SOLIDIFIKASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS BITUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SOLIDIFIKASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS BITUMEN"

Transkripsi

1 SOLIDIFIKASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS BITUMEN ABSTRAK Zainus Salimin dan Gunandjar *) SOLIDIFIKASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS BITUMEN. Kegiatan dekomisioning fasilitas Pemurnian Asam Fosfat Petrokimia Gresik (PAF-PKG) menimbulkan limbah radioaktif cair organik yang mengandung uranium, solven (pelarut), dan air, mempunyai ph 3,48, BOD ppm, COD 31,500 ppm, aktivitas alfa dan beta berturut-turut dan Bq/liter. Limbah tersebut dinetralkan dan diolah dengan proses biooksidasi menggunakan campuran bakteri yang diaerasi dan diberi nutrisi nitrogen dan fosfor. Bakteri memakan dan menguraikan kandungan zat organiknya menjadi CO 2 dan H 2 O. Bakteri yang tumbuh dan yang mati membentuk biomassa dan unsur radioaktifnya terbiosorpsi oleh biomassa bakteri. Hasil pengolahan berupa beningan yang telah memenuhi baku mutu untuk dibuang, dan sludge aktif yang beraktivitas alfa pada nilai 0,4 α 40,2 Bq/liter (atau 1,80x10-8 α 1,08x10-6 Ci/m 3 ), beta pada harga 1173 β 4100 Bq/liter dan kadar padatan total % berat. Sludge tersebut mengandung uranium termasuk dalam klasifikasi limbah alfa yang harus disolidifikasi (dipadatkan) dengan matriks plastik polimer atau bitumen. Bitumen yang merupakan campuran hidrokarbon dengan jumlah atom C di atas 25 adalah matriks terpilih untuk solidifikasi limbah sludge tersebut karena pada suatu saat memungkinkan untuk mengambil kembali uraniumnya menggunakan suatu pelarut. Proses bituminasi dilakukan melalui pelelehan bitumen, pencampuran lelehan bitumen dan limbah pada suhu sekitar o C sehingga sisa cairan menguap. Hasil bituminasi mengandung cairan < 0,5 %, harus memenuhi kualifikasi uji lindih dengan laju pelindihan g/cm 2.hari. Kata kunci : dekomisioning fasilitas nuklir, solidifikasi limbah sludge aktif, bituminasi. ABSTRACT THE SOLIDIFICATION OF ACTIVE SLUDGE FROM BIOOXIDATION PROCESS OF ORGANIC LIQUID RADIOACTIVE WASTE ARISING FROM PHOSPHORIC ACID PURIFICATION USING MATRIX MATERIAL OF BITUMEN. The decommissioning of Phosphoric Acid Purification - Petrokimia Gresik (PAF-PKG) facility generates organic radioactive liquid waste containing uranium, solvent, and water with values of ph 3,48, BOD ppm, and COD ppm, activity of alpha and beta are 1200 and 2600 Bq/liter respectively. The waste was neutralized and treated by bio-oxidation process using mixture of aerated bacteria which was given the nutrition of nitrogen and phosphor. The bacteria eats and degrades organic matters to become CO 2 and H 2 O. The regenerated and dead bacteria forms biomass that performing bio-sorption of the radioactive elements. The process results was non toxic and non radioactive water supernatant which has fulfill the quality standard to be released, and radioactive sludge having the activities of alpha 0,4 α 40,2 Bq/liter, and beta 1173 β 4100 Bq/liter, and total suspended solid of % weight. The sludge contains uranium including alpha waste classification, must be solidified using plastic polymer or bitumen matrix. The bitumen composing mixture of hydrocarbon compound having the number of carbon more than 25 is the selected matrix for solidification of that sludge because there is possibility to recover uranium by dissolution of embedded waste using solvents. The bitumination are performed by the sequences process i.e. : melting of bitumen, mixing of filtered sludge with liquid bitumen at temperature condition of o C to evaporate the remaining liquid content, and receiving of bitumination product on the container. The results of bitumination product containing liquid < 0,5 % weight must conforms to the leaching rate qualification of g/cm 2.day. Key wards: decommissioning of nuclear facility, solidification of active sludge waste, bitumination. *) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN 99

2 PENDAHULUAN Kegiatan dekomisioning fasilitas Pemurnian Asam Fosfat -Petrokimia Gresik (PAF-PKG) menimbulkan limbah radioaktif cair organik yang mengandung uranium, campuran solven D2EHPA [di 2-ethyl hexyl phosphoric acid] (C 16 H 35 O 4 P0), TOPO (triocthylphosphine oxide) (C 24 H 51 OP), dan kerosen (pada rasio 4:1:16) serta air (rasio solven terhadap air 1:3), yang mempunyai volume 371 m 3, ph 3,48, Chemical Oxygen Demand (COD) ppm, dan Biologycal Oxygen Demand (BOD) ppm, serta aktivitas alfa (α) dan beta (β) berturut-turut 1200 dan 2600 Bq/liter, ditampung dalam bak penampung berukuran 14x15x3 m 3 di lokasi fasilitas PAF-PKG. Limbah tersebut merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang radioaktif dengan kandungan radionuklida uranium (U-238) dan anak luruhnya seperti Pb-210, Po-210, Ra-226, Th-234, U-234, Th-230, dan lainlain. Potensi bahaya radiasi interna dalam dekomisioning fasilitas PAF-PKG dapat terjadi karena masuknya partikulat atau debu radioaktif ke dalam tubuh pekerja. Uranium dan anak luruhnya merupakan radionuklida pemancar alfa sebagaimana sifat partikel alfa yang mempunyai daya rusak besar maka jika masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan kerusakan pada jaringan biologis. Disamping mempunyai daya rusak terhadap jaringan biologis anak luruh U-238 seperti U-234 dan Pb-210 mempunyai sifat radiotoksisitas yang sangat tinggi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 [1,2]. Guna menghindari resiko pencemaran lingkungan, limbah tersebut telah diolah dengan proses biooksidasi (oksidasi biokimia) dalam bak untuk menurunkan nilai COD, BOD dan ph serta radioaktivitasnya menjadi nilai yang memenuhi baku mutu limbah cair industri pada nilai COD 100 ppm, BOD 50 ppm, dan ph 5-9 [3], serta baku mutu tingkat radioaktivitas di lingkungan untuk uranium dalam air sebesar 1000 Bq/liter [4]. Proses biooksidasi dilakukan setelah penetralan larutan dengan NaOH, campuran bakteri aerob yang digunakan meliputi bacillus sp, aeromonas sp, pseudomonas sp, dan arthobacter sp. Campuran bakteri dalam limbah yang telah dinetralkan diaerasi dan diberi nutrisi N dan P pada nisbah BOD : N : P = 100 : 5 : 1. Bakteri hidup dan berkembang biak, memakan dan menguraikan zat organik menjadi air dan CO 2. Koloni bakteri yang tumbuh dan atau mati membentuk biomassa terflokulasi yang melakukan biosorpsi unsur radioaktif yang selanjutnya karena gaya gravitasi terpresipitasi sehingga diperoleh lumpur (sludge) aktif dan beningan. Beningan yang dihasilkan telah memenuhi baku mutu dengan nilai COD dan BOD berturut-turut sebesar 51 ppm (baku mutu 100 ppm) dan 22 ppm (baku mutu 50 ppm), dan aktivitas < 1000 Bq/liter (baku mutu 1000 Bq/liter). Hasil lumpur aktif beraktivitas alfa pada harga 0,4 α 40,2 Bq/liter, dan beta pada nilai 1173 β 4100 Bq/liter, kadar padatan total % berat [5]. Data analisis parameter proses pengolahan limbah radioaktif cair organik dengan oksidasi biokimia sebagai fungsi waktu proses ditunjukkan pada Tabel 2. Guna melindungi masyarakat dan lingkungan dari penyinaran radiasi, lumpur aktif tersebut harus diisolasi dari kontak manusia selama radioaktivitasnya meluruh menjadi tingkat yang rendah dan tidak memberikan dampak radiasi terhadap manusia dan lingkungan. Dalam prakteknya isolasi limbah radioaktif dilakukan melalui proses solidifikasi (pemadatan) limbah dengan suatu bahan matriks setelah limbah tersebut direduksi volumenya, sehingga diperoleh blok hasil solidifikasi dimana limbah radioaktifnya terkungkung dan terisolasi di dalamnya. Bahan matriks yang biasa digunakan dalam proses solidifikasi limbah radioaktif antara lain semen, aspal (bitumen), dan plastik polimer. Pemilihan bahan matriks tersebut tergantung pada tinggi rendahnya aktivitas, panjangpendeknya waktu paruh, dan sifat fisik dan kimia dari limbah. Dalam makalah ini dilakukan pengkajian solidifikasi sludge (lumpur) aktif hasil proses oksidasi biokimia limbah radioaktif cair organik dari dekomisioning fasilitas PAF-PKG menggunakan bahan matriks bitumen. 100

3 Tabel 1. Uranium alam (U-238) dan hasil radionuklida anak luruhnya [1,2]. Nuklida Umur paroh Radiasi Ratio atom dalam U-alam,(ppb) U ,5x10 9 tahun (α),(γ) 9,927x10 8 Th ,1 hari (β),(γ) 0,0145 Pa-234 1,17 menit (β),(γ) 4,9x10-7 U ,47x10 5 tahun (α),(γ) 5,44x10 4 Th-230 8,0x10 4 tahun (α),(γ) 1,76x10 4 Ra tahun (α),(γ) 353 Rn-222 3,821 hari (α) 2,30x10-3 Po-218 3,05 menit (α) 1,28x10-6 Pb ,8 menit (β),(γ) 1,12x10-5 Bi ,7 menit (β),(γ) 8,25x10-6 Po µdetik (α) 1,14x10-12 Pb tahun (β),(γ) 4,62 Bi-210 5,01 hari (β) 3,02x10-3 Po ,4 hari (α) 0,0835 Pb-206 Stabil Radiotoksisitas Rendah Sangat tinggi Sangat rendah*) Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sedang Sangat rendah*) Sangat rendah*) Sangat rendah*) Sangat rendah*) Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi (α),(β),(γ) adalah radiasi alfa, beta, dan gamma. *) Radionuklida dengan umur paroh sangat pendek (orde menit atau lebih pendek lagi) mempunyai radiotoksisitas sangat rendah. PEMADATAN LIMBAH RADIOAKTIF Solidifikasi (pemadatan) limbah radioaktif merupakan proses imobilisasi yang bertujuan agar radionuklida terfiksasi, terkungkung, dan tertahan dalam rongga diantara kristal matriks bahan pemadat sehingga radionuklida tersebut tidak mudah lepas oleh rembesan air yang menembus ke dalam hasil solidifikasi dan radiasinya tertahan. Limbah radioaktif aktivitas sedang mengandung unsur radioaktif waktu paroh 30,17 tahun dan aktivitas maksimum 1 Ci/m 3 biasanya diimobilisasi dengan matriks semen. Matriks semen yang merupakan campuran dari material semen, pasir, aditif, dan air bereaksi secara kimia dan mengeras, memberikan solidifikasi berupa beton yang merupakan material komposit [6,7]. Penggunaan pasir di dalam matriks semen tersebut untuk meningkatkan kekuatan dan kerapatan beton, karena pasir mempunyai kekerasan dan kerapatan yang lebih besar dari komponen lain dalam komposit beton tersebut. Dalam pengelolaan hasil solidifikasi, blok beton akan mengalami resiko antara lain : terjatuh, terlempar, terbanting, dan/atau terbakar selama operasional sebelum penyimpanan. Agar blok beton hasil solidifikasi tidak rusak bila mengalami resiko tersebut, kualitas blok beton yang baik harus memenuhi standar IAEA (International Atomic Energy Agency) sebagai berikut [8] : kerapatan : 1,70-2,50 g/cm 3. kuat tekan beton yang telah berumur 28 hari : N/mm 2. laju lindih radionuklida terimobilisasi dalam beton : 1,7x ,5x10-4 g/cm 2.hari. Seperti halnya matriks semen, bahan matriks plastik dipakai juga untuk solidifikasi limbah radioaktif berumur pendek yang beraktivitas awal rendah dan sedang dengan radionuklida yang berwaktu paroh kurang atau sama dengan 30,17 tahun, yang aktivitasnya dapat diabaikan setelah 300 tahun. Kandungan radionuklidanya adalah Sr-90, Cs-137, Co-60, dan Fe-55. Bahan matriks plastik dapat pula dipakai untuk solidifikasi limbah radioaktif berumur panjang dengan radionuklida berwaktu paruh kurang dari 30,17 tahun yang yang aktivitas awalnya rendah atau sedang, aktivitas tersebut dapat diabaikan setelah 300 tahun. Pada solidifikasi tersebut termasuk di dalamnya radionuklida berwaktu paruh ratusan atau ribuan tahun yang beraktivitas awal rendah atau sedang, radionuklidanya antara lain Np-137, Pu-239, dan Am-243 [8]. Bahan matriks bitumen (aspal) dipakai untuk solidifikasi limbah pemancar alfa berumur panjang aktivitas rendah atau sedang yang aktivitasnya dapat diabaikan 101

4 setelah 300 tahun, dengan radionuklida Np- 237, Pu-239, Am-241, dan Am-243. Lumpur aktif dari proses biooksidasi limbah cair organik dari dekomisioning fasilitas PAF- PKG yang mengandung uranium dan anak luruhnya termasuk dalam kriteria limbah pemancar alfa berumur panjang aktivitas rendah atau sedang. Penggunaan bahan matriks dalam aplikasi proses solidifikasi limbah radioaktif sesuai dengan jenis limbahnya dapat dilihat pada Tabel 3. Perbandingan bahan matriks untuk solidifikasi ditinjau dari keuntungan dan kerugiannya ditunjukkan pada Tabel 4. Blok hasil solidifikasi limbah radioaktif perlu dievaluasi kemampuan penahanan dan pengungkungan terhadap unsur radioaktifnya. Daya tahan unsur radioaktif dalam blok hasil solidifikasi terhadap pelindihan (perembesan air) dipakai sebagai penilaian kekuatan penahanan unsur radioaktif tersebut (lihat Tabel 5). Tabel 3. Klasifikasi limbah berdasar umur paroh radionuklidanya dan pengelolaannya [8]. No Karakteristik yang ditinjau 1 Aktivitas awal radionuklida yang berwaktu paroh < 30 tahun 2 Aktivitas awal radionuklida yang berwaktu paroh ratusan atau ribuan tahun. 3 Radiasi yang dipancarkan 4 Radionuklida yang pokok. 5 Bahan Matriks untuk solidifikasi. 6 Tipe penyimpanan akhir. Limbah berumur pendek Rendah, aktivitasnya dapat diabaikan setelah 500 tahun. Nol atau sangat rendah, lebih kecil dari batas ambang yang ditetapkan. Yang terutama beta-gamma. Sr-90(28,8 tahun), Cs-137(33 th), Co- 60 (5 th), Fe-55(2,5 th). Semen (sementasi), plastik (polimerisasi) Penyimpanan tanah dangkal untuk isolasi limbah selama 300 tahun. Klasifikasi Limbah Berumur Panjang Limbah akyivitas Limbah alfa Tinggi Rendah atau sedang, Sangat tinggi, aktivitasnya dapat aktivitas dapat diabaikan setelah 300 diabaikan setelah tahun. beberapa ratus tahun. Rendah atau sedang, Rendah atau sedang. Yang terutama alfa. Np-237 (2x10 6 th), Pu-239 ( 2,4x10 4 th), Am-241(4x10 2 th), dan Am 243 (8x10 3 th) plastik (polimerisasi), aspal (bituminasi) Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun. Yang terutama beta-gamma selama beberapa ratus tahun, kemudian setelah itu yang terutama alfa. Co-60, Sr,90, Np- 137, Pu-239, Am- 241, dan Am-243. Gelas (vitrifikasi). Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun. 102

5 Tabel 4. Perbandingan Bahan Solidifikasi Ditinjau dari Kebaikan dan Kerugiannya [9,10] Karakteristik Yang Bahan Solidifikasi Ditinjau Aspal Semen Termoseting Plastik Kekakuan/kekerasan Diperlukan sebuah Baik Baik sesudah pembekuan/pendinginan penampungan Penimbunan Diperlukan sebuah kontainer Memungkinkan langsung Memungkinkan langsung Ketahanan terhadap Buruk 3 kn/cm 2 10 kn/cm 2 kompresi Kemungkinan perubahan Ya Tidak tidak bentuk Ketahanan terhadap Baik Keretakan Baik kondisi atmosfir mungkin Berat jenis pada 25 ºC 0,9 1,1 g/cm 3 1,7 3,0 g/cm 3 1,2 g/cm 3 Penanganan Pemanasan tangki penampungan aspal, timbul uap. Perlu perlindungan terhadap kebakaran Peralatan konvensional Peralatan konvensional Pemasukan limbah Proses panas Proses dingin Proses dingin Pengambilan kembali Tidak mungkin Tidak mungkin sesudah solidifikasi Berat limbah yang dimasukan Ketahanan terhadap mikroorganisme Ketahanan terhadap radiasi Keharmonisan pencampuran Ketahanan terhadap api (dalam 30 menit pada 700 ºC 900 ºC) Memungkinkan dengan menggunakan pelarut Maksimum 50 % tergantung kandungan bahan dalam limbah Padat : % Cair : 4 20 % Maksimum 70 % Tidak terpengaruh Lemah Tidak terpengaruh rad Sangat tahan 5 x 10 9 rad ph menentukan sifat dari hasil solidifikasi, nitrat dan nitrit tidak diperkenankan ph menentukan sifat dari hasil, tidak dapat dipersatukan dengan garam tertentu (SO 4 ) Tidak dapat dipersatukan dengan garam-garam tertentu (C 2 O 4 =, NO 2 ) Terbakar Baik Rusak sebagian Tabel 5. Laju Pelindihan dari Beberapa Radionuklida untuk Bermacam Imobilisasi, Standar Test IAEA dalam Air pada 20 C [8,10]. Radionuklida Laju pelindihan beberapa bahan solidifikasi (g/cm 2.hari) Gelas Borosilikat Semen Aspal Plastik Termoseting Urea formaldehid Cs Ce-Pr, Tidak terukur Tidak terukur Ru-Rn Pu, Am, Cm Tidak terukur Tidak terukur Co Tidak terukur Sr

6 PROSES BITUMINASI LIMBAH RADIOAKTIF Ruang lingkup proses bituminasi Bitumen atau aspal dapat digunakan sebagai matriks solidifikasi limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang. Berdasarkan kepekaan matriks bitumen terhadap peruraian oleh radiasi, batas atas dari aktivitas limbah sebelum disolidifikasi adalah 50 Ci/liter limbah hasil proses yang mengandung unsur radioaktif hasil fisi. Dalam prakteknya tingkat aktivitas limbah kurang dari 1 Ci/liter. Limbah tersebut dapat berupa konsentrat hasil evaporasi dan lumpur hasil pengolahan secara kimia yang mengandung 50% berat padatan. Adanya garam pengoksidasi di dalam limbah akan menyebabkan kenaikan viskositas hasil, oleh karena itu konsentrasi garam pengoksidasi harus dibatasi pada harga maksimum 40% berat untuk NaNO 3. Apabila limbah mengandung Fe 3+ dalam bentuk Fe(NO 3 ) 3 konsentrasi maksimumnya adalah 1% berat untuk Fe 3+ pada kehadiran 40% berat NaNO 3 tersebut. Kehadiran NO - 3, NO 2 -, dan NH 4 + secara bersamaan dapat menyebabkan reaksi yang dahsyat. Kesulitan lain dapat ditemui bila limbah mengandung deterjen, minyak, solven (pelarut organik) seperti TBP, dan hasil peruraiannya. Konsentrat asam borat (H 3 BO 3 ) dapat dimasukkan dalam proses pada batasan kadar padatan 40% yang mengandung 45-80% H 3 BO 3. Nilai ph harus selalu berharga Resin penukar ion dapat disolidifikasi menggunakan matriks bitumen pada kuantita maksimum 60% berat kering. Matriks Bitumen Bitumen atau aspal adalah material alam yang merupakan campuran hidrokarbon yang mempunyai berat molekul besar dengan jumlah atom C lebih dari 25 tiap molekulnya. Aspal adalah bitumen setengah padat atau padat berwarna hitam yang berasal dari minyak bumi. Aspal juga terdapat di alam, yaitu yang disebut aspal alam seperti aspal alam Buton (Butas-Buton aspal) dari Trinidad. Aspal yang diperoleh sebagai salah satu produk dari kilang minyak bumi dapat berasal dari residu distilasi minyak mentah, residu hasil oksidasi minyak bumi, dan residu hasil perengkahan minyak bumi. Bitumen/aspal terdiri dari partikelpartikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi di dalam resin dan konstituen minyak. Perbandingan aspalten, resin, dan konstituen minyak tergantung dari asal minyak bumi dan cara pengolahannya. Diperkirakan aspalten terdiri dari gugusgugus hidrokarbon aromatik kompleks, yang dihubungkan dengan gugus hidrokarbon, atom belerang, dan oksigen. Konstituen minyak adalah minyak pelumas yang mempunyai viskositas yang tinggi, yang berwarna coklat tua atau kemerah-merahan. Bitumen/aspal mempunyai sifat adhesi (lengket) dan kohesi (melawan tarikan), tahan terhadap air dan mempunyai sifat kimia yang stabil, tidak terpengaruh oleh asam dan basa. Aspal satu dengan aspal yang lainnya mempunyai konsistensi yang berbeda-beda. Sifat-sifat bitumen/aspal yang biasa digunakan untuk penentuan kualitasnya antara lain : titik pelunakan (softening point), viskositas, ductility, dan kekerasan. Berdasarkan konsistensinya, bitumen/aspal dibagi ke dalam 3 golongan yaitu aspal padat, semi padat, dan cair. Aspal padat adalah aspal dimana pada suhu kamar berupa zat padat, untuk dapat digunakan dalam keadaan cair, aspal padat harus dipanaskan lebih dahulu. Aspal setengah padat juga disebut aspal semen dan masih dibagi lagi ke dalam beberapa grade berdasarkan kekerasan dan konsistensinya. Aspal cair pada umumnya adalah aspal yang dilarutkan dalam zat pelarut yang berupa nafta, kerosin, atau minyak gas. Aspal cair dengan pelarut nafta sangat cepat mengeras, biasa disebut rapid curing asphalt atau RC asphalt. Aspal cair dengan pelarut kerosin lebih lambat mengeras, biasa disebut medium curing asphalt atau MC asphalt. Sedangkan aspal dengan pelarut minyak gas adalah yang paling lama mengeras, disebut slow curing asphalt atau SC asphalt. Ketiga macam aspal tersebut masih dibagi lagi ke dalam enam grade, yang diberi angka 0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Angka terkecil 0 berarti bahwa zat pelarut yang digunakan paling banyak dan angka terbesar 5 berarti zat pelarut yang digunakan paling sedikit. Angka yang sama untuk aspal RC, MC, dan SC berarti bahwa ketiga sampel aspal cair tersebut mempunyai fluiditas yang kira-kira sama. 104

7 Sifat dari bermacam-macam bitumen dapat dilihat pada Tabel 6. Kekerasan bitumen ditentukan dengan penetrometer jarum pada suhu 25 o C (77 o F). Penetrasi jarum diukur dalam satuan 1/10 mm. Nilai kekerasan artinya bahwa bitumen mempunyai penetrasi antara 10 sampai 20 satuan. Flash point adalah suhu terendah dimana uap minyak dan produknya dalam campurannya dengan udara akan menyala kalau terkena api pada kondisi tertentu. Sedang fire point adalah suhu terendah dimana uap minyak bumi dan produknya akan menyala dan terbakar terus menerus kalau terkena nyala api pada kondisi tertentu. Bitumen mempunyai titik pelunakan sekitar 95/100 o F yang berarti bahwa bitumen mempunyai titik pelunakan antara o F. Prinsip Operasional Proses Bituminasi Operasi Diskontinyu / Batch Dalam proses bituminasi, fasilitas yang digunakan harus dapat memenuhi fungsi penampungan limbah yang akan dibituminasi, pelelehan bitumen, pencampuran lelehan bitumen dengan limbah, dan pewadahan hasil solidifikasi. Sebagai contoh sistem bituminasi yang dimiliki oleh fasilitas nuklir MOL-Belgia yang ditunjukkan pada Gambar 1. Tabel 6. Sifat-sifat fisika dari beberapa jenis Bitumen [11]. Parameter Kekerasan pada 25 o C(1/10 mm) Softening Point ( o C) Flash Point ( o C) Titik Nyala (Fire Point), ( o C) Densitas pada 25 o C (g/cm 3 ) Ketahanan terhadap radiasi, (rad) Ebano > Bitumen Residu Destilasi Mexphalte 40/ >230 > Mexphalte 80/ >250 > Bitumen Residu Hasil Oksidasi Mexphalte >250 >280 1,01-1, Gambar 1. Solidifikasi Limbah Konsentrat/ Lumpur Dengan Matriks Bitumen [11] 105

8 Pada sistem bituminasi tersebut (Gambar 1), terlihat ada 3 buah tangki penampung untuk bitumen (dilengkapi dengan pemanas listrik untuk pelelehannya), konsentrat hasil evaporasi, dan lumpur hasil pengolahan secara kimia. Limbah dan lelehan bitumen dicampur pada tangki bergerak yang berpemanas listrik untuk mempertahankan campuran limbah dan bitumen pada suhu 220 o C. Lelehan bitumen awalnya dimasukkan ke dalam tangki berpengaduk, kemudian konsentrat atau lumpur dengan kandungan padatan 35-40% dimasukkan ke dalam lelehan bitumen tersebut yang diaduk dengan putaran per menit. Viskositas campuran berharga 25 cp dan 40 % limbah masuk dalam hasil pemadatan tersebut. Hasil solidifikasi dengan bitumen yang mengandung 40% berat padatan diisikan ke dalam wadah drum 220 liter. Pemanas listrik yang digunakan pada penampung bitumen untuk pelelehan bitumen menjadi lelehan 220 o C mempunyai tenaga 50 kw pada zona pencampuran dan 10 kw pada zona ekspansi. Kecepatan penguapan pelarut 100 liter/jam dengan efisiensi pemanasan 75 %. Konduktivitas panas bitumen 20 W/m. o K dan suhu maksimum dalam tangki bitumen 220 o C. Gas dan uap yang ditimbulkan dalam tangki berpengaduk mengandung partikel dan komponen yang mudah menguap (volatil) dari proses dilewatkan berturutturut ke dalam kolom isian untuk pengambilan partikel berukuran besar, kondensor untuk mengembunkan uap, pemisah partikel elektrostatis untuk pengambilan partikel berukuran kecil (efisiensi 96 %) dan filter karbon aktif untuk menangkap belerang bentuk senyawa organik dan unsur radioaktif mudah menguap (efisiensi 60 % untuk I-131). Gas yang keluar dapat dilepas ke lingkungan dengan aktivitas 10-8 Ci/m 3. Proses bituminasi yang dilakukan di beberapa fasilitas nuklir : MOL-Belgia, Harwell-Amerika Serikat, dan Riso- Denmark mempunyai prinsip yang sama seperti fasilitas yang ada di Tokai Research Establishment, Japan Atomic Energy Research Institute (JAERI-Tokai). Proses bituminasi yang dilakukan di JAERI-Tokai, terdapat tangki penampung konsentrat hasil evaporasi, tangki penampung lumpur (sludge) hasil pengolahan secara kimia, tangki pencampur umpan limbah, tangki pelelehan aspal yang dilengkapi pemanas listrik, dan tangki pencampur limbah dan lelehan aspal yang dilengkapi pemanas, serta drum 200 liter yang dilapisi beton untuk wadah hasil pemadatan. Data spesifikasi bitumen yang digunakan di JAERI-Tokai ditunjukkan pada Tabel 7, kemudian data operasi utama dari proses bituminasi yang dilakukan di JAERI-Tokai ditunjukkan pada Tabel 8, sedangkan data spesifikasi hasil solidifikasi dengan bitumen ditunjukkan pada Tabel 9. Prosedur Kontinyu Operasi Bituminasi Di fasilitas nuklir MARCOULE Perancis, lumpur pada laju alir 600 liter/jam dari pengolahan limbah secara proses kimia yang berpelarut air, mempunyai aktivitas 50 sampai dengan 250 Ci/m 3, mengandung partikel butiran padatan tidak larut yang mempunyai ukuran butir < 1 mm dicampurkan ke dalam bitumen dimana bitumen menjadi emulsi. Tabel 7. Spesifikasi bitumen yang digunakan pada proses solidifikasi di JAERI-Tokai [11]. Item Harga pengukuran Jenis Straight 60/80 Specific gravity (pada 25 o C) 1,026 Penetrasi (1/10 mm, pada 25 o C) 70 Titik pelunakan (Softing point), ( o C) 48,5 Titik Nyala (Flash point), ( o C) 340 Viskositas (pada 180 o C), cp 78,6 106

9 Tabel 8. Data operasi utama dari proses bituminasi yang dilakukan di JAERI-Tokai [11]. Nomor Batch Item Jenis sludge Larutan Konsentrat Konsentrat Limbah cair clading Al Evaporasi Evaporasi ph 9,1 11 8,4 9,4 Kandungan padatan 0, (%berat) Radionuklida utama Co-60, Cs-137, Sr-90, dsb. Aktivitas konsentrat 1, , , , (Bq/ml) Volume yg diolah (liter) Jenis Straight 60/80 Aspal Berat,(kg) Laju evaporasi Kondisi Operasi (liter/jam) Suhu rata-rata, ( o C) evaporasi Suhu thermo oil, ( o C) Waktu ,5 3,0 pencampuran,(jam) Kondensat Konsentrat, (Bq/ml) 9, , , , Aktivitas total, (Bq) 5, , , , Produk Berat total, (kg) 82,2 117,4 110,5 98,5 Specific gravity 1,1 1,47 1,36 1,15 Ratio (padatan/aspal) 16/84 44/56 36/64 23/77 Tabel 9. Data spesifikasi hasil solidifikasi dengan bitumen di Tokai-JAERI [11]. Item Nomor Batch Jenis limbah cair sludge Larutan clading Konsentrat Evaporasi Konsentrat Evaporasi Al Ratio (padatan/aspal) 16/84 44/56 36/64 23/77 Waktu pencampuran,(jam) ,5 3,0 Specific gravity 1,1 1,47 1,36 1,15 Harga Penetrasi (pada 25 o C) pengukuran Softing point ( o C) Flash point, ( o C) Aditif tegangan muka yang telah ditambahkan dalam bitumen menyebabkan bitumen terikat dengan partikel dalam bentuk suspensi sehingga terbentuk fase organik dimana partikel padatan ada di dalamnya dan fase air yang dapat dibuang sehabis operasi filtrasi. Hasil fase organik yang merupakan suspensi bitumen dan partikel padatan harus dikeringkan dalam dua tahap. Alat yang digunakan berupa extruder yang terdiri dari tiga zona, berdiameter 120 mm dan panjang 3,5 m, dilengkapi dengan sistem pencampuran bentuk screw segitiga untuk homogenasi dan pemanasan pasta dari campuran lumpur dan bitumen. Pengaduk screw berputar pada kecepatan putaran / menit. Pada zone 1 (dimana suhunya 105 o C), campuran bitumen, aditif dan lumpur diaduk dengan pengaduk screw membentuk emulsi. Pada zone 2 terjadi pendinginan sampai 30 o C, emulsi yang telah terbentuk pada zone 1 mengalami perubahan, bitumen dan partikel terikat membentuk suspensi fase organik dan air 107

10 terpisah dari campurannya. Air mengalir melalui orifice pada posisi lateral, yang kemudian dibuang setelah difiltrasi. Pada zone 3, fase organik dipanaskan kembali sampai suhu 130 o C dimana kandungan air berkurang menjadi 5-7 berat air karena penguapan. Uap air yang terbentuk dialirkan menuju kondensor untuk diembunkan. Penguapan kandungan air tahap kedua dilakukan pada extruder no 2 yang mempunyai diameter 250 mm dan panjang 3,3 m. Suhu pada extruder no 2 berharga o C, uap yang terbentuk dialirkan dan dicampur dengan uap dari extruder no 1 untuk diembunkan pada kondensor. Hasil solidifikasi keluar dari extruder no 2 mempunyai kandungan air < 0,5 % berat air. Hasil solidifikasi ditampung dalam drum 220 liter. Di fasilitas nuklir MOL-Belgia dan fasilitas nuklir BARSEBEK-Swis, solidifikasi limbah dengan matriks bitumen dilakukan dengan sistem bituminasi yang serupa seperti yang ada di Perancis. PROSES BITUMINASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK FASILITAS PAF-PKG Sludge (lumpur) aktif hasil proses biooksidasi limbah radioaktif cair organik fasilitas PAF-PKG mempunyai aktivitas alfa pada nilai 0,4 α 40,2 Bq/liter (atau 1,80x10-8 α 1,08x10-6 Ci/m 3 ), beta pada harga 1173 β 4100 Bq/liter (atau 3,167x10-5 β 1,107x10-4 Ci/m 3 ) dan kadar padatan total % berat. Radionuklida dalam limbah tersebut berasal dari batuan fosfat yang mengandung uranium alam (99,27 % U-238, 0,7205 % U- 235, dan 0,0056 % U-234) yang kemudian meluruh menjadi radionuklida anak luruhnya. Sesuai Tabel 1 terlihat bahwa unsur radioaktif dalam limbah tersebut merupakan pemancar alfa (α) dan beta (β), dan karena unsur radioaktif pemancar beta mempunyai waktu paroh yang lebih pendek dari unsur radioaktif pemancar alfa maka aktivitas beta dalam limbah berharga lebih besar dari aktivitas alfa-nya seperti hasil proses yang ditunjukkan pada Tabel 2. Sesuai Tabel 3, limbah tersebut masuk dalam klasifikasi limbah alfa aktivitas rendah atau sedang yang aktivitasnya tidak melebihi 1 Ci/m 3 atau dapat diabaikan setelah 300 tahun, oleh karena itu bitumen (aspal) dan plastik polimer adalah matriks solidifikasi yang terpilih untuk digunakan. Bitumen (aspal) adalah pilihan untuk solidifikasi sludge aktif limbah PAF-PKG, karena sludge tidak mengandung nitrat dan nitrit serta amonia, dan melalui pemadatan dengan bitumen maka ada kesempatan mengambil kembali uraniumnya dengan menggunakan pelarut (Tabel 4). Hasil solidifikasi harus memenuhi kualifikasi uji lindih, saat ada air merembes ke dalamnya unsur radioaktif yang terkait rembesan air yang keluar harus tidak boleh melebihi nilai standar pada Tabel 5. Bitumen yang sering digunakan adalah bitumen padat, baik dari residu destilasi minyak bumi dan residu hasil oksidasi seperti ditunjukkan pada Tabel 6, maupun bitumen alam, karena bitumen padat mudah dan aman dalam penanganannya, saat akan dicampur dengan limbah pelelehannya mudah dilakukan. Dalam proses bituminasi, suhu operasi dipilih agar pelelehan bitumen dapat berlangsung dan penguapan sisi cairan dapat terjadi secara efektif. Sesuai Tabel 7, suhu pelunakan bitumen yang digunakan di fasilitas nuklir Tokai JAERI mempunyai harga 48,5 o C sedangkan flash point-nya 340 o C, kondisi suhu operasi bituminasi diskontinyu pada o C (lihat Tabel 8) sudah menjamin lelehan bitumen bercampur limbah dan penguapan sisa cairan dapat berlangsung dengan baik. Pada suhu operasi o C merupakan suhu aman, tidak ada resiko penyalaan bahan yang dapat menimbulkan kebakaran. Data hasil pemadatan dengan bitumen yang dilakukan di Tokai JAERI ditunjukkan pada Tabel 9. Pada operasi bituminasi kontinyu seperti yang dilakukan di fasilitas nuklir MARCOULE-Perancis, penghilangan kadar air/cairan dilakukan melalui dua tahap yaitu pada suhu 130 o C pada tahap 1 untuk mencapai kadar air 5-7 % dan suhu o C pada tahap 2 untuk mencapai kandungan air kurang dari 0,5 %. Pada kadar padatan total 50 % berarti dalam sludge terdapat fraksi berat padatan 50 % dan fraksi berat cairan 50 %. Padatan tersebut mempunyai komponen penyusun biomassa bakteri yang mengandung unsur radioaktif hasil biosorpsi dan P 2 O 5, sedangkan cairannya berkomposisi solven (pelarut organik) dan air. Dalam proses 108

11 biooksidasi komponen solven akan diuraikan oleh bakteri menjadi karbon dioksida dan air, sehingga kadar COD dan BOD nya memenuhi baku mutu air, konsentrasi zat organik dalam sludge sama dengan konsentrasi dalam beningan. Hasil proses biooksidasi sesuai Tabel 2 ditunjukkan bahwa nilai COD dan BOD dalam beningan berturut-turut berharga 51 dan 21 ppm. Adanya nilai COD dan BOD tersebut menunjukkan bahwa dalam beningan dan sludge masih terdapat sedikit solven yang komponennya terdiri dari D2EHPA, TOPO dan kerosin. Flash point dari D2EHPA, TOPO dan kerosin berturutturut mempunyai harga 180 o C, 110 o C, dan 37,8 o C. Harga fire point dari D2EHPA, TOPO, dan kerosin berturut-turut adalah 410 o C, 281 o C, dan 97 o C. Mengingat bahwa sludge aktif yang akan dibituminasi masih mengandung cairan fraksi berat sekitar 50%, maka langkah awal operasi yang harus dilakukan adalah proses filtrasi sehingga diperoleh padatan atau cake dengan kadar air < 10 %. Cake tersebut dicampur dengan lelehan bitumen pada suhu o C sambil diaduk, air/cairan akan menguap sehingga kadar air kurang dari 0,5 %. Produknya ditampung dalam wadah, kemudian hasil solidifikasi disimpan di fasilitas penyimpanan sementara (Interim Storage). Kadar solven dalam cairan sudah sangat rendah, sisa cairan berkomposisi utama air, sedang solven sudah diuraikan menjadi CO 2 dan air pada waktu proses biooksidasi. Jadi tidak ada resiko terbakarnya solven karena uap yang timbul didominasi uap air. Uap cairan kemudian diembunkan dalam kondensor. KESIMPULAN Sludge aktif hasil proses biooksidasi limbah radioaktif cair organik dari pemurnian asam fosfat mengandung U-238 dan radionuklida anak luruhnya, beraktivitas alfa pada nilai 0,4 α 40,2 Bq/liter (atau 1,80x10-8 α 1,08x10-6 Ci/m 3 ), beta pada harga 1173 β 4100 Bq/liter (atau 3,167x10-5 β, 1,107x10-4 Ci/m 3 ), dan kadar padatan total % berat, COD dan BOD berturut-turut 51 ppm dan 22 ppm. Limbah tersebut tidak mengandung nitrat dan nitrit serta amonia, termasuk dalam klasifikasi limbah alfa, bisa disolidifikasi dengan matriks plastik polimer atau bitumen. Bitumen merupakan matriks pilihan untuk solidifikasi sludge aktif limbah dari fasilitas PAF-PKG, karena kandungan uraniumnya suatu saat bisa diambil kembali dengan menggunakan pelarut. Pada nilai COD 51 ppm dan BOD 21 ppm, konsentrasi sisa pelarut organik dalam sludge aktif sudah sangat kecil, dan sisa tersebut masuk di dalam filtrat saat dilakukan filtrasi terhadap limbah sebelum bituminasi. Sludge yang dibituminasi mengandung < 10 % berat air. Suhu operasi bituminasi pada o C merupakan suhu aman, dimana lelehan aspal dan limbah dapat bercampur sempurna, penguapan sisa cairan dapat berlangsung tanpa adanya resiko terjadinya penyalaan bahan dan tanpa adanya resiko kebakaran. DAFTAR PUSTAKA 1. MANSON BENEDICT et.al, Nuclear Chemical Engineering, Second Edition, McGraw-Hill Book Company, New York, Keputusan Kepala Bapeten No. 01/Ka- BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, Jakarta (1999). 3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep.02/MENLH/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, (1998). 4. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 02/Ka.Bapeten/V- 99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan, (1999). 5. ZAINUS SALIMIN, GUNANDJAR, DAN ACHMAD ZAID, Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Organik Dari Kegiatan Dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat Petrokimia Gresik Melalui Proses Oksidasi Biokimia, Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VI, ITS, Surabaya, 10 Agustus TAILLARD, D., Traitment et Conditionement des Dechets Solid de Faible et Moyenne Activity, Communaute Europeennes, INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Immobilization of Low and Intermediate Level Radioactive Waste With Polimer, Technical Report Series No. 187, UEA, Vienna,

12 8. IAEA, Characterization of Radioactive Waste Forms and Packages, Technical report Series No. 383, International Atomic Energy Agency, Vienna, SALIMIN, Z., dan WALMAN, E., Immobilisasi Limbah Radioaktif Pemancar Alfa Dengan Matriks Plastik Polimer Epoksi, Prosiding Seminar Nasional II Plastik dan Lingkungan, Yogyakarta, 30 Juni TAILLARD, D., Traitment et Conditionement des Dechets Solid de Faible et Moyenne Activity, Communaute Europeennes, ZAINUS SALIMIN, Study on Intermediate Level Radioactive Wastes Processing Treatment, Final Technical Report, Tokai Research Establishment, Japan Atomic Energy Reseach Institute (JAERI), November

PEMADATAN SLUDGE HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS RESIN EPOKSI

PEMADATAN SLUDGE HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS RESIN EPOKSI PEMADATAN SLUDGE HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS RESIN EPOKSI Zainus Salimin, Wati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK PEMADATAN

Lebih terperinci

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT DENGAN MATRIKS CAMPURAN BITUMEN DAN PASIR

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT DENGAN MATRIKS CAMPURAN BITUMEN DAN PASIR ABSTRAK IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT DENGAN MATRIKS CAMPURAN BITUMEN DAN PASIR Mirawaty, Gunandjar Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN IMOBILISASI

Lebih terperinci

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Telah dilakukan analisis limbah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN

PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN Gunandjar Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN Kawasan Puspiptek Serpong

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF SEMI CAIR DENGAN CARA SEMENTASI

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF SEMI CAIR DENGAN CARA SEMENTASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF SEMI CAIR DENGAN CARA SEMENTASI ABSTRAK Bambang Sugito, Irwan Santoso Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF SEMI CAIR DENGAN CARA SEMENTASI :

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH

PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH Winduwati S., Suparno, Kuat, Sugeng Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN

Lebih terperinci

KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF PADAT TAK TERKOMPAKSI MENGGUNAKAN MATRIKS SEMEN

KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF PADAT TAK TERKOMPAKSI MENGGUNAKAN MATRIKS SEMEN KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF PADAT TAK TERKOMPAKSI MENGGUNAKAN MATRIKS SEMEN Bung Tomo Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) BATAN, Serpong Email untuk korespondensi : bungtomo@batan.go.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH SOLVENT ORGANIK DARI PROSES PEMURNIAN ASAMFOSFAT DENGAN METODE OKSIDASIBIOKIMIA

PENGOLAHAN LIMBAH SOLVENT ORGANIK DARI PROSES PEMURNIAN ASAMFOSFAT DENGAN METODE OKSIDASIBIOKIMIA ARTIKEL PENGOLAHAN LIMBAH SOLVENT ORGANIK DARI PROSES PEMURNIAN ASAMFOSFAT DENGAN METODE OKSIDASIBIOKIMIA Zainus Salimin, Gunandjar, Sugeng Purnomo, Wati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF HASIL DEKOMISIONING FASILITAS PAF-PKG MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC DENGAN PROSES SINTERING

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF HASIL DEKOMISIONING FASILITAS PAF-PKG MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC DENGAN PROSES SINTERING IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF HASIL DEKOMISIONING FASILITAS PAF-PKG MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC DENGAN PROSES SINTERING ABSTRAK Endang NuraenI, Gunandjar Pusat Teknologi Limbah radioaktif-batan

Lebih terperinci

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar (ditunjukkan dalam skema di Gambar A.1) proses pengelolaan

Lebih terperinci

Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016)

Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016) Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016) No Jenis Karakteristik Pewadahan Keterangan 1. cair aktivitas total radionuklida pemancar gamma: 10-6 Ci/m 3 2.10-2 Ci/m 3 (3,7.10 4 Bq/m 3 7,14.10 8 Bq/m 3

Lebih terperinci

TKS 4406 Material Technology I

TKS 4406 Material Technology I TKS 4406 Material Technology I Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Definisi Aspal adalah material hitam atau coklat tua, pada

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN LIMBAH RESIN DAN BAHAN ADITIF (BETONMIX) TERHADAP KARAKTERISTIK HASIL SEMENTASI

PENGARUH KANDUNGAN LIMBAH RESIN DAN BAHAN ADITIF (BETONMIX) TERHADAP KARAKTERISTIK HASIL SEMENTASI Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565 Volume 13 Nomor 1 Juni 2010 (Volume 13, Number 1, June, 2010) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LlMBAH HASIL SEMENTASI. Siswanto Hadi, Mardini, Suparno Pusat Teknologi Umbah Radioa~,tif, BATAN

KARAKTERISASI LlMBAH HASIL SEMENTASI. Siswanto Hadi, Mardini, Suparno Pusat Teknologi Umbah Radioa~,tif, BATAN Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852-2979 KUALITAS KARAKTERISASI LlMBAH HASIL SEMENTASI Siswanto Hadi, Mardini, Suparno Pusat Teknologi Umbah Radioa~,tif, BATAN ABSTRAK KARAKTERISASI

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI Herlan Martono, Wati, Nurokhim Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR SECARA EVAPORASI DAN SEMENTASI

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR SECARA EVAPORASI DAN SEMENTASI ABSTRAK PROSES PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR SECARA EVAPORASI DAN SEMENTASI Irwan Santoso, Bambang Sugito, Tri Salyo, Suparno Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN PROSES PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

PRARANCANGAN SISTEM LOADING DAN UNLOADING PADA KOLOM PENUKAR ION PENGOLAH LIMBAH RADIOAKTIF

PRARANCANGAN SISTEM LOADING DAN UNLOADING PADA KOLOM PENUKAR ION PENGOLAH LIMBAH RADIOAKTIF PRARANCANGAN SISTEM LOADING DAN UNLOADING PADA KOLOM PENUKAR ION PENGOLAH LIMBAH RADIOAKTIF Husen Zamroni, R. Sumarbagiono, Subiarto, Wasito Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PRARANCANGAN SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Tri Suyatno, Nurimaniwathy -BATAN, Yogyakarta Email : ptapb@batan.go.id ABSTRAK PREPARASI LIMBAH

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT Subiarto, Cahyo Hari Utomo Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK DARI FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT PT. PETROKIMIA GRESIK DENGAN METODE OKSIDASI BIOKIMIA

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK DARI FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT PT. PETROKIMIA GRESIK DENGAN METODE OKSIDASI BIOKIMIA PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK DARI FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT PT. PETROKIMIA GRESIK DENGAN METODE OKSIDASI BIOKIMIA ABSTRAK Endang Nuraeni Pusat teknologi Limbah Radioaktif-BATAN PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

Lebih terperinci

GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI.

GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI. GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI. ABSTRAK Herlan Martono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA بسم هللا الرحمن الرحيم TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA Tugas Pengolahan Limbah dan Sampah David Aprilansyah Kurniawaty (1205015060) Siti Khodijah Fahrizal Teknik Pengolahan Limbah Cair

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Nurimaniwathy, Tri Suyatno BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail :ptapb@batan.go.id ABSTRAK KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK Ngatijo, Rahmiati, Asminar, Pranjono Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK. Telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC Gunandjar Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

IMOBILISASI LlMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI PROSES PENGOLAHAN LlMBAH RADIOAKTIF CAIR SECARA KIMIA DENGAN KOAGULAN FERI KLORIDA MENGGUNAKANSEMEN

IMOBILISASI LlMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI PROSES PENGOLAHAN LlMBAH RADIOAKTIF CAIR SECARA KIMIA DENGAN KOAGULAN FERI KLORIDA MENGGUNAKANSEMEN Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahlln 26 ISSN 852-2979 IMOBILISASI LlMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI PROSES PENGOLAHAN LlMBAH RADIOAKTIF CAIR SECARA KIMIA DENGAN KOAGULAN FERI KLORIDA MENGGUNAKANSEMEN

Lebih terperinci

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI ABSTRAK OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI Kuat Heriyanto, Sucipta, Untara. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Desember 2015 Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell TIARA GAVIRARIESA¹, SILVIA

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT HASIL DEKOMISIONING FASILITAS INSTALASI PEMURNIAN ASAM FOSFAT PETROKIMIA GRESIK

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT HASIL DEKOMISIONING FASILITAS INSTALASI PEMURNIAN ASAM FOSFAT PETROKIMIA GRESIK ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT HASIL DEKOMISIONING FASILITAS INSTALASI PEMURNIAN ASAM FOSFAT PETROKIMIA GRESIK Bung Tomo, Irwan Santoso Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) BATAN, Serpong

Lebih terperinci

UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA

UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA Sahat M. Panggabean, Yohan, Mard!ni Pusat Pengembangan Pengelolaan Lirl1bah Radioaktif ABSTRAK, UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

PE GARUH KO DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADIO UKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI

PE GARUH KO DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADIO UKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI PE GARUH K DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADI UKLIDA DARI HASIL SLIDIFIKASI Herlan Martono, Wati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK PE GARUH K DISI PE YIMPA A DA AIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. ASPAL Aspal adalah bahan alam dengan komponen kimia utama hidrokarbon, hasil explorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga cair, tidak larut dalam larutan asam encer dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN.

KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN. KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN Aisyah, Herlan Martono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN 181 PENGARUH WAKTU KNTAK DAN PERBANDINGAN FASA RGANIK DENGAN FASA AIR PADA EKSTRAKSI URANIUM DALAM LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN EKSTRAKTAN DI-2-ETIL HEKSIL PHSPHAT Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH TERKONTAMINASI AKTINIDA DENGAN METODE REDUKSI VOLUME

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH TERKONTAMINASI AKTINIDA DENGAN METODE REDUKSI VOLUME PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH TERKONTAMINASI AKTINIDA DENGAN METODE REDUKSI VOLUME Bung Tomo *) ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH TERKONTAMINASI AKTINIDA

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF ABSTRAK Herlan Martono, Aisyah, Wati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF.

Lebih terperinci

Pengolahan Minyak Bumi

Pengolahan Minyak Bumi Primary Process Oleh: Syaiful R. K.(2011430080) Achmad Affandi (2011430096) Allief Damar GE (2011430100) Ari Fitriyadi (2011430101) Arthur Setiawan F Pengolahan Minyak Bumi Minyak Bumi Minyak bumi adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF SNI 19-6447-2000 METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF DAFTAR ISI Daftar isi 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Pengertian 4. Hal-Hal Yang Diuji Pada Instalasi Pengolahan Lumpur Aktif 5. Ketentuan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR Fosfor termasuk unsur bukan logam yang cukup reaktif, sehingga tidak ditemukan di alam dalamkeadaan bebas. Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros, yang berarti memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat

Lebih terperinci

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 3 (2015)

Tersedia online di:  Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 3 (2015) PENGARUH WAKTU DAN PH TERHADAP PENYISIHAN COD, TSS DAN LOGAM BERAT KHROMIUM PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENYAMAKAN KULIT DENGAN PROSES OKSIDASI BIOKIMIA 1 Priska Dwi Puspita *), Zainus Salimin **), Titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Phthalic Acid Anhydride (1,2-benzenedicarboxylic anhydride) Phthalic acid anhydride pertama kali ditemukan oleh Laurent pada tahun 1836 dengan reaksi oksidasi katalitis ortho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM No. 12/ Tahun VI. Oktober 2013 ISSN 1979-2409 EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM Endang Sukesi I dan Suliyanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -BATAN

Lebih terperinci

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN 79 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 No. 2 KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN Luluk Edahwati dan Suprihatin Program Studi Teknik Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit Komoditas kelapa sawit memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan/oleochemical serta produk samping/limbah. Limbah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dan dipersiapkan secara optimal adalah masalah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi DEFINISI Penghalang (barrier). Suatu penghalang fisik yang mencegah atau menunda pergerakan (misalnya migrasi) radionuklida atau bahan lain diantara komponenkomponen dalam sistem. Penghalang, ganda (barrier,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF RINGKASAN Jenis dan tingkat radioaktivitas limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian fasilitas nuklir bervariasi, oleh karena itu diperlukan proses penyimpanan

Lebih terperinci

Studi Pemanfaatan Limbah Karbon Aktif sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus pada Campuran Beton Ringan (Studi Kasus di PT PETRONIKA)

Studi Pemanfaatan Limbah Karbon Aktif sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus pada Campuran Beton Ringan (Studi Kasus di PT PETRONIKA) Studi Pemanfaatan Limbah Karbon Aktif sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus pada Campuran Beton Ringan (Studi Kasus di PT PETRONIKA) Ryan Ardiansyah 1*, Moch. Luqman Ashari 2, Denny Dermawan 3 1 Program

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LOGAM BERAT DARI LIMBAH CAIR DENGAN TANNIN. Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif

PENGOLAHAN LOGAM BERAT DARI LIMBAH CAIR DENGAN TANNIN. Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif PENGOLAHAN LOGAM BERAT DARI LIMBAH CAIR DENGAN TANNIN Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif ABSTRAK PENGOLAHAN LOGAM BERAT DARI LIMBAH CAIR DENGAN TANNIN. Telah dilakukan

Lebih terperinci

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN Analisis aspek lingkungan dalam studi kelayakan bisnis mengacu pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ) yang disusun oleh konsultan AMDAL. Di Indonesia AMDAL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir Ds Ciwaruga, Bandung 40012

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INDUSTRI KIMIA DAN PERKEMBANGANNYA Saat ini, perhatian terhadap industri kimia semakin meningkat karena berkurangnya pasokan bahan baku dan sumber energi serta meningkatnya

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH (1) Prayatni Soewondo, Edwan Kardena dan Marisa Handajani Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2009

PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH (1) Prayatni Soewondo, Edwan Kardena dan Marisa Handajani Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2009 PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH (1) Prayatni Soewondo, Edwan Kardena dan Marisa Handajani Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2009 Air Limbah (Wastewater) Pengolahan Air Limbah Tujuan:

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS DESTILAT, DOUBTFUL EFFLUENT DAN ACTIVE EFFLUENT UNTUK TINDAK LANJUT PELEPASAN PADA TAHUN 2012

ANALISIS KUALITAS DESTILAT, DOUBTFUL EFFLUENT DAN ACTIVE EFFLUENT UNTUK TINDAK LANJUT PELEPASAN PADA TAHUN 2012 Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun ISSN 0852-2979 ANALISIS KUALITAS DESTILAT, DOUBTFUL EFFLUENT DAN ACTIVE EFFLUENT UNTUK TINDAK LANJUT PELEPASAN PADA TAHUN Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah

I. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pada tahun 2010 usaha tahu di Indonesia mencapai angka 84.000 unit usaha. Unit

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci