INSPEKSI SAMBUNGAN LAS PADA H BEAM ROOF STRUCTURE TANGKI AMONIAK MENGGUNAKAN METODE MAGNETIC PARTICLE INSPECTION (MPI)
|
|
- Suparman Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 INSPEKSI SAMBUNGAN LAS PADA H BEAM ROOF STRUCTURE TANGKI AMONIAK MENGGUNAKAN METODE MAGNETIC PARTICLE INSPECTION (MPI) Dewin Purnama 1, Yorgie 1 1 ) Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta Kampus Baru UI Depok dewinto@gmail.com Abstract In tank construction that is consist of a roof structure, wall construction to the floor foundations required inspection process at the part of welded joint with a testing method called Non Destructive Test (NDT) ie Magnetic Particle Inspection Method (MPI). The selection of this method is set by inspection selection of Inspection Test Plan (ITP). Therefore any welds need to go through the process of Quality Control (QC) that is useful for controlling the results of quality welding and also to avoid all kind of damage in ammonia tank which will caused leakage of ammonia gas. This study aims to determine the types of discontinuities that occurs in the weld joint with MPI method and determine the quality control of welded joint whether is accepted or rejected according to the standards used. Testing methods used for inspection roof structure in the construction of ammonia tank using Wet Visible Continuous which means using the wet method that is applied to a specimen along with the flow of magnetization current. Based on research and field inspections carried out in accordance with the procedure based on the work of NDT MPI American Society of Mechanical Engineers (ASME) Section V article 6 for Magnetic Particle Inspection (MPI), the interpretation results of discontinuities on the Roof Structure P.4 with code number H Beam 4 Weld Joint 1 which using the method of Magnetic Particle Inspection (MPI) is the porosity along the 5 mm and undercut measuring 4 mm, both of these discontinuities is rejected and should be in repair. Keywords: Non Destructive Test, MPI, ASME, Porosity and Undercut PENDAHULUAN Latar Belakang Pada konstruksi tangki yang terdiri dari struktur atap, konstruksi dinding hingga pada fondasi lantai diperlukan proses inspeksi pada bagian yang terdapat sambungan las dengan suatu metode pengujian Non Destructive Test (NDT) yaitu Metode Magnetic Particle Inspection (MPI). Pemilihan metode MPI ini sudah diatur pemilihan jenis inspeksinya berdasarkan Inspection of Test Plan (ITP). Di dalam ITP, segala jenis proses inspeksi untuk tiap bagian pada konstruksi tangki telah di atur sesuai dengan tingkat bahaya yang akan terjadi, terutama pada konstruksi tangki amoniak, dimana nantinya tangki ini digunakan sebagai tempat penyimpanan Liquid Gas yang berbahan NH 3 (Amoniak). Liquid Gas jenis NH 3 sangat berbahaya, apabila tangki ini mengalami kebocoran yang terjadi pada sambungan las nya. Oleh karena itu setiap hasil pengelasan perlu melalui proses Quality Control (QC) yang berguna untuk mengontrol mutu dari hasil pengelasan tersebut serta berguna untuk menjaga tangki amoniak tersebut dari segala macam jenis kerusakan yang dapat mengakibatkan kebocoran dari gas amoniak. Bagian yang menjadi perhatian khusus dalam konstruksi tangki amoniak ini salah satunya adalah pada konstruksi struktur atap, dimana konstruksi struktur atap ini adalah bagian yang melindungi penyimpanan Liquid Gas dari kebocoran yang diakibatkan karena adanya tekanan Liquid Gas Amoniak. Maka pengujian yang menggunakan metode Magnetic Particle Inspection (MPI) ini mendapat porsi 100 persen dari seluruh proses inspeksi, dikarenakan pengujian menggunakan metode MPI ini memiliki kehandalan yang cukup baik serta tingkat sensitivitas yang jauh lebih baik dari metode inspeksi lainnya dimana bentuk sesungguhnya dari diskontiunitas yang ada dapat dimunculkan dengan jelas disamping biaya yang dikeluarkan untuk alat, bahan kimia dan ahli inspeksi pada metode ini relatih lebih murah. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap sambungan las di Joint 1 konstruksi struktur atap tangki pada struktur H Beam P.4.1 nomor 4 dengan metode Magnetic Particle Inspection (MPI) dengan menggunakan Yoke AC yang mempunyai prinsip electromagnet agar tidak menyebabkan robohnya konstruksi atap tangki yang bisa berdampak pada bocornya gas ammoniak. B-127
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis diskontiunitas yang terjadi pada sambungan las dengan metode MPI serta menentukan kualitas mutu dari sambungan las tersebut apakah ditolak atau diterima sesuai dengan standar yang digunakan TINJAUAN PUSTAKA Teori Umum Magnetic Particle Inspection (MPI) Sebuah logam ferromagnetik apabila di aliri sebuah gaya magnet maka benda tersebut akan menjadi sebuah logam yang memiliki medan magnet. Apabila pada logam ferromagnetik tersebut terdapat suatu keretakan atau sebuah patahan maka secara alamiah garis-garis medan magnet tersebut akan berpindah arah mencari kembali kerapatan dari logam ferromagnetik tersebut agar bisa membentuk kembali siklus medan magnet dari kutub utara kembali ke kutub selatan. Prinsip inilah yang diaplikasikan pada pengujian tanpa merusak dengan metode MPI dimana pada patahan atau retakan tersebut diberikan chemical atau cairan yang berisikan serbuk besi yang memiliki daya kapilaritas sehingga cairan tersebut dapat berpenetrasi masuk sampai ke ujung patahan logam tadi. ( Gambar 1. Arah medan magnet terpotong oleh retakan ( Pada saat chemical tadi sudah mengisi lubang yang dibentuk dari patahan logam tersebut selanjutnya serbuk besi akan ikut terangkat kembali ke permukaan logam membentuk sebuah gambaran seberapa panjang ataupun besarnya diskontiunitas yang ada. ( Gambar 2. Garis Gaya Magnet ( Pada inspeksi MPI terdapat dua jenis magnet yang digunakan, yaitu: a. Magnet Permanen : Merupakan bahan-bahan logam tertentu yang jika di magnetisasi maka bahan logam tersebut akan mampu mempertahankan sifat magnetnya dalam jangka waktu yang lama (permanen). Garisgaris gaya magnet dari sebuah magnet permanen memiliki sifat sebagai berikut : - Membentuk rangkaian tertutup antara kutub utara dan selatan - Tidak memotong satu sama lainnya - Selalu mencari lintasan dengan tahanan magnetis yang terkecil - Kerapatannya berkurang dengan bertambahnya jarak dari kutub - Memiliki arah, menurut kesepakatan, dari kutub utara ke kutub selatan diluar magnet dan dari kutub selatan ke kutub utara di dalam magnet B-128
3 Gaya yang menarik material magnet lain ke kutub suatu magnet dinamakan Flux Magnetis. Flux Magnetis tersusun dari semua garis-garis gaya magnet. Salah satu contoh magnet permanen adalah magnet yang berbentuk seperti tapal kuda. (Wing Hendroprasetyo AP, 2012) b. Elektromagnet Merupakan magnet yang terbuat dari bahan ferromagnetik yang jika diberikn arus listrik maka bahan tersebut akan menjadi magnet, tetapi jika pemberian arus listrik di hentikan, maka sifat magnet pada bahan tersebut akan hilang. Contoh benda yang menggunakan prinsip electromagnet adalah Yoke AC. Yoke AC dapat dipakai untuk memagnetisasi specimen secara memanjang. Pada dasarnya Yoke merupakan sebuah magnet tapal kuda kontemporer yang dibuat dari inti besi lunak, mempunyai retensivitas atau retentivity yang rendah dimana Yoke AC ini dimagnetisasi memaki kumparan kecil di sekeliling batang horizontalnya Gambar 3. Prinsip kerja MPI dengan Yoke AC ( 2014) Keterangan : 1. Benda Uji, 2. Medan Magnet, 3. Bentuk indikasi yang muncul Klasifikasi metode MPI (ASME Section V, 2010) a. Metode Dry Visible Metode pengujian ini menggunakan Chemical bersifat kering dan hanya membutuhkan cahaya sebesar 1000 lux untuk dapat mengintepretasikan hasil pengujian b. Metode Wet Visible Metode pengujian ini menggunakan Chemical yang bersifat basah atau lebih cair untuk proses pengujiannya, dengan metode ini pun membutuhkan cahay sebesar 1000 lux untuk mengintepretasi hasil pengujian c. Metode Wet Flouresence Pengujian logam dengan metode MPI Wet Flourescent pada dasarnya hampir sama dengan metode Wet visible, hanya metode ini menggunakan serbuk maget yang akan terlihat dengan sinar UV (20 Lux) dan Black ight (1000 Lux). Kategori Diskontiunitas (Wing Hendroprasetyo AP, 2012) Diskontiunitas dapat dibagi menjadi 3 kategori : a. Bawaan Biasanya berhubungan dengan diskontiunitas yang ditemukan dalam logam cair. Lebih sering ditemukan sebelum proses pengolahan logam baik itu dalam material yang langsung diambil dari alam maupun material yang diolah kembali menjadi bahan baku lewat proses fabrikasi. Biasanya terjadi karena peleburan dan pembekuan ingot b. Proses Biasanya berhubungan dengan aneka proses manufaktur seperti permesinan, pembentukan, extruding, pengerolan, pengelasan, laku panas, dan pelapisan. Contohnya saat proses pengelasan diluar tangki, factor kencangnya angin dan intensitasnya angin yang besar sehingga setelah proses pengelasan dilakukan banyak ditemukan Porosity Blow hole, dan Worm hole c. Diskontiunitas servis Berhubungan dengan aneka kondisi pengoperasian seperti korosi tegangan, kelelahan, dan erosi B-129
4 EKSPERIMEN Diagram alir metode inspeksi MPI Mulai Pengecekan medan magnet Pre Cleaning Aplikasi WCP-2 Aplikasi Yoke AC Aplikasi 7HF-MPI Interpretasi hasil inspeksi ada cacat Marking & Repair Selesai tidak ada cacat Gambar 4. Gambar diagram alir metode inspeksi MPI Acceptance Criteria dan Examination Procedure Acceptance Criteria atau yang disebut standar yang diterima pada saat proses interpretasi hasil inspeksi NDT berdasarkan pada American Society of Mechanical Engineers (ASME) VIII mandatory app.6 paragraph dan American Welding Society (AWS) D1.1 masing masing digunakan dalam lingkup pengujian tanpa merusak atau Non Destructive Test (NDT) untuk metode pengujian Magnetic Particle Inspection (MPI) dan standar untuk konstruksi. Sebelum pengujian dengan menggunakan metode MPI ada beberapa hal yang perlu di persiapkan yaitu menguji kekuatan yoke terlebih dahlu (Power Lifting of Yoke) berdasarkan ASME section V Article 7 ( T-762(b) ), yaitu untuk arus AC yoke harus mampu mengangkat beban sebesar 4,5 kg ( 10 lb ) pada maximum pole spacing-nya. Apabila yoke masih dapat mengangkat beban yang disyaratkan, maka yoke tersebut masih bisa untuk digunakan. Chemical yang digunakan adalah White Contrast Paint (WCP-2) dan 7HF-MPI INK (Berwarna hitam). Sesuai dengan standar American Society of Mechanical Engineers (ASME) section V article 7 ( T- 762(a)), kalibrasi alat yang menggunakan elektromagnetik minimum di kalibrasi selama 1 tahun sekali dan bersamaan dengan itu juga dikeluarkan sertifikat kalibrasi umum yang di kalibrasi selama 1 tahun sekali dan bersamaan dengan itu juga di keluarkan sertifikat kalibrasi Yoke tersebut. Metode pengujian yang digunakan untuk inspeksi Roof Structure pada pembangunan tangki amoniak ini yaitu menggunakan metode Wet Visible Continous yang artinya pengujian dengan menggunakan metode basah yang diaplikasikan pada suatu spesimen bersamaan dengan mengalirnya arus magnetisasi. Berikut adalah langkah-langkah pengujian MPI yang diatur sesuai dengan prosedur pengujian yang digunakan: a. Harus melalui tahap Visual Inspection terlebih dahulu oleh Welding Inspector b. Pengecekan kekuatan medan magnet Pengecekan medan magnet ini diatur dalam ASME section V article 7 ( T-764.2) yang didalamnya disebutkan bahwa alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan medan magnet Yoke menggunakan Pie Shaped Magnetic Field Indicator dan Artificial Flaw Shim. c. Pre Cleaning B-130
5 d. Apply White Contrast Paint e. Apply AC Yoke and 7HF-MPI INK Nyalakan AC/DC yoke, lalu benda kerja mulai di magnetisasi, magnetisasi benda uji dimaksudkan agar benda uji dapat menarik serbuk ferromagnetik yang nantinya serbuk ferromagnetik tersebut akan mendeteksi adanya cacat pada benda uji tersebut. Seiring dengan dinyalakannya Yoke maka pengaplikasian 7HF pun bersamaan dilakukan untuk memunculkan diskontiunitas yang terdapat pada hasil pengelasan. f. Inspection Untuk meneliti bentuk cacat yang terdapat pada benda uji. Selain itu juga dari hasil pengevalusian kita akan dapat menentukan apakah benda uji harus di perbaiki atau tidak. g. Interpretation Untuk melihat dan menentukan langkah yang diambil untuk memperbaiki diskontiunitas yang tampak setelah metode inspeksi dijalankan HASIL DAN PEMBAHASAN Spesifikasi benda yang diujikan : Roof Structure model H Beam no. P.4 Tebal : 12 [mm] Panjang : 2391 [mm] Jenis material : Steel Proses pengelasan : FCAW (Flux-Cored Arc Welding) Fillet Joint Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian dan inspeksi di lapangan yang dilakukan sesuai dengan prosedur pekerjaan NDT MPI yang berdasarkan American Society of Mechanical Engineers (ASME) Section V article 6 for Magnetic Particle Inspection (MPI), maka hasil interpretasi diskontiunitas pada Roof Structure kode P.4 dengan no. H Beam 4 Weld Joint 1 yang menggunakan inspeksi Magnetic Particle Inspection (MPI) berupa : a. Porosity Porosity yang ditemukan pada hasil pengelasan ini disebabkan karena kondisi angin yang cukup kencang disekitar lokasi pengelasan sehingga membuat suatu lubang yang besar dan menjadi sebuah cacat. Setelah proses inspeksi menggunakan metode MPI ini ditemukan satu indikasi diskontiunitas yang berbentuk melingkar pada sambungan las 1 seperti ditunjukkan pada gambar 5. Cairan yang 7HF-MPI Ink yang disemprotkan membentuk sebuah gambaran melingkar yang sesuai dengan besar dari diskontiunitas tersebut. Setelah ditemukannya indikasi diskontiunitas tersebut langkah berikutnya adalah mengukur besar diskontiunitas tersebut. 5mm Gambar 5. Diskontiunitas Porosity Setelah diskontiunitas tersebut diukur langkah selanjutnya adalah mencocokan ukuran diskontiunitas dengan Acceptance Criteria atau standar yang digunakan untuk menentukan diskontiunitas tersebut Reject atau Acceptable. Acceptance Criteria yang digunakan adalah American Society of Mechanical Engineers (ASME) VIII Divison 1 app a paragraph 6-4. Pada ASME VIII Division 1 app.6 paragraf 6-4(b) disebutkan bahwa dalam satu sambungan las harus bebas dari sebuah indikasi diskontiunitas yang bentuknya melingkar atau bulat yang ukurannya, mengacu pada standar ini, maka diskontiunitas porosity ini dinyatakan reject atau harus segera di repair. Langkah yang diambil setelah dinyatakan reject adalah repair yaitu dengan cara di gerinda sepanjang 1cm ke B-131
6 samping kiri dan kanan diskontiunitas hingga sambungan las tersebut habis, nantinya akan diisi kembali dengan sambungan las yang baru. b. Undercut Undercut, seperti yang ditunjukkan pada gambar 6 adalah suatu alur atau takikan yang terjadi pada perbatasan sisi-sisi lasan yang sejajar arah pengelasan sehingga bagian kaki lasan mengalami penipisan. Karena di dalam Acceptance Criteria pengujian NDT ini tidak diatur untuk diskontiunitas jenis undercut maka standar yang digunakan yaitu American Welding Society D1.1 Tabel Visual Inspection 6.1 point 7 yang mengatur tentang diskontiunitas undercut. Langkah berikutnya setelah ditemukannya diskontiunitas yaitu dengan mengukur panjang dari Undercut yang ditemukan, dan hasilnya ditemukan bahwa undercut yang ditemukan sepanjang 4 mm. Sesuai dengan Acceptance Criteria yang digunakan yaitu mengacu pada American Welding Society D1.1 Visual Inspection Acceptance Criteria Table 6.1. Pada point 7 diatur tentang standar penerimaan diskontiunitas undercut, disebutkan Apabila sebuah material dengan tebal kurang dari 1inch atau 25,4 mm maka undercut tidak boleh lebih dari 1mm. Setelah dicocokan dengan standar yang digunakan maka jenis diskontiunitas ini dinyatakan reject atau harus segera di repair. Proses dari repair itu sendiri hanya dengan proses gerinda saja hingga undercut tersebut hilang sehingga secara visual sudah tidak terlihat kembali. Gambar 6. Diskontiunitas Undercut Setelah semua proses repair selesai maka hasil inspeksi kemudian bisa diberikan sebuah marking yang menandakan bahwa proses inspeksi pada bagian joint 1 ini sudah selesai dilakukan dan joint 1 dikatakan sudah accept sesuai dengan acuan standar yang digunakan. KESIMPULAN a. Pada Roof Structure P.4 H Beam model no. 4 Joint 1 ditemukan diskontiunitas berupa porosity dan undercut sehingga hasil pengelasan ini harus di repair sesuai dengan Acceptance Criteria dalam ASME Section VIII Division 1 Mandatory Appendix 6 for Magnetic Particle Inspection (ASME VIII Div.1 app.6 paragraph 6-4). b. Mengacu pada Acceptance Criteria kedua diskontiunitas yang ditemukan pada joint 1 harus direpair dengan cara di gerinda dan penambahan las-lasan untuk diskontiunitas porosity, dan untuk diskontiunitas undercut direpair. Untuk jenis diskontiunitas ini pengambilan langkah selanjutnya untuk repair ditangani langsung oleh welder. DAFTAR PUSTAKA American Society of Mechanical Engineers (ASME) Section V, diakses pada tanggal : 6 Juli diakses pada tanggal : 30 April Wing Hendroprasetyo Akbar Putra, Training Handout Magnetic Testing, NDE Center, B-132
Ferdy Ramdani 1, Wing Hendroprasetyo Akbar Putra 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan, 2 Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan
ANALISA PENGARUH NONCONDUCTIVE COATING TERHADAP PANJANG PENDETEKSIAN CACAT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMERIKSAAN MAGNETIK PARTIKEL (MPI) PADA SAMBUNGAN LAS CRANE DI KAPAL Ferdy Ramdani, Wing
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENGUJIAN
3.1.Diagram Alir Penelitian BAB III METODOLOGI PENGUJIAN Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 35 Tugas Akhir 2 1.2 Bahan dan Alat Berikut ini adalah bahan dan alat yang digunakan dalam proses pengujian
Lebih terperinciRANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA. *
RANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA Riswanda 1*, Lenny Iryani 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 *E-mail
Lebih terperinciPresented by Nugroho Suparmadi PRESENTASI FIELD PROJECT
Presented by Nugroho Suparmadi 6107 030 061 PRESENTASI FIELD PROJECT Perkembangan kebutuhan industri offshore. Kebutuhan kompresor kapasitas besar. Sertifikasi Kelayakan Pakai. Bagaimana Kelayakan Frame
Lebih terperinciAnalisa Hasil Pengelasan SMAW 3G Butt Joint Menggunakan Non Destructive Test Penetrant Testing (NDT-PT) Berdasarkan Standar ASME
Analisa Hasil Pengelasan SMAW 3G Butt Joint Menggunakan Non Destructive Test Penetrant Testing (NDT-PT) Berdasarkan Standar ASME Tito Endramawan 1, Emin Haris 2, Felix Dionisius 3, Yuliana Prika 4 1,2,3,4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. T u g a s A k h i r
T u g a s A k h i r BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengujian NDT (Non destructive Testing) adalah pengujian yang sering dilakukan untuk pengujian kualitas suatu produk. Kualitas produk merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Didalam suatu konstruksi terutama pada konstruksi yang dilakukan proses pengelasan (welding), sering sekali terjadi ketidaksempurnaan dalam proses penyambungan,
Lebih terperinciKELOMPOK 3 ABEDNEGO DESTIO DOLI DORES SIHOMBING ERICK FERNANDEZ
KELOMPOK 3 ABEDNEGO DESTIO DOLI DORES SIHOMBING ERICK FERNANDEZ LAPORAN NON DESTRUCTIF TEST DAFTAR ISI Halaman COVER JUDUL... 1 ABSTRAK... 2 DAFTAR ISI... 3 BAB I DASAR TEORI... 4 1.1 Pengertian NDT...
Lebih terperinciAPLIKASI NON DESTRUCTIVE TEST PENETRANT TESTING (NDT-PT) UNTUK ANALISIS HASIL PENGELASAN SMAW 3G BUTT JOINT
APLIKASI NON DESTRUCTIVE TEST PENETRANT TESTING (NDT-PT) UNTUK ANALISIS HASIL PENGELASAN SMAW 3G BUTT JOINT Tito Endramawan 1, Emin Haris 2, Felix Dionisius 3, Yuliana Prika 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin,
Lebih terperinciBAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL
BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL Kekerasan Sifat kekerasan sulit untuk didefinisikan kecuali dalam hubungan dengan uji tertentu yang digunakan untuk menentukan harganya. Harap diperhatikan bahwa
Lebih terperinciMahasiswa mampu melakukan pengujian Non-destructive test dengan beberapa metoda pengujian.
Penetrant Test NAMA : Mulyadi Rahayu NIM : 101211086 KET : link download( http://arekteknik.com/penetrant-test.html) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 TUJUAN 1.1.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan pengujian Non-destructive
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. Perlu diketahui bahwa ada
Lebih terperinciTugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl
Tugas Akhir Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Oleh : Wishnu Wardhana 4305 100 024 Dosen Pembimbing: Murdjito, M.Sc.
Lebih terperinciPROSES PENGUJIAN TIDAK MERUSAK
PROSES PENGUJIAN TIDAK MERUSAK Sarjito Jokosisworo, Hartono Yudo Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRAK Pengujian tidak merusak merupakan bagian dari pengujian
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. PENGERTIAN METODE NDT (NON DESTRUCTIVE TESTING)
15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. PENGERTIAN METODE NDT (NON DESTRUCTIVE TESTING) Pengujian NDT (Non Destructive Testing) digunakan untuk meningkatkan kualitas produksi dan kehandalan produk, komponen dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam dunia industri saat ini tidak lepas dari suatu konsruksi bangunan baja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia industri saat ini tidak lepas dari suatu konsruksi bangunan baja ataupun konstruksi sebuah mesin, dimana nilai kekakuan yang tinggi dari suatu material yang
Lebih terperinciPersentasi Tugas Akhir
Persentasi Tugas Akhir OLEH: MUHAMMAD RENDRA ROSMAWAN 2107 030 007 Pembimbing : Ir. Hari Subiyanto,MSc Program Studi Diploma III Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Lebih terperinciKUALIFIKASI WELDING PROCEDURE SPECIFICATION (WPS) DAN JURU LAS (WELDER) BERDASARKAN ASME SECTION IX DI INDUSTRI MIGAS
KUALIFIKASI WELDING PROCEDURE SPECIFICATION (WPS) DAN JURU LAS (WELDER) BERDASARKAN ASME SECTION IX DI INDUSTRI MIGAS Ikhsan Kholis *) ABSTRAK Untuk peningkatan kompetensi seorang Inspektur Migas atau
Lebih terperinciAnalisa Perbandingan Kualitas Hasil Pengelasan Dan Struktur Mikro Material Aluminium 5083 Dan 6082 Menggunakan Metode Pengelasan GMAW Dan GTAW
TUG AS AK HIR Analisa Perbandingan Kualitas Hasil Pengelasan Dan Struktur Mikro Material Aluminium 5083 Dan 6082 Menggunakan Metode Pengelasan GMAW Dan GTAW DIS US UN OLEH : AC HMAD VENDY NAFIYANTO 4104.100.013
Lebih terperinciSTUDI KOMPARASI KUALITAS HASIL PENGELASAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN SPOT WELDING KONVENSIONAL DAN PENAMBAHAN GAS ARGON
STUDI KOMPARASI KUALITAS HASIL PENGELASAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN SPOT WELDING KONVENSIONAL DAN PENAMBAHAN GAS ARGON Muh Alfatih Hendrawan 1 1 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi permintaan konsumennya. Konsumen merupakan faktor yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Keberadaan perusahaan, baik perusahaan jasa maupun manufaktur adalah untuk memenuhi permintaan konsumennya. Konsumen merupakan faktor yang sangat penting
Lebih terperinciPENGARUH MAGNET EXTERNAL TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA PENGELASAN BAJA SS 41 DAN BAJA AH 36
PENGARUH MAGNET EXTERNAL TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA PENGELASAN BAJA SS 41 DAN BAJA AH 36 Deddy S. Utomo*, Mohammad Nurul Misbah, ST, MT** * Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan ** Staf Pengajar Jurusan
Lebih terperinciPENGARUH DAN SUDUT KAMPUH PENGELASAN TERHADAP KEKERASAM DAN KERETAKAN PADA LAS SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018
PENGARUH DAN SUDUT KAMPUH PENGELASAN TERHADAP KEKERASAM DAN KERETAKAN PADA LAS SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 Djoko Sasono 1, Indra Kusuma 2 Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:
III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut: 1. Pembuatan kampuh dan proses pengelasan dilakukan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung, 2.
Lebih terperinciOLEH : AKBAR RIANIRI BAKRI DOSEN PEMBIMBING : Wing Hendroprasetyo Akbar Putra,S.T.,M.Eng
OLEH : AKBAR RIANIRI BAKRI 4108100108 DOSEN PEMBIMBING : Wing Hendroprasetyo Akbar Putra,S.T.,M.Eng LATAR BELAKANG KONSTRUKSI WELDING KONDISI KAPAL BEROPERASI CRACK/RETAK KONDISI COATING BRACKET KAPAL
Lebih terperinciDASAR-DASAR PENGELASAN
DASAR-DASAR PENGELASAN Pengelasan adalah proses penyambungan material dengan menggunakan energi panas sehingga menjadi satu dengan atau tanpa tekanan. Pengelasan dapat dilakukan dengan : - pemanasan tanpa
Lebih terperinciIntegrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Las.
Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Sambungan Las Pertemuan 9, 10 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa
Lebih terperinciBAB III METODE PEMBUATAN
BAB III METODE PEMBUATAN 3.1. KONSEP PEMBUATAN ALAT Membuat suatu produk atau alat memerlukan peralatan dan pemesinan yang dapat dipergunakan dengan tepat dan ekonomis. Pemilihan mesin atau proses yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Dan Ruang Lingkup Pengelasan Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam industri, teknologi konstruksi merupakan salah satu teknologi yang memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan manusia. Perkembangannya
Lebih terperinciRSU KASIH IBU - EXTENSION STRUKTUR : BAB - 06 DAFTAR ISI PEKERJAAN KONSTRUKSI BAJA 01. LINGKUP PEKERJAAN BAHAN - BAHAN..
DAFTAR ISI 01. LINGKUP PEKERJAAN.. 127 02. BAHAN - BAHAN.. 127 03. SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN...... 127 PT. Jasa Ferrie Pratama 126 01. Lingkup Pekerjaan Pekerjaan ini meliputi seluruh pekerjaan Konstruksi
Lebih terperinciANALISA HASIL PENGELASAN SMAW PADA STAINLESS STEEL AISI 304 DENGAN VARIASI ARUS DAN DIAMETER ELEKTRODA
ANALISA HASIL PENGELASAN SMAW PADA STAINLESS STEEL AISI 304 DENGAN VARIASI ARUS DAN DIAMETER ELEKTRODA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : ESTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelasan berperan sangat penting dalam proses produksi, instalasi,
I - 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pengelasan berperan sangat penting dalam proses produksi, instalasi, perawatan dan perbaikan konstruksi baja. Pengelasan atau welding merupakan bidang keahlian
Lebih terperinciKEKERASAN DAN TEGANGAN TARIK LASAN BAJA ST-37 PADA POSISI VERTIKAL DAN HORIZONTAL ABSTRAK
KEKERASAN DAN TEGANGAN TARIK LASAN BAJA ST-37 PADA POSISI VERTIKAL DAN HORIZONTAL Author Guidance : Afrian Sugiharto : I Dewa Gede Ary Subagia ST.,MT.,PhD : Ir. I Nyoman Budiarsa, M.T.,PhD ABSTRAK Las
Lebih terperinciPROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING
PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING NAMA : SOFIAN OKTAVIARDI NPM : 27412096 JURUSAN : TEKNIK MESIN PEMBIMBING : IRWANSYAH, ST., MT. Latar
Lebih terperinciHasil Radiography. Isolated Slag Inclusion (ISI)
Hasil Radiography Isolated Slag Inclusion (ISI) Hasil Pengujian NDT Pada proses magnetic particle inspection tersebut menunjukkan bahwa pada spesimen fillet weld joint (spesimen 01 hingga spesimen 14)
Lebih terperinciAnalisa Kekuatan Sambungan Las SMAW Pada Material Baja ST 37
Analisa Kekuatan Sambungan Las SMAW Pada Material Baja ST 37 Arief Hari Kurniawan 1, Sri Hastuti 2, Artfisco Satria Wibawa 3, Hardyan Dwi Putro 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciPEMERIKSAAN KUALITAS BOOM FOOT MENGGUNAKAN TEKNIK UJI TAK RUSAK
PEMERIKSAAN KUALITAS BOOM FOOT MENGGUNAKAN TEKNIK UJI TAK RUSAK Namad Sianta, Djoli Soembogo dan R. Hardjawidjaja Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi - BATAN E-mail : djoli@batan.go.id ABSTRAK
Lebih terperinciANALISA PENGELASAN DINGIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIGH FREQUENCY ELECTRICAL RESISTANCE WELDING PADA PROSES PEMBUATAN PIPA BAJA STKM 13B
ANALISA PENGELASAN DINGIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIGH FREQUENCY ELECTRICAL RESISTANCE WELDING PADA PROSES PEMBUATAN PIPA BAJA STKM 13B Naryono, Indra Suharyadi Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan
Lebih terperinciPOST WELD HEAT TREATMENT SV-DOC-TECH-002
Page 1 of 7 SUB-VENDOR POST WELD HEAT TREATMENT SV-DOC-TECH-002 22 Juni 2016 00 Untuk Dipublikasikan SVDR N/A N/A N/A Tanggal Revisi Deskripsi Tahap Revisi Disusun Diperiksa Disahkan Page 2 of 7 Riwayat
Lebih terperinciKEKUATAN TARIK DAN BENDING SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL BAJA SM 490 DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN SAW
Jurnal Mekanikal, Vol. 6 No. 1: Januari 215: 55-555 ISSN 286-343 KEKUATAN TARIK DAN BENDING SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL BAJA SM 49 DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN SAW Naharuddin, Alimuddin Sam, Candra
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur
Lebih terperinciPERENCANAAN PENGELASAN UPPER DRUM KAPASITAS 3500 KG/JAM DENGAN TEKANAN 33 KG/CM² TUGAS AKHIR
PERENCANAAN PENGELASAN UPPER DRUM KAPASITAS 3500 KG/JAM DENGAN TEKANAN 33 KG/CM² TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Oleh : Winda Afrilia Rachmadani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. H. C. Kis Agustin, DEA
TUGAS AKHIR METODE PERBAIKAN PADA SILENCING SKIN DARI EXHAUST CONE PESAWAT AIR BUS 320 DENGAN PENAMBAHAN DOUBLER BERBENTUK PERFORATED DAN SOLID MENGGUNAKAN TEKNIK PENGELASAN GTAW Oleh : Winda Afrilia Rachmadani
Lebih terperinciPelaksanaan Uji Tarik
Pelaksanaan Uji Tarik Hasil Uji Tarik Repair 3x No. Code Materi al C.S.A (mm 2 ) Tensile Test Results F ult (kn) σ ult (Kgf/mm 2 ) Remark 1. 4.1.1 284.39 145.5 52.17 Break at WM 2. 4.1.2 281.36 144.5 52.37
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia industri, bahan-bahan yang digunakan kadang kala merupakan bahan yang berat. Bahan material baja adalah bahan paling banyak digunakan, selain jenisnya bervariasi,
Lebih terperinciPENGUJIAN MEKANIK PADA KUALIFIKASI WPS/PQR SMAW WELDING PIPA API 5L X42 BERDASARKAN API 1104
PENGUJIAN MEKANIK PADA KUALIFIKASI WPS/PQR SMAW WELDING PIPA API 5L X42 BERDASARKAN API 1104 Oleh : Ikhsan Kholis* ) ABSTRAK Kualifikasi prosedur pengelasan (Welding Procedure Specifiction/WPS) disiapkan
Lebih terperinciAnalisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,
Lebih terperinciBAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI
BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi literature dan pengumpulan bahan Pengolahan dan analisa Mempersiapkan Alat dan Bahan Prosedur pengujian Non Destructive Test Pengujian
Lebih terperinciProses pembentukan sambungan las
SAMBUNGAN LAS Proses pembentukan sambungan las Baja yang akan disambung dipanaskan pada ujung-ujung bagian baja yang akan disambung sampai mecapai titik lelehnya Baja yang telah cair akan menyatu membentuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat-alat yang terbuat dari logam, baik sebagai proses penambalan retak-retak,
Lebih terperinciPengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah
TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah Disusun : MT ERRY DANIS NIM : D.200.01.0055 NIRM : 01.6.106.03030.50055
Lebih terperinciVARIASI KUAT ARUS LAS SMAW TERHADAP NILAI KEKERASAN DAN UJI TARIK PADA BAJA ST 40
LAPORAN S K R I P S I VARIASI KUAT ARUS LAS SMAW TERHADAP NILAI KEKERASAN DAN UJI TARIK PADA BAJA ST 40 MUH ALI IMRON NIM. 201254090 DOSEN PEMBIMBING QOMARUDDIN, S.T., M.T. SUGENG SLAMET, S.T., M.T. PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi dalam bidang konstruksi yang semakin maju dewasa ini, tidak akan terlepas dari teknologi atau teknik pengelasan karena mempunyai peranan yang
Lebih terperinciAnalisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan
Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan Imam Basori Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin Jl. Rawamangun Muka,
Lebih terperinciBAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR
BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa
Lebih terperinciPengujian Tak Merusak Penetrant Testing
Pengujian Tak Merusak Penetrant Testing Disusun oleh : Ariseno Adhi Saputra (3331121968) Kelas A JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2014 Latar belakang
Lebih terperinciKARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK
KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK Syaripuddin Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : syaripuddin_andre@yahoo.com ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu
Lebih terperinciPengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 3 No.2. Oktober 2009 (144-149) Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon I Made Gatot Karohika Jurusan Teknik
Lebih terperinciPemeriksaan secara visual dengan mata, kadang kadang memakai kaca pembesar. 2.
III. PENGUJIAN TANPA MERUSAK (N D T) 1. Pengertian NDT NDT adalah singkatan non destruktif test, yang artinya adalah pengujian tak merusak. Maksud dari pengujian ini adalah bahwa bendanya tidak akan dirusak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Non-destructive Testing (NDT) adalah teknik non-invasif untuk menentukan integritas bahan, komponen, struktur atau kuantitatif karakteristik dari sebuah objek tanpa
Lebih terperinciLAB LAS. Pengelasan SMAW
1. Tujuan Mahasiswa memahami prinsip kerja dari las SMAW (Shileded Metal Arc Welding) dan fungsi bagian-bagian dari perlatan las SMAW serta keselamatan kerja las SMAW, sehingga mahasiswa dapat melakukan
Lebih terperinciKEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN SAMBUNGAN LAS BAJA ST 37 DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI ELEKTRODA
KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN SAMBUNGAN LAS BAJA ST 37 DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI ELEKTRODA Oleh : Deddy Hermanto Dosen Pembimbing : I Dewa Gede Ary Subagia ST.,MT.,Ph.D : Ir. I Nyoman Budiarsa, M.T.,Ph.D
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UJI NDT ULTRASONIC TEST DENGAN METODE MICROCONTROLLER
INFOMATEK Volume 19 Nomor 2 Desember 2017 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UJI NDT ULTRASONIC TEST DENGAN METODE MICROCONTROLLER Jojo Sumarjo *), Aa Santosa, Riko Purbowo Jurusan Teknik Mesin Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi dalam bidang konstruksi yang semakin maju dewasa ini, tidak akan terlepas dari teknologi atau teknik pengelasan karena mempunyai peranan yang
Lebih terperincipenetrant dan developer. Umumnya warna yang digunakan adalah putih untuk developer dan merah untuk penetrant.
penetrant dan developer. Umumnya warna yang digunakan adalah putih untuk developer dan merah untuk penetrant. Metode yang lain adalah menggunakan penetrant bercahaya/fluoresens. Langkah-langkah inspeksinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan, karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena
Lebih terperinciBAB I LAS BUSUR LISTRIK
BAB I LAS BUSUR LISTRIK A. Prinsip Kerja Las Busur Listrik Mengelas secara umum adalah suatu cara menyambung logam dengan menggunakan panas, tenaga panas pada proses pengelasan diperlukan untuk memanaskan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA HASIL PENGUJIAN
BAB IV ANALISA HASIL PENGUJIAN 4.1 Hasil pengujian Berdasarkan penelitian dan inspeksi dilapangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur pengerjaan Nondestructive Test. Pengujian ini dilakukan
Lebih terperinciJURNAL PENGARUH PEMBERIAN PANAS AWAL PADA HASIL PENGELASAN TIG TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAJA TAHAN KARAT 316L
JURNAL PENGARUH PEMBERIAN PANAS AWAL PADA HASIL PENGELASAN TIG TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAJA TAHAN KARAT 316L GIVING EFFECT TO HEAT THE BEGINNING OF THE NATURE OF WELDING TIG PHYSICAL AND MECHANICAL
Lebih terperinciPENGARUH PROSES PREHEATING PADA PENGELASAN SMAW TERHADAP KEKUATAN TARIK MATERIAL BAJA ST 37
PENGARUH PROSES PREHEATING PADA PENGELASAN SMAW TERHADAP KEKUATAN TARIK MATERIAL BAJA ST 37 Rusnoto Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1 Tegal ABSTRACT Construction using metal
Lebih terperinciPERHITUNGAN SPESIFIKASI PENYAMBUNGAN PIPA GAS DAN INSTALASI PIPELINE GAS PADA PIPELINE PROJECT BOJONEGARA - CIKANDE
PERHITUNGAN SPESIFIKASI PENYAMBUNGAN PIPA GAS DAN INSTALASI PIPELINE GAS PADA PIPELINE PROJECT BOJONEGARA - CIKANDE Oleh Nama : Roby Pratomo NPM : 26409806 Fakultas : Teknologi Industri Jurusan : Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.
Lebih terperinciPengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT...
Lebih terperinciKAJIAN HASIL PROSES PENGELASAN MIG DAN SMAW PADA MATERIAL ST41 DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN (Air, Collent, dan Es) TERHADAP KEKUATAN TARIK
Kajian Pengelasan MIG dan SMAW Dengan Varisi Pendingin ( Air, Collent, dan Es ) Terhadap Kekuatan Tarik KAJIAN HASIL PROSES PENGELASAN MIG DAN SMAW PADA MATERIAL ST41 DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN (Air,
Lebih terperinciPENGARUH ELEKTRODA TEREKSPOS DAN TIDAK TEREKSPOS TERHADAP KUALITAS DAERAH LASAN PADA MATERIAL A53 Gr.A
PENGARUH ELEKTRODA TEREKSPOS DAN TIDAK TEREKSPOS TERHADAP KUALITAS DAERAH LASAN PADA MATERIAL A53 Gr.A Aljufri Jurusan Teknik Mesin, Universitas Malikussaleh Jl. Batam Kampus Bukit Indah Blang Pulo, Lhokseumawe
Lebih terperinciBAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan
II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan
Lebih terperinciBAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya.
BAB III MAGNETISME Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya. Magnetisme (kemagnetan) tercakup dalam sejumlah besar operasi alat listrik, seperti
Lebih terperinciPENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052
PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai tempat serta waktu dilakukannya pembuatan, alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan alat uji, diagram alir pembuatan alat uji serta langkah-langkah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena
Lebih terperinciRADIOGRAFI PADA LAS MANHOLE BEJANA TEKAN. Djoli Soembogo Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi-BATAN ABSTRAK ABSTRACT
Majalah Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi ISSN 2087-5665 BETA GAMMA TAHUN 2014 Vol. 5 No. 1 Februari 2014 RADIOGRAFI PADA LAS MANHOLE BEJANA TEKAN Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi-BATAN Email : djoli@batan.go.id
Lebih terperinciDASAR TEKNOLOGI PENGELASAN
DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN Pengelasan adalah suatu proses dimana bahan dengan jenis sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian
Lebih terperinciPENENTUAN PARAMETER PENGELASAN RANGKA UTAMA SEPEDA MOTOR MATIC BAGIAN DEPAN MENGGUNAKAN LAS MIG OTOMATIS (PANASONIC TM-1400G3)
PENENTUAN PARAMETER PENGELASAN RANGKA UTAMA SEPEDA MOTOR MATIC BAGIAN DEPAN MENGGUNAKAN LAS MIG OTOMATIS (PANASONIC TM-1400G3) Yusril Irwan dan Gatot Pamungkas Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi
Lebih terperinciBAB III PROSES PRODUKSI. III.1. Bahan Baku, Bahan Tambahan dan Bahan Penolong. persentase terbesar dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya.
BAB III PROSES PRODUKSI III.1. Bahan Baku, Bahan Tambahan dan Bahan Penolong III.1.1. Bahan Baku Bahan Baku adalah semua bahan utama yang digunakan dalam pembuatan suatu produk, dan ikut dalam proses produksi.
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) G-100
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-100 Analisa Perbandingan Laju Korosi Pada Pengelasan di Bawah Air Karena Pengaruh Variasi Jenis Pelindung Flux Elektroda Septian
Lebih terperinciGambar 1.7 Pengelasan busur plasma
Gambar 1.7 Pengelasan busur plasma Suhu plasma sekitar 28.000 O C atau lebih besar, cukup panas untuk mencairkan setiap logam yang dikenal. Panas ini diperoleh akibat terkonstrasinya daya sehingga dihasilkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Alat Dan Material Penelitian 1. Material penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 3. Komposisi kimia baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur
Lebih terperinciAnalisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa Bagus Cahyo Juniarso,
Lebih terperinciANALISA PENGARUH VARIASI ARUS PENGELASAN TERHADAP KETANGGUHAN SAMBUNGAN BAJA A36 PADA PENGELASAN SMAW
ANALISA PENGARUH VARIASI ARUS PENGELASAN TERHADAP KETANGGUHAN SAMBUNGAN BAJA A36 PADA PENGELASAN SMAW Dhian Fajar Juniarto 1,*), Minto Basuki 2), Aris Wacana Putra 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan,
Lebih terperinci08/01/2012. Pengujian Visual Las. Pengujian Dye Penetrant. Pengujian Serbuk Magnet PENGUJIAN TIDAK MERUSAK. Pengujian Ultrasonik. Pengujian Arus Eddy
MATERI KE - III Pengujian tidak merusak (NDT) Pengujian Visual Las Pengujian Dye Penetrant penyusun: Heri Wibowo, MT Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2011 1 PENGUJIAN TIDAK MERUSAK Fakultas
Lebih terperinciBAB V. ELEKTRODA (filler atau bahan isi)
BAB V ELEKTRODA (filler atau bahan isi) 5.1. Elektroda Berselaput Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada
Lebih terperinciJl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *
ANALISA PENGARUH KUAT ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKUATAN TARIK PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN LAS SMAW MENGGUNAKAN JENIS ELEKTRODA E7016 Anjis Ahmad Soleh 1*, Helmy Purwanto 1, Imam Syafa
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI AMPERE PENGELASAN PLAT BAJA ST 36 TERHADAP BEBAN TEKAN BENGKOK DAN KERUSAKAN PERMUKAAN
Widya PENGARUH Teknika Vol.22 VARIASI No.1; Maret AMPERE 2014 PENGELASAN.. DAN KERUSAKAN PERMUKAAN [AGUS SUYATNO] ISSN 1411 0660: 47-51 PENGARUH VARIASI AMPERE PENGELASAN PLAT BAJA ST 36 TERHADAP BEBAN
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN ARUS DAN KECEPATAN SERTA KELEMBAPAN FLUX TERHADAP HASIL IMPACT
SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PERUBAHAN ARUS DAN KECEPATAN SERTA KELEMBAPAN FLUX TERHADAP HASIL IMPACT DAN KEKERASAN SERTA MACROSTRUCTURE FILLET WELD HASIL PENGELASAN SUBMERGED ARC WELDING (SAW) FAMESSA
Lebih terperinciBAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih
BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Proses Pembuatan Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih dahulu harus mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Lebih terperinci