1. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH SAWAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH SAWAH"

Transkripsi

1 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 1 1. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH SAWAH Sarwono Hardjowigeno, H. Subagyo, dan M. Luthfi Rayes Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Koenigs (1950), orang yang pertama kali melakukan penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar Bogor, mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering yang disawahkan di daerah tersebut. Namun demikian, karena perbedaan berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil tanah sawah yang khas tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa yang disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat adanya profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah terjadi. Bahkan pada tanah kering yang disawahkanpun, seperti pada Vertisol dan beberapa jenis tanah lain, tidak semuanya dapat membentuk profil tanah yang khas tersebut. Penggunaan tanah kering untuk padi sawah dapat menyebabkan perubahan sifat morfologi dan sifat fisiko-kimia tanah secara permanen, sehingga dapat menyebabkan perubahan klasifikasi tanah. Dalam tulisan ini, disajikan uraian tentang beberapa macam sifat morfologi dan profil tanah sawah, serta

2 2 Hardjowigena et al. pengaruhnya dalam klasifikasi tanah, khususnya dalam sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999; 2003). MORFOLOGI TANAH SAWAH Perubahan sifat morfologi tanah. Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air, baik waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran, dan lain-lain, maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu, terjadilah proses pembentukan tanah baru, di mana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia (man-made soil, anthropogenic soil). Apabila tanah yang disawahkan tersebut pada awalnya berasal dari tanah kering, maka akan terjadi perubahan-perubahan sifat morfologi tanah yang cukup jelas, tetapi bila berasal dari tanah basah, maka perubahan-perubahan tersebut umumnya tidak begitu tampak. Kecuali itu, karena penggunaan tanah sebagai sawah umumnya tidak dilakukan sepanjang tahun, tetapi bergiliran dengan tanaman palawija (lahan kering) atau bera, maka perubahan-perubahan tersebut dapat dibedakan menjadi: (1) perubahan sementara dan (2) perubahan permanen. (1) Perubahan sementara Perubahan sementara adalah perubahan-perubahan sifat fisik, morfologi dan kimia tanah sebagai akibat penggenangan tanah musiman, baik pada waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi sawah. Perubahanperubahan tersebut terjadi di permukaan tanah dan hanya bersifat sementara, karena setelah penyawahan selesai dan diganti dengan tanaman palawija atau diberakan, terjadi perubahan kembali sifat-sifat tanah tersebut akibat pengeringan tanah. Perubahan sementara sifat fisik dan morfologi tanah sewaktu penyawahan, adalah berkaitan dengan pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang, sedangkan perubahan-perubahan dalam sifat kimia adalah berkaitan dengan proses reduksi dan oksidasi. Perubahan-perubahan sementara sifat-sifat kimia tanah tersebut secara kumulatif, dapat menyebabkan perubahan yang permanen terhadap sifat morfologi tanah.

3 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 3 (2) Perubahan permanen Perubahan permanen terjadi akibat efek kumulatif perubahan sementara karena penggenangan tanah musiman, atau praktek pengelolaan tanah sawah seperti pembuatan teras, perataan tanah, pembuatan pematang, dan lain-lain. Perubahan permanen pada tanah yang disawahkan, dapat dilihat pada sifat morfologi profil tanahnya, yang seringkali menjadi sangat berbeda dengan profil tanah asalnya yang tidak disawahkan. Praktek pengolahan tanah sawah dalam keadaan tergenang, dapat menghasilkan terbentuknya lapisan tapak bajak di bawah lapisan olah. Sedangkan penggenangan tanah selama pertumbuhan padi, dapat mereduksi Fe dan Mn sehingga menjadi larut dan meresap bersama air perkolasi ke lapisan-lapisan bawah, sehingga terbentuk horizon iluviasi Fe di atas horizon iluviasi Mn. Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang terus berlangsung tersebut, dicerminkan juga oleh perubahan sifat morfologi tanah, terutama di lapisan permukaan. Dalam keadaan tergenang, tanah menjadi berwarna abu-abu akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah pasir atau tanah lain yang permeabel, warna reduksi tersebut tidak terjadi, terkecuali pada penggenangan yang sangat lama. Di lapisan permukaan horizon tereduksi tersebut, dalam keadaan tergenang, ditemukan lapisan tipis yang tetap teroksidasi berwarna kecoklatan, karena difusi O 2 dari udara, atau dari fotosintesis algae. Bila tanah dikeringkan, akan terjadi oksidasi kembali besi-fero menjadi besi-feri, sehingga terbentuklah karatan coklat pada rekahan-rekahan, bekasbekas saluran akar, atau tempat-tempat lain di mana udara dapat masuk. Pada tanah pasir, karatan coklat pada bekas-bekas akar tidak terlalu jelas terlihat. Pada tanah masam yang dalam keadaan tergenang mengandung besi-fero tinggi, karatan besi menjadi lebih jelas setelah tanah dikeringkan. Kecuali itu, akibat proses penyawahan yang berulang-ulang terjadi, dapat terbentuk horizon baru yang khas terdapat pada tanah sawah, seperti lapisan tapak bajak, horizon iluviasi Fe, horizon iluviasi Mn, dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan profil tanah sawah Tanah sawah merupakan tanah buatan manusia. Karena itu, sifat-sifat tanahnya sangat dipengaruhi oleh perbuatan manusia. Kegiatan manusia yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan profil tanah sawah, antara lain, adalah (1) cara pembuatan sawah dan (2) cara budi daya padi sawah. (1) Cara pembuatan sawah Cara pembuatan sawah tergantung dari beberapa hal, antara lain, kondisi relief/topografi dan hidrologi tanah asalnya.

4 4 Hardjowigena et al. Relief Bila relief/topografi tanah asal berombak atau berlereng, maka lebih dulu harus dibuat teras bangku. Sawah pada teras, sifatnya sangat berubah dibandingkan dengan tanah asalnya, karena terjadinya penggalian dan penimbunan pada waktu pembuatan teras. Cara pembuatan teras adalah dengan jalan menggali lereng atas, dan menimbun lereng bawah. Akibatnya, susunan horizon tanah asalnya dapat hilang sama sekali. Makin curam lereng, maka teras semakin sempit dan penggalian serta penimbunan semakin dalam. Dalam satu petak sawah yang baru dibuat dengan cara ini, mungkin akan ditemukan lebih dari satu jenis tanah, yaitu Entisol atau Inceptisol pada bagian tanah yang ditimbun atau digali, selain tanah aslinya di bagian tengah petakan. Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Lama kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah. Hidrologi Pembuatan sawah dari lahan rawa dilakukan dengan membuat saluransaluran drainase, agar lahan menjadi lebih kering, atau tidak terus-menerus tergenang. Karena itu, sifat tanah akan berubah karena terjadi proses pengeringan tanah, mulai dari lapisan atas ke lapisan bawah. Sebaliknya, pada tanah kering yang disawahkan, akan terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Apabila tanah rawa yang dikeringkan tersebut banyak mengandung bahan sulfidik (pirit, FeS 2 ), maka profil tanah sawah yang terbentuk banyak mengandung karatan jarosit (K Fe 3 (SO 4 ) 2 (OH)6). (2) Cara budi daya padi sawah Pola tanam dan penggenangan Tanah sawah yang ditanami padi tiga kali setahun, yakni padi-padi-padi, akan tergenang terus-menerus sepanjang tahun. Sawah dengan pergiliran tanaman padi-padi-palawija, setiap tahunnya mengalami masa tergenang yang lebih lama dibandingkan dengan masa kering. Sedangkan sawah dengan pola tanam padi-palawija-bera, mengalami masa tergenang lebih singkat dibandingkan masa keringnya. Akibat adanya perbedaan pola tanam, yang menyebabkan perbedaan lamanya penggenangan tersebut, maka terjadilah perbedaan sifat-sifat morfologi tanah sawah. Sifat-sifat tanah sawah, termasuk sifat morfologinya, juga berubah setiap musim akibat penggunaan tanah yang berbeda. Dalam hal ini, sifat tanah pada saat ditanami padi sawah (basah), berbeda dengan waktu

5 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 5 ditanami palawija atau bera. Namun demikian, sawah-sawah yang mempunyai profil tanah yang khas yang telah dikeringkan puluhan tahun, seperti halnya (bekas) tanah sawah di sekitar Bogor, masih menunjukkan adanya lapisan tapak bajak, lapisan Fe, dan lapisan Mn, meskipun lapisan atas tidak lagi berwarna pucat, melainkan kecoklatan mendekati warna tanah asalnya. Sifat-sifat tanah sawah yang tidak berubah, baik sewaktu digunakan untuk bertanam padi sawah maupun waktu digunakan untuk bertanam palawija atau bera, disebut sifat tanah sawah permanen. Penambahan lumpur bersama air irigasi Air pengairan mengandung lumpur yang diendapkan pada petak sawah. Oleh karena itu, selalu ada penambahan lumpur pada lapisan olah. Kualitas dan jumlah lumpur yang diendapkan sangat beragam, tergantung dari sumber lumpur dan banyaknya air. Akibatnya, lapisan olah semakin tebal karena penambahan lumpur tersebut. Penambahan bahan kimia/unsur hara dengan sengaja dan praktek pengolahan tanah Pemberian pupuk, baik pupuk buatan maupun pupuk kandang, kapur dan bahan amelioran lain akan berpengaruh terhadap sifat tanah sawah. Demikian juga praktek pengolahan tanah sawah yang dilakukan dengan cara mencampur dan membalik horizon tanah, pelumpuran, dan pemadatan, dapat mempengaruhi sifat dan perkembangan profil tanah. Cara budi daya Pembuatan sawah diawali dengan perataan tanah dan pembuatan pematang. Tanah sawah yang diolah dalam keadaan jenuh air, dengan cara bajak-garu-bajak-garu hingga halus, baru kemudian ditanami benih padi, menyebabkan struktur tanah hancur hingga menjadi lumpur yang cocok untuk padi sawah. Tanah sawah yang dilumpurkan, jika kemudian sawah dikeringkan untuk ditanami palawija, akan menjadi masif atau tidak berstruktur, oleh karena itu harus diolah lagi. Penggenangan sedalam 5 10 cm selama 4 5 bulan pertanaman padi, menyebabkan terjadinya kondisi reduksi selama jangka waktu tersebut. Profil tanah sawah dan pembentukannya Faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses pembentukan profil tanah sawah meliputi berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian; (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah;

6 6 Hardjowigena et al. dan (c) perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang disawahkan. Secara lebih rinci, proses pembentukan profil tanah sawah meliputi (a) gleisasi dan eluviasi; (b) pembentukan karatan besi (Fe) dan mangan (Mn); (c) pembentukan warna kelabu (grayzation); (d) pembentukan selaput (cutan); (e) penyebaran kembali basa basa; dan (f) akumulasi dan dekomposisi bahan organik. Profil tanah sawah tipikal Berdasarkan proses pembentukan tanah seperti telah diuraikan, maka terbentuklah profil tanah sawah dengan sifat morfologi yang berbeda-beda, tergantung dari sifat tanah asalnya. Profil tanah sawah yang tipikal (khas), atau Aquorizem (Kanno, 1978), yang terbentuk pada tanah kering dengan air tanah dalam, seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), sedikit berbeda dengan profil tanah sawah tipikal dengan air tanah yang agak dangkal (Moormann and van Breemen, 1978) (Gambar 1). Koenigs (1950) Moormann dan van Breemen (1978) Gambar 1. Profil tanah sawah tipikal menurut Koenigs (1950), serta Moormann dan van Breemen (1978) Pada tanah kering dengan air tanah dalam yang disawahkan, akan terbentuk susunan horizon sebagai berikut: 1) lapisan olah yang tereduksi dan tercuci (eluviasi) (Ap); 2) lapisan tapak bajak (Adg);

7 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 7 3) horizon iluviasi Fe (Bir) di atas horizon iluviasi Mn (Bmn), yang sebagian besar teroksidasi; 4) horizon tanah asal, yang tidak terpengaruh persawahan (Bw, Bt). Bila air tanah agak dangkal, maka di bawah horizon tersebut kemudian ditemukan: 5) horizon iluviasi (penimbunan) Mn (Bmn) di atas horizon iluviasi Fe (Bir); 6) horizon tereduksi permanen (Cg). Pengamatan di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa lebih banyak tanah sawah yang tidak menunjukkan profil tanah yang tipikal tersebut, dibandingkan dengan yang memilikinya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan sawah di Indonesia, antara lain, dibuat pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal, atau lahan rawa yang dikeringkan, penyawahan yang terus-menerus dilakukan sepanjang tahun, tekstur tanah yang terlalu kasar atau terlalu halus, tanah yang mengembang dan mengkerut, dan sebagainya. Karena banyak tanah sawah di Indonesia terdapat di daerah pelembahan atau dataran aluvial yang terus-menerus tergenang air, baik dari air hujan, luapan sungai maupun air tanah yang dangkal, dan kondisi relief/topografi yang tidak memungkinkan gerakan air ke bawah solum tanah, maka horizon iluviasi Fe dan Mn ataupun lapisan tapak bajak sulit terbentuk. Demikian juga, tekstur tanah yang terlalu kasar atau terlalu halus, atau adanya sifat tanah mengembang dan mengkerut, menghalangi pembentukan horizon-horizon tersebut. Menurut Kawaguchi dan Kyuma (1977) seperti halnya di Indonesia, profil tanah sawah tipikal (Aquorizem) hanya terbentuk, pada lahan kering yang disawahkan yang tidak mengandung mineral liat-2:1. Tanah yang hanya digenangi air pada waktu penyawahan, dan kemudian dikeringkan untuk tanaman palawija atau bera pada musim berikutnya, dalam bahasa Jepang disebut kanden. Dengan penggunaan tanah seperti itu, profil tanah sawah tipikal di Jepang dapat terbentuk dalam jangka waktu tahun. Menurut Kanno (1978), di Jepang juga banyak tanah sawah yang tidak memiliki susunan horizon seperti tanah sawah tipikal tersebut, karena keragaman dalam pengaruh air tanah dan air genangan (hidromorfisme). Horizon-horizon pada tanah sawah Beberapa horizon yang terbentuk pada tanah sawah dan proses pembentukannya diuraikan berikut ini. Simbol-simbol horizon yang dicantumkan dalam uraian ini, sebagian, bukan merupakan simbol horizon baku, seperti yang digunakan dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999; 2003).

8 8 Hardjowigena et al. Lapisan olah (Apg) Lapisan olah tanah sawah adalah lapisan tanah teratas yang diolah dalam keadaan basah dan terus-menerus digenangi selama disawahkan, tetapi kering pada waktu tidak disawahkan. Bila tergenang air, lapisan olah dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu: Apg1 Lapisan tipis teroksidasi (1 2 mm; Kanno, 1978), di permukaan tanah langsung di bawah air genangan. Beberapa penulis menyebutkan tebal lapisan teroksidasi ini, antara 0,5 10 mm, atau 2-20 mm, tergantung dari jumlah O 2 yang terlarut dalam air genangan, kapasitas mereduksi tanah (kadar C-organik tanah), perkolasi air dan aktivitas fauna tanah dan fauna air. Apg2 Lapisan tereduksi di bawah lapisan oksidasi yang disebut reversal gley (Uchiyama, 1949), inverted gley (Dudal and Moormann, 1964), surface pseudo gley (Tan, 1968). Tingkat gleisasi tergantung lamanya penggenangan dan tekstur tanah. Semakin lama digenangi dan semakin halus tekstur tanah, semakin tinggi gleisasi. Proses pembentukan tanah utama yang terjadi di dalam lapisan olah adalah proses reduksi (basah) dan oksidasi (kering), serta proses eluviasi dalam keadaan reduksi. Proses reduksi di lapisan olah, dipercepat oleh kandungan bahan organik yang cukup tinggi dari sisa-sisa akar tanaman dan batang padi. Dekomposisi bahan organik dilakukan oleh organisme mikro yang banyak memerlukan oksigen untuk kehidupannya. Karena itu, terjadi kekurangan oksigen, sehingga proses reduksi dipercepat. Dalam kondisi reduksi, Fe dan Mn yang tereduksi (Fe 2+, dan Mn 2+ ) menjadi larut, sehingga mudah tercuci dan terjadilah proses eluviasi Fe dan Mn. Sebagian besi-fero yang tidak tercuci di lapisan olah, menyebabkan timbulnya warna abu-abu (grayzation). Sebagian besi-fero yang tidak tercuci, teroksidasi pada waktu kering, sehingga menghasilkan karatan coklat-merah. Pada lapisan olah tersebut, juga terjadi penambahan lumpur dari air irigasi, tetapi menurut Moormann dan Breemen (1978) tidak terjadi proses eluviasi liat dari lapisan ini, meskipun ada gejala penurunan kadar liat. Berkurangnya kandungan liat di horizon ini, diperkirakan karena penghancuran liat oleh proses ferolisis (Brinkman, 1970), yang terjadi akibat penggenangan dan pengeringan yang berganti-ganti. Kecuali itu, berkurangnya liat mungkin juga terjadi karena aliran air genangan berlumpur dari petakan sawah yang lebih tinggi ke petakan yang lebih rendah, sewaktu proses pelumpuran tanah sedang berlangsung. Sifat fisik tanah lapisan olah terus berubah dari saat pengolahan tanah sampai masa panen, dan keadaan kering berikutnya. Pada waktu persiapan tanah, karena pengolahan tanah dilakukan dengan cara pelumpuran, maka

9 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 9 semua agregat tanah hancur, pori-pori mikro meningkat, daya menahan air ikut meningkat tinggi, sehingga mencapai kadar air %. Karena itu, kohesi tanah menjadi rendah akibat rendahnya nisbah tanah: air, sehingga tanah menjadi sangat lunak. Setelah penanaman padi dilakukan, partikel-partikel tanah mulai mengendap dan sebagian air diserap oleh akar tanaman, sehingga kadar air menurun mencapai 20 60% selama pertumbuhan tanaman. Karena itu, daya kohesi tanah meningkat, sehingga tanah menjadi lebih padat. Walaupun demikian, karena tanah masih terus-menerus tergenang, maka tanah masih belum dapat membentuk struktur tanah, dan masih dalam keadaan masif. Pada waktu padi mulai tua, penggenangan mulai dihentikan, sehingga tanah mulai mengering. Dari struktur lumpur, mula-mula tanah berubah menjadi seperti pasta, kemudian memadat, sehingga berstruktur massif. Bila kondisi kering terus berlanjut, tanah akan retak-retak dan terjadi agregasi kembali, sehingga terbentuk struktur gumpal, bila tanah tidak mengandung mineral liat 2:1, atau dapat juga terbentuk struktur tiang atau prismatik, bila tanah banyak mengandung mineral liat 2:1. Munir (1987), menemukan terjadinya proses ferolisis pada lapisan olah tanah Ultisol yang disawahkan di daerah Kabupaten Lebak, Banten. Pada Ultisol yang tidak disawahkan, selain kaolinit, ditemukan juga sejumlah vermikulit. Sedangkan pada Ultisol yang disawahkan, vermikulit tidak ditemukan kembali, karena telah berubah menjadi vermikulit dengan Al-antar lapisan (hydroxyinterlayered vermiculite: HIV) yang mendekati struktur mineral klorit, seperti yang terlihat dari difraktogram sinar X dan pengamatan dengan electron mikroskop. Keadaan ini juga terbukti dari menurunnya kapasitas tukar kation liat, akibat tertutupnya kompleks jerapan oleh lapisan Al-antar lapisan. Lapisan tapak bajak (Adg) Lapisan tapak bajak (plow pan, plow sole, traffic pan), bukan merupakan horizon genetik tersendiri (Kyuma and Kawaguchi, 1966). Mungkin merupakan sebagian dari horizon A dan sebagian horizon B, atau salah satu dari keduanya, tetapi umumnya lebih mirip dengan horizon A. Horizon ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (a) agak padat, sehingga kerapatan lindak relatif tinggi; (b) poripori mikro banyak, dan pori-pori makro serta meso sedikit; (c) kondisi redoks dan pencucian Fe dan Mn tereduksi lebih menyerupai lapisan olah (Apg) diatasnya daripada horizon B dibawahnya, karena itu dianggap sebagai bagian dari horizon A; (d) warna matriks abu-abu seperti horizon Apg, meskipun karatan besi sering ditemukan; (e) telah terjadi pencucian Fe dan Mn; (f) lapisan yang cukup berkembang mempunyai struktur lempeng (Koenigs, 1950); (g) tebal lapisan antara 5 10 cm; dan (h) terbentuk pada kedalaman antara cm.

10 10 Hardjowigena et al. Lapisan tapak bajak (Adg) terbentuk karena hal-hal berikut: - Pemadatan selama pembajakan lapisan olah (diatasnya) dalam keadaan basah, atau pemadatan lain oleh tekanan kaki manusia atau binatang, sedangkan lapisan dibawahnya dalam keadaan relatif kering. - Penghancuran agregat akibat pengolahan tanah dalam keadaan basah, dan akibat tekanan alat-alat pengolahan tanah, menyebabkan lapisan ini lebih padat. - Pembentukannya dipengaruhi oleh tekstur tanah, dan sifat mengembangmengkerut tanah. Pada tanah berpasir, tidak terbentuk lapisan tapak bajak, karena kohesi butir-butir pasir rendah sehingga sulit merekat. Pada tanah dengan sifat mengembang-mengkerut karena kandungan mineral liat 2:1 yang tinggi, lapisan tapak bajak juga tidak terbentuk, karena selalu rusak oleh sifat kembang-kerut tersebut (proses pedoturbasi). - Tanah berlempung halus adalah yang optimal untuk pembentukan lapisan tapak bajak. Sementara, tanah yang mengandung liat terlalu tinggi, lapisan tapak bajak kurang nyata terbentuk. - Pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang, lapisan tapak bajak juga tidak nyata terbentuk, karena kadar air tanah yang tinggi (basah) di bawah lapisan olah, menyebabkan daya kohesi butir-butir tanah rendah, sehingga sulit merekat satu sama lain. - Lapisan tapak bajak terbentuk bukan karena iluviasi liat, karena terbukti tidak ada peningkatan liat halus dan tidak ditemukan selaput liat (cutan) (Moormann and van Breemen, 1978). Pada tanah sawah bertekstur lempung berpasir, lapisan tapak bajak mulai terbentuk setelah tiga tahun penyawahan pada pengolahan tanah secara mekanis. Sedangkan pada tanah sawah bertekstur liat halus, lapisan tapak bajak terbentuk setelah tahun penyawahan. Setelah 50 tahun terlihat jelas, dan setelah 200 tahun, lapisan tapak bajak sudah berkembang dengan baik (Kanno et al., 1964). Munir (1987), menemukan bahwa penggunaan traktor berat untuk pengolahan tanah sawah, mempercepat pembentukan lapisan tapak bajak. Ia mengemukakan bahwa pada Inceptisol (tanah Aluvial) di Sukamandi, Subang, dapat terbentuk lapisan tapak bajak setebal 20 cm, dalam jangka waktu 20 tahun penggunaan traktor berat (5 t), untuk pengolahan tanah sawah dua kali setiap tahun. Pola perubahan ketebalan lapisan tapak bajak adalah dari bawah ke atas, seperti terlihat dari jarak antara permukaan tanah dengan batas bawah lapisan tapak bajak yang selalu tetap, baik yang diolah dengan traktor berat maupun yang diolah dengan traktor tangan. Pengolahan tanah sawah dengan traktor tangan (berat 200 kg), hanya menghasilkan lapisan tapak bajak setebal 2 cm dalam jangka waktu 20 tahun. Pada tanah Vertisol, tidak pernah dapat terbentuk lapisan tapak bajak, meskipun pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor

11 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 11 berat. Hal ini terjadi karena kandungan mineral liat 2:1 yang tinggi pada tanah tersebut, sehingga lapisan tapak bajak yang mulai terbentuk selalu menjadi rusak kembali, akibat proses mengembang-mengkerutnya mineral liat tersebut. Grant (1965) mengemukakan bahwa dengan pengolahan tanah sawah secara manual dengan bajak, pada tanah bertekstur sedang, lapisan tapak bajak yang cukup berkembang, dapat terbentuk dalam jangka waktu 200 tahun penyawahan. Adanya lapisan tapak bajak berpengaruh positif terhadap ketersediaan air untuk tanaman padi, tetapi pada waktu pergiliran dengan tanaman palawija, pengaruh tersebut menjadi tidak nyata. Bahkan, pada lapisan tapak bajak yang telah berkembang dengan baik, karena sangat padat, lapisan tersebut malah dapat menjadi penghambat perkembangan akar tanaman palawija. Lapisan ini bermanfaat untuk menahan gerakan air perkolasi, sehingga memudahkan terjadinya genangan air di permukaan tanah. Lapisan paitu (E) Di Cina dan Jepang sering ditemukan lapisan berwarna pucat, setebal cm, terletak di antara lapisan tapak bajak dengan horizon iluviasi dibawahnya, yang disebut lapisan paitu (tanah putih). Lapisan ini ditemukan pada tanah sawah dengan pergiliran tanaman dengan gandum. Pembentukannya terjadi karena adanya eluviasi secara kimia dan mekanis, dalam keadaan reduksi dan oksidasi yang berulang-ulang, sehingga menyebabkan: (a) pengurangan hara, Fe dan Mn, secara aktif; (b) pengurangan liat; dan (c) penambahan kadar debu (Hsu, 1962). Di Indonesia, belum ada laporan yang menemukan lapisan tersebut. Horizon iluviasi-fe (Bir) di atas iluviasi-mn (Bmn) yang sebagian besar teroksidasi Kedua horizon ini dapat terbentuk pada tanah berdrainase baik yang disawahkan, yang kedalaman air tanahnya >1 m. Keduanya ditemukan di bawah lapisan tapak bajak, dan merupakan horizon iluviasi Fe (Bir) dan horizon iluviasi Mn (Bmn), yang sebagian besar telah teroksidasi. Kedua unsur tersebut pada awalnya tercuci (eluviasi) dari lapisan olah (Apg) dalam keadaan tereduksi, ion Fe 2+ dan Mn 2+, yang kemudian diendapkan (iluviasi) di horizon B, yang berada dalam suasana oksidasi. Karena kelarutan Fe 2+ lebih rendah dari Mn 2+, maka Fe akan mengendap lebih dulu, sehingga terbentuklah horizon iluviasi Fe (Bir) di atas horizon iluviasi Mn (Bmn). Horizon iluviasi Fe (Bir) umumnya sangat tipis (<1 cm), sedangkan horizon iluviasi Mn (Bmn) umumnya lebih tebal (Koenigs, 1950; Grant, 1965). Horizon Bir yang telah berkembang lanjut, dapat mengeras menjadi padas besi tipis, yang disebut horizon plakik (placic horizon). Di bawah Bmn, sering ditemukan horizon Bir-mn atau Bmn-ir, dimana iluviasi Fe dan Mn tidak jelas terpisahkan. Akibat iluviasi Fe dan Mn tersebut, dapat terbentuk struktur tanah

12 12 Hardjowigena et al. majemuk, prismatik, atau gumpal bersudut, dengan selaput Fe atau Mn pada bidang-bidang strukturnya. Horizon B (Bw, Bt) tanah asal Pada tanah-tanah dengan air tanah dalam yang disawahkan, horizonhorizon tanah asli di bawah horizon iluviasi Fe dan Mn, umumnya tidak terpengaruh oleh resapan air genangan di permukaan akibat penyawahan. Karena itu, tidak terlihat adanya perubahan sifat-sifat tanah akibat penyawahan. Horizon-horizon tersebut tetap mempertahankan sifat-sifat tanah asalnya. Horizon iluviasi-mn (Bmn) di atas iluviasi-fe (Bir) yang sebagian besar tereduksi Pada tanah sawah dengan air tanah yang relatif dangkal, terbentuk horizon iluviasi Fe dan iluviasi Mn di atas garis permukaan air tanah, akibat naik turunnya permukaan air tanah sesuai dengan musim. Pada waktu permukaan air tanah naik ke lapisan yang lebih oksidatif diatasnya, maka Fe 2+ dan Mn 2+ juga ikut terbawa, dan karena Fe lebih sukar larut daripada Mn, maka Fe akan mengendap lebih dulu. Akibatnya, terbentuklah horizon Bir di bawah horizon Bmn (Moorman and van Breemen, 1978). Kedua horizon ini kadang dapat terpisah dengan jelas, tetapi kadang-kadang juga tidak jelas terpisah. Horizon tereduksi permanen (Cg) Horizon ini terdapat pada tanah sawah dengan air tanah dangkal atau agak dangkal. Karena terus-menerus tergenang oleh air tanah, maka seluruh horizon tanah ini dalam keadaan reduksi. Genangan air di permukaan tanah sawah tidak banyak berpengaruh pada horizon ini, karena pengaruh genangan air tanah yang sudah berlangsung sejak awal proses pembentukan tanah, secara alamiah telah berlangsung sangat kuat. Profil tanah sawah berpasir Dalam penelitiannya terhadap tanah-tanah sawah berpasir yang berasal dari lahar Gunung Merapi di Yogyakarta, Rayes (2000) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan sifat morfologi yang jelas, terutama pada 60 cm teratas profil tanah, antara tanah yang disawahkan (Gambar 2 b,c,d; 3 b,c,d; 4 b,c,d) dengan tanah serupa yang tidak disawahkan (Gambar 2a; 3a; 4a). Moormann and van Breemen (1978), mengemukakan bahwa lapisan tapak bajak tidak terbentuk pada tanah sawah berpasir. Namun, penelitian Rayes (2000) menunjukkan bahwa pada tanah sawah berpasir yang ditanami padi tiga kali setahun (Gambar 2d; 3d; 4d), dijumpai lapisan tapak bajak (Ad dan Bd) setebal 4 11 cm, pada kedalaman cm dari permukaan tanah. Pada tanah sawah yang ditanami padi satu dan dua kali setahun, lapisan tapak bajak berkembang menjadi lapisan padas besi/mangan (Bdsm) seperti terlihat pada Gambar 2b,c; 3b,c dan 4b,c.

13 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 13 Padas besi yang terbentuk menyerupai sifat fragipan, yaitu mengeras dalam keadaan kering, tetapi hancur bila direndam air. Walaupun demikian, padas besi pada pedon-pedon yang diteliti, tidak dapat digolongkan sebagai fragipan, karena tebalnya umumnya <15 cm, dan ditemukan akar-akar tanaman pada jarak lateral <10 cm. Pada semua profil tanah yang diamati, konsentrasi karatan Fe selalu berada di atas karatan Mn. Kecuali itu, pada tanah sawah dengan tanaman padi satu kali pertahun (1P), yang berarti semakin lama periode kering, lapisan besi/mangan (Bdsm) ditemukan, semakin tebal dan semakin dangkal (Gambar 2b, 3b, dan 4b). Demikian juga, semakin halus tekstur tanah, lapisan padas besi/mangan (Bdsm) juga semakin dangkal dan semakin tebal (Gambar 4b,d; bandingkan dengan Gambar 3b,d dan Gambar 2b,d). Sedangkan pada tanah sawah dengan dua kali padi pertahun (2P), semakin halus tekstur tanah, lapisan padas besi/mangan terlihat semakin dalam dan semakin tebal (Gambar 4c; bandingkan dengan Gambar 3c; 2c). Terbentuknya lapisan tapak bajak, atau lapisan padas besi/mangan, pada tanah sawah berpasir di daerah lahar ini, berhubungan erat dengan kandungan silika-amorf yang tinggi dalam air dan larutan tanah. Kandungan Si-amorf yang tinggi juga menyebabkan terbentuknya duripan (Bqm) di berbagai tempat, tetapi pembentukannya tidak disebabkan oleh penyawahan (Gambar 3a,b). Dengan perkataan lain, duripan dapat terbentuk, baik pada tanah kering maupun pada tanah yang disawahkan. Selain itu, penyawahan pada tanah berpasir tidak menyebabkan terjadinya gleisasi yang kuat, sehingga tidak ditemukan tanah dengan kroma rendah (kroma <2; value >4), dan menunjukkan reaksi negatif dengan a,a dipridil.

14 14 Hardjowigena et al. (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Profil tanah sawah dengan tekstur pasir berkerikil (Rayes, 2000)

15 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 15 (a) (b) (c) (d) Gambar 3. Profil tanah sawah dengan tekstur pasir (Rayes, 2000)

16 16 Hardjowigena et al. (a) (b) (c) (d) Gambar 4. Profil tanah sawah dengan tekstur lempung berpasir (Rayes, 2000)

17 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 17 Pengaruh kedalaman air tanah terhadap pembentukan profil tanah sawah Dari uraian di atas, dapat difahami bahwa profil tanah sawah tipikal hanya terbentuk pada tanah dengan air tanah dalam, atau agak dalam. Pada tanah dengan air tanah sangat dangkal atau terus-menerus tergenang, susunan horizon dalam profil tanah seperti diuraikan di atas tidak dapat terbentuk. Mungkin sekali hal ini terjadi, karena pengaruh air tanah yang terlalu kuat sampai ke permukaan tanah, sehingga tidak terjadi resapan air dari permukaan ke lapisan bawah. Mungkin juga hal ini disebabkan, karena pengaruh yang sama kuat, antara air genangan sawah (air irigasi) dan air tanah, sehingga Fe dan Mn yang dibawa dari permukaan tanah oleh resapan air genangan, tercampur dengan Fe dan Mn yang dibawa dari lapisan bawah oleh gerakan air kapiler dari air tanah. Kanno (1956) membedakan tanah sawah, berdasarkan atas kedalaman air tanahnya sebagai berikut: 1. Tanah sawah dengan air tanah dangkal atau tergenang, disebut Tanah sawah glei air tanah (Ground water gley rice soils). 2. Tanah sawah dengan kedalaman air tanah sedang, disebut Tanah sawah mirip glei peralihan (Intermediate gley-like rice soils). 3. Tanah sawah dengan air tanah dalam, disebut Tanah sawah mirip glei air permukaan (Surface water gley-like rice soils). Beberapa ragam profil tanah sawah yang terbentuk pada tanah, dengan kedalaman air tanah yang berbeda disajikan pada Gambar 5. a (Air tanah sangat dangkal) (tergenang) b (Air tanah dangkal) (tergenang) c (Air tanah agak dalam) (Agak dangkal ) d (Air tanah dalam) e Gambar 5. Profil tanah sawah dengan kedalaman air tanah yang berbeda

18 18 Hardjowigena et al. Pada tanah sawah dengan kedalaman air tanah yang sangat dangkal atau tergenang (Gambar 5.a), seluruh profil tanah terus-menerus tergenang air, atau hanya sebagian kecil lapisan permukaan yang kadang-kadang tidak jenuh air. Karena itu, pada tanah ini hanya ditemukan horizon Apg dan Cg, sedangkan lapisan tapak bajak (Adg), horizon iluviasi Fe (Bir) dan Mn (Bmn) tidak ditemukan. Lapisan tapak bajak tidak dapat terbentuk, karena kadar air tanah di bawah lapisan olah terlalu tinggi, sehingga daya kohesi butir-butir tanah sangat rendah, sehingga tidak dapat merekat satu sama lain. Horizon iluviasi Fe dan Mn juga tidak dapat terebentuk, karena walaupun banyak Fe dan Mn tereduksi yang larut dalam air, tetapi resapan air ke lapisan bawah sangat sedikit, dan tidak ada lapisan tanah oksidatif di bawah lapisan olah. Karatan Fe dan Mn sering dtemukan di lapisan olah, yang kadang-kadang tidak jenuh air. Pada tanah sawah dengan air tanah dangkal (Gambar 5.b), pengaruh air genangan akibat penyawahan dan pengaruh air tanah kadang-kadang saling bertautan, atau hanya sedikit terpisahkan. Pada pedon ini, horizon iluviasi Fe dan Mn yang berasal dari pengaruh air genangan, bercampur dengan horizon iluviasi Fe dan Mn akibat pengaruh dari air tanah. Akibatnya, tidak terjadi pemisahan antara Bir dan Bmn, sehingga terbentuk horizon Bir-Mn. Pada tanah sawah dengan air tanah yang agak dalam atau agak dangkal (Gambar 5.c), pemisahan tersebut masih dapat terjadi, sehingga dapat terbentuk profil tanah tipikal, mirip seperti yang dikemukakan oleh Moormann dan van Breemen (1978). Pada tanah sawah dengan air tanah dalam (Gambar 5.d,e), pengaruh air genangan di permukaan tanah sangat kuat, sedang pengaruh air tanah terhadap pembentukan profil tanah tidak terlihat. Dalam keadaan seperti ini, profil tanah tipikal seperti yang dikemukakan Koenigs (1950) dapat terbentuk. Walaupun demikian, profil tanah tipikal tersebut tidak selalu dapat terbentuk karena berbagai hal, misalnya tekstur tanah yang terlalu kasar atau terlalu halus, permeabilitas tanah yang terlalu lambat, ditemukannya kandungan mineral liat 2:1 yang cukup tinggi di dalam tanah, dan sebagainya. Pengaruh permeabilitas tanah terhadap profil tanah sawah Mitsuchi (1975) mengemukakan bahwa kenampakan profil tanah sawah dapat berbeda-beda, akibat perbedaan pada permeabilitas tanah yang disawahkan, yang mungkin terjadi karena perbedaan tekstur tanah, atau perbedaan sebaran pori-pori tanah. Ia meneliti profil-profil tanah sawah yang berasal dari tanah yang berdrainase baik (well-drained) dengan air tanah dalam, tetapi mempunyai permeabilitas tanah yang berbeda, yaitu baik, lambat, dan sangat lambat. Berdasarkan perbedaan permeabilitas tanah tersebut, ia mengemukakan adanya tiga jenis tanah sawah yaitu:

19 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah Tanah sawah coklat (Brown lowland paddy soils) 2. Tanah sawah kelabu (Gray lowland paddy soils) 3. Tanah sawah glei (Hanging-water Gley lowland paddy soils) Tanah sawah coklat, adalah tanah sawah yang berasal dari tanah yang mempunyai permeabilitas tanah baik. Dari tanah seperti ini, menurut Mitsuchi (1975), dapat terbentuk profil tanah sawah tipikal seperti yang dikemukakan Koenigs (1950), yang mempunyai susunan horizon berturut-turut dari lapisan atas: Apg (lapisan olah) Adg (lapisan tapak bajak) Bir (iluviasi Fe) - Bmn (iluviasi Mn) Bw (horizon kambik). Tanah sawah kelabu, adalah tanah sawah yang berasal dari tanah dengan permeabilitas lambat. Pada tanah ini, lapisan tapak bajak tidak terbentuk, karena dengan permeabilitas tanah yang lambat, lapisan tanah di bawah lapisan olah mempunyai kandungan air yang tinggi, sehingga nisbah tanah terhadap air menjadi rendah, dan menyebabkan daya kohesi butir-butir tanah rendah. Walaupun demikian, horizon iluviasi Fe cukup jelas terlihat, sedangkan horizon iluviasi Mn agak tersebar di bawahnya. Sebagian Fe dan Mn hilang dari horizon bawah, tetapi tambahan Fe dan Mn dari lapisan atas lebih banyak, sehingga terbentuklah horizon iluviasi Fe-Mn. Tanah sawah glei, adalah tanah sawah yang berasal dari tanah dengan permeabilitas sangat lambat, sehingga terbentuk tanah dengan warna glei, karena adanya genangan air terus-menerus, akibat sangat lambatnya permeabilitas tanah. Hal ini dapat terjadi, misalnya karena tingginya kandungan liat yang mudah mengembang, dan hampir sepanjang tahun tanah digunakan untuk tanaman padi. Di horizon bawah, warna tanah masih lebih terang daripada horizon atas. Lapisan tapak bajak tidak terbentuk, tetapi eluviasi lemah Fe dan Mn terjadi pada horizon glei di permukaan, dan horizon iluviasi lemah Fe dan Mn ditemukan di horizon bawah. Perbedaan perkembangan profil tanah sawah berasal dari lahan kering dan lahan basah Kanno (1978) menggambarkan pola perkembangan profil tanah sawah, yang berasal dari dua bahan berbeda, yaitu dari tanah kering dan tanah yang tergenang (tanah rawa) (Gambar 6). Pada tanah yang berasal dari bahan terestrial kering, tanah yang semula kering, mulai mengalami pembasahan dari permukaan tanah, diikuti dengan pembentukan lapisan tapak bajak dan karatan (Gambar 6A). Jika tidak ada lapisan kedap air (impervious layer) pada kedalaman <150 cm dari permukaan tanah, maka tidak akan terbentuk horizon yang mengalami gleisasi yang sangat kuat (G), tetapi masih dapat terbentuk horizon Bg atau Cg. Pada tanah dengan

20 20 Hardjowigena et al. permeabilitas baik, dapat terbentuk profil tanah tipikal. Reduksi terjadi pada lapisan olah dan lapisan tapak bajak, sedangkan lapisan dibawahnya masih bersifat oksidatif. Pada tanah dengan permeabilitas lambat atau sangat lambat, reduksi dapat mencapai lapisan bawah tanah, karena air sangat lambat hilang dari tanah. Selain pengaruh air genangan yang makin meningkat ke lapisan yang lebih bawah dengan makin lamanya penyawahan, perubahan lahan kering menjadi lahan sawah seperti telah diuraikan terdahulu, juga dapat menghasilkan horizon/lapisan khusus seperti lapisan tapak bajak, Bir Bmn, dan lain-lain sehingga dapat terbentuk profil tanah sawah tipikal (Gambar 1) atau bentuk profil tanah sawah yang lain seperti disajikan pada Gambar 2, 3, 4 dan Gambar 5,b-e. a b c d e a b c d e Gambar 6. Skema perkembangan profil tanah sawah, masing-masing berasal dari tanah terestrial kering dan tanah tergenang (basah) (Kanno, 1978) Sebaliknya, pada tanah yang semula tergenang secara terus-menerus (tanah rawa), jika disawahkan melalui perbaikan drainase, maka lapisan/horizon atas akan mengalami pengeringan lebih dulu, diikuti dengan horizon-horizon

21 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 21 dibawahnya (Gambar 6B). Horizon yang pada mulanya tereduksi kuat (G), berangsur-angsur berubah menjadi ApG dan kemudian Apg, serta dibawahnya terbentuk A12g, dan diikuti dengan perkembangan horizon Bir dan Bmn. Kanno et al. (1964) mengemukakan perkembangan profil tanah sawah berasal dari lahan basah dengan perbaikan drainase, sebagai berikut: - Lapisan tapak bajak belum terbentuk pada saat awal perbaikan drainase, dan baru mulai terbentuk setelah perbaikan drainase cukup lanjut, yaitu pada waktu terjadi pemisahan Bir dan Bmn di atas horizon Bg. Pemisahan Bir dan Bmn umumnya terlihat kurang jelas. - Dengan berlanjutnya perbaikan drainase, maka terbentuklah horizon Bg dari horizon G, dan semua becak-becak glei akan hilang. Pengamatan penulis terhadap tanah-tanah sawah yang berasal dari lahan basah di Indonesia, pada umumnya menunjukkan bahwa lapisan tapak bajak, horizon-horizon Bir dan Bmn tidak dapat terbentuk dengan baik sehingga profil tanah sawah seperti yang disajikan pada Gambar 6,d-e, yang mempunyai profil tanah sawah tipikal tidak terbentuk. Dalam kenyataannya banyak profil tanah sawah berasal dari lahan basah yang tidak atau hanya sedikit mengalami perubahan dari profil tanah asalnya seperti terlihat pada Gambar 6, b-c. Hal ini karena pengeringan lahan basah untuk sawah tidak dilakukan secara intensif sehingga genangan air masih terus terjadi, lebih-lebih untuk daerah yang digunakan untuk bertanam padi sawah 2-3 kali/tahun. KLASIFIKASI TANAH SAWAH Klasifikasi tanah sawah yang telah disebutkan pada berbagai uraian tulisan ini terlihat tidak sistematis, karena sebagian besar hanya didasarkan pada proses pembentukannya, yaitu pengaruh manusia dan pengaruh air genangan di permukaan tanah, dan bukan atas dasar sifat-sifat tanah yang telah dihasilkan secara permanen, sebagai akibat penyawahan. Dari pengamatan di lapangan dan penelitian lain di berbagai daerah di Indonesia, terlihat bahwa meskipun tanah sawah semuanya terjadi karena pengaruh perbuatan manusia, dan selalu mendapat genangan air di permukaan, tetapi sifat-sifat morfologi dan sifat-sifat lain yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari sifat tanah asalnya. Tanah sawah mempunyai beberapa nama dalam sistem klasifikasi tanah secara umum yaitu: Rice soils, Paddy soils, Lowland paddy soils, Artificial hydromorphic soils, dan Aquorizem. Dalam klasisifikasi tanah FAO (World Reference Base for Soil Resources) tanah sawah termasuk grup tanah Anthrosols (FAO, 1998). Tanah sawah dicirikan oleh horizon anthraquic, yaitu adanya lapisan olah dan lapisan tapak bajak.

22 22 Hardjowigena et al. Dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1996; 1999; 2003), tidak terdapat klasifikasi (nama) untuk tanah sawah, pada tiga kategori tertinggi yaitu pada tingkat ordo, subordo, maupun great group. Sifat-sifat khas tanah sawah baru muncul pada Taksonomi Tanah tahun 1992 (Soil Survey Staff, 1992), berdasarkan rekomendasi dari ICOMAQ (International committee on aquic soil moisture rezime) yang mengusulkan adanya saturasi anthrik, dan kondisi anthrakuik, untuk mewadahi sifat-sifat khas tanah sawah, akibat pelumpuran dan penggenangan terus-menerus selama pertumbuhan tanaman padi sawah. Dalam dua edisi Taksonomi Tanah yang terakhir (Soil Survey Staff, 1999; 2003), klasifikasi (nama) tanah sawah ditempatkan pada tingkat subgrup, dengan menggunakan awalan anthraquic, untuk mencerminkan adanya kondisi anthrakuik pada tanah sawah. Terdapat sebelas subgrup anthraquic, yaitu masing-masing dua subgrup pada ordo Alfisol, Andisol, Entisol, Inceptisol, dan Ultisol, serta satu subgrup pada ordo Mollisol. Masing-masing subgrup tersebut adalah pada Alfisol (Anthraquic Hapludalf dan Anthraquic Paleudalf), Andisol (Anthraquic Hapludand dan Anthraquic Melanudand); Entisol (Anthraquic Ustifluvent dan Anthraquic Ustorthent); Inceptisol (Anthraquic Eutrudept dan Anthraquic Haplustept), Ultisol (Anthraquic Kanhaplohumult dan Anthraquic Paleudult), dan Mollisol (Anthraquic Haplustoll); Klasifikasi tanah sawah Indonesia Klasifikasi tanah sawah sangat ditentukan oleh klasifikasi tanah asalnya, sebelum tanah disawahkan. Karena tanah sawah dapat berasal dari berbagai macam jenis tanah, maka menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999; 2003) pada kategori yang paling kasarpun, yaitu kategori ordo, tanah sawah sudah mempunyai nama yang berbeda-beda. Banyak tanah sawah di Indonesia yang klasifikasi tanahnya tidak mengalami perubahan, meskipun tanahnya telah digunakan untuk bertanam padi selama puluhan tahun. Hal ini terjadi karena penyawahan, tidak menghasilkan horizon penciri atau sifat penciri baru, yang dapat merubah klasifikasi tanah lama ke klasifikasi tanah yang baru. Keadaan seperti ini umumnya ditemukan pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau tergenang, yang disawahkan. Pada tanah sawah yang berasal dari lahan kering, perubahan klasifikasi tanah pada kategori tertentu, lebih mungkin dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena penggenangan tanah kering di permukaan, dan metode pengelolaan tanah sawah lain yang dilakukan bertahun-tahun, mampu menghasilkan perubahan sifat morfologi dan sifat-sifat lain secara permanen, meskipun sebagian terbatas di bagian permukaan profil tanah. Perubahan yang menghasilkan sifat morfologi dan sifat-sifat lain yang permanen dalam suatu pedon, menghasilkan horizon penciri atau sifat penciri baru, yang pada kategori klasifikasi tertentu, dapat merubah klasifikasi tanah asal ke dalam klasifikasi tanah baru.

23 Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah 23 Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978), diperkirakan bahwa sekitar 70% tanah sawah di dataran rendah di Indonesia termasuk dalam ordo Inceptisol, Entisol, dan Vertisol (sepadan dengan: Aluvial, tanah Glei, Regosol, dan Grumusol). Sekitar 22% merupakan pesawahan uplands di daerah volkan, yang termasuk dalam ordo Ultisol, Inceptisol, Andisol, dan Alfisol (Latosol, Regosol, Andosol, dan Mediteran). Sedangkan sekitar 6% merupakan pesawahan pada tanah-tanah masam, yang termasuk dalam ordo Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning). Tanah sawah di dataran rendah, di dominasi (55%) oleh subordo Aquept dan Aquent (Aluvial dan Tanah Glei), sedangkan tanah sawah di daerah uplands didominasi (17%) oleh subordo Udept (Latosol dan Regosol). Tanah-tanah sawah yang termasuk ke dalam subordo Aquept dan Aquent, umumnya berasal dari tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, khususnya di daerah pelembahan atau lahan rawa. Sedangkan yang termasuk Udept, umumnya berasal dari tanah kering yang disawahkan. Ordo tanah sawah lain yang cukup luas, adalah Vertisol (Grumusol), sekitar 7%, yang terutama mencakup subordo Aquert, Udert, dan Ustert; Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning), sekitar 6%, dengan subordo utama Aquult dan Paleudult, serta Aquox dan Kandiudox; Alfisol (Mediteran Merah Kuning), sekitar 4%, terutama subordo Aqualfs, Udalf, dan Ustalf; Andisol (Andosol), sekitar 1%, yang utamanya masuk subordo Udand, Ustand, dan Aquand. Beberapa tanah sawah bukaan baru di daerah uplands di luar Jawa, umumnya termasuk dalam ordo Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning, Lateritik, Latosol). Tanah sawah yang termasuk Oxisol jumlahnya masih sangat sedikit, diperkirakan <1% dari seluruh tanah sawah yang ada. Perubahan sifat morfologi tanah yang mempengaruhi klasifikasi tanah Penggunaan tanah untuk padi sawah dapat menyebabkan perubahan permanen sifat morfologi dan sifat fisiko-kimia tanah asal, yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan klasifikasi tanah. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh cara budi daya padi sawah, seperti pelumpuran lapisan olah dan penggenangan selama pertumbuhan padi, atau akibat cara pembuatan sawah, seperti pembuatan teras, pembuatan saluran drainase pada tanah rawa, dan sebagainya. Namun demikian, kadang-kadang perubahan tersebut hanya sedikit terlihat dan umumnya hanya terbatas pada horizon permukaan. Perubahan tersebut kadang-kadang juga hanya bersifat sementara, dalam arti, terbatas hanya pada waktu sedang disawahkan. Sementara bila digunakan lagi untuk pertanian lahan kering (palawija), sifat tanah berubah kembali mendekati ke sifat tanah asalnya. Pada Vertisol,

24 24 Hardjowigena et al. perubahan kembali ke sifat tanah asal lebih jelas terlihat. Setelah satu siklus pergiliran tanaman, padi-palawija-padi, terjadi proses pedoturbasi, yaitu proses perubahan kembali ke sifat tanah asal karena sifat-sifat tanahnya sendiri, yang dalam hal ini sifat mengembang-mengkerut. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, maka perubahan sifat morfologi tanah akibat penyawahan, secara taksonomi sering dianggap tidak terlalu penting dan tidak dapat dicerminkan dalam klasifikasi tanah (Dudal and Moormann, 1964; Wada, 1966). Walaupun demikian, perubahan yang permanen yang penting untuk klasifikasi tanah dapat juga terjadi, sebagai akibat efek kumulatif dari perubahanperubahan musiman atau berbagai praktek pengelolaan tanah sawah. Perubahan sifat-sifat morfologi tanah yang berpengaruh terhadap klasifikasi tanah meliputi: (1) perubahan rejim kelembapan tanah; (2) perubahan karena pembuatan teras; (3) perubahan karena terbentuknya horizon tambahan; dan (4) perubahan karena terbentuknya horizon albik. (1) Perubahan rejim kelembapan tanah Karena tanah sawah terus-menerus digenangi air selama pertumbuhan tanaman padi, maka secara umum telah terjadi perubahan rejim kelembapan tanah, dari rejim ustik menjadi udik, atau dari udik menjadi rejim akuik. Selain itu, pada tanah sawah, akibat pelumpuran lapisan olah dan penggenangan secara terus-menerus, tercipta kondisi akuik yang secara khusus disebut kondisi anthrakuik (anthraquic condition). Kondisi anthrakuik adalah kondisi akuik yang khusus, yang terjadi karena tanah ditanami dan digenangi (irigasi) secara sengaja oleh manusia. Tanah dengan kondisi anthrakuik harus memenuhi syarat kondisi akuik, dan juga memenuhi kedua persyaratan berikut (Soil Survey Staff, 1996): a. Di bawah lapisan atas yang diolah, langsung ditemukan lapisan dengan permeabilitas lambat, yang selama tiga bulan atau lebih pertahun, harus: (1) Jenuh air dan tereduksi; dan (2) Kroma pada matriks harus, 2 atau kurang; dan b. Horizon bawah memiliki satu atau lebih, hal-hal berikut: (1) Deplesi redoks dengan warna value (lembap) empat atau lebih, dan kroma 2 atau kurang; atau (2) Konsentrasi redoks dari besi; atau (3) Mengandung Fe (ekstraksi sitrat ditionit) dua kali lebih banyak atau lebih, dibandingkan dengan lapisan olah. Dalam edisi terakhir Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999; 2003), kondisi anthrakuik termasuk sebagai sifat penciri untuk tanah mineral dan tanah organik, dan didefinisikan secara lengkap sebagai saturasi anthrik, yaitu salah satu dari tiga tipe penjenuhan/saturasi, selain endosaturasi, dan episaturasi. Sedangkan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang Bayu Prasetiyo 125 080 500 111 045 B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Dr. Ir. Abdul Madjid, MS Salah satu sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Toposekuen Tanah Berbahan Induk Volkanik di Daerah Bogor Jakarta. Penyebaran Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Toposekuen Tanah Berbahan Induk Volkanik di Daerah Bogor Jakarta. Penyebaran Tanah TINJAUAN PUSTAKA Toposekuen Tanah Berbahan Induk Volkanik di Daerah Bogor Jakarta Penyebaran Tanah Faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fosfor dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fosfor dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fosfor dalam Tanah Secara umum fosfor di dalam tanah digolongkan dalam dua bentuk, yaitu: bentuk organik dan anorganik (Black 1976). Sebagian besar senyawa fosfor inorganik adalah

Lebih terperinci

: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Abdurachman Adimihardja Sarwono Hardjowigeno Achmad Mudzakir Fagi Wiwik Hartatik

: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Abdurachman Adimihardja Sarwono Hardjowigeno Achmad Mudzakir Fagi Wiwik Hartatik i Penanggung jawab : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Penyunting : Fahmuddin Agus Abdurachman Adimihardja Sarwono Hardjowigeno Achmad Mudzakir Fagi Wiwik Hartatik Redaksi Pelaksana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah kering sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan liat tebal. Dalam Legend of Soil

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah di Indonesia 24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Sawah di Indonesia Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG 79 KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG Ayyu Rahayu, Sri Rahayu Utami *, Mochtar Luthfi Rayes Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH Semester : Genap 2011/2012 Disusun Oleh : Nama : Bagus Satrio Pinandito NIM : A1C011072 Rombongan : 12 Asisten : KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa.

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. LAMPIRAN 113 114 115 Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. Titik Pengamatan ke-1 (L1) No Kedalaman (cm)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

PEDOGENESIS PADA BEBERAPA JENIS TANAH YANG DISAWAHKAN DI BOGOR KURNIATI

PEDOGENESIS PADA BEBERAPA JENIS TANAH YANG DISAWAHKAN DI BOGOR KURNIATI PEDOGENESIS PADA BEBERAPA JENIS TANAH YANG DISAWAHKAN DI BOGOR KURNIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Lebih terperinci

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH .1 PENDAHULUAN Dasar utama melakukan klasifikasi dan memahami tanah adalah diskripsi profil tanah yang dilakukan di lapang. Pengamatan di lapang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu; 1)

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Profil Tanah Irisan / penampang tegak tanah yang menampakan semua horizon sampai ke bahan induk; dalam profil tanah, bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

BEBERAPA SEAT FISIK. TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995.

BEBERAPA SEAT FISIK. TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995. BEBERAPA SEAT FISIK TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS G oleh M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995 RINGKASAN M. ANIS AZIZI. Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Latosol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media tumbuh tanaman Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

Soal UTS Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan Dikumpul Pada hari Jum at 26 Afril 2013 Batas pengumpulan Pukul Wib

Soal UTS Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan Dikumpul Pada hari Jum at 26 Afril 2013 Batas pengumpulan Pukul Wib Soal UTS Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan Dikumpul Pada hari Jum at 26 Afril 2013 Batas pengumpulan Pukul 11.00 Wib 1. Jelaskan pengertian klasifikasi tanah dan evaluasi lahan...?? Jawaban : Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

Bahan diskusi minggu ke-1

Bahan diskusi minggu ke-1 Bahan diskusi minggu ke-1 1. Peta skala besar dan skala kecil? Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1:5000 sampai 1:250.000. Peta skala besar disebut juga sebagai peta yang sangat detail yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

ANGGOTA KELOMPOK 6: KELAS : F TUGAS STELA MO-1

ANGGOTA KELOMPOK 6: KELAS : F TUGAS STELA MO-1 ANGGOTA KELOMPOK 6: 1. EKI ANNISA PRATAMI 115040200111155 2. EKO RAHMAT SHOUMI 115040201111010 3. ELLY DARU IKA WILUJENG 115040201111294 4. ENDAH SETIYO RINI 115040207111038 KELAS : F TUGAS STELA MO-1

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Drainase Menurut Suripin (2004), drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi penelitian adalah di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, kabupaten ini ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2003 Tentang Pembentukan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR

SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR SIFAT FISIKA TANAH Batas- Batas Horison Batas horison satu dengan lainnya dapat terlihat jelas/baur Pengamatan taah di lapangan ketajaman peralihan horisonhorison dibedakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. 6 TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah Padi (Oryza sativa L.) berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae) yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Tektur Tanah = %pasir, debu & liat dalam tanah Tektur tanah adalah sifat fisika tanah yang sangat penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 KLASIFIKASI TANAH 8.1 Pengertian Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah usaha untuk mengelompokkan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 KLASIFIKASI TANAH 8.1 Pengertian Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah usaha untuk mengelompokkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

DASAR ILMU TANAH. Materi 04: Pembentukan Tanah

DASAR ILMU TANAH. Materi 04: Pembentukan Tanah DASAR ILMU TANAH Materi 04: Pembentukan Tanah Faktor Pembentuk Tanah Konsep Pembentukan Tanah model proses terbuka tanah merupakan sistem yang terbuka sewaktu-waktu tanah dapat menerima tambahan bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford

TINJAUAN PUSTAKA. Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford adalah peninjauan secara umum, melihat-lihat atau memikirkan tentang sesuatu; inspeksi kondisi

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR Profil dan Solum Tanah Profil Tanah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri aas lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk Solum Tanah bagian dari profil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang

TINJAUAN PUSTAKA. rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah (Paddy soils) merupakan tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei

TINJAUAN PUSTAKA. survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini, yaitu karena masih banyak diantara kita yang sudah sering melihat serta memanfaatkan tanah dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Seisme/ Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Berdasarkan peta diatas maka gempa bumi tektonik di Indonesia diakibatkan oleh pergeseran tiga lempeng besar

Lebih terperinci

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012 Nama : Yudhistira Wharta Wahyudi NIM : 105040204111013 Kelas : J, Jumat 09:15 Dosen : Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 8.1 Pengertian Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah usaha untuk mengelompokkan tanah atas dasar

Lebih terperinci

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut data Puslitbangtanak (2000) Di Sumatera Utara luasan lahan kering masam mencapai 4,1 juta ha

Lebih terperinci

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah

TINJAUAN PUSTAKA. secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah TINJAUAN PUSTAKA Tanah sawah Tanah sawah adalah habitat yang sangat unik untuk penambatan nitrogen secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah digolongkan menjadi dua kelompok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah 1. List Program Untuk Menu Utama MPenjelasan_Menu_Utama.Show 1 2. List Program Untuk Penjelasan Menu Utama MPenjelasan_Tanah.Show 1 3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah MSifat_Bentuk2.Show

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup semua komponen yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut termasuk tanah, batuan induk, topografi, hidrologi, tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan di lahan pasir pantai Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP. Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang Suhendar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk

TINJAUAN PUSTAKA. seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah pada awalnya didasarkan pada karakteristik individu seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk (misalnya tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci