Laporan Penelitian Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI Pemilu 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Penelitian Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI Pemilu 2014"

Transkripsi

1 Laporan Penelitian Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI Pemilu 2014 (Studi Kasus di 3 (Tiga) Daerah Pemilihan: Banten II, Jawa Barat V dan Jawa Tengah III)

2 LAPORAN PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR DALAM PEMILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF DPR RI PEMILU 2014 (Studi Kasus di 3 (Tiga) Daerah Pemilihan: Banten II, Jawa Barat V dan Jawa Tengah III Jakarta, 22 September 2014 Kontak Person Alamat : Kurniawan Zein : Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Phone : wan_zein@yahoo.co.id/kurniawan@lp3es.or.id

3 DAFTAR ISI Daftar isi halaman Bab I. Pendahuluan 1 Bab II. Metode dan Keterbatasan Penelitian 4 Bab III. Gambaran Umum Suara Tidak Sah dan Lokasi 8 Bab IV. Faktor-Faktor dan Modus Suara Tidak Sah 15 Bab V. Politik Uang dan Suara Tidak Sah 35 Bab VI. Kesimpulan 39 Lampiran Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES i

4 BAB I PENDAHULUAN Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaporkan bahwa tingkat partisipasi pemilih pada pemilu 2014 yang lalu mencapai 75,11 persen, yang berarti bahwa sisanya; sekitar 24,89 persen pemilih yang terdaftar tidak menggunakan hak pilihnya. 1 Persentase ini menunjukkan peningkatan tingkat partisipasi pemilih dibandingkan pada pemilu legislatif 2009 yang hanya mencapai 71 persen, dengan demikian terjadi peningkat +/- 4 persen. Pada sisi ini, pada pemilu legislatif 2014 terdapat trend peningkatan partisipasi politik masyarakat. Kondisi ini tentunya diharapkan merupakan gambaran membaiknya kesadaran masyarakat mengenai signifikansi pemilu bagi pembangunan sistem politik nasional. Di tengah tingkat partisipasi pemilih yang meningkat, ternyata terdapat anomali pemilu dalam bentuk suara tidak sah yang masih cukup tinggi pada pemilihan anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang secara nasional mencapai 10,77 persen atau sekitar dari total suara yaitu suara yang diberikan pada pemilu legislatif yang lalu. Dari aspek legitimasi politik, persentase suara tidak sah pada pemilu legislatif memang tidak memberikan pengaruh terhadap hasil pemilu. Hanya saja, seyogyanya perbaikan tingkat partisipasi juga berbanding lurus dengan tingkat sura sah yang juga tinggi. Apabila tingkat suara tidak sah disisi lain meningkat, maka hal tersebut merupakan anomali partisipasi politik dalam pemilu. Fenomena suara tidak sah merupakan catatan tersendiri yang mengundang dua hipotesis apakah hal tersebut bersumber dari perilaku pemilih yang dengan tidak sadar atau sadar menjadikan suara mereka tidak sah. Hipotesis pertama mengimplikasikan tingkat pengetahuan pemilih yang memang minim terhadap tata-cara memilih yang benar pada saat pemungutan 1 Harian Kompas, 10 Mei 2014 Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 1

5 suara pemilu legislatif Hal ini terkait bagaimana sosialisasi pemilu dilakukan oleh KPU dan perangkatnya kepada masyarakat, khususnya mengenai tata-cara mencoblos. Sedangkan hipotesis kedua, apabila fenomena suara tidak sah bersumber dari perilaku pemilih yang secara sadar menjadikan suara yang diberikan tidak sah, maka hal tersebut terkait dengan dua hal, yaitu: (1) pengetahuan pemilih terhadap calon yang akan dipilihnya, sehingga pemilih memiliki preferensi untuk memilih atau tidak, yang berarti hal ini juga bagaimana calon anggota legislatif mensosialisasikan dirinya dan (2) karena terdapat faktor tertentu yang membuat pemilih dengan dalam kondisi dilematis untuk memilih. Keterlibatan stakeholder lain selain partai politik dan pemilih yang memiliki peran sangat strategis dalam pemilu adalah Komisis Pemilihan Umum (KPU), sebagai lembaga Negara yang memiliki otoritas dalam mengambil keputusan mengenai penyelenggaraan pemilu, termasuk di dalam penetapan suara tidak sah. KPPS merupakan perangkat KPU pada tingkat paling terdepan dalam menetapkan apakah surat suara sah atau tidak sah pada saat perhitungan suara di TPS. Selain KPPS, PPS dan PPK juga perangkat KPU yang memiliki peran terdepan dalam menetapkan suara sah atau tidak sah. Melalui mekanisme rekapitulasi berjenjang mulai dari TPS oleh KPPS, di desa oleh PPS dan di kecamatan oleh PPK sedianya akan menjadi mekanisme kontrol berlapis, sehingga hal-hal yang terkait dengan perhitungan dan rekapitulasi hasil pemilu telah didilakukan secara benar (professional) dan dapat dipertangungjawabkan (akuntabel). FOKUS STUDI Berdasarkan uraian di atas, fokus studi ini akan menitik-beratkan kepada identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suara tidak sah. Dari hasil perhitungan suara KPU, terlihat bahwa persentase suara tidak sah rata-rata cukup tinggi pada pemilihan anggota anggota legislatif di tingkat nasional (DPR RI), terutama di wilayah pemilihan Jawa yang berkisar 10-22%. Pada tingkat provinsi (DPRD Provinsi) meskipun tingkat suara tidak sah lebih rendah dari nasional namun kecenderungan akan selalu lebih tinggi dari persentase suara tidak sah di pemilihan anggota legislatif kabupaten (DPRD Kabupaten). Kecuali di wilayah beberapa provinsi di wilayah Timur Indonesia, pola surat suara tidak sah memiliki pola yang acak. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 2

6 Terhadap persolan ini terdapat beberapa asumsi persoalan yang akan dieskplorasi, yaitu: 1. Bagaimana kapasitas perangkat KPU dalam hal penetapan suara tidak sah pada saat pemilu legislatif? 2. Bagaimana perilaku pemilih menyebabkan suara tidak sah pada saat pemilu legislatif? 3. Bagaimana peran partai politik berpengaruh terhadap suara tidak sah? KERANGKA KONSEP Meneliti tentang pemilu, maka tidak akan dapat dilepaskan dari dua kategori subjek utama yang menjadi unit analisis yaitu, penyelenggara dan peserta pemilu. Subjek penyelenggara pemilu berdasarkan Undang-Undang terdiri dari dua jenis kelembagaan yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda antara penyelenggaraan dan pengawasan, yaitu: Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Derivasi subjek peserta pemilu terdiri dari partai politik dan pemilih. Partai politik merupakan lembaga politik yang diakui sebagai satu-satunya lembaga politik yang memiliki otoritas melakukan rekrutmen calon anggota legislatif yang ditempakan dalam lembaga legislatif atau parlemen melalui mekanisme pemilihan umum. Sementara itu pemilih adalah rakyat yang didalam sistem demokrasi diakui sebagai pemilik kedaulatan politik. Pilihan politik rakyat merupakan sumber legitimasi politik bagi kelembagaan legislatif. Oleh karena itu suara pemilih memiliki harga politik yang diperebutkan oleh partai politik dan kandidat anggota parlemen melalui pemilu. Berdasarkan kerangka tersebut, maka analisa faktor-faktor suara tidak sah dalam pemilihan umum (pemilu) legislatif DPR RI perlu dilakukan dengan memetakan persoalan-persoalan yang berpotensi memiliki konstribusi terhadap suara tidak sah dari 3 (tiga) subjek, yaitu (1) kapasitas perangkat KPU Sebagai penyelenggara pemilu terkait dengan keputusan dan penetapan suara tidak sah, (2) peran partai politik terkait dengan fungsi pendidikan kepada masyarakat mengenai suara tidak sah dan (3) pemilih terkait dengan kesadaran politik dalam memberikan suaranya sehingga dapat dinilai sah atau tidak sah. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 3

7 BABII METODE DAN KETERBATASAN PENELITIAN Studi ini dilakukan dengan pendekatan grounded research yang digunakan dalam studi-studi kualitatif. Pilihan pendekatan tersebut dilakukan karena studi ini didesain sebagai studi awal (preliminary study), sehingga peneliti benar-benar berangkat dari nir-asumsi. Untuk mendukung penelitian, maka dilakukan: (1) FOCUSED GROUP DISCUSSION (FGD) Pelaksanaan FGD dimaksudkan sebagai bentuk esplorasi awal dalam merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suara tidak sah, berdasarkan pengalaman dan opini dari-dari pihak yang dinilai memiliki kredibilitas informasi tentang pemilu. FGD akan meilibatkan 5-10 peserta yang terdiri dari, Jurnalis dan penggiat NGO lokal yang concern terhadap persoalan pemilu. Dari hasil eksplorasi awal terhadap isu-isu pemilu dalam kerangka suara tidak sah, dapat diidentifikasi beberapa informasi awal yang dirumuskan sebagai isu atau faktor-faktor yang akan diverifikasi dari data-data selanjutnya. (lihat tabel) Tabel II.1. Subjek dan Isu-isu Studi Suara Tidak Sah No Subjek Isu 1 Kapasitas Penyelenggara 1. Efektivitas Bimtek bagi PPK, PPS dan KPPS 2. Pemanfaatan panduan pelaksanaan pemilu oleh KPPS 3. Pemahaman KPPS atas ketentuan suara sah dan tidak sah 4. Pemahaman atas isu dan praktik uang 2 Penyelenggaraan Pemilu 1. Faktor suara tidak sah di TPS 2. Sosialisasi tata-cara pencoblosan 3. Pola pencoblosan tidak sah 3 Peran Partai Politik 1. Sosialisasi Caleg DPR RI 2. Partisipasi parpol dalam sosilaisasi tata-cara mencoblos 3. Pembekalan saksi tentang teknis Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 4

8 pelaksanaan pemilu (termasuk penetapan suara sah dan tidak sah) 4. Komplain saksi atas suara sah dan tidak sah 4 Perilaku Pemilih 1. Pengetahuan pemilih atas caleg 2. Pengetahuan tentang tata-cara memilih/mencoblos 3. Pemahaman suara sah dan tidak sah 4. Tingkat keinginan untuk memilih caleg DPR-RI 5. Respon terhadap politik uang (2) IN-DEPTH INTERVIEW Informasi yang diperoleh dari FGD dianalisa dan diperdalam melalui wawancara mendalam (in-depht interview) terhadap pihak-pihak (aktor) yang relevan dengan penelitian ini, yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dan selanjutnya disebut sebagai informan kunci (key informant). Kriteria Informan yang diwawancarai adalah pelaksana pemilu mulai dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat ad hoc, saksi, pemantau dari masyarakat, dan masyarakat pemilih. Pertimbangan pembatasan kriteria informan didasari atas pemikiran bahwa pihak-pihak tersebut sebagai aktor yang terlibat secara langsung dalam proses pemungutan suarat di tingkat masyarakat. Pihak-pihak (key informant) per-lokasi yang akan diwawancarai terdiri dari: No Kriteria Informan Jumlah 1 KPU Provinsi 1 2 KPU Kabupaten 1 1 PPK 2 2 PPS 2 3 KPPS 2 4 Saksi Parpol 2 5 Pemantau/masyarakat 2 6 Masyarakat pemilih 2 Total 12 Untuk mendapatkan informasi yang lebih teknis terkait dengan penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014, maka penyelenggara pemilu adalah stakeholder yang paling banyak diwawancarai untuk menggali informasi penyebab suara sah dan tidak sah mulai dari tingkat KPU Provinsi dan Kab/Kota sampai pelaksana pemungutan suara di tingkat ad hoc (PPK, PPS dan KPPS). Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 5

9 LOKASI STUDI Lokasi penelitian ditentukan secara purposive 3 lokasi, yaitu: 1. Daerah pemilihan (Dapil) 3 Jawa Tengah 2. Daerah pemilihan (Dapil) 2 Banten 3. Daerah pemilihan (Dapil) 5 Jawa Barat Dasar pemilihan ketiga lokasi studi dilakukan dengan mempertimbangkan (a) keterbatasan waktu (b) bahwa pulau Jawa merupakan wilayah dengan jumlah pemilih terbesar (c) fakta bahwa ketiga wilayah tersebut memiliki tingkat suara tidak sah yang lebih tinggi dibandingkan dengan dapil lain di 3 (tiga) provinsi, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Pemilihan lokasi studi pada tingkat yang lebih rendah, yaitu desa, dilakukan dengan teknik snow-bowling, berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan atau data sekunder. Kecamatan Cileungsi, di Jawa Barat dan Kecamatan Watu merupakan dua kecamatan dengan tingkat suara tidak sah tertinggi. Sebagai pertimbangan metodologis, maka diperlukan wilayah dengan tingkat suara tidak sah yang moderat yang kontrol untuk melihat apakah faktor suara tidak menunjukkan pola umum atau spesifik. Kecamatan Winong di Kabupaten Pati merupakan wilayah moderat yang dipilih. METODE, KERANGKA DAN KETERBATASAN ANALISA Analisa terhadap data-data atau informasi yang diperoleh dari wawancara dengan informan kunci akan dilakukan dengan metode analisis deskriptif, yaitu dengan cara data-data tersebut akan dikategorisasikan berdasarkan isu, kemudian dibandingkan antar subjek sehingga didapati pola mengenai faktorfaktor suara tidak sah. Dalam studi ini tidak dimaksudkan untuk memperbandingkan antar faktor suara tidak sah sehingga didapati gambaran mengenai faktor yang lebih tinggi atau rendah sebagai penyebab suara tidak sah. Penelitian ini hanya diditujukan untuk melakukan pemetaan terhadap isu-isu yang berdasarkan temuan dapat dinilai sebagai faktor suara tidak sah. Penelusuran faktor suara tidak sah dari sisi perangkat KPU sebagai informan kunci didasari atas pertimbangan teoritik dan formal bahwa perangkat KPU merupakan pihak yang memiliki otoritas terhadap keputusan dan penetapan suara tidak sah dan memiliki informasi yang dibutuhkan mengenai pola-pola suara tidak sah yang terjadi mulai dari pemungutan, perhitungan dan rekapitulasi suara. Dengan kerangka ini, disadari terdapat keterbatasan analisa Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 6

10 dalam studi ini yang lebih merepresentasikan persoalan suara tidak sah dari sisi penyelenggara bukan pemilih. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 7

11 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PEMILIHAN ANGGOTA DPR RI PEMILU 2014 TIDAK DALAM PEMILIHAN ANGGOTA DPR RI 2009 DAN 2014 Perbandingan suara tidak sah dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI antara tahun 2009 dan 2014 menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada pemilu 2009, suara tidak sah dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI mencapai 17,196,020 atau persen dari total suara pemilih nasional, sedangkan pemilihan anggota legislatif DPR RI, pemilu tahun 2014, jumlah suara tidak sah mencapai 15,076,606 atau persen dari total suara pemilih nasional. Dengan demikian sesungguhnya telah terjadi penurunan jumlah suara tidak sah pada pemilu 2014 sebesar 2,119,414 suara atau 3.63 persen suara dari total suara pemilih nasional. Tabel III.1 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI WILAYAH PEMILU 2009 PEMILU 2014 JUMLAH PERSENT ASE TIDAK SAH JUMLAH PERSENT ASE TIDAK SAH SELISIH 2014 DAN 2009(%) ACEH DARUSSALAM % 299, % -7.44% SUMATERA UTARA 426, % 740, % -0.22% SUMATERA BARAT 200, % 158, % -2.83% RIAU 258, % 301, % -1.10% JAMBI 263, % 270, % -3.14% SUMATERA SELATAN 524, % 580, % -0.34% BENGKULU 149, % 182, % 0.08% LAMPUNG 487, % 414, % -2.98% BANGKA BELITUNG 86, % 100, % -1.17% KEPULAUAN RIAU 79, % 93, % -1.62% DKI JAKARTA 235, % 381, % 1.80% JAWA BARAT 2,552, % 2,522, % -1.40% JAWA TENGAH 3,590, % 2,441, % -7.06% Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 8

12 YOGYAKARTA 254, % 159, % -5.51% JAWA TIMUR 3,912, % 2,973, % -6.42% BANTEN 725, % 875, % -0.07% BALI 346, % 285, % -4.57% NUSA TENGGARA BARAT 391, % 347, % -4.06% NUSA TENGGARA TIMUR 195, % 116, % -3.97% KALIMANTAN BARAT 277, % 240, % -3.15% KALIMANTAN TENGAH 172, % 150, % -4.79% KALIMANTAN SELATAN 306, % 272, % -4.38% KALIMANTAN TIMUR 223, % 259, % -1.55% SULAWESI UTARA 83, % 92, % -0.18% SULAWESI TENGAH 96, % 72, % -2.63% SULAWESI SELATAN 444, % 314, % -4.08% SULAWESI TENGGARA 126, % 140, % -0.67% GORONTALO 40, % 26, % -3.00% SULAWESI BARAT 55, % 48, % -2.63% MALUKU 55, % 43, % -2.16% MALUKU UTARA 30, % 53, % 2.34% PAPUA 132, % 83, % -4.39% PAPUA BARAT 42, % 30, % -4.96% NASIONAL 17,196, % 15,076, % -3.63% SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah) Berdasarkan data di atas, suara sah di Provinsi Banten secara persentase terjadi penurunan suara tidak sah pada pemilu 2014 dibandingkan dengan pemilu 2009, namun dari sisi jumlah terjadi kenaikan suara. Di Provinsi Banten, suara tidak sesungguhnya tidak mengalami perubahan sama sekali, bahkan cenderung naik. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, suara tidak sah di kedua provinsi ini menunjukkan penurunan. DI DAERAH PEMILIHAN (DAPIL) BANTEN II Fakta bahwa trend suara tidak sah di Provinsi Banten dalam pemilihan anggota legislatif 2014 yang tidak menunjukkan pengurangan cukup signifikan apabila dibandingkan dengan suara tidak sah dalam pemilu 2009, sesungguhnya merepresentasikan fakta tidak jauh berbeda dari masing-masing daerah pemilihan (Dapil). Di Dapil Banten I, suara tidak sah dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI adalah persen pada pemilu 2009 dan pada pemilu 2014, suara tidak sah mencapai persen, yang berarti berkurang 0.32 persen. Demikian pula di Banten III, suara tidak sah dalam pemilihan anggota DPR RI pada pemilu 2014 berkurang 1 persen. Berbeda dengan Banten I dan III, suara tidak sah Dapil Banten II mengalami penambahan sebesar 1 atau 0.75 persen. Dengan kata lain, bahwa Dapil Banten II baik pada pemilu 2009 dan pemilu 2014, sesungguhnya merupakan wilayah dengan tingkat suara tidak tertinggi di Provinsi Banten. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 9

13 Tabel III.2 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI Di Provinsi Banten WILAYAH PEMILU 2009 PEMILU 2014 SELISIH JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE 2009 DAN 2014(%) Banten I 142, % 147, % -0.32% Banten II 243, % 312, % 0.75% Banten III 339, % 414, % -0.60% PROVINSI 725, % 875, % -0.07% SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah) Daerah Pemilihan (Dapil) II Provinsi Banten meliputi Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon. Berdasarkan Model DB-1 DPR KPU, jumlah suara sah seluruh partai politik di dapil Banten II adalah dengan jumlah suara tidak sah adalah dimana Kabupaten Serang merupakan Kabupaten dengan jumlah Suara Tidak Sah tertinggi yaitu dan Kota Cilegon dengan jumlah suara tidak sah terendah (43.907). Tabel III.3. Data Suara Sah dan Tidak Sah DPR Daerah Pemilihan Banten II VOTER TURN- OUT SAH SUAR TIDAK SAH PERSENTASE Kab. Serang 824, , , % Kota Cilegon 225, ,948 43, % Kota Serang 347, ,068 80, % 1,397,711 1,084, , % Sumber. Model DB-1 DPR, KPU Untuk suara tidak sah DPR di tingkat kecamatan di dapil Banten II, dari 29 kecamatan di Kabupaten Serang, berdasarkan data KPU Kabupaten Serang Model DB-1 DPR, Kecamatan Kramat Watu adalah Kdengan Suara Tidak Sah tertinggi, dengan rincian Jumlah Suara Sah Seluruh Partai Politik , jumlah Suara Tidak Sah (Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah ). Kecamatan Kramat Watu terdiri dari 15 desa, berdasarkan data PPK Kramat Watu Model DA-1 DPR, desa dengan jumlah Suara Tidak Sah tertinggi adalah desa Terate, dengan rincian Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah 2.781, jumlah Suara Sah seluruh Partai Politik dan jumlah Suara Tidak Sah 997. Desa Terate Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 10

14 terdiri dari 8 TPS dan TPS terbesar untuk Suara Tidak Sah DPR RI ada di TPS 2 dimana suara tidak sah lebih besar dari jumlah suara sah seluruh partai politik. Dari data PPS Desa Terate Model D-1 DPR, di TPS 2, jumlah suara sah seluruh partai politik 186 sedangkan jumlah suara tidak sah 225 ( total 411). Sedangkan untuk Kota Cilegon, dari 8 kecamatan di Kota Cilegon, Kecamatan Cibeber adalah kecamatan dengan suara tidak sah DPR tertinggi yaitu suara dari total suara sah dan tidak sah (28.599). Dalam studi ini Kelurahan Cibeber dijadikan sebagai lokasi studi dengan pertimbangan sebagai desa/kelurahan dengan jumlah pemilih terbanyak. Dari suara sah dan tidak sah yang ada di Desa Cibeber, jumlah suara tidak sah DPR tertinggi ada di TPS 6 dengan rincian suara sah seluruh parpol 104 suara dan suara tidak sah 194 (total suara sah dan tidak sah 298). TIDAK DI DAERAH PEMILIHAN JAWA BARAT V Jawa Barat terdiri dari 11 Daerah Pemilihan (dapil). Dapil Jawa Barat V yang meliputi hanya 1 (satu) kabupaten, yaitu Kabupaten Bagor. Jumlah pemilih di Kabupaten Bogor merupakan jumlah pemilih terbanyak dibandingkan kabupaten lainnya di daerah pemilihan provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data DB1-DPR KPU Kabupaten Bogor, jumlah pemilih di daerah tersebut adalah dengan pemilih yang menggunakan hak pilihnnya (voter turn-out) sebesar pemilih. Jumlah suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPR RI pemilu 2009 sebesar suara atau persen dari total jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Pada pemilu 2014, jumlah suara yang tidak sah meningkat 1.39 persen atau sebesar suara. Apabila dibandingkan jumlah suara tidak sah di dapil V dengan dapil-dapil lainnya di Provinsi Jawa Barat, dapil VII dan VIII merupakan wilayah dengan jumlah suara tidak sah tertinggi pada pemilu 2009, sementara pada pemilu 2014, terjadi pergeseran di mana status tersebut digantikan oleh dapil V. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 11

15 Tabel III.4 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI Di Provinsi Jawa Barat WILAYAH JUMLAH TIDAK SAH PEMILU 2009 PEMILU 2014 PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE SELISIH 2009 DAN 2014(%) Jawa Barat I 106, % 108, % -0.17% Jawa Barat II 264, % 263, % -1.32% Jawa Barat III 190, % 183, % -1.92% Jawa Barat IV 161, % 149, % -2.01% Jawa Barat V 256, % 327, % 1.39% Jawa Barat VI 170, % 174, % -1.15% Jawa Barat VII 400, % 403, % -2.93% Jawa Barat VIII 292, % 265, % -2.26% Jawa Barat IX 290, % 258, % -2.22% Jawa Barat X 160, % 130, % -2.35% Jawa Barat XI 258, % 256, % -1.00% PROVINSI 4,750, % 4,966, % -1.46% SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah) Dapil V dengan jumlah pemilih terbesar ada dapil Jawa Barat V meskipun hanya mencakup satu wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Bogor. Berdasarkan Model DC-1 DPR, jumlah suara sah seluruh partai politik di dapil Jawa Barat V adalah dan jumlah suara tidak sah adalah Untuk suara tidak sah DPR di tingkat kecamatan di dapil Jawa Barat V, dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor, berdasarkan data KPU Kabupaten Bogor Model DB-1 DPR, Kecamatan Cileungsi adalah kecamatan dengan Suara Tidak Sah tertinggi, dengan rincian Jumlah Suara Sah Seluruh Partai Politik suara, jumlah Suara Tidak Sah suara (Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah ). Dari data PPK Cileungsi, Desa Limus Nunggal adalah desa dengan jumlah pemilih tertinggi di Kecamatan Cileungsi, pada pemilu legislatif 2014 jumlah TPS di Desa Limus Nunggal sebanyak 68 TPS. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 12

16 DI KABUPATEN PATI DAERAH PEMILIHAN JAWA TENGAH III Dokumen rekapitulasi DB1 KPU DPR memperlihatkan bahwa suara tidak sah di daerah pemilihan Provinsi Jawa Tengah, secara umum, mencapai persen atau sebesar suara. Jumlah ini sesungguhnya telah mengalami penurunan 7.06 persen dari jumlah suara tidak sah pada pemilu 2009 yang mencapai persen atau suara. Tabel di bawah ini memperlihatkan bahwa dapil Jawa Tengah III merupakan daerah dengan tingkat suara tidak sah yang lebih tinggi dibandingkan daerah pemilihan lainnnya sejak pemilu 2009, meski pada pemilu 2014, jumlah suara tidak sah di dapil tersebut telah berkurang sebesar 8.47 persen; dari persen suara tidak sah menjadi persen. Tabel III.5 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI Di Provinsi Jawa Barat WILAYAH PEMILU 2009 PEMILU 2014 SELISIH JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE 2009 DAN 2014(%) Jawa Tengah I 355, % 291, % -4.64% Jawa Tengah II 352, % 226, % -9.48% Jawa Tengah III 594, % 411, % -8.47% Jawa Tengah IV 323, % 173, % -9.66% Jawa Tengah V 360, % 216, % -7.87% Jawa Tengah VI 351, % 266, % -4.70% Jawa Tengah VII 292, % 203, % -6.22% Jawa Tengah VIII 220, % 131, % -5.10% Jawa Tengah IX 313, % 222, % -6.30% Jawa Tengah X 426, % 298, % -8.97% PROVINSI 3,590, % 2,441, % -7.06% SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah) Daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah III terdiri dari Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kapubaten Rembag dan Kabupaten Blora. Lokasi studi di lakukan di Kabupaten Pati, dapil III Jawa Tengah. Kabupaten Pati terdiri dari 23 kecamatan. Kabupaten Pati merupakan wilayah daerah pemilihan terluas di Dapil III Jawa Tengah dan berdasarkan informasi dari narasumber KPU Provinsi Jawa Tengah bahwa dapil III merupakan wilayah Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diantaranya adalah Kabupaten Pati. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 13

17 Tabel III.6. Data Suara Sah dan Tidak Sah DPR Kabupaten Pati Daerah Pemilihan Jawa Tengah III Kecamatan Jumlah TPS Suara Sah Tidak Sah Voter Turn-Out Persentase suara tidak sah Sukolilo ,974 10,344 51,318 20% Kayen ,402 7,106 41,508 17% Tambakromo ,337 3,814 28,151 14% Winong ,134 3,533 30,667 12% Puncakwangi ,090 3,763 27,853 14% Jaken ,361 5,260 28,621 18% Batangan 89 24,099 3,241 27,340 12% Juwana ,231 5,398 56,629 10% Jaknenan ,941 2,961 26,902 11% Pati ,612 7,565 64,177 12% Gabus ,257 4,131 33,388 12% Margorejo ,386 4,918 36,304 14% Gembong 98 23,341 4,011 27,352 15% Tlogowungu ,782 5,768 32,550 18% Wedarijaksa ,989 5,833 37,822 15% Margoyoso ,844 7,075 42,919 16% Gunung Wungkal 79 19,543 2,449 21,992 11% Cluwak ,630 2,460 27,090 9% Tayu ,604 5,005 40,609 12% Dukuhseti ,813 3,602 36,415 10% Trangkil ,191 6,689 37,880 18% , , ,487 14% Sumber DB1 DPR KPU Kab. Pati Jumlah voter turn-out di Kabupaten Pati pada pemilu 2014 mencapai pemilih atau 74 persen dari total pemilih yang terdaftar. Kecamatan Sukulilo, Juwana dan Pati merupakan wilayah dengan voter turn-out terbanyak di atas 50 ribu pemilih. Sedangkan, konstribusi suara tidak sah di Kabupaten Pati disumbang oleh Kecamatan Sukolilo, Jaken dan Kayen. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 14

18 BAB IV FAKTOR-FAKTOR DAN MODUS Pada saat pemungutan suara pemilu legislatif 2014, suara tidak sah merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan sebagai deviasi yang sebenarnya masih dapat ditoleransi. Hal tersebut menjadi tidak biasa karena pengamatan terhadap datadata suara tidak sah menunjukkan pola yang relatif merata, tetap dan tidak tidak acak. Suara tidak sah pada tingkat pemilihan anggota legislatif nasional DPR RI, lebih tinggi dibandingkan dengan suara tidak sah pada tingkat pemilihan anggota legislatif kabupaten (DPRD Kabupaten). Secara common sense, penyebab suara sah dapat dengan mudah dikaitkan dengan perilaku pemilih dalam memberikan hak suaranya pada saat pemungutan suara. Dengan megkaitkan aspek perilaku pemilih sebagai faktor tingginya suara tidak sah, maka hulu persoalan suara tidak sah bersumber dari apa yang mempengaruhi preferensi politik pemilih terhadap calon, seperti tingkat pengetahuan terhadap calon sebagai hal yang paling cepat diduga. Dugaan tingkat pengetahuan sebagai faktor suara tidak sah dari hasil pemungutan suara, sesungguhnya bukanlah hal yang secara independen terbentuk dengan sendirinya. Menjadikan tingkat pengetahuan pemilih sebagai konstributor suara tidak sah berkonsekuensi penulusuran dari aspek lain, yaitu sosialisasi. Terma sosialisasi memiliki dua dimensi. Dimensi pertama yaitu sosialisasi yang terkait dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap calon anggota legislatif yang berarti hal tersebut tentang bagaimana upaya yang dilakukan oleh para calon untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat sehingga layak untuk dipilih. Dimensi kedua, yaitu terkait dengan sosialisasi tentang bagaimana cara masyarakat memberikan suara mereka di tempat pemungutan suara secara benar. Pada dimensi ini menunjuk kepada kinerja perangkat KPU dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tatacara pemilihan. Dengan kata lain, mencari akar persoalan yang menyebabkan suara tidak cukup dengan menyelediki perilaku pemilih, namun juga perlu memasukkan aspek lain, Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 15

19 seperti (a) partai politik yang didalamnya juga termasuk calon anggota legislatif, dan (b) kinerja aparat penyelenggara pada tingkat yang langsung berhubungan dengan keputusan penetapan suara sah atau tidak sah pada saat pemungutan suara dan perhitungan suara. Dalam bab ini, pembahasan mengenai temuan penelitian atas faktor-faktor suara tidak sah akan diklasifikasi kedalam tiga aspek, (1) faktor suara tidak sah yang bersumber dari aspek penyelenggara, (2) faktor suara tidak sah yang bersumber dari aspek perilaku pemilih, (3) faktor suara yang dipengaruhi oleh peran partai politik. Aspek Penyelenggara Kapasitas Kapasitas tentang kepemiluan merupakan suatu hal yang urgent bagi penyelenggara pemilu, terutama pada tingkat ad-hoc, karena keberadaan mereka merupakan garis pertama dalam keputusan-keputusan terhadap hasil pemilu, seperti penetapan suara sah dan tidak sah. Kesalahan keputusan atas penetapan hasil pemilu, seperti sah atau tidaknya suara pada waktu perhitungan akan berimplikasi terhadap penetapan hasil pemilu pada rentang yang lebih luas. Bekal kapasitas kepemiluan bagi penyelenggara pemilu pada tingkat adhoc, terutama KPPS akan membuat kualitas pemilu menjadi lebih baik. Bimbingan teknis (Bimtek) kepemiluan telah dilakukan KPU dan jajaran dibawahnya secara berjenjang/ hirarki, mulai dari tingkat KPU Provinsi, KPU Kabupaten, PPK, PPS sampai dengan KPPS. Untuk lebih memperkuat kapasitas penyelenggara di tingkat ad hoc, KPU menerbitkan buku panduan KPPS, yang didalamnya juga memuat materi tentang tata-cara mencoblos bagi pemilih yang hasilnya dapat dinilai sah atau tidak sah. Gambar 1. Hirarki Bimtek Penyelenggara Pemilu BIMTEK ANGGOTA KPU KAB/ KOTA BIMTEK ANGGOTA PPK BIMTEK ANGGOTA PPS BIMTEK ANGGOTA KPPS Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 16

20 Secara umum, penyelenggaraan Bimtek telah dilaksanakan kepada seluruh perangkat penyelenggara pemilu secara berjenjang. Menurut Ketua KPU Provinsi Banten, penyelenggaraan pelatihan secara berjenjang ini sesuai dengan pentunjuk KPU Pusat. Hanya saja, keterbatasan anggaran menyebabkan penyelenggaraan Bimtek tidak dapat melibatkan seluruh penyelenggara pemilu terutama pada tingkat ad-hoc. Pagu anggaran yang telah ditetapkan pada tingkat pusat, dinilai tidak memperhatikan proporsi wilayah kerja KPU di tingkat di daerah; provinsi dan kabupaten, karena tidak ada perbedaan besaran anggara operasional, termasuk anggaran Bimtek, antara KPU di daerah dengan cakupan wilayah kerja yang luas dan jumlah pemilih yang lebih besar dengan KPU yang cakupan wilayah kerja lebih kecil dan jumlah pemilihnya lebih sedikit, seperti KPU Kabupaten Bogor dan KPU Kota Depok memiliki pagu anggaran yang sama, sehingga dalam memberikan Bimtek kepada penyelenggara pemilu di tingkat adhoc, mulai dari tingkat PPK, PPS dan KPPS hanya dapat melibatkan perwakilan dari unsur PPK, PPS dan KPPS, dengan harapan mereka dapat mensosialisasikan kembali hasil Bimtek kepada masig-masing anggotanya. Demikian pula dengan pengadaan buku panduan pemilu yang sangat penting, dicetak dalam jumlah yang tidak sesuai dengan proporsi penyelenggara pemilu ditingkat ad-hoc, sehingga pendistribusiannya hanya diberikan 1 buku kepada masing-masing PPK, PPS dan KPPS, dan diharapkan kerelaan dari penyelenggara untuk secara swadaya meperbanyak dengan cara dicopy apabila dibutuhkan. Di Provinsi Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Barat penyelenggaran Bimtek bagi PPK, PPS dan KPPS dilakukan dengan hanya melibatkan representasi dari masing-masing unsur, terdiri dari 1 sampai dengan 2 orang mulai dari PPK, PPS, dan KPPS. KPU provinsi Banten mengadakan bimtek terhadap anggota KPU Kabupaten / Kota secara serentak sebanyak satu (1) kali yang dihadiri oleh seluruh anggota KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Banten termasuk anggota KPU daerah di Dapil II Banten (Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon). Narasumber bimtek terhadap anggota KPU Kabupaten/Kota adalah KPU Provinsi Banten dengan satu diantara materi bimteknya adalah ketentuan-ketentuan terkait suara sah dan tidak sah pada pemilu legislatif Dengan pendekatan yang sama, Bimtek juga dilakukan oleh KPU Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah terhadap KPU Kabupaten/Kota di kedua provinsi tersebut. Berdasarkan pertimbangkan luas wilayah kerja KPU provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, bimtek dilakukan secara bertahap berdasarkan kedekatan masing-masing wilayah kabupaten/kota di kedua provinsi tersebut. Peserta bimtek di tingkat KPU Kabupaten/Kota di Jawa Barat hanya menghadirkan 3 orang peserta di tiap KPU Kabupaten/ Kota yang terdiri dari Dua (2) orang komisioner dan Satu (1) orang sekretaris KPU Kabupaten/ Kota. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 17

21 Menurut anggota KPU provinsi Jawa Barat, hal ini dilakukan karena ketersediaan anggaran bimtek KPU Provinsi Jawa Barat yang terbatas. Di tingkat kabupaten/kota, KPU Kabupaten/Kota melakukan bimtek terhadap penyelenggara pemilu di tingkat Kecamatan (PPK). Di Kabupaten Serang, Bimtek terhadap PPK dilakukan sebanyak satu (1) kali dengan menghadirkan seluruh anggota PPK termasuk sekretaris PPK dengan narasumber KPU Kabupaten Serang dan KPU Provinsi Banten. Menurut Ketua KPU Kabupaten Serang, dengan menghadirkan seluruh anggota PPK sebagai peserta bimtek diharapkan masingmasing anggota dapat saling melengkapi informasi dan pemahaman yang didapat selama bimtek. Salah satu materi yang digunakan dalam bimtek adalah Buku Panduan KPPS yang diterbitkan oleh KPU Pusat. Sama halnya dengan KPU Kabupaten Serang, bimtek yang dilakukan oleh KPU Kota Cilegon menghadirkan seluruh anggota PPK di tiap kecamatan di Kota Cilegon. Bimtek dilakukan sebanyak Satu (1) kali dengan menghadirkan anggota KPU Provinsi Banten dan KPU Kota Cilegon sebagai Narasumber. Berbeda dengan Banten, bimtek KPU Kabupaten/Kota terhadap PPK di provinsi Jawa Barat hanya menghadirkan 3 orang peserta di tiap PPK yang terdiri dari Dua (2) orang anggota PPK dan Satu (1) orang sekretaris PPK. Pola bimtek di tingkat kecamatan (PPK) secara substansi sama halnya dengan bimtek pada jenjang sebelumnya, peserta bimtek adalah panitia penyelenggara di tingkat desa / kelurahan (PPS) terkecuali bimtek yang dilakukan oleh PPK Kramat Watu Kabupaten Serang, selain menghadirkan Dua (2) anggota PPS, bimtek juga diikuti oleh Dua (2) anggota anggota KPPS. Pada bimtek tingkat PPK Kramat Watu, PPK Cibeber dan PPK Cileungsi selain PPS, bimtek juga dihadiri oleh anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam). Terkait dengan efektifitas bimtek dinilai kurang efektif karena jumlah peserta bimtek yang terlalu banyak dan sedikitnya materi simulasi proses penghitungan dan rekapitulasi suara sebagai faktor yang mempengaruhi kapasitas penyelenggara pemilu terhadap setiap tahapan penyelenggaraan pemilu legislatif 2014, sementara peserta Bimtek terlalu banyak sehingga tidak fokus memperhatikan presentasi dan simulasi materi. Kritik terhadap efektifitas penyelenggaraan disampaikan oleh salah seorang PPS di Desa Winong Kabupaten Semarang bahwa Bimtek tidak efektif karena pada tingkat implementasi tidak sesuai dengan apa yang disampaikan pada saat Bimtek, seperti penerbitan surat edaran dari KPU pada detik-detik terakhir menjelang pemungutan suara terkait dengan diskualifikasi salah seroang kandidat DPD dan DPRD Kabupaten, sehingga menganulir apa yang telah disampai pada Bimtek. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 18

22 Menurut anggota Panwascam Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang, bimtek di tingkat kecamatan lebih mirip seminar ketimbang sebuah pelatihan bimbingan teknis, hal ini disebabkan karena banyaknya peserta yang terlibat dalam bimtek. Meskipun peserta dibekali dengan buku panduan bagi KPPS namun dengan bimtek yang berjalan normatif dan umum, bimtek dinilai tidak efektif dalam membekali kemampuan teknis bagi PPS dan KPPS dalam menyelengarakan pemilu di tingkat desa dan TPS. Menurut Panwascam Kramat Watu Kabupaten Serang, indikasi tidak efektifnya bimtek ini terlihat dari rendahnya pemahaman PPS dan KPPS dalam kaitannya dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Panwascam. Pada pelaksanaan pemilu legislatif 2014 masih ditemukan adanya anggota KPPS yang tidak memberikan akses terhadap Form C1 kepada Petugas Pengawas Lapangan (PPL). Hal senada disampaikan oleh PPK Cibeber Kota Cilegon, singkatnya waktu pelaksanaan bimtek membuat simulasi proses penghitungan dan rekapitulasi menjadi tidak efektif, padahal simulasi ini menjadi penting untuk menggambarkan proses pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara mengingat sebagian besar anggota PPS dan KPPS enggan membaca buku panduan KPPS. Meskipun demikian, PPK Kramat Watu, PPK Cibeber dan PPK Cileungsi sepakat mengatakan bahwa bimtek adalah penyegaran (up grading) terhadap anggota PPS dan KPPS, yang sebagian besar diantaranya sering terlibat sebagai anggota panitia pemilihan baik pada pemilu nasional ( 2004 dan 2009) maupun pada pemilihan kepala daerah (pilkada). Kualitas SDM dalam perekrutan anggota KPPS juga menentukan kapasitas penyelenggara pemilu. Sebagian besar PPS mengaku kesulitan merekrut anggota KPPS yang memiliki kemauan dan kemampuan sebagai KPPS sebagaimana yang diamanatkan dalam aturan tertulis KPU. Di tingkat pengawas pemilu, tidak berimbangnya jumlah Petugas Pengawas Lapangan (PPL) dibandingkan dengan jumlah TPS berimplikasi kepada tidak maksimalnya fungsi PPL sebagai mitra kerja PPS dan KPPS dalam mengawal proses pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS. Persyaratan anggota PPK, PPS dan KPPS mengacu pada aturan yang dibuat oleh KPU seperti berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun, berpendidikan paling rendah SLTA atau yang sederajat sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran (SE) KPU tentang Pengangkatan Anggota KPPS Pemilu tahun Fakta di lapangan bahwa persyaratan tersebut sulit untuk diimplemementasikan, karena sulit untuk merekrut KPPS sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Ketua PPS Desa Terate, Kecamatan Kramat Watu, Kabupaten Serang, sangat sulit memenuhi persyaratan anggota KPPS sebagaimana yang tertuang dalam aturan KPU tersebut. Ketersediaan SDM yang ada di tingkat desa menjadi kendala utama dalam merekrut anggota KPPS. Di PPS Desa Terate Kecamatan Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 19

23 Kramat Watu Kabupaten Serang masih ditemukan anggota KPPS yang hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Pengakuan yang sama juga dilontarkan oleh ketua PPS Cibeber Kecamatan Cibeber Kota Cilegon dan PPS Limus Nunggal Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor, menurut ketua PPS Cibeber, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon, bagi sebagian besar masyarakat, tugas dan tanggungjawab menjadi KPPS sangat berat jika dibandingkan dengan penghargaan yang didapat sehingga banyak SDM yang memenuhi kriteria tidak berkenan menjadi anggota KPPS. Untuk mengatasi hal ini, PPS Desa Limus Nunggal Kecamatan Cileungsi menunjuk perangkat desa seperti pengurus RT dan RW sebagai anggota KPPS. Sebagian besar PPS hanya merekrut ketua KPPS saja selanjutnya ketua KPPS yang merekrut anggotanya. Dari sisi pengawas pemilu, cakupan wilayah pengawasan dan jumlah petugas pengawas lapangan (PPL) yang tidak berimbang diakui oleh panwascam Kramat Watu dan Panwascam Cileungsi. Proporsi jumlah PPL juga ditemukan tidak berimbang antara satu desa dengan desa lainnya di wilayah kecamatan yang sama. Menurut panwascam hal ini menyebabkan PPL tidak mampu memberikan pengawasan maksimal pada tiap TPS terutama pada proses penghitungan suara di tingkat TPS. Namun demikian untuk mengatasi hal ini, panwascam memberikan skala prioritas pengawasan terhadap PPS atau KPPS yang dianggap memiliki tingkat potensi pelanggaran yang tinggi. Pemahaman Suara Tidak Sah Pengadministrasian hasil suara pemilu legislatif (Pileg) dicatat dalam sertfikat rekapitulasi perhitungan suara mulai dari tingkat KPPS hingga KPU Provinsi. Masing-masing sertifikat di setiap rekapitulasi hasil perhitungan suara Pileg diberikan kode tersendiri. Kode C1 untuk sertfikat di tingkat KPPS atau TPS, D1 di tingkat PPS, DA-1 di tingkat PPK, DB-1 di tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan DC1 di tingkat KPU Provinsi. Di dalam sertifikat termuat 3 jenis kolom yang harus diisikan oleh petugas/penyelenggara pemilu pada setiap tingkatan, yaitu: kolom I adalah kolom Data Pemilih dan Penggunaan Hak Pilih, kolom II adalah kolom Data Penggunaan Hak Suara, dan kolom III adalah kolom Suara Sah dan Tidak Sah. Dalam hal suara tidak sah, KPU telah memberikan petunjuk mengenai surat suara yang dinilai sah dan tidak sah berdasarkan cara mencoblos. Terdapat 15 poin cara mencoblos yang dinilai sah dalam memberikan suara dan 4 poin cara mencoblos yang menyebabkan suara tidak sah. Keempat poin tersebut sebagai berikut: Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 20

24 No Cara Mencoblos Tidak Sah Surat Suara Pileg DPR RI 2014 Tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan 1 nama Partai Politik, Sedangkan tanda coblos calon terletak pada partai politik yg berbeda, suaranya dinyatakan Tanda coblos terletak hampir mengenai garis/diluar kolom pada kolom 2 yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, suaranya dinyatakan Tanda coblos terletak diantara kolom Partai Politik, suaranya 3 dinyatakan Tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan nama Partai Politik, DAN tanda coblos pada kolom yang memuat nomor 4 urut dan nama calon, SERTA ada tanda coblos diluar kolom, suaranya dinyatakan Sumber: Buku Panduan KPPS, Pemilu Legislatif 2014 Penjelasan KPU mengenai surat suara tidak sah adalah dalam kerangka tata-cara pencoblosan, karena memang sebagai hal yang paling mudah dijelaskan untuk mengantisipasi kesalahan pada tingkat pencoblosan maupun pada tingkat penulisan hasil. Kesalahan yang bersumber dari kesalahan pencatatan oleh petugas (human error) dinilai akan dapat terdeteksi melalui proses pencatatan dan pendokumentasian rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilu legislatif yang dilakukan secara berjenjang. Pada praktiknya, penjelasan KPU mengenai suara sah dan tidak sah yang seyogyanya telah tersosialisasi secara baik melui Bimtek, tidak secara efektif memberikan pemahaman yang benar dan seragam kepada semua petugas di tingkat ad-hoc, seperti KPPS. Sebagaimana yang dinyatakan oleh anggota KPU Provinsi Jawa Barat bahwa kesalahan penetapan suara tidak sah satu diantaranya karena KPPS masih mengikuti ketentuan yang berlaku pada pemilu Pada pemilu legislatif 2014, apabila surat suara dicoblos lebih dari satu di nomor urut dan nama caleg dalam parpol yang sama, maka suaranya dihitung 1 (satu) untuk parpol, sedangkan hal yang sama pada pemilu 2009 cara pencoblosan seperti ini dianggap tidak sah. Menurut anggota KPU Provinsi Jawa Barat, potensi kesalahan pada proses penghitungan suara akan terjadi jika panitia penyelenggara pemilu seperti anggota KPPS yang pernah bertugas sebagai KPPS pada pemilu sebelumnya tidak melakukan up grade pemahaman atas penetapan suara sah dan tidak sah pada pemilu legislatif Namun demikian potensi kesalahan ini sangat kecil terjadi pada proses akhir penetapan perolehan suara sah dan tidak sah, karena proses penghitungan dan rekapitulasi yang berjenjang mulai dari tingkat PPS, PPK, KPU Kabupaten / Kota sampai KPU Provinsi yang juga diikuti oleh saksi dan pengawas pemilu. Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 21

25 Secara umum pemahaman penyelenggara pemilu terhadap suara sah dan tidak sah cukup baik. Beberapa kesalahan yang terjadi pada proses pengitungan dan rekapitulasi adalah pada tahap pencatatan hasil penghitungan kedalam form rekapitulasi perolehan suara seperti kesalahan penulisan pada kolom dan baris yang tersedia pada masing-masing form. Pemahaman penyelenggara pemilu terkait dengan tahapan penentuan suara sah dan tidak sah dinilai anggota PPK Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang sudah cukup baik, hal ini terlihat dari sedikitnya pertanyaan yang muncul dari PPS dan KPPS dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara, demikian halnya dengan tahapan penghitungan suara yang dimulai dari DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota. Hal yang sama diutarakan oleh Ketua PPK Kecamatan Cibeber Kota Cilegon dan ketua PPK Cileungsi Kabupaten Bogor, penentuan suara sah dan tidak sah menjadi fokus utama pada saat bimtek terhadap PPS dan KPPS. Namun demikian paska bimtek semua PPK mengakui jika masih ada PPS dan KPPS yang berkonsultasi terkait dengan penentuan suara sah dan tidak sah. Paska bimtek termasuk pada proses penghitungan dan rekapitulasi suara, masih ada anggota PPS dan KPPS yang berkonsultasi terkait suara sah dan tidak sah, sebagian besar pertanyaan yang muncul adalah kasuskasus yang sudah diatur jelas dalam buku panduan KPPS. Kejadian ini kami duga karena KPPS tidak memahami dengan baik buku panduan KPPS 2. Hal yang sama juga terjadi di PPS Limus Nunggal Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor, konsultasi paska bimtek juga terjadi termasuk pada proses penghitungan dan rekapitulasi, pemahaman KPPS yang kurang atas penentuan suara sah dan tidak sah justru menimbulkan perdebatan antara KPPS dan saksi partai politik. Konsultasi ini sengaja kami buka sebagai cara untuk menyelesaikan kendala di lapangan secara lebih dini. Ada kasus konsultasi dilakukan oleh KPPS ketika saksi begitu dominan di TPS tersebut. KPPS yang tidak memiliki pemahaman yang utuh atas suara sah dan tidak sah membuat saksi menjadi dominan dalam menentukan suara sah dan tidak sah, pada kasus seperti ini kami menjadikan buku panduan KPPS sebagai acuan bersama dalam menyelesaikan perbedaan pendapat terkait penentuan suara sah dan tidak sah 3 2 Hasil wawancara dengan PPK Kramat Watu tanggal 08 Agustus Hasil wawancara dengan PPS Limus Nunggal tanggal 27 Agustus 2014 Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 22

26 Menurut dosen ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, salah satu faktor yang paling menjamin pemahaman penyelenggara pemilu atas ketentuan mengenai suara sah dan tidak sah adalah jika penyelenggara pemilu membaca dan memahami dengan baik semua ketentuan KPU mengenai pelaksanaan pemilu legislatif 2014 termasuk buku panduan KPPS yang diterbitkan oleh KPU. Temuan di Jawa Tengah Dapil III mengindikasikan asimetri informasi dari penyelenggara pemilu mengenai suara tidak sah yang sekaligus mengimplikasikan variasi pemahaman mengenai alokasi suara tidak sah. Menurut Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, tingginya suara sah di Jawa Tengah Dapil III karena (1) perilaku pemilih dan (2) masalah pengadministrasian suara. Penjelasan mengenai masalah pengadministrasian suara adalah dalam konteks pengadministrasian hasil suara pemungutan suara ulang (PSU) di 251 TPS di Jawa Tengah, yang mana 200 TPS sesungguhnya merupakan pemungutan suara lanjutan (PSL) dan 51 TPS sebagai yang benar-benar PSU. Menurut Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, dalam konteks ini adalah bagaimana memperlakukan suara sebelum PSU, karena tidak ada Peraturan KPU (PKPU) yang menjelaskan mengenai hasil suara terkait dengan PSU, maka hasil PSU tersebut dimasukkan ke dalam kolom suara tidak sah. Pada waktu perhitungan suara di tingkat KPPS, kotak suara lama sebelum PSU tidak dihitung karena dianggap tidak terpakai, namun ketika diserahkan kepada KPU Provinsi, tampaknya hal tersebut menjadi pertanyaannya, apakah surat suara dalam kotak lama sebelum PSU dianggap tidak ada atau dimasukkan dalam kolom suara tidak sah. Kekosongan aturan mengenai hasil suara ketika terjadi PSU mendorong ijtihad dari KPU Provinsi untuk menuliskannya sebagai suara tidak sah. Di Jawa Tengah terdapat 201 TPS yang PSU, yang murni PSU ada 51 TPS dan 200 TPS merupakan pemungutan suara lanjutan dan rekapitulasi ulang Dan itu secara administrasi dimasukkan dalam kolom tidak sah, karena PKPU tentang PSU tidak ada dan kolomnya juga tidak ada. Kalau kotak yang lama PSU tidak dihitung, lalu kita menerima surat suara tersebut, misal ada 500 surat suara, ketika yang terpakai 300, tapi sisanya kok hanya 100, berarti kan yang seratus itu ada dalam kotak itu (yang dianulir karena PSU-pen), pertanyaannya dimasukkan di mana? Karena tidak ada kolomnya maka dimasukkan dalam suara tidak sah. 4 Pernyataan berbeda disampaikan oleh salah seorang anggota KPU Kabupaten Pati, bahwa suara dalam kotak sebelum PSU dianggap tidak ada secara hukum, karena pelaksanaan pemungutan suaranya dinilai cacat hukum, oleh karena itu 4 Hasil wawancara dengan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, tanggal 8 Agustus 2014 Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 23

27 hasilnya juga tidak bisa dipakai. Surat suaranya tidak bisa diketegorikan surat suara rusak atau tidak sah, karena pengertian surat suara rusak dan tidak sah tidak merujuk kepada kasus PSU. Surat suara PSU kotak sebelum pelaksanaan PSU, pen. tidak bisa dihitung karena dianggap batal secara hukum, jadi otomatis tidak dapat dilaporkan dalam dokumen rekapitulasi suara 5 Pada tingkat adhoc, salah seorang aggota PPS di Desa Winong, Kecamatan Winong, memahami bahwa surat suara yang tidak dicoblos karena terdapat pemilih yang tidak datang ke TPS dianggap sebagai suara tidak sah. Desa Winong, sebagian penduduknya merupakan pekerja migran (TKI) di Malaysia, banyak dari penduduk yang masih bekerja di luar negeri tidak berada di tempat pada saat pemilu legislatif, tanggal 9 April, padahal mereka sudah terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ketika dilaksanakan pencoblosan, banyak surat suara yang tidak terpakai karena para pemilih yang terdata tidak mendatangi TPS, karena tidak berada di tempat, masih berada di luar negeri. PPS berkewajiban untuk memberikan tanda silang bagi surat suara yang tidak dicoblos tersebut untuk menandai bahwa surat suara tersebut rusak. Hanya saja karena kerusakannya bukan karena kerusakan surat suara atau karena salah mencoblos, maka surat suara tersebut dilaporkan sebagai surat suara tidak sah. 6 Hal tersebut dapat menyebabkan suara tidak sah, khususnya suara tidak sah pada tingkat DPR RI menjadi tinggi. Penetapan dan Pencatatan Suara Sah dan Tidak Sah Dalam pemilu legislatif 2014, diakui oleh banyak informan yang diwawancarai bahwa berkas-berkas perhitungan dan rekapitulasi suara terlalu komplek, sangat banyak kolom yang harus ditulis oleh petugas yang berkonsekuensi waktu dan konsentrasi, sehingga human error atau kesalahan pada saat pencatatan hasil pemilu pada tahap perhitungan dan rekapitulasi suara berpotensi dilakukan oleh KPPS, PPS dan PPK. Kesalahan dalam mengisi form rekap diakui oleh PPK Kramat Watu dan PPK Cileungsi di lokasi studi bahwa masih ada KPPS dan PPS yang melakukan kesalahan pada tahap pencatatan perolehan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Umumnya kesalahan yang terjadi adalah penempatan penulisan dan penjumlahan perolehan suara tidak pada baris atau kolom yang seharusnya. Hal ini tidak merubah data perolehan suara masing-masing caleg 5 Hasil wawancara dengan anggota KPU Kab. Pati, tanggal 11 Agustus hasil wawancara dengan PPS Desa Winong, Kabupaten Pati, Tanggal, 9 Agustus 2014 Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES 24

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG SURAT SUARA CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI, DAN

Lebih terperinci

Tahap Penetapan Hasil. Pemungutan Suara. Kampanye. Tahap Jelang Pemungutan Dan Penghitungan Suara. Tahap Pencalonan. Tahap Pendaftaran Pemilih

Tahap Penetapan Hasil. Pemungutan Suara. Kampanye. Tahap Jelang Pemungutan Dan Penghitungan Suara. Tahap Pencalonan. Tahap Pendaftaran Pemilih Pemungutan Suara Pemungutan Suara PPS Mengumumkan Salinan Hasil Dari TPS 10 11 April 2009 Rekapitulasi Di PPK Rekapitulasi Di KPU Kab./Kota Rekapitulasi Di KPU Provinsi Rekapitulasi Di KPU Pusat Tahap

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 No. 46/08/17/III, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 SEBESAR 73,60 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 14/09/62/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016 SEBESAR 74,77 IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 53/08/12/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA UTARA 2014 IDI SUMATERA UTARA 2014 SEBESAR 68,02 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 9,22

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 No. 15/08/53/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI NTT TAHUN 2014 SEBESAR 68,81 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Oleh: Ani Soetjipto Akademisi Universitas Indonesia I. Hilangnya koherensi hulu-hilir tindakan affirmative

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 52/09/15/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAMBI 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI TAHUN 2015 IDI adalah indikator

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014 No. 49/08/82/Th.XIV, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014 TINGKAT DEMOKRASI DI MALUKU UTARA BERADA PADA KATEGORI SEDANG Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Maluku Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 47/8/ 13/Th. XIX, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2015 SEBESAR 67,46 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 3,47 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 20142014 TENTANG PENGAWASAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA DAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016* )

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016* ) INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016* ) No. 43/09/14/Th. XVIII, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DI PROVINSI RIAU TAHUN 2016 SEBESAR 71,89, MENGALAMI KENAIKAN DIBANDINGKAN TAHUN 2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 B P S P R O V I N S I A C E H No. 39/08/Th. XIX, 5 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI ACEH TAHUN 2015 SEBESAR 67,78 Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 14/08/62/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2015 SEBESAR 73,46 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan. Barat Tahun 2016

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan. Barat Tahun 2016 Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Kalimantan Barat 2016 No. 56/10/61/Th. XX, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2015

INDEKS DEMOKRASI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No.46/08/61/Th. XIX, 05 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2015 INDEKS DEMOKRASI (ID) PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2015 TURUN DIBANDINGKAN DENGAN ID KALIMANTAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA BARAT INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 No. 49/8/ 13/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2014 SEBESAR 63.99 DARI

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 53/09/72/Th. XX, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI PROVINSI SULAWESI TENGAH 2015.

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA UTARA 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA UTARA 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 54/09/12/Thn. XX, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA UTARA 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA UTARA 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 15/09/53/Th. XX, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI NTT TAHUN 2016 MENGALAMI KE

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 51/09/13/Th. XX, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2016 SEBESAR 54,41 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 13,05 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No.50/08/61/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2014

Lebih terperinci

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 NO. ISU STRATEGIS URAIAN PERMASALAHAN USULAN KPU 1. Penyelenggara - KPU dalam relasi dengan lembaga lain terkesan ditempatkan sebagai subordinat.

Lebih terperinci

No.852, 2014 BAWASLU. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Perolehan Suara. Rekapitulasi. Pengawasan.

No.852, 2014 BAWASLU. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Perolehan Suara. Rekapitulasi. Pengawasan. No.852, 2014 BAWASLU. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Perolehan Suara. Rekapitulasi. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 20142014 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015 Jakarta, 1 September 2015 PENGANTAR Pemilu merupakan sarana pelaksanaan demokrasi prosedural yang diatur oleh UU. Pasca pengesahan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2014 No. 40/08/36/Th.IX, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2014 SEBESAR 75,50 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 5,71 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 49/08/32/Th.XVII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2014 SEBESAR 71,52 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA DAN PENETAPAN HASIL

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2016 No. 56/09/76/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016 No. 82/9/71/Th. XI, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016 SEBESAR 76,34 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100. IDI adalah

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 No. 46/08/72/Th. XIX, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 MENINGKAT DIBANDINGKAN DENGAN IDI SULAWESI TENGAH 2014.

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 No. 58/08/71/Th. IX, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 SEBESAR 83,94 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NUSA TENGGARA BARAT 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NUSA TENGGARA BARAT 2016 No.61/09/52/Th. IV, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NUSA TENGGARA BARAT 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NTB 2016 MENGALAMI KENAIKAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI NTB 2015. IDI adalah

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 No. 52/09/32/Th.XVII, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 41/08/14/Th. XVII, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DI PROVINSI RIAU TAHUN 2015 MENCAPAI ANGKA 65,83. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Provinsi

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016 No. 53/09/82/Th.XVI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI MALUKU UTARA

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 06/08/81/Th. XIX, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU 2015 SEBESAR 65,90 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 6,82 POIN DIBANDINGKAN DENGAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2014 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 52/08/76/Th.IX, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI BARAT 2014 SEBESAR 76,69 DALAM SKALA 0 SAMPAI

Lebih terperinci

PKPU NOMOR 26 TAHUN 2013

PKPU NOMOR 26 TAHUN 2013 PKPU NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 No. 40/08/31/th.XVII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 SEBESAR 84,70 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 13,52 POIN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEPULAUAN BANGKA No.54 /08/19/Th.III, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEP.BANGKA BELITUNG TAHUN 2015 SEBESAR 72,31

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016 No. 53/09/94/Th.IV, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI PAPUA 2016 SEBESAR 61,02 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 3,47

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN 1 Biro Perencanaan dan Data 1. Bagian Program dan Anggaran Menyusun rencana, program, anggaran,

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2013

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2013 No. 14/07/53/Th.XVII, 04 Juli 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2013 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NTT 2013 SEBESAR 73,29 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 0,62 POIN DIBANDINGKAN DENGAN IDI

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Pengertian KPPS

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Pengertian KPPS BAB 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian KPPS KPPS dibentuk oleh PPS atas nama KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 PROVINSI ACEH

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 PROVINSI ACEH B P S P R O V I N S I A C E H No. 43/09/Th. XX, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 PROVINSI ACEH INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 PROVINSI ACEH MENGALAMI KENAIKAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

dikatakan baik jika indeks di atas 80, dikatakan sedang jika indeksnya antara 60 80, dan dikatakan

dikatakan baik jika indeks di atas 80, dikatakan sedang jika indeksnya antara 60 80, dan dikatakan No. 47/08/94/ Th. II, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI PAPUA 2014 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Papua 2014 Sebesar 62,15 Dari Skala 0 Sampai 100, Angka Ini Naik 1,23

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 57/08/71/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 SEBESAR 79,40 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULTRA 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULTRA 2014 No. 75/08/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULTRA 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGGARA 2014 TERCATAT 70,13 (SKALA 0 100), NAIK17,52 POIN DIBANDING IDI SULAWESI

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016 No. 54/09/36/Th.XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA IDI Banten 2016

Lebih terperinci

https://maluku.bps.go.id

https://maluku.bps.go.id No. 05/09/Th. XX, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU 2016 MENGALAMI CUKUP PESAT DIBANDINGKAN DENGAN 2015. 1. Perkembangan Indeks Demokrasi

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Sumatera Selatan 2016

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Sumatera Selatan 2016 No. 56/10/16/Th.XIX, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Sumatera Selatan 2016 IDI Provinsi Sumsel tahun 2016 sebesar 80,95, meningkat

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2016 No. 57/09/17/IV, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN TAHUN 2015. IDI

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEPULAUAN BANGKA No. 57/08/Th.II, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEP.BANGKA BELITUNG TAHUN 2014 SEBESAR 75,32 DARI

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULTRA 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULTRA 2016 No. 51/09/Th. XX, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULTRA 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGGARA 2016 TERCATAT 71,13 (SKALA 0 100), NAIK 1,69 POIN DIBANDING IDI SULAWESI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2013

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2013 No. 35/07/31/XVI, 7 Juli 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2013 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2013 SEBESAR 71,18 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 6,54 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.373, 2014 KPU. Rekapitulasi. Perolehan Suara. Kecamatan. Kabupaten/Kota. Kecamatan. Pemilu DPR. Perubahan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN SELEKSI CALON ANGGOTA KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA (KPPS) DAN PETUGAS KETERTIBAN TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI MUARO JAMBI PADA PEMILIHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik baik di pemerintah maupun di legislatif. Pelaksanaan pemilihan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DIAN KARTIKASARI, KOALISI PEREMPUAN INDONESIA DISKUSI MEDIA PUSKAPOL, PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KPU DAN BAWASLU, JAKARTA,

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015 No. 35/08/31/th.XVIII, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015 SEBESAR 85,32 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 0,62 POIN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 Adapun dasar usulan tersebut adalah bahwa pencetakan Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota waktunya relatif singkat, jumlah oplaagnya untuk setiap Daerah

2 Adapun dasar usulan tersebut adalah bahwa pencetakan Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota waktunya relatif singkat, jumlah oplaagnya untuk setiap Daerah TANGGAPAN TERHADAP TEMUAN PEMERIKSAAN INVESTIGATIF BADAN PEMERIKSA KEUANGAN ATAS PENGADAAN SURAT SUARA PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN/KOTA TAHUN 2004 TEMUAN I Keputusan Rapat

Lebih terperinci

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010;

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010; -- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 0 Tahun 00; 4. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009 72 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pengawas pemilu adalah Panitia Pengawas dengan tingkatan yang berbeda yang melakukan pengawasan terhadap seluruh proses penyelenggaraan pemilu. Pengawas pemilu adalah lembaga

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Bali 2016 sebesar 78,95 IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Lebih terperinci

No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN KAMPANYE

Lebih terperinci

Perolehan Suara Menjadi Kursi

Perolehan Suara Menjadi Kursi Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Indonesian Parliamentary Center (IPC) 2014 Cara Penghitungan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015 No. 46/08/32/Th.XVIII, 05 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015 RELATIF LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN IDI NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum Legislatif atau Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Eksekutif atau Pemilu Presiden dan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2015 BAWASLU. Penghitungan Suara. Pilkada. Pemungutan Suara. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci