STUDI DESKRIPTIF IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ANAK BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI DESKRIPTIF IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ANAK BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI"

Transkripsi

1 STUDI DESKRIPTIF IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ANAK BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI Gabriella Larasati dan A. Rachmad Djati Winarno Fakultas Psikologis Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan psikologi anak berbakat di kelas akselerasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling dengan total subjek sebanyak 20 orang terdiri dari 14 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 3 Semarang. Untuk mengungkap kebutuhan-kebutuhan psikologis digunakan tes EPPS (Edwards Personal Preference Schedule) sebagai metode utama dan wawancara sebagai metode pendukung. Hasil penelitian menunjukkan lima kebutuhan tertinggi dan lima kebutuhan terendah. Lima kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan akan penonjolan diri (need of exhibition), kebutuhan penyesuian diri (need of intraception), kebutuhan berprestasi (need of achievement), kebutuhan menguasai (need of dominance), kebutuhan akan perubahan (need of change). Selanjutnya lima kebutuhan terendah yaitu kebutuhan keteraturan (need of order), kebutuhan kemandirian (need of autonomy), kebutuhan diperhatikan (need of succorance), kebutuhan heteroseksual (need of heterosexuality), kebutuhan menghormati (need of deference). Kata kunci : Kebutuhan Psikologis, Anak Berbakat, Kelas Akselerasi. 58

2 PENDAHULUAN Secara yuridis formal layanan pendidikan bagi anak berbakat telah didik yang memiliki kecerdasan dan keberbakatan istimewa. Pada penelitian Hewit dan Kitano mendapat tempat di dalam sistem (dalam Somantri 2006, h.170) pendidikan nasional. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 4 menyatakan bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Di samping itu juga dalam Pasal 12 Ayat 1b dikatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Rahmawati dan Surodijono (2007, h. 34) menyebutkan salah satu cara yang dilakukan pemerintah dalam hal pendidikan formal adalah dengan menyediakan kelas khusus bagi anakanak berbakat yang disebut akselerasi. Program akselerasi merupakan bagian dari kebijakan pendidikan jalur formal yang diberikan khusus kepada peserta ditemukan bahwa anak berbakat secara intelektual menunjukkan kemampuan berpikir analitis, integratif dan evaluatif, berorientasi pemecahan masalah, kemampuan verbal yang tinggi, serba ingin sempurna (perfectionist), memiliki cara lain dalam memahami dan mengolah informasi, memiliki fleksibilitas berpikir, berkemampuan melahirkan gagasan dan pemecahan orisinal, berorientasi evaluatif baik terhadap dirinya maupun orang lain, dan secara persisten berperilaku terarah kepada tujuan, menunjukkan motivasi dan kompetisi tinggi untuk berprestasi yang baik. Studi pendahuluan dilakukan pada 29 November 2014 dengan dua guru pengampu mata pelajaran dan dua guru BK yang menggambarkan bahwa kegiatan siswa akselerasi yang padat 59

3 dengan aktivitas akademis yang banyak, menyebabkan mereka tidak bisa berperan aktif dalam mengikuti kegitan di luar jam belajar, seperti ekstrakurikuler. Waktu mereka banyak digunakan untuk mengerjakan tugas, termasuk jam istirahat yang seharusnya dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan teman-teman tersita untuk mengerjakan tugas di dalam kelas. Hasil wawancara dengan empat siswa akselerasi juga mengungkapkan bahwa kebutuhan akan sumbangan yang luar biasa bagi masyarakat. Jika tidak, mereka dapat menjadi underachiever artinya seseorang yang kinerjanya dibawah kemampuannya, dan hal ini tidak hanya merugikan perkembangan dirinya tetapi juga merugikan masyarakat yang kehilangan bibit unggul untuk pembangunan negara (Munandar, 2004, v). Bedasarkan uraian latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui apa rasa ingin tahu mereka kurang dapat sajakah kebutuhan-kebutuhan terpenuhi oleh para guru. Akibatnya mereka harus mencari tahu sendiri halhal atau mata pelajaran yang belum mereka kuasai dengan bantuan internet atau pun dengan diskusi kelompok. Anak berbakat mempunyai kebutuhan dan masalah khusus apabila mendapat pembinaan yang tepat akan psikologis yang dimiliki oleh anak berbakat di kelas akselerasi? TINJAUAN PUSTAKA A. Anak berbakat 1. Pengertian Anak Berbakat Berdasarkan definisi Three- Ring Conception dari Renzulli dkk (dalam Munandar, 2009, memungkinkan mereka h.28), keberbakatan merupakan mengembangkan bakat dan kemampuannya secara utuh dan optimal sehingga mereka dapat memberi keterpautan antara kemampuan umum diatas rata-rata, kreativitas diatas rata-rata, dan 60

4 pengikatan diri terhadap tugas Treffinger (dalam Somantri 2006, h.170) mengungkapkan karakteristik unik yang dimiliki anak berbakat yaitu, memiliki rasa ingin (task commitment) atau motivasi internal. Menurut United States Office of Education (dalam Munandar, 2009, h.23) orangorang profesional tahu yang tinggi, mengidentifikasi anak berbakat berimajinasi, produktif, sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi independen dalam berpikir dan menilai, mau karena mempunyai mengeluarkan biaya lebih kemampuan-kemampuan yang untuk mendapatkan unggul. Anak-anak tersebut informasi dan mewujudkan memerlukan program ide-ide, memiliki pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar ketekunan, dalam bersikukuh menyelesaikan jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri. 2. Karakteristik dan Klasifikasi Anak Berbakat masalah, berkonsentrasi ke masa depan dan hal-hal yang belum diketahui, tidak hanyut pada masa lalu, terpaku hari ini, atau cepat puas pada hal-hal yang sudah diketahui. a. Karakteristik Anak Berbakat 61

5 b. Klasifikasi Anak Berbakat Tabel 1 Klasifikasi Anak berbakat menurut Gagne (Widyorini, 2014, h. 13) IQ Klasifikasi SD Persentase 112/115 Basically gifted +1 SD 15-20% 125/130 Moderately gifted +2 SD 2-4% Highly gifted +3 SD 0,01-0,003% Extremely gifted +4 SD 0,01-0,0001% 3. Masalah Anak Berbakat mengingat informasi Hasil Webb (dalam Widyorini, 2002, h.66) kemungkinan masalah yang timbul adalah menjadi tidak mengatakan bahwa sabaran. Memiliki rasa ingin karakteristik yang khas pada individu berbakat mendorong tahu yang tinggi dan memiliki motivasi dari dalam timbulnya kemungkinan masalah yang kebutuhankebutuhan yang kuat, sehingga timbul adalah tidak suka kadang-kadang problem. menimbulkan campur tangan dari orang lain. Senang menyelesaikan masalah Faktor-faktor kuat dan problem yang mungkin timbul diantaranya yaitu kemampuan untuk mudah menerima atau serta dapat membuat konsep, abstraksi dan sintesis kemungkinan masalah yang timbul adalah tidak suka hal- 62

6 hal yang bersifat rutin serta sekolah dan sebayanya. mempertanyakan cara Memiliki harapan yang tinggi pengajaran. Mencari hubungan sebab akibat kemungkinan masalah yang timbul adalah tidak menyukai hal yang tidak jelas dan tidak logis, misal tradisi dan perasaan. akan diri sendiri dan orang lain kemungkinan masalah yang timbul adalah menjasi tidak toleran, perfeksionis dan bisa menjadi depresi. Memiliki banyak akal atau kreatif serta Selanjutnya menekankan senang menggunakan caranya kejujuran, keadilan dan sendiri kemungkinan maslah kebenaran kemungkinan yang timbul adalah dianggap masalah yang timbul adalah menggangu dan di luar jalur. khawatir sekali akan masalah Berikutnya konsentrasinya kemanusiaan. Senang intensif; mencurahkan mengorganisasikan berbagai perhatian yang besar dan sulit hal kemungkinan masalah yang timbul adalah membuat peraturan yang rumit dan tampil bossy. Memiliki kosakata yang banyak, memiliki informasi yang luas dan mendalam kemungkinan masalah yang timbul adalah dibelokkan pada hal yang diminati kemungkinan masalah yang timbul adalah lupa akan kewajiban dan orang lain saat sedang konsentrasi dan tidak suka diganggu/ disela serta keras kepala. Sensitif, empati; ingin diterima orang lain memanipulasi menggunakan kemungkinan masalah yang bahasa; bosan dengan teman timbul adalah sensitif terhadap 63

7 kritik atau penolakan dari sebayanya. Memiliki energi dan semangat itnggi serta sangat alert kemungkinan masalah yang timbul adalah menjadi frustasi karena tidak ada kegiatan dan tampak humornya serta mencari perhatian di kelas dengan melawak. B. Pogram Akselerasi 1. Pengertian Program Akselerasi Program akselerasi adalah seperti hiperaktif. Independen, pemberian pelayanan memilih bekerja sendiri serta bertumpu pada diri sendiri kemungkinan masalah yang timbul adalah menolak masukan dari orang tua dan sebayanya serta tidak bisa pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam waktu yang lebih singkat kompromi. Memiliki dibanding teman-temannya bermacam-macam minat dan yang tidak mengambil program kemampuan; berubah-ubah tersebut. Artinya peserta didik kemungkinan masalahnya ialah tampil tidak terorganisasi dan berantakan serta dapat frustrasi karena kekurangan waktu. Memliki rasa humor yang tinggi kemungkinan masalah yang muncul adalah sebagian dapat salah menangkap kelompok ini dapat menyelesaikan pendidikan di SD/MI dalam jangka waktu 5 tahun, di SMP/MTs atau SMA/MA dalam jangka waktu 2 tahun. Pada aplikasi riilnya, pelaksanaan program aselerasi atau pengayaan/ pemberian 64

8 waktu belajar tambahan untuk memperluas dan memperdalam materi pelajaran (Direktorat Pembinaan Pendidikan Luar memiliki tujuan khusus, yaitu: agar peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat Biasa, Dirjenmandikdasmen, menyelesaikan pendidikan Depdiknas RI, 2007, h.33). 2. Tujuan dan Manfaat Program lebih cepat dan memacu kualitas atau mutu siswa Akselerasi a. Tujuan Program dalam kecerdasan meningkatkan spritual, Akselerasi Secara umum, menurut intelektual,dan secara berimbang. emosional Hawadi (2004, h.21-22) b. Manfaat Program penyelenggaraan program Akselerasi percepatan belajar atau akselerasi memiliki tujuan, Southern dan Jones (dalam Hawadi 2004, h.7) yaitu: memberikan menyebutkan beberapa pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki keuntungan pelaksanaan dari program karakteristik khusus dari akselerasi bagi anak aspek kognitif dan afektifnya dan memenuhi minat intelektual dan berbakat, meningkatkan belajar, yaitu: efisiensi meningkatkan perspektif masa depan peserta didik. Sementara itu, efektivitas, siswa telah mampu mencapai tingkat program percepatan belajar, tertentu sepantasnya 65

9 memperoleh penghargaan akselerasi dan membagi atas prestasi yang pernyataan tersebut menjadi dicapainya, meningkatkan empat kelompok karakteristik, waktu untuk karier, yang dapat disebut sebagai membuka siswa pada kelompok barunya. 3. Kekuatan dan Kelemahan kelemahan Kelemahan akselerasi akselerasi. program dikelompokkan Program Akselerasi Kekuatan atau kelebihan menurut Hawadi (2004, h. kedalam empat bidang, diantaranya, bidang akademis, bidang penyesuaian sosial, 127) yang dapat dijadikan hal yang rasional oleh pihak bidang ekstrakurikuler, aktivitas bidang sekolah menyelenggarakan dalam program penyesuaian emosional. 4. Seleksi Siswa Program percepatan yaitu: kecapakan anak terpupuk, meningkatkan efesiensi belajar, merupakan pengakuan atas prestasi yang Akselerasi Bagi siswa yang dapat mengikuti proses belajar dengan program akselerasi dimiliki, produktivitas. meningkatkan harus melalui tahap seleksi berdasarkan dua tahap Southern dan Jones identifikasi keberbakatan (dalam Hawadi, 2004, h.128) telah menghimpun berbagai pernyataan yang menentang diselenggarakannya program (Semiawan, 1997, h.71), yaitu: tahap penjaringan (screening), yang meliputi prestasi akademik di kelas dan tes 66

10 psikologi. Tahap kedua Murray menyimpulkan ada penyaringan (identifikasi 20 kebutuhan yang penting. final), merupakan tahap lanjutan dari tahap Dari 20 kebutuhan, terdapat 19 kebutuhan yang bersifat penjaringan; dengan psychogenic, yakni kebutuhan memberikan tes yang menujukkan kriteria anak berbakat yang meliputi tes inteligensi, tes kreativitas dan skala task commitment. C. Kebutuhan-kebutuhan Psikologis 1. Pengertian Kebutuhan Psikologis Murray (dalam Alwisol 2006, h. 218) mendefinisikan kebutuhan adalah konstruk yang kepuasannya tidak berhubungan dengan proses organik tertentu sehingga dipandang sebagai kebutuahn murni psikologikal (Alwisol, 2006, h ). Kebutuhankebutuhan tersebut adalah sebagai berikut. Kebutuhan merendah (need of abasement), kebutuhan berprestasi (need of mengenai kekuatan di bagian achievement), kebutuhan otak yang mengorganisir berbagai proses seperti persepsi, berfikir, dan berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak memuaskan. bergabung (need of affuliation), kebutuhan menyerang (need of aggresion), kebutuhan mandiri (need of autonomy), kebutuhan mengimbangi (need of 2. Macam-Macam Kebutuhan counteraction), kebutuhan Psikologis Menurut Murray membela diri (need of defendance), kebutuhan 67

11 menghormati (need of Peneliti memperkirakan anak deference), kebutuhan berbakat hanya memiliki tujuh menguasai (need of dominance), kebutuhan penonjolan diri (need of exhibition), kebutuhan menghindari bahaya (need of harm avoidance), kebutuhan menghindari rasa hina (need of macam kebutuhan yang dominan dari total 15 macam kebutuhan yang dikemukakan oleh Edwards dalam EPPS (Trisni dan Primastuti, 2013, h. 1-3). Analisis kebutuhan berdasarkan teori EPPS terhadap inavoidance), kebutuhan faktor-faktor kuat beserta masalah merawat/ memelihara (need of yang ditimbulkan akibat nurturance), kebutuhan keberbakatan mengarah pada tujuh keteraturan (need of order), kebutuhan permainan (need of play), kebutuhan penolakan (need of rejection), kebutuhan keharuan (need of sentience), kebutuhan seks (need of sex), kebutuhan membuat orang iba (need of succorance), kebutuhan pemahaman (need of understanding) D. Deskripsi Kebutuhan Psikologis Anak Berbakat di Kelas Akselerasi kebutuhan anak berbakat, yaitu sebagai berikut. Mempunyai banyak akal atau kreatif, bermacam-macam minat dan kemampuan tergolong dalam kebutuhan akan perubahan (need of Change) dalam teori EPPS. Kebutuhan-kebutuhan diatas dapat memungkinkan timbulnya masalah berupa dianggap mengganggu dan diluar jalur, frustrasi karena tidak ada kegiatan serta tampak seperti hiperaktif. Senang mengorganisasi berbagai hal tergolong dalam 68

12 kebutuhan menguasai (need of Dominance) dalam teori EPPS. Kebutuhan tersebut memungkinkan timbulnya masalah berupa membuat peraturan yang rumit serta tampil bossy. Rasa humor yang tinggi tergolong dalam kebutuhan akan penonjolan diri (need of Exhibition) dalam teori EPPS. Kebutuhan tersebut dapat memungkinkan timbulnya masalah berupa sebagian orang dapat salah menangkap humornya dan mencari perhatian di kelas dengan melawak. Konsenterasinya intensif serta mencuruhkan perhatian yang besar dan sulit dibelokkan padahal yang diminati, memiliki motivasi dari dalam, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tergolong dalam kebutuhan berprestasi (need of Achievement) dalam teori EPPS. Kebutuhan tersebut dapat menimbulkan masalah berupa lupa kewajiban dan orang lain saat sedang konsentrasi, tidak suka campur tangan dari orang lain, tidak suka disela atau diganggu, keras kepala. Independen, memilih bekerja sendiri; bertumpu pada diri sendiri masuk ke dalam kebutuhan mandiri (need of Autonomy) dalam teori EPPS. Kebutuhan tersebut dapat memungkinkan timbulnya masalah berupa menolak masukan dari orang tua dan sebayanya dan tidak bisa kompromi. Menekankan kejujuran, keadilan dan kebenaran tergolong dalam kebutuhan memelihara (need of Nurturance) dalam teori EPPS. Kebutuhan tersebut dapat menimbulkan masalah berupa perasaan khawatir akan masalah kemanusiaan. Sensitif, empati serta ingin diterima oleh orang lain, memiliki harapan yang tinggi akan diri sendiri dan orang lain tergolong dalam kebutuhan penyesuaian diri (need 69

13 of Intraception) dalam teori EPPS. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat memungkinkan timbulnya masalah berupa sensitif terhadap kritik atau penolakan dari sebayanya dan tidak toleran, perfeksionis serta bisa menjadi depresi. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Subjek Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah siswa siswi SMA N 3 Semarang yang ada di kelas akselerasi angkatan 2014 berjumlah 20 orang. Metode Analisis Data Pada penelitian ini hasil analisis data berupa ranking dari hasil pengukuran tes EPPS subjek. 70

14 HASIL PENELITIAN Tabel 5.2 Kebutuhan-kebutuhan psikologis anak berbakat di kelas akselerasi secara umum dalam tes EPPS NO NEED RANKING 1. Kebutuhan penonjolan diri (need of exhibition) 1 2. Kebutuhan penyesuaian diri (need of intraception) 2 3. Kebutuhan berprestasi (need of achievement) 3 4. Kebutuhan menguasai (need of dominance) 4 5. Kebutuhan akan perubahan (need of change) 5 6. Kebutuhan bergabung (need of affiliation) 6 7. Kebutuhan merendah (need of abasement) 7 8. Kebutuhan memelihara (nedd of nurturance) 8 9. Kebutuhan untuk bertahan (need of endurance) Kebutuhan menyerang (need of aggresion) Kebutuhan keteraturan (need of order) Kebutuhan mandiri (need of autonomy) Kebutuhan diperhatikan (need of succorancce) Kebutuhan heteroseksual (ned of heterosexuality) Kebutuhan menghormati (need of deference) 15 71

15 a. Kebutuhan- kebutuhan psikologis anak berbakat di kelas akselerasi secara umum Berdasarkan hasil tes EPPS secara umum didapatkan hasil bahwa kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan penonjolan diri (need 155,5. Kebutuhan merendah (need of abasement) menunjukkan hasil sebesar 162. Kebutuhan untuk bertahan (need of endurance) menunjukkan hasil sebesar 166. Kebutuhan memlihara (need of of exhibition) menunjukkan nurturance) menunujukkan hasil sebesar 66,5. Pada kebutuhan penyesuaian diri (need of intraception) menunjukkan hasil sebesar 79,5. hasil sebesar 166. Berikutnya kebutuhan menyerang (need of aggresion) menunjukkan hasil sebesar 167. Kebutuhan berprestasi (need of Berikutnya kebutuhan achievement) menunjukkan keteraturan (need of order) hasil sebesar 93,5. Kebutuhan menguasai (need of dominance) menunjukkan hasil sebesar 105. Lalu kebutuhan akan perubahan (need of change) menunjukkan hasil sebesar 153. menunjukkan hasil sebesar 186. Kebutuhan kemandirian (need of autonomy) menunjukkan hasil sebesar 196. Kebutuhan diperhatikan (need of succorance) menujukkan hasil Selanjutnya kebutuhan sebesar 204,5. Kebutuhan bergabung (need of affiliation) menunjukkan hasil sebesar heteroseksual (need of heterosexsuality) menunjukkan 72

16 hasil sebesar 241,5. Lalu kebutuhan terendah yaitu kebutuhan menghormati (need of deference) menunjukkan hasil sebesar 273. b. Kebutuhan-kebutuhan psikologis anak berbakat di kelas akselerasi berdasarkan perbedaan jenis kelamin Kebutuhan penonjolan diri (need of exhibition) pada jenis kelamin laki-laki menunjukkan hasil sebesar 19 sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebesar 47,5. Kebutuhan penyesuaian diri (need of intraception) pada jenis kelamin laki-laki menunjukkan hasil Masing-masing kategori sebesar 17 sedangkan pada jenis menunjukkan need yang berbeda-beda namun terdapat beberapa need yang memiliki kesamaan dan dengan hasil mean yang tidak jauh berbeda. Peneliti menemukan kesamaan kebutuhan tertinggi dan kebutuhan terendah. Kebutuhan-kebutuhan yang masuk kedalam lima kebutuhan tertinggi yang memiliki kelamin perempuan sebesar 62,5. Kebutuhan berprestasi (need of achievement) pada jenis kelamin laki-laki dengan hasil sebesar 26 sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebesar 67,5. Kebutuhan-kebutuhan yang masuk dalam lima kebutuhan terendah pada kedua kategori diantaranya adalah sebagai kesamaan dari kedua kategori berikut. Kebutuhan antara lain sebagai berikut. heteroseksual (need of 73

17 heterosexuality) pada jenis kelamin laki-laki dengan hasil sebesar 66 sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebesar c. Kebutuhan-kebutuhan psikologis anak berbakat berdasarkan riwayat pendidikan mengikuti kelas akselerasi 175,5. Kebutuhan menghormati Masing-masing kategori (need of deference) pada jenis kelamin laki-laki dengan hasil sebesar 75 sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebesar 183. menunjukkan need yang berbeda-beda namun terdapat beberapa need yang memiliki kesamaan maupun perbedaan yang menonjol. Peneliti Perbedaan kebutuhan yang menemukan kesamaan mencolok pada anak berbakat kebutuhan tertinggi dan jenis kelamin perempuan menunjukkan kebutuhan untuk kebutuhan Kebutuhan-kebutuhan terendah. yang menguasai (need of dominance) dan kebutuhan untuk menyerang (need of aggression) tergolong dalam kebutuhan yang tinggi pada jenis kelamin perempuan dengan masingmasing hasil sebesar 48,5 dan masuk kedalam lima kebutuhan tertinggi yang memiliki kesamaan pada ketiga kategori antara lain sebagai berikut. Kebutuhan penyesuaian diri (need of intraception), kebutuhan berprestasi (need of achievement). Kebutuhan 94 sedangkan hasil pada lakilaki sebesar 56,5 dan 73. menguasai (need of dominance) 74

18 pada kategori SMP menunjukkan hasil sebesar 46 dan SMA dengan hasil sebesar 44 masuk dalam kebutuhan tertinggi sedangkan pada kategori SD tergolong dalam kebutuhan terendah dengan hasil sebesar 15. sebesar 65 dan 71 pada kategori SMA. Kebutuhan terendah yang memiliki kesamaan pada tiga kategori ialah kebutuhan menghormati (need of deference) dan kebutuhan heteroseksual (need of Kebutuhan tertinggi yang heterosexsuality) dengan paling mencolok ada pada kategori SD yaitu kebutuhan merendah (need of abasement) dan kebutuhan bergabung (need of affiliation) hasil kedua kebutuhan tersebut sebesar 1,5. Sedangkan pada kategori SMP dan SMA dua kebutuhan tersebut masuk dalam kebutuhan kategori rata-rata dengan masing-masing hasil sebesar 95,5 dan 83 pada kategori SMP. Selanjutnya hasil masing-masing hasil pada kategori SD, SMP, SMA sebesar 13 dan 9, 135 dan 108,5, 110 dan 124. Kebutuhan heteroseksual pada kategori SMP dan SMA masuk dalam lima kebutuhan terendah sedangkan pada kategori SD masuk dalam lima kebutuhan rata-rata. PEMBAHASAN a. Kebutuhan- kebutuhan psikologis anak berbakat di kelas akselerasi secara umum 75

19 Need of exhibition yang tinggi pada anak berbakat di kelas akselerasi menunjukkan bahwa anak berbakat memiliki rasa percaya diri yang tinggi, optimis, menonjolkan prestasi, ingin menjadi pusat perhatian. Memiliki rasa humor yang tinggi, sebagian orang dapat salah menangkap humornya seperti mencari perhatian dengan cara melawak di kelas (Van Tiel dan Widyorini, 2014, h. 107). Menurut Munandar (1982, h. 31) dalam laporan seminar nasional anak berbakat menyebutkan bahwa ciri sosial yang negatif dari anak berbakat adalah mereka sukar bergaul dengan teman sebaya dan sukar menyesuaikan diri dalam berbagai bidang. Namun pada kenyataannya Need of intraception pada anak berbakat di kelas akselerasi menunjukkan kemampuan penyesuian diri yang baik memiliki komunikasi yang baik, humoris dan menunjukkan sikap peduli. Need of achievement yang tinggi pada anak berbakat di kelas akselerasi sesuai dengan ciri dari anak berbakat yaitu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin. Mengatasi rintangan dan mencapai standar, berbuat sebaik mungkin bersaing mengungguli orang lain (Alwisol, 2006, h. 220). Need of dominance yang tinggi pada anak berbakat di kelas akselerasi menunjukkan kebutuhan yang tinggi untuk mengontrol lingkungan orang lain, keinginan untuk menjadi 76

20 seorang pemimpin, dan kemampuan organisme keinginan untuk membimbing orang lain. Berani mengambil resiko, tidak takut pada kegagalan, mempunyai banyak inisiatif dalam mengerjakan tugas, sering di pilih menjadi pemimpin atau ketua (Hawadi, dkk, 2001, h ). Need of change yang tinggi pada anak berbakat di kelas akselerasi menunjukkan adanya kebutuhan yang tinggi pula akan hal-hal yang baru untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki. (Munandar, h. 24). Need of order yang rendah menghasilkan sikap yang terlalu sistematis dan dapat mengurangi kelincahan pada anak berbakat. Menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk mencapai tujuan di kemudian hari (misalnya, siswa membatasi waktu bermain untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi) serta senang dan rajin belajar dengan penuh semangat (Hawadi, dkk, h.14-15). Kecenderungan mengaktualisasikan untuk diri, Richards, dkk (2003, h. 160) menyatakan bahwa dalam mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk skala penyesuaian pribadi siswa berbakat memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. mengekspresikan mengaktifkan dan semua Namun pada kenyataanya Need of autonomy pada anak berbakat 77

21 di kelas akselerasi menunjukkan bahwa kebutuhan kemandirian anak berbakat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh sikap dari orang tua yang masih berperan aktif dalam pengambilan keputusan anak berbakat. Need of succorance yang rendah pada anak berbakat menunjukkan kebutuhan bahwa mereka selalu ingin diperhatikan, diberikan rasa iba dari orang lain, dan kurang mampu bersikap dewasa. Faktanya mereka akan menampakkan mimik wajah yang lelah ketika di berikan banyak tugas oleh guru, harapannya agar guru merasa iba sehingga beban tugasnya dikurangi. Untuk mencari bantuan, perlindungan atau simpati dan untuk bergantung dengan orang lain (Kaplan dan Saccuzzo, 2005, h. 373) Need of heterosexuality yang rendah pada anak berbakat di kelas akselerasi menunjukkan bahwa keinginan untuk bersama dengan lawan jenis rendah. Hal ini seperti yang dikemukan oleh Southern dan Jones (dalam Hawadi, 2004, h.128) bahwa salah satu kekurangan dari kelas akselerasi adalah dari segi penyesuaian sosial, siswa akseleran di dorong untuk berprestasi dalam bidang akademik sehingga mereka kekurangan waktu untuk beraktivitas dengan teman sebayanya. Sejalan dengan hal di atas need of achievement pada anak berbakat di kelas akselerasi tinggi. Kebutuhannya berpusat pada keinginannya 78

22 untuk berbuat sebaik mungkin agar mengungguli orang lain. tertinggi yaitu kebutuhan akan penonjolan diri (need of Need of deference yang exhibition), kebutuhan rendah menunjukkan bahwa anak berbakat di kelas akselerasi memiliki keinginan penyesuaian diri (need of intraception), dan kebutuhan berprestasi (need of yang rendah untuk patuh atau achievement). Selanjutnya menghormati dan menyesuaikan diri dengan adat (Kaplan dan persamaan kebutuhan terletak pada kebutuhan terendah yaitu Saccuzzo, 2005, h. 373). Hal ini kebutuhan heteroseksualitas diperkuat dengan kebutuhan untuk menguasai (need of dominance) yang tinggi yaitu keinginan untuk menjadi seorang pemimpin dan keinginan yang tinggi untuk membimbing orang lain. b. Kebutuhan-kebutuhan psikologis anak berbakat di kelas akselerasi berdasarkan perbedaan jenis kelamin (need of heterosexuality) dan kebutuhan menghormati (need of deference) yang muncul pada kedua kategori jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa anak berbakat di kelas akselerasi ingin memperlihatkan prestasi yang telah diraihnya dan ingin diperlihatkan dihadapan orang lain tergolong dalam kebutuhan akan Persamaan kebutuhan penonjolan diri (need of terletak pada kebutuhan exhibition). Need of intraception 79

23 yang tinggi pada anak berbakat di kelas akselerasi menunjukkan of dominance) pada anak berbakat berjenis kelamin kebutuhan akan penyesuaian perempuan masing-masing diri yang tinggi berupa sikap empati yang ditunjukkan pada orang lain. Hal ini nampak ketika ada salah seorang teman sekelas sedang sakit, siswa berbakat lain secara serempak akan menyediakan waktu untuk mendapat hasil mean sebesar 84,21 dan 63,14 terpaut cukup jauh dengan hasil mean laki-laki sebesar 22 dan 48,5. Hal ini menunjukkan bahwa anak berbakat di kelas akselerasi yang berjenis kelamin berkunjung menemui temannya tersebut. Hal ini semakin perempuan kecenderungan memiliki untuk diperkuat oleh kondisi kelas dengan jumlah siswa yang sedikit sehingga keinginan untuk menempatkan diri pada orang lain semakin tinggi. Perbedaan yang mencolok muncul pada kebutuhan tertinggi dari kategori jenis kelamin perempuan. Kebutuhan menyerang (need of aggresion) dan kebutuhan menguasai (need menyerang dan menguasai lebih tinggi dibandingkan jenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan sikap anak berbakat di kelas akselerasi berjenis kelamin perempuan yang lebih berani, energik dan bersifat progresif. Hal ini didukung oleh keadaan kelas yang didominasi oleh siswa berjenis kelamin perempuan. 80

24 c. Kebutuhan-kebutuhan anak berbakat bedasarkan riwayat pendidikan mengikuti kelas akselerasi Need of exhibition yang tinggi pada anak berbakat yang sejak SMP dan saat SMA mengikuti kelas akselerasi lainnya. Kebutuhan tertinggi dari anak berbakat yang sudah sejak SD mengikuti kelas akselerasi ialah kebutuhan untuk merendah (need of abasement) dan kebutuhan bergabung (need of affiliation). Siegle, dkk (2013, h.41) menunjukkan bahwa anak menambahkan bahwa berbakat memiliki kebutuhan akan penonjolan diri berupa keistimewaan yang dimiliki selain memiliki keinginan untuk kemampuan siswa akselerasi dalam menjalin hubungan dengan teman-teman baru tergantung dari kepribadian diakui keberadaannya. masing-masing anak. Sedangkan pada anak berbakat yang sudah sejak SD mengikuti kelas akselerasi menunjukkan hasil mean sebesar 66. Hal ini membuktikan bahwa siswa akselerasi yang sudah sejak SD mengikuti kelas akselerasi tidak mengejar prestasi lagi Need of intraception yang tinggi pada semua kategori riwayat pendidikan pada anak berbakat di kelas akselerasi menunjukkan kebutuhan akan penyesuaian diri yang tinggi. Keinginan untuk menempatkan diri pada orang lain. Anak melainkan kebutuhan yang berbakat menunjukkan 81

25 keaktifan dalam Need of dominance yang mengembangkan diri untuk berempati dengan orang lain (Trisni dan Primastuti, h. 2). Need of achievement yang tinggi pada semua kategori anak berbakat di kelas akselerasi tinggi pada anak berbakat yang mengikuti kelas akselerasi sejak SMP dan SMA menunjukkan bahwa anak berbakat lebih menyukai kegiatan yang kompetitif serta anak berbakat memiliki kebutuhan yang tinggi menunjukkan kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain. berprestasi yang tinggi sesuai dengan ciri dari anak berbakat yaitu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin secara akademik. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Somantri (2006, h.170) bahwa anak berbakat secara intelektual secara persisten berperilaku terarah pada tujuan serta menunjukkan motivasi dan kompetisi tinggi untuk berprestasi baik. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kelompok Kerja Pendidikan Anak Berbakat (KKPAB) mengenai karakteristik anak berbakat yaitu salah satunya memiliki sikap kepemimpinan (Hawadi, dkk, 2001 h. 12). Kondisi tersebut menunjukkan sedikit perbedaan pada kategori SD bahwa anak berbakat yang sudah sejak SD mengkuti kelas akselerasi menunjukkan sikap yang lebih mendominasi atau 82

26 menunjukkan sikap yang lebih otoriter. Need of autonomy yang kebutuhan untuk diperhatikan pada anak berbakat yang sudah sejak SD mengikuti kelas rendah pada semua kategori akselerasi menunjukkan anak berbakat di kelas akselerasi disebabkan oleh orang tua yang masih sangat berperan aktif dalam pengambilan keputusan mereka. Hal ini menyebabkan kebutuhan kemandirian pada anak berbakat rendah. Need of succorance yang rendah pada anak berbakat yang sejak SMP dan SMA mengikuti kelas akselerasi menunjukkan bahwa anak berbakat memiliki keinginan untuk selalu ingin dibantu serta kurang mampu bersikap dewasa sesuai dengan usia mereka saat ini yang berkisar tahun sehingga masih labil. Sedangkan kebutuhan yang tinggi pula menunjukkan hal yang sama yaitu kebutuhan untuk selalu ingin di bantu tergolong tinggi. Need of heterosexuality yang rendah pada kategori anak berbakat yang mengikuti kelas akselerasi saat SMP dan SMA menunjukkan kebutuhan untuk bersama dengan lawan jenis rendah karena siswa akselerasi banyak disibukkan dengan tugas yang bersifat akademik sehingga prioritas utama ialah prestasi akademik daripada mejalin hubungan dengan lawan jenis. Keadaan ini berbeda dengan anak berbakat yang sudah sejak SD mengikuti kelas 83

27 akselerasi heteroseksual kebutuhan menunjukkan (Trisni dan Primastuti, 2013, h. 1). hasil mean yang lebih tinggi menunjukkan bahwa menjalin hubungan dengan lawan jenis menjadi kebutuhan yang cukup diprioritaskan. Need of deference yang rendah pada semua kategori riwayat pendidikan anak berbakat yang mengikuti kelas akselerasi menunjukkan bahwa anak berbakat memiliki kreativitas yang tinggi seperti dapat menghadapi masalah dari berbagai sudut pandang dan cenderung jarang melakukan kegiatan sosial mengakibatkan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan adat dan menghormati atau patuh dengan orang lain menjadi rendah KESIMPULAN Studi deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui macam-macam kebutuhan dari anak berbakat di kelas akselerasi. Dengan mengetahui kebutuhankebutuhan dari anak berbakat di kelas akselerasi, dengan penggunaan hasil penelitian ini dapat mengetahui kebutuhan-kebutuhan tertinggi dan kebutuhan-kebutuhan terendah dari anak berbakat. Lima kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan penonjolan diri (need of exhibition), kebutuhan penyesuaian diri (need of intraception), kebutuhan berprestasi (need of achievement), kebutuhan menguasai (need of dominance), kebutuhan akan perubahan (need of change). Lima kebutuhan terendah yaitu, kebutuhan keteraturan (need of order), kebutuhan kemandirian (need of autonomy), kebutuhan 84

28 diperhatikan (need of succorance), kebutuhan heteroseksual (need of heterosexsuality), kebutuhan untuk menghormati (need of deference). SARAN 1. Anak berbakat di kelas akselerasi diharapkan untuk melatih diri agar mampu menghormati serta menyesuaikan diri dengan adat dan orang lain. Hal ini berhubungan dengan need of deference yang rendah pada anak berbakat di kelas akselerasi. 2. Pihak yang terkait dalam pemenuhan kebutuhan anak berbakat baik orang tua ataupun pengajar maka disarankan untuk mengimbangi pengajaran antara kegiatan akdemis dengan kegiatan yang membuat anak berbakat lebih mandiri dan tidak tergantung serta mengajarkan anak untuk menjadi maupun dalam mengambil keputusan. Hal ini berhubungan dengan need of autonomy dan need of succorance yang rendah pada anak berbakat di kelas akselerasi. 3. Peneliti selanjutnya apabila memakai metode pengumpulan data menggunakan alat tes sebaiknya menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga menghasilkan pembahasan yang lebih mendalam dan mendetail. Apabila ingin menggunakan metode penelitian studi deskriptif lebih baik memakai banyak subjek agar hasil penelitian memiliki karakteristik yang bervariasi salah satunya dilengkapi juga dengan data demografis. DAFTAR PUSTAKA Alwisol Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. lebih fleksibel dalam bersikap 85

29 Direktorat Pembinaan Pendidikan Luar Kreativitas dan Biasa Dirjenmandikdasmen Keberbakatan Strategi Depdiknas RI Mewujudkan Potensi Kreatif Penatalaksanaan Psikologi dan Bakat. Jakarta: Gramedia Program Akselerasi. Jakarta: Depdiknas Press. Hawadi, R.A., Wihardjo, R.S., Wiyono, M Kurikulum Berdiferensiasi. Jakarta: PT. Grasindo Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar & Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: PT. Pustaka Utama Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Rahmawati, F.D dan Surodijono, S.H Penyesuaian Sosial Remaja Berbakat Dalam Grasindo. Menjalin Hubungan Kaplan, R.M dan Saccuzzo D.P Psychology Testing: principles, applications, issues. Belmont: Persahabatan. Gifted Review Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas. Vol. 01. No. 01 Thomson Edition) Wadsworth. (Sixth (34-46) Richards, J., Encle, J., Shute, R Munandar, U Pemanduan Anak The Emotional Adjustment of Berbakat. Suatu Studi Intellectually Gifted Penjajakan. Jakarta: Rajawali Adolescents: a multi- 86

30 dimensional multi-informant Undang-Undang Republik Indonesia, approach. High Ability Studies. Vol. 14. No. 2 ( ) Semiawan, C Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Siegle, D., Wilson, H.E., Little, C.A A Sample of Gifted and Talented Educators Attitude About Academic Acceleration. Journal of Advanced Academics. Vol. 24. No. I (27-51) No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Widyorini, E Modul Praktikum Psikologi dan Anak Berbakat. Semarang: Fakultas Piskologi Unika Soegijapranata (tidak diterbitkan). Van Tiel, J.M dan Widyorini, E Deteksi dan Penanganan Anak Cerdas Istimewa (Anak Gifted) Melalui Pola Alamiah Tumbuh Kembangnya. Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri. Somantri, T Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Trisni, L dan Primastuti, E Modul Tes Psikologi 3 : Inventory. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata (tidak diterbitkan). 87

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. bahwa secara umum kecenderungan kepribadian siswa kelas X SMA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. bahwa secara umum kecenderungan kepribadian siswa kelas X SMA 106 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa secara umum kecenderungan kepribadian siswa kelas X SMA Pasundan 2 Bandung dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Task Commitment 2.1.1. Pengertian Task Commitment Task commitment adalah salah satu karakteristik yang mestinya dimiliki oleh siswa berbakat menurut konsep The Three Ring Conception

Lebih terperinci

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE EPPS

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE EPPS LABORATORIUM LANJUT PSIKOLOGI EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE EPPS 2015/2016 EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) LATAR BELAKANG Merupakan tes kepribadian bersifat verbal (menggunakan kata -kata),dan

Lebih terperinci

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS)

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) LATAR BELAKANG Merupakan tes kepribadian bersifat verbal (menggunakan kata-kata),dan menggunakan metode forced choice technique (FCT) dengan pilihan alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu upaya dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai tuntutan pembangunan bangsa. Kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai meninggalkan ketergantungannya pada

Lebih terperinci

Tes Inventori: EPPS Test

Tes Inventori: EPPS Test Modul ke: Tes Inventori: EPPS Test Modul ini akan menjelaskan tentang definisi, kegunaan, dan metode tes Edward`s Personal Preference Schedule (EPPS) Fakultas PSIKOLOGI Karisma Riskinanti, M.Psi., Psi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannnya.

Lebih terperinci

TES PSIKOLOGIS (TES EPPS) Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd., Psi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI Bandung

TES PSIKOLOGIS (TES EPPS) Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd., Psi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI Bandung TES PSIKOLOGIS (TES EPPS) Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd., Psi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI Bandung EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) Tes disusun berdasar konsep manifes dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ANAK BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SKRIPSI GABRIELLA LARASATI

STUDI DESKRIPTIF IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ANAK BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SKRIPSI GABRIELLA LARASATI STUDI DESKRIPTIF IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ANAK BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SKRIPSI GABRIELLA LARASATI 11.40.0114 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 i STUDI DESKRIPTIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perhatian terhadap anak berbakat khususnya di Indonesia sekarang ini sudah memperlihatkan perkembangan yang cukup baik. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program akselerasi merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan. Program kelas akselerasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Oleh : Euis Heryati, Herlina

PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Oleh : Euis Heryati, Herlina PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Oleh : Euis Heryati, Herlina Abstrak : Seorang tunanetra dengan kondisinya yang khusus sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran guna mengembangkan potensi diri

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran guna mengembangkan potensi diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah memiliki program pendidikan yang disesuaikan dengan amanat UU/SISDIKNAS No.20/2003, yakni pendidikan adalah tanggung jawab semua. Amanat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan mutu pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA ANTARA KELAS AKSELERASI DAN KELAS NON AKSELERASI

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA ANTARA KELAS AKSELERASI DAN KELAS NON AKSELERASI PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA ANTARA KELAS AKSELERASI DAN KELAS NON AKSELERASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Oleh CYNTIA DEWI JAYATI F 100 050 197

Lebih terperinci

Kebutuhan-kebutuhan Psikologis Lansia Dalam Komunitas Hidup Religius

Kebutuhan-kebutuhan Psikologis Lansia Dalam Komunitas Hidup Religius Kebutuhan-kebutuhan Psikologis Lansia Dalam Komunitas Hidup Religius Suatu Analisis Kebutuhan Berdasarkan Teori Murray Skripsi Servasius Samuel 08.40.0122 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata

Lebih terperinci

1. Sekolah khusus Yaitu semua siswa yang belajar di sekolah ini adalah siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa

1. Sekolah khusus Yaitu semua siswa yang belajar di sekolah ini adalah siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa Bentuk-bentuk penyelenggaraan program percepatan belajar, ditinjau dari bentuk penyelenggaraan dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Clark, 1983) sebagai berikut: 1. Sekolah khusus Yaitu semua siswa yang

Lebih terperinci

Educational Psychology Journal

Educational Psychology Journal EPJ 1 (1) (2012) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj KECERDASAN SOSIAL SISWA KELAS AKSELERASI Cita Bakti Utama Putra Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Berbakat Di Indonesia

Permasalahan Anak Berbakat Di Indonesia Permasalahan Anak Berbakat Di Indonesia Sri Sayekti FIP IKIP Veteran Semarang Email : basiroh_1428@yahoo.co.id ABSTRAK Bakat yang dimiliki oleh sebagian individu masih belum terwujud,yaitu masih berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan individu berharap untuk selalu berkembang dan mewujudkan diri. Ini artinya setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia dirumuskan sebagai satu hak yang diperuntukkan bagi semua warga negara, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Anak berbakat termasuk golongan

Lebih terperinci

merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) 4) Esteem or status needs

merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) 4) Esteem or status needs 20 Kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) Kebutuhan akan perasaan ikut serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) KARAKTERISTIK SISWA PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH TIM LABORATORIUM JURUSAN PSIKOLOGI TIM LABORATORIUM JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN Yang dimaksud dengan DEFINISI anak

Lebih terperinci

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA SIKAP SISWA TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI

PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Profesi Psikologi Kekhususan Psikologi Pendidikan Diajukan Oleh

Lebih terperinci

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar MOTIVASI DALAM BELAJAR Saifuddin Azwar Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik perhatian. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun

Lebih terperinci

PROFIL KEPRIBADIAN GURU PAUD TERANG BANGSA KOTA SEMARANG BERDASARKAN TES EPPS SKRIPSI VICTORIA DHAMAIYANTI

PROFIL KEPRIBADIAN GURU PAUD TERANG BANGSA KOTA SEMARANG BERDASARKAN TES EPPS SKRIPSI VICTORIA DHAMAIYANTI PROFIL KEPRIBADIAN GURU PAUD TERANG BANGSA KOTA SEMARANG BERDASARKAN TES EPPS SKRIPSI VICTORIA DHAMAIYANTI 09.40.0098 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014 Dipertahankan di

Lebih terperinci

ANAK BERBAKAT MATERI 6 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN

ANAK BERBAKAT MATERI 6 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN ANAK BERBAKAT TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM: Setelah mengikuti perkuliahan, diharapkan mahasiswa dapat memahami karakteristik dan jenis-jenis keberbakatan guna melakukan deteksi dini TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:

Lebih terperinci

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK Materi pembelajaran 'Motivasi Berprestasi' bertujuan untuk membekali mahasiswa/i akan pengertian, pemahaman terhadap motivasi berprestasi sebagai aspek pendorong untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Sarwono (2006, hlm. 81 82) menyatakan bahwa desain penelitian memiliki dua tipe utama diantaranya desain eksploratori dan desain konklusif yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, menantang bangsa ini untuk mengatasi krisis yang dialami agar tidak tertinggal kemajuan

Lebih terperinci

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 29 Juli 2015

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 29 Juli 2015 S E L E C T D E V E L O P L E A D H O G A N D E V E L O P C A R E E R TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR Laporan untuk: John Doe ID: HC243158 Tanggal: 29 Juli 2015 2 0 0 9 H O G A N A S S E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 18 Bandung pada Tahun Ajaran 2013-2014. Sekolah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pada aplikasi riilnya, pelaksanaan program akselerasi selalu. pilihan, dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata.

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pada aplikasi riilnya, pelaksanaan program akselerasi selalu. pilihan, dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program akselerasi adalah pemberian pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan / atau bakat istimewa untuk dapat menyelesaikan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberadaan anak gifted menjadi sangat bernilai. Potensinya yang unggul dalam intelektualitas, kreativitas, dan motivasi menjadikan anak berbakat sebagai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Layanan Konseling Individual Bagi Siswa Kelas Akselerasi. a. Guru bimbingan dan konseling dalam layanan konseling individual

BAB V PENUTUP. 1. Layanan Konseling Individual Bagi Siswa Kelas Akselerasi. a. Guru bimbingan dan konseling dalam layanan konseling individual BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari uraian sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Layanan Konseling Individual Bagi Siswa Kelas Akselerasi a. Guru bimbingan dan konseling dalam layanan konseling

Lebih terperinci

2.3.3 Tujuan Kelas Akselerasi Manfaat Kelas Akselerasi Keunggulan Kelas Akselerasi Kelemahan Kelas Akselerasi...

2.3.3 Tujuan Kelas Akselerasi Manfaat Kelas Akselerasi Keunggulan Kelas Akselerasi Kelemahan Kelas Akselerasi... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i SURAT PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... xii DAFTAR FOTO... xiii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian manusia. Semua tatanan hidup termasuk budi pekerti dan perilaku dapat diperoleh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alvie Syarifah, Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Komitmen

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alvie Syarifah, Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Komitmen 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 45 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut

Lebih terperinci

Penyusunan Norma EPPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan SMA, Perguruan Tinggi dan Rentang Usia Dewasa Awal

Penyusunan Norma EPPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan SMA, Perguruan Tinggi dan Rentang Usia Dewasa Awal Penyusunan Norma EPPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan SMA, Perguruan Tinggi dan Rentang Usia Dewasa Awal Lisa Imelia Satyawan dan Heliany Kiswantomo Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua dasawarsa menjelang milenium baru telah memunculkan wacana baru dalam berbagai lapangan kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang  Syifa Zulfa Hanani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dengan kemampuan yang berbeda. Masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan, begitupun dengan kecerdasan setiap individu. Ada yang memiliki

Lebih terperinci

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS KOMPETENSI SOSIAL ANAK GIFTED Oleh: L. Rini Sugiarti, S.Psi, M.Si, Psikolog* Ada dugaan, bahwa anak yang cerdas dan berbakat (gifted child), memiliki kompetensi social yang rendah. Artinya, pintar tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bervariasi dalam suatu proses pembelajaran. Perbedaan tersebut dapat menjadi

I. PENDAHULUAN. bervariasi dalam suatu proses pembelajaran. Perbedaan tersebut dapat menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kemampuan setiap peserta didik berbeda antara yang satu dengan lainya, hal ini dapat terlihat dari hasil belajar yang dicapai dan prestasi siswa yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab tiga ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian, subjek dan sampel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur dan langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

EPPS. EPPS-Kusrohmaniah

EPPS. EPPS-Kusrohmaniah EPPS EPPS-Kusrohmaniah Tes kepribadian Teknik proyeksi tidak terstruktur : Rorschach (populer awal abad 20an tapi lalu menurun popularitasnya) Teknik terstruktur : misal self-report inventories dan behavioral

Lebih terperinci

2016 PROGRAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSI SISWA BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SMA X MEDAN

2016 PROGRAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSI SISWA BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SMA X MEDAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peserta didik berbakat yang berada pada usia remaja memiliki kemampuan yang lebih tinggi diberbagai bidang dibandingkan dengan anak pada umumnya, khususnya

Lebih terperinci

UPAYA ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK

UPAYA ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK Upaya Orang Tua Dalam Pengembangan Kreativitas Anak---Barkah Lestari UPAYA ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK Oleh : Barkah Lestari (Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta) Abstrak

Lebih terperinci

PSIKOGRAM. Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : PT. X Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan.

PSIKOGRAM. Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : PT. X Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan. PSIKOGRAM Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan Sidoarjo Aspek SR R S T ST Inteligensi Umum (Taraf Kecerdasan) Taraf kemampuan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu BAB V PEMBAHASAN Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistimatis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai ujung tombak perubahan memiliki peranan penting dalam mengoptimalkan potensi peserta didik, sehingga peserta didik memiliki kompetensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

Novia Sinta R, M.Psi.

Novia Sinta R, M.Psi. Novia Sinta R, M.Psi. Dikenal di Indonesia dengan nama Skala Kecenderungan Kepribadian (K5) Diciptakan oleh Allen L. Edwards Tes ini tergolong sebagai tes kepribadian atau Personality Inventory Utk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

Pedoman Wawancara (Subyek) Profil Kepribadian Guru Paud Terang Bangsa Kota Semarang. Berdasarkan Tes EPPS. a. Nama. c.

Pedoman Wawancara (Subyek) Profil Kepribadian Guru Paud Terang Bangsa Kota Semarang. Berdasarkan Tes EPPS. a. Nama. c. Pedoman Wawancara (Subyek) Profil Kepribadian Guru Paud Terang Bangsa Kota Semarang Berdasarkan Tes EPPS 1. Identitas Subyek a. Nama b. Usia c. Jenis Kelamin d. Pendidikan 2. Latar Belakang Subyek a. Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab IV pasal 5 ayat 3 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab IV pasal 5 ayat 3 tentang BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pelayanan pendidikan yang semakin maju, tak hentinya membuat pemerintah juga memperhatikan pelayanan pendidikan untuk anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain. Meskipun manusia itu adalah makhluk yang paling sempurna baik

Lebih terperinci

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 1, No. 1, 2015. Hal. 1-8 JIPP PENGARUH PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL Yulistin Tresnawaty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kreativitas merupakan kemampuan intelektual yang sangat penting karena dengan kreativitas manusia mampu memecahkan berbagai masalah dan menciptakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada umumnya tahap perkembangannya berada dalam kategori remaja pertengahan 15-18 tahun (Monks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting, terutama bagi generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini semakin berkembang, hal ini ditandai dengan individu yang menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

Lebih terperinci

Akselerasi 05/23/11. A. Konsep Cerdas Istimewa

Akselerasi 05/23/11. A. Konsep Cerdas Istimewa A. Konsep Cerdas Istimewa Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggunakan istilah warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Penggunaan istilah potensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi berasal dari kata motif. Motif artinya keadaan dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bawah kemampuannya. Belum ada definisi yang dapat diterima secara universal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bawah kemampuannya. Belum ada definisi yang dapat diterima secara universal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Underachiever adalah sebuah fenomena murid yang mencapai prestasi di bawah kemampuannya. Belum ada definisi yang dapat diterima secara universal untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kebutuhan setiap manusia. Apalagi ketika akulturasi, globalisasi, dan modernisasi sedang berlangsung

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak

Bab I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh berbagai perubahan yang secara terus menerus berlangsung. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kendall dan Kendall (2003: 523), sistem merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kendall dan Kendall (2003: 523), sistem merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi 2.1.1 Sistem Menurut Kendall dan Kendall (2003: 523), sistem merupakan serangkaian subsistem yang saling terkait dan tergantung satu sama lain, bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia menuju kepribadian mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya. Berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

Ciri dan Watak Wirausaha

Ciri dan Watak Wirausaha Ciri dan Watak Wirausaha SALAH Dilazimkan Menyalahkan: -Orang lain -Lingkungan akibatnya -Tidak percaya diri -Tidak bisa menerima kritik -Pasif Kondisi SEHARUSNYA Dilatih Intropeksi -Responsibility -Konsekuen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan hal yang sudah dianggap sebagai insting alami manusia. Sejak dilahirkan, manusia sudah memiliki naluri untuk selalu belajar dengan sifat keingintahuannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak yang memiliki bakat akademis atau kecerdasan diatas rata-rata, dilihat dari nilai

Lebih terperinci

GAMBARAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA AKSELERASI DI SD KRISTEN 10 PENABUR DAN SD AL-AZHAR SYIFA BUDI JAKARTA KELAS 4 DAN KELAS 6

GAMBARAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA AKSELERASI DI SD KRISTEN 10 PENABUR DAN SD AL-AZHAR SYIFA BUDI JAKARTA KELAS 4 DAN KELAS 6 GAMBARAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA AKSELERASI DI SD KRISTEN 10 PENABUR DAN SD AL-AZHAR SYIFA BUDI JAKARTA KELAS 4 DAN KELAS 6 Devi Presty Ari Yanti, Evi Afifah Hurriyati, M.si Jurusan Psikologi, Komplek

Lebih terperinci

Manajemen program akselerasi belajar: studi kasus di SMA Negeri 3 Jombang / Iva Faradiana

Manajemen program akselerasi belajar: studi kasus di SMA Negeri 3 Jombang / Iva Faradiana Manajemen program akselerasi belajar: studi kasus di SMA Negeri 3 Jombang / Iva Faradiana Skripsi (Sarjana)--. 2009 Pembimbing 1. KUSMINTARDJO ; 2. DJUM DJUM NOOR BENTY Oleh Faradiana, Iva ABSTRAK Penyelenggaraan

Lebih terperinci