III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Pertambangan Nikel PT INCO yang terletak di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada kisaran 11 o ' 11 o 6' Bujur Timur dan o 3' o 37' Lintang Selatan (Gambar ). Areal kajian dilakukan pada areal hasil revegetasi di wilayah seluas 3.17 ha, dari tahun tanam 1985, 1990, 000 sampai dengan 008. Untuk mendapatkan informasi tentang kondisi hutan yang telah stabil, kajian juga dilakukan terhadap hutan alam yang berlokasi di Bukit Lembo dengan luas area penelitian seluas 57,5 ha. Pengambilan data lapangan dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Maret 008. Dilanjutkan dengan analisis data tanah dan analisis spasial serta pembangunan model mulai bulan April sampai dengan Oktober 008 di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB serta Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. 3.. Data, Alat, Software, dan Hardware Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diambil dari lapangan, meliputi data kondisi vegetasi (biodiversitas, kerapatan tegakan, tutupan tajuk, persen penutupan tajuk, luas bidang dasar, dan kolonisasi), tanah (kondisi fisik, biologi, kimia tanah, dan serasah), satwa (jenis satwa dan kelimpahan), dan suhu udara (suhu udara di dalam tajuk). Data hasil pengukuran tersebut dibagi menjadi dua set data, satu set digunakan untuk membangun model keberhasilan reforestasi, sedangkan satu set lainnya digunakan untuk verifikasi dan uji akurasi model. Khusus untuk uji akurasi model spasial untuk memantau keberhasilan reforestasi, data yang digunakan adalah data Luas Bidang Dasar (LBDS). Data pendukung lainnya yang menunjang penelitian ini adalah peta kerja, peta geologi dan peta hasil revegetasi.

2 Gambar Lokasi penelitian.

3 3 Alat yang digunakan selama melakukan pengukuran di lapangan adalah GPS, meteran, phi-band (pita diameter), haga hypsometer, tali rafia, patok, daftar isian, golok, kompas, dan tambang. Analisis data dilakukan menggunakan satu set komputer dan peripheral-nya (scanner, digitizer dan printer) dengan seperangkat software sistem informasi geografis (ArcView GIS 3.), dan pengolah data (Minitab 14) Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian yaitu: 1) persiapan, ) identifikasi kriteria dan indikator tingkat keberhasilan reforestasi, 3) rancangan pemodelan spasial, 4) pengumpulan data lapangan, 5) pengolahan data, 6) analisis data, 7) pemilihan model dan penentuan indikator kunci keberhasilan reforestasi melalui analisis verifikasi serta pengujian akurasi model (Gambar 3) Persiapan Pada tahap persiapan, komponen kegiatannya meliputi identifikasi dan pemilihan lokasi penelitian, pengumpulan data tabular dan spasial (peta-peta), teknik reforestasi yang telah diterapkan dan mencakup pemilihan jenis tanaman, penyediaan bibit, penyiapan lahan, perbaikan tanah, layout tanaman, dan waktu penanaman serta pemeliharaan tanaman Identifikasi Kriteria dan Indikator Tingkat Keberhasilan Reforestasi Keberhasilan reforestasi di kawasan bekas penambangan dalam penelitian ini diukur menggunakan acuan atau referensi pada karakteristik hutan alam yang stabil. Pada kondisi tersebut, lingkungan hutan sudah stabil yaitu pertumbuhan tegakan sudah sangat rendah dan atau mendekati nol. Pada kondisi tersebut pertumbuhan dimensi tegakan sudah sangat kecil.

4 4 Mulai Persiapan Identifikasi kriteria dan indikator Rancangan pemodelan spasial Pengumpulan data lapangan Pengolahan data Analisis data dan pembangunan model Model monitoring keberhasilan reforestasi Verifikasi model Akurasi Tidak Ya Pemilihan model Model monitoring dan indikator kunci Selesai Gambar 3 Tahapan penelitian.

5 5 Di areal bekas tambang, tujuan utama dari reforestasi adalah untuk memulihkan kondisi tegakan seperti sebelumnya atau kurang lebih mencapai struktur dan fungsi hutan alam. Teknik yang digunakan adalah reklamasi lahan bekas pertambangan. Mengingat tutupan hutan sebelum kegiatan penambangan sebagian besar adalah hutan primer (asumsinya kondisi stabil), maka keberhasilan reforestasi yang dilakukan diharapkan akan dibandingkan dengan karakteristik hutan alam stabil. Karakteristik hutan alam stabil seperti ini tentunya memiliki faktor-faktor yang sangat kompleks dan cukup rumit mengukurnya, maka ekspektasi keberhasilan reforestasi pada penelitian ini dibatasi pada kembalinya struktur dan fungsi hutan alam stabil (yang diasumsikan sebagai rona awal). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi yang diharapkan (kestabilan tegakan), dalam hal ini dinyatakan sebagai waktu pencapaian kestabilan tegakan, yaitu lama waktu mulai dari penanaman sampai dengan mencapai kondisi tegakan dengan struktur dan fungsi hutan alam stabil (rona awal). Pada penelitian ini, prediksi waktu pencapaian kestabilan tegakan diprediksi menggunakan pendekatan ukuran luas bidang dasar (LBDS). Menurut Moran et al. (000), LBDS dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan. Setiap tingkat pertumbuhan berhubungan dengan umur. Oleh karena itu, umur tanaman dapat didekati dengan ukuran LBDSnya atau sebaliknya. Lebih lanjut, untuk mengetahui tingkat keberhasilan reforestasi pada waktu tertentu (umur), digunakan pendekatan ukuran LBDS. Sebagai catatan, LBDS di hutan alam pada daerah penelitian digunakan sebagai acuan (hutan alam stabil) untuk memprediksi standar skor keberhasilan reforestasi setiap indikator. Sebagaimana diketahui, kriteria dan indikator yang digunakan dalam monitoring pelaksanaan rehabilitasi lahan oleh beberapa pihak berbeda-beda. Sebagai contoh, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 18 tahun 008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, penilaian kriteria keberhasilan reklamasi menggunakan indikator penataan lahan, revegetasi dan pekerjaan sipil, serta penyelesaian akhir. Sementara, Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan menggunakan penataan lahan, pengendalian erosi

6 6 dan sedimentasi, dan revegetasi sebagai kriteria dan indikator keberhasilan. Di lain pihak, potensi (sediaan tegakan), persen penutupan tajuk, kelengkapan tajuk, keragaman jenis, dan permudaan alam merupakan parameter yang digunakan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1988) dalam sistem monitoring baku mutu lingkungan hutan produksi. Tujuan monitoring tingkat keberhasilan reforestasi harus mengacu pada terjadinya percepatan pemulihan hutan dengan mempercepat terjadinya proses suksesi untuk membentuk hutan hujan tropis yang lestari. Proses reforestasi yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan biodiversity, meningkatkan tutupan dan stratifikasi tajuk, meningkatkan kesuburan tanah, terjadinya kolonisasi dan masuknya kehidupan satwa, serta meningkatkan kondisi lingkungan hutan (Setiadi 005). Kriteria yang digunakan untuk monitoring keberhasilan reforestasi pada penelitian ini didasarkan pada pendekatan Setiadi (005), yaitu indeks biodiversitas, indeks tutupan tajuk dan stratifikasi tajuk, indeks kesuburan tanah, indeks kolonisasi dan indeks kehidupan satwa serta indeks lingkungan hutan. Struktur hirarki kriteria dan indikator secara lengkap diberikan pada Gambar 4. Pada penelitian ini, kajian pengamatan Indeks Keberhasilan Reforestasi (BRF) pada penelitian ini dibatasi hanya pada aspek (prinsip) biofisik. Aspek sosial dan ekonomi yang mempengaruhi BRF tidak dikaji pada penelitian ini. Secara matematis, BRF yang dibangun pada penelitian ini merupakan fungsi dari indeks biodiversitas (B), indeks tajuk (Tj), indeks kesuburan tanah (T), indeks kolonisasi (K), indeks kehidupan satwa (S), dan indeks lingkungan hutan (L) yang diformulasikan sebagai berikut: BRF = f ( B, Tj, T, K, S, L)

7 7

8 8 Keterangan Gambar 4 diuraikan sebagai berikut: 1. DMg : indeks kekayaan dan H : indeks keanekaragaman. Kr : kerapatan pohon per ha, St : indeks stratifikasi tajuk, dan C% : persen penutupan tajuk. 3. Ft : sifat fisik tanah, Kt : kimia tanah, Bt : biologi tanah, dan Sr : ketebalan seresah pada lantai hutan. 4. K : kolonisasi yaitu tumbuhnya vegetasi seperti liana, epifit, semak, dan herba, serta anakan. 5. L : iklim mikro (suhu udara maksimum di dalam tajuk). 6. S : kehidupan satwa Indeks Biodiversitas (B) Biodiversity index (indeks biodiversitas) adalah suatu indeks yang menyatakan nilai variasi macam jenis, jumlah dan pola penyebaran dari suatu organisme atau sumber daya alam hayati dan ekosistem. Biodeiversitas (keragaman) terdiri atas dua komponen, yaitu: 1) jumlah jenis per unit area dan ) kemerataan (kelimpahan, dominasi, dan penyebaran spasial individu jenis yang ada), indeks yang menggabungkan kedua hal tersebut dalam satu nilai tunggal disebut indeks biodiversitas (B). Variabel-variabel yang disatukan ke dalam suatu nilai tunggal meliputi jumlah jenis, kelimpahan species relatif dan homogenitas. Menurut Barnes (1997), indeks biodiversitas (B) suatu spesies tergantung pada indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg), indeks keanekaragaman (Diversity Indices) (H) dan indeks kemerataan (Evenness Indices) (EI). Pada penelitian ini, indeks evenness tidak digunakan karena pada hutan tanaman pada umumnya jenis tanaman relatif homogen atau sudah merata. Dengan demikian indeks biodiversitas yang digunakan menggunakan gabungan antara indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg) dan indeks keanekaragaman (Diversity Indices) (H) saja yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : B = f ( DMg, H) Indeks Tajuk (Tj) Indeks tutupan tajuk (Tj) merupakan fungsi dari indeks persentase tutupan tajuk (C%), kerapatan tajuk (Kt), dan indeks stratifikasi tajuk (St). Menurut

9 9 Setiadi (005), dari indeks persentase tutupan tajuk (C%), kerapatan pohon per ha (Kr), dan indeks stratifikasi tajuk (St) merupakan suatu indeks yang paling penting dalam menentukan keberhasilan reforestasi karena C%, St dan Kr mempunyai fungsi, antara lain: 1. Meneruskan sinar matahari langsung masuk ke lantai hutan sehingga dapat mempercepat proses dekomposisi dan dapat mencegah erosi dan pencucian hara.. Menangkap dan menyimpan air. 3. Menciptakan habitat mikro bagi berbagai jenis satwa. 4. Menciptakan mekanisme ruang yang tinggi bagi berbagai macam spesies atau jumlah dan kepadatan spesies per satuan ruang tinggi. Secara matematis, indeks tajuk dapat dirumuskan sebagai berikut: Tj = f (C%, St, Kr) Indeks Tanah (T) Tanah merupakan faktor fisik sebagai tempat tumbuh tanaman, ditunjukkan oleh sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta ketebalan serasah pada lantai hutan. Indeks tanah merupakan fungsi dari indeks sifat fisika tanah (Ft), kimia tanah (Kt), biologi tanah (Bt), serta ketebalan serasah pada lantai hutan (Sr) (Setiadi 005) yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: T = f (Ft, Kt, Bt, Sr) Indeks Sifat Fisik Tanah (Ft) Indeks sifat fisik tanah (Ft) yang berpengaruh pada kehidupan tanaman adalah indeks porositas tanah (Pr), permeabilitas (Ps), dan bulk density (Bd). Secara matematis, Ft dapat dirumuskan sebagai berikut : Ft = f (Pr, Ps, Bd) Indeks Kimia Tanah (Kt), Biologi Tanah (Bt), dan Ketebalan Serasah (Sr) Indeks tanah yang merupakan indikator kesuburan tanah (simpanan hara) dan berpengaruh bagi kehidupan tanaman ditunjukkan oleh indeks sifat kimia tanah (Kt), biologi tanah (Bt), dan ketebalan serasah pada lantai hutan. Unsur hara kimia antara lain unsur hara makro dan mikro (MM), Kapasitas Tukar Kation

10 30 (KTK), KB, dan ph. Bt ditujukkan oleh indeks kandungan bahan organik (BO), dan respirasi tanah (Res) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Kt = f (MM, KTK, KB, ph) Bt = f (BO, Res) Indeks Kolonisasi (K) Indeks kolonisasi (K) merupakan tumbuhnya vegetasi awal seperti liana, epifit, semak dan herba yang merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses suksesi hutan (Barnes 1997). Oleh karena itu, indeks kolonisasi (K) ditunjukkan oleh tumbuhnya vegetasi seperti liana, epifit, semak, herba, dan anakan Indeks Kehidupan Satwa (S) Kehidupan satwa merupakan indikator yang penting untuk mengukur tingkat keberhasilan dari reforestasi karena dengan adanya kehidupan satwa dapat membantu dalam proses penyebaran biji dan penyerbukan serta dapat mengontrol terjadinya hama dan penyakit. Jenis burung dan satwa mamalia pemakan biji atau benih membantu dalam penyebaran biji. Penyebaran biji tergantung pada banyaknya jenis satwa dan jarak dari sumber biji (Barnes 1997). Tingkat keberhasilan reforestasi pada penelitian hanya menggunakan indeks pengaruh kehidupan satwa pada penyebaran biji Indeks Lingkungan Hutan (L) Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Indikator lingkungan hutan seperti iklim mikro (temperatur dan kelembaban), erosi, dan genangan air (water log) sangat mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman (Setiadi 005). Indikator lingkungan hutan yang diamati dalam penelitian ini adalah iklim mikro (suhu udara). Selanjutnya secara matematis indeks L dapat dirumuskan sebagai berikut: L = f (suhu udara)

11 Penyusunan Model Rancangan model untuk merumuskan indeks tingkat keberhasilan reforestasi pada penelitian ini disusun menggunakan model simulasi linier. Bobot setiap peubahnya dihitung menggunakan analisis multikriteria. Bobot dari setiap indikator dan/atau verifier diperoleh secara kuantitatif menggunakan analisis regresi ganda. Bobot dari setiap indikator disebut bobot makro, sedangkan bobot dari setiap peubah (verifier) dalam setiap indikator disebut dengan bobot mikro. Secara matematis, model matematis tingkat keberhasilan reforestasi ini dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Y = ( B b iai Tj tjibi T tici K kidi S siei + L li f i ) dimana: B + Tj + T + K + S + L =1 Keterangan: Y = Indeks tingkat keberhasilan reforestasi B = Bobot makro indeks biodiversitas Tj = Bobot makro indeks tajuk T = Bobot makro indeks tanah K = Bobot makro indeks rekolonisasi S = Bobot makro indeks kehidupan satwa L = Bobot makro indeks lingkungan hutan b i = Bobot mikro indeks biodiversitas tj i = Bobot mikro indeks tajuk t i = Bobot mikro indeks tanah k i = Bobot mikro indeks kolonisasi s i = Bobot mikro indeks kehidupan satwa l i = Bobot mikro indeks lingkungan hutan a i = Skor sub faktor indeks biodiversitas b i = Skor sub faktor indeks tajuk c i = Skor sub faktor indeks tanah d i = Skor faktor indeks kolonisasi e i = Skor faktor indeks kehidupan satwa = Skor faktor indeks lingkungan hutan f i Perumusan Model Kuantitatif Dalam Sistem Informasi Geografis (SIG), model merupakan abstraksi spasial dari dunia nyata, yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung. Model biasanya terdiri atas serangkaian aturan prosedur untuk menentukan informasi baru yang dapat digunakan dalam membantu perencanaan dan pemecahan masalah (problem solving). Pemodelan

12 3 sering diartikan sama dengan analisis, sebagaimana diuraikan secara implisit dalam definisi analisis, pemodelan mempunyai makna yang sama dengan SIG. Perbedaannya adalah bahwa pemodelan mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit dibandingkan dengan analisis. Pemodelan merupakan suatu proses yang dapat berupa simulasi, prediksi ataupun deskripsi dan pemodelan spasial adalah suatu proses untuk melihat karakteristik dari sejumlah layer untuk setiap lokasi dalam rangka memecahkan masalah. Nilai dari masing-masing grid/mesh saling tumpang tindih dengan nilai dari cover lainnya yang menggambarkan atribut dari masing-masing lokasi. Pemodelan ini biasanya menggunakan teknik statistik, umumnya adalah analisis regresi untuk menyusun suatu model (Jaya 006). Pemodelan spasial dalam rangka pengelolaan hutan lestari selain menggunakan analisis regresi dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode pembobotan dengan pendekatan kriteria ganda (multi-criteria analysis), penentuan masing masing elemen atau peubah yang digunakan pada umumnya adalah (1) rating method, () metode ranking, (3) pairwise comparision. Ketiga metode tersebut yang melibatkan proses matematis dan psikologis. Metode ini sangat subjektif karena sangat tergantung pada pengetahuan dari setiap penilai. Metode lain dapat menggunakan metode kuantitatif berdasarkan fakta-fakta hasil pengukuran. Salah satu dari metode ini adalah metode analisis pemetaan komposit (composite mapping analysis) (CMA) (Jaya 006) Kestabilan Tegakan Pemodelan tingkat keberhasilan reforestasi pada kajian ini didekati dengan model simulasi menggunakan peubah-peubah yang mempresentasikan tingkat kestabilan tegakan hutan. Sebagaimana telah dijelaskan secara teoritis sebelumnya, salah satu peubah kunci yang mempresentasikan kestabilan tegakan adalah LBDS. Pada areal penelitian ini, LBDS dari hutan alam (kondisi rona awal) adalah sebesar 84 m ha Pengumpulan Data Lapangan Pengukuran dan pengambilan contoh data lapangan menggunakan data biofisik tentang kriteria dan indikator yang digunakan untuk menganalisis

13 33 keberhasilan reforestasi dan pengukuran koordinat pada setiap lokasi pengambilan contoh. Contoh data lapangan diambil di area revegetasi tahun tanam 007, 006, 005, 004, 00, 1999, 1985, dan di hutan alam bukit Lembo. Penyebaran lokasi pengambilan sampel ditunjukkan pada Gambar Pengumpulan Data Kriteria dan Indikator Keberhasilan Reforestasi Data kriteria dan indikator keberhasilan reforestasi dapat dikumpulkan melalui: Inventarisasi Vegetasi Data pengukuran vegetasi digunakan untuk mendapatkan informasi tentang biodiversitas, tingkat penutupan dan stratifikasi tajuk, dan terjadinya rekolonisasi. Pengukuran vegetasi di lapangan dilakukan di hutan alam primer Bukit Lembo dan di area revegetasi kawasan pertambangan. Parameter yang diamati atau diukur pada inventarisasi vegetasi berdasarkan pada Irawan (1995), yaitu: 1. Tingkat dan bentuk hidup tumbuhan: a. Tumbuhan tingkat pohon (diameter setinggi dada 0 cm). b. Tumbuhan tingkat tiang (diameter setinggi dada cm). c. Tumbuhan tingkat pancang (tinggi anakan pohon di atas 1,5 cm sampai diameter setinggi dada 9 cm). d. Tumbuhan tingkat semai (anakan pohon dengan ketinggian < 1,5 m). e. Liana (tumbuhan berkayu yang merambat pada tumbuhan lain). f. Epifit (tumbuhan yang hidupnya menempel pada bagian tumbuhan lain). g. Semak (tumbuhan berkayu pada saat dewasa ketinggian maksimal di bawah 4 m dan diameter setinggi dada maksimal 7 cm). h. Herba (tumbuhan yang tidak mempunyai batang berkayu atau batangnya berada pada permukaan tanah).. Parameter vegetasi a. Nama species (lokal dan ilmiah), jumlah individu untuk menghitung kerapatan. b. Diameter batang pada tingkat pohon dan tiang untuk menghitung LBDS tegakan.

14 TUJUAN Indeks Keberhasilan Reforestasi PRINSIP/ ASPEK Ekonomi Sosial Biofisik Produksi Kebijakan KRITERIA Adaptabilitas Sustainabilitas Struktur Kualitas lingkungan INDIKATOR Biodiversitas Nutrient retention Kolonisasi Satwa Persentase Stratifikasi Kerapatan Suhu udara tutupan tajuk tajuk tajuk VERIFIER DMg H K S C% St Kr L Bt Ft Kt Sr Gambar 4 Struktur hirarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks keberhasilan reforestasi.

15 Gambar 5 Penyebaran lokasi pengambilan sampel

16 35 c. Tinggi pohon bebas cabang dan tinggi pohon total pada tingkat pohon untuk menduga stratifikasi tegakan atau pohon. d. Penutupan tajuk. Petak contoh yang digunakan di hutan alam berbentuk jalur dengan petakpetak kecil di dalam jalur dengan ukuran 0 0 m, m, 5 5 m, dan m. Petak contoh yang digunakan di area revegetasi berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 ha atau jari-jari 17,8 m (Gambar 6), dan diletakkan secara purposive sampling pada setiap umur tanaman. 0 m 17,8 m m m 5 m 0 m 5 m 10 m 10 m (a) (b) Gambar 6 Bentuk dan ukuran contoh plot lingkaran (a) dan petak persegi (b) yang dipakai untuk inventarisasi vegetasi Kegunaan masing-masing petak ukur di hutan alam adalah: 1. Petak ukur 0 0 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat pohon.. Petak ukur m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat tiang. 3. Petak ukur 5 5 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat pancang dan semak.

17 36 4. Petak ukur m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat semai dan herba Pengambilan Contoh Tanah Pengambilan contoh tanah ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang simpanan nutrisi dalam tanah yang mempengaruhi kehidupan tanaman dan tebal serasah pada lantai hutan. Pengambilan contoh tanah di lapang sangat berpengaruh terhadap tingkat kebenaran hasil analisis di laboratorium. Metode atau cara pengambilan contoh tanah yang tepat sesuai jenis analisis laboratorium yang akan dilakukan merupakan syarat penting yang harus diperhatikan (Wahyunie dan Murtilaksono 004). Contoh tanah diambil secara purposive sampling pada setiap umur tanaman dan di hutan alam pada kedalaman 15 cm. Contoh tanah yang diambil di lapangan terdiri atas dua macam, yaitu: 1. Contoh tanah utuh untuk keperluan analisis permeabilitas, porositas tanah dan kerapatan isi (bulk density).. Contoh tanah terganggu atau tidak utuh untuk analisis kimia dan biologi tanah Inventarisasi Satwa Kehidupan satwa merupakan indikator yang penting untuk mengukur tingkat keberhasilan dari reforestasi karena dengan adanya kehidupan satwa dapat membantu dalam proses penyebaran biji dan penyerbukan serta dapat mengontrol terjadinya hama dan penyakit. Indeks satwa yang diamati adalah jenis aves, insect, herpetofauna, dan mamalia pemakan biji. Pengukuran data secara kualitatif (banyak atau sedikit) dilakukan pada plot pengamatan mengikuti plot pengamatan vegetasi Pengukuran Kondisi Lingkungan Hutan Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Pada penelitian ini, lingkungan hutan yang diukur adalah indeks iklim, dilakukan pengukuran terhadap temperatur udara maksimum di dalam tajuk hutan. Pengukuran dilakukan antara pukul

18 Pengolahan Data Pengolahan data merupakan pengolahan data awal, yaitu pengolahan data hasil pengukuran di lapangan untuk mendapatkan nilai LBDS dan nilai-nilai setiap indeks. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk analisis perumusan model monitoring indeks keberhasilan reforestasi Luas Didang Dasar (LBDS) Luas Bidang Dasar (LBDS) adalah rasio antara luas penampang diameter tegakan setinggi dada dari sejumlah pohon per satuan luas. Rumus matematis yang digunakan untuk menghitung nilai LBDS adalah : n (1/4) π d i= LBDSj = 1 Lp Keterangan : LBDSj = Luas Bidang Dasar Tegakan (m ha -1 ) dari plot ke j π = 3,14 d i = Diameter pohon setinggi dada dari pohon ke i (m) Lp = Luas Plot (Ha) k LBDSj j= LBDS = 1 k Keterangan : k = Jumlah plot LBDSj = Luas Bidang Dasar Tegakan (m ha -1 ) dari plot ke j Indeks Biodiversitas (B) Indeks biodiversitas (B) ditentukan dengan menghitung indeks keanekaragaman (H) dan indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg). Rumus-rumus yang digunakan adalah: Indeks Kekayaan Margalef (1958) S 1 R1 = ln ( n) Keterangan: R 1 = Indeks margalef S = Jumlah jenis

19 38 n = Jumlah total individu Indeks Keanekaragaman Shannon s H ' = ni ni ln N i= 1 N Keterangan: H' = Indeks keanekaragaman Shannon s = Jumlah jenis ni = Jumlah individu jenis ke-i (nilai penting jenis ke-i) N = Total individu seluruh jenis (total nilai penting seluruh jenis) Indeks Tajuk (Tj) Indeks tutupan tajuk (Tj) merupakan fungsi linier dari indeks persentase kerapatan tutupan tajuk (C%), kerapatan tajuk (Kr), dan indeks stratifikasi tajuk (St). Indeks persentase tutupan tajuk (C%) dihitung dengan rumus: C% = total luas tutupan tajuk/ luas plot 100% Indeks stratifikasi tajuk (St) dihitung berdasarkan pada pengukuran strata tajuk, yaitu: 1. Stratum A: Lapisan teratas dengan karakteristik tinggi pohon total lebih dari 30 m, tajuk discontinue, batang pohon tinggi dan lurus, dan batang bebas cabang tinggi, serta sangat memerlukan cahaya.. Stratum B: Lapisan kedua dengan karakteristik tinggi pohon total 30 0 m, tajuk continue, batang pohon banyak bercabang, dan batang bebas cabang tidak terlalu tinggi, serta kurang memerlukan cahaya. 3. Stratum C: Lapisan ketiga dengan karakteristik tinggi pohon total 0 4 m, tajuk continue, batang pohon rendah, kecil, dan banyak cabang. 4. Stratum D: Lapisan keempat adalah lapisan perdu dan semak, tinggi 1 4 m. 5. Stratum E: Lapisan kelima adalah lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover) tinggi 0 1 m. Indeks kerapatan tajuk (Kr) dihitung menggunakan rumus : Kr = jumlah tegakan dalam plot/luas plot = jumlah individu/ha

20 Indeks Tanah (T) Sifat-sifat tanah yang dianalisis adalah sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat fisik tanah yang dianalisis adalah permeabilitas, porositas, dan bulk density. Bulk density atau bobot isi atau kerapatan isi merupakan bobot kering mutlak suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Unit volume terdiri atas volume yang terisi bahan padat dan volume ruang di antaranya. Bagian volume tanah yang tidak terisi oleh bahan padat baik bahan mineral atau bahan organik disebut ruang pori tanah. Ruang pori total terdiri atas ruang di antara partikel pasir, debu, dan liat, serta ruang di antara agregat-agregat tanah (Wahyunie dan Murtilaksono 004). Bobot isi dan bobot jenis partikel digunakan untuk menghitung porositas total tanah dengan rumus: Porositas total = [1 - ( bobot isi/bobot jenis partikel) 100%] Bobot jenis partikel merupakan fungsi dari perbandingan atau nisbah antara bobot kering partikel padat tanah terhadap volumenya (tidak termasuk ruang pori yang terdapat di antara partikel), dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Selanjutnya, penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel dilakukan di laboratorium. Sifat-sifat kimia dan biologi tanah yang dianalisis di laboratorium adalah sifat-sifat kimia dan biologi tanah yang mempengaruhi kesuburan tanah yaitu kandungan unsur hara makro yang terdiri atas N, P, K, Ca, dan Mg, jumlah mikroorganisme tanah, dan respirasi. Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg) merupakan unsur hara mineral makro yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Unsur N sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, unsur ini diserap oleh tanaman dalam bentuk NO - 3 dan NH + 4. Penyediaan N berhubungan dengan penggunaan karbohidrat. Apabila penyediaan N sedikit maka hanya sedikit hasil fotosintesis (karbohidrat) yang diubah menjadi protein selebihnya diendapkan. Pengendapan karbohidrat menyebabkan sel-sel vegetatif menebal dan sedikit protoplasma yang terbentuk sehingga tanaman menjadi tertekan dan daun-daun menjadi kering (Suwarno et al. 003).

21 40 Unsur P dalam tanaman mempunyai fungsi penting bagi pertumbuhan biji dan banyak dijumpai dalam buah dan biji. Unsur P merupakan unsur mobil di dalam tanaman. P dalam jaringan yang tua diangkat ke bagian-bagian meristem yang sedang aktif dan dapat menghambat seluruh pertumbuhan tanaman apabila terjadi kekurangan P (Suwarno et al. 003). Menurut Suwarno et al. (003), kalsium diabsorbsi oleh tanaman dalam bentuk K +. Bagi tanaman, unsur K mempunyai fungsi yang penting sekali terhadap peristiwa-peristiwa fisiologis tanaman, yaitu: 1. Metabolisme karbohidrat: pembentukan, pemecahan, dan translokasi pati.. Metabolisme nitrogen dan sintesa protein. 3. Mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral. 4. Netralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologik. 5. Mengaktifkan berbagai enzim. 6. Mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik. 7. Mengatur pergerakan stoma dan hal-hal yang berhubungan dengan air. Kalsium dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi dan diambil dalam bentuk Ca ++. Tanaman yang kekurangan unsur Ca ++ akan mengganggu pembentukan pucuk dan ujung-ujung akarnya sehingga pertumbuhan tanamanan terhenti. Magnesium diabsorbsi dalam bentuk ion Mg ++ dan merupakan satusatunya mineral yang menyusun klorofil (Suwarno et al. 003). Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan ph merupakan faktor yang mempengaruhi pengikatan, pengendapan, pergerakan ion ke akar, pencucian, dan imobilisasi unsur-unsur hara tanaman atau faktor yang mempengaruhi kemampuan menyediakan hara bagi tanaman (Suwarno et al. 003). Selain sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, juga dianalisis produksi serasah pada lantai hutan Indeks Kolonisasi (K) Indeks kolonisasi (K) diperoleh dengan melakukan analisis jumlah dan jenis pada vegetasi awal, seperti liana, epifit, semak, herba, dan anakan yang merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses suksesi hutan (Barnes 1997).

22 Indeks Kehidupan Satwa (S) Indeks kehidupan satwa diperoleh dengan melakukan analisis terhadap keberadaan satwa insect, aves, herpetofauna, dan mamalia pemakan biji Indeks Lingkungan Hutan (L) Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Indikator lingkungan hutan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah iklim mikro (temperatur udara) Analisis Data Sebagaimana dijelaskan terdahulu, tingkat keberhasilan reforestasi berbanding lurus dengan umur dan umur berbanding lurus dengan LBDS. Semakin besar umur maka semakin besar LBDS dan semakin besar LBDS maka semakin tinggi tingkat keberhasilan reforestasi. Lebih lanjut, untuk mengetahui seberapa besar hubungan setiap indikator dengan LBDS ditentukan dengan menggunakan analisis regresi Standar Keberhasilan Reforestasi Berdasarkan hasil pengukuran dan pengolahan data pada plot-plot contoh di lapangan, selanjutnya dibangun hubungan antara LBDS dengan umur tegakan. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan untuk mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan). Waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan untuk mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan) yang dihasilkan digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kondisi ideal yang terjadi setiap umur tanaman hasil reforestasi. Pada penelitian ini, prediksi waktu pencapaian kestabilan tegakan diprediksi menggunakan pendekatan ukuran luas bidang dasar (LBDS). Pendekatan LBDS digunakan karena LBDS merupakan salah satu peubah karekteristik hutan yang mudah diukur dan menurut Moran et al. (000) LBDS dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan pada setiap umur. Hasil pengukuran dan pengolahan data pada plot-plot contoh di lapangan lebih lanjut juga digunakan untuk membangun hubungan antara LBDS dengan setiap indeks. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk menbangun standar

23 4 skor tingkat keberhasilan reforestasi dari umur pertama penanaman sampai suatu tegakan mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan) Prediksi Waktu Pencapaian Kondisi Stabil Secara teoritis, bentuk kurva hubungan antara dimensi tegakan dengan umur tanaman adalah logaritmik atau kuadratik/polinomial. Jika umur sebagai peubah bebasnya, bentuk hubungannya adalah logaritmik. Sebaliknya jika umur sebagai peubah tak bebasnya, bentuk kurva hubungannya adalah eksponensial, power atau polinomial. Secara matematis, bentuk hubungan antara dimensi tegakan (LBDS) dengan umur tegakan secara hipotesis dapat dinyatakan pada Gambar 7. LBDS (m ha -1 ) Umur tanaman (Th) Umur tanaman (Th) LBDS (m ha -1 ) Gambar 7 Bentuk hubungan antara dimensi tegakan (LBDS) dengan umur tegakan Pembangunan Standar Skor Tingkat Keberhasilan Reforestasi Untuk menilai sebuah keberhasilan, diperlukan suatu nilai standar. Mengingat standar keberhasilan merupakan fungsi dari waktu, perlu dibuat standar keberhasilan reforestasi dari setiap indikator menurut waktu. Oleh karena yang dijadikan acuan kestabilan tegakan adalah LBDS, perlu dibuat estimasi indikator keberhasilan reforestasi. Lebih lanjut, bentuk hubungan antarsetiap indikator keberhasilan reforestasi dinyatakan dengan model hubungan antara LBDS dan setiap indeks keberhasilan reforestasi diuji dengan berbagai bentuk model persamaan regresi sebagai berikut: Linier : Y = a + bx Polinomial : Y = a X + bx + c Power : Y = a X b

24 43 Eksponensial : Y = a e bx Logaritmik : Y = a ln(x) + b, dimana X adalah LBDS dan Y adalah indikator keberhasilan reforestasi Oleh karena peubah-peubah yang digunakan untuk analisis indeks keberhasilan reforestasi dipresentasikan dengan satuan nilai yang tidak sama, data tersebut harus distandardisasi. Salah satu metode standardisasi dapat dilakukan dengan cara skoring. Pada penelitian ini, skor tingkat keberhasilan reforestasi setiap indikator dihitung dengan analisis interpolasi pada setiap indikator yang diberikan dengan nilai skor yang berkisar antara 10 sampai 100. Transformasi nilai pada setiap indikator dirumuskan sebagai berikut: Skor = {[x - Nmin ] / [N max N min]} Keterangan: x = Nilai estimasi indikator keberhasilan reforestasi pada setiap peubah N min = Nilai minimum dari setiap indikator N max = Nilai maksimum dari setiap indikator Verifikasi model Model hubungan antara LBDS dengan umur tegakan dan model hubungan antara LBDS dengan setiap indeks keberhasilan reforestasi selanjutnya dilakukan verifikasi. Verifikasi ini dimaksudkan untuk menentukan model terbaik. Model estimasi tingkat keberhasilan reforestasi dilakukan verifikasi untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai dengan fakta di lapangan. Pemilihan model dilakukan berdasarkan analisis koefisien determinasi (R ), simpangan agregat (SA), simpangan rata-rata (SR), Root Mean Square Error (RMSE), bias (e), uji beda nyata (Khi Kuadrat) atau χ hitung. Rumus yang digunakan (Spurr 195) adalah: SA = Ymi Ymi Ya i RMSE = Ymi Yai Ya i n x100% SR = Ymi Yai Ym n i x100% Ymi Yai Ya i e = x100% n

25 44 X Keterangan : Y m Y a = nilai indeks yang ditentukan dari model = nilai indeks hasil observasi untuk uji validasi Model yang baik adalah model yang mempunyai koefisien determinasi (R ) cukup besar, SA dengan nilai -1 sampai +1, SR tidak lebih dari 10 %, RMSE cukup kecil, bias (e) rendah, dan uji beda nyata (Khi Kuadrat) atau χ hitung < χ tabel Penyusunan Model Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi Penyusunan model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi dilakukan dengan metode pembobotan dengan jumlah bobot pada semua peubah yang digunakan pada model sama dengan 1. Penentuan bobot dilakukan secara empiris berdasarkan nilai koefisien regresi ganda hubungan antara LBDS (Y) dan nilai skor estimasi keberhasilan reforestasi pada setiap indikator (X). Secara matematis, model matematis untuk memantau tingkat keberhasilan reforestasi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Y ( B b + iai + Tj tjibi + T tici + K kidi S siei + L li f ) = i dimana : B + Tj+ T + K + S + L = 1 Keterangan: Y B Tj T K S L b i tj i t i k i s i l i a i b i c i d i e i f i hitung = ( Ym Ya ) = Indeks tingkat keberhasilan reforestasi = Bobot makro indeks biodiversitas = Bobot makro indeks tajuk = Bobot makro indeks tanah = Bobot makro indeks rekolonisasi = Bobot makro indeks kehidupan satwa = Bobot makro indeks lingkungan hutan = Bobot mikro indeks biodiversitas = Bobot mikro indeks tajuk = Bobot mikro indeks tanah = Bobot mikro indeks kolonisasi = Bobot mikro indeks kehidupan satwa = Bobot mikro indeks lingkungan hutan = Skor subfaktor indeks biodiversitas = Skor subfaktor indeks tutupan tajuk = Skor subfaktor indeks tanah = Skor subfaktor indeks kolonisasi = Skor subfaktor indeks kehidupan satwa = Skor subfaktor indeks lingkungan hutan i Ya i i

26 45 Penentuan Bobot Penentuan bobot makro dinyatakan berdasarkan nilai koefisien regresi ganda dengan rumus sebagai berikut : Analisis regresi ganda : Keterangan : Y = a + b 1 B + b Tj + b 3 T + b 4 K + b 5 S + b 6 L Y = LBDS a = intercept b 1, b, b 3, b 4, b 5, b 6 = koefisien regresi B = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks biodiversitas Tj = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks tajuk T = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks tanah K = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kolonisasi S = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks satwa L = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks lingkungan Penentuan bobot makro: w = i n bi bi i= 1 Keterangan : W i = bobot makro indeks ke-i b i = koefisien regresi indeks ke-i Penentuan bobot mikro dinyatakan berdasarkan nilai koefisien regresi ganda dengan rumus sebagai berikut : Indeks Biodiversitas Analisis regresi ganda : Keterangan : Y = a + b 1 H + b DMg Y = LBDS a = intercept b 1, b = koefisien regresi H = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks keanekaragaman DMg = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kekayaan

27 46 Indeks Tajuk Analisis regresi ganda : Keterangan : Y = a + b 1 St+ b C%+ b 3 Kr Y = LBDS A = intercept b 1, b, b 3 = koefisien regresi St = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks stratifikasi tajuk C% = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks persentase penutupan tajuk Kr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kerapatan tajuk Indeks Tanah Analisis regresi ganda : Keterangan : Y = a + b 1 Bt + b Ft+ b 3 Kt + b 4 Sr Y = LBDS a = intercept b 1, b, b 3, b 4 = koefisien regresi Bt = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks biologi tanah Ft = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks fisika tanah Kt = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kimia tanah Sr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks serasah Indeks Fisika Tanah Analisis regresi ganda : Keterangan : Y = a + b 1 Bd + b Pr+ b 3 Ps Y = LBDS a = intercept b 1, b, b 3 = koefisien regresi Bd = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks bulk density Pr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks permeabilitas Ps = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks porositas

28 47 Indeks Biologi Tanah Analisis regresi ganda : Keterangan : Y = a + b 1 Res + b MO Y = LBDS a = intercept b 1, b = koefisien regresi Res = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks respirasi Mo = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks Indeks Kimia Tanah mikroorganisme Analisis regresi ganda : Keterangan : Y = a + b 1 ph + b KTK+ b 3 unsur hara MM + b 4 KB Y = LBDS A = intercept b 1, b, b 3, b 4 = koefisien regresi ph = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks ph KTK = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks KTK Unsur hara MM = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks unsur hara makro mikro KB = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kejenuhan basa Penentuan bobot mikro: w = i n Keterangan : bi bi i= 1 W i = bobot mikro indeks ke-i = koefisien regresi indeks ke i b i 3.8. Penentuan Indikator Kunci Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi (BRF) Penentuan indikator kunci dalam monitoring tingkat keberhasilan reforestasi (BRF) dilakukan dengan memilih salah satu model terbaik dari beberapa model yang dirumuskan. Beberapa model dirumuskan dengan cara manual melalui

29 48 penghilangan peubah yang mempunyai bobot terkecil di antara semua peubah. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan analisis korelasi, uji akurasi, dan uji Z. Indikator kunci dan model terbaik ditentukan berdasarkan model yang mempunyai akurasi tertinggi dan peubah atau indeks dengan bobot tertinggi dari semua indikator yang digunakan. Akurasi model dilakukan dengan menggunakan confussion matrix Uji Akurasi Model Uji akurasi model dilakukan untuk mengukur ketelitian dari model yang dihasilkan terhadap kondisi sebenarnya di lapangan. Uji akurasi yang umum dilakukan pada analisis spasial adalah menggunakan confussion matrix untuk menghitung overall accuracy dan Kappa accuracy. Confussion matrix yaitu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel atau poligon yang diklasifikasi secara konvensional. Akurasi model dihitung menggunakan akurasi rata-rata umum (overall accuracy) dan kappa. Akurasi rata-rata umum dilakukan untuk menghitung akurasi berdasarkan persentase jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan secara benar (poligon pada model masuk pada kelas yang sama pada poligon acuan), dibagi jumlah total piksel atau poligon. Akurasi rata-rata umum dihitung menggunakan rumus (Jaya 006) sebagai berikut : OA = r i= 1 x100% N Xii Keterangan : OA = Nilai akurasi rata-rata umum (Overall Accuracy) Xii = Coincided Value atau luasan kelas tingkat keberhasilan yang sama antar model dan kelas peubah yang dijadikan acuan untuk verifikasi N = Total area verifikasi Akurasi kappa pada umumnya mempunyai nilai akurasi lebih kecil dari akurasi rata-rata umum karena pada akurasi kappa dihitung tidak hanya berdasarkan jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan pada model masuk secara benar pada piksel atau poligon kelas acuan, tetapi juga menghitung jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan pada model tidak tepat masuk dalam kelas acuan.

30 49 Akurasi kappa dihitung menggunakan rumus (Jaya 006) sebagai berikut : Keterangan: N K = K = Akurasi Kappa (Kappa Accuracy) X ii = Coincided Value atau luasan kelas tingkat keberhasilan yang sama antara model dan kelas peubah yang dijadikan acuan untuk verifikasi X i+ = Luasan dalam baris ke-i X +i = Luasan dalam kolom ke-j N = Total area verifikasi Pemilihan Model r r X ii i= 1 i= 1 N X i+ X 100% Pemilihan model dilakukan dengan uji signifikasi yaitu menguji signifikasi perbedaan antara kurasi dari model yang dihasilkan. Hasil pengujian model digunakan untuk memilih model yang terbaik, apabila perbedaan antar model mempunyai nilai z > 1,96, berarti model tersebut berbeda secara signifikan. Rumus yang digunakan untuk pengujian model adalah: i+ X X + i + i z = K i K j σ + σ i j > 1,96 σ φ(1 φ ) (1 φ1)(φ1φ φ3) (1 φ1) ( φ4 4φ ) 1/ N (1 φ ) (1 φ ) (1 φ ) = 4 dengan: φ φ r 1 = / i= 1 X ii N r = X i+ X + i / i= 1 N φ φ r 3 = X ii ( X i+ + X + i ) / i= 1 N r r 4 = X ij ( X j+ + X + i ) / j= 1 i= 1 N 3 Keterangan : z = Nilai signifikansi K i dan K j = Akurasi hasil verifikasi model ke-i dan ke-j σ = Ragam N = Total area verifikasi

31

32 TUJUAN Indeks Keberhasilan Reforestasi PRINSIP/ ASPEK Ekonomi Sosial Biofisik Produksi Kebijakan KRITERIA Adaptabilitas Sustainabilitas Struktur Kualitas lingkungan INDIKATOR Biodiversitas Nutrient retention Kolonisas Satwa Persentase Stratifikasi Kerapatan Suhu udara tutupan tajuk tajuk tajuk VERIFIER DMg H K S C% St Kr L Bt Ft Kt Sr Gambar 4 Struktur hierarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks keberhasilan reforestasi.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforestasi pada Kawasan Pertambangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforestasi pada Kawasan Pertambangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforestasi pada Kawasan Pertambangan Menurut Barrow (1991), pada kawasan pertambangan deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan mengakibatkan beberapa gangguan.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan suatu ekosistem hutan yang sangat ideal dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi, mempunyai siklus hara yang tertutup, stratifikasi tajuk

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

Pemantauan Keberhasilan Reforestasi di Kawasan Pertambangan Melalui Model Indeks Tanah

Pemantauan Keberhasilan Reforestasi di Kawasan Pertambangan Melalui Model Indeks Tanah Pemantauan Keberhasilan Reforestasi di Kawasan Pertambangan Melalui Model Indeks Tanah Reforestation Achievement Monitoring at Mining Area through Soil Index Model Nining Puspaningsih 1*, Kukuh Murtilaksono

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 17 4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat (Gambar 4.1). Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yakni dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dibidang kehutanan saat ini terus ditingkatkan dan diarahkan untuk menjamin kelangsungan tersedianya hasil hutan, demi kepentingan pembangunan industri, perluasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani yang mempunyai tanaman jati pada hutan rakyat di Desa Karanglayung, Desa Babakan Asem dan Desa Conggeang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN Struktur vegetasi tumbuhan bawah diukur menggunakan teknik garis berpetak. Garis berpetak tersebut ditempatkan pada setiap umur tegakan jati. Struktur vegetasi yang diukur didasarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pesisir Krui (Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir tengah, dan Pesisir Selatan) Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 8. KTK (me/100 g) 30,40 Tinggi - 9. C-organik (%) 12,42 Sangat Tinggi - 10. N-Total (%) 0,95 Sangat Tinggi - 11. P-tersedia (ppm) 34,14 Tinggi - 12. C/N 13,07 Sedang - * Dianalisis di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani 1 KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN Syekhfani TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) 2 Fungsi: Tempat Rekreasi Sumber Plasma Nutfah Hutan Lindung (penyangga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan kerangas yang berada dalam kawasan Hak Pengusahaan Hutan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga, PT. Austral Byna, dan dalam

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelimpahan Collembola Tanah Total jumlah individu Collembola tanah yang digunakan dalam model adalah 816 individu (Tabel 2). Pada penelitian ini, hutan alam memiliki kelimpahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

ANALISA PerMenhut No. P.60 / Menhut-II / 2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan

ANALISA PerMenhut No. P.60 / Menhut-II / 2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan ANALISA PerMenhut No. P.60 / Menhut-II / 2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan Oleh : Wahyu Catur Adinugroho ---2010--- P a g e 2 PERMENHUT NO. P.60 / Menhut-II / 2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia atau Kawasan Pantai Barat (Aceh Barat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka (open pit mining) dengan teknik back filling. Sistem ini merupakan metode konvensional

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Februari sampai dengan November 2009 bertempat di lapangan dan di laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan pada lahan

Lebih terperinci

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri. Restorasi Organik Lahan Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri Ex-Tambang Restorasi Perubahan fungsi lahan pada suatu daerah untuk pertambangan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci