PEDOGENESIS PADA BEBERAPA JENIS TANAH YANG DISAWAHKAN DI BOGOR KURNIATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOGENESIS PADA BEBERAPA JENIS TANAH YANG DISAWAHKAN DI BOGOR KURNIATI"

Transkripsi

1 PEDOGENESIS PADA BEBERAPA JENIS TANAH YANG DISAWAHKAN DI BOGOR KURNIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pedogenesis pada Beberapa Jenis Tanah yang Disawahkan di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Kurniati NRP A

3

4 RINGKASAN KURNIATI. Pedogenesis pada Beberapa Jenis Tanah yang Disawahkan di Bogor. Dibimbing oleh SUDARSONO dan SUWARDI. Tanah sawah mempunyai sifat morfologi dan pedogenesis yang berbeda dibandingkan tanah yang tidak disawahkan. Proses pembentukan tanah sawah dimulai dari proses penggenangan secara terus menerus selama budidaya tanaman padi. Penggenangan tanah akan mengubah kondisi tanah dari oksidatif menjadi reduktif. Reaksi ini akan menyebabkan Fe dan Mn yang semula dalam keadaan oksidatif akan berubah menjadi keadaan reduktif. Reaksi ini akan melibatkan Fe dan Mn yang secara langsung seperti adanya karatan Fe dan Mn dan perubahan warna tanah. Karatan Fe dan Mn ini akan mengeras jika teroksidasi kembali. Proses pergantian oksidasi-reduksi dalam jangka waktu yang lama, akan mengakibatkan terbentuknya lapisan yang bersifat padas dan keras, biasa dikenal dengan lapisan tapak bajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan sifat-sifat morfologi, fisik dan kimia dari tanah sawah dan tanah pada lahan kering; mempelajari proses-proses pedogenesis; dan mengklasifikasikannya dengan sistem klasifikasi Soil Taksonomy Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap penelitian. Pertama, penelitian lapangan pada empat lokasi (Dramaga, Jasinga, Sukamantri dan Sindangbarang). Kedua, penelitian laboratorium dengan menganalisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Ketiga, analisis data yang dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekerasan pada tanah sawah lebih tinggi dibandingkan tanah pada lahan kering terutama di bawah lapisan olah. Nilai tingkat kekerasan tanah di bawah lapisan topsoil berkisar 2.75 kg/cm kg/cm 2 lebih tinggi dari lapisan olah dan lapisan bawah dengan kisaran antara 0 kg/cm kg/cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa adanya proses pembentukan tapak bajak dalam kondisi penggenangan. Nilai ph tanah sawah cenderung lebih tinggi daripada nilai ph tanah kering. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam nutrisi lain seperti C-organik, fosfor dan nitrogen. Sedangkan nilai Fe, Mn dan Al diekstraksi dengan dithionite meningkat pada tanah sawah daripada tanah kering. Begitupula ekstraksi dengan pirofosfat dan oksalat, cenderung lebih tinggi dibandingkan tanah pada lahan kering. Pada keempat tanah jenis tanah sawah yang diamati menunjukkan tingkat kekerasan tanah di lapisan tapak bajak lebih tinggi dari lapisan atas (olah) atau lapisan lainnya. Tanah sawah memiliki sifat yang unik dengan proses reaksi oksidasi-reduksi sehingga memberikan warna tanah menjadi lebih gelap karena kelarutan Fe, Mn, dan Al tinggi. Klasifikasi tanah berdasarkan Soil Taksonomy antara tanah kering dan tanah sawah berubah mulai dari kategori suborder sampai kategori subgrup. Tanah Latosol dari Typic Distrudepts menjadi Aeric Epiaquepts. Tanah Podsolik dari Typic Hapludults menjadi Aeric Endoaquults. Tanah Andosol dari Thaptic Hapludands menjadi Typic Epiaquands. Tanah Regosol dari Typic Udorthents menjadi Mollic Epiaquents. Kata kunci: konkresi Fe dan Mn, lapisan tapak bajak, tanah sawah

5 SUMMARY KURNIATI. Pedogenesis for Several Paddy Soil Types in Bogor. Supervised by SUDARSONO and SUWARDI. Paddy soil has different morphological and pedogenesis characteristics than dry land. Process of paddy soil formation was originated from flooding which occurs continuously during rice cultivation. Subsequently these process will change soil conditions and reaction of oxidative become reductive. This reaction involved Fe and Mn which directly impact to concretion of Fe and Mn and affects to the soil color in paddy soil. Concretion of Fe and Mn will harden if oxidized again. Change of oxidation-reduction processes in the long term, will lead to the layers formation that were pan and hard, commonly known as a plow pan layer. The purposes of this study are to understand the changing of morphological, physical and chemical properties of paddy soil and soil at dry land; to understand pedogenesis process in Podsolic, Latosol, Regosol and Andosol, then to classify them based on Soil Taxonomy 1999 s classification system. This research was conducted in three phases. First, was field research in four locations (Dramaga, Jasinga, Sukamantri and Sindangbarang). Second was laboratories research to analyze the physical and chemicals of soil properties. Third was the data analysis descriptively and quantitatively to classify the soil. The results showed that level of hardness in paddy soil was higher than soil in dry land especially on the under processing layer. The number of hardness level on the soil below topsoil about 2.75 kg/cm kg/cm 2 was higher than the topsoil and layers below it with range between 0 kg/cm kg/cm 2. This was indicated that there was plow pan layer formation processes in inundated situation. The values of ph in paddy soil tended to be higher than ph values of dry land. No significant differences in other nutrients such as C-organic, phosphorus and nitrogen. While the content of Fe, Mn and Al were extracted with dithionite increased in paddy soil than dry soil as well as extracted with pyrophosphate and oxalate, tended to be higher compared to dry land. In fourth type of paddy soils that had been observed shows the soil hardness level was higher than topsoil or other layers. Paddy soil has unique properties by a process of oxidation-reduction reaction thereby providing soil discoloration becomes darker due to the high solubility of Fe, Mn, and Al. Soil classification based on soil taxonomy between soil at dry land and paddy soil changed in the sub-ordo until sub-group category. Latosol soil of Typic Distrudepts be Aeric Epiaquepts. Podsolic soil of Typic Hapludults be Aeric Endoaquults. Andosol soil of Thaptic Hapludands be Typic Epiaquands. Regosol soil of Typic Udorthents be Molliic Epiaquents. Key words: Fe and Mn concretion, paddy soil, plow pan layer.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 PEDOGENESIS PADA BEBERAPA JENIS TANAH YANG DISAWAHKAN DI BOGOR KURNIATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir Atang Sutandi, M.Si.PhD

9 Judul Tesis : Pedogenesis pada Beberapa Jenis Tanah yang Disawahkan di Bogor Nama : Kurniati NIM : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof.Dr Ir Sudarsono, MSc. Ketua Dr Ir Suwardi, MAgr. Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana Ir Atang Sutandi, MSi.PhD Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian: 13 Mei 2016 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pedegenesis tanah sawah, dengan judul Pedogenesis Beberapa Jenis Tanah yang Disawahkan di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc dan Dr Ir Suwardi, M.Agr selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan saran selama penulis melaksanakan penelitian hingga menjadi suatu bentuk karya ilmiah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta, ayahanda H. Muhammad Nur Hasan dan ibunda Mahani Muhammad, kakak Suryani, Rostinah dan adik Mahfud atas segala doa dan kasih sayang yang tulus dan tak ternilai harganya kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada adek tersayang Arini Lukita Ismiranti yang selalu menemani penulis dalam memberikan dukungan materi maupun moril serta semangat yang tidak ternilai harganya. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada tim survey pengambil sampel tanah Dicky, Aida, Ria, Ranti, Inda, Aan dan Yaya. Terima kasih kepada murobbiyah tercinta Dewi Maghfirah atas nasehat dan doanya. Terima kasih kepada sahabat saya Fauziah, Rahma, Khairiah, Ajab, Kurnia, Hamda, Aryani, Rosita yang selalu memberikan dukungan dan doanya. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ditjen Dikti atas pemberian beasiswa selama menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor.Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada laboran dan anggota Laboratorium Fisika dan Kesuburan Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB.Teman-teman Ilmu Tanah SPs IPB angkatan 2013 Sri, Asdiq, Fuadi, Prily, Lusi, Aci, Gilang, Syamsul, Dadan, kak Septi, yuyun dan intan atas kebersamaannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di kost Bu Roma atas segala perhatian yang tulus layaknya keluarga bagi penulis.ungkapan terima kasih penulis sampaikan khusus kepada teman seperjuangan Nirmala Juita. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Yaya, Rika, Mas Anto, Ibu mimin yang telah membantu selama penyelesaian tugas akhir ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Kurniati

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Tanah Sawah 3 Morfologi Tanah Sawah 4 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Profil Tanah Sawah 5 Tapak Bajak 6 Padas Besi/Mangan 7 Fe, Mn dan Al yang Diekstrak dengan Dithionit, Oksalat dan Pirofosfat 7 Klasifikasi Tanah Sawah 8 3 METODE 10 Waktu dan Tempat 10 Alat dan Bahan 10 Metode 10 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Sifat Morgologi dan Fisik 14 Sifat Kimia Tanah 20 Pedogenesis 29 Pembahasan Umum Tanah Sawah 31 Klasifikasi Tanah 32 5 SIMPULAN 35 DAFTAR PUSTAKA 36 LAMPIRAN 38 RIWAYAT HIDUP 48

12 DAFTAR TABEL 1 Analisis dan metode analisis sifat-sifat tanah 13 2 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Latosol, Dramaga 22 3 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Podsolik, Jasinga 23 4 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Andosol, Sukamantri 24 5 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Regosol, Sindangbarang 25 6 Klasifikasi tanah Latosol dan Podsolik berdasarkan Soil Taxonomy 32 7 Klasifikasi tanah Andosol dan Regosol berdasarkan Soil Taxonomy 33 DAFTAR GAMBAR 1 Letak titik pengamatan dan pengambilan sampel tanah 12 2 Penampang profil tanah Latosol Dramaga 15 3 Penampang profil tanah Podsolik Jasinga 16 4 Penampang profil tanah Andosol Sukamantri 17 5 Penampang profil tanah Regosol Sindangbarang 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Deskripsi profil tanah Latosol yang disawah 38 2 Deskripsi profil tanah Latosol pada lahan kering 39 3 Deskripsi profil tanah Podsolik yang disawah 40 4 Deskripsi profil tanah Podsolik pada lahan kering 41 5 Deskripsi profil tanah Andosol yang disawah 41 6 Deskripsi profil tanah Andosol pada lahan kering 42 7 Deskripsi profil tanah Regosol yang disawah 43 8 Deskripsi profil tanah Regosol pada lahan kering 43 9 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Latosol Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Podsolik Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Andosol Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Regosol Hasil analisis Fe, Mn dan Al dengan 3 pereaksi pada tanah Latosol Hasil analisis Fe, Mn dan Al dengan 3 pereaksi pada tanah Podsolik Hasil analisis Fe, Mn dan Al dengan 3 pereaksi pada tanah Andosol Hasil analisis Fe, Mn dan Al dengan 3 pereaksi pada tanah Regosol 47

13 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah sawah merupakan tanah yang terbentuk akibat adanya aktivitas manusia yang mengubah sesuai syarat pertumbuhan tanaman padi. Tanah sawah memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bukan tanah sawah. Tanah sawah mempunyai sifat morfologik dan pedogenik yang berbeda dibandingkan tanah pada lahan kering, akibat pengaruh penggunaan tanah dimana terjadi penggenangan selama beberapa bulan dalam satu tahun (Kawaguchi dan Kyuma 1977). Penggenangan dan pengeringan yang terjadi secara silih berganti (siklus oksidasi-reduksi) pada tanah sawah dapat menimbulkan terbentuknya konkresi atau karatan besi (Fe) dan mangan (Mn). Konkresi besi dan mangan ini terbentuk sebagai akibat terlarutnya besi dan mangan pada saat penggenangan (reduksi) dan kemudian terakumulasi pada horison B, selanjutnya pada saat tanah sawah dikeringkan (re-oksidasi), akumulasi mangan tersebut akan membentuk kerak yang kemudian disebut konkresi atau karatan. Bila proses penyawahan telah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, maka pada profil tanah sawah dapat dijumpai adanya lapisan tapak bajak. Lapisan tapak bajak, merupakan lapisan padat dengan indeks pemadatan lebih tinggi dari lapisan lainnya. Ketebalan lapisan ini berkisar antara 5 10 cm yang terletak di antara kedalaman 10 dan 40 cm (Kanno 1978). Pemadatan ini tidak hanya disebabkan oleh penggunaan bajak, tetapi juga oleh adanya faktor-faktor lain seperti penggenangan yang terus menerus dilakukan dan siklus oksidasireduksi yang terjadi di dalamnya. Lapisan tapak bajak ini bisa terdiri dari horison eluviasi A dan illuviasi B atau kedua-duanya (Moormann dan Van Breemen 1978). Sifat morfologik dan pedogenik yang terdapat pada tanah yang disawahkan, mungkin dapat menimbulkan masalah bagi tanaman lahan kering, bila penanamannya menggunakan sistem pergiliran tanaman. Seperti yang dikemukakan oleh Dei dan Maeda (1973) bahwa pada umumnya, lapisan atas tanah sawah (10 20 cm) mempunyai sifat fisik yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman lahan kering, karena struktur tanah pada lapisan atas tersebut adalah pejal atau bersudut dan lempeng. Demikian pula dengan lapisan tapak bajak. Meskipun lapisan tapak bajak mempunyai pengaruh positif terhadap pengelolaan air dan pertumbuhan padi pada budidaya padi sawah, namun hal ini tidak benar, bila pada lahan sawah tersebut digunakan untuk budidaya tanaman lahan kering. Lapisan tapak bajak akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan akar dan ketersediaan hara bagi tanaman lahan kering. Winoto pada tahun 1985 telah meneliti tentang genesis dan mengklasifikasikan tanah Latosol yang disawahkan pada beberapa tingkat kedalaman air tanah, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanah sawah yang memiliki air tanah yang dangkal akan mengalami reduksi pada seluruh pedon. Sedangkan pada tanah sawah yang air tanahnya dalam, proses reduksi hanya diperlihatkan pada lapisan yang diolah saja. Kemudian. Rayes pada tahun 2000 meneliti tentang karakteristik, genesis dan klasifikasi tanah sawah berasal dari bahan volkanik Merapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan

14 2 tekstur tanah dan elevasi tidak menyebabkan terjadinya perubahan morfologi tanah. Faktor utama perbedaan sifat fisik tanah sawah bukan tekstur tetapi intensitas penanaman padi. semakin intensif tanah sawah diolah sepanjang tahaun maka akan semakin tipis pembentukan tapak bajak, dan sebaliknya semakin tidak intensif (1 kali/tahun) tanah disawahkan maka akan semakin tebal lapisan tapak bajak yang terbentuk karena lamanya proses oksidasi terjadi. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan susunan mineral fraksi pasir dalam tanah tetapi tidak menyebabkan perubahan mineralnya. Tidak semua tanah yang disawahkan memiliki subordo akuik. Penelitian yang banyak dilakukan para peneliti umumnya hanya fokus pada satu jenis tanah sawah saja atau hanya meneliti tentang tanah sawah yang berasal dari bahan induk yang sama seperti yang dilakukan oleh Rayes (2000), Winoto (1985), Sutrisno (1988), Saswita (2000). Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan empat jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Podsolik tanah Latosol, tanah Andosol yang berbahan amorf, dan tanah dengan tingkat kekasaran teksturnya yang tinggi yaitu tanah Regosol. Dari empat jenis tanah yang masingmasing memiliki karakteristik yang berbeda apakah memperlihatkan perbedaan pula ketika tanah tersebut disawahkan, juga sejauh mana pengaruh proses pedogenesis terhadap sifat-sifat tanah sawah tersebut. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari perubahan sifat-sifat morfologi, fisik dan kimia tanah sawah dan tanah pada lahan kering. 2. Mempelajari proses pedogenesis pada Podsolik, Latosol, Regosol, dan Andosol 3. Mengklasifikasikan tanah-tanah tersebut dengan sistem klasifikasi tanah sesuai kunci Taxonomy Tanah 2014.

15 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum yang digunakan oleh masyarakat seperti halnya penyebutan untuk tanah pada penggunaan-penggunaan tertentu, misalnya tanah hutan, tanah perkebunan dan lain sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan, asalkan yang menjadi syarat utama terbentuknya tanah sawah itu terpenuhi yaitu dengan adanya ketersediaan air yang cukup bagi tanaman padi (Rayes 2000). Tanah sawah berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau tanah yang sebelumnya adalah berasal dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan cara membuatkan saluran drainase sehingga membentuk tanah sawah sesuai dengan syarat tumbuhnya tanaman padi. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pada saat melakukan pengolahan tanah pada tanah kering yang akan dikonversi ke tanah sawah, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat tanah akan berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya atau sifat tanah sebelum disawahkan tersebut (Rayes 2000). Koenigs (1950), orang yang pertama kali melakukan penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar Bogor, mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering yang disawahkan di daerah tersebut. Namun demikian, karena adanya perbedaan berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil tanah sawah yang khas tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa yang disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat adanya profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah terjadi. Bahkan pada tanah kering yang disawahkanpun, seperti pada Vertisol dan beberapa jenis tanah lain, tidak semuanya dapat membentuk profil tanah yang khas tersebut. Penggunaan tanah kering untuk padi sawah dapat menyebabkan perubahan sifat morfologi dan sifat fisiko-kimia tanah secara permanen, sehingga dapat menyebabkan perubahan klasifikasi tanah. Dalam tulisan ini, disajikan uraian tentang beberapa macam sifat morfologi dan profil tanah sawah, serta pengaruhnya dalam klasifikasi tanah, khususnya dalam sistem Kunci Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff 2014).

16 4 Perubahan sifat morfologi tanah Morfologi Tanah Sawah Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat yang khas dari morfologi tanah itu sendiri. Pada awal tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air, baik pada waktu pengolahan tanah maupun selama masa pertumbuhan tanaman padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran, dan lain-lain, maka proses pembentukan tanah secara alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu, terjadilah proses pembentukan tanah baru, di mana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan memegang peranan penting. Karena itu tanah sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia atau manmade soil, anthropogenic soil (Prasetyo et al. 1996). Apabila tanah yang disawahkan tersebut pada awalnya berasal dari tanah kering, maka akan terjadi perubahan-perubahan sifat morfologi tanah yang cukup jelas, tetapi bila berasal dari tanah basah seperti pada tanah rawa-rawa, maka perubahan-perubahan tersebut umumnya tidak begitu terlihat dengan jelas. Terkecuali karena penggunaan tanah sebagai sawah umumnya, tidak dilakukan sepanjang tahun tetapi dilakukan rotasi/pergiliran tanaman dengan tanaman palawija (tanah kering) atau dibera-kan setelah tanaman padi, maka perubahanperubahan tersebut dapat dibedakan menjadi: a) perubahan sementara dan b) perubahan permanen (Prasetyo et al.1996). Perubahan sementara Perubahan sementara adalah perubahan-perubahan sifat fisik, morfologi dan kimia tanah sebagai akibat penggenangan tanah yang dilakukan secara musiman, baik pada waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan tanaman padi sawah. Perubahan-perubahan tersebut terjadi di permukaan tanah atau lapisan olah dan hanya bersifat sementara, karena setelah penyawahan selesai dan kemudian diganti dengan tanaman palawija atau diberakan, terjadi perubahan kembali sifatsifat tanah tersebut akibat pengeringan tanah. Perubahan sifat sementara ini berlaku pada tanah yang disawahkan 1 kali dalam setahun. Perubahan sementara sifat fisik dan morfologi tanah sewaktu penyawahan, adalah berkaitan dengan pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang, sedangkan perubahanperubahan dalam sifat kimia adalah berkaitan dengan proses reduksi dan oksidasi. Perubahan-perubahan sementara sifat-sifat kimia tanah tersebut secara kumulatif, dapat menyebabkan perubahan yang permanen terhadap sifat morfologi tanah (Prasetyo et al. 1996). Perubahan permanen Perubahan permanen terjadi akibat efek kumulatif perubahan sementara karena penggenangan tanah musiman, atau praktek pengelolaan tanah sawah seperti pembuatan teras, perataan tanah, pembuatan pematang, dan lain-lain. Perubahan permanen pada tanah yang disawahkan, dapat dilihat pada sifat

17 morfologi dari penampang profil tanahnya, yang seringkali menjadi berbeda dengan profil tanah asalnya yang tidak disawahkan. Praktek pengolahan tanah sawah dalam keadaan tergenang, dapat menyebabkan terbentuknya lapisan tapak bajak di bawah lapisan olah. Sedangkan penggenangan tanah selama pertumbuhan padi, dapat mereduksi Fe dan Mn sehingga menjadi lebih larut dan meresap bersama air perkolasi ke lapisan-lapisan bawah, sehingga terbentuk horison iluviasi Fe di atas horison iluviasi Mn (Prasetyo 1995). Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang terus berlangsung tersebut, dicerminkan juga oleh perubahan sifat morfologi tanah, terutama di lapisan permukaan. Menurut Hardjowigeno et al (2004) dalam keadaan tergenang, tanah menjadi berwarna abu-abu (gley) akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besifero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah pasir atau tanah lain yang permeabel, warna reduksi tersebut tidak terjadi, terkecuali pada penggenangan yang sangat lama. Di lapisan permukaan horison tereduksi tersebut, dalam keadaan tergenang, ditemukan lapisan tipis yang tetap teroksidasi berwarna kecokelatan, karena difusi O 2 dari udara, atau dari fotosintesis algae yang terus berlangsung. Bila tanah dikeringkan, akan terjadi oksidasi kembali yaitu (besi-fero) menjadi (besi-feri), sehingga terbentuklah karatan coklat pada rekahan-rekahan, bekas saluran akar, atau tempat-tempat lain di mana udara dapat masuk. Pada tanah pasir, karatan coklat pada bekas-bekas akar tidak terlalu jelas terlihat. Pada tanah masam yang dalam keadaan tergenang mengandung besi-fero tinggi, karatan besi menjadi lebih jelas setelah tanah dikeringkan. Kecuali, akibat proses penyawahan yang berulang-ulang, dapat terbentuk horison baru yang khas terdapat pada tanah sawah, seperti lapisan tapak bajak, horison iluviasi Fe, horison iluviasi Mn, dan lain-lain (Prasetyo 1995). 5 Relief Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan profil tanah sawah Bila relief/topografi tanah asal berombak atau berlereng, maka terlebih dahulu harus dibuat teras bangku. Sawah pada teras, sifatnya sangat berubah dibandingkan dengan tanah asalnya, karena terjadinya penggalian dan penimbunan pada waktu pembuatan teras. Cara pembuatan teras adalah dengan jalan menggali lereng atas, dan menimbun lereng bawah. Akibatnya, susunan horison tanah asalnya dapat hilang sama sekali. Makin curam lereng, maka teras semakin sempit dan penggalian serta penimbunan semakin dalam. Dalam satu petak sawah yang baru dibuat dengan cara ini, mungkin akan ditemukan lebih dari satu jenis tanah, yaitu Entisol atau Inceptisol pada bagian tanah yang ditimbun atau digali, selain tanah aslinya di bagian tengah petakan (Prasetyo 1995). Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Lama-kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah (Hardjowigeno et al 2004).

18 6 Hidrologi Pembuatan sawah dari tanah rawa dilakukan dengan membuat saluransaluran drainase, agar tanah menjadi lebih kering, atau tidak terus-menerus tergenang. Karena itu, sifat tanah akan berubah karena terjadi proses pengeringan tanah, mulai dari lapisan atas ke lapisan bawah. Sebaliknya, pada tanah kering yang disawahkan, akan terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Apabila tanah rawa yang dikeringkan tersebut banyak mengandung bahan sulfidik (seperti pirit, FeS 2 ), maka profil tanah sawah yang terbentuk banyak mengandung karatan jarosit (KFe 3 (SO 4 ) 2 (OH) 6 ) pada pola tanam dengan padi palawija, setiap tahunnya mengalami masa tergenang yang lebih lama dibandingkan dengan masa kering. Sedangkan sawah dengan pola tanam padi palawija bera, mengalami masa tergenang lebih singkat dibandingkan masa keringnya. Akibat adanya perbedaan pola tanam, yang menyebabkan perbedaan lamanya penggenangan tersebut, maka terjadilah perbedaan sifat-sifat morfologi tanah sawah. Sifat-sifat tanah sawah, termasuk sifat morfologinya, juga berubah setiap musim akibat penggunaan tanah yang berbeda. Dalam hal ini, sifat tanah pada saat ditanami padi sawah (basah), berbeda dengan waktu ditanami palawija atau bera (Hardjowigeno, et al. 2004). Namun demikian, sawah-sawah yang mempunyai profil tanah yang khas yang telah dikeringkan puluhan tahun, seperti halnya (bekas) tanah sawah di sekitar Bogor, masih menunjukkan adanya lapisan tapak bajak, lapisan Fe, dan lapisan Mn, meskipun lapisan atas tidak lagi berwarna pucat, melainkan kecoklatan mendekati warna tanah asalnya. Sifat-sifat tanah sawah yang tidak berubah, baik sewaktu digunakan untuk bertanam padi sawah maupun waktu digunakan untuk bertanam palawija atau bera, disebut sifat tanah sawah permanen (Rayes 2000) Tapak Bajak Tapak bajak (flow pan atau traffic pan) merupakan lapisan padat, terdapat di bawah lapisan olah dalam profil tanah sawah, yang terbentuk karena pemadatan selama pembajakan lapisan olah dalam keadaan basah, atau oleh pemadatan lain (tekanan kaki manusia atau hewan). Pelumpuran pada tanah sawah menyebabkan perusakan sebagian atau seluruh agregat tanah yang disebabkan oleh swelling koloid atau oleh dampak mekanik. Selain itu, pori makro menghilang dan pori mikro menjadi sangat meningkat, menyebabkan kapasitas menahan air tanah melumpur ini lebih tinggi. Pengolahan yang berulang-ulang menyebabkan pemadatan lapisan bawah dari lapisan atas yang diolah dan membentuk tapak bajak atau padas traffic. Pemadatan menurunkan porositas dan perkolasi air ke bawah melalui tanah, misalnya fragipan dan tapak bajak, dijumpai pada bagian horison Ap. Padas tersementasi misalnya padas besi tipis (horison plakik), lapisan konkresi besi di bawah lapisan olah dalam tanah sawah, duripan dan lain-lain. Padas yang tidak atau sedikit tersementasi hancur dalam air, sedangkan yang tersementasi tidak hancur (Prasetyo, et al. 1996)

19 7 Padas Besi/Mangan Menurut Mormann dan van Breemen (1978) padas besi/mangan terbentuk dalam tanah sawah di bawah lapisan olah. Pada tanah sawah dengan kandungan air tanah yang relatif dangkal, terbentuk horison iluviasi Fe dan iluviasi Mn di atas garis permukaan air tanah, akibat naik turunnya permukaan air tanah sesuai dengan musim. Pada waktu permukaan air tanah naik ke lapisan yang lebih oksidatif di atasnya, maka Fe 2+ dan Mn 2+ juga ikut terbawa. Fe lebih sukar larut daripada Mn, maka Fe akan mengendap lebih dulu. Akibatnya, terbentuklah horison Bir (padas besi) di bawah horison Bmn (padas mangan). Kedua horison ini kadang dapat terpisah dengan jelas, tetapi kadang-kadang juga tidak jelas terpisah. Fe, Mn dan Al yang diekstrak dengan Dithionit, Oksalat dan Pirofosfat Menurut Mizota dan van Reeuwijk (1989), ekstraksi dengan larutan Nadithionit + Na-sitrat + Na-bikarbonat digunakan untuk menentukan oksida-oksida besi bebas yang terkandung dalam tanah. Oksida-oksida besi bebas terdiri dari: ferihidrit dan kristal goethite serta partikel-partikel hematit. Komponen tanah lain yang dilarutkan dengan ektraksi ini adalah kompleks Al- dan Fe-humus dan Al- (oksi) hidroksida yang tersusun buruk (poorly ordered). Alofan dan imogolit sedikit terpengaruh. Keuntungan dari ekstraksi ini adalah dimungkinkan untuk menduga tingkat pelapukan dalam tanah dengan membandingkan Fe-terekstrak dithionit (Fe d ) dengan Fe terekstraksi oksalat masam (Fe o ). Nisbah Fe o /Fe d atau disebut nisbah aktivitas digunakan sebagai indeks tingkat kristalinitas atau umur dari oksida besi. Andisol muda mempunyai nilai yang tinggi (>0.75), tanah-tanah yang lebih tua jauh lebih rendah dari 0.75 dan oxisol mempunyai nisbah <0.1 (Mizota dan Reeuwijk 1989) Menurut Mizota dan Reeuwijk 1989, ekstraksi dengan larutan 0.2 M amonium oksalat masam ph (3.0) selama 4 jam dengan nisbah tanah: larutan 1:50, mengekstrak semua Al-aktif dan Fe-aktif dan Mn yang berikatan, meliputi: alofan, imogolit, kompleks Al- dan Fe-humus, oksida-oksida bersusunan buruk seperti ferihidrit. Jadi tidak termasuk gibbsite, goethite, hematit dan lempeng silikat. Menurut Mizota dan Reeuwijk 1989, ekstraksi dengan larutan 0.1 M Napirofosfat (semalam dengan nisbah tanah : larutan 1:100) secara selektif melarutkan Al dan Fe yang berasosiasi dengan bahan organik, dalam tanah. Berdasarkan selisih antara Fe-dithionit (Fe d ) dengan Fe-oksalat (Fe o ) dapat diprediksi jumlah mineral Fe berbentuk kristalin seperti goethite dan hematit (Shoji et al. 1988)

20 8 Klasifikasi Tanah Sawah Berdasarkan penelitian lain di berbagai daerah di Indonesia seperti Winoto (1985), Sutrisno (1988), Rayes (2000), Saswita (2000), terlihat bahwa meskipun tanah sawah semuanya terjadi karena pengaruh perbuatan manusia, dan selalu mendapat genangan air di permukaan, tetapi sifat-sifat morfologi dan sifat-sifat lain yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari sifat tanah asalnya. Menurut Rayes (2000) tanah sawah mempunyai beberapa nama dalam sistem klasifikasi tanah secara umum yaitu: Rice soils, Paddy soils, Lowland paddy soils, Artificial hydromorphic soils, dan Aquorizem Dalam klasisifikasi tanah FAO (World Reference Base for Soil Resources) tanah sawah termasuk grup tanah Anthrosols (FAO 1998). Tanah sawah dicirikan oleh horizon anthraquic, yaitu adanya lapisan olah dan lapisan tapak bajak (Rayes 2000). Dalam Kunci Taksonomi Tanah 1992 (Soil Survey Staff 1992) tidak terdapat klasifikasi (nama) untuk tanah sawah, pada tiga kategori tertinggi yaitu pada tingkat ordo, subordo, maupun great group. Sifat-sifat khas tanah sawah baru muncul pada Kunci Taksonomi Tanah tahun (1996; 1999; 2003), berdasarkan rekomendasi dari ICOMAQ (International committee on aquic soil moistur regime) yang mengusulkan adanya saturasi anthrik, dan kondisi anthrakuik, untuk mewadahi sifat-sifat khas tanah sawah, akibat pelumpuran dan penggenangan terus-menerus selama pertumbuhan tanaman padi sawah. Dalam dua edisi Taksonomi Tanah yang terakhir (Soil Survey Staff 2003), klasifikasi (nama) tanah sawah ditempatkan pada tingkat subgrup, dengan menggunakan awalan anthraquic, untuk mencerminkan adanya kondisi anthrakuik pada tanah sawah. Terdapat sebelas subgrup anthraquic, yaitu masing-masing dua subgrup pada ordo Alfisol, Andisol, Entisol, Inceptisol, dan Ultisol, serta satu subgrup pada ordo Mollisol. Masing-masing subgrup tersebut adalah pada Alfisol (Anthraquic Hapludalf dan Anthraquic Paleudalf), Andisol (Anthraquic Hapludand dan Anthraquic Melanudand); Entisol (Anthraquic Ustifluvent dan Anthraquic Ustorthent); Inceptisol (Anthraquic Eutrudept dan Anthraquic Haplustept), Ultisol (Anthraquic Kanhaplohumult dan Anthraquic Paleudult), dan Mollisol (Anthraquic Haplustoll). Klasifikasi tanah sawah sangat ditentukan oleh klasifikasi tanah asalnya, sebelum tanah disawahkan/ditanami padi sawah. Karena tanah sawah dapat berasal dari berbagai macam jenis tanah, maka menurut Kunci Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff 2003) pada kategori yang paling kasarpun, yaitu kategori ordo, tanah sawah sudah mempunyai nama yang berbeda-beda. Banyak tanah sawah di Indonesia yang klasifikasi tanahnya tidak mengalami perubahan, meskipun tanahnya telah digunakan untuk bertanam padi selama puluhan tahun. Hal ini terjadi karena penyawahan, tidak menghasilkan horison penciri atau sifat penciri baru, yang dapat mengubah klasifikasi tanah lama ke klasifikasi tanah yang baru. Keadaan seperti ini umumnya ditemukan pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau tergenang, yang disawahkan. Pada tanah sawah yang berasal dari lahan kering, perubahan klasifikasi tanah pada kategori tertentu, lebih mungkin dapat terjadi. Menurut ( Fahmudin dan Irawan 2004) hal ini disebabkan karena penggenangan tanah kering di permukaan, dan metode pengelolaan tanah sawah lain yang dilakukan bertahun-tahun, mampu menghasilkan perubahan sifat

21 morfologi dan sifat-sifat lain secara permanen, meskipun sebagian terbatas di bagian permukaan profil tanah. Perubahan yang menghasilkan sifat morfologi dan sifat-sifat lain yang permanen dalam suatu pedon, menghasilkan horizon penciri atau sifat penciri baru, yang pada kategori klasifikasi tertentu, dapat mengubah klasifikasi tanah asal ke dalam klasifikasi tanah baru. Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978), diperkirakan bahwa sekitar 70% tanah sawah di dataran rendah di Indonesia termasuk dalam ordo Inceptisol, Entisol, dan Vertisol (sepadan dengan: Aluvial, tanah Glei, Regosol, dan Grumusol). Sekitar 22% merupakan pesawahan uplands di daerah volkan, yang termasuk dalam ordo Ultisol, Inceptisol, Andisol, dan Alfisol (Latosol, Regosol, Andosol, dan Mediteran). Sedangkan sekitar 6% merupakan pesawahan pada tanah-tanah masam, yang termasuk dalam ordo Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning). Sementara menurut (Fahmudin dan Irawan 2004) beberapa tanah sawah bukaan baru di daerah uplands di luar Jawa, umumnya termasuk dalam ordo Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning, Lateritik, Latosol). Tanah sawah yang termasuk Oxisol jumlahnya masih sangat sedikit, diperkirakan <1% dari seluruh tanah sawah yang ada. Penggunaan tanah untuk padi sawah dapat menyebabkan perubahan permanen sifat morfologi dan sifat fisiko-kimia tanah asal, yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan klasifikasi tanah. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh cara budi daya padi sawah, seperti pelumpuran lapisan olah dan penggenangan selama pertumbuhan padi, atau akibat cara pembuatan sawah, seperti pembuatan teras, pembuatan saluran drainase pada tanah rawa, dan sebagainya. Namun demikian, kadang-kadang perubahan tersebut hanya sedikit terlihat dan umumnya hanya terbatas pada horizon permukaan. Perubahan tersebut kadang-kadang juga hanya bersifat sementara, dalam arti, terbatas hanya pada waktu sedang disawahkan. Sementara bila digunakan lagi untuk pertanian lahan kering (palawija), sifat tanah berubah kembali mendekati ke sifat tanah asalnya. Pada Vertisol, perubahan kembali ke sifat tanah asal lebih jelas terlihat. Setelah satu siklus pergiliran tanaman, padi-palawija-padi, terjadi proses pedoturbasi, yaitu proses perubahan kembali ke sifat tanah asal karena sifat-sifat tanahnya sendiri, yang dalam hal ini sifat mengembang-mengkerut. Berkaitan dengan halhal tersebut, maka perubahan sifat morfologi tanah akibat penyawahan, secara taksonomi sering dianggap tidak terlalu penting dan tidak dapat dicerminkan dalam klasifikasi tanah (Dudal and Moormann 1964). 9

22 10 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini terdiri atas penelitian lapang dan laboratorium. Penelitian lapang dilakukan di wilayah Bogor (Jasinga, Sindang Barang, Sukamantri, dan Dramaga) dengan informasi penyebaran tanah sawah diperoleh dari peta jenis tanah sumber peta Atlas sumberdaya tanah tingkat eksplorasi skala 1: , Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementrian Pertanian tahun Penelitian laboratorium untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Fisika Tanah, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi kelengkapan pengamatan dan pengambilan sampel tanah. Bahan yang digunakan dalam melakukan analisis sifat fisik dan kimia tanah serta alat pengukuran untuk analisis sifat-sifat tanah yang menjadi variabel pengamatan. Terkhusus untuk analisis Fe, Mn dan Al ada tiga metode ekstraksi yang dilakukan dalam pelarutan selektif yaitu, 0.1 M natrium pirofosfat, 0.2 M ammonium oksalat ph 3.0, dan Na-dithionit sitrat ph 7.3 (Blakemore et al. 1987). Aplikasi analisis pelarutan selektif yang dilakukan adalah sebagai berikut: ekstraksi pirofosfat menggambarkan Fe, Mn dan Al yang berikatan dengan bahan organik dalam tanah, ekstraksi oksalat menggambarkan Fe, Mn dan Al dalam bentuk amorf/non kristalin (poorly crystalline) dan yang berikatan dengan bahan organik, sedangkan ekstraksi dithionit menggambarkan Fe, Mn dan Al dalam bentuk kristalin, yang berikatan dengan mineral amorf dan yang berikatan dengan bahan organik (McKeague et al. 1971). Kekuatan ekstrak adalah: asam kuat >dithionit > oksalat > pirofosfat. Berdasarkan urutan kekuatan ekstraksi tersebut maka diasumsikan bahwa: (Fe, Mn) ekstrak oksalat - (Fe, Mn) ekstrak pirofosfat = oksida-oksida (Fe, Mn) bebas yang bersifat amorf, sedangkan (Fe, Mn) ditionit - (Fe, Mn) oksalat = oksida-oksida (Fe, Mn) bebas yang bersifat kristalin. Metode Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu: 1) penelitian lapangan, 2) penelitian laboratorium dengan menganalisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah, 3) analisis data yang dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Sebelum melakukan penelitian lapangan terlebih dahulu melakukan pemilihan lokasi penelitian, dipilih berdasarkan jenis tanah yang akan diteliti. Jenis tanah ini ditentukan berdasarkan peta Atlas sumberdaya tanah tingkat eksplorasi skala 1: , Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementrian Pertanian tahun Lokasi profil tanah dipilih yang representatif sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu dengan mengetahui sejarah

23 penggunaan lahan sebelumnya dengan mencari informasi dari pemilik lahan, untuk 1 jenis tanah pada penggunaan lahan sawah dan lahan kering yang berdekatan lokasinya, selengkapnya (Gambar 1). 1. Tanah Latosol, Dramaga: pengamatan dan pengambilan sampel tanah sawah dilakukan pada koordinat 6 o LS 106 o BT, di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga. Sedangkan untuk tanah pada lahan kering pada koordinat 6 o LS 106 o BT, di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga. 2. Tanah Podsolik Jasinga: pengamatan dan pengambilan sampel tanah sawah dilakukan pada koordinat 6 o LS 106 o BT, di Desa Cikopo Mayang, kampung Ranca Buntung, Kecamatan Jasinga. Sedangkan tanah tanah pada lahan kering pada koordinat 6 o LS 106 o BT, di Desa Sifak, Kecamatan Jasinga. 3. Tanah Andosol, Sukamantri: pengamatan dan pengambilan sampel tanah sawah dilakukan pada koordinat 6 o LS 106 o BT, di Desa Sukamantri Kecamatan Tamansari. Sedangkan tanah tanah pada lahan kering dilakukan pada koordinat 6 o LS 106 o BT, Desa Sukamantri Kecamatan Tamansari. 4. Tanah Regosol, Sindangbarang: pengamatan dan pengambilan sampel tanah sawah dilakukan pada koordinat 6 o LS 106 o BT, di Desa Ciomas Rahayu, Kecamatan Sindangbarang. Sedangkan tanah tanah pada lahan kering dilakukan pada koordinat 6 o LS 106 o BT, di Desa Sindangbarang (kebun percobaan IPB). Setelah penentuan lokasi, kemudian dilakukan pembuatan profil tanah. Profil tanah digali berdasarkan ketentuan standar pembuatan profil tanah untuk pengamatan proses genesis tanah, yaitu dengan kedalaman 1,5 meter 2 meter dan panjang profil ± 1 meter. Untuk kedalaman profil tidak selamanya berpatokan pada kedalaman tersebut, tetapi jika dijumpai bahan induk atau air tanahnya dangkal maka dicukupkan sampai pada bahan induk itu saja. Kemudian pembuatan profil tanah, dilanjutkan dengan melakukan pengamatan profil tanah. Hal-hal yang diamati pada pengamatan ini disesuaikan dengan mengumpulkan data terkait keperluan genesis tanah. Khusus untuk pengamatan tapak bajak atau mengidentifikasi adanya tapak bajak dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer yang berfungsi untuk mengukur tingkat kekerasan pada setiap lapisan tanah. Setelah melakukan deskripsi profil tanah, maka kegiatan selanjutnya adalah pengambilan contoh tanah untuk keperluan analisis sifat fisik maupun kimia tanah. Contoh tanah untuk kajian genesis, morfologi dan klasifikasi tanah, diambil dari lubang profil tanah tiap horison. Contoh tanah dibedakan atas contoh tanah terganggu (disturbed soil sample) yang digunakan untuk menganalisis sifat fisika dan kimia seperti tekstur, ph, kapasitas tukar kation (KTK), dan lain-lain, dan contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample) untuk penentuan sifat fisika khusus seperti bobot isi (BI). Pengambilan contoh tanah ini dilakukan dengan ketentuan pengambilan contoh tanah yang sudah ada. Analisis di Laboratorium dilakukan untuk melengkapi syarat-syarat untuk klasifikasi tanah dan analisisnya dilakukan tiap lapisan/horison tanah. Analisis terhadap sifat fisik dan kimia tanah secara keseluruhan adalah sebagai berikut: 11

24 Gambar 1 Letak titik pengamatan dan pengambilan sampel tanah

25 13 Tabel 1 Analisis dan metode analisis sifat-sifat tanah No. Variabel analisis Metode/ Alat 1 Kekerasan Penetrometer 2 Bobot isi Gravimetrik/ Ring 3 Tekstur 3 fraksi Pipet 4 ph (H 2 O & KCl) ph meter 5 C-Organik Walkley dan Black 6 N-Total Kjeldhal 7 P-tersedia Bray I / Spektrofotometer 8 Ca dan Mg NH 4 OAc 1 N ph 7.0 / AAS 9 K dan Na NH 4 OAc 1 N ph 7.0 / Flamefotometer 10 KTK NH 4 OAc 1 N ph 7.0 / Titrasi 11 Fe, Mn dan Al (Dithionit, Pirofosfat dan Oksalat) / AAS Klasifikasi tanah dengan sistem Soil Taxonomy. Data sekunder, data pengamatan lapang serta data laboratorium dianalisis secara deskriptif dan kuantatif, kemudian mengklasifikasikan tanah menurut Kunci Taksonomi Tanah Klasifikasi yang dilakukan sampai pada kategori Subgrup.

26 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Morfologi dan Fisik Morfologi dan sifat fisik tanah merupakan sifat yang diamati secara langsung di lapangan dalam bentuk pengamatan profil tanah. Di antara sifat-sifat tersebut adalah susunan horison, warna tanah dan bobot isi. Sifat-sifat tersebut berbeda antara tanah yang disawahkan dan tanah pada lahan kering. Penggenangan yang terjadi secara terus-menerus dan silih bergantinya reaksi oksidasi dan reduksi memperlihatkan susunan horison yang berbeda, begitu pula dengan warna dan bobot isi tanah juga ikut berubah. Susunan Horison Secara umum, terdapat perbedaan sifat morfologi, fisik serta kimia antara tanah sawah dengan tanah pada lahan kering. Perubahan secara morfologi dan fisik meliputi susunan horison tanah (Gambar 2, 3, 4 dan 5), warna, struktur, tekstur (Lampiran 1, 2, 3 dan 4). Susunan horison pada tanah sawah berubah karena ada penambahan horison Adg (tapak bajak). Warna tanah sawah lebih terang dibandingkan tanah yang tidak disawahkan. Tanah pada lahan kering mempunyai susunan A, B dan C, sedangkan tanah sawah secara umum mempunyai susunan horison Apg, Adg, Bwg dan Cg (Gambar 2, 3, 4 dan 5). Terdapat horison yang tidak ditemukan pada tanah lahan kering, yaitu horison Adg atau biasa dikenal dengan lapisan tapak bajak. Perubahan susunan horison tanah disebabkan karena terbentuknya lapisan tapak bajak yang diakibatkan karena pengolahan tanah dalam kondisi tergenang (pelumpuran). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Munir (1987) bahwa selain proses pelumpuran selama pengolahan tanah juga penggunaan traktor untuk pengolahan tanah sawah dapat mempercepat pembentukan lapisan tapak bajak. Kondisi tanah yang tergenang menjadikan tanah yang awalnya oksidatif berubah menjadi reduktif. Sejalan dengan proses ini mengakibatkan kelarutan Fe dan Mn meningkat pula. Apabila padi telah panen (kondisi bera) kembali oksidasi lagi, sehingga terbentuk karatan besi dan mangan yang keras. Jika proses ini berlangsung terus-menerus dalam waktu yang cukup lama akan terbentuklah lapisan tapak bajak. Warna Tanah Warna tanah merupakan sifat morfologi tanah yang jelas terlihat perbedaannya antara tanah yang satu dengan tanah lainnya, begitu pula antara tanah sawah dengan tanah yang tidak disawahkan. Berdasarkan hasil pengamatan warna bahwa kedua penggunaan lahan tersebut memperlihatkan warna yang bervariasi. Warna tanah Latosol pada lahan kering lapisan pertama 7.5YR 3/4 (dark brown), sementara pada lapisan kedua 7.5YR 4/6 (strong brown), lapisan ketiga sampai lapisan ke-enam 7.5YR 4/6 (brown). Warna tanah pada seluruh

27 lapisan cenderung sama ya itu berwarna cokelat, hal ini disebabkan karena tanah pada lahan kering mengalami oksidasi sepanjang tahun pada seluruh profil tanah. Hasil pengamatan warna tanah sawah Latosol menunjukkan bahwa pada lapisan pertama dan ke-dua bebeda, sementara pada lapisan ke-tiga sampai lapisan ke-delapan warna tanahnya sama (Lampiran 1). Pada lapisan pertama 2.5 YR 3/2 (dusky red) sedangkan lapisan ke-dua 2.5 YR 2.5/1 (reddish black). Terjadi penurunan nilai value dan chroma, hal ini mengindikasikan bahwa warna tanah di lapisan pertama lebih terang dibandingkan lapisan ke-dua. Hal ini disebabkan oleh adanya proses reduksi pada lapisan olah sehingga menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang dibandingkan lapisan di bawahnya. Dilihat dari keterangan warna, pada lapisan ini proses reduksinya tidak begitu kuat karena proses penanaman padi maksimal 2 kali saja dilakukan dalam setahun dan lebih sering 1 kali saja dalam setahun, jadi proses oksidasi masih lebih dominan terjadi dalam setahun dibandingkan kondisi reduksinya. Sedangkan pada lapisan ke-tiga 2.5YR 4/4 (reddish brown) mengalami peningkatan value dan chroma. Lapisan ke-empat sampai lapisan ke-delapan yaitu 10YR 3/4 (dark yellowish brown). Warna tanah mulai dari lapisan ke-tiga sampai lapisan ke-delapan jika dilihat dari keterangan warna cenderung berwarna cokelat, hal ini menunjukkan bahwa pada lapisan yang berada di bawah lapisan tapak bajak tidak terjadi lagi proses reduksi karena sulitya air untuk menembus lapisan tersebut dan juga karena tidak adanya pengaruh air tanah (air tanahnya dalam). Sementara pada tanah lahan kering nilai value dan chroma lapisan pertama lebih rendah dibandingkan lapisan di bawahnya (Lampiran 1). Semakin meningkat kedalaman tanah nilai value dan chroma tidak berubah, perbedaan hanya terjadi pada lapisan atas saja. Hal ini erat kaitannya dengan kandungan bahan organik tanah pada lapisan pertama lebih tinggi dibandingkan lapisan yang ada di bawahnya (Gambar 2 dan Lampiran 9). 15 Apg A 1 Adg A 2 Bwg B 1 Cg a b Gambar 2 Penampang profil tanah Latosol: (a) tanah sawah, (b) tanah kering. B 2

28 16 Tanah Podsolik pada lahan kering lapisan satu sampai lapisan empat warnanya cokelat. Walaupun nilai value mengalami peningkatan 1 digit pada lapisan tiga dan empat, tetapi tidak mempengaruhi keterangan pada warna yang dihasilkan. Lapisan pertama dan ke-dua 7.5YR 4/6 (strong brown), lapisan ke-tiga dan empat 7.5YR 5/6 (strong brown). Hal ini menjelaskan bahwa pada seluruh profil tanah ini terjadi proses oksidasi sepanjang tahun. Pada tanah sawah nilai hue, value dan chroma hanya berbeda pada lapisan 1 saja. Lapisan satu 2.5 YR 4/1 (dark reddish gley), sedangkan lapisan dua sampai lapisan empat Gley2 4/1 (dark grenish grey). Perbedaan hue, value dan chroma antara lapisan satu dengan lapisan lainnya karena pada lapisan satu masih ada pengaruh kemungkinan oksidasi dapat terjadi karena difusi oksigen dari udara, atau dari fotosintesis algae. Yoshida (1981) mengemukakan, tanah tergenang tidak tereduksi secara keseluruhan. Lapisan dibawahnya merupakan lapisan tereduksi kecuali daerah perakaran yang aktif, karena daerah ini teroksidasi akibat dikeluarkannya senyawa teroksidasi oleh akar yang memperoleh oksigen dibagian atas melalui aerenkhima. Hal ini dibuktikan bahwa pada lapisan satu dijumpai banyak karatan Fe sehingga memberikan pengaruh terhadap warna tanah. Pada lapisan dua sampai lapisan empat dapat dilihat bahwa warna tanah hampir seluruh pedon keabu-abuan (Gambar 3), selain karena pengaruh air irigasi yang digunakan untuk menggenangi tanah, juga hal ini disebabkan karena adanya pengaruh air tanah yang dangkal, sehingga proses reduksi terjadi pada seluruh pedon (lapisan tanah). Apg A 1 Adg A 2 Bwg B Cg a b C Gambar 3 Penampang profil tanah Podsolik: (a) tanah sawah, (b) tanah kering.

1. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH SAWAH

1. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH SAWAH Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 1 1. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH SAWAH Sarwono Hardjowigeno, H. Subagyo, dan M. Luthfi Rayes Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

BEBERAPA SEAT FISIK. TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995.

BEBERAPA SEAT FISIK. TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995. BEBERAPA SEAT FISIK TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS G oleh M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995 RINGKASAN M. ANIS AZIZI. Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Latosol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah kering sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan liat tebal. Dalam Legend of Soil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

Characterization of Several Paddy Soil Types in Bogor, West Java, Indonesia

Characterization of Several Paddy Soil Types in Bogor, West Java, Indonesia Available online at: http://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil J Trop Soils, Vol. 20, No. 1, 2016: 27-32 DOI: 10.5400/jts.2016.21.1.27 Characterization of Several Paddy Soil Types in Bogor, West

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA SATUAN LAHAN VOLKAN TUA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : DEA WALUCKY SARAGIH ILMU TANAH

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA SATUAN LAHAN VOLKAN TUA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : DEA WALUCKY SARAGIH ILMU TANAH KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA SATUAN LAHAN VOLKAN TUA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : DEA WALUCKY SARAGIH 120301034 ILMU TANAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fosfor dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fosfor dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fosfor dalam Tanah Secara umum fosfor di dalam tanah digolongkan dalam dua bentuk, yaitu: bentuk organik dan anorganik (Black 1976). Sebagian besar senyawa fosfor inorganik adalah

Lebih terperinci

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang Bayu Prasetiyo 125 080 500 111 045 B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Dr. Ir. Abdul Madjid, MS Salah satu sistem

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG 79 KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG Ayyu Rahayu, Sri Rahayu Utami *, Mochtar Luthfi Rayes Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Agustus 2015 di 5 unit lahan pertanaman

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Profil Tanah Irisan / penampang tegak tanah yang menampakan semua horizon sampai ke bahan induk; dalam profil tanah, bagian

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Toposekuen Tanah Berbahan Induk Volkanik di Daerah Bogor Jakarta. Penyebaran Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Toposekuen Tanah Berbahan Induk Volkanik di Daerah Bogor Jakarta. Penyebaran Tanah TINJAUAN PUSTAKA Toposekuen Tanah Berbahan Induk Volkanik di Daerah Bogor Jakarta Penyebaran Tanah Faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan bahan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA Oleh : ANRI SUNANTO A24103106 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 DISTRIBUSI BENTUK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford

TINJAUAN PUSTAKA. Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford adalah peninjauan secara umum, melihat-lihat atau memikirkan tentang sesuatu; inspeksi kondisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH DI KECAMATAN LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN KEYS TO SOIL TAXONOMY 2014 SKRIPSI OLEH :

KLASIFIKASI TANAH DI KECAMATAN LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN KEYS TO SOIL TAXONOMY 2014 SKRIPSI OLEH : KLASIFIKASI TANAH DI KECAMATAN LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN KEYS TO SOIL TAXONOMY 2014 SKRIPSI OLEH : MARTIN BINARTA 110301151 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan INTERPRETASI DATA SURVEI TANAH INTERPRETASI DATA TANAH TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Memahami tujuan, prinsip dan cara 2 Interpretasi Data Tanah 2. Mengenal dan bisa membedakan

Lebih terperinci

Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan

Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan SIFAT FISIK TANAH WARNA TANAH Warna Tanah Warna tanah adalah salah satu sifat tanah yang mudah dilihat Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna tanah berhubungan langsung

Lebih terperinci

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah DAMPAK POLA TANAM PADI PADI DAN PADI SEMANGKA TERHADAP Al DAN Fe PADA KONDISI TANAH TIDAK DISAWAHKAN DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA The impact of Rice- Rice and Rice- Watermelon

Lebih terperinci

Bahan diskusi minggu ke-1

Bahan diskusi minggu ke-1 Bahan diskusi minggu ke-1 1. Peta skala besar dan skala kecil? Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1:5000 sampai 1:250.000. Peta skala besar disebut juga sebagai peta yang sangat detail yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang

TINJAUAN PUSTAKA. rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah (Paddy soils) merupakan tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan

Lebih terperinci

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG Mamihery Ravoniarijaona SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 APLIKASI ASAM OKSALAT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Abdurachman Adimihardja Sarwono Hardjowigeno Achmad Mudzakir Fagi Wiwik Hartatik

: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Abdurachman Adimihardja Sarwono Hardjowigeno Achmad Mudzakir Fagi Wiwik Hartatik i Penanggung jawab : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Penyunting : Fahmuddin Agus Abdurachman Adimihardja Sarwono Hardjowigeno Achmad Mudzakir Fagi Wiwik Hartatik Redaksi Pelaksana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Drainase Menurut Suripin (2004), drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah di Indonesia 24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Sawah di Indonesia Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media tumbuh tanaman Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik.

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana TINJAUAN PUSTAKA Tingkat Perkembangan Tanah Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana pengikisan telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH .1 PENDAHULUAN Dasar utama melakukan klasifikasi dan memahami tanah adalah diskripsi profil tanah yang dilakukan di lapang. Pengamatan di lapang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu; 1)

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG Mamihery Ravoniarijaona SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 APLIKASI ASAM OKSALAT

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk

TINJAUAN PUSTAKA. seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah pada awalnya didasarkan pada karakteristik individu seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk (misalnya tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR Profil dan Solum Tanah Profil Tanah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri aas lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk Solum Tanah bagian dari profil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur IDA AYU SRI MAS ARY SUSANTHI I MADE MEGA *) KETUT SARDIANA Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara megabiodiversitas, karena sumber daya alam yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi keanekaragaman

Lebih terperinci

ACHMAD MJR BACHTIAR. Oleh : A JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANAN BOGOR

ACHMAD MJR BACHTIAR. Oleh : A JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANAN BOGOR PENGARUH PEMBERIAN Bm ORGANIK DAN KAPUR TERHADAP KETERSEDIAAN DAN KEHILANGAN UNSUR HARA (N, P, K, Ca, Mg, Na) PADA MODEL TERAS BANGKU MASYARAKAT SELAMA SAW MUSIM TANAM KEDELAI (Glycine mat- (L) Merr.)

Lebih terperinci

ACHMAD MJR BACHTIAR. Oleh : A JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANAN BOGOR

ACHMAD MJR BACHTIAR. Oleh : A JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANAN BOGOR PENGARUH PEMBERIAN Bm ORGANIK DAN KAPUR TERHADAP KETERSEDIAAN DAN KEHILANGAN UNSUR HARA (N, P, K, Ca, Mg, Na) PADA MODEL TERAS BANGKU MASYARAKAT SELAMA SAW MUSIM TANAM KEDELAI (Glycine mat- (L) Merr.)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

3. TAHAP ANALISA CONTOH TANAH 4. TAHAP ANALISA DATA

3. TAHAP ANALISA CONTOH TANAH 4. TAHAP ANALISA DATA 1. TAHAP PERSIAPAN 2. TAHAP SURVEI LAPANGAN a) PRA SURVEI b) SURVEI UTAMA 3. TAHAP ANALISA CONTOH TANAH 4. TAHAP ANALISA DATA 1 GARIS BESAR KEGIATAN SURVEI TANAH Peta Dasar Mosaik Foto Digitasi Peta Persiapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup semua komponen yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut termasuk tanah, batuan induk, topografi, hidrologi, tumbuhan

Lebih terperinci

S K R I P S I OLEH: INGRID OVIE YOSEPHINE ILMU TANAH

S K R I P S I OLEH: INGRID OVIE YOSEPHINE ILMU TANAH KLASIFIKASI TANAH DESA SIHIONG, SINAR SABUNGAN, DAN LUMBAN LOBU KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN TAKSONOMI TANAH 2010 S K R I P S I OLEH: INGRID OVIE YOSEPHINE 070303014 ILMU

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut data Puslitbangtanak (2000) Di Sumatera Utara luasan lahan kering masam mencapai 4,1 juta ha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak dengan luas 15 ha yang terletak pada wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

JOSEPH CAREY S ILMU TANAH

JOSEPH CAREY S ILMU TANAH PERBANDINGAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH MENURUT METODE MORFOLOGI TANAH, MINERAL LIAT DAN MINERAL INDEKS VAN WAMBEKE PADA TIGA PEDON PEWAKIL DI ARBORETUM KAMPUS USU KWALA BEKALA SKRIPSI OLEH JOSEPH CAREY

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci