Gambaran Umum Kota Tangerang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambaran Umum Kota Tangerang"

Transkripsi

1 Bab 2 Gambaran Umum Kota Tangerang 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik Geografis Kota Tangerang berada di bagian Timur Provinsi Banten. Secara geografis, wilayah Kota Tangerang terletak antara 6 0 6' ' Lintang Selatan (LS) dan ' ' Bujur Timur (BT). Kota Tangerang berjarak ± 60 km dari Ibukota Provinsi Banten dan ± 27 km dari Ibukota Negara Republik Indonesia, DKI Jakarta. Hal ini menjadikan Kota Tangerang sedikit banyak mendapatkan dampak positif maupun negatif dari perkembangan Ibukota Negara. Pesatnya perkembangan Kota Tangerang didukung oleh tersedianya sistem jaringan transportasi terpadu dengan kawasan Jabodetabek, serta memiliki aksesibilitas yang baik terhadap simpul transportasi berskala nasional dan internasional, seperti Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, Pelabuhan Internasional Tanjung Priok, serta Pelabuhan Bojonegara. Letak geografis Kota Tangerang yang strategis tersebut telah mendorong pertumbuhan aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang saat ini. Kondisi tersebut harus dapat dikelola dengan baik oleh Pemerintah Kota Tangerang dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Tangerang Administratif Luas wilayah Kota Tangerang adalah ± ha (tidak termasuk Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta seluas ±1.969 ha). Secara administratif, Kota Tangerang terdiri atas 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Teluknaga, Kecamatan Kosambi dan Kecamatan Sepatan Timur (Kabupaten Tangerang); Sebelah Selatan : Kecamatan Curug dan Kecamatan Kelapa Dua (Kabupaten Tangerang), serta Kecamatan Serpong Utara dan Kecamatan Pondok Aren (Kota Tangerang Selatan); Sebelah Barat : Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan Cikupa (Kabupaten Tangerang); dan Sebelah Timur : Kota Administrasi Jakarta Barat dan Kota Administrasi Jakarta Selatan (Provinsi DKI Jakarta). BUKU PUTIH SANITASI 2-1

2 Peta 2-1 Administrasi Wilayah Sumber: RTRW Kota Tangerang BUKU PUTIH SANITASI 2-2

3 Tabel 2-1 Nama, Luas Wilayah, dan Jumlah Kelurahan per-kecamatan Tahun 2013 No. Kecamatan Jumlah Kelurahan Luas Wilayah Administrasi Luas % Terhadap (ha) Total 1 Ciledug ,33 2 Larangan ,71 3 Karang Tengah ,36 4 Cipondoh ,88 5 Pinang ,12 6 Tangerang ,60 7 Karawaci ,19 8 Jatiuwung ,76 9 Cibodas ,84 10 Periuk ,80 11 Batuceper ,04 12 Neglasari ,77 13 Benda* ,60 Kota Tangerang ,00 Sumber: RTRW Kota Tangerang Keterangan: * Tidak termasuk luas Bandara Soekarno Hatta (1.969 ha). Luas (ha) Terbangun % Terhadap Total Kondisi Fisik Topografi Wilayah Kota Tangerang berada pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut (m dpl). Wilayah Kota Tangerang bagian utara memiliki ratarata ketinggian 10 m dpl, seperti Kecamatan Benda. Sedangkan wilayah Kota Tangerang bagian selatan memiliki rata-rata ketinggian 18 m dpl, seperti Kecamatan Ciledug, Kecamatan Larangan, dan Kecamatan Karang Tengah. Tabel 2-2 Kondisi Topografi Wilayah per-kecamatan Tahun 2013 Kondisi Topografi No. Kecamatan Kemiringan (%) Ketinggian (m dpl) 1 Ciledug ,0 2 Larangan ,0 3 Karang Tengah ,0 4 Cipondoh ,0 5 Pinang ,0 6 Tangerang ,0 7 Karawaci ,0 8 Jatiuwung ,0 9 Cibodas ,0 10 Periuk ,0 11 Batuceper ,0 12 Neglasari ,0 13 Benda ,0 Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka Sebagian besar wilayah Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan tanah antara 0-3%. Hanya sebagian kecil di bagian selatan wilayah Kota Tangerang yang kemiringan tanahnya antara 3-8%, yaitu di sebagian wilayah Kecamatan Ciledug dan di sebagian wilayah Kecamatan Larangan. BUKU PUTIH SANITASI 2-3

4 Geologi Secara geologi, Kota Tangerang termasuk dalam Cekungan Jakarta bagian Barat, yang tersusun oleh endapan alluvium pantai, endapan delta dan sebagian tersusun dari material gunungapi, yang berada pada suatu tinggian struktur yang dikenal dengan sebutan Tangerang High. Tinggian ini terdiri atas batuan tersier yang memisahkan Cekungan Jawa Barat Utara di bagian barat dengan Cekungan Sunda di bagian timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan bawah permukaan berupa lipatan dan patahan normal, berarah utara-selatan. Di bagian timur patahan normal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang disebut dengan Sub Cekungan Jakarta (Jurnal Geologi Indonesia Vol.1, September 2006). Batuan yang menutupi Kota Tangerang merupakan batuan kuarter yang terdiri atas Tuf Banten yang tersusun atas tuf, tuf batu lempung, batu pasir tufan; ditindih oleh endapan kipas alluvium yang terdiri atas pasir tufan berselingan dengan konglomerat tufan; endapan pematang pantai yang terdiri atas pasir halus-kasar, cangkang moluska; serta endapan alluvium yang terdiri atas bongkah, kerakal, kerikil, pasir halus, dan lempung (Jurnal Geologi Indonesia Vol.1, September 2006) Klimatologi Kota Tangerang merupakan daerah beriklim tropis. Kondisi klimatologi Kota Tangerang dapat dilihat dari data temperatur (suhu) udara dan curah hujan pada penelitian di Stasiun Geofisika Kelas I Tangerang. Temperatur udara di Kota Tangerang tahun berada pada suhu 26,6 o C - 29,0 o C, dengan suhu maksimum terjadi pada bulan April 2010 yaitu 29,0 o C dan suhu minimum pada bulan Februari 2009 dan Januari 2013 yaitu 26,6 o C. Rata-rata temperatur udara di Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun adalah 27,7 o C. Tabel 2-3 Temperatur Udara Tahun Temperatur Udara Rata-rata Bulan ( o C) Rata-rata Januari 26,7 27,1 26,9 27,2 26,6 26,9 Februari 26,6 27,7 27,2 27,5 27,4 27,3 Maret 27,5 28,0 27,2 27,6 28,2 27,7 April 27,9 29,0 27,8 27,6 28,1 28,1 Mei 27,8 28,6 28,0 28,0 28,0 28,1 Juni 27,9 27,6 28,0 28,1 28,1 27,9 Juli 27,3 27,4 27,3 27,7 26,8 27,3 Agustus 27,7 27,7 27,3 27,7 27,7 27,6 September 28,5 27,0 27,5 28,0 28,0 27,8 Oktober 28,4 27,4 28,5 28,5 28,3 28,2 Nopember 27,8 27,9 28,2 27,9 27,9 27,9 Desember 27,7 27,3 28,0 27,9 27,1 27,6 Rata-rata 27,7 27,7 27,7 27,8 27,7 27,7 Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka BUKU PUTIH SANITASI 2-4

5 Rata-rata curah hujan di Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun mengalami penurunan pada periode tahun , yaitu dari 166,7 mm pada tahun 2009 menjadi 99,0 mm pada tahun 2012, tetapi mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 201,8 mm. Curah hujan tertinggi dalam kurun waktu tersebut terjadi pada bulan Januari 2013 yaitu 637,4 mm. Bulan Tabel 2-4 Curah Hujan Tahun Curah Hujan (mm) Rata-rata Januari 359,0 264,4 141,0 249,2 637,4 330,2 Februari 252,8 213,6 179,0 99,0 216,2 192,1 Maret 211,1 214,8 93,5 97,9 162,0 155,9 April 305,2 55,4 235,0 238,0 96,1 185,9 Mei 196,5 67,8 134,0 200,0 176,9 155,0 Juni 129,1 184,5 65,0 54,0 75,6 101,6 Juli 21,3 124,1 117,0 2,0 253,5 103,6 Agustus 15,4 108,0 0,0 8,0 44,4 35,2 September 36,8 187,4 13,0 5,0 66,3 61,7 Oktober 38,7 181,7 22,0 85,0 40,6 73,6 Nopember 247,2 87,1 29,0 47,0 149,8 112,0 Desember 187,7 169,6 161,0 103,0 502,6 224,8 Rata-rata 166,7 154,9 99,1 99,0 201,8 144,3 Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka Sumber Daya Air Wilayah Kota Tangerang berdasarkan satuan wilayah sungai dibagi ke dalam tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu: DAS Cisadane, DAS Angke, dan DAS Cirarab. Sungai Cisadane memiliki panjang 15 km, lebar 100 m, dan tinggi 5,35 m, dengan debit air rata-rata 70 m 3 /detik. Kali Angke memiliki panjang 10 km, lebar 12 m, dan tinggi 5,50 m, dengan debit air rata-rata 18 m 3 /detik. Kali Cirarab memiliki panjang 4 km, lebar 11 m, dan tinggi 3,50 m, dengan debit air rata-rata 12 m 3 /detik. Tabel 2-5 Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kota Tangerang Tahun 2013 Nama Daerah Aliran Sungai Luas (ha) DAS Cisadane DAS Angke DAS Cirarab Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka Sungai Cisadane merupakan sungai besar yang membelah wilayah Kota Tangerang menjadi dua bagian, yaitu wilayah barat dan timur. Hulu Sungai Cisadane berasal dari daerah Danau Lido, Kabupaten Bogor. Selain itu, sungai-sungai kecil di sepanjang lereng utara dan timur Gunung Salak merupakan anak Sungai Cisadane yang secara kontinyu mensuplai air. Aliran BUKU PUTIH SANITASI 2-5

6 Sungai Cisadane sangat panjang melintasi daerah administrasi Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang dan akhirnya bermuara di Laut Jawa. Bendungan Pintu 10 di Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari merupakan bendungan untuk mengendalikan debit air Sungai Cisadane ke arah hilir Kabupaten Tangerang dan dimanfaatkan untuk irigasi teknis. Beberapa saluran yang berfungsi sebagai jaringan irigasi teknis antara lain adalah Kali Mokervart, Cisadane Barat, Cisadane Timur dan Siphoon. Pada DAS Cisadane yang berada di Kota Tangerang terdapat 43 anak sungai/saluran pembuangan yang semuanya bermuara di Kali Cisadane, dimana anak sungai yang terbesar adalah Saluran Mookervaart yang merupakan sodetan penghubung Sungai Cisadane dan Kali Angke. Keseluruhan DAS Cisadane di Kota Tangerang ini mempunyai daerah tangkapan air (catchment area) seluas ha. Tabel 2-6 Karakteristik Umum DAS Cisadane No. Daerah Administrasi Kecamatan Dominasi Guna Lahan 1 Kab. Bogor Cijeruk Hutan, ladang, permukiman Rendah Caringin Hutan, ladang, perkebunan, permukiman Rendah Ciampea Hutan, ladang, perkampungan Rendah Intensitas Kegiatan Ciomas Permukiman, ladang, perkebunan Rendah-sedang Dermaga Permukiman, ladang sedang Parung Permukiman, ladang Sedang Gunung Sindur Permukiman, ladang Sedang 2 Kota Bogor Bogor Selatan Pemukiman, kegiatan perkotaan Tinggi 3 Kab. Tangerang Serpong, BSD, Gading Serpong Bogor Barat Permukiman, kegiatan Perkotaan Tinggi Permukiman, ladang, lahan kosong Sedang Sepatan Permukiman, sawah, ladang Sedang 4 Kota Tangerang Cibodas Permukiman Tinggi Sumber: RPJMD Kota Tangerang Pinang Permukiman, ladang, lahan kosong. Sedang Karawaci Permukiman, kegiatan perkotaan Tinggi Tangerang Permukiman, kegiatan perkotaan Sangat Tinggi Neglasari Permukiman, ladang Sedang Kali Angke mengalir di bagian Timur Kota Tangerang. Hulu Kali Angke berasal dari daerah Semplak, Kabupaten Bogor. Aliran Kali Angke melintasi 4 daerah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Jakarta Barat, berakhir di Saluran Pembuang Cengkareng Drain, Jakarta Barat. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke merupakan kawasan terbangun intensitas sedang-tinggi, yaitu kegiatan permukiman dan kegiatan perkotaan. Pada DAS Angke yang berada di Kota Tangerang terdapat 7 anak sungai/saluran pembuangan yang semuanya bermuara ke Kali Angke. Keseluruhan DAS Angke di Kota Tangerang ini mempunyai daerah tangkapan air (catchment area) seluas ha. BUKU PUTIH SANITASI 2-6

7 Tabel 2-7 Karakteristik Umum DAS Angke No. Daerah Intensitas Kecamatan Dominasi Guna Lahan Administrasi Kegiatan 1 Kab. Bogor Semplak Permukiman, ladang, sawah Sedang Bojong Gede Permukiman, ladang, sawah Sedang Parung Permukiman, ladang Sedang 2 Kab. Tangerang Pamulang Permukiman, ladang Tinggi Serpong Permukiman, ladang lahan kosong Sedang 3 Kota Tangerang Ciledug Permukiman, kegiatan perkotaan Sangat Tinggi Kr. Tengah Permukiman, kegiatan perkotaan Tinggi Pinang Permukiman, ladang, lahan kosong Tinggi 4 Jakarta Barat Duri Kosambi Permukiman, kegiatan perkotaan Tinggi Kembangan Permukiman, kegiatan perkotaan Sangat Tinggi Sumber: RPJMD Kota Tangerang Hulu sungai Kali Cirarab berada di bagian Utara Kabupaten Bogor sekitar Kecamatan Rumpin. Aliran Kali Cirarab berkelok-kelok, melintasi 3 daerah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Cirarab merupakan kawasan budidaya daerah terbangun. Pada DAS Cirarab yang berada di Kota Tangerang terdapat 4 anak sungai / saluran pembuangan yang semuanya bermuara ke Kali Cirarab, yaitu: Kali Cangkring, Kali Sasak, Kali Keroncong, dan Kali Jatake. Keseluruhan DAS Cirarab di Kota Tangerang ini mempunyai daerah tangkapan air (catchment area) seluas ha. Tabel 2-8 Karakteristik Umum DAS Cirarab No. Daerah Intensitas Kecamatan Dominasi Guna Lahan Administrasi Kegiatan 1. Kab. Bogor Parung Panjang Permukiman, perkebunan, ladang Rendah Rumpin Permukiman, Perkebunan, ladang Rendah 2. Kab. Tangerang Serpong Permukiman, ladang, lahan kosong Sedang Curug Permukiman Sedang Cikupa Industri Tinggi Sepatan Permukiman, sawah, ladang Sedang 3. Kota Tangerang Jatiuwung Industri, permukiman Sangat Tinggi Periuk Industri, permukiman Tinggi Sumber: RPJMD Kota Tangerang Selain sungai, di wilayah Kota Tangerang juga terdapat situ sebanyak 6 buah situ dengan luas total saat ini adalah 152,01 ha dan kedalaman antara 2,5-3,0 m. Secara umum, kondisi situ di Kota Tangerang menunjukkan penurunan kuantitas maupun kualitas. Hal ini antara lain tercermin dari berbagai laporan yang menyatakan berkurangnya jumlah dan luasan areal situ, dari semula terdata sebanyak 9 situ, saat ini hanya tersisa 6 situ, dengan penyusutan luas keseluruhan areal sebesar 41%, yaitu dari 257 ha menjadi 152,01 ha. Situ terluas di wilayah Kota Tangerang adalah Situ Cipondoh yang berada di Kecamatan Cipondoh dan Kecamatan Pinang, dengan luas saat ini adalah 126,17 ha. Selama ini Situ Cipondoh difungsikan sebagai pengendali banjir, irigasi, cadangan air baku dan rekreasi. Kondisi Situ Cipondoh saat ini cenderung mengalami pendangkalan terutama di tepi situ karena banyak ditumbuhi tanaman eceng gondok yang memenuhi permukaan air Situ Cipondoh. BUKU PUTIH SANITASI 2-7

8 Peta 2-2 Daerah Aliran Sungai Sumber: Perencanaan Penanganan Banjir Kota Tangerang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Tangerang BUKU PUTIH SANITASI 2-8

9 Tabel 2-9 Nama dan Kondisi Situ Tahun 2013 No. Nama Situ Lokasi Luas Kedalaman (ha) (m) Kewenangan 1 Cipondoh Kec. Cipondoh dan Kec. Pinang 126,17 3,0 Pusat/Provinsi Banten 2 Besar (Gede) Kel. Cikokol Kec. Tangerang 5,07 3,0 Pusat/Provinsi Banten 3 Cangkring Kec. Periuk 5,17 3,0 Pusat/Provinsi Banten 4 Kunciran Kel. Kunciran Kec. Pinang 0,40 2,5 Pusat/Provinsi Banten 5 Bojong Kel. Kunciran Kec. Pinang 0,20 3,0 Pusat/Provinsi Banten 6 Bulakan Kec. Periuk 15,00 3,0 Pusat/Provinsi Banten Jumlah 152,01 Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka 2013 Akuifer yang berkembang di wilayah Kota Tangerang berlitologi pasir tufaan, dan dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya menjadi akuifer dangkal dan akuifer dalam. Akuifer dangkal di sini dibatasi hanya untuk akuifer-akuifer yang terdapat hingga kedalaman sampai 50 m di bawah permukaan tanah setempat (bmt), sedangkan akuifer dalam adalah akuifer yang terdapat pada kedalaman lebih dari 50 m bmt. Ketebalan akuifer ini beragam mulai dari 5-25 m untuk akuifer dangkal (kedalaman sampai 50 m), hingga ketebalan 4-80 m untuk akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m). Akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) adalah akuifer tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semi-tertekan. Sedangkan akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya. Sistem airtanah tak tertekan dijumpai pada kedalaman antara 2-10 m bmt. Batuan penyusun akuifer sistem airtanah tersebut berada pada satuan endapan pantai. Akuifer tak tertekan ini berubah menjadi semi-tertekan pada tempat yang lebih dalam. Permeabilitas batuan pada satuan endapan ini sedang, dan pada beberapa lokasi berubah menjadi tinggi, khususnya pada daerah akumulasi endapan sungai dengan butiran pasir kasar hingga kerakal. Debit aliran pada sumur-sumur gali pada sistem akuifer ini berkisar antara 0-3 liter/detik. Tipe akuifer yang berkembang adalah Sistem Endapan Aluvium Pantai. Batuan penyusun endapan ini umumnya berupa lempung, pasir, dan kerikil hasil dari erosi dan transportasi batuan di bagian hulunya. Umumnya batuan pada endapan alluvium bersifat tidak kompak, dengan morfologi yang umumnya datar sampai sedikit bergelombang. Dari segi kuantitas, airtanah pada endapan alluvium pantai dapat menjadi sumber airtanah yang baik, terutama pada lensa-lensa batu pasir lepas. Namun demikian, dari segi kualitas airtanah pada akuifer endapan alluvium pantai tergolong buruk yang ditandai dengan bau, warna kuning, keruh karena tingginya kandungan garam, besi, serta mangan (Fe dan Mn). Kualitas airtanah yang baik umumnya dapat dijumpai pada endapan akuifer alluvium pantai yang berupa akuifer tertekan. Akuifer pada sistem ini tersusun oleh endapan pasir halus yang belum terkompaksi dan setempat, sehingga terdapat airtanah segar. BUKU PUTIH SANITASI 2-9

10 Peta 2-3 Airtanah Sumber: Studi Potensi dan Konservasi Airtanah Kota Tangerang, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Tangerang, BUKU PUTIH SANITASI 2-10

11 Ketinggian muka airtanah rata-rata di wilayah Kota Tangerang berkisar antara 9-32 meter di bawah permukaan tanah setempat (m bmt). Tinggi muka airtanah rata-rata paling dalam terdapat di Kecamatan Jatiuwung yaitu 32 m bmt. Sedangkan tinggi muka airtanah rata-rata paling dangkal terdapat di Kecamatan Benda yaitu 9 m bmt. Tabel 2-10 Tinggi Muka Airtanah Rata-rata per-kecamatan Tahun 2013 No. Kecamatan Tinggi Muka Airtanah Rata-rata (m bmt) 1 Ciledug 15 2 Larangan 17 3 Karang Tengah 10 4 Cipondoh 19 5 Pinang 12 6 Tangerang 14 7 Karawaci 16 8 Jatiuwung 32 9 Cibodas Periuk Batuceper Neglasari Benda 9 Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka Demografi Bagian ini berisi uraian tentang jumlah dan kepadatan penduduk Kota Tangerang tahun dan proyeksinya untuk tahun Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan data BPS Kota Tangerang, jumlah penduduk Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun mengalami peningkatan dari jiwa (2009) menjadi jiwa (2013). Pertumbuhan penduduk rata-rata Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun sebesar 3,28%. Jumlah penduduk terbesar saat ini berada di Kecamatan Cipondoh, yaitu jiwa (2013), sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Benda, yaitu jiwa (2013). Laju pertumbuhan penduduk rata-rata tertinggi dalam kurun waktu tahun dialami oleh Kecamatan Cipondoh, yaitu rata-rata 5,88% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata terendah dialami oleh Kecamatan Jatiuwung, yaitu rata-rata 0,23% per tahun. Jumlah rumah tangga di Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun juga mengalami peningkatan dari KK (2009) menjadi KK (2013). Jumlah rumah tangga terbesar saat ini berada di Kecamatan Cipondoh, yaitu KK (2013), sedangkan jumlah rumah tangga terkecil berada di Kecamatan Benda, yaitu KK (2013). BUKU PUTIH SANITASI 2-11

12 Tabel 2-11 Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Pertumbuhan Penduduk, dan Kepadatan Penduduk per-kecamatan Tahun No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Rumah Tangga (KK) Tingkat Pertumbuhan (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) Tahun Tahun Tahun Tahun * * * * 1 Ciledug NA 7,59 4,11 5,58 4, Larangan NA 7,92 3,04 4,35 3, Karang Tengah NA 7,77 2,66 3,89 3, Cipondoh NA 9,32 5,11 6,66 5, Pinang NA 8,09 3,72 5,10 4, Tangerang NA 10,63 3,42 3,08 3, Karawaci NA 9,49 0,96 2,08 1, Jatiuwung NA -5,95-0,24 0,70 0, Cibodas NA 28,07 1,36 2,50 1, Periuk NA 8,50 2,09 3,28 2, Batuceper NA -5,18 1,94 3,04 2, Neglasari NA 25,30 2,01 3,15 2, Benda NA 7,06 3,02 4,21 3, Kota Tangerang NA 8,84 2,71 3,86 3, Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka Keterangan: * Angka perkiraan sementara. BUKU PUTIH SANITASI 2-12

13 Kepadatan penduduk Kota Tangerang mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun , dari 100 jiwa/ha (2009) menjadi 120 jiwa/ha (2013). Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi saat ini adalah Kecamatan Larangan, yaitu 194 jiwa/ha (2013), sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Neglasari, yaitu 69 jiwa/ha (2013) Proyeksi Penduduk Pertumbuhan penduduk Kota Tangerang dalam kurun waktu lima tahun terakhir ( ) menunjukkan pola yang cenderung linier, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2-1 berikut ini: Gambar 2-1 Grafik Pertumbuhan Penduduk Tahun Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka Dengan asumsi bahwa pertumbuhan penduduk Kota Tangerang untuk lima tahun mendatang juga masih berpola linier, maka metode yang digunakan untuk proyeksi penduduk Kota Tangerang tahun adalah Metode Proyeksi Aritmatik, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: di mana: P n = penduduk tahun ke-n P 0 = penduduk tahun awal n = jumlah tahun (periode) r = angka pertumbuhan BUKU PUTIH SANITASI 2-13

14 Tabel 2-12 Proyeksi Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk per-kecamatan Tahun No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Rumah Tangga (KK) Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) Tahun Tahun Tahun Ciledug Larangan Karang Tengah Cipondoh Pinang Tangerang Karawaci Jatiuwung Cibodas Periuk Batuceper Neglasari Benda Kota Tangerang Sumber: Hasil Analisis, BUKU PUTIH SANITASI 2-14

15 Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi, jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2019 bertambah sebesar 19,24% dari saat ini, yaitu menjadi jiwa. Jumlah penduduk terbesar pada tahun 2019 berada di Kecamatan Cipondoh, yaitu mencapai jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Benda, yaitu sebanyak jiwa. Hasil perhitungan proyeksi juga menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga di Kota Tangerang pada tahun 2019 meningkat sebesar 18,59% dari saat ini, yaitu menjadi KK. Jumlah rumah tangga terbesar pada tahun 2019 berada di Kecamatan Cipondoh, yaitu KK, sedangkan jumlah rumah tangga terkecil berada di Kecamatan Benda, yaitu KK. Untuk kepadatan penduduk, hasil proyeksi menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Kota Tangerang mengalami peningkatan dari 120 jiwa/ha (2013) menjadi 144 jiwa/ha (2019). Kecamatan terpadat pada tahun 2019 adalah Kecamatan Ciledug dengan kepadatan penduduk mencapai 247 jiwa/ha. 2.3 Keuangan dan Perekonomian Daerah Bagian ini berisi uraian tentang kondisi perekonomian daerah dan kondisi keuangan daerah Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun Perekonomian Daerah Bagian ini berisi uraian tentang kondisi perekonomian daerah Kota Tangerang tahun berdasarkan indikator perekonomian daerah berupa: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan perkapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), dan tingkat inflasi. Tabel 2-13 Peta Perekonomian Daerah Tahun Uraian Tahun PDRB Hk (Milyar Rp) , , , , ,78 PDRB Hb (Milyar Rp) , , , , ,21 Pendapatan Perkapita Hk (Juta Rp) 16,68 16,35 17,01 17,42 18,04 Pendapatan Perkapita Hb (Juta Rp) 29,85 31,67 34,47 36,59 38,00 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,74 6,68 6,84 6,41 6,02 Tingkat Inflasi (%) 2,49 6,08 3,78 4,44 10,02 Sumber: RPJMD Kota Tangerang Penghitungan PDRB didasarkan pada dua harga, yaitu harga dasar/konstan (constant price) dan harga berlaku (current price). PDRB atas dasar harga konstan (Hk) adalah jumlah dari barang dan jasa, pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga pasar yang tetap (tahun dasar, yaitu tahun 2000). Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku (Hb) adalah jumlah nilai barang dan jasa, pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga berlaku pada tahun bersangkutan. Nilai BUKU PUTIH SANITASI 2-15

16 PDRB ini merepresentasikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah atas barang dan jasa yang diproduksi dalam satu tahun. Besar kecilnya PDRB suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumber ekonomi yang dimiliki daerah tersebut. Dalam kurun waktu tahun , PDRB atas dasar harga konstan Kota Tangerang mengalami peningkatan dari ,54 milyar rupiah (2009) menjadi ,78 milyar rupiah (2013). Artinya, dalam kurun waktu tersebut terdapat kenaikan nilai PDRB atas dasar harga konstan Kota Tangerang sebesar 8.192,24 milyar rupiah. Sedangkan nilai PDRB atas dasar harga berlaku Kota Tangerang, dalam kurun waktu yang sama, mengalami kenaikan sebesar ,95 milyar rupiah, yaitu dari ,26 milyar rupiah (2009) menjadi ,21 milyar rupiah (2013). Pendapatan perkapita dihitung dengan membagi jumlah PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Angka pendapatan perkapita ini memperlihatkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk dan dapat merepresentasikan tingkat kesejahteraan suatu daerah. Berdasarkan data di atas, dalam kurun waktu tahun , angka pendapatan perkapita Kota Tangerang atas dasar harga konstan mengalami kenaikan sebesar 1,36 juta rupiah, yaitu dari 16,68 juta rupiah per tahun (2009) menjadi 18,04 juta rupiah per tahun (2013). Sedangkan angka pendapatan perkapita Kota Tangerang atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan sebesar 8,14 juta rupiah, yaitu dari 29, 85 juta rupiah per tahun (2009) menjadi 38,00 juta rupiah per tahun (2013). Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun relatif stabil seiring dengan LPE Provinsi Banten dan LPE Nasional, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2-2 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun Berdasarkan data dalam gambar tersebut, juga terlihat bahwa LPE Kota Tangerang saat ini (2013) sebesar 6,02% lebih tinggi dari LPE Provinsi Banten (5,86%) dan LPE Nasional (5,72%). Gambar 2-2 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sumber: Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang BUKU PUTIH SANITASI 2-16

17 Selama Januari-Desember 2013 telah terjadi inflasi di Kota Tangerang sebesar 10,02%, berada di atas laju inflasi Provinsi Banten (9,65%) dan Nasional (8,38%). Sedangkan perkembangan inflasi Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun menunjukkan angka yang cukup terkendali dan masih berada pada koridor sasaran inflasi Provinsi Banten dan Nasional untuk setiap tahunnya Keuangan Daerah Keuangan Daerah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Lebih lanjut dalam Permendagri tersebut dijelaskan bahwa Keuangan Daerah terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah Realisasi APBD Realisasi total Pendapatan Daerah Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 21,22% per tahun, yaitu dari ,57 juta rupiah (2009) menjadi ,03 juta rupiah (2013). Peningkatan ini selain disebabkan oleh naiknya pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan (dengan rata-rata pertumbuhan 9,88% per tahun), juga karena adanya berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Tangerang dalam peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi daerah sejak tahun 2008 yang ditunjukkan oleh naiknya Pendapatan Asli Daerah (dengan rata-rata pertumbuhan 43,28% per tahun). Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi daerah berdampak pula terhadap perkembangan basis penerimaan daerah yang ada. Dari sisi kemandirian keuangan daerah yang diukur dengan rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap realisasi total pendapatan daerah, kemampuan Pemerintah Kota Tangerang dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun rata-rata hanya sebesar 26,35%. Namun demikian, rasio kemandirian keuangan daerah Kota Tangerang dalam kurun waktu tersebut juga mengalami peningkatan dari 16,36% (2009) menjadi 33,31% (2013). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemandirian keuangan daerah Kota Tangerang dari tahun ke tahun dalam kurun waktu tersebut BUKU PUTIH SANITASI 2-17

18 Tabel 2-14 Rekapitulasi Realisasi APBD Kota Tangerang Tahun No. Uraian Realisasi (juta rupiah) Rata-rata Pertumbuhan A Pendapatan (a.1 + a.2 + a.3) , , , , ,03 21,22 a.1 Pendapatan Asli , , , , ,56 43,28 Daerah (PAD) a.1.1 Pajak Daerah , , , , ,46 50,06 a.1.2 Retribusi Daerah , , , , ,86 40,75 a.1.3 Hasil Pengolahan , , , , ,85-6,28 Kekayaan Daerah yang Dipisahkan a.1.4 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah , , , , ,39 19,64 a.2 Dana Perimbangan (Transfer) , , , , ,01 9,88 a.2.1 Dana Bagi Hasil , , , , ,31 3,24 a.2.2 Dana Alokasi Umum , , , , ,86 13,09 a.2.3 Dana Alokasi Khusus 2.948, , , , ,84 29,57 a.3 Lain-lain , , , , ,46 32,22 Pendapatan yang Sah a.3.1 Hibah a.3.2 Dana Darurat a.3.3 Dana Bagi Hasil , , , , ,51 19,07 Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya a.3.4 Dana Penyesuaian , , , ,10 71,39 dan Otonomi Khusus a.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya , , , , ,85-24,02 B Belanja (b1 + b.2) , , , , ,07 25,79 b.1 Belanja Tidak , , , , ,44 19,80 Langsung b.1.1 Belanja Pegawai , , , , ,04 18,84 b.1.2 Belanja Bunga 1.739, b.1.3 Belanja Hibah 2.685, , , , ,39 125,83 b.1.4 Belanja Bantuan , , ,90 487,50 616,25-55,57 sosial b.1.5 Belanja Bantuan - 954,55 954,55 954,55 954,55 0,00 Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/ Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik b.1.6 Belanja Tidak Terduga 1.000,00 120, ,62 353,07 80,21-46,78 b.2 Belanja Langsung , , , , ,63 29,43 b.2.1 Belanja Pegawai , , , , ,39 8,15 b.2.2 Belanja Barang dan , , , , ,70 44,82 Jasa b.2.3 Belanja Modal , , , , ,54 29,68 C Pembiayaan , , , , ,34 22,60 Surplus/Defisit Anggaran , , , , ,04-184,70 Sumber: RPJMD Kota Tangerang BUKU PUTIH SANITASI 2-18

19 Realisasi belanja daerah Kota Tangerang selama tahun menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 25,79% per tahun, yaitu dari ,34 juta rupiah (2009) menjadi ,07 juta rupiah (2013). Pertumbuhan rata-rata realisasi Belanja Tidak Langsung menunjukkan angka yang lebih kecil yaitu 19,80% dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata realisasi Belanja Langsung yaitu 29,43%. Sedangkan berdasarkan proporsinya terhadap total belanja daerah, proporsi Belanja Langsung selalu lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi Belanja Tidak Langsung untuk setiap tahunnya dalam kurun waktu tahun tersebut. Pembiayaan Daerah adalah transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah, ketika terjadi defisit anggaran. Sumber pembiayaan dapat berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun lalu, penerimaan pinjaman obligasi, transfer dari dana cadangan maupun hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan. Sedangkan pengeluaran dalam pembiayaan itu sendiri dapat berupa anggaran hutang, bantuan modal dan transfer ke dana cadangan. Realisasi Pembiayaan Daerah Kota Tangerang selama tahun menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,60%, yaitu dari ,94 juta rupiah (2009) menjadi ,34 juta rupiah (2013) Realisasi Belanja Sanitasi Tabel 2-15 Realisasi Belanja Sanitasi SKPD Kota Tangerang Tahun No. SKPD 1 DPU 1.a Investasi 1.b Operasional/Pemeliharaan (OM) 2 DKP 2.a Investasi 2.b Operasional/Pemeliharaan (OM) 3 BPLH 3.a Investasi 3.b Operasional/Pemeliharaan (OM) 4 Dinkes 4.a Investasi 4.b Operasional/Pemeliharaan (OM) 5 Bappeda 5.a Investasi 5.b Operasional/Pemeliharaan (OM) 6 Total Belanja Sanitasi ( ) 7 Pendanaan investasi Sanitasi Total ( ) Realisasi Belanja Sanitasi (juta rupiah) Rata-rata Pertumbuhan (%) BUKU PUTIH SANITASI 2-19

20 No. SKPD 8 Pendanaan OM Sanitasi ( ) 9 Belanja Langsung 10 Proporsi Belanja Sanitasi- Belanja Langsung (6/9) 11 Proporsi Investasi Sanitasi- Total Belanja Sanitasi (7/6) 12 Proporsi OM Sanitasi-Total Belanja Sanitasi (8/6) Sumber: DPKD Kota Tangerang Realisasi Belanja Sanitasi (juta rupiah) Rata-rata Pertumbuhan (%) Tabel 2-16 Perhitungan Pendanaan Sanitasi oleh APBD Kota Tangerang Tahun No. Uraian 1 Belanja Sanitasi ( ) 1.1 Air Limbah Domestik 1.2 Sampah rumah tangga 1.3 Drainase perkotaan 1.4 PHBS 2 Dana Alokasi Khusus ( ) 2.1 DAK Sanitasi 2.2 DAK Lingkungan Hidup 2.3 DAK Perumahan dan Permukiman 3 Pinjaman/Hibah untuk Sanitasi 4 Bantuan Keuangan Provinsi untuk Sanitasi Belanja APBD murni untuk Sanitasi (1-2-3) Total Belanja Langsung % APBD murni terhadap Belanja Langsung Sumber: DPKD Kota Tangerang Pendanaan Sanitasi (juta rupiah) Rata-rata Pertumbuhan (%) Tabel 2-17 Belanja Sanitasi Perkapita Kota Tangerang Tahun No. D e s k r i p s i 1 Total Belanja Sanitasi (juta rupiah) 2 Jumlah Penduduk (jiwa) Belanja Sanitasi Perkapita (1 / 2) (juta rupiah/jiwa) Sumber: DPKD Kota Tangerang Tahun Rata-rata (%) BUKU PUTIH SANITASI 2-20

21 Tabel 2-18 Realisasi dan Potensi Retribusi Sanitasi No. 1 Retribusi Air Limbah 1.a Realisasi retribusi 1.b Potensi retribusi 2 Retribusi Sampah 2.a Realisasi retribusi 2.b Potensi retribusi 3 Retribusi Drainase 3.a Realisasi retribusi 3.b Potensi retribusi SKPD 4 Total Realisasi Retribusi Sanitasi (1a+2a+3a) 5 Total Potensi Retribusi Sanitasi (1b+2b+3b) 6 Proporsi Total Realisasi-Potensi Retribusi Sanitasi (4/5) Sumber: DPKD Kota Tangerang Retribusi Sanitasi Tahun (Rp) Pertumbuhan (%) 2.4 Tata Ruang Wilayah Bagian ini berisi tentang uraian tentang kebijakan penataan ruang Kota Tangerang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Tangerang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dalam Sistem Perkotaan Nasional, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang , rencana struktur ruang wilayah Kota Tangerang meliputi: (1) sistem pusat pelayanan; (2) sistem jaringan transportasi; (3) sistem jaringan energi/kelistrikan; (4) sistem jaringan telekomunikasi; (5) sistem jaringan sumber daya air; dan (6) sistem infrastruktur perkotaan. Rencana struktur ruang wilayah kota tersebut digambarkan dalam peta Rencana Struktur Ruang Kota Tangerang dengan tingkat ketelitian 1: sebagaimana ditunjukkan pada peta di bawah ini Sistem Pusat Pelayanan Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hirarki kota sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem pemanfaatan ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Pengembangan sistem pusat pelayanan akan mempermudah masyarakat kota untuk mendapatkan pelayanan sarana dan prasarana perkotaan. BUKU PUTIH SANITASI 2-21

22 Rencana sistem pusat pelayanan Kota Tangerang, sebagaimana tertuang dalam RTRW Kota Tangerang , terdiri atas: 1. Pusat Pelayanan Kota (PPK), adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional, yang meliputi: a. PPK I memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional ditetapkan di Kecamatan Tangerang; b. PPK II memiliki fungsi sebagai perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional dan perumahan kepadatan menengah tinggi ditetapkan di Kecamatan Cibodas; c. PPK III memiliki fungsi sebagai perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional dan perumahan kepadatan menengah rendah ditetapkan di Kecamatan Pinang; dan d. PPK IV memiliki fungsi sebagai perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional dan perumahan kepadatan menengah rendah ditetapkan di Kecamatan Cipondoh. BUKU PUTIH SANITASI 2-22

23 GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG BAB 2 Peta 2-4 Rencana Struktur Ruang Wilayah Sumber: RTRW Kota Tangerang BUKU PUTIH SANITASI 2-23

24 2. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK), adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota, yang meliputi: a. SPPK I memiliki fungsi sebagai perdagangan dan jasa, perumahan kepadatan menengah, perumahan kepadatan tinggi, industri konveksi/tekstil skala kecil dan rumah tangga ditetapkan di Kecamatan Ciledug; b. SPPK II memiliki fungsi sebagai perdagangan dan jasa, perumahan kepadatan menengah tinggi, dan industri terpadu berwawasan lingkungan ditetapkan di Kecamatan Periuk; dan c. SPPK III memiliki fungsi sebagai penunjang kegiatan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, industri kecil dan menengah yang ramah lingkungan, dan perumahan kepadatan rendah ditetapkan di Kecamatan Benda. 3. Pusat Lingkungan (PL), adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi lingkungan kota, yang meliputi: a. PL I ditetapkan di Kelurahan Kreo Kecamatan Larangan; b. PL II ditetapkan di Kelurahan Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah; c. PL III ditetapkan di Kelurahan Batuceper Kecamatan Batuceper; d. PL IV ditetapkan di Kelurahan Neglasari Kecamatan Neglasari; e. PL V ditetapkan di Kelurahan Cimone Kecamatan Karawaci; dan f. PL VI ditetapkan di Kelurahan Jatake Kecamatan Jatiuwung Sistem Jaringan Transportasi Rencana pengembangan sistem transportasi Kota Tangerang diarahkan untuk mewujudkan sistem jaringan transportasi yang andal, berkemampuan tinggi, dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, aman, lancar, nyaman, efisien, dan selamat dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, serta mendukung pergerakan manusia, barang dan jasa. Rencana sistem jaringan transportasi Kota Tangerang, sebagaimana tertuang dalam RTRW Kota Tangerang , terdiri atas: Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat Rencana sistem jaringan transportasi darat Kota Tangerang tahun meliputi: 1. Rencana Jaringan Jalan Rencana jaringan jalan Kota Tangerang tahun menetapkan fungsi jalan di Kota Tangerang sebagai berikut: a. Jaringan jalan arteri primer, meliputi: ruas jalan Batas Kota dengan DKI Jakarta-Jalan Daan Mogot-Jalan Merdeka- Jalan Gatot Subroto-Batas Kota dengan Kabupaten Tangerang; BUKU PUTIH SANITASI 2-24

25 b. Jaringan jalan arteri sekunder, meliputi: 1) Jalan Benteng Betawi; 2) Jalan Imam Bonjol; 3) Ruas Jalan Otto Iskandardinata Jalan KS. Tubun; 4) Jalan M. Toha; 5) Jalan Prabu Kiansantang; 6) Jalan Siliwangi; 7) Jalan Pajajaran; 8) Ruas Jalan Teuku Umar Jalan Proklamasi; 9) Jalan Bouraq (Lio Baru); 10) Jalan Pembangunan 3 (Karangsari Raya); 11) Ruas Jalan Juanda Jalan Merpati Jalan Garuda; 12) Jalan Halim Perdanakusuma; 13) Ruas Jalan Husein Sastranegara Jalan AMD; 14) Jalan Raden Saleh; 15) Jalan dr. Sutomo; dan 16) Jalan Faliman Jaya; 17) Jaringan jalan kolektor primer meliputi: 18) Ruas Jalan KH. Hasyim Ashari Jalan HOS. Cokroaminoto Batas Kota dengan DKI Jakarta; dan 19) Ruas Jalan Raden Fatah Jalan Jombang Raya Batas Kota dengan Kota Tangerang Selatan; c. Jaringan jalan kolektor sekunder meliputi ruas-ruas jalan yang menghubungkan antara satu pusat pelayanan dengan pusat pelayanan lainnya; d. Jaringan jalan lokal sekunder meliputi ruas-ruas jalan yang menghubungkan pusat pelayanan dengan permukiman; e. Jaringan jalan lingkungan sekunder meliputi ruas-ruas jalan yang menghubungkan antar persil dalam wilayah kota, kecuali yang dikategorikan sebagai jalan arteri, kolektor, dan lokal; f. Jaringan jalan tol meliputi: 1) Ruas Jalan Tol Jakarta Tangerang; 2) Jalan Tol Prof. Dr. Sedyatmo ruas Batas Kota dengan Provinsi DKI Jakarta Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta; 3) Rencana Jalan Tol JORR II ruas Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta Kunciran Serpong; dan 4) Rencana Jalan Tol JORR II ruas Batuceper Teluknaga Kamal; Selain penetapan fungsi jalan, dalam rencana jaringan jalan Kota Tangerang tahun juga diarahkan rencana pengembangan dan optimalisasi jaringan jalan di Kota Tangerang sebagai berikut: a. Pengembangan Jalan Strategis Nasional meliputi ruas Jalan Jenderal Sudirman Jalan M.H. Thamrin Batas Kota dengan Kota Tangerang Selatan; BUKU PUTIH SANITASI 2-25

26 b. Pembangunan jalan, meliputi: 1) Jalan Ciledug Bandara (STA 11); 2) Jalan Frontage Sisi Utara Tol Jakarta Tangerang; 3) Jalan Frontage Sisi Selatan Tol Jakarta-Tangerang (ruas Jalan Kyai Maja-Alam Sutra-Gempol Raya-Pinang Kunciran-batas Kota dengan Provinsi DKI Jakarta); 4) Jalan Frontage Sisi Barat dan Timur Tol JORR II (ruas Jalan Daan Mogot-Jalan KH. Hasyim Ashari); 5) Jalan Sepanjang Sisi Kanan Kiri Sungai Cisadane (Promenade); 6) Jalan Sisi Utara Rel Kereta Api; 7) Jalan Sisi Selatan Saluran Mookervart; 8) Jalan Cadas Kedaung; 9) Jalan Tembus Jalan Siliwangi Jalan Pajajaran; 10) Jalan Lingkar Selatan terdiri dari ruas Jalan Adam Malik Jalan Taman Asri Lama Jalan Cipto Mangunkusumo Jalan Raden Fatah Jalan Puri Kartika Jalan Graha Raya; 11) Jalan sisi Utara dan Selatan Saluran Cisadane Timur; dan 12) Jalan Tembus Jalan KS. Tubun-Jalan Bouraq (Lio Baru); c. Pengembangan rencana simpang tidak sebidang, meliputi: 1) Simpang Jalan Jenderal Sudirman Jalan Pembangunan 3; 2) Simpang Jalan Jenderal Sudirman rel kereta api; 3) Simpang Benda; 4) Simpang Jalan Gatot Subroto Jalan Gajah Tunggal; 5) Simpang Jalan Gatot Subroto Jalan Siliwangi; 6) Simpang Jalan Gatot Subroto Jalan Telesonik; 7) Simpang Jalan Ciledug Bandara (STA 11) dengan Jalan Daan Mogot; dan 8) Simpang Jalan Ciledug Bandara (STA 11) dengan Jalan Benteng Betawi dan rel kereta api; d. Optimalisasi simpang tidak sebidang eksisting, meliputi: 1) Simpang Cikokol; 2) Simpang Ciledug; 3) Simpang Jalan Jenderal Sudirman Jalan Hasyim Ashari; dan 4) Simpang Jalan Gatot Subroto Jalan Taman Cibodas; e. Pembangunan jembatan, meliputi: 1) Jembatan yang menghubungkan Kedaung dengan Sepatan (eretan); 2) Jembatan yang menghubungkan Jalan M.H. Thamrin dengan Jalan Imam Bonjol; 3) Jembatan yang menghubungkan Jalan Pembangunan 3 dengan Cadas; dan BUKU PUTIH SANITASI 2-26

27 4) Jembatan yang menghubungkan Jalan K.S. Tubun dengan Jalan Lio Baru; f. Penataan perempatan dan persimpangan jalan dalam wilayah kota; g. Sistem jaringan jalan didesain dan dapat difungsikan sebagai jalur angkutan umum massal; dan h. Persilangan dengan jalur kereta api diarahkan menjadi persilangan tidak sebidang. 2. Rencana Jaringan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Rencana jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan Kota Tangerang tahun meliputi: a. Rencana Pengembangan Terminal Angkutan Penumpang Rencana pengembangan terminal angkutan penumpang di Kota Tangerang meliputi: 1) Rencana pengembangan terminal Tipe A, meliputi: a) Terminal Terpadu Poris Plawad di Kecamatan Cipondoh; dan b) Terminal Jatiuwung di Kecamatan Jatiuwung; 2) Rencana pengembangan terminal Tipe B, yaitu pembangunan terminal antar kota di perbatasan, meliputi: a) Terminal Ciledug atau Larangan; b) Terminal Imam Bonjol di Kecamatan Cibodas; dan c) Terminal Cadas atau Periuk; 3) Rencana pengembangan terminal Tipe C, meliputi: terminal eksisting yaitu Terminal Cimone dan Terminal Cibodas serta pengembangan terminal baru dalam kota. b. Rencana Pengembangan Terminal Angkutan Barang Rencana pengembangan terminal angkutan barang di Kota Tangerang diarahkan terletak di Kecamatan Jatiuwung. 3. Rencana Jaringan Pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Rencana jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan Kota Tangerang tahun meliputi: a. Rencana pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan dalam kota yang diarahkan sebagai moda angkutan umum pada jalan-jalan utama yang memiliki nilai strategis, meliputi: 1) Koridor Cadas Terminal Poris Plawad; 2) Koridor Jatiuwung Terminal Poris Plawad; 3) Koridor Karawaci Terminal Poris Plawad; 4) Koridor Ciledug Terminal Poris Plawad; 5) Koridor Bandara Internasional Soekarno Hatta Tangerang; dan 6) Koridor yang menghubungkan antara koridor dalam kota. BUKU PUTIH SANITASI 2-27

28 b. Rencana pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan yang terintegrasi dengan sistem angkutan umum massal JABODETABEK, meliputi: 1) Koridor Kalideres-Tangerang; 2) Koridor Blok M-Ciledug; dan 3) Koridor Tangerang-Harmoni melalui Jalan Frontage Tol Jakarta-Tangerang Rencana Sistem Jaringan Perkeretaapian Rencana sistem jaringan perkeretaapian Kota Tangerang tahun meliputi: 1. Rencana Pengembangan Jaringan Jalur Kereta Api Rencana pengembangan jaringan jalur kereta api di Kota Tangerang meliputi: a. Peningkatan jalur kereta api jalur ganda Tangerang Jakarta; b. Pengembangan jaringan jalur kereta api Tangerang Jakarta; c. Pengembangan jalur kereta api Bandara Soekarno Hatta Tangerang Jakarta; d. Pengembangan jalur kereta api Bandara Soekarno Hatta Tangerang Serpong; dan e. Pengembangan prasarana dan sarana baru jaringan kereta api intra kota yang menghubungkan antar pusat pelayanan. 2. Rencana Pengembangan Prasarana Perkeretaapian Rencana pengembangan prasarana perkeretaapian di Kota Tangerang meliputi: a. Pengembangan stasiun kereta api eksisting meliputi Stasiun Tangerang, Stasiun Tanah Tinggi, Stasiun Batuceper dan Stasiun Poris; dan b. Pembangunan stasiun baru pada rencana pengembangan jalur kereta api di Kelurahan Panunggangan Barat dan di pusat-pusat pelayanan Rencana Simpul Transportasi Udara Rencana simpul transportasi udara Kota Tangerang tahun meliputi: 1. Mendukung pengembangan Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta yang ditetapkan sebagai bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer; dan 2. Penataan dan pengendalian pemanfaatan ruang di sekitar kawasan Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta didasarkan pada batas kawasan kebisingan dan KKOP yang BUKU PUTIH SANITASI 2-28

29 telah ditetapkan. Penetapan KKOP Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta di wilayah Kota Tangerang meliputi: a. Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas, meliputi: 1) Sebagian wilayah Kecamatan Benda, 2) Sebagian wilayah Kecamatan Neglasari, 3) Sebagian wilayah Kecamatan Periuk, 4) Sebagian wilayah Kecamatan Jatiuwung, dan 5) Sebagian wilayah Kecamatan Karawaci. b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, meliputi: 1) Sebagian wilayah Kecamatan Benda, 2) Sebagian wilayah Kecamatan Neglasari, 3) Sebagian wilayah Kecamatan Periuk, dan 4) Sebagian wilayah Kecamatan Karawaci. c. Kawasan di bawah permukaan transisi, meliputi: 1) Sebagian wilayah Kecamatan Benda, dan 2) Sebagian wilayah Kecamatan Neglasari. d. Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam, meliputi: 1) Sebagian wilayah Kecamatan Benda, 2) Sebagian wilayah Kecamatan Neglasari, 3) Sebagian wilayah Kecamatan Batuceper, 4) Sebagian wilayah Kecamatan Tangerang, 5) Sebagian wilayah Kecamatan Cipondoh, 6) Sebagian wilayah Kecamatan Karawaci, dan 7) Sebagian wilayah Kecamatan Periuk. e. Kawasan di bawah permukaan kerucut, meliputi: 1) Sebagian wilayah Kecamatan Batuceper, 2) Sebagian wilayah Kecamatan Cipondoh, 3) Sebagian wilayah Kecamatan Tangerang, 4) Sebagian wilayah Kecamatan Karawaci, 5) Sebagian wilayah Kecamatan Periuk, dan 6) Sebagian wilayah Kecamatan Cibodas. f. Kawasan di bawah permukaan horizontal luar, meliputi: 1) Sebagian wilayah Kecamatan Cipondoh, 2) Sebagian wilayah Kecamatan Tangerang, 3) Sebagian wilayah Kecamatan Karawaci, 4) Sebagian wilayah Kecamatan Cibodas, 5) Sebagian wilayah Kecamatan Periuk, 6) Sebagian wilayah Kecamatan Jatiuwung, 7) Kecamatan Pinang, 8) Kecamatan Karang Tengah, 9) Kecamatan Ciledug, dan 10) Kecamatan Larangan. BUKU PUTIH SANITASI 2-29

30 Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan Rencana sistem jaringan energi dan kelistrikan Kota Tangerang tahun diarahkan agar terjamin keandalan dan kesinambungan penyediaannya. Rencana sistem jaringan energi dan kelistrikan ini meliputi: rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi, dan rencana pengembangan jaringan tenaga listrik. Rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi di Kota Tangerang terdiri atas: 1. Pengembangan Rencana Wilayah Jaringan Distribusi Tangerang sesuai dengan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional. 2. Pengembangan pelayanan energi gas untuk transportasi melalui pengadaan Stasiun Pengadaan Bahan Bakar Gas (SPBBG) pada jalanjalan arteri dan kolektor. 3. Pengembangan energi alternatif bagi masyarakat dengan pendistribusian gas melalui perpipaan. Rencana pengembangan jaringan tenaga listrik di Kota Tangerang terdiri atas: 1. Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik, meliputi: a. Jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dari Station PLN di Kembangan Jakarta Barat ke Kecamatan Karang Tengah Kecamatan Ciledug Kecamatan Pinang dan PLTU 3 Banten ke Kecamatan Priuk Kecamatan Neglasari Kecamatan Batuceper Kecamatan Cipondoh Kecamatan Pinang Kecamatan Tangerang Kecamatan Cibodas Kecamatan Jatiuwung; b. Gardu Induk di Kelurahan Batujaya Kecamatan Batuceper, Gardu Induk di Kelurahan Cikokol Kecamatan Tangerang, Gardu Induk di Kelurahan Gandasari Kecamatan Jatiuwung, dan Gardu Induk di Kelurahan Periuk Jaya Kecamatan Periuk, pengadaan gardu distribusi di seluruh wilayah kota; dan c. Pengembangan jaringan transmisi bawah tanah. 2. Pemerataan pelayanan penerangan jalan umum pada seluruh lingkungan permukiman dan peningkatan kualitas penerangan jalan umum pada jalan protokol, jalan penghubung, taman serta pusat-pusat aktivitas masyarakat; 3. Penyediaan energi listrik alternatif yang berwawasan lingkungan dengan memanfaatkan tenaga surya, angin, dan sumber lainnya terutama untuk bangunan-bangunan dengan kebutuhan energi listrik yang besar. BUKU PUTIH SANITASI 2-30

31 Sistem Jaringan Telekomunikasi Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi Kota Tangerang tahun meliputi: 1. Pengembangan jaringan telekomunikasi meliputi sistem kabel dan sistem nirkabel; 2. Arahan pengembangan prasarana telekomunikasi sebagai kebutuhan informasi tersebar di seluruh kecamatan; 3. Pengembangan jaringan telekomunikasi sistem kabel berupa jaringan bawah tanah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ruang kota; 4. Pengembangan jaringan telekomunikasi sistem nirkabel berupa pembangunan, penataan dan pengendalian menara telekomunikasi/base transceiver station (BTS) dengan sistem penggunaan menara bersama telekomunikasi untuk mendukung efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang yang diatur lebih lanjut dengan peraturan Walikota; dan 5. Ketentuan penggunaan frekuensi pemancar radio untuk menjamin kelancaran dan keamanan arus penerbangan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Rencana sistem jaringan sumber daya air Kota Tangerang tahun diarahkan pada konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air, yang terdiri atas: (1) Wilayah sungai (WS); (2) Cekungan air tanah (CAT); (3) Situ; (4) Sistem jaringan irigasi; (5) Sistem jaringan air baku; dan (6) Sistem pengendalian banjir. Wilayah sungai yang berada di Kota Tangerang terdiri atas: 1. Wilayah Sungai (WS) Ciliwung-Cisadane yang merupakan WS lintas provinsi; dan 2. DAS pada Kota Tangerang yaitu DAS Cisadane, DAS Cirarab, dan DAS Angke. Cekungan air tanah (CAT) yang berada di Kota Tangerang meliputi: 1. CAT Serang Tangerang yang merupakan CAT provinsi; dan 2. Sebagian CAT Jakarta yang merupakan CAT lintas provinsi. Situ yang berada di wilayah Kota Tangerang meliputi: 1. Situ Cipondoh dengan luas kurang lebih 126,17 ha; 2. Situ Bulakan dengan luas kurang lebih 22 ha; 3. Situ Gede dengan luas kurang lebih 5,07 ha; 4. Situ Cangkring dengan luas kurang lebih 5,17 ha; 5. Situ Bojong dengan luas kurang lebih 0,6 ha; dan 6. Situ Kunciran dengan luas kurang lebih 0,3 ha. BUKU PUTIH SANITASI 2-31

32 Sistem jaringan irigasi yang berada di wilayah Kota Tangerang meliputi Daerah Irigasi (DI) Cipondoh dengan luas kurang lebih 21 ha, dan saluran irigasi utama yang terdiri atas: 1. Saluran Primer Irigasi Cisadane Utara dengan luas kurang lebih 5,5 ha; 2. Saluran Primer Irigasi Cisadane Barat dengan luas kurang lebih 10,7 ha; 3. Saluran Primer Irigasi Cisadane Timur dengan luas kurang lebih 8,7 ha; dan 4. Saluran Primer Tanah Tinggi dengan luas kurang lebih 4,5 ha. Sistem jaringan air baku yang digunakan untuk air bersih di wilayah Kota Tangerang meliputi Sungai Cisadane, Kali Angke, Saluran Primer Cisadane Timur, Saluran Primer Cisadane Barat, Saluran Primer Tanah Tinggi, Situ Cipondoh, Situ Bulakan, dan tandon air yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan. Sistem pengendalian banjir di wilayah Kota Tangerang meliputi: 1. Normalisasi aliran sungai, kali, dan saluran pembuang; 2. Normalisasi dan/atau pengerukan situ; 3. Penataan dan/atau pelebaran sungai, kali dan saluran pembuang; 4. Penurapan dan pompanisasi sungai, kali, dan saluran pembuang; dan 5. Pembuatan polder dan/atau tandon air dan/atau kolam resapan dan sumur resapan di seluruh wilayah kota Sistem Infrastruktur Perkotaan Rencana sistem infrastruktur perkotaan Kota Tangerang tahun meliputi: sistem penyediaan air minum; sistem pengelolaan air limbah; sistem persampahan; sistem drainase; penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki; penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalur sepeda; jalur evakuasi bencana; sistem proteksi kebakaran; dan sistem perparkiran. Pada bagian ini hanya dibahas rencana sistem infrastruktur Kota Tangerang yang berkaitan dengan sektor sanitasi, yaitu: sistem penyediaan air minum, sistem pengelolaan air limbah, sistem persampahan, dan sistem drainase Sistem Penyediaan Air Minum Rencana pengembangan sistem penyediaan air minum di Kota Tangerang meliputi: pengembangan jaringan perpipaan dan pengembangan jaringan non-perpipaan. Pengembangan sistem penyediaan air minum jaringan perpipaan meliputi: BUKU PUTIH SANITASI 2-32

33 1. Pengembangan penyediaan air minum dilakukan untuk memenuhi cakupan pelayanan minimal 80% (delapan puluh persen) dari seluruh jumlah penduduk; 2. Pengembangan unit air baku yang memanfaatkan air permukaan bersumber sungai, situ, dan tandon, meliputi Sungai Cisadane, Saluran Induk Cisadane Timur di Kecamatan Benda dan Batuceper, Saluran Induk Tanah Tinggi, Suplesi Bendung Nerogtog Kali Angke, dan Situ Cipondoh di Kecamatan Cipondoh dan Saluran Induk Cisadane Barat dan Situ Bulakan di Kecamatan Periuk; 3. Pengembangan unit produksi dan sistem distribusi yang disesuaikan dengan wilayah layanan dengan mempertimbangkan optimasi ruang, efisiensi dan efektivitas pelayanan; 4. Pengembangan sistem penyediaan air minum dilakukan menurut tiga zona pelayanan terdiri atas: a. Zona Riungdaperuk meliputi Kecamatan Neglasari, Kecamatan Jatiuwung, Kecamatan Benda dan Kecamatan Periuk; b. Zona Karpiladug meliputi Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Pinang, Kecamatan Larangan, dan Kecamatan Ciledug; dan c. Zona Ciptawadas meliputi Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Tangerang, Kecamatan Karawaci, dan Kecamatan Cibodas; 5. Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada huruf d terdiri atas jaringan distribusi primer, jaringan distribusi sekunder dan jaringan retikulasi yang pengembangannya diintegrasikan dengan sistem jaringan jalan dan saluran; 6. Pengembangan unit pelayanan dilakukan dengan mempertimbangkan optimasi ruang, efisiensi dan efektivitas pelayanan; dan 7. Pengembangan unit pengelolaan berupa bangunan gedung kantor dilakukan dengan mempertimbangkan optimasi ruang, efisiensi dan efektivitas pelayanan. Pengembangan sistem penyediaan air minum jaringan nonperpipaan meliputi: 1. Sistem penyediaan air minum jaringan non-perpipaan hanya dilakukan pada wilayah yang belum terlayani oleh Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan; 2. Sistem penyediaan air minum jaringan non-perpipaan dilakukan dalam bentuk individual, komunal, dan komunal khusus; dan 3. Sistem penyediaan air minum jaringan non-perpipaan berbentuk individual, komunal, dan komunal khusus dilakukan dengan mempertimbangkan optimasi spasial, efektivitas dan efisiensi. BUKU PUTIH SANITASI 2-33

34 Sistem Pengelolaan Air Limbah Rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah di Kota Tangerang diarahkan untuk meminimalkan tingkat pencemaran pada badan air dan air tanah, serta meningkatkan sanitasi kota melalui pemisahan antara sistem jaringan air limbah domestik, air limbah industri dan air limbah rumah sakit dan sistem drainase. Selain itu, pengembangan sistem pengelolaan air limbah ini juga diarahkan untuk mencapai integrasi antara rencana penyediaan air bersih dengan pengelolaan limbah sehingga setiap limbah yang dihasilkan dari pemanfaatan air bersih dapat langsung terkelola dengan baik. Rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah di Kota Tangerang meliputi sistem pengelolaan air limbah domestik, air limbah industri, dan air limbah kegiatan lainnya. Pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik meliputi: 1. Pengembangan prasarana air limbah domestik terdiri atas pengembangan prasarana limbah yang dihasilkan oleh kegiatan di kawasan perumahan, permukiman, dan kawasan perdagangan dan jasa; 2. Pengembangan sistem prasarana air limbah domestik diarahkan untuk pengembangan sistem sanitasi setempat dengan pengendalian yang memadai; 3. Peningkatan kualitas dan pengembangan pelayanan prasarana air limbah domestik sistem sanitasi terpusat yang telah ada meliputi IPAL Tanah Tinggi, IPLT Bawang, dan Kolam Oksidasi Perumnas 1; 4. Peningkatan akses pelayanan air limbah domestik hingga mencapai cakupan pelayanan minimal 80% dari seluruh jumlah penduduk dengan memprioritaskan penggunaan sistem terpusat dan sistem setempat; dan 5. Penurunan beban pencemaran limbah cair domestik pada anak sungai maupun saluran pembuang sebelum masuk ke badan air penerima dengan membuat instalasi pengolahan limbah domestik dengan menggunakan tanaman hias (ecotech garden). Pengembangan sistem pengelolaan air limbah industri meliputi: 1. Pemenuhan standar buangan yang sesuai dengan baku mutu air limbah industri; 2. Untuk industri skala besar dan menengah, pengembangan pengolahan air limbah dilakukan secara sistem sanitasi setempat dengan teknologi yang lebih maju yang dibarengi dengan pengurangan beban pencemaran air limbah dan penerapan prinsip-prinsip teknologi bersih; 3. Untuk industri kecil dan industri rumah tangga, dilaksanakan dengan pembuatan instalasi pengolahan limbah secara BUKU PUTIH SANITASI 2-34

35 komunal dengan membentuk cluster atau kampung-kampung industri yang mempunyai karakteristik limbah yang relatif sama; 4. Pembuatan instalasi pengolahan air limbah industri secara terpadu dapat dikembangkan dengan cara mendorong pihak swasta dan masyarakat dengan sistem: a. Pelayanan dilaksanakan dengan sistem gabungan antara sistem perpipaan dan pengangkutan secara manual dengan menggunakan truk tanki; b. Pemilihan industri yang akan dilayani didasarkan pada kuantitas dan karakteristik buangan yang dihasilkan; c. Pengembangan prasarana limbah industri terpusat untuk mencegah pencemaran tanah dan sumber air melalui sistem jaringan perpipaan tertutup dengan sistem cluster, dengan rincian sebagai berikut: 1) IPAL Terpusat 1 yang melayani Cluster 1 yaitu industri yang berada di daerah sekitar Kali Sabi dan Sungai Cirarab yang berdekatan dengan Sungai Cisadane sebelah selatan; dan 2) IPAL Terpusat 2 yang melayani Cluster 2 yaitu industri yang berada di daerah sekitar Saluran Mookervart yang berdekatan dengan Sungai Cisadane sebelah utara. Pengembangan sistem pengelolaan limbah cair lainnya meliputi pemenuhan yang sesuai dengan baku mutu air limbah bagi kegiatan rumah sakit, hotel dan limbah domestik dari kegiatan/dan atau usaha seperti mall, apartemen, restoran, dengan pengolahan sistem sanitasi setempat instalasi pengolahan air limbah dan penerapan prinsip-prinsip teknologi bersih. Sedangkan Sistem pengelolaan air limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Sistem Persampahan Rencana pengembangan sistem persampahan di Kota Tangerang diarahkan untuk meminimalkan volume sampah sejak dari sumbernya dan pengembangan prasarana pengolahan sampah dengan teknologi yang tepat guna dan berwawasan lingkungan. Rencana pengembangan sistem persampahan di Kota Tangerang meliputi: 1. Peningkatan akses pelayanan pengelolaan persampahan hingga mencapai cakupan minimal 80% dari seluruh jumlah penduduk; 2. Pengembangan usaha pemilahan dan minimalisasi sampah dengan pemanfaatan kembali oleh masyarakat secara swadaya melalui program pembatasan timbulan sampah, pendaur- BUKU PUTIH SANITASI 2-35

36 ulangan sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah maupun dengan mengundang investor pemanfaat sampah; 3. Upaya pengurangan timbulan sampah terdiri atas: a. Penetapan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; b. Penerapan teknologi yang ramah lingkungan; c. Kegiatan mengguna-ulang dan mendaur-ulang; dan d. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang; 4. Mengoptimalkan pemanfaatan TPA sampah Rawa Kucing di Kecamatan Neglasari dengan menerapkan sistem sanitary landfill secara bertahap; 5. Pengadaan lokasi tempat penampungan sementara (TPS) terpadu pada setiap kelurahan; 6. Pengembangan prasarana pemrosesan sampah yang memiliki kandungan bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan teknologi dan metode pemrosesan yang sesuai dengan peraturan perundangan; dan 7. Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dan swasta dalam upaya pengembangan sistem pengelolaan persampahan kota dengan teknologi yang berwawasan lingkungan Sistem Drainase Rencana pengembangan sistem drainase di wilayah Kota Tangerang meliputi: 1. Penataan kembali sempadan sungai dan situ sejalan dengan penataan sungai dan situ menurut fungsinya yaitu sebagai pengendali banjir, drainase, dan penggelontor; 2. Pembangunan, peningkatan dan pengembangan fungsi situ, tandon air, kolam resapan dan sumur resapan sebagai lokasi tempat penampungan air terutama di bagian hulu dan daerah cekungan secara terbatas dan lahan terbuka; 3. Pengembangan drainase diarahkan sebagai saluran air hujan yang merupakan saluran drainase utama sungai, drainase lingkungan, dan drainase jalan; dan 4. Pembangunan polder dan/atau tandon dan/atau kolam dan sumur resapan yang terintegrasi dengan sistem drainase lingkungan perumahan dan pengembangan kawasan. Sedangkan strategi pengembangan drainase kota meliputi: 1. Sistem jaringan drainase kota terdiri atas jaringan drainase makro dan mikro; 2. Jaringan drainase makro sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan bagian dari sistem pada masing-masing DAS di Kota Tangerang; dan BUKU PUTIH SANITASI 2-36

37 3. Jaringan drainase mikro sebagaimana dimaksud pada huruf b terdiri dari drainase primer, sekunder, dan tersier yang ditetapkan dengan menggunakan pendekatan sub DAS pada masing-masing kecamatan di Kota Tangerang Rencana Pola Ruang Wilayah Rencana pola ruang wilayah kota adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kota yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kota yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kota hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang , rencana pola ruang wilayah Kota Tangerang meliputi peruntukan ruang untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Rencana pola ruang wilayah kota tersebut digambarkan dalam peta Rencana Pola Ruang Kota Tangerang dengan tingkat ketelitian 1: sebagaimana ditunjukkan pada peta di bawah ini Kawasan Lindung Kawasan lindung kota adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah kota, kawasan lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kota, dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kota. Peruntukan ruang untuk kawasan lindung di wilayah Kota Tangerang, sebagaimana tertuang dalam RTRW Kota Tangerang , meliputi: 1. Kawasan perlindungan setempat; 2. Ruang terbuka hijau (RTH); 3. Kawasan cagar budaya; dan 4. Kawasan rawan bencana alam. BUKU PUTIH SANITASI 2-37

38 GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG BAB 2 Peta 2-5 Rencana Pola Ruang Wilayah Sumber: RTRW Kota Tangerang BUKU PUTIH SANITASI 2-38

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen MPS yang disusun oleh Pokja Sanitasi Kota Tangerang ini merupakan tindak lanjut dari penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan penyusunan Buku Putih Sanitasi

Lebih terperinci

Gambaran Umum Wilayah

Gambaran Umum Wilayah Bab 2: Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geogrfis, Administratif dan Kondisi Fisik Kabupaten Minahasa Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Amurang,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA TANGERANG BANTEN KOTA TANGERANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kota Tangerang memiliki keuntungan dan sekaligus kerugian.

Lebih terperinci

DAFTAR JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI WILAYAH KOTA TANGERANG

DAFTAR JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI WILAYAH KOTA TANGERANG I. Jalan TOL II. LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TANGERANG 2012-2032 1 Ruas Jakarta-Tangerang Batas DKI Jakarta Batas Kab. Tangerang

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN 7 (TUJUH) KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG 2.1. Batas Administratif Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan yang secara administratif dibagi menjadi 8 kecamatan, 21 kelurahan,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administrasi, dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG P E M E R I N T A H K O T A T A N G E R A N G Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Akhir Masa Jabatan Walikota Tangerang Tahun 2013 I. Latar Belakang: Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 23 TAHUN 2000 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG

BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG III.1 Gambaran Umum Wilayah III.1.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Luas wilayah Kota Tangerang adalah 183,78

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG P E M E R I N T A H K O T A T A N G E R A N G Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2015 I. Latar Belakang: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

FISIK PRASARANA WILAYAH

FISIK PRASARANA WILAYAH FISIK PRASARANA WILAYAH GAMBAR. Peta Wilayah Administrasi Kota Tangerang Selatan A. FISIK DASAR DAN PEMANFAATAN LAHAN Wilayah Kota Tangerang Selatan dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pasanggrahan dan Sungai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB 2 REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 2 REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI BAB 2 REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI 2.1 Profil Kota Tangerang 2.1.1 Kependudukan Berdasarkan data BPS Kota Tangerang, jumlah penduduk Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun 2009-2013 mengalami

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU

BAB IV TINJAUAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU BAB IV TINJAUAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU Bab ini berisi tinjauan terminal Tipe B di kawasan Stasiun Depok Baru yang dibahas melalui tinjauan tapak terminal, data umum angkutan dan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG

STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG Muhammad Hidayat Jurusan Teknik Planologi, Universitas Esa Unggul Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak, Luas dan Batas wilayah Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis 43 KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten. Wilayah Provinsi Banten berasal dari sebagian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI 4.1. Batas Administrasi Kota Bogor terletak pada 106º43 30-106º51 00 Bujur Timur dan 6º30 30-6º41 00 Lintang Selatan. Kota Bogor berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Negara

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106 o 48 28 107 o 27 29 Bujur Timur dan 6 o 10 6 6 o 30 6 Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis 22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB 3 KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN

BAB 3 KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN 67 BAB 3 KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN 3.1. Kondisi Umum Wilayah Studi Pengelolaannya Jalan tol Jakarta-Cikampek ditangani oleh PT Jasa Marga. Jalan tol ini memiliki panjang 72 km, yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI

BAB IV GAMBARAN LOKASI BAB IV GAMBARAN LOKASI 4.1 Tinjauan Umum Kota Banjar Baru A. Lokasi Kota Banjarbaru sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 memiliki wilayah seluas ±371,38 Km2 atau hanya 0,88% dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 24 BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 4.1 Profil Wilayah Kota Bogor Kota Bogor secara geografis terletak pada 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 36 Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta. Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGERTIAN HIDROLOGI

PENGERTIAN HIDROLOGI PENGERTIAN HIDROLOGI Handout Hidrologi - Dr. Ir. Dede Rohmat, M.T., 2009 1 Pengertian Hidrologi (Wikipedia Indonesia) Hidrologi (berasal dari Bahasa Yunani: Yδρoλoγια, Yδωρ+Λoγos, Hydrologia, "ilmu air")

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2012 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Cepu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Blora yang memiliki prospek perkembangan menjadi pusat pengelolaan minyak dan gas Blok Cepu. Untuk mendukung hal itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci