1 Balai

Lebih terperinci

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah Fakultas Pertanian Universitas Jember ABSTRAK Lalat bibit

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Tanaman

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

Statistika Demografi Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) pada Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

Statistika Demografi Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) pada Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 2011, Vol. 8, No. 1, 8-16 Statistika Demografi Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) pada Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) AMANDA MAWAN*

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh L. lecanii Terhadap Telur Inang yang Terparasit Cendawan L. lecanii dengan kerapatan konidia 9 /ml mampu menginfeksi telur inang C. cephalonica yang telah terparasit T. bactrae

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah

Lebih terperinci