BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini diberikan beberapa kajian teori dan relevansi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat digunakan untuk mengkaji dan juga menyelesaikan atau menjawab permasalahan penelitian. Bagian ini diawali dengan pengertian sejarah, kemudian perertian kekuasaan. 2.1 Pengertian Sejarah Secara etimologi kata sejarah dalam bahasa Indonesia itu berasal dari bahasa Melayu yang juga diambil dari bahasa Arab yaitu Syajaratum yang mengandung arti batang pohon yang bercabang-cabang atau beranting. Makna secara harfiah itu kemudian dikenakan kepada manusia, yaitu dihubungkan dengan keturunan atau asal-usul dan juga ada yang mengidentifikasi dengan silsilah. Makna keturunan itu tidak berlaku untuk umum, tetapi dikhususkan kepada silsilah keluarga raja atau dinasti tertentu. Bila keturunan elite istana itu digambarkan secara sistematis dan kronologis akan membentuk ranting-ranting keturunan (Widiarto, 2007: 1-2). Roeslan Abdulgani berpendapat bahwa sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadiankejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil 5

2 penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan. menurut Bernheim dalam (Widiarto, 2007: 7) menyatakan bahwa ilmu sejarah adalah ilmu yang menyelidiki dan menceritakan peristiwa-peristiwa dalam waktu dan ruang yang dihubungkan dengan perkembangan aktifitas manusia baik yang bersifat individu maupun bersifat kelompok sebagai kehidupan masyarakat dalam hubungan timbal balik antara rohaniah dan jasmaniah. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dalam sejarah ditemukan fakta, ruang, dan waktu dan ketiga unsur tersebut sangat penting dalam memahami sejarah secara kritis. Bila dilihat berdasarkan istilah sejarah memiliki 3 makna, yakni sejarah sebagai peristiwa masa lampau, sejarah sebagai kisah tentang masa lampau dan sejarah sebagai ilmu tentang masa lampau Sejarah Sebagai Peristiwa Sejarah sebagai peristiwa atau kejadian sama artinya dengan geschichte dalam bahasa Jerman yang berasal dari kata geschehen yang berarti pula telah terjadi atau kejadian, sama pula artinya dengan res gestae dalam bahasa Latin yang bermakna hal-hal yang telah terjadi. Sejarah merupakan peristiwa yang sungguh-sunggu terjadi atau fakta, merupakan sebagian atau keseluruhan dari suatu peristiwa yang dapat disaksikan secara langsung maupun tidak langsung. Penulisan sejarah mengenai peristiwa atau kejadian tidak dapat hanya melihat bahwa suatu peristiwa atau kejadian telah terjadi, tetapi juga dipengaruhi oleh 6

3 faktor-faktor yang mendukung hingga munculnya peristiwa tersebut (Louis Gottschalk, 1975: 27). Pengertian sejarah sebagai peristiwa memiliki sifat atau ciri-ciri einmalig dan unik. Einmalig berarti sekali terjadi, setiap peristiwa hanya sekali terjadi dan tak akan pernah terulang kembali. Sedangkan sifat unik menunjuk sebagai satusatunya yang berarti tidak ada duanya. Pengertian ini dipertegas lagi oleh sejarawan berkebangsaan Inggris R.G. Collingwood, yang mengatakan bahwa sejarah sebagai rerum gestarum atau kisah dari peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, yang hanya menjadi cerita atau kisah, kisah peristiwa aktivitas manusia di masa silam atau lampau (Louis Gottchalk, 1975: 29) Sejarah Sebagai Kisah Sejarah sebagai kisah adalah rekaan hasil rekonstruksi manusia, yang berupa cerita yang disusun berdasarkan pendapat seseorang, tentu saja sejarah sebagai rekaman peristiwa masa lampau itu tidak sama dengan peristiwa itu sendiri. Karena ditulis bardasarkan memori, kesan atau tafsiran manusia terhadap suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Sejarah sebagai kisah adalah sejarah dalam pengertian subjektif. Disebut subjektif karena dalam penulisan sejarah tersebut telah mendapatkan penafsiran dari penyusunan cerita sejarah. Dalam hal ini sejarawan mempunyai peran, artinya mereka menyusun cerita sejarah berdasarkan jejak-jejak sejarah (sejarah sebagai peristiwa) namun tetap dipengaruhi oleh sudut pandang sejarawan itu sendiri. Sejarah sebagai kisah adalah sejarah sebagaimana dikisahkan secara tertulis 7

4 berdasarkan hasil penelitian. Dengan kata lain, sejarah sebagai kisah adalah rekonstruksi peristiwa sejarah berdasarkan fakta sejarah. Sejarah sebagai kisah atau rekaman masa lampau dapat di ulang-ulang (Kuntowijoyo, 1999: 2) Sejarah Sebagai Ilmu Pengertian sejarah sebagai kisah mengembangkan konsep sejarah sebagai ilmu yang disebut ilmu sejarah, istilah-istilah dalam bahasa barat seperti halnya history dalam Inggris, histoire dalam bahasa Prancis, historia dalam bahasa Latin, bersumber dari kata benda istor atau histor dalam bahasa Yunani yang berarti orang pandai atau bijak, sedangkan kata kerjanya historein lebih menunjuk suatu pengertian yang mengarah kepada konsep ilmu (Kuntowijoyo, 1999: 1). Sejarah dikatakan sebagai ilmu karena merupakan pengetahuan tentang masa lampau, yang di susun secara sistematis dengan menggunakan metode kajian secarah ilmiah untuk mendapatkan kebenaran mengenai peristiwa masa lampau. Oleh karena itu, sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan harus dibuktikan secara keilmuan dengan menggunakan metode-metode dan berbagai standar yang dapat dipertang gungjawabkan. Kebenaran itu harus dapat dibuktikan dari sumber sejarah seperti dokumen, prasasti, naskah, buku harian, surat-surat atau apapun yang dapat dijadikan sumber sejarah yang telah di uji sehingga dapat dipercaya sebagai suatu fakta sejarah. Menurut Kuntowijoyo, sejarah sebagai ilmu memiliki ciri sebagai berikut: 8

5 a) Bersifat Empirik. Secara etimologi kata empirik berasal dari istilah bahasa Yunani : Empeirea, artinya: Pengalaman. Sejarah termasuk juga pada ilmu-ilmu empirik. Artinya sejarahpun mendasarkan diri pada pengalaman serta pengamatan manusia. Memang harus diakui bahwa pengamatan sejarah tidak mungkin dilakukan secara langsung terhadap objeknya seperti halnya pada ilmu-ilmu alam. Objek ilmu sejarah adalah masa lampau. Masa lampau itu sendiri sudah tidak lagi dapat diamati dan dialami lagi, karena memang sudah lampau dan hilang ditelan waktu. Yang masih dapat diamati dalam sejarah adalah peninggalan-peninggalan yang masih tersisa, bukti-bukti serta kesaksian dari para pelaku sejarah. Peninggalanpeninggalan tersebut kemudian diteliti oleh para sejarawan untuk menemukan fakta yang akan diinterpretasi/ditafsirkan menjadi tulisan sejarah (Kuntowijoyo, 1999: 61). b) Objek Sejarah. Objek dalam bahasa Latin adalah objectus berarti harapan atau tujuan. yang menjadi objek ilmu sejarah adalah waktu, berbeda dengan ilmu-ilmu sosial yang berupaya memahami perilaku manusia di waktu sekarang, maka ilmu sejarah lebih berusaha untuk memahami perilaku manusia di waktu lampau. Waktu yang dikaji dalam sejarah adalah waktu subjektif, ialah waktu yang dialami dan dirasakan oleh manusia. Makna waktu bagi manusia tergantung relasinya terhadap dirinya (Kuntowijoyo, 1999: 61) 9

6 c) Metode Sejarah. Metode dalam bahasa Yunanai adalah methodos yang berarti cara. Sejarah memiliki metode tersendiri yaitu metode sejarah, dengan metode sejarah itulah akan dikaji keaslian sumber data sejarah, kebenaran informasi sejarah, serta bagaimana dilakukan interpretasi dan inferensi terhadap sumber data sejarah tersebut (Kuntowijoyo, 1999: 63) d) Teori Sejarah Teori dalam bahasa Yunani adalah theoria yang berarti renungan. Sejarah memiliki teori ilmu pengetahuan (epistemology) sendiri yang memberikan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah ilmu sejarah. Sejarah memiliki teori-teori tersendiri mengenai kebenaran, objektivitas, subjektivitas, generalisasi dan hukum sejarah. Sejarah sebagai ilmu telah memiliki tradisi yang tua lagi panjang.tiap kurun zaman berkembang pula filsafat sejarah tersendiri (Kuntowijiyo, 1999: 61) 2.2 Pengertian Kekuasaan Kekuasaan merupakan gejala yang selalu ada di masyarat manapun, yang membedakan hanya bentuk-bentuk gejala kekuasaan itu sendiri. Ada banyak pandangan yang berbeda mengenai kekuasaan, akan tetapi ada satu inti yang yang Nampak dalam semua perumusan itu, yaitu bahwa kekuasaan dianggap sebagai kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikaan rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari 10

7 pelaku yang mempunyai kekuasaan. Dalam perumusan ini pelaku bisa berupa seseorang, sekolompok orang atau suatu kolektivitas, Budiardjo (1984: 9) Menurut pandangan sosiolog R.J. Moken dikutip dalam Budiarjo (1984: 18) kekuasaan adalah kemampuan dari pelaku (seseorang, kelompok atau lembaga) untuk menetapkan secara mutlak atau mengubah (keseluruhannya atau sebagiannya) alternatif-alternatif bertindak atau alternatif-alternatif memilih, yang bersedia bagi pelaku-pelaku lain. Kemudian Isjwara dikutip dalam Suryadi (2007: 51), menjelaskan bahwa kekuasaan adalah gejala sosial yang terdapat dalam pergaulan hidup. Kekuasaan merupakan gejala antar individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok, atau antara negara dengan Negara. Kekuasaan ialah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keinginan dan tujuan orang yang mempunyai kekuasaan itu. Kekuasaan seringkali pula dikatakan mempunyai sifat multiform. Ini berarti kekuasaan itu diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti kekuasaan spiritual, ekonomi, politik dan sebagainya. Berbagai bentuk kekuasaan tersebut merupakan bagian dari kekuasaan sosial. Dalam hubungan ini kekuasaan sosial boleh dianggap sebagai genus, sedangkan bentuk-bentuk kekuasaan yang lain dianggap sebagai species dari genus kekuasaan sosial Haricahyono dikutip dalam. Unsur pokok yang mendasari keberadaan kekuasaan ialah rasa takut, rasa cinta, kepercayaan, dan pemujaan atau sugesti. Keempat unsur ini senantiasa 11

8 dimanfaatkan penguasa dalam menjalankan kekuasaannya, saluran pelaksanaan kekuasaan dapat berupa sebagai berikut: 1. Saluran militer, tujuan utamanya adalah menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat, sehingga mereka tunduk pada kemauan penguasa. 2. Saluran ekonomi, penguasa berusaha menguasai segala jaringan ekonomi. Sehingga penguasa dapat menyalurkan perintah-perintahnya melalui berbagai peraturan perokonomian, baik masalah modal, buruh, ekspor-impor, dan sebagainya. 3. Saluran politik, penguasa sengaja membuat berbagai peraturan yang harus ditaati masyarakat agar berbagai perintahnya berjalan lancar. Untuk itu sengaja diangkat para pejabat yang loyal. 4. Saluran tradisi, penguasa mempelajari dan memanfaatkan tradisi yang berlaku dalam masyarakat guna kelancaran pemerintah. 5. Saluran ideologi, penguasa mengemukakan serangkaian ajaran dan doktrin hingga menjadi suatu ideologi bangsa, sekaligus menjadi dasar pembenaran segala sikap dan tindakan selaku penguasa. 6. Saluran lainnya, berupa pers, kebudayaan, keagamaan, dan sebagainya Kekuasaan sosial Kekuasaan sosial (social power) adalah suatu bentuk konsep sosiologis yang disebut sosial kontrol. Tujuan dari kontrol sosial adalah untuk mendisiplinkan para anggota-anggota kelompok terhadap aturan-aturan atau norma-norma kelompok Suryadi (2007: 22). Kekuasaan dalam dalam masyarakat 12

9 tidak saja sebagai kontrol sosial tetapa juga pengendali dan penciptaan ketertiban di masyarakat. Fenomena kekuasaan di masyarakat ini tidak saja terjadi pada masyarakat modern tetapi juga pada masa masyarakat tradisional. Pada masa masyarakat tradisional peran-peran norma, adat-istiadat kebiasaan yang melalui tangantangan kepala suku, raja atau pemimpin, dan kelompok dapat mengontrol dan mengendalikan masyarakat. Budiardjo (1991: 14) mengemukakan bahwa kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari fihak lain untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan. Kemudian menurut Haricahyono dikutip dalam Suryadi (2007: 23) mengatakan bahwa, kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. Berdasarkan itu menurutnya kekuasaan dalam suatu masyarakat selalu berbentuk piramida. Ini terjadi karena kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membembuktikan dirinya lebih unggul dari yang lain, hal ini berarti bahwa yang satu lebih kuat dengan jalan mengsubordinasi kekuasaan lainnya. Atau dengan kata lain struktur piramida kekuasaan itu terbentuk oleh kenyataan dalam sejarah 13

10 manusia, bahwa golongan yang berkuasa (dan yang memerintah) itu relatif selalu lebih kecil jumlahnya daripada golongan yang dikuasai dan yang diperintah. Terkait dengan pengertian dengan kekuasaaan, Mac Iver membuat dalam bentuk piramida kekuasaan dan membagi dalam tiga pola umum (Suryadi, 2007: 54) Tipe pertama adalah dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Biasanya dijumpai pada masyarakat yang berkasta, dimana garis pemisah tak mungkin ditembus, seperti pada gambar di bawah ini: Keterangan: 1 Raja (monarki) 2 Kaum Bangsawan 3 Orang-orang yang bekerja di pemerintahan 4 Pegawai Rendah 5 Tukang dan Pelayan 6 Petani dan Buruh tani 7 Budak Gambar 2. Piramida Kasta (Sumber : Mc Ever, 1983 hal 113) Pada puncak piramida kekuasaan berada di tangan raja, berikutnya bangsawan, orang pekerja pemerintah, tukang-tukang dan pelayan-pelayan, petani dan buruh, serta pada level bawah budak-budak. Tipe kedua adalah oligarki yang masih memiliki pemisahan yang tegas, namun terbuka kesempatan bagi warga biasa untuk memperoleh kekuasaan tertentu. Tipe ketiga adalah demokratis 14

11 menunjukan kenyataan akan adanya garis-garis pemisah yang sangat terbuka, dengan ditentukan oleh kemampuan dan factor keberuntungan. Bentuk piramida kekuasaan sosial terus mengalami adaptasi, sesuai dengan perkembangan di masyarakat. Artinya bentuk piramida kekuasaan tetap ada atau tidak hilang oleh perubahan masyarakat, yang berubah hanyalah simbol komponen kekuasaan itu.misalnya pada masyarakat modern, piramida kekuasaan lebih beragam dan diisi oleh komponen-komponen individu berdasarkan kekuasaan materi dan kekuasaan legal formal (pemerintah) Kekuasaan politik Kekuasaan politik sering diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi kebijaksanaan umum pemerintah, baik terbentuknya maupun akibat-akibat yang sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan itu sendiri (Suryadi, 2007: 55). Pada dasarnya kekuasaan politik merupakan bagian dari kekuasaan sosial. Yakni kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan kepada Negara sebagai satusatunya pihak yang berwenang yang mempunyai hak untuk mengendalikan tingkah laku sosial dengan paksaan. Kekuasaan politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk memperoleh tindakan dan aktifitas Negara dibidang administrasi, legislatif dan yudikatif. Sehingga suatu kekuasaan politik tidaklah mungkin tanpa penggunaan kekuasaan, kekuasaan itu harus digunakan dan dijalankan. Apabila penggunaan kekuasaan itu berjalan dengan efektif, hal ini dapat disebut sebagai kontrol (penguasaan atau 15

12 pengendalian). Dengan sendirinya untuk menggunakan kekuasaan politik harus ada penguasa yaitu aktor yang memegang kekuasaan dan adanya alat atau sarana agar penggunaan kekuasaan itu dapat dilakukan dengan baik (Suryadi, 2007: 56). Dalam perspektif yang lebih luas, menurut Surbakti dikutip dalam Suryadi (2007: 56) untuk memahami gejala politik dalam perspektif kekuasaan secara tuntas maka kekuasaan di tinjau dari enam dimensi, yaitu: 1. Potensial dan aktual. Sesorang dipandang mempunyai kekuasaan potensial apabila dia memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti kekayaan, tanah, senjata, pengetahuan dan informasi, popularitas, status sosial yang tinggi, masa yang terorganisasi dan jabatan. Sebaliknya sesorang dipandang memiliki kekuasaan actual apabila ia telah menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan politik secara efektif (mencapai tujuannya). Sebagai contoh seorang pengusaha mempengaruhi para pembuat keputusan politik. 2. Konsesus dan paksaan. Dalam menganalis hubungan kekuasaan maka seseorang harus membedakan kekuasaan yang berdasarkan konsesus dengan kekuasan yang yang berdasarkan paksaan. Politik yang menekankan pada aspek konsensus dari kekuasaan akan cenderung melihat elit politik sebagai orang sedang barusaha menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan masyarakat secara keseluruhan. Sebaliknya politik yang menekankan aspek kekuasaan akan cenderung 16

13 memandang politik sebagai perjuangan, pertentangan, dominasi dan konflik. 3. Positif dan negatif. Kekuasaan positif dimaksudkan dengn penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dipandang penting dan diharuskan, sedangkan kekuasaan negatif ialah penggunaan sumbersumber kekuasan untuk mencegah pihak lain mencapai tujuannya yang tidak hanya dipandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihaknya. 4. Jabatan dan pribadi. Pada masyarakat maju dan mapan baik jabatan dan kualitas diri pribadi yang menduduki jabatan merupakan sumber kekuasaan. Sebaliknya pada masyarakat yang sederhana, struktur kekuasaan yang didasarkan atas pribadi tampak lebih menonjol daripada kekuasaan yang terkandung dalam jabatan. 5. Implisit dan eksplisit. Kekuasaan implisit adalah pengaruh yang tidak dapat dilihat tetapi dirasakan, sedangkan kekuasaan eksplisit adalah pengaruh yang terlihat secara jelas dan dirasakan. 6. Langsung dan tidak langsung. Kekuasaan langsung ialah penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melakukan hubungan secara langsung, tampa melalui perantara. Sementara itu kekuasaan tidak langsung adalah penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik melalui perantara pihak lain yang diperkirakan mempunyai 17

14 pengaruh yang lebih besar terhadap pembuat dan pelaksana keputusan politik 2.3 Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh R. Z. Leirisa (1990) dalam disertasinya yang berjudul Masyarakat Halmahera dan Raja Jailolo: Studi Tentang Masyarakat Maluku Utara. Penelitian ini membahas bagaimana perdangangan rempah-rempah di Maluku Utara pada abad 17 oleh kerajaan Ternate, Tidore dan Bacan, yang mempunyai hubungan formal dengan VOC. Leirisa juga mengatakan bahwa sebelum abad ke17 ada pula satu kerajaan lain, yaitu kerajaan Jailolo yang berpusat dipulau Halmahera, pulau yang terbesar di Maluku Utara, yang merupakan kerajaan yang tertua dan yang utama. Kerajaan tersebut hilang dalam awal abad ke 17 karena dianeksasi oleh Ternate dengan bantuan VOC. Pembahasan Lerisa lebih memfokuskan mengenai kerajaan Jailolo setelah dianeksasi oleh Kesultanan Ternate dan Tidore. Serta usaha Nuku (Sultan Tidore) untuk menghidupkan kembali kerajaan Jailolo dengan mengangkat Raja Jailolo baru yang berada di Seram Pasir. Penelitian ini berbeda dengan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal yang berbeda pertama adalah tahun keberadaan kerajaan Jailolo, Lerisa melihat pada abad 17, dan penelitian yang dilakukan sekarang mengkaji pada tahun Perbedaan yang kedua adalah kajian masyarakat dan letak kerajaan, penelitian ini merupakan kerajaan asli dari Jailolo yang ada di Halmahera, sedangkan Leirisa meneliti kerajaan Jailolo buatan Tidore di Pulau Seram. perbedaan yang ketiga 18

15 yaitu perdagangan rempah-rempah, Leirisa melihat hubungan perdagangan dengan VOC, tetapi penelitian ini melihat hubungan perdagangan dengan bangsa Spanyol dan Portugis. 19

BAB VII KEPEMIMPINAN

BAB VII KEPEMIMPINAN BAB VII KEPEMIMPINAN 7.1 Pengantar Secara umum konsep kekuasan, wewenang, dan kepemimpinan senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat yang masih sederhana maupun yang telah kompleks, jadi menarik untuk

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP POLITIK

KONSEP-KONSEP POLITIK KONSEP-KONSEP POLITIK (Teori politik, Masyarakat, Kekuasaan dan Negara) Oleh: Adiyana Slamet Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-9 (IK-1,3,4,5) Pengertian Teori Teori adalah abstraksi

Lebih terperinci

Sejarah sebagai Kisah, Peristiwa, Ilmu, dan Seni

Sejarah sebagai Kisah, Peristiwa, Ilmu, dan Seni Sejarah sebagai Kisah, Peristiwa, Ilmu, dan Seni MODUL 1 MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS X SEMESTER 1 Penyusun : Yayan Syalviana, S.Pd. Wiwi Wiarsih, SS. SMA Negeri 26 Bandung Jalan Sukaluyu No. 26 Cibiru

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.1

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.1 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.1 1. Berikut ini merupakan pengertian sejarah yang tepat secara etimologis adalah... Historia (bahasa Yunani) artinya informasi

Lebih terperinci

KEKUASAAN DAN WEWENANG

KEKUASAAN DAN WEWENANG KEKUASAAN DAN WEWENANG A. Pengantar Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

HAKEKAT DAN RUANG LINGKUP SEJARAH

HAKEKAT DAN RUANG LINGKUP SEJARAH HAKEKAT DAN RUANG LINGKUP SEJARAH Kompetensi Dasar : Kemampuan mendeskripsikan hakekat, ruang lingkup dan prinsip dasar ilmu dan penelitian sejarah Indikator : Memahami pengertian sejarah Mengidentifikasikan

Lebih terperinci

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2014 2015 MATA PELAJARAN KELAS / PROGRAM / SEMESTER ALOKASI WAKTU JENIS SOAL : SEJARAH (PEMINATAN) : X / IIS/ GASAL : 90 Menit : Pilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia diawali melalui hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu kemudian berkembang ke berbagai

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU SEJARAH

PENGANTAR ILMU SEJARAH Resume Buku PENGANTAR ILMU SEJARAH Karya: Prof. Dr. Kuntowijoyo Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 22 III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian A.1 Metode yang digunakan Sebelum membuat suatu penulisan penelitian hendaknya sebagai peneliti menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan

Lebih terperinci

Kekuasaan dan Wewenang. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Kekuasaan dan Wewenang. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Kekuasaan dan Wewenang Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Kekuasaan Sosiologi tidak memandang kekuasaan sebagai suatu yang baik atau buruk, namun sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang penting dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA:ISWAHYUDI NIM :11.01.2828 KELOMPOK:B PROGRAM STUDI:PANCASILA JURUSAN:D3 TI DOSEN: IRTON, SE, M.SI 1. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA 2. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan

BAB II KAJIAN TEORI. Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Sosiologi Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan kata Yunani logos yang berarti kata atau berbicara, jadi sosiologi adalah berbicara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal

Lebih terperinci

MENGENAL SEJARAH. Disusun oleh Saiful Amien dari pelbagai sumber

MENGENAL SEJARAH. Disusun oleh Saiful Amien dari pelbagai sumber MENGENAL SEJARAH Disusun oleh Saiful Amien dari pelbagai sumber Sejarah (bahasa) SEJARAH. Arab: [ شجر ] berarti terjadi ; [ [شجرة berarti pohon, النسب] [شجرة pohon silsilah HISTORY. Latin & Yunani: historia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang Digunakan Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian. Sumadi Suryabrata,

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior BAB VII KESIMPULAN Studi ini berangkat dari dua gejala kontradiktif dari kehidupan orang Makeang. Orang Makeang di masa lalu adalah kaum subordinat dan dipandang kampungan, sedangkan orang Makeang masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Konsep Tinjauan Historis Secara etimologi konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Dalam Kamus Bahasa Indonesia Tinjauan berasal

Lebih terperinci

SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA, KISAH DAN ILMU Oleh: MUHAMMAD HIDAYAT Widyaiswara: Sejarah LPMP Sulawesi Selatan

SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA, KISAH DAN ILMU Oleh: MUHAMMAD HIDAYAT Widyaiswara: Sejarah LPMP Sulawesi Selatan SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA, KISAH DAN ILMU Oleh: MUHAMMAD HIDAYAT Widyaiswara: Sejarah LPMP Sulawesi Selatan Sejarah yang kita pelajari sekarang adalah nama mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan

Lebih terperinci

Pert (2) KEKUASAAN,WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN

Pert (2) KEKUASAAN,WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN Pert.9. 10 (2) KEKUASAAN,WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu kekuasaan ( power ) sangat menarik pehatian para ahli ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang Digunakan Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana metode tersebut merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN KEKUASAAN, WEWENANG, LEGITIMASI LEMBAGA POLITIK

NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN KEKUASAAN, WEWENANG, LEGITIMASI LEMBAGA POLITIK NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN KEKUASAAN, WEWENANG, LEGITIMASI LEMBAGA POLITIK IDENTIFIKASI MANUSIA HIDUP : 1. CONFORMITAS KERJASAMA 2. ANTAGONISTIS PERTENTANGAN Negara organisasi dalam suatu wilayah dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun , BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Dan Strategi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun 1974-2007,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA. Menurut Sejathi yang dikutip Ali Muhidin, efektivitas merupakan ketepatgunaan,

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA. Menurut Sejathi yang dikutip Ali Muhidin, efektivitas merupakan ketepatgunaan, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA 2. 1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Efektivitas Menurut Sejathi yang dikutip Ali Muhidin, efektivitas merupakan ketepatgunaan, hasil guna, menunjang tujuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING. WPK 1213 Psikologi Dakwah

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING. WPK 1213 Psikologi Dakwah DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK 1213 Psikologi Dakwah Hubungan Psikologi dakwah Sosiologi Hubungan Psikologi dakwah dengan Psikologi Sosial Minggu 4 Pensyarah: Ustazah Dr Nek Mah Bte Batri PhD

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. historis berasal dari bahasa latin istoria yang memiliki arti kota istoria yaitu kota ilmu di

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. historis berasal dari bahasa latin istoria yang memiliki arti kota istoria yaitu kota ilmu di II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Kata

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. masalah bagi sebuah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Husin Sayuti

I. METODE PENELITIAN. masalah bagi sebuah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Husin Sayuti I. METODE PENELITIAN A. Metode yang digunakan Penggunaan metode dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting, hal ini dikarenakan metode merupakan faktor yang penting dalam memecahkan suatu

Lebih terperinci

Sejarah Pengenalan Ilmu Sejarah Canisius17xa5.wordpress.com

Sejarah Pengenalan Ilmu Sejarah Canisius17xa5.wordpress.com Sejarah Pengenalan Ilmu Sejarah Canisius17xa5.wordpress.com SEJARAH Pengertian Kata sejarah berasal dari Bahasa Arab Syajaratun (pohon,asalusul,silsilah) Bahasa Inggris History Makna Sejarah KBBI 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. Manusia itu sendiri merupakan objek pelaku dalam peristiwa sejarah. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode penelitian yang penulis gunakan dalam menganalisis masalah dalam karya ilmiah ini. Penulis membuat skripsi dengan judul Strategi Mao

Lebih terperinci

Hubungan antropologi dengan ilmu lain

Hubungan antropologi dengan ilmu lain Hubungan antropologi dengan ilmu lain Hubungan antropologi dengan ilmu anatomi Hubungan antara ilmu anatomi dan antropologi. Meneliti ras-ras di dunia, sangat perlu akan ilmu anatomi karena ciri dari berbagai

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. 1. Konsep Historis. Menurut H. Roeslan Abdulgani yang dikutip oleh Hugiono dan P.K.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. 1. Konsep Historis. Menurut H. Roeslan Abdulgani yang dikutip oleh Hugiono dan P.K. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Historis Menurut H. Roeslan Abdulgani yang dikutip oleh Hugiono dan P.K. Poerwantana mengatakan sejarah adalah Salah satu bidang ilmu yang meneliti

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH. Dr. Agus Mulyana, M.Hum Universitas Pendidikan Indonesia

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH. Dr. Agus Mulyana, M.Hum Universitas Pendidikan Indonesia MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH Dr. Agus Mulyana, M.Hum Universitas Pendidikan Indonesia I. Penelitian sebagai keterampilan dalam belajar Penelitian merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. TempatPenelitian Penelitian yang berjudul peran liga demokrasi dalam demokrasi terpimpin, menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya korban pembunuhan melalui cara penembakan yang dikenal dengan nama penembakan misterius.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. tahun lebih dalam kebangkitan. Hal ini ditandai dengan berdirinya suatu

BAB I PENGANTAR. tahun lebih dalam kebangkitan. Hal ini ditandai dengan berdirinya suatu BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang sudah mencakup Seratus tahun lebih dalam kebangkitan. Hal ini ditandai dengan berdirinya suatu organisasi Boedi Utomo

Lebih terperinci

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar! 2) Guna Ekstrinsik meliputi: - Sejarah sebagai pendidikan moral - Sejarah sebagai pendidikan penalaran - Sejarah sebagai pendidikan politik - Sejarah sebagai pendidikan kebijakan - Sejarah sebagai pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keluarga adalah tempat pertama bagi anak belajar mengenai segala hal yang ada dalam kehidupan. Orang tua berperan penting dalam perkembangan anak dan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul relevansi pemikiran Mohammad Hatta di KUD Grabag pada era reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN DAN ETIKA PENELITIAN. Fakultas Teknik Elektro 1

METODOLOGI PENELITIAN DAN ETIKA PENELITIAN. Fakultas Teknik Elektro 1 METODOLOGI PENELITIAN DAN ETIKA PENELITIAN 1 Pengertian Metodologi Penelitan Tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. 2 JENIS-JENIS PENELITIAN TUJUAN METODE TINGKAT EKSPLANASI ANALISIS & JENIS

Lebih terperinci

Info Jurusan dan Program Studi Program Ilmu Sosial (IPS)

Info Jurusan dan Program Studi Program Ilmu Sosial (IPS) Info Jurusan dan Program Studi Program Ilmu Sosial (IPS) Program IPS A. ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial adalah kelompok ilmu perilaku manusia dalam kelompoknya. Beberapa Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi -

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi - Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus-2017 - Sosiologi - 1. Perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat disebut... a. pengendalian sosial b. diferensiasi sosial

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha melestarikan dan

Lebih terperinci

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL BAB V STRATIFIKASI SOSIAL 6.1 Pengantar Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan pada umumnya selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demikian halnya dengan kesusastraan Indonesia. Perkembangan kesusastraan Indonesia sejalan

Lebih terperinci

METODE SEJARAH. Presentasi Oleh HY Agus Murdiyastomo

METODE SEJARAH. Presentasi Oleh HY Agus Murdiyastomo METODE SEJARAH Presentasi Oleh HY Agus Murdiyastomo PERTEMUAN PERTAMA What is history? Arti Sejarah Subjektif Sejarah Sebagai Kisah Objektif Sejarah Sebagai Peristiwa Peristiwa Einmalig Hanya sekali terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

Facebook :

Facebook : 1 Nama : Dian Silvia Ardasari Tetala : Baso, 4 Desember 1983 Pendidikan : Sarjana Sosial dari Universitas Indonesia Status : Istri dari Chairul Hudaya Ibu dari Naufal Ghazy Chairian (3,5 th) dan Naveena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti aspek ekonomi, religi, seni, filsafat, dan termasuk juga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pemecahan yang ilmiah yang dapat dilihat dari prespektif atau pandangan historis

III. METODE PENELITIAN. pemecahan yang ilmiah yang dapat dilihat dari prespektif atau pandangan historis III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang digunakan Penelitian ini menggunakan metode Historis. Metode penelitian historis adalah metode dimana dalam penyelidikannya menggunakan pengaplikasian metode pemecahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena 17 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Metode yang digunakan Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Skripsi ini berjudul Peranan Pesantren Syamsul Ulum Dalam Revolusi Kemerdekaan di Sukabumi (1945-1946). Untuk membahas berbagai aspek mengenai judul tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik. Masyarakat sebagai kumpulan individu memiliki harapan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini karya sastra banyak berisi tentang realitas kehidupan sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang percintaan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Interaksi Sosial Interaksi Sosial dalam masyarakat merupakan syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial. Dalam bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasa lampau itu dapat kita pelajari dari bukti-bukti yang ditinggalkan, baik yang berupa bukti

BAB I PENDAHULUAN. dimasa lampau itu dapat kita pelajari dari bukti-bukti yang ditinggalkan, baik yang berupa bukti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau, persepektif sejarah selalu menampilkan ruang dan waktu, setiap peristiwa selalu menampilkan tiga unsur yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani Istoria yang berarti ilmu yang biasanya diperuntukkan bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani Istoria yang berarti ilmu yang biasanya diperuntukkan bagi 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya industri-industri besar maupun kecil di Indonesia. Pembangunan sektor-sektor industri ini muncul sebagai

Lebih terperinci

PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK

PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK KONSEP DASAR DALAM ILMU POLITIK Kategori Metodologi Seharusnya (ought to be) DEFINISI DEFINISI PENDEKATAN Klasik Kelembagaan Negara TRADISIONAL/ KENEGARAAN Kenyataan (what

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan penelitian yang penulis kaji mengenai

Lebih terperinci

August Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi

August Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi PENGANTAR SOSIOLOGI 1. Pengertian Dasar Sosiologi berasal dari kata latin socius dan kata yunani yaitu logos. Socius berarti kawan atau teman; Logos berarti pengetahuan. Maka sosiologi berarti pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA

BAB I PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA BAB I PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA A. Pengertian Tata Hukum Indonesia Saat ini tidak ada satu bangsa pun yang tidak memiliki hukumnya sendiri. Jika dalam bahasa Indonesia mempunyai tata bahasa, begitu

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Pitirim Sorokin Sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang penulis gunakan untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka A.1. Konsep Tinjauan Historis Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan

Lebih terperinci

Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu

Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu Filsafat Sejarah Latar belakang Masalah Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu sejarah berbicara mengenai masa lalu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di kota Salatiga. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah: 1. Sekolah Guru B di Salatiga menjadi salah satu pilot

Lebih terperinci

SEJARAH DUNIA : TINJAUAN UMUM

SEJARAH DUNIA : TINJAUAN UMUM FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 SEJARAH DUNIA : TINJAUAN UMUM DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Pengertian Sejarah Etimologis MENURUT JAN ROMEIN, KATA SEJARAH MEMILIKI ARTI YANG SAMA DENGAN KATA HISTORY (INGGRIS),

Lebih terperinci