ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA"

Transkripsi

1 ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN ARIEF AMIN SINAGA. D Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Susu Segar (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi. Pembimbing anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr. Susu merupakan produk peternakan sapi perah yang sangat dibutuhkan masyarakat. Jumlah susu yang dikonsumsi masyarakat tidak sebanding dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Kondisi ini merupakan peluang bagi peternakan sapi perah untuk dapat mengembangkan usahanya dan diperkirakan permintaan pasar akan makin kuat. Rian Puspita Jaya merupakan perusahaan peternakan sapi perah yang masih bertahan di daerah perkotaan, tepatnya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Salah satu faktor yang menjadi penentu kemajuan suatu usaha peternakan adalah penentuan harga pokok produksi. Kemampuan peternak dalam menghitung harga pokok produksi memungkinkan peternak dapat menetapkan dan merancang pendapatan secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis biaya yang dikeluarkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya, 2) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi susu segar yang selama ini diterapkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya dan 3) Membandingkan perhitungan metode harga pokok produksi antara metode yang digunakan usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan metode full costing. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode studi kasus di usaha peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan pada bulan September 2008, menggunakan data biaya dan data produksi selama bulan Juni, Juli dan Agustus Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Alat analisis yang digunakan adalah analisis metode harga pokok produksi metode full costing. Komposisi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan RPJ meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja baik tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak langsung serta biaya overhead yang bersifat tetap dan variabel. Biaya bahan baku terbesar yang dikeluarkan oleh perusahaan RPJ terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar Rp ,00. Biaya tenaga kerja langsung terbesar terjadi pada Juli yaitu sebesar Rp ,00. Demikian pula dengan biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya terbesar terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar Rp ,00. Sedangkan biaya overhead terbesar yang dikeluarkan terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar Rp ,17. Harga pokok produksi susu segar per liter yang diperoleh pada bulan Juni, Juli dan Agustus dengan menggunakan metode perusahaan RPJ masingmasing besarnya Rp 1.717,15; Rp 1.973,52; dan Rp 1.715,78. Sedangkan harga pokok produksi susu segar per liter yang diperoleh pada bulan Juni, Juli dan Agustus dengan menggunakan metode full costing masing-masing besarnya Rp 2.468,74; Rp 2.734,11; dan Rp 2.558,77. Rata-rata harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing nilainya Rp 2.587,21/liter, sedangkan jika menggunakan metode perusahaan nilainya lebih kecil menjadi Rp 1.802,15/liter. Selisih biaya ini terjadi karena dalam perhitungan biaya dengan menggunakan metode perusahaan tidak memperhitungkan

3 seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya full costing. Perbandingan antara metode full costing dan metode variable costing dapat dilihat dari laba yang dihasilkan perusahaan. Dari harga pokok produksi yang telah dihitung dan harga jual yang selama ini digunakan oleh perusahaan RPJ maka dapat dihitung laba per liter susu yang dijual. Perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dipergunakan oleh perusahaan yaitu metode variable costing menghasilkan laba kontribusi sebesar Rp 2.282,85/liter (bulan Juni), Rp 2.026,48/liter (bulan Juli) dan Rp 2.284,22/liter (bulan Agustus). Sedangkan metode full costing menghasilkan laba bruto sebesar Rp 1.531,26/liter (bulan Juni), Rp 1.265,89/liter (bulan Juli) dan Rp 1.441,23/liter (bulan Agustus). Metode full costing akan lebih baik digunakan jika pihak perusahaan ingin mendapatkan laba jangka panjang. Sedangkan metode variable costing hanya dapat digunakan untuk menentukan laba jangka pendek sehingga hanya bermanfaat untuk membuat keputusan jangka pendek, yaitu untuk mengetahui titik impas (break even point). Kata-kata kunci: susu segar, harga pokok produksi, metode full costing, metode variable costing. ii

4 ABSTRACT The Analysis of Farmed Cost on Fresh Milk (Case Study at Rian Puspita Jaya Dairy Farm South Jakarta) Sinaga, A. A., L. Cyrilla, and S. Mulatsih The aims of this study were: (1) to analyze the costs that spent by Rian Puspita Jaya (RPJ) dairy farm (2) to define farmed cost method of fresh milk that used by RPJ dairy farm, (3) to compare the farmed cost of fresh milk with full costing method versus the farmed cost of fresh milk with variable costing method. This study held on September 2008 at RPJ dairy farm South Jakarta. This study was designed as descriptive analytical research with full costing methods calculation. Farmed cost of fresh milk with variable costing method applied in RPJ dairy farm at June, July and August 2008 were Rp 1.717,15/litter, Rp 1.973,52/litter, and Rp 1.715,78/litter. Where as, farmed cost of fresh milk by full costing method at the same period were Rp 2.468,74/litter; Rp 2.734,11/litter, and Rp 2.558,77/litter. The average farmed cost of fresh milk with full costing method were Rp 2.587,21/litter. Where as using RPJ dairy farm method, average farmed cost of fresh milk were Rp 1.802,15/litter. Based on analysis, RPJ dairy farm was suggested to use full costing method, if they want to get profit in a long time, beside, if RPJ dairy farm want to know their break even point, they can used variable costing method. Key words: fresh milk, cost of goods farmed, full costing method, variable costing method

5 ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) ARIEF AMIN SINAGA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) Oleh ARIEF AMIN SINAGA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 Desember 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Arief Amin Sinaga lahir di Jakarta, 14 Juli Penulis dilahirkan sebagai anak keempat dari empat bersaudara yang merupakan putera dari pasangan Kari M Sinaga dan Nurhayati Habeahan. Pendidikan yang ditempuh penulis dari tahun di Sekolah Dasar Negeri 11 Petang Cilandak Barat. Penulis kemudian melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 37 Cilandak pada tahun Selanjutnya penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Umum Negeri 66 Jakarta pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2005, penulis masuk minat Agribisnis Peternakan. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan di Departemen Informasi dan Teknologi (IT) pada tahun

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Susu Segar (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan), merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil studi mengenai analisis penentuan harga pokok produksi susu segar pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya yang berlokasi di Jakarta Selatan. Skripsi ini bertujuan unyuk memberikan alternatif metode harga pokok produksi yang tepat diterapkan di usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan melakukan perbandingan antara metode penetapan harga pokok produksi variable costing yang selama ini diterapkan di Rian Puspita Jaya dengan metode full costing. Skripsi ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca tentang perhitungan harga pokok produksi yang sangat penting sebagai dasar dalam menentukan harga jual dan sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk mengefisienkan biaya. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal, pelaksanan survei, penelitian dan penulisan skripsi. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Bogor, Desember 2008 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan Penelitian... 3 Kegunaan Penelitian... 3 KERANGKA PEMIKIRAN... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Usaha Peternakan Sapi Perah... 6 Pakan... 7 Tenaga Kerja... 8 Lahan... 9 Produksi Susu Penerimaan Biaya Harga Pokok Produksi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Penelitian Data dan Instrumentasi Analisis Data Metode Variable Costing Metode Full Costing Definisi Istilah KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Umum Perusahaan Tatalaksana Usahaternak sapi perah Ternak Sapi Perah Kandang Pakan Tenaga Kerja i iii vi vii viii x xi xii

10 Pemerahan Penyakit HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Biaya Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhaead Analisis Harga Pokok Produksi Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode yang Digunakan oleh Perusahaan Rian Puspita Jaya Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing. 36 Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Metode yang Digunakan Perusahaan dengan Merode Full Costing KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah pada Kunak Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Kondisi Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada Bulan Juni Produksi Susu Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Rata-rata Pemberian Pakan Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada Bulan Juni, Juli dan Agustus Komposisi Tenaga Kerja Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Perkembangan Total Biaya Bahan Baku (BBB) Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada Bulan Juni-Agustus Perkembangan Total Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) dan Total Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (BTKTL) Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Bulan Juni-Agustus Perkembangan Total Biaya Overhead (BOP) Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada Bulan Juni-Agustus Perhitungan Harga Pokok Produksi Susu Segar Metode yang Digunakan Perusahaan RPJ pada Bulan Juni-Agustus Perhitungan Harga Pokok Produksi Susu Segar Metode Full Costing pada Bulan Juni-Agustus Rangkuman Perhitungan Harga Pokok Produksi per Liter Susu Segar antara Bulan Juni, Juli dan Agustus tahun Perbandinganan Harga Pokok Produksi per Liter Susu Segar pada Bulan Juni-Agustus

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Struktur Organisasi Perusahaan Rian Puspita Jaya... 27

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perhitungan Biaya Pakan Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Bulan Juni, Juli dan Agustus Nilai Penyusutan Bangunan, Kendaraan dan Peralatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rian Puspita Jaya... 46

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Usahaternak sapi perah adalah salah satu bidang usaha peternakan yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari kontribusi yang luas, baik untuk meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan pekerjaan dan mendukung kebutuhan akan protein hewani. Produk unggulan dalam usahaternak sapi perah adalah susu. Susu merupakan produk peternakan sapi perah yang sangat dibutuhkan masyarakat. Jumlah susu yang dikonsumsi masyarakat tidak sebanding dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Jumlah kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 342 ribu ton per tahun. Sementara itu, konsumsi susu penduduk Indonesia masih tergolong rendah, yakni 6,8 kg/kapita/tahun sehingga masih jauh dari standar yang ditetapkan, yakni sebesar 7,2 kg/kapita/tahun. Angka konsumsi tersebut jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya masih jauh tertinggal. Negara Kamboja memiliki tingkat konsumsi susu sebesar 12,97 kg/kapita/tahun, sedangkan Bangladesh tingkat konsumsi susunya sebesar 31,33 kg/kapita/tahun (Apriyantono, 2007). Berdasarkan data tersebut, terlihat jelas masih terjadi kekurangan produksi susu dalam negeri. Kondisi ini merupakan peluang bagi peternakan sapi perah untuk dapat mengembangkan usahanya dan diperkirakan permintaan pasar akan makin kuat. Dorongan peternak untuk lebih mengembangkan usaha dapat bersumber dari beberapa faktor, diantaranya jaminan kesediaan bahan baku, pasar yang luas dan harga jual yang layak. Penilaian layak tidaknya harga jual produk tidak terlepas dari harga pokok produksi produk tersebut. Penentuan harga pokok produksi sangat penting karena kesalahan dalam penentuan harga pokok produksi akan berakibat peternak dapat mengalami kegagalan dalam usahanya. Kemampuan peternak dalam menghitung harga pokok produksi memungkinkan peternak dapat menetapkan dan merancang pendapatan secara optimal. Informasi harga pokok produksi menjadi sangat penting bagi suatu usaha peternakan sapi perah dalam mencapai efisiensi biaya. Ketepatan usaha peternakan dalam menentukan harga pokok produksi yang efektif akan memudahkan dalam

15 memperkirakan struktur biaya produksi serta sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Kebijakan penetapan harga oleh peternak idealnya memastikan pemulihan (recovery) atas semua biaya dan mencapai laba. Namun seringkali peternak tidak mendapat keuntungan secara wajar bahkan mengalami kerugian karena peternak kurang tepat dalam menghitung atau memperkirakan harga pokok produksi susu. Berdasarkan pada alasan tersebut, perlu dilakukan suatu kajian mengenai penentuan harga pokok produksi susu agar dapat ditetapkan harga jual yang dapat memberikan keuntungan bagi peternak. Perumusan Masalah Rian Puspita Jaya merupakan perusahaan peternakan sapi perah yang masih bertahan di daerah perkotaan, tepatnya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Susu segar yang dihasilkan harus dijual dengan harga yang layak untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan harga pokok produksinya. Akan tetapi perusahaan tidak dapat menjual susu segar hasil usaha peternakannya dengan harga yang mereka tetapkan sendiri. Harga jual susu segar mengacu pada permintaan dan penawaran di pasar atau struktur pasar produk tersebut sehingga perusahaan harus mengefisienkan biaya secara optimal untuk mendapatkan pendapatan yang optimal. Penelitian mengenai efisiensi biaya usaha peternakan sapi perah sangat bermanfaat bagi peternak untuk mengambil keputusan dalam usahanya. Peternak dapat berproduksi pada tingkat produksi yang optimum dan menggunakan faktorfaktor produksi yang optimal. Peningkatan efisiensi ini dapat menekan biaya produksi sehingga mendorong peternak untuk mengembangkan usahaternak mereka dan mendapatkan pendapatan yang optimal. Oleh karena itu untuk mencapai pendapatan yang optimal, perusahaan Rian Puspita Jaya harus mengefisienkan biayabiaya yang dikeluarkan sehingga akan didapat harga pokok produksi yang rendah. Perhitungan harga pokok harus didasarkan dengan metode yang tepat, yaitu metode yang dapat memperhitungkan dengan akurat seluruh biaya yang dikorbankan untuk memproduksi suatu produk. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti antara lain : 2

16 1. Berapa biaya yang dikeluarkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya? 2. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi susu segar yang selama ini diterapkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya? 3. Bagaimana perbandingan perhitungan metode harga pokok produksi antara metode yang digunakan usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan metode full costing? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis biaya yang dikeluarkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya. 2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi susu segar yang selama ini diterapkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya. 3. Membandingkan perhitungan metode harga pokok produksi antara metode yang digunakan usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan metode full costing. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk : 1. Peternak, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan harga jual yang layak. 2. Mahasiswa dan umum, sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut dan sebagai bahan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan usaha peternakan sapi perah. 3

17 KERANGKA PEMIKIRAN Usahaternak sapi perah merupakan salah satu usaha peternakan yang mempunyai nilai potensi yang cukup tinggi untuk terus dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah susu yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu dalam negeri masih sangat tinggi. Kondisi ini merupakan peluang bagi peternakan sapi perah untuk dapat mengembangkan usahanya dan diperkirakan permintaan pasar akan makin kuat. Penelitian ini dilakukan pada usaha peternakan sapi perah Rian Puspita Jaya. Total biaya usaha peternakan ini terdiri dari biaya produksi dan biaya non produksi. Penelitian ini terbatas pada perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan dan metode full costing sehingga tidak menganalisis biaya non produksi. Peternak harus mengetahui informasi tentang harga pokok produksi yang merupakan unsur penting dalam penentuan harga jual produk. Dengan perhitungan harga pokok produksi yang tepat, peternak dapat menghitung keuntungan yang mungkin didapat. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan dua metode, yakni metode yang digunakan perusahaan Rian Puspita Jaya dan metode full costing. Alat analisis yang digunakan untuk penetapan harga pokok produksi pada penelitian ini adalah metode full costing. Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi. Hasil dari kedua metode penentuan harga pokok produksi ini akan dibandingkan untuk mencari alternatif metode yang tepat pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya. Penentuan harga pokok produksi yang tepat akan mempermudah peternak dalam menetapkan harga jual. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

18 Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Analisis Biaya Total Analisis Biaya Produksi Analisis Biaya Non Produksi Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Metode yang Digunakan Perusahaan Metode Full Costing Penetapan Harga Pokok yang Paling Tepat Bagi Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Harga Jual yang Layak Keterangan : Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian lingkup penelitian tidak diteliti 5

19 TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Saragih (2000) membagi tipologi usaha peternakan rakyat menuju industri sebagai berikut: (1) usahaternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan pendapatan dari usahaternak kurang dari 30 persen; (2) usahaternak sebagai cabang usaha dalam pertanian campuran dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar persen; (3) usahaternak sebagai usaha pokok dengan komoditi lain sebagai sampingan dan pendapatan dari usahaternak sebesar persen; dan (4) industri peternakan yaitu usahaternak secara khusus dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar 100 persen. Menurut Hernanto (1995), usahaternak sapi perah di Indonesia secara umum dibedakan dalam dua bentuk usaha, yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan sapi perah merupakan peternakan yang diselenggarakan dalam suatu perusahaan dalam bentuk komersil dan mempunyai izin usaha serta dalam proses produksinya menggunakan teknologi tinggi. Peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan masyarakat disamping usahatani lainnya dan cara beternaknya masih secara tradisional serta tenaga kerjanya adalah anggota keluarga. Sudono (1999) menyebutkan bahwa peternakan sapi perah dibagi dalam dua kelompok usaha, yaitu peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat adalah peternakan sapi perah yang memelihara kurang dari 10 ekor sapi perah betina dan tidak memiliki izin usaha, sedangkan perusahaan peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah yang memelihara 10 ekor atau lebih sapi perah betina dan biasanya sudah memiliki izin usaha. Menurut Erwidodo (1993), peternakan sapi perah yang ada di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga yang ada di pedesaan dalam skala usaha kecil dimana usaha ini merupakan usaha sambilan, sedangkan usaha besar masih sangat terbatas. Usaha peternakan sapi perah menggunakan tenaga kerja secara terus menerus sepanjang tahun. Tenaga kerja tidak ada waktu menganggur. Dengan demikian, peternak bisa mengangkat pekerja yang baik dan mengurangi tingkat pengangguran. Peternak sapi perah bisa memperoleh hasil dalam dua minggu atau sebulan sekali dan berlangsung secara tetap sepanjang tahun (Sudono et al., 2003).

20 Pakan Menurut Sudono (1999), salah satu faktor yang menentukan keberhasilan peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang mempunyai kemampuan produksi susu tinggi sekalipun, bila tidak mendapatkan makanan yang cukup baik kuantitas dan kualitasnya, maka tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan, bahkan dapat juga menyebabkan kematian. Pakan dalam usaha peternakan merupakan bagian yang penting dan menentukan tinggi rendahnya produksi, pertumbuhan, juga besar kecilnya keuntungan peternakan. Dengan demikian maka harus selalu diupayakan penggunaan pakan baik hijauan dan penguat pada tingkat yang optimum (Siregar, 1999). Bahan pakan sapi perah terbagi dalam dua golongan, yaitu (a) Bahan pakan berserat (hijauan); dan (b) bahan pakan konsentrat. Ransum secara keseluruhan biasanya terdiri atas 60 persen hijauan dan 40 persen konsentrat (Balai Penelitian Ternak, 1994). Menurut penelitian Kadarini (2005), pemberian pakan sapi laktasi di peternak anggota KUD Cipanas tidak memperhatikan jumlah dan keadaan pakan yang diberikan. Sapi diberi pakan tidak berdasarkan kebutuhan masing-masing ternak. Perbandingan pemberian pakan jumlah BK hijauan dan BK konsentrat yang dilakukan oleh peternak adalah sebesar 65:35. Pemberian pakan ini tidak sesuai dengan pendapat Sudono (1999) yang menyatakan bahwa untuk memperoleh ransum yang murah dengan koefisien cerna yang tinggi digunakan pakan hijauan sebanyakbanyaknya 60 persen dari bahan kering dan sisanya 40 persen berasal dari konsentrat. Berdasarkan penelitian Hidayat (2001) di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa rata-rata pakan hijauan yang diberikan peternak adalah 62 kg/peternak/hari atau 19,92 kg/st/hari, konsentrat sebesar 8,45 kg/peternak/hari atau 2,71 kg/st/hari, ubikayu sebesar 9,78 kg/peternak/hari atau 3,14 kg/st/hari dan ampas tahu sebesar 1,00 kg/peternak/hari atau 0,32 kg/st/hari. 7

21 Tenaga Kerja Sudono (1999), menyatakan bahwa faktor tenaga kerja di dalam usaha peternakan harus diperhitungkan karena biaya tenaga kerja merupakan biaya produksi terbesar kedua setelah biaya makanan yaitu persen dari biaya produksi. Untuk efisiensi penggunaan tenaga kerja di Indonesia sebanyak 6-7 ekor sapi dewasa cukup ditangani seorang tenaga kerja. Menurut Soekartawi et al. (1986), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga ahli. Potensi tenaga kerja keluarga petani adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia pada suatu keluarga petani. Penafsiran potensi tenaga kerja pada keluarga petani harus dibedakan antara tenaga kerja laki-laki dewasa (umur lebih dari 15 tahun), tenaga kerja wanita dewasa (umur lebih dari 15 tahun) dan tenaga kerja anak (umur kurang dari 15 tahun). Konversi yang digunakan secara berurutan dari kelompok umur tersebut masing-masing adalah 1,0 HKP, 0,8 HKP dan 0,5 HKP dengan ratarata 8 jam kerja per hari (Soekartawi et al., 1986). Berdasarkan penelitian Effendi (2002), peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor selain menggunakan tenaga kerja keluarga (suami, istri dan anak) juga menggunakan tenaga kerja luar keluarga (misalnya adik suami/istri, keponakan), bahkan sebagian peternak memperkerjakan tenaga kerja upahan untuk mengerjakan pekerjaan berat, seperti mencari rumput. Waktu kerja produktif ratarata di Kecamatan Cisarua yang diperoleh yaitu 1,13 HKP atau 9,04 jam per peternak. Hasil penelitian Sinaga (2003) di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa jenis kegiatan yang dilakukan oleh pekerja dalam mengelola usahaternak sapi perah adalah: membersihkan kandang, memandikan sapi, memberi makan, memberi minum, memerah, menyetor susu, mencari dan memotong rumput. Kegiatan yang 8

22 menyita waktu paling banyak adalah mencari dan memotong rumput, karena rumput yang tersedia di sekitar kapling tidak mencukupi sehingga peternak harus mencari di luar Kunak. Penggunaan jumlah waktu yang digunakan tenaga kerja dalam melakukan kegiatan usahaternak sapi perah setiap harinya disajikan pada Tabel 1. No Tabel 1. Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah pada Kunak Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Kegiatan Skala I (79,50 ST) Skala II (217,25 ST) Skala III (153,76 ST) Jam Pria per Hari 1. Membersihkan Kandang dan Memandikan Sapi 2,49 2,46 3,34 2. Memerah 1,35 2,11 3,11 3. Memberi Makan 1,14 1,22 1,74 4. Memberi Minum 1,05 1,22 1,34 5. Menyetor Susu 0,77 0,84 0,93 6. Mencari dan Memotong Rumput 2,82 4,26 5,50 Jumlah 9,63 12,33 15,96 Sumber : Sinaga (2003) Lahan Menurut Sudono et al. (2003), dua hal yang harus diperhatikan dalam persiapan lahan beternak sapi perah yaitu lahan untuk kandang dan lahan untuk penanaman rumput. Lahan yang dibutuhkan untuk kandang berdasarkan keadaan sapi perah terbagi menjadi 3 yaitu: (1) kandang seekor sapi masa produksi membutuhkan lahan seluas 380 x 140 cm = 5,32 m²; (2) kandang sapi dara siap bunting membutuhkan lahan 12 x 20 m = 200 m² untuk 10 ekor; dan (3) kandang seekor pedet membutuhkan lahan seluas 150 x 120 cm = 1,8 m². Lahan untuk penanaman rumput harus disesuaikan dengan jumlah sapi perah yang dipelihara. Lahan seluas satu hektar bisa memenuhi kebutuhan hijauan sekitar ekor sapi dewasa sebelum satu tahun. Tipe lahan yang akan digunakan untuk usahatani, termasuk usaha peternakan, harus diselidiki dulu tingkat kesuburannya. Pada dasarnya lahan yang baik dapat ditingkatkan kesuburannya. Lahan harus sesuai untuk ditanami jagung, rumputrumputan dan leguminosa (Sudono, 1999). Menurut Suherni (2006), lahan merupakan kendala dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, karena untuk meningkatkan 9

23 populasi ternak berarti harus menambah kebutuhan lahan untuk kandang. Lahan di Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar (63 persen) sudah digunakan untuk pemukiman sehingga ketersediaan lahan untuk kandang sangat terbatas sekali. Hasil penelitian Rofik (2005), menunjukan bahwa semua peternak di Pondok Rangon membangun kandang berdekatan dengan rumah karena terbatasnya lahan yang tersedia. Produksi Susu Menurut Sudono (1999), produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya masih rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter dengan bangsa sapi Fries Holland (FH). Hasil penelitian Nurhayati (2000), menunjukkan bahwa produksi susu yang dihasilkan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung adalah 8 liter/ekor/hari untuk skala pemilikan ternak sebanyak 1-3 ekor betina dewasa. Sedangkan hasil penelitian Hidayat (2001), menunjukkan bahwa produksi susu di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali adalah 7.07 liter/ekor/hari. Menurut Siregar (1999), usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat dilaksanakan dengan penambahan pakan atau perbaikan sistem pakan tanpa penambahan biaya pakan. Sapi perah hendaknya diberi kualitas pakan yang tinggi sehingga kualitas dan kuantitas produksi susunya juga tinggi. Pemberian pakan yang tidak mencukupi kebutuhan akan menyebabkan penurunan produksi susu. Menurut penelitan Kadarini (2005), puncak produksi susu sapi perah peternak di KUD Cipanas terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas dari 10 liter/ekor/hari menjadi 9,38 liter/ekor/hari. Hal ini kemungkinan disebabkan sapi pada usia ini mulai bunting kembali. Berdasarkan hasil penelitian Putra (2002), pendapatan sebesar Rp ,00 disumbangkan oleh rata-rata 2,44 ekor sapi laktasi, artinya setiap ekor sapi laktasi memberikan keuntungan Rp ,00 per bulan untuk skala usaha kecil sedangkan untuk skala usaha besar dapat memberikan pendapatan Rp ,00 per 4,98 ekor sapi laktasi, artinya setiap ekor sapi laktasi dapat memberikan keuntungan sebesar Rp ,00 per bulannya. 10

24 Penerimaan Penerimaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi tertentu (Lipsey et al., 1995). Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, konsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan-penerimaan usahatani mencakup banyak hal, yaitu tidak saja penerimaan yang diperoleh langsung dari penjualan produk, tetapi juga termasuk penerimaan-penerimaan yang berasal dari hasil menyewakan dan atau penjualan benda-benda modal yang kelebihan atau tidak terpakai lagi, menyewakan tenaga ternak, dan penambahan nilai inventori. Penerimaan yang seringkali tidak diperhitungkan adalah penerimaan dalam bentuk fasilitas yang diterima petani dan keluarganya dari usahataninya sendiri (fasilitas menempati tempat tinggal, fasilitas menggunakan kendaraan, dan fasilitas menggunakan produk usahatani untuk konsumsi) dan penerimaan dalam bentuk hadiah dan subsidi dari pemerintah (Hernanto, 1995). Dalam penelitian Effendi (2002) tentang analisis kontribusi usaha peternakan sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga di Kecamatan Cisarua menemukan bahwa penerimaan dari penjualan susu dipengaruhi oleh jumlah produksi susu yang diterima masing-masing peternak dan jumlah pemilikan sapi laktasi atau sapi betina dewasa. Semakin banyak produksi susu, maka penerimaan dari penjualan susu pun semakin besar. Penerimaan terbesar yang diperoleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua berasal dari penjualan susu, yaitu sebesar Rp /ST/tahun atau sebesar Rp /ST/ bulan. 11

25 Biaya Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Unsur pokok dalam definisi biaya terjadi menjadi empat, yaitu (a) biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, (b) diukur dalam satuan uang, (c) yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, dan (d) pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dengan berbagai macam cara tetapi umumnya ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai. Lebih lanjut klasifikasi biaya menurut Mulyadi (2005) adalah : 1. Berdasarkan objek pengeluaran Objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya : nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya bahan bakar. 2. Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan. (a) Biaya produksi Biaya produksi merupakan biaya-biaya untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual, meliputi bahan baku, biaya bahan penolong, biaya penyusutan mesin dan peralatan, biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi. (b) Biaya pemasaran Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contoh biaya pemasaran adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan pada bagian pemasaran dan biaya contoh (sampel). (c) Biaya administrasi dan umum Biaya administrasi dan umum merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya gaji karyawan (bagian keuangan, bagian akuntansi, bagian personalia dan bagian hubungan masyarakat), biaya pemeriksaan akuntan dan biaya fotocopy. 12

26 3. Berdasarkan hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai Sesuatu yang dapat dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Biaya ini diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu : (a) Biaya langsung (direct cost) Biaya langsung merupakan biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya adalah karena adanya biaya yang dibiayai. Contoh biaya langsung adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. (b) Biaya tidak langsung (indirect cost) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Salah satu contoh dari biaya tidak langsung adalah biaya listrik. 4. Berdasarkan perilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan (a) Biaya variabel (variable cost) Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah seiring dengan perubahan volume kegiatan. (b) Biaya tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap meskipun volume kegiatan berubah. Hasil penelitian Sinaga (2003) menunjukkan bahwa secara keseluruhan rataan biaya tetap yang dikeluarkan oleh setiap peternak di kawasan usaha peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor per bulan untuk skala rata-rata 150,17 ST adalah Rp ,20 atau 8,94 persen dari biaya total, sedangkan rataan biaya variabel untuk setiap peternak per bulan adalah Rp ,19 atau 91,06 persen dari biaya total. Komponen terbesar untuk setiap peternak berturut-turut adalah biaya pakan (64,32 % dari biaya total), biaya tenaga kerja (16,6 %), biaya obat-obatan (3,03 %), cooling unit (3,25 %), biaya lain-lain (air, transportasi dan listrik) (3,31 %) dan biaya penyusutan kandang (0,55 %). Penelitian Putra (2002), biaya makanan ternak yang dikeluarkan oleh peternak rata-rata sebesar Rp ,00 per peternak per bulan untuk skala usaha kecil sedangkan untuk skala usaha besar sebesar Rp ,00 per bulan. Pendapatan peternak untuk skala usaha kecil sebesar Rp ,00 per bulan atau 13

27 setara dengan Rp ,00 per harinya, sedangkan untuk skala usaha besar sebesar Rp ,00 per bulan atau setara dengan Rp ,00 per harinya. Perusahaan dapat menentukan suatu tingkat harga apabila informasi biaya yang telah dikeluarkan tercatat dengan baik. Pada saat ini, baik perusahaan besar atau kecil, menggunakan akuntansi biaya untuk mencatat informasi biaya tersebut. Akuntansi biaya adalah salah satu cabang akuntansi yang merupakan alat menejemen dalam memonitor dan merekam transaksi biaya secara sistematis serta menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya (Supriyono, 1999). Harga Pokok Produksi Menurut Supriyono (1999), harga perolehan atau harga pokok adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang dalam bentuk : kas yang dibayarkan, atau nilai aktiva lainnya yang diserahkan atau dikorbankan, atau nilai jasa yang diserahkan atau dikorbankan, atau hutang yang timbul, atau tambahan modal dalam rangka pemilikan barang dan jasa yang diperlukan perusahaan baik pada masa lalu maupun pada masa yang datang (harga perolehan yang akan terjadi). Tujuan utama dari perhitungan harga pokok produksi menurut Mulyadi (2005), yaitu : 1. Sebagai dasar untuk menetapkan harga di pasar penjualan produk. 2. Untuk menetapkan beda laba yang akan didapatkan dalam pertukaran. 3. Sebagai alat untuk menilai efisiensi dari suatu proses produksi. 4. Membuat keputusan menerima atau menolak pesanan. Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsurunsur biaya ke dalam harga pokok produksi terdapat dua metode, yaitu full costing dan variable costing (Mulyadi, 2005). 1. Metode Full Costing Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Full costing secara sederhana mengelompokkan biaya menurut fungsi pokok organisasi perusahaan manufaktur, sehingga biaya dikelompokkan menjadi biaya produksi 14

28 dan biaya non produksi. Biaya produksi merupakan komponen biaya penuh produk, sedangkan biaya non produksi (biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum) diperlakukan sebagai biaya periode dalam full costing. Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya berikut ini (Mulyadi, 2005): Biaya Bahan Baku xxx Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx Biaya Overhead Tetap xxx Biaya Overhead Variabel xxx + Harga Pokok Produksi xxx 2. Metode Variable Costing Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel, ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap). Variable costing memperbaiki informasi biaya penuh produk dengan mengelompokkan biaya menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Variable costing hanya memperhitungkan biaya penuh produk terbatas pada biaya produksi variabel saja. Biaya produksi tetap diperlakukan sebagai biaya periode. Harga pokok produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya berikut ini (Mulyadi, 2005): Biaya Bahan Baku xxx Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx Biaya Overhead Variabel xxx + Harga Pokok Produksi xxx Berdasarkan hasil penelitian Silitonga (1992) tentang harga pokok susu segar pada usaha peternakan sapi perah rakyat di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor menemukan bahwa ada hubungan negatif antara harga pokok 15

29 dengan skala usaha. Penelitian ini menemukan bahwa semakin besar skala usaha maka semakin kecil harga pokoknya. Siringo-ringo (2004) dalam penelitiannya mempelajari penetapan harga pokok susu cup di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Siringo-ringo menggunakan metode full costing dalam perhitungan harga pokoknya. Melalui perhitungan dengan metode full costing, harga pokok menjadi lebih tinggi daripada harga pokok yang dihitung oleh KPBS. Hal ini disebabkan KPBS hanya memperhitungkan biaya bahan baku dan biaya bahan penolong saja, serta pengalokasian biaya yang dilakukan juga tidak tepat. Hasil perbandingan perhitungan harga pokok metode full costing dan metode KPBS menunjukkan bahwa selisih biaya adalah Rp 27,90/liter. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh KPBS untuk meningkatkan daya saing produk susu cup KPBS yaitu (1) pemisahan pembukuan antara fresh milk dengan susu cup, (2) efisiensi melalui kegiatan memperbanyak penggunaan bahan baku lokal dan meningkatkan kapasitas produksi, (3) meningkatkan pemasaran dan (4) promosi. 16

30 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya, yang berada di Jalan Duren Tiga No. 46 Rt. 06 Rw. 07 Kelurahan Duren Tiga Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode studi kasus pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya, Jalan Duren Tiga No. 44 Rt. 06 Rw. 07 Kelurahan Duren Tiga Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat pernyataan secara sistematis dan akurat mengenai data yang diperoleh selama penelitian. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data biaya (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead) dan data produksi susu segar pada bulan Juni, Juli dan Agustus Data primer tersebut diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan pemilik, pengelola dan pegawai peternakan sapi perah Rian Puspita Jaya. Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan peternakan tersebut, Dinas Peternakan dan instansi yang terkait serta literatur-literatur yang mendukung penelitian yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan. Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel (ditabulasikan) sehingga dapat dilakukan analisis dan interpretasi secara lebih mudah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan adalah dengan menggunakan metode variable costing. Alat analisis yang digunakan adalah analisis metode harga pokok produksi metode full costing untuk membandingkan perhitungan metode harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan.

31 Metode Variable Costing Perhitungan harga pokok produksi yang selama ini digunakan oleh perusahaan adalah perhitungan harga pokok produksi metode variable costing. Metode variable costing digunakan untuk menghitung biaya produksi yang berubahubah sesuai dengan output yang diperlukan sebagai harga pokok, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead variabel. Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2005): Biaya Bahan Baku xxx Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx Biaya Overhead Variabel xxx + Harga Pokok Produksi xxx Metode Full Costing Metode full costing digunakan untuk menghitung semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead baik yang berperilaku tetap maupun variabel. Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2005): Biaya Bahan Baku xxx Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx Biaya Overhead Tetap xxx Biaya Overhead Variabel xxx + Harga Pokok Produksi xxx Definisi Istilah Biaya produksi adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan peternak untuk menghasilkan output sapi perah, meliputi: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead (dalam rupiah per bulan). Biaya bahan baku adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku. Biaya bahan baku yang digunakan dalam usahaternak sapi perah yakni pakan dan obat-obatan (dalam rupiah per bulan). 18

32 Biaya tenaga kerja adalah balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini adalah gaji dan tunjangan pekerja kandang, upah pekerja kandang, biaya makan dan fasilitas pekerja kandang (dalam rupiah per bulan). Biaya overhead adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan proses produksi. Diantaranya biaya listrik kandang, biaya bahan bakar dan biaya oli (dalam rupiah per bulan). Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, meskipun tidak ada produksi tetap harus dikeluarkan, seperti biaya penyusutan kandang, penyusutan ternak dan penyusutan peralatan kandang (dalam rupiah per bulan). Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, seperti biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya obatobatan dan biaya perlengkapan (dalam rupiah per bulan). Harga pokok produksi adalah jumlah seluruh biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead yang dikeluarkan oleh peternak dalam menghasilkan produk pada suatu periode tertentu (dalam rupiah per liter). Produksi susu adalah jumlah susu yang dihasilkan oleh seluruh sapi laktasi di perusahaan Rian Puspita Jaya (liter per bulan). 19

33 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Umum Perusahaan Rian Puspita Jaya (RPJ) merupakan perusahaan peternakan sapi perah yang berlokasi di Jalan Duren Tiga No. 44 RT 006/07 Kelurahan Duren Tiga Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Sejarah usaha ini dimulai pada tahun 1982 oleh H. Mardani. Usaha tersebut pada mulanya hanya merupakan warisan orang tua yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Perusahaan RPJ tidak mengalami kemajuan selama enam tahun membuka usaha. Hal tersebut terjadi karena pemilik peternakan lebih memperhatikan usahanya yang lain yaitu pabrik tahu sehingga konsentrasi pada usaha sapi perahnya menjadi berkurang. Pada tahun 1988, perusahaan RPJ bekerjasama dan berada di bawah suatu lembaga Koperasi Peternak Daerah (Koperda) Jakarta dengan mendapat bantuan 15 ekor sapi yang dibagikan oleh Koperda Jakarta. Dengan bantuan tersebut, perusahaan harus menyerahkan hasil susu sapi perahnya kepada Koperda. Awal tahun 2001, pemilik memutuskan untuk melepaskan diri dari Koperda karena alasan keuntungan yang dihasilkan tidak terlalu besar dibandingkan jika pemilik melakukan usaha yang dijalankan sendiri. Setelah melepaskan diri dari Koperda, Perusahaan RPJ memiliki dua sistem usaha yaitu usaha mandiri dan usaha kemitraan. Usaha mandiri dilakukan dengan cara mendistribusikan secara langsung hasil peternakannya berupa susu kepada Indomilk dan loper. Kemitraan dilakukan dengan para peternak yang tersebar di Jakarta. Para peternak di Jakarta menjual hasil susu perahannya kepada RPJ untuk dipasarkan ke Indomilk dan loper bahkan ada pula peternak yang menitipkan sapinya untuk diusahakan perusahaan dengan sistem bagi hasil. Perusahaan RPJ memiliki dua lokasi kandang yaitu lokasi pertama terletak di Jl. Duren Tiga No. 46 RT 006/07 Mampang Prapatan dan lokasi kedua terletak di Jl. Buncit 11 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Kantor perusahaan peternakan RPJ berada di Jl. Duren Tiga No. 46 RT 006/07 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

34 Ternak Sapi Perah Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah Bangsa sapi yang dipelihara oleh perusahaan peternakan RPJ adalah sapi perah jenis Fries Holland (FH) dengan ciri-ciri warna bulu putih dengan bercak hitam. Ternak sapi yang dimiliki terdiri dari enam kategori yaitu sapi laktasi, sapi kering, sapi jantan, sapi dara, pedet jantan dan pedet betina. Jumlah sapi perah perusahaan pada bulan Juni-Agustus tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada Bulan Juni-Agustus 2008 Kategori Umur Lokasi I Lokasi II Total Ekor ST % Ekor ST % Ekor ST % Sapi laktasi 49 49,00 82, ,00 79, ,00 81,00 Sapi kering 3 3,00 5,04 3 3,00 7,41 6 6,00 6,00 Pejantan 3 3,00 5,04 3 3,00 7,41 6 6,00 6,00 Dara 8 4,00 6,73 4 2,00 4, ,00 6,00 Pedet jantan 1 0,25 0,42 1 0,25 0,62 2 0,50 0,50 Pedet betina 1 0,25 0,42 1 0,25 0,62 2 0,50 0,50 Total 65 59,50 100, ,50 100, ,00 100,00 Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah populasi sapi perah perusahaan peternakan RPJ pada bulan Juni-Agustus sebanyak 109 ekor. Total sapi induk laktasi sebanyak 81 ekor atau 81 persen dari jumlah keseluruhan sapi perah yang dipelihara oleh peternak. Jumlah sapi pada lokasi 1 dan lokasi 2 masing-masing sebesar 59,50 ST dan 40,50 ST. Semakin banyak sapi laktasi yang dipelihara, maka semakin besar volume susu yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 2, komposisi sapi perah di perusahaan RPJ terdiri dari 81 persen sapi betina laktasi, sehingga kondisi sesuai dengan pernyataan Sudono (1999) bahwa agar usaha peternakan sapi perah tetap dapat memberikan penghasilan bagi peternak maka sapi laktasi tidak boleh kurang dari 60 persen. Jika terlalu banyak sapi perah yang tidak produktif maka akan menjadi tanggungan sapi laktasi dan menyebabkan tingginya biaya pemeliharaan. Produksi susu sapi perah per hari sekitar 850,00-985,55 liter. Rata-rata produksi susu segar yaitu sebesar ,33 liter per bulan. Produktivitas rata-rata sapi selama tiga bulan tersebut sebesar 10,90 liter/ekor/hari. Produksi susu pada pemerahan pagi hari lebih banyak dibandingkan dengan susu hasil pemerahan sore hari. Rata-rata produksi susu pemerahan pagi hari adalah 489,13 liter per hari 21

35 sedangkan rata-rata produksi susu pemerahan sore hari adalah 414,50 liter per hari. Produksi susu sapi perah di usaha peternakan RPJ dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Susu Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Bulan Produksi Jumlah Sapi Laktasi Total Produksi Susu Produktivitas Sapi (ST) (liter/bulan) (liter/ekor/hari) Juni ,85 11,16 Juli ,15 11,23 Agustus ,00 10,30 Rata-rata ,33 10,90 Kandang Kandang merupakan syarat penting bagi pemeliharaan ternak. Kandang berfungsi sebagai tempat berlindung ternak dari hal-hal yang dianggap kurang menguntungkan. Selain itu kandang juga memudahkan peternak dalam pemberian pakan dan pengawasan kesehatan ternak. Perusahaan RPJ memiliki dua lokasi kandang yaitu lokasi pertama terletak di Jl. Duren Tiga No. 46 RT 006/07 Mampang Prapatan dan lokasi kedua terletak di. Jl. Buncit 11 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Lokasi pertama mempunyai luas lahan sekitar 800 meter persegi. Lokasi pertama terdiri dari delapan unit kandang, satu unit gudang dan dua unit rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal pekerja kandang. Lokasi kedua dengan luas lahan sekitar 600 meter persegi terdiri dari enam unit kandang dan satu unit gudang. Total luas lahan yang dimiliki perusahaan untuk kedua lokasi kandang adalah 1400 meter persegi. Ukuran kandang per satu ekor sapi dewasa rata-rata 1,5 m x 2,5 m dengan atap pada ketinggian antara 2,5-3 meter. Luas kandang pedet adalah setengah kali luas kandang sapi dewasa dengan ketinggian yang sama. Setiap kandang dilengkapi dengan saluran pembuangan kotoran sepanjang kandang dengan lebar 50 cm. Sirkulasi udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam kandang belum mencukupi dan belum memenuhi persyaratan kandang sapi perah yang baik. Terlihat dari kandang yang selalu gelap. Kandang juga berdekatan dengan rumah pemilik dan tempat tinggal warga sekitar. Walaupun demikian situasi ini tidak dipermasalahkan oleh warga yang berdekatan dengan peternakan sapi perah Rian Puspita Jaya. Hal ini dikarenakan perusahaan sudah lebih dulu berdiri daripada penduduk pendatang. 22

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 2.1.1 Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, dan 3 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya salah satu bagian atau unsur dari harga pokok dan juga unsur yang paling pokok dalam akuntansi biaya, untuk itu

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI YENI MARLIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Menurut Hansen dan Mowen (2011:47) Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya 2.2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi sebagai salah satu ilmu terapan mempunyai dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Salah satu yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih popular dengan singkatan UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Definisi akuntansi biaya dikemukakan oleh Supriyono (2011:12) sebagai

Definisi akuntansi biaya dikemukakan oleh Supriyono (2011:12) sebagai BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya salah satu bagian atau unsure dari harga dan juga unsur yang paling pokok dalam akuntansi biaya, untuk itu perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya mengukur dan melaporkan setiap informasi keuangan dan non keuangan yang terkait dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi, sama halnya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi pajak, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Akuntani Biaya 1. Pengertian biaya Biaya merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses produksi dalam satu perusahaan manufaktur. Terdapat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 7 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya melengkapi manajemen menggunakan perangkat akuntansi untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian, perbaikan mutu dan efisiensi serta membuat keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bagian dari akuntansi keuangan yang membahas mengenai penentuan harga pokok produk. Akuntansi biaya secara khusus berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA

BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA Manajemen dalam menjalankan tugasnya harus mempunyai keahlian serta kemampuan untuk memanfaatkan setiap faktor produksi yang ada. Salah satu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Ada beberapa penafsiran mengenai pengertian Akuntansi Biaya seperti yang dikemukakan oleh : Menurut Mulyadi (2005:7) dalam bukunya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. membantu manajer dalam membuat keputusan yang lebih baik. Secara luas

BAB II LANDASAN TEORI. membantu manajer dalam membuat keputusan yang lebih baik. Secara luas 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Manajemen Keberadaan akuntansi manajemen sangat penting di dalam suatu organisasi untuk membantu manajer dalam membuat keputusan yang lebih baik. Secara luas akuntansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Ada beberapa pengertian biaya yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: Daljono (2011: 13) mendefinisikan Biaya adalah suatu pengorbanan sumber

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biaya Informasi biaya sangat bermanfaat bagi manajemen perusahaan. Diantaranya adalah untuk menghitung harga pokok produksi, membantu manajemen dalam fungsi perencanaan dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan bukan merupakan tipe akuntansi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN SKRIPSI MITA FEBTYANISA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Biaya Setiap perusahaan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan akan selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Metode Full Costing dan Variabel Costing

Kata Kunci : Metode Full Costing dan Variabel Costing ejournal Ilmu Administrasi Bisnis, 2014, 2 (2) : 187-200 ISSN 2355-5408, ejournal.adbisnis.fisip.unmul.ac.id Copyright 2014 ANALISIS FULL COSTING DAN VARIABEL COSTING DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Manajemen 2.1.1 Pengertian Akuntansi Manajemen BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Blocher & Cokins ( 2011 : 5) mendefinisikan bahwa : akuntansi manajemen adalah suatu profesi yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya menyediakan informasi biaya yang akan digunakan untuk membantu menetapkan harga pokok produksi suatu perusahaan. Akuntansi biaya mengukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN HARGA JUAL DENGAN PENDEKATAN VARIABEL COSTING

BAB II PENENTUAN HARGA JUAL DENGAN PENDEKATAN VARIABEL COSTING BAB II PENENTUAN HARGA JUAL DENGAN PENDEKATAN VARIABEL COSTING II.1. Harga Jual Penentuan harga jual suatu produk atau jasa merupakan salah satu keputusan penting manajemen karena harga yang ditetapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha. Mikro, Kecil dan Menengah bahwa usaha mikro adalah usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha. Mikro, Kecil dan Menengah bahwa usaha mikro adalah usaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 2.1.1. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah a. Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya 1. Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi berkaitan dengan hal pengukuran, pencatatan dan pelaporan informasi keuangan kepada pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan hal yang paling penting bagi manajemen perusahaan sebagai basis data biaya untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mulyadi ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mulyadi ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut yaitu : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Pengertian biaya yang dikemukakan oleh Mulyadi, dalam bukunya akuntansi Biaya ialah sebagai berikut : - Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya melengkapi manajemen menggunakan perangkat akuntansi untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian, perbaikan mutu dan efisiensi serta membuat keputusan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik

BAB II LANDASAN TEORI. dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (2007:18) yang dimaksud dengan harga pokok produksi adalah harga pokok produksi memperhitungkan semua unsur biaya yang terdiri dari biaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin. 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Pada dasarnya, ternak perah diartikan sebagai ternak penghasil air susu. Menurut Makin (2011), susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar susu merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usaha ternak ayam adalah usaha yang membudidayakan ayam ras pedaging probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING DALAM PENENTUAN KETEPATAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PABRIK TAHU SS DI SIDOARJO

ANALISIS BIAYA PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING DALAM PENENTUAN KETEPATAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PABRIK TAHU SS DI SIDOARJO ANALISIS BIAYA PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING DALAM PENENTUAN KETEPATAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PABRIK TAHU SS DI SIDOARJO Putri Sri Wulandari, Widya Susanti, Arief Rahman Progam Studi Akuntansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Setiap perusahaan berorientasi untuk mencapai tujuan secara ideal, perusahaan akan mengoptimalkan penggunaan seluruh sumber dayanya untuk mencapai tujuan tersebut.

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA

ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA (Studi Kasus di Desa Cibunian Kecamatan Pamijahan dan Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) SKRIPSI EKO PUJIANTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya memasukkan bagian-bagian akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan tentang bagaimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Manajemen Akuntansi dapat dipandang dari dua tipe akuntansi yang ada yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Sebagai salah satu tipe informasi akuntansi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini persaingan dalam dunia bisnis terasa semakin ketat, hal tersebut juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini persaingan dalam dunia bisnis terasa semakin ketat, hal tersebut juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini persaingan dalam dunia bisnis terasa semakin ketat, hal tersebut juga dapat dirasakan di Indonesia. Kenyataan tersebut dapat kita lihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian dan Penggolongan Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi bisnis, non-bisnis, manufaktur, eceran dan jasa. Umumnya, berbagai macam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam

Lebih terperinci

TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA

TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA - Jurusan Teknik Industri TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA Teknik Industri Lesson 1 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Mata Kuliah : Kode : TID 4019 Semester : 3 Beban Studi : 3 SKS Capaian Pembelajaran (CPL): 1. Menguasai

Lebih terperinci

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI BAB II HARGA POKOK PRODUKSI Bab ini berisi teori yang akan digunakan sebagai dasar melakukan analisis data. Mencakup pengertian dan penggolongan biaya serta teori yang berkaitan dengan penentuan harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya memberikan informasi biaya yang akan digunakan untuk membantu menetapkan harga pokok produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

2.1.2 Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Mulyadi (2007:7) akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu:

2.1.2 Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Mulyadi (2007:7) akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan hal yang paling penting bagi manajemen perusahaan sebagai basis data biaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu Petunjuk Sitasi: Ardianwiliandri, R., Tantrika, C. F., & Arum, N. M. (2017). Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi Biaya merupakan hal yang penting bagi perusahaan manufaktur dalam mengendalikan suatu biaya

Lebih terperinci

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL X KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR SKRIPSI

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL X KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR SKRIPSI ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL X KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR SKRIPSI PIPIN SOPIAH DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam

BAB II BAHAN RUJUKAN. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Menurut Mulyadi (2005:8) menyatakan bahwa pengertian biaya dalam arti luas adalah : Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bagian akuntansi yang mencatat berbagai macam biaya, mengelompokkan, mengalokasikannya

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya dan Pengklasifikasian Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi baik organisasi bisnis, non bisnis, manufaktur, dagang dan jasa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya merupakan salah satu pengeluaran yang pasti dalam suatu perusahaan, oleh karenanya, biaya sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Secara garis besar bahwa akuntansi dapat diartikan sebagai pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dominan dibanding ternak perah lainnya. Menurut Kanisius (2008) dari berbagai

BAB II LANDASAN TEORI. dominan dibanding ternak perah lainnya. Menurut Kanisius (2008) dari berbagai BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sapi Perah Secara umum, sapi perah merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya. Menurut Kanisius (2008) dari berbagai bangsa sapi perah yang terdapat

Lebih terperinci

Penggolongan Biaya. Prepared by Ridwan Iskandar Sudayat, SE.

Penggolongan Biaya. Prepared by Ridwan Iskandar Sudayat, SE. Penggolongan Biaya Terdapat lima cara penggolongan biaya, menurut Mulyadi (1990, hal. 10), yaitu penggolongan biaya menurut: a) Obyek pengeluaran. Dalam penggolongan ini, nama obyek pengelaran merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Di lingkungan-lingkungan yang paling

TINJAUAN PUSTAKA. dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Di lingkungan-lingkungan yang paling TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawa Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak perkelahiran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eksistensi induk dalam usaha sapi perah sangat penting, selain sebagai asset juga sebagai faktor produksi utama dalam proses produksi. Setelah masa produktif selesai,

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI (Studi Kasus Balai Pengembangan Perbibitan Ternak-Sapi Perah Cikole ) SKRIPSI MARIA HERLINA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci