STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)"

Transkripsi

1 STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) FAJAR PRASETYA RIZKIKURNIADI

2 Selayang Pandang Dwelling time petikemas impor adalah lama waktu yang dihitung sejak petikemas dibongkar dari kapal sampai dengan petikemas keluar pelabuhan (World Bank). Gambar disamping adalah dwelling time petikemas impor dari beberapa pelabuhan. Dampak dari dwelling time yang tinggi : Kinerja terminal terganggu, tidak ada lahan penumpukan untuk petikemas bongkaran Biaya logistik semakin tinggi Hari Dwelling Time Petikemas Impor Sumber : Artakusuma, 2012 & Takola, 2013

3 Dwelling Time Petikemas Impor Petikemas impor dibongkar Perhitungan dwell time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya dalam penelitian ini sama seperti definisi dari World Bank yaitu sejak petikemas dibongkar sampai keluar dari pintu utama terminal, yaitu pintu Terminal Petikemas Surabaya. Proses Impor Pintu keluar TPS DOCUMENTS CONTAINER Petikemas dibongkar dari kapal Stacking ke lapangan penumpukan Pindah ke area behandle (khusus jalur merah) Proses pengambilan petikemas impor (Delivery) Pre Clearance Customs Clearance Post Clearance Mengurus Permohonan Impor Barang (PIB) Pembayaran Pajak & Bea Cukai Verifikasi dokumen dan Pemeriksaan Fisik (jalur merah) Rilis Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) Bayar jasa TPS Trucking menuju TPS

4 Petikemas Impor di Terminal Petikemas Surabaya Jumlah Petikemas Impor di PT TPS Dwelling Time Petikemas Impor di PT TPS 700, , , , , , , ,000 6 TEUs Hari 5 300, , , Tahun Tahun Sumber : TPS, 2014 Sumber : TPS, 2014 Oleh karena itu, penulis membuat studi penelitian mengenai pengurangan dwelling time petikemas khusus impor di Terminal Petikemas Surabaya dengan pendekatan simulasi untuk menjawab kondisi diatas.

5 Rumusan Masalah Sehubungan dengan pemaparan yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam Tugas Akhir ini adalah : 1. Apa faktor faktor utama yang berpengaruh terhadap dwelling time petikemas impor di pelabuhan? 2. Bagaimana peran faktor faktor utama tersebut dalam penentuan dwelling time petikemas impor? 3. Bagaimana pengurangan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya?

6 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari Tugas Akhir ini sebagai berikut : 1. Mengetahui faktor faktor utama yang berpengaruh terhadap dwelling time petikemas impor di pelabuhan. 2. Mengetahui peran faktor faktor utama tersebut terhadap penentuan dwelling time petikemas impor. 3. Merancang konsep kegiatan operasional untuk mengurangi dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya.

7 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan agar Tugas Akhir yang dilakukan tetap fokus dan tidak menyimpang dengan tujuan yang diinginkan, maka studi ini diarahkan pada : 1. Penelitian dilakukan khusus untuk petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya. 2. Petikemas yang dijadikan penelitian adalah petikemas full container load (FCL). 3. Petikemas ekpor, dan proses overbrengen tidak dimasukkan pada penelitian ini. 4. Standar operasional prosedur yang diikuti adalah yang diterapkan di Terminal Petikemas Surabaya. 5. Data sekunder yang didapat dalam penelitian ini merupakan data pada tahun Model simulasi diskrit menggunakan program Arena Selama penelitian, faktor eksternal (kondisi perekonomian, politik dan sosial) diasumsikan dalam keadaan stabil.

8 Metodologi Penelitian 1 Pengumpulan & Pengolahan Data 2 Modelling 3 Running Model 4 Analisis 5 Kesimpulan & Saran

9 Hari Dwelling Time Petikemas Impor Tahun January February March April May June July August September October November December Bulan Dalam gambar disamping, pola distribusi dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya memiliki distribusi normal dengan rata rata 7.61 hari tiap bulan dan standar deviasi 1.3.

10 Perhitungan Dwelling Time Petikemas Impor Proses dokumen terdiri dari proses pre clearance, proses customs clearance, dan proses post clearance. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dwelling time petikemas impor dapat dihitung sebagai berikut: DT = TP + TCC + TPC DT = Dwelling time petikemas impor TP = Lama waktu pre clearance TCC = Lama waktu customs clearance TPC = Lama waktu post clearance

11 Komposisi Dwelling Time di TPS 6.00 Proses Dwelling Time di TPS Tahun 2013 Prosentase Dwelling Time di TPS Pre - Clearance Custom Clearance Post Clearance 5.00 Hari % Pre - Clearance Custom Clearance Post Clearance 52% % Bulan

12 Komposisi Dwelling Time di TPS (Jalur Merah) Hari Proses Dwelling Time (Jalur Merah) di TPS Tahun 2013 Pre - Clearance Custom Clearance Post Clearance January February March April May June July August September October November December Bulan Prosentase Dwelling Time (Jalur Merah) di TPS Pre - Clearance Custom Clearance Post Clearance 18% 40% 42%

13 Jalur Bea Cukai Petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya terdapat 5 jalur Bea Cukai, yaitu : Jalur Hijau, Jalur Kuning, Jalur Merah, Jalur MITA Non Prioritas dan Jalur MITA Prioritas. Prosentase Jumlah Petikemas Sesuai Jalur Bea Cukai di TPS Dwelling Time Sesuai Jalur Bea Cukai di TPS Hijau % 10% 11% 8% 51% Kuning Merah MITA non prioritas MITA prioritas Hari Hijau Kuning Merah MITA non prioritas Jalur Bea Cukai MITA prioritas

14 HASIL SIMULASI

15 Skenario Pertama Kondisi Eksisting Proses Kondisi Eksisting Bongkar Muat Kapal (Jam) Lead Time Truk Impor (Jam) Arus Barang Hari Dwelling Time Tahun Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas Jalur Bea Cukai 5.86 MITA Prioritas 7.69 Rata - rata Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Rata - rata Hari Hari Dwelling Time Tahun Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas Jalur Bea Cukai 5.77 MITA Prioritas 7.56 Rata - rata Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Rata - rata 7.42 Dwelling Time Tahun Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas Jalur Bea Cukai 5.83 MITA Prioritas 7.75 Rata - rata Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Rata - rata

16 Skenario Pertama Kondisi Eksisting Dwelling Time Petikemas Impor Hari Tahun Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Rata - rata Dari hasil simulasi tiga tahun tersebut, dapat ditarik hasil bahwa rata rata dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya yaitu 7.67 hari.

17 Perbandingan Dwelling Time Petikemas Impor di TPS Hari Rata - rata Real sistem Simulasi

18 Bottleneck Dari proses simulasi kondisi eksisting, ditemukan bahwa bottleneck atau kepadatan terjadi di beberapa titik pada setiap jalur. Seperti yang dapat kita lihat pada Tabel dibawah, dibagi dalam 3 proses. Proses Bottleneck Pre Clearance Pembuatan Surat Kepemilikan Importir Mengurus PIB Pembayaran Pajak Bea Cukai Custom Clearance Verifikasi Laporan Pemeriksaan Fisik Post Clearance Pembayaran Bank Pembuatan Interchage Truk menuju TPS

19 Skenario Kedua (Pre Clearance) Untuk mengurangi waktu pre clearance berikut beberapa upaya : 1. Peningkatan jumlah importir MITA Prioritas sebesar 15%. Berdasarkan hak istimewa yang dimiliki oleh jalur MITA Prioritas dalam hal pembayaran pajak dan bea cukai. 2. Kesiapan importir dalam mengurus syarat - syarat dokumen PIB seperti B/L dan DO dari pelayaran, invoice dari barang tersebut dan packing list Dwelling Time Skenario Kedua (Pre Clearance) Hari Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Rata - rata Jalur

20 Skenario Ketiga (Pre Clearance & Custom Clearance) Sementara upaya-upaya untuk mengurangi proses bea cukai khususnya di jalur Merah dan jalur Kuning adalah : 1. Petikemas impor yang terkena Jalur Merah dan harus dilakukan pemeriksaan fisik untuk diletakkan di CFS (Container Freight Station) milik Terminal Petikemas Surabaya, agar mempercepat proses pemeriksaan fisik, karena ruangan itu tertutup dan tidak terkendala cuaca. 2. Regulasi untuk menentukan petugas maksimal satu hari setelah surat permohonan fisik oleh importir selesai dibuat. Hari Dwelling Time Skenario Ketiga (Pre Clearance dan Custom Clearance) Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Rata - rata Jalur

21 Skenario Keempat (Pre Clearance, Custom Clearance & Post Clearance) Upaya untuk mengurangi waktu dalam post clearance adalah sebagai berikut : 1. Kesiapan pihak importir dalam menyiapkan gudangnya dalam menerima petikemas impor. 2. Kesiapan pihak trucking dalam menyiapkan armada truk pengambil petikemas impor. 3. Regulasi terhadap petikemas impor yang sudah terbit SPPB setelah dua hari akan dipindah ke TPS Lini II atau overbrengen Dwelling Time Skenario Keempat (Pre Clearance, Custom Clearance, Post Clearance) 7.52 Hari Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Rata - rata Jalur

22 Analisis Dari skenario skenario yang telah dimunculkan, output simulasi rata rata dwelling time petikemas impor menunjukkan bahwa dari kondisi eksisting yaitu 7.67 hari, turun 21% pada skenario kedua sebesar 6.11 hari, kemudian pada skenario ketiga turun lagi 8% menjadi 5.60 hari dan terkahir pada skenario keempat turun 13% berada diangka 4.85 hari.

23 Kesimpulan Kesimpulan 1. Proses pre clearance, custom clearance dan post clearance pada jalur dokumen memiliki peran penting. 2. Pada proses pre clearance memiliki pengaruh terhadap dwelling time petikemas impor sebesar 52%, proses custom clearance memiliki prosentase 20% dan proses post clearance sebesar 28%. 3. Sedangkan petikemas behandle memiliki prosentase pre clearance sebesar 40%, untuk proses custom clearance memliki pengaruh terhadap dwelling time petikemas impor sebesar 42% dan proses post clearance sebesar 18%. 4. Pada proses pre clearance, dengan menaikkan jumlah importir di Jalur MITA Prioritas sebesar 15%. Sedangkan pada proses custom clearance pemindahan area behandle kedalam CFSTerminal Petikemas Surabaya. Untuk proses post clearance, memberlakukan regulasi jika Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) lebih dari 2 hari, maka akan dipindah ke TPS Lini II atau overbrengen. Jika hal tersebut dilakukan, maka dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya pada kondisi eksisting simulasi tahun 2013 sebesar 7.67 hari turun 36,77% menjadi 4.85 hari pada hasil simulasi tahun 2014.

24 Saran Saran 1. Model simulasi selanjutnya mampu menggambar proses petikemas Less Container Load (LCL) dan sekaligus memasukkan proses overbrengen kedalam parameter dwelling time petikemas impor. 2. Model simulasi selanjutnya mampu menggambarkan proses petikemas impor yang memiliki skala prioritas (Holtikultura). 3. Model penelitian selanjutnya mampu menghitung keuntungan atau nilai tambah yang ditimbulkan akibat pengurangan dwelling time petikemas impor yang terjadi.

25 TERIMAKASIH Di Dunia Transportasi Laut Tidak Ada yang Tetap Kecuali Perubahan

26 LAMPIRAN - LAMPIRAN

27 Tinjauan Penelitian Terdahulu Aspek penelitian (Aziz, 2013) (TAKOLA, 2013) (Rizkikurniadi, 2014) Model simulasi Arena V V Model kepadatan dengan penambahan kapal dan pelabuhan V Dwelling time petikemas impor Analisis hubungan dwelling time dengan YOR V V V Data waktu bongkar muat di terminal Proses dokumen petikemas impor Model pengurangan dwelling time petikemas impor V V V V

28 Model Simulasi Barang

29 Model Simulasi Dokumen

30 Model Simulasi Dokumen (2)

31 Model Simulasi Dokumen (3) Pre Clearance Custom Clearance (Jalur Merah) Post Clearance

32 Proses Pre Clearance Petikemas Impor yang masuk ke TPS Shipping Line lapor manifest kapal ke BC 1x24 jam sebelum kapal sandar Kapal memberi tahu Shipping Line kapan akan sandar Importir tidak bisa input sebelum petikemas stack di CY Keputusan Jalur oleh BC Hijau 51.42% Kuning 8.27% Merah 11.09% MITA Non 9.71% MITA Prioritas 19.51% Hijau Kuning Merah MITA non - Prioritas MITA Prioritas Pemberitahuan barang datang oleh Pelayaran ke Importir Shipping Line terbitkan B/L ke Importir Shipping Line terbitkan B/L ke Importir Shipping Line terbitkan B/L ke Importir Shipping Line terbitkan B/L ke Importir Shipping Line terbitkan B/L ke Importir Dikirim ke Shipping Line lagi Importir buat surat bukti kepemilikan barang + B/L tsb Importir buat surat bukti kepemilikan barang + B/L tsb Importir buat surat bukti kepemilikan barang + B/L tsb Importir buat surat bukti kepemilikan barang + B/L tsb Importir buat surat bukti kepemilikan barang + B/L tsb Delivery Order syarat pengambilan barang di TPS Shipping Line memberikan DO ke Importir Shipping Line memberikan DO ke Importir Shipping Line memberikan DO ke Importir Shipping Line memberikan DO ke Importir Shipping Line memberikan DO ke Importir PRE CLEARANCE Bawa Invoice, Packing List, dan B/L Mengurus PIB ke BC Mengurus PIB ke BC Mengurus PIB ke BC Mengurus PIB ke BC Mengurus PIB ke BC Pembayaran Pajak dan Bea Cukai Pembayaran Pajak dan Bea Cukai Pembayaran Pajak dan Bea Cukai Pembayaran Pajak dan Bea Cukai Importir dapat nomor PIB Importir dapat nomor PIB Importir dapat nomor PIB Importir dapat nomor PIB Importir dapat nomor PIB

33 Proses Custom Clearance BC menerbitkan SPJM Importir membuat surat permohonan pemeriksaan fisik ke TPS Cetak CEIR Behandle Daftar Pemeriksa ke Bea Cukai Penentuan Petugas Pemindahan petikemas ke area behandle CUSTOM CLEARANCE Pemeriksaan fisik Verifikasi Laporan Verifikasi Laporan SPPB terbit SPPB terbit SPPB terbit SPPB terbit SPPB terbit

34 Proses Post Clearance Importir minta stempel FIAT ke BC di gate Importir minta stempel FIAT ke BC di gate Importir minta stempel FIAT ke BC di gate Importir minta stempel FIAT ke BC di gate Importir minta stempel FIAT ke BC di gate Menggunakan sistem warkat dana Bayar jasa terminal ke Bank Bayar jasa terminal ke Bank Bayar jasa terminal ke Bank Bayar jasa terminal ke Bank Bayar jasa terminal ke Bank Isi blanko warkat dana di TPS Beli blanko warkat dana di TPS Beli blanko warkat dana di TPS Beli blanko warkat dana di TPS Beli blanko warkat dana di TPS Bayar di bank seputar Tj. Perak + validasi Bayar di bank seputar Tj. Perak + validasi Bayar di bank seputar Tj. Perak + validasi Bayar di bank seputar Tj. Perak + validasi Bayar di bank seputar Tj. Perak + validasi POST CLEARANCE Importir membuat Interchange (Surat Permohonan Pengeluaran Barang ke TPS) Importir membuat Interchange (Surat Permohonan Pengeluaran Barang ke TPS) Importir membuat Interchange (Surat Permohonan Pengeluaran Barang ke TPS) Importir membuat Interchange (Surat Permohonan Pengeluaran Barang ke TPS) Importir membuat Interchange (Surat Permohonan Pengeluaran Barang ke TPS) Syarat : SPPB / DO / Interchange / Warkat dana Importir ke loket impor untuk cetak CEIR Importir ke loket impor untuk cetak CEIR Importir ke loket impor untuk cetak CEIR Importir ke loket impor untuk cetak CEIR Importir ke loket impor untuk cetak CEIR CEIR terbit CEIR terbit CEIR terbit CEIR terbit CEIR terbit Importir memberikan CEIR ke trucking Importir memberikan CEIR ke trucking Importir memberikan CEIR ke trucking Importir memberikan CEIR ke trucking Importir memberikan CEIR ke trucking Membawa CEIR, SPPB stempel FIAT, copy DO Truk menuju gate TPS Truk menuju gate TPS Truk menuju gate TPS Truk menuju gate TPS Truk menuju gate TPS Petikemas keluar sistem

35 Hasil Simulasi Eksisting Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Jalur Jumlah Petikemas (TEUs) Prosentase (%) Dwelling Time (Hari) Waiting Time (Jam) Jalur Jumlah Petikemas (TEUs) Prosentase (%) Dwelling Time (Hari) Waiting Time (Jam) Jalur Jumlah Petikemas (TEUs) Prosentase (%) Dwelling Time (Hari) Waiting Time (Jam) Hijau 272, % Kuning 43, % Merah 57, % MITA non Prioritas 52, % MITA Prioritas 103, % Rata - rata Hijau 284, % Kuning 45, % Merah 59, % MITA non Prioritas 54, % MITA Prioritas 108, % Rata - rata Hijau 273, % Kuning 43, % Merah 57, % MITA non Prioritas 52, % MITA Prioritas 104, % Rata - rata

36 Skenario Kedua Tahun 2014 Jalur Jumlah Dwelling Waiting Prosentase Petikemas Time Time (%) (TEUs) (Hari) (Jam) Hijau 193, % Kuning 43, % Merah 57, % MITA non Prioritas 52, % MITA Prioritas 184, % Rata - rata Hari Jam Dwelling Time Skenario Kedua y = 6.611e x R² = % 10% 15% 20% 25% Skenario Penambahan Jumlah MITA Prioritas Dwelling Time Expon. (Dwelling Time) Waiting Time Skenario Kedua y = e x R² = % 10% 15% 20% 25% Skenario Penambahan Jumlah MITA Prioritas Waiting Time Expon. (Waiting Time)

37 Skenario Ketiga Tahun 2014 Jalur Jumlah Waiting Prosentase Dwelling Petikemas Time (%) Time (Hari) (TEUs) (Jam) Hijau 208, % Kuning 47, % Merah 61, % MITA non Prioritas 56, % MITA Prioritas 197, % Rata - rata

38 Skenario Keempat Tahun 2014 Jalur Jumlah Waiting Prosentase Dwelling Petikemas Time (%) Time (Hari) (TEUs) (Jam) Hijau 198, % Kuning 45, % Merah 59, % MITA non Prioritas 54, % MITA Prioritas 188, % Rata - rata

39 Perbandingan Output Jumlah Petikemas (TEUs) Jalur Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Hijau Kuning Merah MITA non Prioritas MITA Prioritas Total Dwelling Time (Hari) Jalur Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Hijau 7,32 5,73 5,54 4,81 Kuning 8,71 7,18 6,69 5,59 Merah 12,18 10,90 8,25 7,52 MITA non Prioritas 7,32 6,09 5,54 4,81 MITA Prioritas 5,82 4,79 4,59 3,89 Rata - rata 7,67 6,11 5,60 4,85 Waiting Time (Jam) Jalur Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Hijau 18,41 6,84 8,37 5,03 Kuning 18,36 8,43 8,56 5,00 Merah 36,04 31,98 9,06 5,69 MITA non Prioritas 18,37 7,83 8,36 5,05 MITA Prioritas 7,02 4,24 5,38 2,76 Rata - rata 19,64 8,87 7,42 4,32

40 Analisis Skenario 9.00 Dwelling Time (Hari) y = e x R² = S S S4 Dwelling Time (Hari) Expon. (Dwelling Time (Hari))

41 Jumlah Petikemas Impor di TPS 60,000 Jumlah Petikemas Impor di Terminal Petikemas Surabaya Tahun Teus 55,000 50,000 45,000 40,000 35, ,000 January February March April May June July August September October November December Bulan Dari gambar disamping, kita dapat mengetahui bahwa pola distribusi dari jumlah petikemas impor yang ditangani oleh Terminal Petikemas Surabaya yaitu distibusi normal dengan rata rata petikemas impor TEUs tiap bulan dan standart deviasinya

42 Pola Distribusi Proses Dwelling Time Pre Clearance Gambar disamping menunjukkan bahwa proses pre clearance dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya memiliki distribusi normal dengan rata rata 4.46 hari dan standart deviasinya Post Clearance Custom Clearance Gambar disamping menunjukkan bahwa proses custom clearance dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya memiliki distribusi normal dengan rata rata 1.67 hari dan standart deviasinya Gambar diatas menunjukkan bahwa proses pre clearance dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya memiliki distribusi normal dengan rata rata 2.36 hari dan standart deviasinya

43 Pola Distribusi Proses Dwelling Time (Jalur Merah) Pre Clearance (Jalur Merah) Gambar disamping menunjukkan bahwa proses pre clearance (Jalur Merah) dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya memiliki distribusi normal dengan rata rata 5.43 hari dan standart deviasinya Post Clearance (Jalur Merah) Custom Clearance (Jalur Merah) Gambar diatas menunjukkan bahwa proses post clearance (Jalur Merah) dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya memiliki distribusi exponential dengan fungsi EXPO 2.49 dan square error Gambar disamping menunjukkan bahwa proses custom clearance (Jalur Merah) dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya memiliki distribusi normal dengan rata rata 5.72 hari dan standart deviasinya 2.96

44 Input Entitas Jenis distribusi dan persamaan untuk waktu kedatangan kapal adalah, sebagai berikut: Distribution : Exponential Expression : EXPO(9.94) Square Error : Jenis distribusi dan persamaan untuk jumlah dokumen impor adalah, sebagai berikut: Distribution : Normal Expression : NORM (284, 119) Square Error :

45 Input Entitas (2) Jenis distribusi dan persamaan untuk jumlah petikemas bongkar adalah, sebagai berikut: Distribution : Normal Expression : NORM (488,238) Square Error : Jenis distribusi dan persamaan untuk jumlah petikemas muat adalah, sebagai berikut: Distribution : Normal Expression : NORM (488,204) Square Error :

46 Jalur Bea Cukai

47 Jalur Bea Cukai (2) 1. Jalur Merah Untuk importir baru, jalur merah akan diterapkan serta sebagai untuk kategori importir atau barang risiko tinggi, barang diimpor kembali dan barang impor negara negara berisiko tinggi. Untuk jalur merah, perlu untuk melakukan verifikasi baik dari semua dokumen yang diperlukan serta pemeriksaan fisik. 2. Jalur Kuning Jalur kuning berlaku, misalnya, jika item tertentu memiliki spesifikasi khusus atau dokumen untuk importir dengan risiko kemampuan keuangan rendah. Pada jalur kuning pemeriksaan menyeluruh dokumen berlangsung. 3. Jalur Hijau Jalur hijau diterapkan untuk importir dan impor barang, yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana tercantum dalam jalur merah, misalnya, importir barang dengan risiko rendah dan kemampuan keuangan memadai. Jalur hijau hanya menyangkut dokumen pemeriksaan, setelah itu barang bisa dilepaskan segera.

48 Jalur Bea Cukai (3) 4. Mitra Utama (MITA) Non-Prioritas Jalur Jalur MITA Non Prioritas diterapkan untuk importir prioritas seperti yang didefinisikan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai memenuhi persyaratan tertentu seperti memiliki area bisnis standar (sifat bisnis), catatan yang baik dan dapat diandalkan dengan sistem manajemen. Pada jalur MITA Non Prioritas intervensi minimal dilakukan, tanpa fisik inspeksi dan verifikasi dokumen kecuali ekspor barang yang diimpor. 5. Mitra Utama (MITA) Jalur Prioritas Jalur MITA Prioritas diterapkan untuk prioritas importir seperti yang didefinisikan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai yang memenuhi persyaratan tertentu seperti memiliki area bisnis standar (sifat bisnis), catatan yang baik dan dapat diandalkan dengan sistem manajemen dan memiliki aset yang diasuransikan di bawah Direktur Umum Bea Cukai. Jalur MITA Prioritas berarti baik pemeriksaan fisik maupun verifikasi dokumen; Deklarasi Impor (PIB) tidak perlu manifest dan itu diperbolehkan untuk melakukan pembayaran secara berkala.

49 Uji Kecukupan Data N 1 k s N Xi 2 Xi 2 Xi 1 2, N N Dimana : N1 = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan. K = Tingkat kepercayaan dalam pengamatan.(k = 2, 1-α=95%) S = Derajat ketelitian dalam pengamatan (5%) N = Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan. Xi = Data pengamatan. Data pengamatan dianggap cukup apabila N1 lebih besar dari N.

50 Uji Kecukupan Data (2) 1. Uji kecukupan data waktu kedatangan kapal Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa jumlah data yang dibutuhkan adalah 666 data. Dan data yang dikumpulkan adalah 698 data, sehingga data yang dikumpulkan telah mencukupi untuk dilakukan proses data selanjutnya. 2. Uji kecukupan data jumlah dokumen impor Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa jumlah data yang dibutuhkan adalah 666 data. Dan data yang dikumpulkan adalah 699 data, sehingga data yang dikumpulkan telah mencukupi untuk dilakukan proses data selanjutnya. 3. Uji kecukupan data petikemas bongkar Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa jumlah data yang dibutuhkan adalah 371 data. Dan data yang dikumpulkan adalah 699 data, sehingga data yang dikumpulkan telah mencukupi untuk dilakukan proses data selanjutnya. 4. Uji kecukupan data petikemas muat Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa jumlah data yang dibutuhkan adalah 379 data. Dan data yang dikumpulkan adalah 699 data, sehingga data yang dikumpulkan telah mencukupi untuk dilakukan proses data selanjutnya.

51 Teori Distribusi Distribusi Eksponensial Distribusi eksponensial sering kali mengambarkan pola-pola kedatangan waktu antar kedatangan suatu entiti dalam suatu komponen. Tetapi pada umumnya kurang cocok untuk menggambarkan waktu tunda (delay times) dalam suatu proses. Distribusi Normal Distribusi ini dapat dijumpai hampir semua kejadian disekitar kita, misal pada hasil inspeksi produk cacat, penyebaran nilai ujian, tingkat pertumbuhan tananaman dan lain sebagainya.

52 Arus Barang di Terminal Petikemas

53 Metpen Identifikasi Masalah Dwelling time petikemas impor yang tinggi di Terminal Petikemas Surabaya Perumusan Masalah Pengurangan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya Tahap Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka Tahap Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data Data waktu bongkar muat Data petikemas yang ditangani Data dwelling time petikemas impor Data prosedur pengeluaran barang Data regulasi Pengolahan Data Perhitungan statistik jumlah petikemas impor tiap satuan waktu pada kondisi eksisting Activity Cycle Diagram (ACD) Tahap Pengumpulan & Pengolahan Data Modelling Sistem Cargo Flow dan Document Flow Eksisting Ya Tidak Verify Running Model Eksisting Tahap Modelling Ya Tidak Valid Eksperimen Skenario Tahap Simulasi Running Model Skenario Analisis hasil simulasi model eksisting Analisis hasil simulasi model skenario Tahap Analisa Hasil Simulasi Perbandingan Hasil Setiap Model Kesimpulan dan Saran Tahap Kesimpulan & Saran

54 Activity Circle Diagram

55 Validasi Pada Tabel berikut akan ditampilkan perhitungan validasi dengan metode Welch Confidence Interval. Real System (x1) merupakan data histori yang didapatkan dari perusahaan sedangkan x2 adalah hasil model simulasi. Replikasi Real System (x 1 ) Simulasi Jumlah Petikemas Impor (x 2 ) Rata-rata (x) Standar Deviasi (s) , ,140 Variansi (s 2 ) n 3 3 n-1 2 2

56 Validasi (2) H 0 = µ 1 - µ 2 = 0 H 1 = µ 1 - µ 2 0 α = 0,05 df = 2,00 df = (s12 n1 )2 +( s22 n2 )2 ( s12 n1 )2 S2 2 n1 1 +( n2 )2 n2 1 Dari perhitungan di atas, dilakukan pengolahan untuk mendapatkan t df,α/2, dengan df = 2,00 dan α = 0,05, maka didapatkan t 2, 0,025 sebesar 4,303. Maka, langkah selanjutnya dilakukan perhitungan hw dengan rumus sebagai berikut. s1 hw = t 2 df,α/2 + s22 n1 n2 hw = hw = 4,303 s12 + s22 n1 n2 Sehingga convidence interval yang dihasilkan adalah : P[(x1 x 2) hw µ 1 - µ 2 (x1 x 2) + hw] = 1-α µ 1 - µ Karena nilai 0 berada di antara di antara rentang µ 1 - µ 2 maka juga dapat dikatakan µ 1 - µ 2 = 0. Keputusan yang diambil adalah terima H 0. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu kondisi real system dengan simulasi tidak berbeda secara signifikan (model ini dapat disimpulkan valid).

57 Jumlah Replikasi c Simulasi Jumlah Petikemas Impor Pada Tabel berikut akan ditampilkan penentuan banyaknya replikasi dengan metode absolute dengan error yang akan ditanggung sebesar nilai half width hasil replikasi dan selang kepercayaan 95% Rata-rata Standar Deviasi ,140 n n-1 = 2 confidence interval = 95% α = 1-0,95 = 0,05 t (n-1, α/2) = 4,303 hw = t α s (n 1, )x 2 n hw = ,282 β = hw = ,282 n = ( (Z α/2) x s n = 1.32 n 2 β ) 2 = 3 (replikasi awal) Variansi N 3 N-1 2

58 Rotterdam - TPS No Pelabuhan Rotterdam Terminal Petikemas Surabaya 1 Pengambilan Barang Konektivitas jaringan intermoda dengan transportasi Cargo didominasi melalui jalan darat dan layanan darat sangat bagus, baik oleh kereta api atau jalan kapal pengumpan dari antar pulau. darat yang mulus 2 Tingkat Mekanisasi Tingkat mekanisasi sangat tinggi dengan teknologi Tingkat mekanisasi kurang, intensitas penggunaan terbaru yang diterapkan dalam semua peralatan tenaga kerja masih tinggi 3 Lokasi Pelabuhan Sebagian besar unit manufaktur terkait pelabuhan terletak di wilayah Pelabuhan; sehingga proses distribusi sangat cepat Sebagian besar perusahaan manufaktur terletak jauh dari pelabuhan, meskipun beberapa industri yang dekat pelabuhan seperti pabrik semen, pabrik tepung, pupuk, dan pakan 4 Ketersediaan Lahan Penumpukan Lahan penumpukan yang tersedia di Pelabuhan Lahan penumpukan yang terbatas, sehingga proses Rotterdam mampu menampung permintaan jumlah Overbrangen harus dilakukan untuk mengurangi petikemas dalam jumlah tinggi (mega port) YOR

59 Rotterdam TPS (2) 5 Ketersediaan Sumber Daya Tidak ada konsep penahanan preberthing sebagai Terminal membagi layanan dalam international dan menunggu kapal berlabuh dan mereka memiliki domestik. BOR cukup tinggi terutama pada akhir dermaga yang panjang sehingga dilakukan berthing window 6 Arus Informasi Tidak ada gerakan fisik kertas terkait sistem EDI (Electronic Data Interchange) hampir komunikasi yang terhubung satu sama lain dalam sepenuhnya dilaksanakan, namun intervensi manusia pelabuhan. Intervensi manusia hampir nihil dan semua dan pertukaranl dokumen secara manual masih pembayaran juga dilakukan elektronik dilakukan 7 Bea Cukai Di bawah kawasan Uni Eropa, proses Bea Cukai dapat Peraturan Bea Cukai harus diselesaikan baik di area dilakukan di luar tempat pelabuhan pelabuhan. 8 Proses Kerja Seluruh kegiatan pelabuhan dilakukan secara komputerisasi. Sehingga tidak perlu dilakukan secara manual Beberapa proses kerja terkomputerisasi dengan menggunakan ERP (Enterprise Resource Perencanaan) yang dikenal sebagai container terminal sistem operasi (CTO)

60 Singapura - TPS No Pelabuhan Singapura Terminal Petikemas Surabaya A Infrastruktur Fisik 1 Port Singapore Authority memiliki empat terminal yang memiliki panjang dermaga TPS memiliki dua terminal yaitu internasional dengan panjang dermaga 1000 m meter, yang dapat mengakomodasi sekitar 41 kapal petikemas sekaligus dan domestik 450 m, yang dapat mengakomodasi 7 kapal di waktu yang sama 2 Area yang tersedia di Singapura Port untuk empat terminal adalah sekitar 425 hektar 3 Meskipun tanah langka di Singapura, perluasan terminal dilakukan dengan reklamasi tanah dari laut dan tidak dibatasi oleh kendala akuisisi lahan Area yang tersedia yaitu sekitar 45 hektar Tidak ada rencana untuk daerah ekspansi, bahkan untuk reklamasi. Namun, terminal memiliki luas back- up untuk ekspansi sekitar 6 ha 4 Sarat kapal yang masuk lebih kurang16 m. Dan ada tidak ada pembatasan pada kapal generasi terbaru Rancangan untuk international adalah - 10 m dan domestik 5 m dan ada batasan pada terbaru kapal generasi 5 Jumlah crane dermaga di empat terminal di PSA Singapura adalah 131 unit Total jumlah crane dermaga adalah 11 unit B Tingkat Mekanisasi 1 Tingkat mekanisasi sangat tinggi dan canggih dengan teknologi terbaru dalam Tingkat mekanisasi kurang, intensitas penggunaan tenaga kerja masih tinggi setiap bidang penanganan barang 2 Crane dioperasikan baik oleh staf di atas dan juga otomatisasi melalui pusat kontrol terminal. Langkah per jam adalah sekitar kotak Staf ditempatkan di dalam crane dan langkah per jam rata rata 22 kotak

61 Singapura TPS (2) C Karakteristik Penanganan Barang 1 Total volume petikemas yang ditangani di Singapura pada tahun 2011 adalah Total volume petikemas yang ditangani dalam Surabaya pada tahun ,9 juta TEUs adalah 1 juta TEUs 2 Petikemas yang ditangani kebanyakan adalah petikemas transhipment dan Petikemas yang ditangani baik ekspor dan impor hampir semuanya bukan karena itu tetap di terminal. Sehingga tidak perlu konektivitas antara pelabuhan transhipment. Sehingga konektivitas antara pelabuhan dan sarana pendukung dengan jalur darat harus baik. 3 Kebanyakan petikemas ditangani di Singapura yaitu transhipment dan petikemas Cargo untuk konsumsi lokal umumnya diturunkan dari kapal dan ditumpuk di untuk konsumsi lokal di Singapura dibongkar dari kapal langsung dengan truck halaman sebelum pengiriman ke sebelah CFS. CFS disini bukan zona losing dan dikirim ke zona perdagangan bebas di area pelabuhan untuk transaksi perdagangan bebas dan karena itu penundaan berlangsung untuk transaksi (prosedur dan pembayaran). Jarak tempuh ke lokasi tersebut sekitar 5 15 (prosedur dan pembayaran ) menit 4 Arus melalui sistem gerbang izin truk untuk masuk ke Pelabuhan terminal dalam Dalam beberapa kasus, petikemas harus menunggu di depan gerbang untuk waktu 25 detik. Dengan metode ini, sekitar 8000 trailer ditangani per hari pada waktu yang cukup lama untuk melakukan transaksi terutama di peak season. rata-rata 700 per trailer jam puncak. Ini sepenuhnya otomatis dan paperless D Proses Kerja 1 Seluruh operasi dan pengelolaan terminal dilakukan secara elektronik. EDI Proses kerja sebagian komputerisasi menggunakan Container Terminal Sistem memastikan bahwa tidak ada kertas transaksi. Melalui Portnet pihak pelabuhan, Operasi (CTO) terutama untuk operasi kapal, operasi yard dan pemantauan. pemerintah dan jasa pengguna pelabuhan dapat terhubung satu sama lain terkait untuk penanganan petikemas dengan kegiatan pelabuhan. Dan penggunaan tersebut dapat dimulai 72 jam sebelum kapal tiba 2 Tidak ada intervensi manusia dan tidak ada transaksi menggunakan kertas Masih ada beberapa intervensi manusia dan pertukaran dokumen secara manual masih dilakukan 4 PSA beroperasi murni secara komersial dan memiliki operator pelabuhan sebagai TPS beroperasi murni secara komersial dan memiliki operator pelabuhan pihak regulasi sebagai pihak regulasi

62 Singapura TPS (3) E Bea Cukai 1 Di PSA sebagian besar petikemas yang dilayani adalah petikemas Prosedur Bea Cukai harus diselesaikan pada area pelabuhan transhipment, sehingga proses Bea Cukai tidak diperlukan disana 2 Area yang dijadikan zona perdagangan bebas juga tidak terkena proses kepabeanan Tidak ada fasilitas zona perdagangan bebas yang disediakan disediakan di TPS Pelabuhan Tanjung Perak F Sumber Daya Manusia 1 Tenaga kerja mempunyai tingkat IT yang tinggi dan memiliki Tenaga kerja belum memiliki multiskilled, namun dalam bekerja multiskilled serta disiplin yang baik kedisiplinan tenaga kerja baik 2 Buruh disediakan oleh agen stevedoring yang beroperasi di bawah lisensi yang disediakan oleh Pelabuhan dan Pemerintah Buruh disediakan oleh agen stevedoring yang beroperasi di bawah lisensi yang disediakan oleh Pelabuhan dan Pemerintah

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) Fajar Prasetya Rizkikurniadi, Murdjito Program Studi Transportasi Laut Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan. Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan. Usaha mengurangi inefisiensi dalam proses bisnis

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP Prosedur Pelaporan Pajak Impor Barang Di PT. Lintas Niaga Jaya. sampai dengan clearance documenct. Seperti B/L, PIB, dll.

BAB 4 PENUTUP Prosedur Pelaporan Pajak Impor Barang Di PT. Lintas Niaga Jaya. sampai dengan clearance documenct. Seperti B/L, PIB, dll. 45 BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan Pembahasan mengenai Prosedur Pelaporan Pajak Impor barang pada PT. Lintas Niaga Jaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 4.1.1. Prosedur Pelaporan Pajak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sebelum laporan Tugas Akhir yang penulis kerjakan, telah banyak penelitian terdahulu yang memiliki pembahasan yang sama mengenai ekspor dan impor, hal ini

Lebih terperinci

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE Oleh: Rudy Sangian Senior Consultant at Supply Chain Indonesia Dwelling time masih menjadi permasalahan yang harus

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA)

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271) 1 STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA) Wenny Ananda Larasati,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Perusahaan PT GHINA ANUGERAH LESTARI merupakan salah satu perusahaan jasa transportasi (Freight Forwarder) di Jakarta yang melayani jasa pengiriman barang

Lebih terperinci

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuk barang

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Utama, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17550, Jawa Barat, Indonesia Telp (62 21) 2908 2908, Fax (62 21) 2908

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran memiliki peran penting dalam perdagangan antar negara saat ini. Kemampuan kapal-kapal besar yang mampu mengangkut barang dalam jumlah besar dengan biaya

Lebih terperinci

Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 05 Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Profesi Ekspor dan Impor Dalam Menghadapi Asean Economic Community (AEC) 05 Jakarta, Maret 04 Mandat,

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, perdagangan lokal maupun internasional mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Setiap negara memiliki kebutuhan

Lebih terperinci

ZONASI KAWASAN PABEAN. di PELABUHAN TANJUNG PRIOK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIPAPARKAN DALAM:

ZONASI KAWASAN PABEAN. di PELABUHAN TANJUNG PRIOK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIPAPARKAN DALAM: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ZONASI KAWASAN PABEAN dan JOINT GATE TPS di PELABUHAN TANJUNG PRIOK DIPAPARKAN DALAM: SOSIALISASI OPTIMALISASI TINDAKAN KARANTINA SEBELUM RESPON KEPABEANAN DI TEMPAT

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA)

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA) ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA) *Muhammad Imam Wahyudi,**Setyo Nugroho. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan *Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan PT Mitra Kargo Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan dan pengurusan atas kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),

Lebih terperinci

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG Contributed by Administrator Monday, 30 March 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 21/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA SISTEM BERJALAN

BAB 3 ANALISA SISTEM BERJALAN BAB 3 ANALISA SISTEM BERJALAN 3.1 Gambaran Umum Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT Bahtera Satria Adidaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengurusan jasa kepabeanan yang juga sudah mulai

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website : PELAKSANAAN PENGURUSAN DOKUMEN TENTANG IMPOR BARANG TERKAIT DENGAN DWELLINGTIME DI PELABUHAN PANJANG BANDAR LAMPUNG Akhwan Caesar Sanjaya*, Rinitami Njatrijani, Hendro Saptono, Program Studi S1 Ilmu Hukum,

Lebih terperinci

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA 62 6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA Pendahuluan Bila dilihat dari segi lingkup pelayaran yang dilayani, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Singapura merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Perusahaan 3.1.1 Riwayat Perusahaan PT. Mega Segara merupakan salah satu perusahaan jasa transportasi di Jakarta Utara yang bergerak di bidang jasa pengiriman

Lebih terperinci

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-02/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 BISNIS PROSES KEGIATAN LOGISTIK A.

LAMPIRAN 1 BISNIS PROSES KEGIATAN LOGISTIK A. L1 LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1 BISNIS PROSES KEGIATAN LOGISTIK A. Bisnis Proses Kegiatan Pemindahan Lokasi Penumpukan ke Lapangan 215x L2 L3 L4 Bisnis Proses Kegiatan Pemindahan Lokasi Penumpukan (PLP)

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Tinjauan Tentang PT. Lentera Buana Jaya 3.1.1 Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang Freight Forwarder yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum. 1. Sejarah Perusahaan. PT Puninar Jaya didirikan pada tahun 1969 sebagai perusahaan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum. 1. Sejarah Perusahaan. PT Puninar Jaya didirikan pada tahun 1969 sebagai perusahaan BAB IV PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum 1. Sejarah Perusahaan PT Puninar Jaya didirikan pada tahun 1969 sebagai perusahaan Customs Brokerage. Puninar membantu pelanggan clearance cargo mereka untuk kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan jasa pelayanan bongkar dan muat peti kemas yang terletak di wilayah Pelabuhan Tanjung

Lebih terperinci

Data jumlah permintaan pengiriman untuk container ukuran 40 feet PT.Inti Persada Mandiri. PT.Indah Kiat Pulp & Paper Mills. April

Data jumlah permintaan pengiriman untuk container ukuran 40 feet PT.Inti Persada Mandiri. PT.Indah Kiat Pulp & Paper Mills. April L1 Lampiran 1 Data jumlah permintaan pengiriman untuk container ukuran 40 feet PT.Inti Persada Mandiri. Bulan PT.Pindo Deli Pulp & Paper Mills PT.Indah Kiat Pulp & Paper Mills PT.Indo Rama Synthetics PT.Ultra

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1899, 2015 Keuangan. Kepabeanan. Mitra Utama. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK.04/2015 TENTANG MITRA UTAMA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-26/BC/2007 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JL. Jenderal A. Yani Telepon : 4890308 Jakarta - 13320 Faksimili : 4890871 Kotak Pos 108 Jakarta - 10002 Kepada : 1. Sekretaris

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR A. PENGAWASAN DALAM REGISTRASI IMPORTIR

BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR A. PENGAWASAN DALAM REGISTRASI IMPORTIR BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR Pengawasan Pabean sebagai satu metode untuk mencegah dan mendeteksi adanya pelanggaran kepabeanan. A. PENGAWASAN DALAM

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia, jasa kepelabuhanan merupakan hal strategis untuk kebutuhan logistik berbagai industri dan perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan Judul : Pengaruh Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir Terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok Nama : Fidiniyucky Arbaningrum Kusuma NIM : 1306105033 ABSTRAK Dwelling Time adalah waktu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012 TENTANG UJICOBA PENERAPAN SISTEM PINTU OTOMATIS TEMPAT

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hasil Wawancara 1. Jabatan: Manajer Operasional PT. BARUGA CARGOTRANS. 1. PT. BARUGA CARGOTRANS perusahaan yang bergerak di bidang

LAMPIRAN. Hasil Wawancara 1. Jabatan: Manajer Operasional PT. BARUGA CARGOTRANS. 1. PT. BARUGA CARGOTRANS perusahaan yang bergerak di bidang L1 LAMPIRAN Hasil Wawancara 1 Dengan: Sandi Kurniawan Jabatan: Manajer Operasional PT. BARUGA CARGOTRANS Tanggal: 24 September 2012 1. PT. BARUGA CARGOTRANS perusahaan yang bergerak di bidang apa? dan

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 2.1.1.Sejarah Singkat Perusahaan PT. DMR adalah salah satu dari anak perusahaan PT. SSU. PT. SSU adalah perusahaan yang bergerak dibidang

Lebih terperinci

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth Latar belakang project Ease of Doing Business (EODB) Ease of Doing Busines

Lebih terperinci

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port 43 4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT Definisi dan Persyaratan Hub Port Berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2008 mengenai pelayaran pasal 72 ayat 2, pelabuhan laut secara hierarki terbagi

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA Disusun oleh: Femila Gita Ferninda 32411806 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1. Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan kerja praktek pada PT.SAMUDERA INDONESIA cabang bandung Jawa Barat penulis ditempatkan di bagian pemasaran dan

Lebih terperinci

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama)

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama) Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama) Ringkasan Depo Peti Kemas Pengawasan Pabean (DP3) adalah salah satu bentuk Fasilitas Lembaga Kepabeanan yang berfungsi

Lebih terperinci

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi melalui laut memainkan peran penting dalam sistem perdagangan. Berbagai jenis barang di seluruh dunia bergerak dari tempat satu ke tempat lainnya melalui laut.

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Utama, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17550, Jawa Barat, Indonesia Telp (62 21) 2908 2908, Fax (62 21) 2908

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG Mudjiastuti Handajani Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Semarang Jalan Soekarno-Hatta, Tlogosari,

Lebih terperinci

Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura

Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura Dr. Saut Gurning Fakultas Teknologi Kelautan ITS Jalan Arif Rahman Hakim, Keputih-Sukolilo, Surabaya,

Lebih terperinci

PROSEDUR KEPABEANAN BEA DAN CUKAI IMPOR BARANG PADA PT. PERTAMINA LUBRICANTS

PROSEDUR KEPABEANAN BEA DAN CUKAI IMPOR BARANG PADA PT. PERTAMINA LUBRICANTS PROSEDUR KEPABEANAN BEA DAN CUKAI IMPOR BARANG PADA PT. PERTAMINA LUBRICANTS Nama : Dinda Ningrum Gusliyati NPM : 52213554 Program Studi : DIII Manajemen Keuangan Pembimbing : Dr. Sri Murtiasih LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

BAB III DISKRIPSI OBJEK PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

BAB III DISKRIPSI OBJEK PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan BAB III DISKRIPSI OBJEK PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Mitra Kargo Indonesia merupakan salah satu forwarder besar di wilayah Semarang yang

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung A. PENDAHULUAN Setelah dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, arus kunjungan kapal ke Indonesia meningkat dengan drastis sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan No.1429, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Belawan. Tanjung Priuk. Tanjung Perak. Makassar. Long Stay. Pemindahan Barang. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 07 /BC/2007 TENTANG PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP - 61 /BC/2000 TENTANG TATACARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) Ivan Akhmad 1) dan Ahmad Rusdiansyah 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic

BAB I Pendahuluan. Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic Community (AEC). AEC merupakan bentuk integrasi antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara terutama

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 42/BC/2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

Performansi Dwelling Time Lima Pelabuhan Besar di Indonesia dan Langkah-Langkah Penanganan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

Performansi Dwelling Time Lima Pelabuhan Besar di Indonesia dan Langkah-Langkah Penanganan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI Performansi Dwelling Time Lima Pelabuhan Besar di Indonesia dan Langkah-Langkah Penanganan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI Latar Belakang Langkah-Langkah DJBC Outcome 13 Paket

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPERASIONAL GUDANG KONSOLIDASI

PENGENDALIAN OPERASIONAL GUDANG KONSOLIDASI No. Dokumen : P - OPS - 4 Tanggal terbit : 0 september 205 Revisi : 00 Halaman 2 dari 8 VII.. Penerimaan di Gudang Konsolidasi Penanggung Jawab Alur Proses Uraian Proses Target Pengguna Jasa Mengajukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak UU nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 Kapebeanan

Lebih terperinci

Amelia Febriani Kelompok 3 Buku Kerja Dokumen Produk Ekspor

Amelia Febriani Kelompok 3 Buku Kerja Dokumen Produk Ekspor 1. Jelaskan tiga dokumen yang diperlukan untuk mengurus pengiriman sebelum melaksanakan ekspor! a. Delivery Order (DO), yaitu surat dari perusahaan pelayaran sebagai jawaban dari shipping instruction b.

Lebih terperinci

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.540, 2017 KEMENHUB. Pelabuhan Utama Belawan. Pelabuhan Utama Tanjung Priok. Pelabuhan Utama Tanjung Perak. dan Pelabuhan Utama Makassar. Pemindahan Barang yang Melewati

Lebih terperinci

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW 3.1 GAMBARAN UMUM Terminologi dari UN/CEFACT, Single Window adalah sebuah sistem yang memungkinkan kalangan perdagangan (traders) cukup menyampaikan informasi kepada satu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri ekspor dan impor saat ini telah mengalami kemajuan secara signifikan. Perkembangan serta pertumbuhan tersebut harus diikuti dengan fungsi pengawasan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 83 /BC/1999 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES LATAR BELAKANG 1. Mengurangi dwelling time di pelabuhan, khususnya jangka waktu untuk pre-customs clearance 2. Mempercepat waktu penyampaian Inward Manifest yang pada akhirnya

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI DWELLING TIME 2016

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI DWELLING TIME 2016 RAHASIA SDT16 - PELABUHAN Triwulan - 2016 REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI DWELLING TIME 2016 Tujuan Survei : Memperoleh informasi tentang perkembangan waktu lamanya petikemas / barang berada

Lebih terperinci

Sistem Komputer Pelayanan Impor Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai

Sistem Komputer Pelayanan Impor Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Sistem Komputer Pelayanan Impor Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DASAR HUKUM UU Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan A. Ekspor BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA?

MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA? MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA? Rita Dwi Lindawati Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pendahuluan Seiring munculnya Peraturan

Lebih terperinci

Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO

Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO Kinerja Terminal Petikemas Surabaya Hasil pengolahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan yang sangat luas. Sebagai negara maritim luas wilayah laut yang mencakup wilayah pesisir dan lautannya memiliki luas 5,8

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-08/BC/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 158/PMK.04/2017

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 158/PMK.04/2017 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 158/PMK.04/2017 Direktorat Teknis Kepabeanan LATAR BELAKANG 1. Mengurangi dwelling time di pelabuhan, khususnya jangka waktu untuk pre-customs clearance 2. Mempercepat

Lebih terperinci

Dwelling Time in Tanjung Priok

Dwelling Time in Tanjung Priok Dwelling Time in Tanjung Priok Developed by Subdit Petikemas PT. PELABUHAN INDONESIA II (PERSERO) 0 Daftar Isi 1 Definisi Dwelling Time 2 Data Dwelling Time 3 Usulan Solusi Copyright 2014 by PT Pelabuhan

Lebih terperinci

ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS

ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS * Siti Dwi Lazuardi, **Firmanto Hadi. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan ** Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Transportasi Laut - Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.213, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Kawasan. Penimbunan Sementara. Tempat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.04/2015 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang rendah dalam melakukan muat-bongkar barang dan upah. terciptanya peti kemas (container) (Amir MS, 2004:111).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang rendah dalam melakukan muat-bongkar barang dan upah. terciptanya peti kemas (container) (Amir MS, 2004:111). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional sangat memerlukan adanya transportasi khususnya dibidang ekspor karena dapat memperlancar pengiriman barang sampai negara tujuan, barang-barang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada Untuk Memenuhi Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Belawan International Container Terminal (BICT) sebagai unit usaha PT.

BAB 1 PENDAHULUAN. Belawan International Container Terminal (BICT) sebagai unit usaha PT. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalur transportasi air/laut merupakan salah satu jalur transportasi yang paling sering digunakan untuk pengiriman barang dalam skala kecil sampai dengan skala besar,

Lebih terperinci