Klaim Resiko Dalam Sistem Transportasi Laut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Klaim Resiko Dalam Sistem Transportasi Laut"

Transkripsi

1 Klaim Resiko Dalam Sistem Transportasi Laut Oleh: Syaiful Anwar Pendahuluan Pengangkutan barang dalam perdagangan internasional dominan dilakukan melalui jalur laut. Data statistik Bank Eksim tahun 2005 menyebutkan bahwa 71% pengangkutan dan 96% volume barang dalam perdagangan menggunakan sarana pengangkut laut. Alasan logiknya adalah karena efisiensi biaya dan efektifitas daya angkut. Jalur transportasi laut Pengangkutan melalui laut bukan tanpa resiko. Bahkan apabila dibandingkan dengan jasa transportasi udara, justru transportasi laut memiliki resiko yang lebih besar. Hal ini dapat kita bandingkan dari beberapa sisi. Dari sisi waktu, resiko keterlambatan sampainya barang, transpotasi laut lebih beresiko. Dari sisi penanganan pelabuhan: jalur laut lebih beresiko, karena ukuran dan kapasitas barang yang dingkut relatif lebih besar. Dari sisi perjalanan barang, jalur laut akan lebih banyak mengalami hambatan cuaca dan kemungkinan kejahatan di laut, dan sebagainya. Lebih beresiko bukan berarti tidak menarik. Pelaku peradagangan dapat mengelola resiko dengan cara memindahkan resiko tersebut kepada perusahaan asuransi. Jasa asuransi pengangkutan menjadi solusi dalam meminimalisasi hambatan dalam perdagangan internasional. Resiko kerusakan, penurunan mutu, maupun kekurangan barang pada dasarnya dijamin oleh pihak pengangkut dalam batas-batas tertentu. Akan tetapi, akan lebih safety apabila para pelaku perdagangan memindahkan resiko tersebut kepada pihak asuransi pengangkutan. Tulisan ini merupakan bunga rampai dari seri tulisan mengenai perdagangan internasional yang penulis susun. Tujuan utamanya adalah memberikan pengetahuan praktis perdagangan internasional. Untuk kali ini, penulis akan mendeskripsikan poin-poin penting mengenai klaim resiko dalam sistem pengangkutan perdagangan. A. Pengertian Klaim Klaim adalah tuntutan penggantian kerugian atas timbulnya kejadian yang menyebabkan terjadinya kerusakan, penurunan mutu, kekurangan barang barang yang menjadi tanggung jawab penyelenggara jasa angkutan atau jasa bongkar muat atau jasa pergudangan pada waktu barang diterima oleh importir atau consignee. Dengan demikian klaim mungkin dapat diproses setelah tiba di pelabuhan tujuan yaitu ketika diketahui terjadi kerusakan barang, atau kekurangan barang. 1

2 Langkah langkah berupa melakukan mentrasiran (trace) proses pengiriman barang mulai saat pemuatan barang, pengangkutan sampai pelabuhan tujuan, pembongkaran dan penimbunan di pelabuhan tujuan adalah keharusan / keniscayaan untuk mengetahui lokasi atau waktu kejadian terjadinya kerusakan dan atau kekurangan barang yang menjadi tanggung jawabnya. Pemahaman tentang berbagai dokumen - dokumen pengangkutan dan systems bongkar muat dan penimbunan akan membantu proses pentrasiran menjadi lebih cepat mengetahui kapan dan di rantai kegiatan yang mana dalam rantai kegiatan transportasi, bongkar muat dan atau penimbunan hal itu terjadi, sehingga menimbulkan masalah yang merugikan eksportir atau importir Ada beberapa hal yang perlu diketahui sebelum membahas klaim dalam sistem transportasi khususnya melalui laut yaitu bahwa: - Setiap alat angkut laut atau udara wajib membuat Pemberitahuan Umum (General Declaration for Customs Purpose) paling lambat 2 X 24 Jam berupa Manifest (kumpulan data B/L atau barang niaga), Daftar Bekal Kapal ( Provision / Store List), Daftar Awak Kapal (Crew List), Daftar Penumpang (Passangers List), Daftar Barang Barang yang tidak mempunyai dokumen (kalau ada). - Nakhoda atau Kuasnya harus meneliti dengan baik dan cermat terutama Merk, Nomer, Jumlah Koli atau Jenis dan Jumlah Kontainer, Nomer Kontainer dan bila perlu melakukan revisi / perubahan apabila terjadi salah ketik sebelum diajukan ke Kantor Pabean / Bea Cukai. Sebab melakukan perubahan perubahan (jumlah koli, merk koli) merupakan pelanggaran dan akan dikenakan denda oleh otoritas pabean. Disamping perlu memperhatikan kewajiban pengangkut kepada otoritas pabean, juga memerlukan perhatian pada sekuen / rantai kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan pembongkaran dan penimbunan. Setelah barang barang dibongkar dari kapal dan ditimbun di gudang, Cargo Doring wajib membuat suatu Laporan / Berita Acara yang memuat keterangan tentang. - Laporan tentang Kekurangan Barang Barang - Laporan tentang Kerusakan Barang Barang - Laporan tentang Kelebihan Barang Barang B. Dasar / Alasan Terjadinya Klaim 1. Laporan Tentang Kekurangan Barang Barang Apabila dalam proses pembongkaran kemudian diketahui terjadi kekurangan barang barang dibandingkan dengan dokumen B/L atau Manifest nya maka Pengangkut (Carrier) akan melakukan penelitian pendahuluan untuk mencari tahu penyebabnya dan untuk penyelesaian selanjutnya. Langkah yang dilakukan Pengangkut (Carrier) melakukan pentrasiran (rechecking) di Gudang. 2

3 Aktivitas Pergudangan Kepala Gudang apabila menemukan adanya kekurangan maka segera membuat laporan tentang kekurangan barang barang dalam bentuk Provisional Short Landed List yang kemudian disampaikan ke Bagian Claim pada Perusahaan Pelayaran / Penerbangan dalam bentuk informasi tentang Koli Koli atau Kontainer Kontainer yang tidak terbongkar dari Kapal / Pesawat Terbang. Provisional Short Landed List didasarkan hasil laporan dari petugas tally (Tally Man) berdasarkan Tally Sheets dan Manifest Kapal yang bersangkutan. Tidak ada salahnya Kepala Gudang sebelum mengirim Provisional Short Landed List meneliti ulang dengan men Check (re Check) ulang barang barang di Gudang dibawah pengawasannya untuk memastikan informasi kekurangan, sebab terkadang terjadi karena kelalaian / kelengahan petugas tally barang tersebut sudah dibongkar akan tetapi tidak terlaporkan Aktivitas Bagian Claim dari Perusahaan Pengankut (Carrier) Setelah menerima laporan dalam bentuk Short Landed List dari Kepala Gudang maka Bagian Claim mempelajari dan menganalisisnya untuk kemudian menerbitkan Short Landed Tracer yaitu suatu nota pentrasiran / pengusutan dengan mengidentifikasi kebelakang untuk mengetahui dimana barang tersebut tercecer dan atau apa penyebab barang tersebut tidak terbongkar. Short Landed Tracer dikirim ke - Pelabuhan Pemuatan (Port of Loading) - Pelabuhan singgah kapal tersebut (Port of Call) - Kapal yang bersangkutan (sebisanya begitu kapal setelah membongkar bila memungkinkan) Hasil pengiriman Short Landed Tracer berupa tindak lanjut dari masing masing tujuan yaitu pelabuhan pemuatan, atau pelabuhan singgah dan Mualim Kapal meneliti ulang dokumen yang ada di kapal dan barang barang nya berupa informasi tentang keberadaan barang termaksud dengan cara mengembalikan nota Short Landed Tracer ke Bagaian Claim dari Perusahaan Pengangkut (Carrier) dengan kemungkinan informasi sebagai berikut, - Dinyatakan landed here bila barang tersebut terbongkar di pelabuhan pemuatan / singgah atau masih di kapal itu - Dinyatakan Goods Not Landed Here atau No Trace bila barang termaksud tidak terbongkar / tertimbun di Pelabuhan Pemuatan / Singgah atau di Kapal itu Apabila memang terjadi keurangan bongkar barang maka penerima barang menerima tanda bukti kekurangan barang atau dikenal sebagai Except Bewijs disingkat E.B. 3

4 2. Laporan Tentang Kerusakan Barang Barang (Demage Cargo Report) Yang dimaksudkan dengan kerusakan barang (demage cargo) adalah meliputi berbagai kerusakan yaitu kerusakan barang yang sebenarnya (actual demage cargo) dan atau kerusakan kemasan barang (packing demage) yang berakibat kehilangan isi kemasan (contents). Dari kedua pengertian kerusakan dapat dibedakan berdasakan keadaanya yaitu: - kehilangan barang (cargo) atau Missing or Pilfirage - kerusakan (demage) Persoalannya adalah bagaimana mengetahui kapan dan dimana kehilangan dan kerusakan itu terjadi adalah faktor kunci / menentukan karena hal itu menunjuk kepada unit mana yang harus bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang itu akan dibebankan. Untuk mengetahui apakah kejadian itu dikapal atau diasaat bongkar muat atau digudang, memerlukan tim pemeriksa (survey). Dalam hal kerusakan atau kehilangan terjadi sesudah pembongkaran, maka harus dibuatkan daftar barang rusak setelah pembongkaran atau Demage Cargo List yang ditanda tangani oleh Kepala Gudang dan Mualim Kapal. Demage Cargo List adalah dokumen yang mengikat antara Mualim Kapal / Pelayaran dengan Pergudangan tentang kejadian kejadian yang terjadi atas barang itu sebelum memasuki pengawasan gudang. Dalam hal kerusakan barang terjadi pada waktu penyerahan barang dari Pergudangan ke penerima barang / consignee dan tidak termasuk dalam Demage Cargo List maka dianggap kejadian rusak atau hilang barang cargo terjadi selama dalam pengawasan pergudangan atau menjadi tanggung jawab cargo doring. Peran Surveyor (Claimmeester) Barang barang yang sudah dikeluarkan dari gudang pelabuhan dan telah diterima oleh penerima barang (consignee) dengan baik dan dalam keadaan utuh dianggap telah memenuhi persyaratan penyerahan barang (sound delivery), namun apabila kerusakan itu terjadi pada waktu dalam gudang dan atau ketika dalam proses pengiriman barang sebelum bongkar di gudang maka memerlukan pemeriksaan secara seksama oleh Surveyor (Claimmeester), Kepala Gudan dan Expediteur bahkan dalam perdagangan internasional biasanya penerima barang (consignee) menunjuk eksportir sebagai kuasanya. Pemeriksaan atau survey dilakukan sesuai dengan kondisi dan jenis barang yang akan diperiksa, pemeriksaan akan dilaksanakan - di Gudang Importir / Eksportir karena pertimbangan keamanan (seperti barang berharga emas, platina, perak dan logam mulia lainnya) dan pertimbangan kapasitas dan besar obyek yang akan diperiksa karena memerluka tempat yang lebih luas dan waktu yang lebih lama dalam melakukan pemeriksaan. 4

5 - pemeriksaan dilambung (overside delivery) yaitu pada direct transport. - pemeriksaan atau survey dilakukan di gudang pelayaran. Dalam pemeriksaan oleh surveyor (claimmeester) harus mengetahui beberapa dokumen sebagai informasi untuk memperkuat berbagai temuan atau pendapat yang dihasilkan dari proses pemeriksaan dalam kaitan pembuktian suatu claim adanya kerusakan atau kehilangan sekaligus untuk menunjukkan batas tanggung jawab masing elemen dari rantai systems transportasi seperti dokumen dokumen, - Affidafit (Board Stevedoring Report) - Log Entry - Note of Protest - Letter of Indemnity - Praue Brief Lost List - Survey Report (dari pihak ketiga) Affidafit (Board Stevedoring Report) Affidafit adalah laporan yang ditandatangani oleh pengankut (kapal) diwakili Mualim I dan Board Stevedoring (Perusahaan Bongkar Muat), yang berdasarkan laporan atau pengakuan tertulis dari Board Stevedoring mengenai kejadian (accident) dimana kerusakan yang timbul karena kesalahan atau kelalaian nya dan oleh sebab itu dia bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Oleh sebab itu affidavit disebut juga sebagai Board Stevedoring Report. Misal, pada waktu mengangkat barang dari perut kapal (palka) tali kawat atau sling derek / crane putus sehingga barang jatuh dan masuk ke laut Log Entry Log Entry dikenal juga sebagai Log Book adalah catatan harian yang dibuat oleh Nakhoda / Kapten Pilot tentang berbagai kejadian yang dialaminya selama perjalanan kapal / pesawat terbang. Dalam kaitan klaim dalam transportasi laut dan atau udara log entry atau log book akan memberi informasi tentang berbagai kejadian yang diluar kekuasaan manusia (force majeur) misal pada posisi tetrntu ditengah laut terjadi badai yang sangat besar sehingga sebagaian muatan kapal terlepas dari ikatannya dan kemudian tercebur laut ketika dalam perjalanan. Catatatan kejadian pada log entry atau log book tidak serta merta membebaskan pengangkut / nakhoda dari tanggung jawab, karena kejadian tersebut harus dibenarkan oleh pejabat publik yang bertanggung jawab tentang keselamatan pelayaran, sehingga catatan pada log entry atau log book tentang kejadian luar biasa (force majeur) yang dialami alat angkut / kapal harus disahkan (counter signed) oleh otoritas yang berwenang - Dalam hal pelayaran dalam negeri biasa dikenal pelayaran antar pulau harus di sahkan (counter signed) oleh otoritas keselamatan pelayaran yaitu Syahbandar atau Harbour Master - Dalam hal pelayaran samudera / antar negara harus disahkan oleh Kedutaan / Konsulat negara dimana kapal iru teregistrasi (sesuai bendera kapal) atau pengesahan dari Notaris 5

6 Note of Protest Note of Protest adalah catatan tentang atau laporan protes tentang kejadian lua biasa yang dialaminya selama dalam perjalanan (seperti cuaca buruk) sehingga menimbulkan kerusakan kerusakan atas beberapa barang barang yang diangkutnya. Untuk menegaskan bahwa kejadian itu merupakan force majeur maka Note of Protest harus dicatat dalam Log Entry atau Log Book untuk menghadap ke Syahbandar pada pelabuhan pertama yang dikunjunginya untuk memperoleh pengesahan (counter signed) Syahbandar pelabuhan pertama dikunjungi kapal tersebut setelah kejadian luar biasa (force majeur) akan mempelajari Note of Protest termaksud dan mendengarkan laporan lisan / kisah kejadian dan apabila Syahbandar membenarkan keterangan Nakhoda, maka dibuatlah suatu Statement of Sea Protest (Kisah Kapal setelah diperkuat oleh sumpah dihadapan Syahbandar. Asli dokumen Statement of Sea Protest (Kisah Kapal disimpan pada Syahbandar sedankan Nakhoda / Kapal menerima salinannya Letter of Indemnity Letter of Indemnity adalah suatu surat pernyataan yang kemudian menjadi dokumen yang dibuat oleh pengirim barang (shipper) tentang barang barang yang rusak atau kurang sempurna keadaanya dengan maksud untuk mendapatkan Clean Bill of Lading dari pelayaran sehingga tidak mengurangi nilai barangnya. Dalam kondisi demikian pengangkut (carrier) tetap bertanggung jawab tentang proses pengiriman barang itu agar tetap dalam kondisi baik (terhindar dari kerusakan / kehilangan) sampai ke pelabuhan tujuan Prauwbrief Lostlijst (Daftar Bongkar Perahu) Prauwbief Lostlijst atau rede Transport List adalah dokumen laporan tentang barang barang yang dibongkar melalui rede (kolam pelabuhan) dengan menggunakan tongkang tongkang yang ditanda tangani oleh Nakhoda. Rede Transport biasanya dilakukan pada pelabuhan pelabuhan yang tidak mungkin ditambati / disandari oleh kapal besar sehingga kapal kapal termaksud harus membongkar ditengah laut tapi masih dalam kawasan perairan pelabuhan seperti di Pelabuhan Semarang, Pelabuhan Semarang. Daftar Bongkar Perahu (Prauwbrief Lostlijst) akan menjadi pegangan bagi juragan perahu untuk menagih biaya pengangkutan dari kapal ke dermaga dan satu diserahkan ke petugas pabean (Bea Cukai) sebagai dokumen pelindung pengngkutan diperairan dan sebagai daftar bongkar kapal Survey Report (dari pihak ketiga) Survey report biasanya dilakukan oleh claimmeester, pengelola gudang dan penerima barang (consignee), akan tetapi dalam kondisi tertentu atas permintaan penerima barang (consignee) dan Perusahaan Pelayaran dapat meminta pihak ketiga sebagai surveyor (independent surveyor) untuk 6

7 melakukan pemeriksaan tentang berbagai kejadian atau accident yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan untuk memperoleh informasi tentang fakta kejadian yang sebenarnya (acctual fact). Surveyor itu misalnya PT Sucofindo 3. Laporan Tentang Kelebihan Barang Barang Dalam kegiatan membongkar dan memuat karena kesibukan atau kegiatan yang tinggi akan terjadi kelalaian pembongkaran atau pemuatan dalam bentuk terjadi kelebihan muat barang barang (over carried cargo) atau terjadi kelebihan bongkar barang barang (over landed cargo) Kelebihan Pemuatan Barang (Over Carried Cargo) Yang dimaksud kelebihan pemuatan barang adalah apabila barang barang yang dimuat diatas kapal untuk tujuan A, termuatkan barang barang (cargo) untuk tujuan B dengan kapal yang berbeda sehingga kapal tujuan A akan mengalami kelebihan bongkar karena ada barang barang (cargo) sejak semula dimaksudkan bukan tujuan A melainkan tujuan B (sebagaimana juga tertera pada Merk dan Alamat Tujuan pada Koli) Dalam kondisi demikian maka pergudangan segera melaporkan ke perusahaan pelayaran dengan membuat laporan kelebihan bongkar (over landed list) agar segera memperbaiki Pemberitahuan Umum (dokumen kedatangan alat angkut untuk Pabean / Bea Cukai) dengan menambahkan barang barang yang belum dicantumkan didalamnya dan atau Perusahaan Pelayaran segera mengatur pengirimannya dengan pindah kapal (transhipment) dengan kapal yang memang tujuan B Kelebihan Pembongkaran Barang (Over Landed Cargo) Yang dimaksudkan dengan kelebihan bongkar barang barang (over landed cargo) adalah keadaan dimana kapal secara tidak sengaja membongkar barang barang (sebagaian Koli, Kontainer) yang dimuatnya yang seharusnya untuk tujuan Pelabuhan X, terbongkar dipelabuhan pertama yang dikunjunginya dan kemudian tertinggal ketika kapal menuju pelabuhan X. Akibatnya barang barang yang seharusnya untuk Pelabuhan X dan terbongkar di pelabuhan pertama yang dikunjungi tidak termasuk dalam Manifest kapal atau tidak tercantum dalam Pemberitahuan Umum (dokumen pabean untuk kedatangan alat angkut) dalam hal demikian apabila diketahui sejak awal disrankan, - segera mengajukan permohonan penambahan Pos Pemberitahuan Umum di Kantor Pabean (Bea Cukai) dengan kemungkinan di kenakan denda - segera perusahaan pelayaran menyusulkan barang barang tersebut melalui transhipment (pindah kapal) dengan pengantar Surat Kepala Hanggar Pabean penanggung jawab pengawasan penimbunan untuk tujuan pelabuhan yang seharusnya (dalam hal ini Pelabuhan X) dan petugas Pabean Pelabuhan X segera mengembalikan Surat Pengantar tersebut dari pelabuhan asal sebagai 7

8 bukti telah diterima di Pelabuhan X dikumen pabean demikian dikenal sebagai Verguining Control (VC) C. Prosedur Pengajuan Klaim Penerima barang (consignee) yang telah menerima nota kekurangan (except bewijs) atau klaim kekurangan atau kerusakan barang (Claim Contatering Bewijs) dapat mengajukan ganti kerugian kepada Perusahaan Pelayaran yang mengeluarkan Except Bewijs atau Claim Constatering Bewijs atau Perusahaan Asuransi, apabila barangnya diasuransikan. Maka dalam hal ini Perusahaan Asuransi sebagai subrogator yang akan menuntut pihak pengangkut 1. Pengajuan klaim Pada Perusahaan Pelayaran Pengajuan klaim kepada Perusahaan Pelayaran (Carrier), pengaju tuntutan claim wajib melengkapi tuntutannya tersebut dengan - melengkapi Except Bewijs atau Claim Constatering Bewijs sebagai bukti barang termaksud hilang atau rusak - Copy Bill of Lading sebagai bukti perjanjian antara pengangkut dengan shipper dan consignee - Invoice (faktur) untuk menilai kelayakan tuntutan ganti kerugian - Packing List untuk mengetahu detail rincian tentang ukuran, isi, berat atas barang termaksud - Polis Asuransi jika diasuransikan sebagai pelengkap Besar ganti kerugian yang akan diberikan kepada penerima barang (consignee) atau Perusahaan Asuransi sebagai Subgrogator berdasarkan harga yang tertulis dalam Bill of Lading atau harga pasar barang itu di pelabuhan tujuan atau berdasarkan harga invoice dalam kondisi Cost & Freight (C&F) atau Cost Insurance & Freight (CIF) 2. Pemeriksaan Klaim Setelah dokumen dokumen pelengkap diajukan ke Perusahaan Pelayaran c/q Bagian Claim, terlebih dahulu akan dilakukan penelitian secara seksama adapun proses penelitian dilakukan berdasarkan klasifikasi masalah Klaim apakah kehilangan atau kerusakan Kehilangan Koli Dalam hal kehilangan dalam satuan kemasan / koli (shortage of package) dilakukan penelitian pada berbagai dokumen seperti - Tally sheet - Short landed tracer dan responsi / jawaban dari pelabuhan asal dan atau pelabuhan singgah atas short landed tracer - Note of Protest - Affidavit 8

9 - Log Entry atau Log Book - Meneliti apakah ada kelalaian dari Shipper atau kelalaian consignee (kedaluarsa mengajukan claim) Apabila berdasarkan berbagai dokumen claim itu tidak terbantahkan dan layak untuk dipertimbangkan maka claim akan dipertimbangkan dan akan dibayar Kerusakan atau kehilangan isi koli (demage / shortage of contain) Dalam hal kehilangan isi atau kerusakan isi dari koli (demage / shortage of contain) maka akan dilakukan penelitian pada berbagai dokumen berikut Mate s Receipt; Kerusakan atau kehilangan isi koli mungkin terjadi sebelum pengapalan atau sebelum pemuatan di kapal dan oleh sebab itu tanda terima Mualim I (Mate s Receipt) adalah keharusan untuk memperhatikan catatan atau informasi setentangnya berkaitan barang itu. Bila memang pada pemuatan sudah demikian adanya (rusak) atau ada catatan dari Shipper (letter of indemnity) maka claim akan ditolak tentunya. Demage Cargo List; Kerusakan atau kehilangan memang tercantum dalam Demage Cargo List, maka dengan demikian kerusakan atau kehilangan barang tersebut telah terjadi ketika barang masih diatas kapal Teliti jangka waktu pengajuan Claim (Claimdays) Hak claim yang dimiliki oleh penerima barang (consignee) dibatasi waktunya, penelitian waktu claim untuk mengetahui apakah hak claim penerima barang (consignee) masih dalam batas waktu claim atau sudah kedaluwarsa (expired) oleh sebab itu perlu memperhatikan claim period expired misalnya claim dilakukan selambat lambatnya 5 hari setelah pembongkaran Teliti affidavit Meneliti affitdavit untuk mengetahui bahwa lokasi kejadian yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan terjadi waktu bongkar muat barang sehingga menjadi tanggung jawab Board Stevedoring (Perusahaan Bongkar Muat) Teliti Stowage Plan Meneliti cara penyusunan muatan dalam palka kapal untuk mengetahui berbagai kemungkinan terjadi kerusakan atau kehilangan karena teknik penumpukan barang di palka kapal yang salah atau tidak tepat Kesiapan Fasilitas Palka Kapal Ada beberapa kemungkinan kerusakan atau kehilangan terjadi di dalam palka kapal yang disebab kan oleh berbagai penyebab seperti: 9

10 - Tutup palka pecah dan bocor - Akibat hantaman ombak sehingga kapal oleng dan berbagai muatan kapal saling tumbuk dan rusak - Turun hujan secara tiba tiba pada waktu bongkar muat sehingga barang menjadi rusak - Ventilasi udara buruk sehingga tidak terjadi pertukaran udara sehingga ada yang rusak D. Beberapa Alasan Penolakan Klaim Klaim yang diajukan pemilik barang apakah oleh Shipper atau Penerima (Consignee) barang tidak selalu akan diterima atau akan ditolak / disanggah oleh Perusahaan Pelayaran apabila tuntutan claim ganti rugi tidak terbukti atau tidak dapat dibuktikan. Ada beberapa pembatasan akibat hukum perdata tentang hak dan tanggung jawab (kewajiban) antaran pengangkut dan berbagai rantai kegiatan bongkar muat di pelabuhan (seperti Board Stevedoring, Cargo Doring) sebagaimana dinyatakan dalam Clausa Casatoria pada Bill of Lading 1. Hak dan Kewajiban Pengangkut Hak dan kewajiban pengangkut ditentukan seberapa jauh proses pemuatan dan bongkar itu dilaksanakan pada kapal itu, dari proses cara pemuatan barang dan cara pembongkaran barang akan menentukan kapan kewajiban pengangkut dimulai dan kapan kewajiban itu berakhir Apabila pembongkaran dan pemuatan dilakukan dengan cara from tackle to tackle atau dengan perkataan lain kewajiban pengangkut dimulai ketika barang / koli diikat atau dikaitkan dengan sling kapal / tackle kapal waktu barang akan dimuat ke kapal sampai dengan ketika ketika pengikat / pengait sling kapal / tackle kapal dilepas disisi sebelah darat kapal waktu bongkar di pelabuhan tujuan Apabila pembongkaran dan pemuatan barang ke kapal dengan menggunakan Crane darat atau Crane mengapung (floating Crane) maka kewajiban pengangkut dimulai waktu barang yang akan dimuat melewati batas air laut antara crane dengan kapal (ship s rail) demikian juga kewajiban pengangkut berakhir ketika barang yang akan dibongkar telah melewati batas air laut antara kapal dengan crane. Pembatasan hak dan kewajiban yang demikian biasnya berlaku ketika syarat penyerahan barang berdasarkan penyerahan sampai di lambung kapal (overside delivery) 2. Faktor Faktor Penyanggah Claim lainnya Kedaluarsa (Time Barrier) Dasar hukum kedaluarsa adalah Pasal 487 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Carriage of Goods by Sea Act 1924 yang menyatakan bahwa claim claim yang diajukan yang diajukan oleh pemilik barang (shipper atau consignee) dibatasi waktu tidak boleh melampaui waktu satu tahun, bila melebihi batas waktu satu tahun claim akan ditolak karena alasan kedaluarsa. 10

11 Claim Period (Claim Termijn) Dasar hukum kedaluarsa pada penimbunan barang digudang berdasarkan logika semakin lama barang ditimbun dan tidak segera dikeluarkan akan menjadi kan risiko pengelola gudang akan semakin besar bebannya, dan oleh sebab itu pengangkut memberikan batasan waktu untuk itu yang disebut sebagai Claim Period / Claim Termijn pada penerima barang sebagaimana diatur dalam Pasal 517 K Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. Untuk Pengangkutan dengan status Pelayaran Samudra Claim Period / Claim Termijn ditetapkan 5 (lima hari) setelah waktu pembongkaran terakhir, sedangkan untuk Pengangkutan Interinsulair atau antar pulau berlaku 2 (dua) hari dan apabila lebih dari batas waktu itu bukan tanggung jawab pengangkut (carrier) Inssuficiency of Packing Apabila sejak semula pembungkus / kemasan / packing tidak layak (unseaworthy packing) maka apabila terjadi kerusakan atau kehilangan bukan menjadi tanggung jawab pengangkut (carrier) Pencurian (Pilferage) Apabila terjadi kerusakan atau kekurangan barang karena pencurian dalam proses rantai pembongkaran dan penyimpanan di gudang bukan menjadi tanggung jawab pengangkut (carrier) Natural Lost Natural Lost adalah kekurangan / penyusutan akibat sifat alamiah barang yang mungkin timbul akibat perubahan ikilim (misal dari kawasan lembab ke kawasan kering) atau akibat handling dan alat kemas yang mudah bocor (misal karung) mungkin akan terjadi kekurangan atau kebocoran, namun masalahnya adalah kapan suatu kebocoran dianggap alami sehingga tidak layak diajukan claim. Klaim atas kekurangan atau kebocoran barang akibat handling baang ketika membongkar dan memuat dinyatakan alamiah secara umum tidak boleh melebihi 5 % (lima percent) dan apabila lebih dari tiu dianggap sengaja membuat bocor sehingga berkurang dan kemungkinan dapat diajukan Claim Ada beberapa kreteria tentang kekurangan alamiah yaitu - Pembongkaran / memuat semen melalui dermaga kekurangan alamiah (natural lost) yang dapat ditoleransi sebesar 2 ½ % atau 3 ½ % bila kegaiatan membongkar / memuat melalui perahu (rede transport) - Membongkar / memuat tepung terigu batas toleransi kekurangan alamiah sebesar 1% bila tidak ada Surat Keterangan apapun seperti pencurian, batas toleransi kekurangan alamiah menjadi 2% bila ada Surat Keterangan telah terjadi pencurian dan akan menjadi 3% bila ada Surat Keterangan telah terjadi pencurian yang sangat meyakinkan 11

12 Deck Cargo Deck Cargo adalah cara pemuatan barang tidak melalu Palka Kapal melainkan dimuat diatas Deck Kapal adalah menjadi risiko pemilik barang tidak dapat diajukan Claim ke pengangkut. Akan tetapi apabila Deck Cargo mendapat catatan dalam Bill of Lading dan dinyatakan Shipped on Deck atau Shipper s Risk and Ex Place apabila terjadi kekurangan atau kerusakan menjadi tanggung jawab pengangkut. Bocor (Leakage) Kebocoran yang terjadi atas kemasan dalam bentuk kaleng atau drum karena handling yang tidak tepat pada waktu memuat atau membongkar seperti retak atau bocor bukan menjadi tanggung jawab pengangkut (Carrier) E. Asuransi Laut (Marine Insurance) Asuransi adalah merupakan perjanjian berupa perikatan hukum asuransi antara perusahaan asuransi dengan dan mereka yang ingin memperoleh perlindungan dari perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi sebagai penjamin berjanji akan menanggung atau mengganti kerugian yang mungkin timbul akibat suatu peristiwa yang belum tentu terjadi dan oleh sebab itu perusahaan asuransi menerima sejumlah uang yang telah disepakati sebagai premi asuransi, dengan demikian perjanjian asuransi mengandung unsur spekulasi yang bertujuan meringankan beban mereka para pelaku business agar tidak menderita kerugian yang besar. Sehubungan dengan maksud dan tujuan asuransi untuk mengurangi risiko beban kerugian yang mungkin timbul dalam perdagangan, maka asuransi akan selalu beriringan dengan proses perdagangan internasional, hanya dilihat dari pabean premi jasa asuransi khususnya untuk Indonesia menjadi bagian dari komponen harga guna menghitung bea masuk sebagaimana dikenal Cost Insurance and Freight (CIF). Landasan hukum Asuransi adalah Kitab Undang Undang Hukum Dagang. 1. Asuransi Laut (Marine Insurance) Asuransi Laut mempunyai sejarah yang cukup panjang yaitu sudah ada sejak abad XVIII. Berawal dari keberhasilan Columbus, Vasco de Gama, Magelhan, Corneleis de Houtman, de Keizer menemukan sumber remapah rempah di India Timur seiring meningkatnya armada Eropa menuju Asia maka perdagangan melalui laut makin meningkat. Para saudagar di Inggris agak risau betapa kerugian besar akan mereka alami manakala kapal dagang mereka mengalami berbagai gangguan dilaut apakah karena gangguan alam berupa ombak yang besar (terutama ketika melewati Tanjung Harapan / Cape of Hope) di selatan perairan Afrika Selatan atau mengalami perompakan ditengah laut yang akan membuat mereka akan bangkrut karenanya. 12

13 Para Saudagar Inggris berkumpul di suatu tempat dikenal sebagai d lloyd sepakat membentuk perusahaan jasa asuransi laut d Lloyd dengan tujuan untuk meringankan beban kerugian yang mungkin timbul akibat gangguan alam maupun gangguan lainnya diluar kemampuan manusia untuk mengatasinya (force mayeur), dan sejak itu kemudian diperkenalkan jasa asuransi laut (marine insurance) Marine Insurance adalah jasa asuransi tertua yang pernah ada, yang kemudian karena dirasakan sangat besar manfaatnya maka kemudian berkembang berbagai jenis asuransi seperti asuransi kebakaran, asuransi kematian, asuransi hari tua, asuransi pendidikan dll. 2. Obyek Asuransi Angkutan Laut dan atau Udara Ada beberapa obyek asuransi laut yang dapat memperoleh jaminan atau pertanggungan dari perusahaan pengangkutan seperti: - Lunas Kapal (Casco) dengan segala peralatan dan perlengkapan kapal - Barang Barang yang dimuat baik oleh Alat Angkut Laut dan atau Udara - Untung yang diharapkan dari suatu transaksi perdagangan. - Jasa Uang Tambang (Freight) 3. Polis Asuransi Perjanjian asuransi berdasarkan Kitab Undang Undang Hukum Dagang harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang resmi yang kemudian dikenal sebagai Polis Asuransi. Dalam akta asuransi dinyatakan suatu perjanjian dua belah pihak yang berisi hak dan kewajiban antara perusahaan asuransi (penanggung) dan pembayar premi asuransi (tertanggung) Ada beberapa butir butir (points) yang harus diperhatikan dalam Polis Asuransi. Contoh : Asuransi Kapal Dalam asuransi kapal harus memperhatikan butir sebagai berikut - Tanggal perjanjian asuransi dilakukan - Nama nama pihak yang berkaitan dengan asuransi. - Nama Kapal dan Nama Nakhoda - Voyage Number atau Perjalanan Kapal yang akan ditanggung - Resiko resdiko yang dijamin oleh asuransi - Tanggal dimulai dan tanggal berakhirnya perjanjian asuransi - Premi yang dibayar Besarnya premi yang dibayar hendaknya memperhatikan beberapa hal seperti - Jangka waktu pertanggungan 13

14 - Route / jalur pelayaran yang ditempuh (aman atau sering terjadi perompakan atau merupakan daerah perang) - Kondisi kapal yang ditanggung - Nama kapal yang ditanggung - Gross Registered Ton (G.R.T) - Tahun pembuatan kapal - Harga Kapal (Value) - Kawasan beroperasinya kapal - Klasifikasi Kapal - Warrisk (risiko pada kawasan perang) - Bahaya perampasan, perompakan dan pemogokan (molest) 4. Beberapa Teknik Pencegahan Kerusakan / Kehilangan Selama di Kapal To Exercise Due Delligence Kewajiban pengangkut (carrier) adalah merawat dan menjaga kualitas alat angkut wajib melakukan perawatan sebagaimana diatur dalam The Hague Rules maupun yang disyaratkan dalam Bill of Lading, sehingga kapal / alat angkut ketika digunakan layak laut atau telah melakukan perawatan yang semstinya (to exercise due delligence) antara lain a) Perawatan Palka dan Ruangan Kapal Lainnya Perusahaan Pelayaran berkewajiban memelihara alat angkut yang ditawarkan kepada pengguna alat angkut dengan merawat kapalnya dan ruang ruang penyimpanan barang di kapal agar barang barang tidak rusak atau menurun mutunya. Mungkin kerusakan atau turunnya mutu barang yang diangkut oleh kapal disebabkan oleh karat, sisa sisa minyak dengan akibat akan mendapat claim dari pengguna jasa angkutan. Biaya perawatan (maintenance cost) menjadi beban Perusahaan Pelayaran sebagai pemilik kapal b) Meneliti Koli dan Barang Sebelum Dimuat Sebelum memuat barang keatas kapal sebaiknya menelitikualitas kemasan barang dan relevansi bahan kemasan dengan barang yang ada didalamnya seperti papan atau peti retak atau pecah dan oleh sebab itu bila diperlukan dicatat dalam Mate s Receipt yang ditanda tangani mualim sebagai laporan kondisi kemasan c) Dunnage Ketersediaan kelengkapan kapal dengan tujuan untuk membantu menjaga kualitas barang dan keamanan barang yang dimuat kapal sekaligus untuk mencegah berbagai kerusakan yang mungkin 14

15 timbul. Kelengkapan itu berupa tali, slink, kayu, papan sebagai alas atauu sebagai pemisah antara muatan barang yang satu dengan yang lainnya d) Stowage Plan Barang barang yang dimuat dalam pakal harus disusun berdasarkan norma tertentu dengan tujuan agar tidak terjadi kerusakan atau penurunan mutu barang dalam proses pengiriman, pembongkaran barang. Misalnya kreteria barang yang berat posisi dibawah barang yang lebih ringan, barang yang tujuan pada pelabuhan pertama tempatnya diatas barang yang tujuannya pada pelabuhan selanjutnya dll. Pengaturan susunan barang barang cargo harus memperhatikan karakteristik kemasan dan barang yang dimuat agar mudah dalam melakukan pembongkarannya dan tetap aman atau tidak mengalami kerusakan. Board Steve Doring Steve doring adalah Perusahaan Jasa Bongkar Muat yang mempunyai peran penting dalam upaya mencegah terjadinya kerusakan barang pada waktu pembongkaran dan mempunyai system pencatatan dan monitoring yang baik sebagai bahan melakukan penelusuran sebab sebab kerusakan barang dan atau kekurangan atau kehilangan barang dalam proses pengangkutan. Ada beberapa kegiatan Steve Doring a) Bongkar Muat Barang Kegiatan membongkar harus dilakukan dengan hati hati agar tidak terjadi kerusakan dan oleh sebab itu memerlukan alat alat bongkar muat (seperti Forklift, Sling, Crane, Derek dll) yang baik dan operator alat yang trampil. b) Pentelian (Tally) Pentelian (tally) adalah kegiatan monitoring dan pencatatan tentang barang barang yang dibongkar dari kapal ke dermaga atau dimuat dari dermaga ke kapal yang berfungsi sebagai data rekapitulasi tentang jumlah barang barang yang dibongkar atau yang dimuat dari atau ke kapal dan dapat berfungsi sebagai bukti penyerahan barang dari pengangkut ke pergudangan. Dalam daftar tally (tally sheet) memuat berbagai catatan tentang kondisi cargo dan atau kejadian kejadian waktu membongkar dan atau memuat dan catatan itu mempunyai kekuatan hukum informatif dan oleh sebab itu kegiatan membongkar dan memuat harus dilakukan secara hati hati. c) Dispute Muatan Pada barang barang yang dimuat secara langsung ke kapal sering terjadi perbedaan penjumlahan dalam pentalian (tally), maka diperlukan konfirmasi dari berbagai petugas tally untuk memperoleh kepastian tentang berapa jumlah barang yang telah dimuat atau telah dibongkar 15

16 d) Daftar Barang / Cargo Rusak Dari systems pencatatan melalui tally akan diketahui beberapa barang yang ketika dimuat atau dibongkar barang tersebut telah rusak kemasannya. Dari data tersebut akan dapt dibuat daftar barang barang yang mengalami kerusakan pada kapal yang diawasinya. Sistem Kemasan (Packing Systems) Systems kemasan adalah systems yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pemuatan dan pembongkaran barang dalam proses pengangkutan karena dalam proses pengangkutan melibatkan perjanjian tiga pihak yaitu pengangkut (carrier), shipper (eksportir), consignee (importir) dan pengangkut (carrier) berkewajiban mengangkut dan membongkar dan atau menyerahkan barang yang diangkutnya dalam keadaan baik. a) Fungsi Packing / Kemasan Fungsi kemasan pada barang yang diangkut melalui transportasi laut dan atau udara adalah - Melindungi barang dari kerusakan atau penurunan mutu barang - Melindungi barang dari tindak pencurian - Memudahkan pejabat publik (Pabean, Karantina, Otoritas Pelabuhan) dalam menidentifikasi barang dan untuk pencegahan penyelundupan dan atau tindak terorisme. b) Berbagai Jenis Kemasan Ada dua jenis kemasan yaitu kemasan tradisional dan kontainer, jenis kemasan tradisional biasnya menjadi isi kemasan kontainer. Dalam kemasan tradisional selalu memperhatikan karakter jenis barang dan sifat jenis barang agar sesuai dengan jenis kemasan dan sesuai tempat penimbunan - Benda Gas dikemas dalam tabung tabung gas dengan tekanan tinggi - Benda Cair dikemas dalam drum, tahang (tong kayu),kaleng, botol - Benda Padat Masive dalam peti, dos, karton, ball terikat, skid, roll - Benda Padat Terurai seperi Tepung Terigu, Semen, Pupuk dalam bentuk kantong kain (terigu), Zack (semen), karung. c) Tanda Merk dan Nomer Kontainer Tanda Merk (Mark), Nomer yang tertera dalam kemasan mempunyai arti dan maksud serta fungsi sebagai perlindungan (protection), perhatian untuk perlakuan tertentu (cautionary marking) dan untuk identifikasi d) Fungsi Proteksi (Perlindungan) - Lock Up Stowage (timbun dalam ruangan khusus / istimewa) 16

17 - Lift Here (angkat disini) - Stowage in Cool Place (simpan diruang teduh / dingin) - Grap Here (pegang disini) - Special Stowage (Pemuatan Khusus / Istimewa) - Stow away from boilers and engine room, bulk heads and hot pipe (jauhkan dari ketel uap panas, mesin,bulkheads dan pipa panas) - Alto atau Up, atau Oben atau Haut = Atas - Basso, Bottom = Bawah - Keep Dry (Jauhkan dari air atau kelembaban) e) Fungsi Untuk Perhatian Perlakuan Atas Barang - Use No Hooks (Jangan menggunakan ganco / alat berujung tajam) - This Side Up (ini ujung / atas) - Handle with Care (Perlakukan secara berhati hati) - Fragile (Barang barang mudah pecah) - Open Here (Buka disini) - Do not Drop (Jangan dibanting) f) Fungsi Identifikasi - Leading Marks and Numbers (Merk dan Nomer Koli) - Port Mark (Kode Pelabuhan Tujuan) - Gross Weight = Berat Kotor - Tara = Potongan Berat - Netto = Berat Bersih - Hores Power (HP) = Satuan hitung daya - Kilo Watt (KW) = Satuan hitung kekuatan listrik setara 1000 Watt - Dan berbagai satuan hitung teknik lainnya Kesimpulan Klaim adalah tuntutan penggantian kerugian atas timbulnya kejadian yang menyebabkan terjadinya kerusakan, penurunan mutu, kekurangan barang barang yang menjadi tanggung jawab penyelenggara jasa angkutan atau jasa bongkar muat atau jasa pergudangan pada waktu barang diterima oleh importir atau consignee. Dasar atau alasan terjadinya klaim, antara lain: laporan tentang kekurangan barang, laporan tentang kerusakan barang, laporan tentang kelebihan barang Prosedur pengajuan klaim pada perusahaan pelayaran: 17

18 - Tahapan pengajuan: lengkapi Except Bewijs atau Claim Constatering Bewijs sebagai bukti barang termaksud hilang atau rusak, copy B/L, invoice, packing list dan polis asuransi - Tahapan pemeriksaan klaim: penentuan klasifikasi masalah, apakah klaim karena kerusakan atau kehilangan. Alasan penolakan klaim, antara lain: hak dan kewajiban pengangkut telah dipenuhi, kadaluwarsa klaim, periode klaim, inssuficiency of packing, pencurian, kekurangan karena sifat alamiah, deck cargo loading, dan adanya kebocoran. Asuransi laut merupakan perjanjian berupa perikatan hukum asuransi antara perusahaan asuransi dengan dan mereka yang ingin memperoleh perlindungan dari perusahaan asuransi. Obyek asuransi laut: Lunas Kapal (Casco) dengan segala peralatan dan perlengkapan kapal; Barang Barang yang dimuat baik oleh Alat Angkut Laut dan atau Udara; Untung yang diharapkan dari suatu transaksi perdagangan dan Jasa Uang Tambang (Freight) 18

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6 Berbagai Dokumen Penting Ekspor Pertemuan ke-6 BERBAGAI DOKUMEN EKSPOR 1. Invoice 2. Sales Contract 3. PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang ) 4. Full Set on Board Ocean Bill of Lading / Airway bill 5. Packing

Lebih terperinci

Mengenal Jasa Transportasi Laut dan Udara

Mengenal Jasa Transportasi Laut dan Udara Mengenal Jasa Transportasi Laut dan Udara Oleh: Syaiful Anwar Pendahuluan Kesuksesan perdagangan Internasional terjadi dengan dukungan beberapa faktor kunci, yaitu komitmen pelaku perdagangan, instrumen

Lebih terperinci

BAB VIII. STOWAGE PLAN Loaded at : Port of Tg. Priok Draft : F. : 52 Disch port : Makassar / Bitung M. : chi' Total of Cargo

BAB VIII. STOWAGE PLAN Loaded at : Port of Tg. Priok Draft : F. : 52 Disch port : Makassar / Bitung M. : chi' Total of Cargo BAB VIII RENCANA PENGATURAN MUATAN (STOWAGE PLAN) Stowage plan adalah merupakan sebuah gambaran informasi mengenai Rencana Pengaturan muatan di atas kapal yang mana gambar tersebut menunjukkan pandangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI I. TATALAKSANA EKSPOR 1. Kewenangan pemeriksaan barang-barang

Lebih terperinci

Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Kekhususan Jual Beli Perusahaan JUAL BELI DAGANG Suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan yakni perbuatan pedagang / pengusaha lainnya yang berdasarkan jabatannya melakukan perjanjian jual beli Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan perkuliahan dengan Pokok Bahasan Sistem Pembayaran Perdagangan Internasional, mahasiswa akan dapat

Lebih terperinci

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama)

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama) Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama) Ringkasan Depo Peti Kemas Pengawasan Pabean (DP3) adalah salah satu bentuk Fasilitas Lembaga Kepabeanan yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan A. Ekspor BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

MARINE CARGO INSURANCE

MARINE CARGO INSURANCE MARINE CARGO INSURANCE Asuransi Pengangkutan Barang Perlindungan menyeluruh terhadap risiko kerugian atau kerusakan barang dalam perjalanan laut, udara dan darat MARINE CARGO INSURANCE ASURANSI PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TANGGAL 4 APRIL 1985

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TANGGAL 4 APRIL 1985 LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TANGGAL 4 APRIL 1985 I. TATALAKSANA EKSPOR Untuk memperlancar arus barang ekspor diambil langkah-langkah 1. Terhadap barang-barang ekspor

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP - 61 /BC/2000 TENTANG TATACARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan kebijaksanaan kelancaran arus barang untukmenunjang

Lebih terperinci

Proses dan Prosedur Ekspor. Pertemuan ke-3

Proses dan Prosedur Ekspor. Pertemuan ke-3 Proses dan Prosedur Ekspor Pertemuan ke-3 PROSES PERDAGANGAN EKSPOR Kegiatan ekspor: Upaya seorang pengusaha dlm memasarkan komoditi yg dikuasainya ke negara lain atau bangsa asing, dg mendapatkan pembayaran

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1. Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan kerja praktek pada PT.SAMUDERA INDONESIA cabang bandung Jawa Barat penulis ditempatkan di bagian pemasaran dan

Lebih terperinci

Amelia Febriani Kelompok 3 Buku Kerja Dokumen Produk Ekspor

Amelia Febriani Kelompok 3 Buku Kerja Dokumen Produk Ekspor 1. Jelaskan tiga dokumen yang diperlukan untuk mengurus pengiriman sebelum melaksanakan ekspor! a. Delivery Order (DO), yaitu surat dari perusahaan pelayaran sebagai jawaban dari shipping instruction b.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PRODUK ASURANSI PENGANGKUTAN ( MARINE CARGO )

RINGKASAN PRODUK ASURANSI PENGANGKUTAN ( MARINE CARGO ) RINGKASAN PRODUK ASURANSI PENGANGKUTAN ( MARINE CARGO ) Asuransi Raksa Pratikara didirikan pada tahun 1975 dan menjalankan usahanya berdasarkan semboyan "BIJAKSANA DAN TEPERCAYA. Kami siap memberikan layanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.213, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Kawasan. Penimbunan Sementara. Tempat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.04/2015 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-26/BC/2007 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sebelum laporan Tugas Akhir yang penulis kerjakan, telah banyak penelitian terdahulu yang memiliki pembahasan yang sama mengenai ekspor dan impor, hal ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Efisiensi 2.1.1 Pengertian Efisiensi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu,

Lebih terperinci

BAB VI ASURANSI ANGKUTAN LAUT DAN UDARA

BAB VI ASURANSI ANGKUTAN LAUT DAN UDARA BAB VI ASURANSI ANGKUTAN LAUT DAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan perkuliahan dengan Pokok Bahasan, mahasiswa akan dapat menjelaskan peranan asuransi dalam pengiriman barang ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar

Lebih terperinci

BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Perusahaan 3.1.1 Riwayat Perusahaan PT. Mega Segara merupakan salah satu perusahaan jasa transportasi di Jakarta Utara yang bergerak di bidang jasa pengiriman

Lebih terperinci

JASA ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM SULFATE) DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK

JASA ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM SULFATE) DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK Halaman : 1 dari 9 (RKS) JASA ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM SULFATE) DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK LOKASI : CIKAMPEK-KARAWANG, INDONESIA 0 JASA, ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. No.1366, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan kebijaksanaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Ekspor Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana barang yang dimaksud terdiri dari barang dalam negeri (daerah pabean), barang

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR DIREKTORAT PEMBINAAN KURSUS DAN PELATIHAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2011 A. Latar Belakang.

Lebih terperinci

DOKUMEN EKSPOR IMPOR. Hertiana Ikasari, SE, MSi

DOKUMEN EKSPOR IMPOR. Hertiana Ikasari, SE, MSi DOKUMEN EKSPOR IMPOR Hertiana Ikasari, SE, MSi Dokumen yang dibutuhkan dalam perdagangan Internasional bervariasi tergantung pada jenis transaksi, ketentuan atau peraturan negara pengimpor dan pengekspor,

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES LATAR BELAKANG 1. Mengurangi dwelling time di pelabuhan, khususnya jangka waktu untuk pre-customs clearance 2. Mempercepat waktu penyampaian Inward Manifest yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Objek Penelitian. cabang dari PT. Sarana Bandar Nasional. PT. Sarana Bandar Nasional sendiri

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Objek Penelitian. cabang dari PT. Sarana Bandar Nasional. PT. Sarana Bandar Nasional sendiri BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Sejarah PT Sarana Bandar Nasional PT. Sarana Bandar Nasional cabang Tanjung Priok adalah perusahaan cabang dari PT. Sarana Bandar Nasional.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang rendah dalam melakukan muat-bongkar barang dan upah. terciptanya peti kemas (container) (Amir MS, 2004:111).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang rendah dalam melakukan muat-bongkar barang dan upah. terciptanya peti kemas (container) (Amir MS, 2004:111). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional sangat memerlukan adanya transportasi khususnya dibidang ekspor karena dapat memperlancar pengiriman barang sampai negara tujuan, barang-barang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1955, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Dari Dan Ke Kapal. Bongkar Muat. Penyelenggaraan dan Pengusahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 152 TAHUN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS)

RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS) Halaman : 1 dari 9 (RKS) JASA KEPABEANAN, HANDLING, ANGKUTAN DAN PEMBONGKARAN DI GUDANG CIKAMPEK UNTUK PUPUK KALIUM CHLORIDE (KCL) FINE GRADE DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG (CIKAMPEK)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pabean. Kawasan. Perdagangan. Pelabuhan. Pemberitahuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pabean. Kawasan. Perdagangan. Pelabuhan. Pemberitahuan. Perubahan. No.541, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pabean. Kawasan. Perdagangan. Pelabuhan. Pemberitahuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 241/PMK.04/2009

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4. Incoterm 2010

Pertemuan ke-4. Incoterm 2010 Pertemuan ke-4 Incoterm 2010 INCOTERMS 2010 GROUP E DEPARTURE EXW EX WORKS GROUP F MAIN CARRIAGE UNPAID FCA FAS FOB FREE CARRIER FREE ALONGSIDE SHIP FREE ON BOARD GROUP C MAIN CARRIAGE PAID CFR CIF CPT

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PENGANGKUTAN PERANAN PENTING PENGANKUTAN LAUT. Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PENGANGKUTAN PERANAN PENTING PENGANKUTAN LAUT. Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B TUGAS MATA KULIAH HUKUM PENGANGKUTAN PERANAN PENTING PENGANKUTAN LAUT Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seseorang yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan

Lebih terperinci

Nomor : /PLP/200.. Tanggal : Lampiran : Hal : Permohonan Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor FORMAT SURAT PERMOHONAN PLP

Nomor : /PLP/200.. Tanggal : Lampiran : Hal : Permohonan Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor FORMAT SURAT PERMOHONAN PLP Nomor : /PLP/200.. Tanggal : Lampiran : Hal : Permohonan Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor FORMAT SURAT PERMOHONAN PLP Yth. Kepala Seksi Administrasi Manifest Lampiran I Dengan ini kami mengajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. risiko yang ditanggung oleh pelaku ekspor-impor. Pelaku perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. risiko yang ditanggung oleh pelaku ekspor-impor. Pelaku perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan perdagangan internasonal tidak lepas dari ancaman risiko yang ditanggung oleh pelaku ekspor-impor. Pelaku perdagangan internasional harus memikirkan tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI

Lebih terperinci

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-02/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah Penetapan Nilai Pabean sebesar CIF USD 17,507.12;

: bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah Penetapan Nilai Pabean sebesar CIF USD 17,507.12; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-35310/PP/M.V/19/2011 Jenis Pajak : Bea Masuk; Tahun Pajak : 2009; Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2017 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang terbesar di dunia dengan memiliki luas wilayah laut yang sangat luas Oleh karena itu, kapal merupakan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN PEMBORONGAN PENGADAAN DAN PENGIRIMAN BUKU

CONTOH SURAT PERJANJIAN PEMBORONGAN PENGADAAN DAN PENGIRIMAN BUKU CONTOH SURAT PERJANJIAN PEMBORONGAN PENGADAAN DAN PENGIRIMAN BUKU SURAT PEMBORONGAN PEKERJAAN PENGADAAN DAN PENGIRIMAN BUKU PELAJARAN DAN BUKU PEGANGAN GURU MATA PELAJARAN --------------------------------------

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 551 TAHUN : 2001 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGELOLAAN DERMAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG

Lebih terperinci

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011 -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011 TENTANG TATA LAKSANA PEMBERITAHUAN MANIFES KEDATANGAN SARANA

Lebih terperinci

pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.) Setelah barang impor

pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.) Setelah barang impor Sekilas Tentang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Memberikan sedikit gambaran tentang Bea dan Cukai Indonesia di bawah Kementerian Keuangan RI Macam- macam Pemberitahuan Pabean Dalam rangka melayani pengurusan

Lebih terperinci

PENANGANAN MUATAN. Dosen : Haryono Putro

PENANGANAN MUATAN. Dosen : Haryono Putro PENANGANAN MUATAN Dosen : Haryono Putro Pendahuluan Penting di perhatikan karena berpengaruh terhadap biaya, waktu- efisiensi aktivitas bongkat muat pelabuhan. Perhatian juga menyangkut keamanan kapal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 158/PMK.04/2017

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 158/PMK.04/2017 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 158/PMK.04/2017 Direktorat Teknis Kepabeanan LATAR BELAKANG 1. Mengurangi dwelling time di pelabuhan, khususnya jangka waktu untuk pre-customs clearance 2. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kelebihan atau adventage masing-masing sebagai akibat dari letak geografis, kondisi alam yang

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In No.1817, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bongkar Muat. Barang. Kapal. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) adalah perusahaan

BAB IV PEMBAHASAN. Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) adalah perusahaan BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Pemajakan PPh Pasal 23 atas Transaksi Pemakaian Jasa Trucking Selama Ini Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) adalah perusahaan yang bergerak dalam pengurusan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan laut sebagai salah satu sarana

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PT. MITRA ATLANTIK NUSANTARA SEMARANG MELALUI LAUT SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Hukum

TANGGUNG JAWAB PT. MITRA ATLANTIK NUSANTARA SEMARANG MELALUI LAUT SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Hukum TANGGUNG JAWAB PT. MITRA ATLANTIK NUSANTARA SEMARANG SEBAGAI FREIGHT FORWARDER DALAM PENGIRIMAN BARANG MELALUI LAUT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Hukum Guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN

BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. b. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.386, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kesyahbandaran. Pelabuhan Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Utama, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17550, Jawa Barat, Indonesia Telp (62 21) 2908 2908, Fax (62 21) 2908

Lebih terperinci

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1553, 2015 KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK TERTENTU

Lebih terperinci

Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah?

Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah? Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah? Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstrak Nilai transaksi adalah harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :45

1 of 5 21/12/ :45 1 of 5 21/12/2015 12:45 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),

Lebih terperinci

Seluk-Beluk Jasa Pengiriman Barang yang Perlu Diketahui

Seluk-Beluk Jasa Pengiriman Barang yang Perlu Diketahui Seluk-Beluk Jasa Pengiriman Barang yang Perlu Diketahui Jasa pengiriman barang kini merupakan bagian dari kebutuhan masyarakat modern. Pemicunya adalah perubahan pola perilaku masyarakat dalam hal berbelanja.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

TATA CARA PENIMBUNAN BARANG YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN PABEANNYA DI TEMPAT LAIN YANG DIPERLAKUKAN SAMA DENGAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

TATA CARA PENIMBUNAN BARANG YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN PABEANNYA DI TEMPAT LAIN YANG DIPERLAKUKAN SAMA DENGAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR.. /PMK.04/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-40/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-40/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-40/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR PENYAMPAIAN PEB KE KANTOR PABEAN PEMUATAN Data elektronik atau tulisan diatas formulir PDE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang sepanjang garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk memperlancar roda ekonomi regional

Lebih terperinci

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1551 2015 KEMENDAG. Impor. Tekstil. Produk Tekstil. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan suatu barang atau komoditi dari daerah pabean, atau mengirim barang tersebut dari

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Praktek Kerja dan Analisis. 4.2 Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem pembelian impor komponen

BAB IV. Hasil Praktek Kerja dan Analisis. 4.2 Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem pembelian impor komponen BAB IV Hasil Praktek Kerja dan Analisis 4.1 Sistem Komputerisasi yang digunakan Perusahaan ini telah menggunakan sistem yang terkomputerisasi sebagai kegiatan operasional kerja. Database yang digunakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, 03 Oktober Penyusun

KATA PENGANTAR. Surabaya, 03 Oktober Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai alat bongkar muat pada kapal. Dalam penyusunannya,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci