Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat pada Kedelai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat pada Kedelai"

Transkripsi

1 PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat pada Kedelai Muhammad Arifin 1 dan Wedanimbi Tengkano 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A Bogor, Jawa Barat 2 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur ABSTRACT. Economic Injury Level for The Bean Bug Riptortus linearis (L.) on Soybean. Decision-making of pest control based on the economic injury level (EIL) was a judicious step to suppress a high risk of the expensive production cost and environmental disturbance. This experiment was conducted to determine the EIL value for the bean bug as a criterion for decision making of pest control using insecticides. The EIL value was determined by the break-even point principle of the pest control, i.e., a balance between the yield loss due to pest control action and cost of the pest control. The results indicated that soybean yield losses due to the bean bug at different bean bug stadia and plant growth stages could be expressed in a linier regression model: y = x [y= yield loss (%); x= bean bug population (bugs/ 10 hills]. At a population range of 0 to 8 bean bugs/10 hills, the higher the population, the higher the yield loss. The EIL value for the bean bug at different bean bug stadia and plant growth stages were expressed in a multiple regression equation: y = x x 2 [y= the EIL value (bugs/10 hills); x 1 = cost of the pest control (x Rp 1,000/ha); x 2 = soybean price (x Rp 1,000/kg)]. If the cost to control the pest at different plant growth stages was Rp 240,000/ha and the soybean price was Rp 3,000/kg, then the EIL value for the bean bug was 2.1 bugs/10 hills. Keywords: Bean bug, soybean, economic injury level ABSTRAK. Pengambilan keputusan pengendalian hama berdasarkan tingkat kerusakan ekonomi (TKE) merupakan langkah bijaksana untuk mengurangi risiko tingginya biaya produksi dan terganggunya lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai TKE hama kepik coklat sebagai kriteria pengambilan keputusan pengendalian dengan insektisida. Nilai TKE ditentukan dengan menerapkan prinsip impas pengendalian hama, yakni kesetaraan antara nilai kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama dan biaya pengendalian hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan hasil kedelai akibat infestasi kepik coklat pada berbagai stadia kepik dan umur tanaman dinyatakan dengan persamaan regresi y = - 0, ,746 x [y= kehilangan hasil (%); x= populasi kepik coklat (ekor/10 rumpun]. Pada kisaran populasi kepik coklat 0-8 ekor/10 rumpun, makin tinggi populasi, makin tinggi pula kehilangan hasil. Nilai TKE kepik coklat pada berbagai stadia kepik dan umur tanaman dinyatakan dengan persamaan regresi berganda y = 2, ,008 x 1 0,717 x 2 [y= nilai TKE (ekor/ 10 rumpun); x 1 = biaya pengendalian (x Rp 1.000/ha); x 2 = harga kedelai (x Rp 1.000/kg)]. Apabila biaya pengendalian kepik coklat Rp /ha dan harga kedelai Rp 3.000/kg, maka nilai TKE kepik coklat adalah 2,1 ekor/10 rumpun. Kata kunci: Kepik coklat, kedelai, tingkat kerusakan ekonomi Kepik coklat Riptortus linearis (L.) (Hemiptera: Alydidae) merupakan salah satu serangga hama pengisap polong yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil, bahkan dapat menggagalkan panen pada kedelai. Hama ini menyerang polong muda dan tua sehingga polong dan biji kempis, polong gugur, biji keriput, hitam membusuk, berbercak hitam, dan berlubang. Serangan pengisap polong pada biji menyebabkan daya tumbuh biji berkurang (Tengkano et al. 1992). Sampai saat ini, pengendalian hama oleh sebagian besar petani didasarkan atas ada atau tidaknya serangan, dan satu-satunya alat pengendali yang tersedia dan siap pakai adalah insektisida. Pengendalian dengan insektisida dilakukan secara berkala, mulai sejak tanaman muda hingga menjelang panen, dengan selang waktu dua minggu, dan dengan dosis sesuai rekomendasi yang tertera pada kemasan (Marwoto 1992). Cara ini dapat menimbulkan dampak negatif, antara lain biaya produksi terlalu tinggi dan terganggunya kelestarian lingkungan. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, pengendalian hama dengan insektisida harus didasarkan atas konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam konsep PHT, pengendalian hama merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan agroekosistem dengan penekanan pada upaya mengintegrasikan semua teknologi pengendalian yang cocok dan mendorong berfungsinya proses pengendalian alami untuk mempertahankan populasi pada tingkat keseimbangan rendah. Tujuan PHT adalah: (a) menurunkan status hama, (b) menjamin keuntungan pendapatan petani, (c) melestarikan kualitas lingkungan, dan (d) menyelesaikan masalah hama secara berkelanjutan (Pedigo and Higley 1992). Penggunaan insektisida sebagai sarana pengendalian dibenarkan bila manfaat yang diperoleh dari segi ekonomi sekurang-kurangnya sama dengan biaya pengendalian hama, dan dari segi ekologi, bila komponen ekosistem, baik fisik maupun biologis, tidak mampu menekan populasi hama dan mempertahankannya pada tingkat keseimbangan rendah. Kedua dasar penggunaan insektisida tersebut melahirkan gagasan tentang konsep tingkat kerusakan ekonomi (TKE, economic injury level). 47

2 ARIFIN DAN TENGKANO: TINGKAT KERUSAKAN EKONOMI KEPIK COKLAT PADA KEDELAI TKE adalah tingkat populasi terendah yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (economic damage) pada tanaman (Stern et al. 1959). Konsep tersebut telah dikembangkan oleh para pakar sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian hama dengan insektisida secara rasional. Komponen penting dalam menentukan TKE adalah informasi mengenai tingkat kehilangan hasil panen karena serangan hama. Informasi tersebut diperoleh dari model regresi hubungan antara tingkat populasi hama dan persentase kehilangan hasil panen. Peneltian ini dilakukan berdasarkan pentingnya nilai TKE sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian hama kepik coklat. Tujuannya adalah untuk menentukan nilai TKE kepik coklat pada kedelai. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) Mojosari, Jawa Timur, pada bulan Juni sampai Desember Ada 14 seri percobaan infestasi kepik coklat pada beberapa umur tanaman kedelai, masing-masing menggunakan rancangan acak kelompok dengan lima taraf populasi sebagai perlakuan, yakni 0 (kontrol), 2, 4, 6, dan 8 ekor/ 10 rumpun. Kelima taraf perlakuan tersebut ditentukan berdasarkan perkiraan bahwa nilai TKE kepik coklat berada di antaranya. Tiap perlakuan diulang empat kali. Ke-14 seri percobaan tersebut, yakni: (1) imago pada 42 hari setelah tanam (HST), (2) imago pada 49 HST, (3) nimfa instar III (n3) pada 49 HST, (4) imago pada 56 HST, (5) n3 pada 56 HST, (6) nimfa instar IV (n4) pada 56 HST, (7) imago pada 63 HST, (8) n3 pada 63 HST, (9) n4 pada 63 HST, (10) nimfa instar V (n5) pada 63 HST, (11) imago pada 70 HST, (12) n3 pada 70 HST, (13) n4 pada 70 HST, dan (14) n5 pada 70 HST. Tiap petak perlakuan berisi 10 rumpun contoh. Imago kepik coklat diperoleh dari lapang, kemudian dibiakkan secara alami dengan kacang panjang dalam kurungan kain kasa. Kapas digunakan sebagai tempat imago meletakkan telur. Telur-telur dikumpulkan setiap hari, kemudian dipelihara dalam cawan petri sampai menetas. Untuk mempertahankan kelembaban tinggi, dalam cawan petri tersebut disediakan sepotong kacang panjang segar. Nimfa yang keluar dari telur dipelihara dalam kurungan plastik milar dan diberi pakan kacang panjang yang telah berisi biji. Pakan diperbaharui tiga hari sekali. Lahan seluas lebih kurang m 2 ditanami kedelai varietas Wilis dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, 3 biji per lubang. Pada saat tanam, tanaman dipupuk urea, SP36, dan KCl, masing-masing dengan takaran 50 kg, 100 kg, dan 75 kg/ha. Pada umur 14 dan 21 HST, tanaman diberi pupuk daun 2 g/l air. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 dan 30 HST. Pengairan dilakukan sebelum dan sesudah tanam kemudian dilanjutkan 10 hari sekali. Dua minggu sebelum infestasi serangga, tanaman disemprot dengan insektisida deltametrin 25 g/l untuk mengatasi serangan hama yang tidak diinginkan. Residu penyemprotan insektisida tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap kepik coklat yang akan diinfestasikan. Kehilangan Hasil Tanaman contoh sebanyak 10 rumpun per perlakuan disungkup dengan kain kasa berukuran 100 cm x 100 cm x 100 cm pada 12 jam sebelum infestasi. Penyungkupan tanaman dimaksudkan agar tidak terjadi serangan hama yang tidak diinginkan. Tanaman dalam sungkup diinfestasi dengan kepik coklat sesuai perlakuan. Sungkup dilepas pada 7 hari setelah infestasi kemudian tanaman disemprot dengan insektisida setiap minggu sampai tanaman berumur 77 HST. Panen dilakukan pada 90 HST. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah polong, biji terserang, dan bobot biji hasil panen. Data dianalisis dengan sidik ragam, kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Gomez and Gomez 1984). Tingkat kerusakan polong dan atau biji dihitung dengan rumus berikut: Jumlah polong atau biji terserang Tingkat kerusakan = x 100% polong atau biji (%) Jumlah polong atau biji yang diamati Nilai kehilangan hasil untuk tiap perlakuan dihitung dengan rumus: KH i = H p H i x 100% H p KH i = persentase kehilangan hasil pada perlakuan i, H p = hasil panen potensial yang diperoleh pada kontrol, H i = hasil panen pada perlakuan i. Model kehilangan hasil untuk hubungan antara populasi serangga dan kehilangan hasil panen pada berbagai stadia serangga dan umur tanaman dinyatakan dengan persamaan regresi linier (Gomez and Gomez 1984): 48

3 PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO y = a + bx y= kehilangan hasil panen, a= konstanta regresi, b= koefisien regresi, x= populasi serangga. Setelah berbagai persamaan regresi linier tersebut diduga, dilakukan pengujian homogenitas terhadap berbagai koefisien regresinya. Apabila ada dua atau lebih koefisien regresi yang dinyatakan homogen, dibuat satu persamaan regresi yang mewakili beberapa persamaan regresi dengan koefisien regresi yang homogen. Penentuan TKE Penghitungan nilai TKE kepik coklat didasarkan atas prinsip titik impas pengendalian hama, yakni kesetaraan nilai antara biaya pengendalian dan kehilangan hasil panen yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama. Urutan langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Penentuan ambang perolehan (gain threshold), yakni kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama, diperoleh dari rumus: BP AP = x 100% HK X E AP = ambang perolehan (kg/ha), BP = biaya pengendalian (Rp/ha), HK= harga kedelai (Rp/kg), E = efektivitas pengendalian (%). 2. Penentuan persentase kehilangan hasil panen untuk ambang perolehan (langkah 1), diperoleh dari rumus: AP KH = x 100% PH KH = kehilangan hasil panen (%), AP = ambang perolehan (kg/ha), PH = potensi hasil panen di daerah setempat (kg/ha). 3. Penentuan persamaan regresi hubungan antara populasi hama (x) dan persentase kehilangan hasil panen (y) pada berbagai umur tanaman, diperoleh dari hasil percobaan mengenai kehilangan hasil panen kedelai akibat infestasi kepik coklat di lapang. 4. Penentuan nilai TKE kepik coklat, diperoleh dengan cara mensubstitusikan nilai y pada persamaan regresi (langkah 3) dengan nilai KH (langkah 2). Urutan langkah tersebut mengikuti metode yang telah diterapkan oleh Arifin (1994) berdasarkan hasil modifikasi metode Stone dan Pedigo (1972), dengan mempertimbangkan efektivitas pengendalian yang diinginkan (Pedigo and Higley 1992). HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kerusakan Polong dan Biji Data pengamatan tingkat kerusakan polong dan biji kedelai varietas Wilis yang diinfestasi kepik coklat pada berbagai umur tanaman, stadia serangga, dan populasi serangga disajikan dalam Tabel 1. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kerusakan polong dan biji mulai terjadi setelah tanaman diinfestasi dengan 2 ekor kepik coklat per 10 rumpun. Tingkat kerusakan tertinggi diperoleh setelah tanaman diinfestasi dengan 8 ekor kepik coklat per 10 rumpun. Persamaan regresi hubungan antara populasi kepik coklat dan tingkat kerusakan polong memiliki koefisien regresi (r) yang bersifat homogen (P= 0,01) untuk lima perlakuan umur tanaman kedelai varietas Wilis (42, 49, 56, 63, dan 70 HST), tetapi tidak bersifat homogen untuk empat perlakuan stadia serangga (nimfa instar III, nimfa instar IV, nimfa instar V, dan imago). Oleh karena itu, dibuat empat persamaan regresi tunggal dengan koefisien regresi homogen yang mewakili empat stadia serangga tersebut, seperti yang disajikan pada Gambar 1. Keempat persamaan regresi homogen tersebut menunjukkan bahwa pada kepadatan populasi minimum 0 ekor/10 rumpun dan populasi maksimum 8 ekor/10 rumpun (0 < x < 8 ), makin tinggi populasi kepik coklat, makin tinggi pula tingkat kerusakan polongnya. Tingkat kerusakan polong (%) Y (nimfa III) = 0, ,278 X; r = 0,996** Y (nimfa IV) = 0, ,345 X; r = 0,993** Y (nimfa V) = 0, ,428 X; r = 0,987** Y (imago) = 0, ,469 X; r = 0,980** Nimfa III Nimfa V Populasi kepik coklat (ekor/10 rumpun) Nimfa III Nimfa V Nimfa IV Imago Nimfa IV Imago Gambar 1. Hubungan antara populasi kepik coklat dan tingkat kerusakan polong pada berbagai stadia kepik coklat untuk tanaman kedelai varietas Wilis umur 42 hingga 70 HST. 49

4 ARIFIN DAN TENGKANO: TINGKAT KERUSAKAN EKONOMI KEPIK COKLAT PADA KEDELAI Tabel 1. Tingkat kerusakan polong dan biji kedelai varietas Wilis yang diinfestasi kepik coklat pada berbagai umur tanaman, stadia serangga, dan populasi serangga. Tingkat kerusakan polong dan biji (%) pada stadium Umur Populasi Imago Nimfa 3 Nimfa 4 Nimfa 5 tanaman (ekor/ (HST) 10 rumpun) Polong Biji Polong Biji Polong Biji Polong Biji ,0 a 0,0 c 2 0,9 a 1,0 b 4 1,9 a 1,7 ab 6 2,8 a 2,4 a 8 4,2 a 2,8 a ,0 c 0,0 d 0,0 a 0,0 a 2 1,7 b 0,8 c 0,7 a 0,4 a 4 1,9 b 0,9 bc 1,1 a 0,6 a 6 2,1 b 1,1 b 1,6 a 0,9 a 8 3,8 a 1,9 a 1,9 a 1,3 a ,0 d 0,0 d 0,0 a 0,0 a 0,0 c 0,0 c 2 1,7 c 0,9 c 0,7 a 0,4 a 0,9 b 0,5 b 4 2,2 bc 1,0 c 1,0 a 0,5 a 1,2 b 0,6 b 6 2,7 b 1,4 b 1,2 a 0,7 a 1,8 a 0,9 a 8 3,7 a 1,9 a 1,7 a 0,9 a 2,3 a 1,1 a ,0 d 0,0 c 0,0 d 0,0 e 0,0 d 0,0 d 0,0 a 0,0 d 2 2,4 c 1,1 b 0,8 c 0,4 d 0,9 c 0,5 c 1,2 a 0,6 c 4 2,7 bc 1,2 b 1,1 c 0,7 c 1,2 c 0,8 b 1,5 a 0,8 c 6 3,6 ab 1,8 a 1,9 b 1,0 b 1,9 b 1,0 b 2,1 a 1,2 b 8 4,5 a 1,8 a 3,1 a 1,4 a 3,0 a 1,5 a 3,3 a 1,6 a ,0 d 0,0 e 0,0 c 0,0 c 0,0 d 0,0 d 0,0 d 0,0 d 2 1,8 c 1,0 d 0,6 b 0,4 b 1,3 c 0,5 c 1,7 c 0,7 c 4 2,6 b 1,3 c 1,0 b 0,6 b 2,0 bc 0,9 b 2,3 b 1,1 b 6 3,3 ab 1,7 b 2,0 a 1,1 a 2,8 ab 1,3 ab 3,4 a 1,5 a 8 4,3 a 2,3 a 2,4 a 1,3 a 3,3 a 1,5 a 4,0 a 1,7 a Angka selajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji jarak berganda Duncan. Tingkat kerusakan polong tertinggi terjadi pada perlakuan imago kemudian diikuti oleh perlakuan nimfa instar V dan IV, dan yang terendah pada perlakuan nimfa instar III. Perbedaan tingkat kerusakan polong ini disebabkan oleh perbedaan perilaku kepik coklat dalam menghisap polong pada berbagai stadia serangga. Kepik coklat stadia imago bergerak lebih bebas bila dibandingkan dengan stadia nimfa instar V, demikian juga nimfa instar V bergerak lebih bebas dibandingkan dengan nimfa instar IV, dan nimfa instar IV bergerak lebih bebas bila dibandingkan dengan nimfa instar III. Makin leluasa kepik coklat bergerak, makin besar peluangnya menghisap polong dan makin banyak polong yang dirusak. Persamaan regresi hubungan antara populasi kepik coklat dan tingkat kerusakan biji pada berbagai stadia serangga dan umur tanaman kedelai varietas Wilis memiliki beberapa koefisien regresi (r) yang bersifat homogen (P= 0,01). Oleh karena itu, untuk mewakilinya, dibuat persamaan regresi tunggal dengan koefisien regresi homogen, seperti yang disajikan pada Gambar 2. Persamaan regresi homogen tersebut menunjukkan bahwa pada kepadatan populasi minimum 0 ekor/10 rumpun dan populasi maksimum 8 ekor/10 rumpun ( 0 <x <8 ), makin tinggi populasi kepik coklat makin tinggi pula tingkat kerusakan biji. Pada tingkat populasi yang relatif rendah, kepik coklat mungkin belum mengakibatkan kerusakan polong dan biji, sehingga tidak cukup alasan untuk diberlakukannya tindakan pengendalian. Pada keadaan ini, tanaman biasanya mampu mentolerir tingkat kerusakan rendah, bahkan mampu mengkompensasi kerusakan dengan cara menyalurkan lebih banyak energi ke sumber-sumber pertumbuhan (Meyer 2003). Tindakan pengendalian kepik coklat baru dapat dibenarkan bila kerusakan tanaman yang terjadi sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan kerusakan tanaman. 50

5 PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO Tingkat kerusakan polong (%) 2 1 Y = 0, ,195X; r = 0,988** Populasi kepik coklat (ekor/10 rumpun) Gambar 2. Hubungan antara populasi kepik coklat dan tingkat kerusakan biji pada berbagai stadia kepik coklat dan umur tanaman kedelai varietas Wilis. Hasil dan Kehilangan Hasil Panen Data hasil dan kehilangan hasil panen kedelai varietas Wilis yang diinfestasi kepik coklat pada berbagai umur tanaman, stadia serangga, dan populasi serangga disajikan dalam Tabel 2. Data tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan analisis sidik ragam, hasil kedelai tidak dipengaruhi oleh infestasi kepik coklat pada tingkat populasi 0 hingga 8 ekor/10 rumpun. Hal ini dimaklumi karena macam perlakuan populasi kepik coklat sengaja dibuat pada tingkat yang relatif rendah, sesuai dengan kebutuhan untuk penghitungan nilai TKE kepik coklat. Pengaruh infestasi kepik coklat terhadap hasil panen akan nyata bila populasinya lebih dari 8 ekor/10 rumpun. Data kehilangan hasil panen yang juga disajikan dalam Tabel 2 digunakan untuk menentukan model hubungannya dengan populasi kepik coklat pada berbagai stadia serangga dan umur tanaman kedelai Tabel 2. Hasil dan kehilangan hasil panen (%) kedelai varietas Wilis setelah diinfestasi kepik coklat pada berbagai umur tanaman, stadia serangga, dan populasi serangga. Hasil dan kehilangan hasil panen pada stadium Umur Populasi Imago Nimfa 3 Nimfa 4 Nimfa 5 tanaman (ekor/ (HST) 10 rumpun) Hasil panen % Hasil panen % Hasil panen % Hasil panen % (g/10 rumpun) (g/10 rumpun) (g/10 rumpun) (g/10 rumpun) ,7 0, ,1 6, ,8 12, ,2 14, ,9 15, ,0 0,0 224,0 0, ,9 3,5 223,7 0, ,9 7,4 219,7 1, ,1 12,1 202,5 9, ,5 11,5 197,4 11, ,4 0,0 211,3 0,0 217,3 0, ,3 2,8 199,4 5,7 213,4 1, ,4 7,7 197,4 6,6 199,4 8, ,5 9,9 182,4 13,7 171,6 21, ,0 12,4 181,6 14,1 174,4 19, ,4 0,0 209,8 0,0 221,1 0,0 207,3 0, ,8 0,7 194,2 7,4 202,0 8,7 197,1 4, ,1 7,9 199,7 4,8 203,8 7,8 197,6 4, ,5 12,5 190,3 9,3 195,6 11,5 193,5 6, ,1 11,3 178,0 15,2 180,4 18,4 190,2 8, ,8 0,0 206,3 0,0 218,5 0,0 225,0 0, ,0 6,4 202,8 1,7 215,7 1,3 205,7 8, ,1 11,5 181,5 12,0 208,2 4,7 203,9 9, ,8 13,9 187,2 9,3 205,0 6,2 182,6 18, ,3 19,2 173,0 16,1 186,4 14,7 181,2 19,5 tn tn tn tn tn = tidak berbeda nyata taraf 0,05 uji jarak berganda Duncan. 51

6 ARIFIN DAN TENGKANO: TINGKAT KERUSAKAN EKONOMI KEPIK COKLAT PADA KEDELAI varietas Wilis. Hubungan yang dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi linier tersebut memiliki beberapa koefisien regresi (r) yang bersifat homogen (P=0,01). Oleh karena itu, untuk mewakilinya, dibuat persamaan regresi tunggal dengan koefisien regresi homogen, seperti yang disajikan pada Gambar 3. Persamaan regresi homogen tersebut menunjukkan bahwa pada kepadatan populasi minimum 0 ekor/10 rumpun dan populasi maksimum 8 ekor/10 rumpun ( 0 <x <8 ), makin tinggi populasi kepik coklat makin tinggi pula tingkat kehilangan hasil panen. Sebagai ilustrasi, apabila terjadi infestasi hama kepik coklat 2 ekor/10 rumpun, maka berdasarkan persamaan regresi pada Gambar 3, kehilangan hasil 3,5% atau setara Tingkat kehilangan hasil (%) Y = -0, ,746X; r = 0,998** Populasi kepik coklat (ekor/10 rumpun) Gambar 3. Hubungan antara populasi kepik coklat dan tingkat kehilangan hasil pada berbagai stadia serangga dan umur tanaman kedelai varietas Wilis. dengan 95,6 kg/ha (potensi hasil kedelai varietas Wilis kg/ha) atau senilai Rp /ha (harga kedelai Rp 3.000/kg). Penentuan TKE Penghitungan nilai TKE kepik coklat didasarkan atas data (a) persamaan regresi hubungan antara populasi kepik coklat dan tingkat kehilangan hasil pada berbagai stadia serangga dan umur tanaman kedelai varietas Wilis (Gambar 3); (b) potensi hasil panen kedelai varietas Wilis diperoleh dari rata-rata hasil panen pada perlakuan kontrol (0 ekor/10 rumpun) pada 42, 49, 56, 63, dan 70 HST (Tabel 2), yaitu 218,5 g/10 rumpun atau kg/ha (1 ha= rumpun); (c) harga kedelai varietas Wilis di lokasi percobaan (IPPTP Mojosari) Rp 3.000/kg; (d) harga insektisida deltametrin Rp /l/ha; (e) biaya aplikasi insektisida Rp /2 orang/hari/ha; dan (f) efektivitas pengendalian hama 80%. Berdasarkan data tersebut dan rumus untuk menghitung TKE, maka nilai TKE hama kepik coklat dapat ditentukan, yaitu rata-rata 2,1 ekor/10 rumpun atau 21 ekor/100 rumpun. Penentuan nilai TKE di atas bersifat kurang dinamis karena hasilnya valid untuk situasi harga pasar tertentu. Apabila harga pasar berubah, maka nilai TKE juga berubah. Untuk menentukan nilai TKE yang lebih dinamis, biaya pengendalian dibuat bervariasi antara Rp /ha dan Rp /ha, dan harga kedelai bervariasi antara Rp 2.500/kg dan Rp 3.500/kg. Hasil penghitungan nilai TKE pada berbagai biaya pengendalian dan harga kedelai tersebut disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil penghitungan nilai TKE hama kepik coklat pada berbagai variasi biaya pengendalian dan harga kedelai varietas Wilis. Biaya Harga Ambang Potensi Kehilangan TKE No. pengendalian kedelai perolehan hasil hasil (ekor/ (Rp/ha) (Rp/kg) (kg/ha) (kg/ha) (%) 10 rumpun) , ,7 2, ,2 3,8 2, ,1 3,9 2, ,4 4,0 2, ,3 3,1 1, ,3 3,3 1, ,8 3,4 1, ,0 6,4 3, ,4 2,6 1, ,1 2,9 1, ,0 5,5 3, ,8 5,3 3, ,5 2,3 1, ,0 4,6 2, ,0 4,6 2, ,0 4,6 2,62 52

7 PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO Berdasarkan data dalam Tabel 3 diperoleh suatu model persamaan regresi berganda sebagai berikut: y x 1 x 2 y = 2, ,008 x 1 0,717 x 2 R 2 = 0,974** = nilai TKE kepik coklat (ekor/10 rumpun); = biaya pengendalian (x Rp 1.000/ha); = harga kedelai (x Rp 1.000/kg) Model persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa nilai TKE bervariasi menurut perubahan biaya pengendalian dan harga kedelai. Meningkatnya biaya pengendalian akan meningkatkan nilai TKE, tetapi meningkatnya harga kedelai akan menurunkan nilai TKE. Jadi, berdasarkan persamaan regresi berganda tersebut, apabila biaya pengendalian kepik coklat Rp /ha dan harga kedelai konsumsi Rp 3.000/kg, maka nilai TKE kepik coklat rata-rata 2,1 ekor/10 rumpun atau 21 ekor/10 rumpun. Dengan demikian, hasil penghitungan TKE kepik coklat yang bersifat dinamis tersebut cocok dengan penghitungan TKE kepik coklat yang bersifat statis. Pengambilan Keputusan Pengendalian Sejak Stern et al. (1959) mengemukakan konsep TKE, para pakar bersepakat untuk mengembangkannya sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian dengan insektisida. Dalam hal ini, petani sebagai pengambil keputusan tidak boleh menunggu hingga populasi hama mencapai TKE, tetapi harus segera memulai tindakan pengendalian sebelum populasi hama mencapai TKE. Maksudnya, agar tersedia waktu bagi petani untuk mempersiapkan diri sebelum tindakan pengendalian dilakukan. Apabila populasi hama telah mencapai TKE sementara petani baru mulai mempersiapkan diri, tindakan pengendalian akan terlambat karena populasi hama telah melampaui TKE. Tingkat populasi hama sebelum mencapai TKE dikenal sebagai ambang ekonomi (economic threshold) atau ambang kendali (action threshold). Untuk menentukan apakah populasi hama kepik coklat telah mencapai TKE, kegiatan pemantauan populasi hama tersebut harus dilakukan secara berkala. Umumnya, kepadatan populasi hama tidak ditentukan dengan cara menghitung banyaknya individu serangga hama secara keseluruhan, tetapi dengan cara penarikan contoh pada beberapa unit tanaman, baik secara acak maupun sistematik, bergantung pola sebaran populasi serangga (Ruesink 1980). Apabila rata-rata populasi hama kepik coklat mendekati 2,1 ekor/10 rumpun, tindakan pengendalian harus segera dilakukan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil-hasil percobaan TKE kepik coklat pada tanaman kedelai varietas Wilis dapat disimpulkan dan disarankan beberapa hal berikut: 1. Kehilangan hasil kedelai karena kepik coklat dapat diduga dengan persamaan regresi linier sederhana yang berlaku pada populasi minimum 0 ekor/10 rumpun dan populasi maksimum 8 ekor/10 rumpun: Y = ,746 X. Y= tingkat kehilangan hasil panen kedelai (%); X= populasi kepik coklat (ekor/10 rumpun). 2. Nilai TKE kepik coklat pada berbagai biaya pengendalian dan harga kedelai dapat ditentukan dengan model persamaan regresi berganda. Apabila biaya pengendalian hama kepik coklat Rp /ha dan harga kedelai Rp 3.000/kg, nilai TKE hama kepik coklat adalah 2,1 ekor/10 rumpun. 3. Berdasarkan kriteria TKE, tindakan pengendalian hama kepik coklat harus segera dilakukan sebelum populasinya mencapai 2,1 ekor/10 rumpun. Pengendalian yang dilakukan setelah itu akan mengalami kerugian karena biaya yang dikeluarkan lebih tinggi daripada nilai kehilangan hasil panen yang akan diselamatkan. 4. Untuk pengambilan keputusan pengendalian hama kepik coklat, perlu dilakukan penelitian teknik penarikan contoh beruntun populasi kepik coklat pada berbagai stadia serangga dan tanaman kedelai. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yulianti, SPd dan Drs. Bedjo yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arifin, M Economic injury level and sequential sampling technique for the common cutworm, Spodoptera litura (F.) on soybean. Contr. Central Research Institute Food Crops Bogor. 82: Gomez, K.A. and A.A. Gomez Statistical procedures for agricultural research. 2 nd ed. John Wiley & Sons, New York. 680 p. Marwoto Masalah pengendalian hama kedelai di tingkat petani, p Dalam: Marwoto et al. (penyunting). Risalah Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai. Balittan Malang. 53

8 ARIFIN DAN TENGKANO: TINGKAT KERUSAKAN EKONOMI KEPIK COKLAT PADA KEDELAI Meyer, J.R Economic injury level. course/ent425/tutorial/economics.html Pedigo, L.P. and L.G. Higley The economic injury level concept and environmental quality. American Entomologist. 38(1): Ruesink, W.G Intoduction to sampling plans for soybean arthropods, p In: M. Kogan and D.C. Herzog (Eds.). Sampling methods in soybean entomology. Springer-Verlag, New York. Stern, V.M., R.F. Smith, R. van den Bosch, and K.S. Hagen The integrated control concept. Hilgardia. 29: Stone, J.D. and L.P. Pedigo Development and economic injury level of the green cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: Tengkano, W., M. Iman, dan A.M. Tohir Bioekologi, serangan dan pengendalian hama pengisap dan penggerek polong kedelai, p Dalam: Marwoto et al. (Eds.). Risalah Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai. Balittan Malang. 183 p. 54

Kepik punggung bergaris merupakan salah satu

Kepik punggung bergaris merupakan salah satu ARIFIN DAN TENGKANO: HAMA KEPIK PUNGGUNG BERGARIS PADA KEDELAI Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Punggung Bergaris Piezodorus hybneri pada Kedelai Muhammad Arifin 1 dan Wedanimbi Tengkano 2 1 Balai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2010 di Laboratorium Hama Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) Malang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak mengizinkan berbagai halangan bisa muncul yang menyebabkan tanaman itu tidak tumbuh subur, walaupun

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) :

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) : Potensi Serangan Hama Kepik Hijau Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) dan Hama Kepik Coklat Riptortus linearis L. (Hemiptera: Alydidae) pada Tanaman Kedelai di Rumah Kassa Potential Attack of

Lebih terperinci

ILMU HAMA, PENYAKIT DAN GULMA. Pokok Bahasan Konsep Pengelolaan Hama

ILMU HAMA, PENYAKIT DAN GULMA. Pokok Bahasan Konsep Pengelolaan Hama ILMU HAMA, PENYAKIT DAN GULMA Pokok Bahasan Konsep Pengelolaan Hama Konsep Hama No. Substansi Metode Pembelajaran 1. Konsep AE, KE, ALE, dll. Tatap muka di kelas dg cara: 1. Tanya jawab materi 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

Oleh : Dian Astriani

Oleh : Dian Astriani Oleh : Dian Astriani Pemantauan Populasi Hama di lahan Aras Keputusan Pengendalian Tercapai Pengendalian secara ekonomik dapat dipertanggungjawabkan Jumlah individu hama per satuan atau per unit sampel,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui tingkat ketahanan galur dan varietas kedelai (G. max L.) berdasarkan karakter morfologi

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

ILMU HAMA, PENYAKIT DAN GULMA. Pokok Bahasan. Konsep Hama

ILMU HAMA, PENYAKIT DAN GULMA. Pokok Bahasan. Konsep Hama ILMU HAMA, PENYAKIT DAN GULMA Pokok Bahasan Konsep Hama Konsep Hama No. Substansi Metode Pembelajaran 1. Konsep AE, KE, ALE, dll. Tatap muka di kelas dg cara: 1. Tanya jawab materi 2. Faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 116-121 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo INDRIYA

Lebih terperinci

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN Hubungan antara Kepadatan Populasi Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz.) dan Tingkat Kerusakan Daun dengan Kehilangan Hasil Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Sudarjat Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kec. Natar Kab. Lampung Selatan dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK)

PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK) PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK) AGUS SUPENO Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang RINGKASAN Persilangan

Lebih terperinci

KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.)

KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.) KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.) Kurnia Nur Oktaviani 1), Ismanto 2) dan Dodin Koswanudin 3) 1),2) Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Pakuan, Jl.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor ABSTRAK

1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor ABSTRAK PENGUJIAN LAPANG EFIKASI INSEKTISIDA CURBIX 100 SC (ETIPZOL 100 g/l) DAN CONFIDOR 5 WP (IMIDAKLOPRID 5 %) TERHADAP KEPIK HITAM RAMPING (Pachybarachlus pallicornis var. Baihaki) PADA TANAMAN PADI SAWAH

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

PAKET TEKNOLOGI TANAMAN KEDELAI VARIETAS LOKON, WILIS, DAN ORBA

PAKET TEKNOLOGI TANAMAN KEDELAI VARIETAS LOKON, WILIS, DAN ORBA PAKET TEKNOLOGI TANAMAN KEDELAI VARIETAS LOKON, WILIS, DAN ORBA Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) LPTP Koya Barat, Irian Jaya No. 10/96 Diterbitkan oleh: Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat

Lebih terperinci

SELEKSI KETAHANAN GALUR

SELEKSI KETAHANAN GALUR SELEKSI KETAHANAN GALUR DAN VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI POLONG SEBAGAI PENGENDALI HAMA PENGISAP POLONG (Riptortus linearis F.) Qurrota A yun Jurusan Biologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus annus L.) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA

STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA MARWOTO: STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI RIPTORTUS LINEARIS DAN CARA PENGENDALIANNYA STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA Marwoto 1) ABSTRAK Salah satu hama

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman: 225-230 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

Nimfa instar IV berwarna hijau, berbintik hitam dan putih. Nimfa mulai menyebar atau berpindah ke tanaman sekitarnya. Lama stadium nimfa instar IV rata-rata 4,5 hari dengan panjang tubuh 6,9 mm. Nimfa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai

Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai Kurnia Paramita Sari, Suharsono, dan Suntono Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak

Lebih terperinci

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN Sumarni T., S. Fajriani, dan O. W. Effendi Fakultas Pertanian Universitas BrawijayaJalan Veteran Malang Email: sifa_03@yahoo.com

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui tingkat kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI

KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI Marida Santi Yudha Ika Bayu, Christanto, dan Wedanimbi Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro dan Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis L. DAN Nezara viridula L. DENGAN INSEKTISIDA KIMIA DI LAHAN KERING MASAM PROVINSI LAMPUNG

PENGENDALIAN PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis L. DAN Nezara viridula L. DENGAN INSEKTISIDA KIMIA DI LAHAN KERING MASAM PROVINSI LAMPUNG PENGENDALIAN PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis L. DAN Nezara viridula L. DENGAN INSEKTISIDA KIMIA DI LAHAN KERING MASAM PROVINSI LAMPUNG Wedanimbi Tengkano, Yuliantoro Baliadi, dan Purwantoro

Lebih terperinci

KARAKTER AGRONOMIS DAN KETAHANAN GENOTIPE KEDELAI TOLERAN NAUNGAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG

KARAKTER AGRONOMIS DAN KETAHANAN GENOTIPE KEDELAI TOLERAN NAUNGAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG KARAKTER AGRONOMIS DAN KETAHANAN GENOTIPE KEDELAI TOLERAN NAUNGAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG Sutrisno dan Kurnia Paramita Sari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak. KM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN BEBERAPA ISOLAT SLNPV DAN KOMBINASINYA DALAM PENGENDALIAN ULAT GRAYAK PADA KEDELAI

KEEFEKTIFAN BEBERAPA ISOLAT SLNPV DAN KOMBINASINYA DALAM PENGENDALIAN ULAT GRAYAK PADA KEDELAI KEEFEKTIFAN BEBERAPA ISOLAT SLNPV DAN KOMBINASINYA DALAM PENGENDALIAN ULAT GRAYAK PADA KEDELAI Muhammad Arifin 1 dan Bedjo 2 1 Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor 2

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan dilaksanakan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (IPPTP)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo, Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro pada bulan Maret Mei 2014. Jenis tanah

Lebih terperinci

Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai terhadap Hama Pengisap Polong

Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai terhadap Hama Pengisap Polong Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai terhadap Hama Pengisap Polong Asadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan April-Agustus 2010. Kegiatan penelitian terdiri dari penyiapan alat, bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida Ambang Ekonomi Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Latar belakang Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida >90% tidak memenuhi target hama pencemaran

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH Dotti Suryati Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI AANB. Kamandalu dan S.A.N. Aryawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Uji daya hasil beberapa galur harapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis, digunakan data percobaan yang dirancang dilakukan di dua tempat. Percobaan pertama, dilaksanakan di Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil

Lebih terperinci

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah Fakultas Pertanian Universitas Jember ABSTRAK Lalat bibit

Lebih terperinci

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMUPUKAN DI LAHAN KERING [THE RESPONSES OF SEVERAL SOYBEAN VARIETIES ON FERTILIZATION ON DRYLAND]

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMUPUKAN DI LAHAN KERING [THE RESPONSES OF SEVERAL SOYBEAN VARIETIES ON FERTILIZATION ON DRYLAND] ISSN 1410-1939 TANGGAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMUPUKAN DI LAHAN KERING [THE RESPONSES OF SEVERAL SOYBEAN VARIETIES ON FERTILIZATION ON DRYLAND] Nur Asni dan Yardha 1 Abstract This investigation

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen untuk mengetahui BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh galur kedelai terhadap jumlah kutu kebul pada berbagai stadia hidup (nimfa,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan September - November 2014. B. Bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitiandilakukan di Laboratorium Penelitian dan Lahan Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan waktu pelaksanaan selama 3 bulan dimulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

THE EFFECT OF WEED CONTROL AND SOIL TILLAGE SYSTEM ON GROWTH AND YIELD OF SOYBEAN (Glycine max L.)

THE EFFECT OF WEED CONTROL AND SOIL TILLAGE SYSTEM ON GROWTH AND YIELD OF SOYBEAN (Glycine max L.) PENGARUH PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) PADA SISTEM OLAH TANAH THE EFFECT OF WEED CONTROL AND SOIL TILLAGE SYSTEM ON GROWTH AND YIELD OF SOYBEAN (Glycine

Lebih terperinci

APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK

APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK (Ricinus communis L.) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA PENGHISAP POLONG DAN ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN KEDELAI SKRIPSI Oleh Denik Purwaningsih NIM. 021510401071

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari awal

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Buana Sains Vol 6 No 2: 165-170, 2006 165 PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Fauzia Hulopi PS Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA DAN HASIL PADA DUA VARIETAS KEDELAI

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA DAN HASIL PADA DUA VARIETAS KEDELAI PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA DAN HASIL PADA DUA VARIETAS KEDELAI Delly Resiani dan Sunanjaya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jl. By Pass Ngurah Rai Pesanggaran,Denpasar

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 8% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- 22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jenis tanah Andosol, ketinggian tempat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.tujuan pengkajian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan Pertanian (SPP) Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Hama Tumbuhan selama tiga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Green House (GH) dan Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. tempat ± 30 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Awal Juli sampai

BAHAN DAN METODE. tempat ± 30 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Awal Juli sampai BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Telaga Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 30 m dpl.

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit J. Hort. 18(2):155-159, 2008 Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit Sutapradja, H. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA

DINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA DINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA A. Tenrirawe Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Hama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kehilangan hasil jagung. Penanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci