BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Batuan Beku (Buku Pedoman Geologi Lapangan, 2004) DASIT MONZONIT KWARSA PORFIR MONZONIT GRANO DIORIT PORFIR PORFIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Batuan Beku (Buku Pedoman Geologi Lapangan, 2004) DASIT MONZONIT KWARSA PORFIR MONZONIT GRANO DIORIT PORFIR PORFIR"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit merupakan kelompok batuan beku ekstrusif dengan tekstur afanitik. Mineral penyusun utama berupa plagioklas (lihat Tabel 2.1), mineral penyusun lain yang dapat ditemukan berupa biotit, hornblende dan piroksen. Secara umum memiliki struktur yang sama diorit. Tabel 2.1 Batuan Beku (Buku Pedoman Geologi Lapangan, 2004) VULKANIK PLUTONIK ASAL KEJADIAN TEKSTUR KOMPOSISI Afanitik/ fanitik porfir Granular Karakteristik Utama (esensial) RIOLIT GRANIT PORFIR RIODASIT LATIT MONZONIT KWARSA PORFIR MONZONIT PORFIR MONZONIT KWARSA GRANO DIORIT PORFIR GRANO DIORIT DASIT TONALIT PORFIR ANDESIT BASALT FONOLIT DIORIT PORFIR GABRO PORFIR GABRO OLIVIN GABRO LEUSIT PORFIR NEFLIN PORFIR SYENIT NEFELIN GRANIT TONALT DIORIT MONZONIT KWARSA ANORTOSIT muskovit Biotit Biotit Biotit Biotit Biotit Biotit Hornblende Horn blende Hornblende Hornblende Hornblende Ortoklas Horblende Piroksen Piroksen Piroksen Piroksen Piroksen KWARSA HADIR KWARSA ABSEN Ortoklas> Ortoklas Ortoklas< Na >> Na >> Ca >> Feldspatoid Plagioklas< Plagioklas Plagioklas> Plagioklas Plagioklas Plagioklas Leusit GARIS PEMISAH KWARSA TIPE BATUAN FELSIK INTERMEDIER MAFIK ALKALIK 6

2 2.2 KARAKTERISTIK MEKANIK BATUAN Karakteristik mekanik yang diperoleh dari penelitian ini adalah kuat tekan batuan ( c ), kuat tarik batuan ( t ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (selubung kekuatan batuan (strength envelope), kuat geser (), kohesi (C), dan sudut geser dalam ( Masing-masing karakter mekanik batuan tersebut diperoleh dari uji yang berbeda. Kuat tekan batuan dan Modulus Young diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial. Pada penelitian ini nilai kuat tekan batuan dan Modulus Young diambil dari nilai rata-rata hasil pengujian tiga contoh batuan. Untuk kuat tarik batuan diperoleh dari uji kuat tarik tak langsung (Brazillian test). Sama dengan uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik tak langsung menggunakan tiga contoh batuan untuk memperoleh kuat tarik rata-rata. Sedangkan selubung kekuatan batuan, kuat geser, kohesi, dan sudut geser dalam diperoleh dari pengujian triaksial konvensional dan multitahap Uji Kuat Tekan Uniaksial (UCS) Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat mekanik yang paling umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan ( c ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (, dan kurva tegangan-regangan. Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan Kuat Tekan Batuan ( c ) Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan dari contoh batuan. Harga tegangan pada saat contoh batuan hancur didefinisikan sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan : 7

3 F = A...(2.1) c Keterangan : c = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa) F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kn) A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm) Modulus Young (E) Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur sejajar arah perlapisan (Jumikis, 1979). Modulus elastisitas dihitung dari perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial. Modul elastisitas dapat ditentukan berdasarkan persamaan :...(2.2) a Keterangan: E = Modulus elastisitas (MPa) = Perubahan tegangan (MPa) a = Perubahan regangan aksial (%) Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas yaitu : a. Tangent Young s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial. 8

4 b. Average Young s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva teganganregangan. c. Secant Young s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial. Gambar 2.1 Metode perhitungan modulus young 9

5 Nisbah Poisson (Poisson s Ratio, Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara regangan lateral dan regangan aksial (ditunjukkan oleh persamaan 2.3). Nisbah Poisson menunjukkan adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion) akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Sifat mekanik ini dapat ditentukan dengan persamaan : l = -...(2.3) a Keterangan: = Nisbah Poisson l = regangan lateral (%) a = regangan aksial (%) Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat runtuh. Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan dan kualitas permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan permukaan alat penekan saat pembebanan. Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial menghasilkan tujuh tipe pecah, yaitu : a. Cataclasis b. Belahan arah aksial (axial splitting) c. Hancuran kerucut (cone runtuh) d. Hancuran geser (homogeneous shear) e. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner) f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear) g. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling) 10

6 Gambar 2.2 Tipe hancuran batuan pada kuat tekan uniaksial (Kramadibrata, 1991) Uji Kuat Tarik Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan ( t ). Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh batuan di laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak langsung. Metode kuat tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering digunakan. Hal ini 11

7 disebabkan uji ini lebih mudah dan murah daripada uji kuat tarik langsung. Salah satu uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian test. Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan persamaan: t 2.F...(2.4).D.L Keterangan : t = Kuat tarik batuan (MPa) F = Gaya maksimum yang dapat ditahan batuan (KN) D = Diameter contoh batuan (mm) L = Tebal batuan (mm) Gambar 2.3 Uji Brazilian Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik Uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk menentukan cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu tempuh gelombang primer yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan menggunakan Portable Unit Non-destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT). Kecepatan rambat gelombang primer ditentukan melalui persamaan

8 V p L...(2.5) t p Keterangan: L = panjang contoh batuan yang diuji (m) t p = waktu tempuh gelombang ultrasonik primer (detik) V p = cepat rambat primer atau tekan (m/detik) Cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat di dalam batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: ukuran butir dan bobot isi porositas dan kandungan air temperatur kehadiran bidang lemah Ukuran butir dan bobot isi Batuan yang memiliki ukuran butir halus atau kecil memiliki cepat rambat gelombang lebih besar daripada batuan dengan ukuran butir kasar atau besar. Hal ini disebabkan karena batuan berbutir kasar akan memberikan ruang kosong antar butir lebih besar dibandingkan batuan berbutir halus. Ruang kosong inilah yang menyebabkan cepat rambat gelombang menurun karena tidak ada media perambatannya. Sama halnya dengan ukuran butir, batuan berbutir halus memiliki bobot isi yang lebih padat dibandingkan batuan berbutir kasar. Karena kerapatan antar butir yang tinggi dan sedikitnya ruang kosong yang dimiliki batuan. Oleh karena itu, batuan yang memiliki bobot isi tinggi memiliki cepat rambat gelombang yang tinggi Porositas dan kandungan air Porositas merupakan banyaknya rongga dalam suatu batuan terhadap volume keseluruhan. Jadi semakin tinggi nilai porositas akan menunjukan semakin banyak 13

9 rongga atau ruang kosong di dalam batuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi porositas maka cepat rambat gelombang akan semakin kecil. Kandungan air dalam batuan yang cenderung berpori akan merubah kecepatan rambat gelombang di dalam batuan tersebut. Pada nilai porositas tertentu, kecepatan rambat gelombang akan bertambah besar karena terjadinya peningkatan derajat kejenuhan air. Hal ini terjadi karena kecepatan rambat gelombang di dalam air jauh lebih besar dari di udara Temperatur Kecepatan rambat gelombang ultrasonik juga diperngaruhi. Temperatur tinggi pada saat pengujian akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat melalui contoh batuan Kehadiran bidang lemah Bidang lemah yang berada didalam batuan akan mempengaruhi cepat rambat gelombang ultrasonik. Bidang lemah yang merupakan bidang batas antara dua permukaan akan menhadirkan ruang kosong berisi udara. Ruang kosong ini akan memperlambat cepat rambat gelombang ultrasonik. Dengan demikian, kehadiran bidang lemah akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat melalui batuan. 2.3 UJI TRIAKSIAL Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan batuan pada kondisi pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria keruntuhan yang sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah kriteria Mohr-Coulomb. Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr- Coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut: 14

10 Strength envelope (kurva intrinsik) Kuat geser (Shear strength) Kohesi (C) Sudut geser dalam ( Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial, diberi tekanan pemampatan ( 3 ) dan dibebani secara aksial ( 1 ) sampai runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan ( 2 = 3 ). Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam aparatus ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan pemampatan ( 3 ) yang diberikan kepada contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik dan dijaga agar selalu konstan. Gambar 2.4 Aparatus uji triaksial Von Karman, 1911 (Patterson, 1978) Pada mulanya, beban aksial merupakan instrumen utama yang mengendalikan uji ini. Namun dengan perkembangan teknologi masa kini sudah memungkinkan untuk mengendalikan uji ini melalui kontrol beban atau deformasi yang dialami 15

11 contoh batuan, bahkan dengan menggunakan katup servo, regangan aksial dan tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian ini, digunakan mesin tekan Control seri CAT C25/B tanpa katup servo Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial Tekanan pemampatan Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam uji triaksial. Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat pengujian triaksial selalu lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan (pemampatan) dari arah lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji triaksial. Berbeda pada pengujian kuat tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol (zero confining pressure), sehingga tegangan aksial batuan lebih kecil. Berdasarkan penelitian Von Karman (1911) pada batuan marbel Carrara dapat dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh batuan mengakibatkan kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile. Gambar 2.5 menunjukkan semakin tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya semakin besar Tekanan pori Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang tekanan pori pada uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan batuan. 16

12 Gambar 2.5 Pengaruh tekanan pemampatan terhadap kurva teganganregangan pada batuan Carrara marble oleh Von Karman, 1911 (Vutukuri & Katsuyama, 1994) Gambar 2.6 Pengaruh tekanan pori terhadap kurva tegangan-regangan pada batu sandstone oleh Schwartz, 1964 (Vutukuei, Lama & Saluja, 1974) 17

13 Temperatur Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva tegangan diferensial (deviatoric stress, 1-3 ) - regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur C batuan hampir seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperatur diabaikan. Gambar 2.7 Pengaruh temperatur terhadap kurva tegangan diferensialregangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa oleh Griggs, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994) Laju deformasi Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal ini terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka pada batuan limestone dan gabbro solenhofen, 18

14 disimpulkan terjadinya peningkatan laju deformasi akan menaikan kuat tekan batuan. Donath & Fruth (1971) melakukan uji triaksial pada 69 contoh batuan pada temperatur kamar dengan laju deformasi sebesar 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dan 10-7 /s. Pada tekanan pemampatan 200 MPa, penurunan laju deformasi dari 10-3 hingga 10-7 /s menyebabkan penurunan kekuatan 33% untuk batu marmer, 8,4% untuk batu pasir pada tingkat deformasi 2% (Vutkuri, Lama & Saluja, 1974). Gambar 2.8 menunjukan hasil penelitian Logan dan Handin pada tahun Dapat dilihat kenaikan kuat tekan batuan Westerley granite seiring dengan bertambahnya laju deformasi. Gambar 2.8 Pengaruh laju deformasi terhadap kurva kuat tekantekanan pemampatan untuk batuan Westerly granite oleh Logan dan Handin, 1970 (Vutukuri & Katsuyama, 1994) 19

15 Bentuk dan Dimensi contoh batuan Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial bentuk silinder. Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar contoh batuan yang akan diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang. Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan (/d) diketahui akan mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun seiring dengan menaiknya perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan (/d). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat tekan uniaksial, perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture. Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada tekanan pemampatan yang rendah, temperatur yang rendah dan laju deformasi yang besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih sering terjadi pada tekanan pemampatan yang tinggi, temperatur yang tinggi dan laju deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974). Griggs & Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang dialami batuan pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka mendapati lima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan saat diberi tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut (lihat Gambar 2.9). 20

16 Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk runtuh atau pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam contoh batuan karena tarikan. Tipe 2 masih menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya deformasi plastis sebelum contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya tekanan pemampatan). Belahan yang berbentuk kerucut dengan arah aksial menunjukkan terjadinya tegangan kompresif, sedangkan belahan kerucut akan memiliki arah lateral ketika terjadi tegangan tarik. Tipe 3 sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile. Penambahan tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh in shear. Shear runtuh terjadi ketika butiran yang terikat berpindah sepanjang bidang geser. Proses ini terjadi secara perlahan dari tarikan (tension) dan berakhir dengan geseran (shear). Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai terdeformasi secara ductile (laju deformasi semakin menurun) dan contoh batuan sudah mulai bersifat plastis (tipe 4). Apabila tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh batuan akan bersifat sangat plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan puncaknya (tipe 5). 21

17 Gambar 2.9 Diagram skematik berbagai tipe deformasi batuan pada pengujian triaksial oleh Griggs dan Handin, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994) Uji Triaksial Konvensional Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada saat pengujian triaksial konvensional, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial Uji Triaksial Multitahap Uji triaksial multitahap merupakan variasi dari uji triaksial yang menghasilkan sifat mekanik batuan. Uji ini menjadi solusi dari kekurangan uji triaksial konvensional. Hal ini disebabkan karena uji multitahap hanya memerlukan satu contoh batuan sehingga masalah biaya, waktu dan keheterogenan yang terjadi pada uji triaksial konvensional dapat diatasi. 22

18 Beberapa ahli mekanika batuan sudah melakukan penelitian triaksial multitahap ini, antara lain Kovari & Tisa (1975), Kim & Ko (1979), Wylie & Crawford (1987) dan Pagoulatos (2004) Penelitian oleh Kovari & Tisa (1975) Kovari & Tisa (1975) melakukan pengujian triaksial multitahap dengan dua metode, yang pertama dengan melihat kecenderungan gaya yang diterima oleh contoh batuan melalui grafik tegangan aksial terhadap regangan aksial, metode yang kedua disebut juga strain controlled test. Hasil uji triaksial mutitahap dengan menggunakan metode pertama dapat dilihat pada Gambar Gambar 2.10.a, setelah batuan memasuki kondisi tepat akan runtuh pada siklus pertama, pembebanan aksial dihentikan. Untuk siklus kedua, tekanan pemampatan dinaikkan dari 5,9 MPa menjadi 23,5 MPa kemudian pembebanan aksial diberikan kembali. Setelah pada siklus kedua batuan memasuki kondisi tepat akan runtuh, pembebanan aksial kembali dihentikan. Untuk siklus ketiga tekanan pemampatan diturunkan menjadi 5,9 MPa. Gambar 2.10.b dilakukan langkah sebaliknya Dari hasil uji tersebut (lihat Gambar 2.10), disimpulkan bahwa nilai tekanan aksial yang dicapai siklus pertama dan ketiga adalah sama, walaupun pada siklus ketiga sebelumnya telah diberikan tekanan pemampatan yang berbeda. Metode ini dapat diaplikasikan dengan mudah pada peralatan triaksial konvensional. Sedangkan metode kedua atau metode Strain Controlled Test (lihat Gambar 2.11), tekanan pemampatan awal diberikan sampai menunjukkan tanda-tanda akan runtuh (ditunjukkan oleh titik belok kurva tegangan-regangan garis A-B). Setelah itu tegangan aksial dinaikkan kembali diiringi dengan penyesuaian tekanan pemampatan agar tingkat peregangan dapat dikendalikan (garis A-B menjadi linier). 23

19 Gambar 2.10 Triaksial multitahap pada batupasir Buchberg oleh Kovari dan Tisa, 1975 (Boediman, 2007) : a. tekanan pemampatan naik dari 5,9 ke 23,5 MPa b. tekanan pemampatan turun dari 23,5 ke 5,9 MPa 24

20 Gambar 2.11 Metode Strain Controlled Test oleh Kovari & Tisa, 1975 (Boediman, 2007) Penelitian oleh Kim & Ko (1979) Kim & Ko (1979) melanjutkan penelitian Kovari & Tisa (1975), dengan menggunakan teknik multitahap metode pertama. Penelitian ini dilakukan pada tiga jenis batuan yang berbeda; Piere shale, Raton shale da Lyons sandstone. Setelah membandingkan hasil uji triaksial konvensional dengan uji triaksial multitahap. Kim & Ko (1979) menemukan galat yang terjadi pada karakteristik selubung runtuh (C, pada Lyons sandstone adalah 19% untuk sudut geser dalam ( dan 38% untuk kohesi (C). Kedua galatnya cukup besar. Namun galat yang diperoleh pada batuan shale lebih kecil, yaitu ± 19% untuk sudut geser dalam dan ± 12% untuk kohesi (C), dapat dilihat pada Tabel 2.2. Menurut mereka perbedaan galat yang besar ini terjadi karena perbedaan rheologi pada masing-masing litologi batuan tersebut. Shale memberikan sifat ductile, runtuh-nya contoh batuan dapat diprediksi tanpa pengaruh keutuhan contoh batuan. Pada brittle fracture, regangan aksial mulai membelok dari awalnya yang berupa garis lurus (80% dari tegangan puncak), dan kemudian runtuh yang terjadi hampir pada saat itu juga. Sehingga, keputusan untuk menghentikan uji sangat subjektif dan beresiko untuk material yang bersifat brittle fracture. 25

21 Kim & Ko (1979) menyatakan keefektifan uji triaksial multitahap tergantung pada tipe deformasi yang dimiliki oleh contoh batuan. Pada contoh batuan dengan deformasi ductile lebih mudah memprediksi tegangan puncak daripada batuan dengan tipe derformasi brittle, karena pada deformasi brittle dapat secara tiba-tiba mengalami runtuh tanpa harus mengalami deformasi yang besar. Gambar 2.12 Hasil uji triaksial konvensional (S.S) dan triaksial multitahap (M.S) pada batuan Lyons sandstone oleh Kim & Ko, 1979 (Pagaolatos, 2004) 26

22 Tabel 2.2 Perbandingan hasil uji triaksial konvensional dan triaksial multitahap Penelitian Kim & Ko,1975 ( Pagaolatos, 2004) Jenis Batuan Jenis Uji derajat) C (MPa) Pierre Shale Raton Shale Lyons sandstone Multitahap 4 1,41 Konvensional 6 1,42 Galat 23% 1% Multitahap Konvensional Galat 19% 12% Multitahap Konvensional Galat 19% 38% Penelitian oleh Wylie & Crawford (1987) Berbeda dengan penelitian sebelumnya. Wylie & Crawford (1987) menggunakan regangan volumetrik (pada saat kurva regangan volumetrik membelok) untuk menentukan titik penghentian pembebanan aksial dari setiap siklus pengujian. Wylie & Crawford menggunakan cara pembebanan yang berbeda dengan peneliti-peneliti sebelumnya. Jika Kovari & Tisa (1975) dan Kim & Ko (1979) menaikan tekanan pemampatan setelah menghentikan pembebanan aksial, Wylie & Crawford justru menurunkan tegangan aksial hingga contoh batuan mengalami keadaan hidrostatik ( 1 = 3 ). Setelah mencapai keadaan hidrostatis tegangan pemampatan dan aksial dimulai kembali. Kriteria yang mereka gunakan untuk menghentikan pembebanan aksial tiap siklusnya adalah saat regangan volumetrik mencapai nol. Hasil pengujian Wyle & Crawford (1987) kemudian dibandingkan dengan hasil triaksial konvensional (lihat Gambar 2.13). Selubung kekuatan batuan hasil uji triaksial multitahap lebih rendah dibandingkan hasil uji triaksial konvensional. Semua contoh batuan yang mereka uji mampu mencapai regangan volumetrik hingga nol, hal tersebut kemungkinan diakibatkan karena contoh batuan yang 27

23 digunakan bersifat brittle sehingga diperlukan modifikasi pada metode ini jika contoh batuan bersifat ductile. Metode tersebut menggunakan perbandingan perubahan volume maksimum. Namun, definisi dari volume maksimum itu sendiri tidak dijelaskan. Gambar 2.13 Perbandingan hasil uji triaksial metode multitahap dan konvensional oleh Crawford & Wylie, 1987 (Pagaolatos, 2004) Penelitian oleh Pagoulatos (2004) Sama dengan penelitian Wyle & Crawford (1987), Pagoulatos (2004) menggunakan tegangan volumetrik sebagai kriteria untuk menentukan titik terminasi dimana tekanan pemampatan harus dinaikan. Penelitian ini menggunakan empat contoh batuan Berea sandstone. Untuk menghindari resiko runtuhnya pada contoh batuan sebelum dinaikan, Pagoulatos melakukan modifikasi kriteria yang digunakan Wyle & Crawford (1987). Metode ini disebut deflection point of volumetric strain. Metode ini dipilih karena 28

24 rekahan contoh batuan akan memasuki kondisi unstable propagation pada saat regangan volumetrik mulai membelok. Pada metode ini pembebanan aksial dihentikan saat terjadi deflection point pada kurva regangan volumetrik (lihat Gambar 2.14). Tegangan aksial diturunkan hingga mencapai keadaan hidrostatiknya, lalu tekanan pemampatan dinaikkan dan pembebanan aksial dilanjutkan. Pagulatos mengatakan bahwa metode ini lebih mudah dan lebih aman dibandingkan metode yang digunakan oleh Wylie & Crawford (1987). Gambar 2.14 deflection point pada Grafik Tegangan-Regangan pada Berea sandstone (Pagoulatos, 2004) Tegangan yang diperoleh adalah tegangan pada deflection point untuk setiap siklus dan tegangan runtuh pada siklus terakhir. Selisih antara tegangan runtuh dan deflection point pada siklus terakhir digunakan untuk memproyeksikan kurva runtuh yang sebenarnya. Hasil uji multitahap yang dilakukan Pagoulatos (2004) memberikan pendekatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai yang didapatkan dari uji konvensional (lihat Tabel 2.3). Hal ini dibuktikan dengan ekivalennya sudut 29

25 geser dalam hasil triaksial multitahap dengan triaksial konvensional, sedangkan nilai kohesi dari triaksial multitahap hanya berbeda 6,8% dari nilai kohesi hasil dari triaksial konvensional. Tabel 2.3 Hasil Uji Konvensional dan Multitahap pada batupasir Berea (Pagoulatos, 2004) Kode Contoh Batuan Persamaan Mohr-Coulomb (derajat) C (MPa) H1 = 0,60 n + 18, H11 = 0,64 n + 12, ,4 H16 = 0,65 n + 13, ,5 H26 = 0,64 n + 14, ,8 Rata-rata (Triaksial multitahap) 32 14,7 Standart deviasi (Triaksial multitahap) 1 2,4 Triaksial konvensional 32 15,7 Galat antara triaksial konvensional dan multitahap 6,8 % Penelitian oleh Boediman (2007) dan Prassetyo (2008) Kedua penelitian ini dilakukan di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang-ITB. Dengan menggunakan metode pertama Kovari & Tisa, hasil penelitian triaksial multitahap batupasir ini menunjukan terjadinya penurunan kekuatan batuan jika dibandingkan triaksial konvensional. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa uji triaksial multitahap batupasir bisa dijadikan metode pengganti uji triaksial konvensional. Pernyataan ini didukung dari sifat mekanik yang tidak jauh berbeda antara kedua metode tersebut. Kedua peneliti ini mulai melakukan evaluasi hasil uji triaksial dengan menggunakan kriteria Hoek-Brown. hasil pengujian kedua peneliti ini dapat dilihat pada Tabel

26 Tabel 2.4 Hasil Uji Konvensional dan Multitahap pada batupasir oleh Boediaman (2007) dan Prassetyo (2008) Kriteria Keruntuhan Hoek- Brown Mohr- Coulomb Hasil Uji Prassetyo, S.H (2008) Boediman, A. R (2007) Laboratorium c t C m c t C m c & t Lab 38,7 3, , Triaksial Konvensional 50,0 7,1 8,4 38,8 6,9 22,5 1,0 3,9 50,7 20,9 Triaksial Multitahap 50,0 9,6 9,3 34,8 5,0 28,6 1,9 5,3 47,1 14,9 Triaksial Konvensional 29,6 5,4 6,3 44,0-30,6 6,5 8,4 32,0 - Triaksial Multitahap 33,5 6,9 7,6 41,0-30,0 10,0 9,1 28,5-2.4 KRITERIA KERUNTUHAN BATUAN Batuan di alam berada dalam kondisi yang kompleks. Hal ini menyebabkan terjadinya variasi terhadap karakteristik dan perilaku batuan itu sendiri. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa perilaku batuan dipengaruhi oleh medan tegangan dari lingkungan batuan berada. Kriteria keruntuhan batuan merupakan formula yang mempergunakan hubungan antara tegangan-regangan yang menunjukkan perilaku batuan. Namun harus diperhatikan bahwa kriteria keruntuhan tidak didapatkan dari asumsi matematika yang sederhana tapi merupakan pernyataan dari hipotesa fisika. Kriteria keruntuhan batuan ditentukan berdasarkan hasil percobaan. Ekspresi dari kriteria keruntuhan batuan mengandung satu atau lebih parameter sifat mekanik batuan dan menjadi sederhana. Kriteria keruntuhan batuan dapat ditentukan secara teoritis atau empiris. Kriteria keruntuhan teoritis telah memberikan dasar bagi pengembangan konsep kekuatan batuan lainnya. Berbeda dengan kriteria keruntuhan teoritis, kriteria keruntuhan empiris penggunaannya sangat luas dan dapat dipergunakan untuk berbagai jenis batuan. 31

27 2.4.1 Kriteria Keruntuhan Teoritis Kriteria tegangan tarik maksimum Menurut kriteria ini, runtuh pada batuan terjadi akibat tarikan apabila tegangan prinsipal minimum ( 3) sama dengan negatif dari kuat tarik uniaksial (- t ) Kriteria ini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan = - t...(2.6) Kriteria tegangan geser maksimum (Kriteria Tresca) Kriteria ini berlaku untuk material isotropik dan ductile. Kriteria ini dinyatakan sebagai fungsi dari 1 dan 3. Berdasarkan kriteria ini, material diasumsikan akan runtuh pada saat tegangan geser maksimum ( maks) sama dengan kuat geser batuan (s). Dapat dituliskan dalam hubungan sebagai berikut : 1-3 s = maks =...(2.7) Kriteria keruntuhan Mohr Kriteria keruntuhan dari Mohr didasarkan pada hipotesa bahwa tegangan normal ( n ) dan tegangan geser () yang bekerja pada bidang runtuh berperan pada proses runtuh-nya batuan. Kriteria Mohr mengasumsikan selubung kekuatan batuan adalah berdasarkan persamaan dibawah ini: = f( n )...(2.8) Persamaan 2.8 harus ditentukan melalui eksperimen dan diperlihatkan oleh kurva A t C B (lihat Gambar 2.15). Kurva ini merupakan selubung lingkaran Mohr untuk 3 dan 1 saat runtuh, sehingga material yang berada dibawah selubung tersebut tidak akan runtuh. Sedangkan, jika ada bagian dari lingkaran berada diluar selubung kekuatan, tegangan kritisnya akan terlewati. Kriteria Mohr mengungkapkan bahwa tegangan intermidier ( 2 ) tidak mempunyai pengaruh pada runtuh-nya batuan. 32

28 Gambar 2.15 Selubung kekuatan Mohr (Vutukuri & Katsuyama, 1994) Kriteria keruntuhan Coulomb Coulomb (1776) menyatakan bahwa kekuatan geser batuan dan tanah dipengaruhi oleh dua variabel yaitu kohesi dan tegangan normal. Kriteria Coulomb ini menunjukkan bahwa kurva runtuh 1, 3 harus berbentuk garis lurus. Kriteria ini sangat cocok untuk sebagian besar batuan beku dan batuan kristal lainnya. Namun demikian, untuk mineral evaporit, shales dan carbonates, kemiringan kurva 1, 3 biasanya menurun karena 3 menaik. Kriteria ini dinyatakan melalui persamaan 2.9. s = n. tan + C...(2.9) keterangan: skuat geser batuan (MPa) tegangan geser (Mpa) sudut geser dalam (... O ) C = kohesi (MPa) Secara geometri persamaan (2.9) akan menghasilkan garis lurus yang kemudian dikenal sebagai garis kuat geser coulomb. 33

29 Gambar 2.16 Kriteria Keruntuhan Coulomb (Jumikis, 1979) Berdasarkan geometri pada Gambar 2.17, tegangan normal ( n ) pada bidang geser r-r dihitung melalui persamaan : 1 1 n= ( 1+ 3)+ (1-3)cos2...(2.10) = (1-3)sin2...(2.11) Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb Persamaan Coulomb (persamaan 2.9) sering dikaitkan dengan kriteria ini yang kemudian diaplikasikan dalam mekanika batuan. Kriteria ini juga bisa menyatakan tegangan prinsipal sebagai : cos c 1 sin...(2.12) (1sin ) 1sin Atau dapat ditulis, 1 = c + k 3...(2.13) 34

30 Nilai dan kohesi (c) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : 1 k sin.. (2.14) 1 k c c (1 sin ) (2.15) 2cos Untuk kasus khusus jika c= sin = k...(2.16) 1 sin Keterangan : k = kostanta dari kemiringan garis antara 1 dan 3 (lihat gambar 2.17) Gambar Kriteria Mohr-Coulomb Kriteria Keruntuhan Empiris Kriteria keruntuhan empiris Bieniawski Bieniawski (1974) menyatakan bahwa dasar pemikiran lahirnya kriteria keruntuhan empiris adalah pengetahuan tentang kekuatan batuan yang harus memperhatikan nilai dari tegangan maksimum ( 1 ) dan tegangan minimum ( 3 ). Bieniawski menyatakan kriteria keruntuhan pertama dalam persamaan : 1 =A c 3 c Keterangan: k = konstanta k (2.17) 35

31 Kriteria keruntuhan pertama menunjukkan bahwa kondisi tegangan utama merupakan fungsi dari kuat tekan uniaksial. Kriteria ini dipergunakan ketika 1 dan 3 diketahui sebagai tegangan awal sebelum penggalian. Melalui 412 pengujian terhadap contoh batu meliputi 91 contoh batuan quartzite, 109 contoh batuan sandstones, 35 contoh batuan norite, 86 contoh batuan mudstones, dan 91 contoh batuan siltstones (lihat Tabel 2.4), kriteria keruntuhan empiris kedua dinyatakan pada persamaan B c m m c c + 0,1...(2.18) Berdasarkan hasil pengujian terhadap beberapa jenis batuan, Bieniawski menemukan bahwa konstanta k = 0,75 dan c = 0,90. Yudbhir (1983) menyatakan nilai kostanta k pada setiap batuan konstan, dengan nilai berkisar antara 0,65-0,75. Yudbhir juga menambahkan nilai kostanta A untuk jenis batuan lain seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.. Tabel 2.5 Kriteria keruntuhan empiris Bieniawski untuk beberapa jenis batuan (Bieniawski, 1974) Jenis Batuan Kriteria I Kriteria II k c 1 =A 3 m m + 1 B + 0,1 c c c c Norite A = 5 B = 0,8 Quartzite A = 4,5 B = 0,78 Sandstone A = 4,0 B = 0,75 Siltstone A = 3,0 B = 0,7 Mudstone A = 3,0 B = 0,7 Tabel 2.6 Nilai Konstanta A (Yudbhir, 1983) A Tuff Siltstone Quartzite Norite Shale Mudstone Sandstone Granite Limestone Dolorite Quartzdiorit 36

32 Kriteria keruntuhan empiris Hoek-Brown Berdasarkan hasil eksprimentasi terhadap contoh batuan yang cukup banyak, Hoek-Brown (1980) memperkenalkan kriteria keruntuhan yang pada awalnya dikembangkan untuk batuan utuh (intact rock) dan massa batuan. Kriteria keruntuhan Hoek-Brown didefinisikan berdasarkan persamaan : ' 3 ' 1=' 3+ci m +s ci a...(2.19) Keterangan: dan 3 = tegangan maksimum dan minimum efektif saat runtuh m = konstanta Hoek-Brown untuk massa batuan s, a = konstanta yang bergatung karateristik massa batuan ci = kuat tekan uniaksial dari intact rock Untuk batuan utuh (intact rock), Hoek-Brown memodifikasi persamaan 2.19, dengan mensubtitusi s = 1 dan a = 0,5, sehingga menjadi persamaan ' 3 ' 1=' 3+ci m +1 ci 0,5...(2.20) Menurut persamaan ini, hubungan antara tegangan prinsipal efektif saat contoh batuan runtuh ditentukan oleh dua konstanta, yaitu kuat tekan uniaksial dan nilai konstanta m. Tabel 2.7 Nilai konstanta m untuk beberapa jenis batuan (Rocklab 10) Tipe Batuan Jenis Batuan Nilai m Sedimen Beku Metamorfik Sandstone 17±4 Shale 6 ± 2 Dolomit 9±3 Andesit 25±5 Diorit 25±5 Granit 32±3 Slates 7±4 Schist 10±3 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 UJI SIFAT FISIK Uji sifat fisik pada penelitian ini dilakukan terhadap tiga contoh batuan andesit. Dari hasil perhitungan uji ini akan akan diperoleh sifat-sifat fisik batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanik. Mekanika batuan merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan massa batuan. Hal

Lebih terperinci

MAKALAH MEKANIKA BATUAN

MAKALAH MEKANIKA BATUAN MAKALAH MEKANIKA BATUAN SIFAT MEKANIK BATUAN DISUSUN OLEH ARDI PURNAWAN 1309055026 S1 TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2016 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mekanika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN

BAB III METODE PENGUJIAN BAB III METODE PENGUJIAN Pengujian dilaksanakan seluruhnya di Laboratorium Geomekanika, Program Studi Teknik Pertambangan-ITB. Pengujian meliputi preparasi contoh batuan, uji sifat fisik, uji ultrasonik,

Lebih terperinci

EVALUASI UJI TRIAKSIAL MULTITAHAP TERHADAP UJI TRIAKSIAL KONVENSIONAL PADA BATU ANDESIT

EVALUASI UJI TRIAKSIAL MULTITAHAP TERHADAP UJI TRIAKSIAL KONVENSIONAL PADA BATU ANDESIT EVALUASI UJI TRIAKSIAL MULTITAHAP TERHADAP UJI TRIAKSIAL KONVENSIONAL PADA BATU ANDESIT TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Pertambangan Oleh: Eeng Vananda 121 03 034 PROGRAM

Lebih terperinci

Variasi IV. C (MPa) 12,49. (MPa) (MPa) ( o ) 37,90 1 5,00 75, ,50 100, ,00 130, ,00 153, ,00 180,09. 3 = Confining Pressure

Variasi IV. C (MPa) 12,49. (MPa) (MPa) ( o ) 37,90 1 5,00 75, ,50 100, ,00 130, ,00 153, ,00 180,09. 3 = Confining Pressure Variasi IV No 3 1 C 12,49 ( o ) 37,90 1 5,00 75,06 2 12,50 100,21 3 19,00 130,02 4 25,00 153,10 5 30,00 180,09 3 = Confining Pressure 1 = Axial Pressure c = Cohesion = Friction angle KRITERIA BIENIAWSKI

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN UTUH

SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN UTUH SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN UTUH YULIADI, S.T.,M.T 3.1 Proses Penyelidikan Geoteknkik Proses perancangan sebuah tambang terbuka dan tambang bawah tanah biasanya mengikuti tahapan berikut : Pengeboran

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 154 KRITERIA KERUNTUHAN MOHR COULOMB Keruntuhan geser (shear

Lebih terperinci

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Elastik Linier (reversible)

BAB II DASAR TEORI. Elastik Linier (reversible) 6 BAB II DASAR TEORI 2.1 erilaku Batuan Batuan mempunyai perilaku yang berbeda-beda pada saat menerima beban. erilaku ini dapat ditentukan dengan pengujian di laboratorium yaitu dengan pengujian kuat tekan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. UJI SIFAT FISIK Parameter uji sifat fisik dari sampel batuan didapatkan dengan melakukan perhitungan terhadap data berat natural contoh batuan (Wn), berat jenuh

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR Gaya a) Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah pergerakan suatu benda. b) Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap suatu benda (gaya gravitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Praktikum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Praktikum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan adalah benda padat yang terbentuk secara alami dan terdiri atas mineralmineral tertentu yang tersusun membentuk kulit bumi. Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS IV-1 BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS Data hasil eksperimen yang di dapat akan dilakukan analisis terutama kemampuan daktilitas beton yang menggunakan 2 (dua) macam serat yaitu serat baja dan serat

Lebih terperinci

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc.

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Kuat Geser Tanah Shear Strength of Soils Dr.Eng. gus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Keamanan atau kenyamanan struktur yang berdiri di atas tanah tergantung pada kekuatan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN MOTTO SARI...... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vii viii x xi BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

TATA TERTIB PRAKTIKUM

TATA TERTIB PRAKTIKUM TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. Praktikan telah melengkapi semua persyaratan untuk mengikuti praktikum dan telah mendaftarkan diri di Laboratorium Mekanika Batuan. 2. Praktikan harus sudah hadir 10 menit sebelum

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN Pengujian dilakukan di Laboratorium Geomekanika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. Pengujian diawali dengan kegiatan pengeboran dan

Lebih terperinci

TRIAKSIAL PADA KONDISI UNCONSOLIDATED-UNDRAINED (ASTM D (1999))

TRIAKSIAL PADA KONDISI UNCONSOLIDATED-UNDRAINED (ASTM D (1999)) XII. TRIAKSIAL PADA KONDISI UNCONSOLIDATED-UNDRAINED (ASTM D 2850-95 (1999)) I. MAKSUD Maksud percobaan adalah untuk menentukan parameter geser tanah dengan alat triaksial pada kondisi unconsolidated undrained

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Studi Pemodelan Numerik Uji Kuat Tarik Tak Langsung dengan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus terhadap Batupasir dan Batulempung di Area Tambang Sarang Semut,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

II. Kuat Geser Tanah

II. Kuat Geser Tanah Pertemuan II & III II. Kuat Geser Tanah II.. Umum. Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis antara lain ; Kapasitas dukung tanah Stabilitas lereng Gaya dorong pada dinding penahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

Lebih terperinci

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut : Landasan Teori Geologi Struktur Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses pembentukannya. Proses

Lebih terperinci

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN 143 BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN Bahan-bahan terdapat disekitar kita dan telah menjadi bagian dari kebudayaan dan pola berfikir manusia. Bahan telah menyatu dengan peradaban manusia, sehingga manusia mengenal

Lebih terperinci

PAPER GEOLOGI TEKNIK

PAPER GEOLOGI TEKNIK PAPER GEOLOGI TEKNIK 1. Apa maksud dari rock mass? apakah sama atau beda rock dengan rock mass? Massa batuan (rock mass) merupakan volume batuan yang terdiri dan material batuan berupa mineral, tekstur

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab 4 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 PENENTUAN PARAMETER TANAH 4.1.1 Parameter Kekuatan Tanah c dan Langkah awal dari perencanaan pembangunan terowongan adalah dengan melakukan kegiatan penyelidikan tanah.

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005) Kekuatan Massa Batuan Sebagai alternatif dalam melakukan back analysis untuk menentukan kekuatan massa batuan, sebuahh metode empirik telah dikembangkan oleh Hoek and Brown (1980) dengan kekuatan geser

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji triaksial UU Hasil pengujian triaksial berupa hubungan tegangan deviator dengan regangan aksial diberikan pada Gambar 4.1 sampai 4.. Secara umum,

Lebih terperinci

PENGARUH SKALA TERHADAP KUAT GESER PADA BATUAN TUFF

PENGARUH SKALA TERHADAP KUAT GESER PADA BATUAN TUFF PENGARUH SKALA TERHADAP KUAT GESER PADA BATUAN TUFF Oleh: Nanu Karunia Wiguna Prodi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta No.Hp : 082225751975, email : upilberantakan@yahoo.com Ringkasan Massa batuan

Lebih terperinci

M VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test)

M VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test) M VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test) 3.5.1 Tujuan pengujian Kuat Tarik Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kuat tarik batuan secara tidak langsung, pengertian

Lebih terperinci

Rheologi. Stress DEFORMASI BAHAN 9/26/2012. Klasifikasi Rheologi

Rheologi. Stress DEFORMASI BAHAN 9/26/2012. Klasifikasi Rheologi Rheologi Sifat-sifat rheologi didefinisikan sebagai sifat mekanik yang menghasilkan deformasi dan aliran bahan yang disebabkan karena adanya stress/gaya Klasifikasi Rheologi Stress DEFORMASI BAHAN 1 Stress

Lebih terperinci

Cara uji tekan triaksial pada batu di laboratorium

Cara uji tekan triaksial pada batu di laboratorium SNI 2815:2009 Standar Nasional Indonesia Cara uji tekan triaksial pada batu di laboratorium ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Parameter Geomekanika Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan pada kriteria keruntuhan Hoek-Brown edisi 00. Parameter-parameter

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis VII EASTISITAS Kompetensi yang diharapkan dicapai oleh mahasiswa setelah mempelajari bab elastisitas adalah kemampuan memahami, menganalisis dan mengaplikasikan konsep-konsep elastisitas pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan pada lokasi terowongan Ciguha Utama level 500 sebagaimana dapat dilihat pada lampiran A. Metode pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN III.I Kegiatan Penelitian Dalam pengujian yang dilakukan menggunakan tanah gambut yang berasal dari Desa Tampan, Riau. Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi pengujian triaksial

Lebih terperinci

TRIAXIAL UU (UNCONSOLIDATED UNDRAINED) ASTM D

TRIAXIAL UU (UNCONSOLIDATED UNDRAINED) ASTM D 1. LINGKUP Percobaan ini mencakup uji kuat geser untuk tanah berbentuk silinder dengan diameter maksimum 75 mm. Pengujian dilakukan dengan alat konvensional dalam kondisi contoh tanah tidak terkonsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang Batuan adalah benda padat yang terbentuk secara alami dan terdiri atas mineral-mineral tertentu yang tersusun membentuk kulit bumi. Batuan

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

Hukum Hooke. Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan. Ir. Elisabeth Yuniarti, MT

Hukum Hooke. Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan. Ir. Elisabeth Yuniarti, MT Hukum Hooke Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan Ir. lisabeth Yuniarti, MT Hubungan Tegangan dan Regangan (Stress-Strain Relationship) Untuk merancang struktur yang dapat berfungsi dengan baik, maka kita memerlukan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) Mata Kuliah : Mekanika Tanah 1 Kode Mata Kuliah : TSP-204 SKS : 3 (tiga) Durasi Pertemuan : 150 menit Pertemuan ke : 1 (Satu) A. Kompetensi: a. Umum : Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

Bab V : Analisis 32 BAB V ANALISIS

Bab V : Analisis 32 BAB V ANALISIS Bab V : Analisis 32 BAB V ANALISIS 5.1 Distribusi Tegangan Dari bab sebelumnya terlihat bahwa semua hasil perhitungan teoritik cocok dengan perhitungan dengan metode elemen hingga. Hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG R. Andy Erwin Wijaya. 1,2, Dwikorita Karnawati 1, Srijono 1, Wahyu Wilopo 1 1)

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

KUAT GESER TANAH. Materi Kuliah : Mekanika Tanah I Oleh : Tri Sulistyowati

KUAT GESER TANAH. Materi Kuliah : Mekanika Tanah I Oleh : Tri Sulistyowati KUAT GESER TANAH Materi Kuliah : Mekanika Tanah I Oleh : Tri Sulistyowati DEFINISI Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis kapasitas dukung tanah, stabilitas lereng, dan gaya dorong

Lebih terperinci

Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR

Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR Oleh : Nama : SOMAWARDI NIM : 23107012 Kelompok : 13 Tanggal Praktikum : November 2007 Nama Asisten (Nim) : Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

Strain, Stress, dan Diagram Mohr

Strain, Stress, dan Diagram Mohr TUGAS GL-2212 GEOLOGI STRUKTUR Strain, Stress, dan Diagram Mohr Oleh: Hafidha Dwi Putri Aristien NIM 12111003 Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi

Lebih terperinci

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial 2.1. Umum Akibat beban luar, struktur akan memberikan respons yang dapat berupa reaksi perletakan tegangan dan regangan maupun terjadinya perubahan bentuk.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 5224 KOMPONEN PENURUNAN (SETTLEMENT) Penambahan beban di atas suatu permukaan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN

TEGANGAN DAN REGANGAN Kokoh Tegangan mechanics of materials Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TEGANGAN DAN REGANGAN 1 Tegangan Normal (Normal Stress) tegangan yang bekerja dalam arah tegak lurus permukaan

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN BETON 4.1. Umum Beton adalah material struktur bangunan yang mempunyai kelebihan kuat menahan gaya desak, tetapi mempunyai kelebahan, yaitu kuat tariknya rendah hanya 9 15% dari kuat desaknya.

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH O. B. A. Sompie Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Dam dari timbunan tanah (earthfill dam) membutuhkan

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak Tata Cara Pengujian Beton Beton (beton keras) tidak saja heterogen, juga merupakan material yang an-isotropis. Kekuatan beton bervariasi dengan alam (agregat) dan arah tegangan terhadap bidang pengecoran.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang akan digunakan adalah dari daerah Belimbing Sari,

Lebih terperinci

Cara uji modulus elastisitas batu dengan tekanan sumbu tunggal

Cara uji modulus elastisitas batu dengan tekanan sumbu tunggal Standar Nasional Indonesia Cara uji modulus elastisitas batu dengan tekanan sumbu tunggal ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Halaman Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

Cara uji geser langsung batu

Cara uji geser langsung batu Standar Nasional Indonesia Cara uji geser langsung batu ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

2. Kekuatan Geser Tanah ( Shear Strength of Soil ), parameternya dapat diperoleh dari pengujian : a. Geser Langsung ( Direct Shear Test ) b.

2. Kekuatan Geser Tanah ( Shear Strength of Soil ), parameternya dapat diperoleh dari pengujian : a. Geser Langsung ( Direct Shear Test ) b. BAB I PENDAHULUAN Untuk lebih memahami Ilmu Mekanika Tanah, selain di pelajari melalui perkuliahan juga perlu dilakukan penyelidikan dilapangan maupun pengujian di laboratorium. Penyelidikan tanah dilapangan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON

PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON Kurniawan Dwi Wicaksono 1 dan Johanes Januar Sudjati 2 1 Alumni Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari

Lebih terperinci

Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear

Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear VI.1 Pengertian Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Model makroskopis adalah model yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semen Semen adalah bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai pengikat butiran agregat dan mengisi ruang antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana di Kampus Bukit Jimbaran. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

juga termasuk mempertahankan kekuatan geser yang dimiliki oleh tanah bidang geser dalam tanah yang diuji. Sifat ketahanan pergeseran tanah

juga termasuk mempertahankan kekuatan geser yang dimiliki oleh tanah bidang geser dalam tanah yang diuji. Sifat ketahanan pergeseran tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuat Geser Tanah Stabilisasi tanah tidak hanya bertujuan menaikkan kekuatan tanah, tetapi juga termasuk mempertahankan kekuatan geser yang dimiliki oleh tanah tersebut. Kuat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat.

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv

DAFTAR ISI. i ii iii iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI Abstract Intisari i ii iii iv vi ix x xii xiii xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS KINEMATIK BAB IV ANALISIS KINEMATIK Pada prinsipnya terdapat dua proses untuk melakukan evaluasi kestabilan suatu lereng batuan. Langkah pertama adalah menganalisis pola-pola atau orientasi diskontinuitas yang dapat

Lebih terperinci

Analisis Tegangan dan Regangan

Analisis Tegangan dan Regangan a home base to ecellence Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Analisis Tegangan dan Regangan Pertemuan - 10 a home base to ecellence TIU : Mahasiswa dapat menganalisis tegangan normal

Lebih terperinci

Konversi Konstanta Elastik Dinamik ke Statik pada Porositas Hidrokarbon Batupasir (Sandstone)

Konversi Konstanta Elastik Dinamik ke Statik pada Porositas Hidrokarbon Batupasir (Sandstone) Konversi Konstanta Elastik Dinamik ke Statik pada Porositas Hidrokarbon Batupasir (Sandstone) Mochammad Ahied Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo Madura Jalan Raya Telang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan

Lebih terperinci

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK Sepertinya bunyi dalam padatan hanya berperan kecil dibandingkan bunyi dalam zat alir, terutama, di udara. Kesan ini mungkin timbul karena kita tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 ANALISIS PENGARUH VARIASI BEBAN NORMAL TERHADAP PARAMETER KUAT GESER LANGSUNG PADA BATU TUFF DI KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN

Lebih terperinci

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN - 2012 Is This Stress? 1 Bukan, Ini adalah stress Beberapa hal yang menyebabkan stress Gaya luar Gravitasi Gaya sentrifugal Pemanasan

Lebih terperinci

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA 4.1 Analisis Hasil Uji Schmidt Hammer Hasil uji Schmidt hammer pada andesit di Gunung Pancir, Soreang menunjukkan bahwa tingkat kekerasan

Lebih terperinci

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam

Lebih terperinci