UNIVERSITAS INDONESIA MERUMUSKAN LEARNING ORGANIZATION MELALUI ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI RS.MASMITRA PROPOSAL TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA MERUMUSKAN LEARNING ORGANIZATION MELALUI ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI RS.MASMITRA PROPOSAL TESIS"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA MERUMUSKAN LEARNING ORGANIZATION MELALUI ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI RS.MASMITRA PROPOSAL TESIS MIRA PUSPITASARI NIM PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK.. DAFTAR LAMPIRAN i iii iv v vi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety) Konsep Budaya Budaya Keselamatan Budaya Keselamatan Pasien Budaya Organisasi Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dari Budaya Organisasi Konsep Learning Organizatin (Organisasi Pembelajar) Kesimpulan Tinjauan Pustaka GAMBARAN UMUM RS.MASMITRA 3.1 Sejarah RS.Masmitra Visi, Misi, Motto dan Nilai Yang Dimiliki RS.Masmitra Profil Rumah Sakit Jenis Pelayanan Struktur Organisasi RS.Masmitra Gambaran Ketenagaan RS.Masmitra Indikator Pelayanan RS.Masmitra 47 4 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL 4.1 Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien Kerangka Teori Budaya Organisasi Kerangka teori Learning Organization (Organisasi Pembelajar) Kerangka Konsep Penelitian Definisi Operasional Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Definisi Operasional Komponen Budaya Organisasi 55 i

3 5 METODE PENELITIAN 5.1 Desain Penelitian Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif Etika Penelitian DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. ii

4 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Data Insiden Keselamatan Pasien Yang Tercatat di RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan Tabel 2.1 Tipe Budaya Organisasi Tabel 2.2 Profil Budaya Organisasi.. 34 Tabel 3.1 Gambaran Ketenagaan RS.Masmitra Tabel 5.1 Jumlah Sampel Tenaga Klinis Tabel 5.2 Daftar Informan Penelitian Kualitatif Tabel 5.3 Daftar Pertanyaan Penelitian kualitatif. 62 iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tingkatan Budaya Schein Gambar 2.2 Komponen dan Tingkatan Intervensi Organisasi. 30 Gambar 2.3 Karakteristik Tipe Budaya Organisasi 33 Gambar 2.4 Konsep Budaya Keselamatan (Safety Culture) dalam Budaya Organisasi. 35 Gambar 2.5 Subsystem Learning Organization. 38 Gambar 3.1 Struktur Organisasi RS.Masmitra Gambar 3.2 BOR (Bed Occupancy Rate) RS.Masmitra tahun 2011, dan Gambar 3.3 ALOS (Average Length of Stay) RS.Masmitra tahun 2011, dan Gambar 3.4 TOI (Turn Over Interval) RS.Masmitra tahun 2011, dan Gambar 4.1 Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien.. 49 Gambar 4.2 Kerangka Teori Budaya Organisasi Gambar 4.3 Kerangka Teori Learning Organization Gambar 4.4 Kerangka Konsep Penelitian iv

6 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Insiden Keselamatan Pasien yang Tercatat di RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan v

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Informed Consent.... Lampiran 2 Persetujuan Sebagai Responden.. Lampiran 3 Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Lampiran 4 Kuesioner Budaya Organisasi.. vi

8 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak ada satupun dokter atau petugas kesehatan yang ingin mencelakakan pasiennya. Oleh karena itu, Keselamatan Pasien (KP/Patient Safety) menjadi isu penting dan terus menerus disosialisasikan dalam lingkungan pelayanan kesehatan. Isu global ini didukung oleh makin maraknya tuntutan terhadap pelayanan rumah sakit yang berbasis keamanan/keselamatan pasien yang tinggi, yang pada akhirnya mempertaruhkan citra rumah sakit sendiri. Pada tahun 2000, Institute of Medicine (IOM) mempublikasikan laporan yang sangat mengejutkan dunia kesehatan : TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System. Laporan tersebut menjelaskan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event) sebesar 2,9% dimana 6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New York, KTD adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar per tahun (Depkes RI, 2006). Angka ini lebih besar dibandingkan angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas per tahun di Amerika dan tiga kali lebih besar dibandingkan angka kematian akibat hancurnya menara WTC (Weingart et al, 2000). Publikasi WHO pada tahun 2004 juga menyatakan adverse event dengan rentang 3,2-16,6% pada rumah sakit di berbagai negara, yaitu : Amerika, Inggris, Denmark dan Australia. Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 1

9 WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (Depkes RI, 2006). Laporan tersebut menyadarkan banyak pihak, mulai dari masyarakat umum, penyedia jasa kesehatan maupun stakeholders dalam pelayanan kesehatan untuk segera mengambil tindakan dalam meminimalkan terjadinya kesalahan serta dengan segera menyusun rencana perubahan dalam sistem pelayanan agar mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Berdasarkan laporan tersebut, banyak usaha menurunkan angka kesalahan dan meningkatkan KP dengan fokus pada individu bukan pada sistem atau proses (Woodhouse et al, 2004). Di Indonesia, laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi pada tahun 2007 dilaporkan provinsi DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diantara delapan provinsi lainnya (Jawa Tengah 15,9%, D.I.Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 1,07% dan Sulawesi Selatan 0,7%) (KKP-RS, 2008). Data tentang KTD diatas menurut Depkes RI (2006) belum terlalu mewakili KTD yang sebenarnya di Indonesia. Data statistik nasional mengenai KTD di Indonesia belum ada namun berdasarkan penelitian-penelitian yang ada dan kasus-kasus yang terjadi, jumlah KTD dapat diperkirakan relatif tinggi (Budiharjo, 2008). Rumah sakit (RS) merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat

10 3 terjadi KTD (Depkes RI, 2006). Yang mana KTD dapat mengakibatkan terjadinya injury atau kematian pada pasien. Mempertimbangkan misi RS untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien, mengharuskan RS untuk berusaha mengurangi medical error. Maka dikembangkan sistem KP yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. KP telah menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan di RS berhubungan erat dengan mutu dan citra rumah sakit. KP adalah salah satu komponen kritis dari mutu pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman (Depkes RI, 2006). Peningkatan mutu dan keselamatan pasien memerlukan kerja tim yang solid yang merupakan praktik kolaboratif antara komunikasi yang efektif, penyelesaian tugas dan hasil yang akurat dan perumusan tanggungjawab yang jelas. Pemahaman yang realistis terhadap risiko yang melekat pada dunia kedokteran modern memerlukan kemampuan professional untuk bekerjasama dengan semua pihak dalam mengadopsi pendekatan sistem yang proaktif untuk keselamatan dan dijalankan dengan tanggung jawab professional (WHO Patient Safety Curiculum, 2011). Meskipun manusia adalah penyebab utama terjadinya kesalahan namun unsur menyalahkan bukanlah cara yang efektif untuk meningkatkan keselamatan pasien (IOM, 2000). Dalam upaya meminimalisir terjadinya medical error atau KTD yang terkait dengan aspek keselamatan pasien, manajemen RS perlu menciptakan budaya keselamatan pasien. Hal tersebut dikarenakan banyak rumah sakit yang mengaplikasikan sistem keselamatan yang baik, tetapi pada kenyataannya KTD tetap terjadi.

11 4 Meskipun pada umumnya jika sistem dapat dijalankan dengan sebagaimana mestinya maka KTD dapat ditekan sekecil-kecilnya, namun fakta menunjukkan bahwa sistem tidak dapat berjalan secara optimal jika kompetensi dan nilai-nilai atau budaya yang ada tidak mendukung (Budihardjo, 2008). Terkait dengan upaya-upaya KP untuk menekan angka KTD di RS, diyakini bahwa upaya menciptakan/membangun budaya keselamatan (safety culture) merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam upaya mencapai KP. Sebagaimana tercantum dalam langkah pertama dari konsep Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit di Indonesia yaitu Bangun kesadaran akan nilai KP, ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Menurut Cahyono (2008) hambatan yang paling berat dalam penerapan keselamatan pasien adalah bagaimana menciptakan safety culture sebagai fondasi program keselamatan pasien. Institute of Medicine (IOM) melaporkan bahwa safety culture yang kuat berpotensi untuk meminimalkan kesalahan medis. Agency for Health Research and Quality/AHRQ (2011) mengatakan bahwa untuk membangun KP, harus ada lingkungan atau budaya yang memungkinkan para profesi di RS untuk berbagi informasi mengenai masalah-masalah KP kemudian melakukan tindakan untuk perbaikan. Permulaan dari proses pengembangan program KP adalah melakukan penilaian terhadap budaya KP. Hasil penilaian dapat digunakan untuk mengidentifikasi area/unit yang akan dikembangkan, evaluasi program, untuk membuat perbandingan secara internal maupun eksternal dan sebagai dasar pembuatan kebijakan (Nieva, 2003).

12 5 Dengan demikian, budaya keselamatan pasien dapat diartikan sebagai bagian dari aspek budaya organisasi, dalam hal ini organisasi manajemen RS. Budaya tersebut dianggap sebagai sikap, nilai, keyakinan, persepsi, norma, kompetensi dan prosedur terkait keselamatan pasien. Budaya KP juga membentuk persepsi dokter dan staf mengenai perilaku yang normal terkait KP di wilayah kerja mereka (Weaver et al, 2013). Di lingkup organisasi layanan kesehatan, penelitian tentang budaya keselamatan pasien adalah suatu area penelitian yang sedang tumbuh pesat. Di Indonesia sendiri belum banyak institusi pelayanan kesehatan yang melakukan pengkajian budaya keselamatan pasien apalagi yang dikaitkan dengan budaya organisasi. Adalah penelitian yang dilakukan oleh Iriviranty, A (2014) pada sebuah RS ibu dan anak yang mengkaitkan budaya keselamatan pasien dengan budaya organisasi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa budaya organisasi tipe clan menekankan kolaborasi dengan strategi mutu yang digunakan sebagai acuan untuk perencanaan langkah-langkah pengembangan KP. Sementara sedikit peneliti lainnya melakukan analisa dari dimensi-dimensi budaya keselamatan pasien, seperti penelitian yang dilakukan oleh Hamdani, S (2007) pada salah satu RS menjelaskan bahwa dimensi kerjasama dalam unit, dimensi komunikasi tentang kesalahan dan dimensi kerjasama antar unit adalah membudaya kuat. Sementara dimensi staffing, frekuensi pelaporan kejadian dan dimensi respon non punitive untuk kesalahan adalah membudaya rendah. Sedangkan dimensi budaya KP lainnya adalah membudaya sedang (Hamdani S, 2007). Menurut Ramanujam et al (2005), dalam merespon kebutuhan terhadap peningkatan keselamatan pasien, organisasi pelayanan kesehatan harus membangun strategi untuk menciptakan learning organization (LO)

13 6 dimana setiap partisipan yang ada dalam proses pelayanan, terlibat dalam pembelajaran yang kontinu. Penerapan strategi ini mensyaratkan beberapa perubahan : melakukan desain ulang proses kerja agar kesalahankesalahan lebih bisa terlihat, memberikan insentif bagi praktisi yang memberikan informasi tentang kesalahan, menciptakan situasi informal di mana orang merasa aman secara psikologis dalam membicarakan kesalahan-kesalahan mereka dan mendapatkan bantuan satu sama lain serta membangun sistem informasi yang memfasilitasi penyimpanan informasi, penelusuran dan pengkajiannya. Dalam pengertian ini, tantangan dalam keselamatan pasien lebih banyak bersifat organisasi sebagaimana tantangannya dari sisi klinis. Dalam kaitannya dengan isu KP yang kini menjadi isu aktual di institusi pelayanan kesehatan, peneliti melakukan studi eksplorasi dan wawancara informal di RS.Masmitra. Berdasarkan wawancara informal dengan perwakilan manajemen, dirasakan inisiatif manajemen RS.Masmitra cukup baik dalam merespon hal keselamatan pasien. Ini dapat terlihat dari beberapa kali pengiriman perawat untuk mengikuti pelatihan bertema keselamatan pasien. Adapun hasil wawancara informal dengan perawat rawat inap dan beberapa dokter didapat bahwa di RS.Masmitra telah beberapa kali terjadi insiden keselamatan pasien di ruang rawat inap. Sebagian besar faktor yang berperan adalah lemahnya beberapa bagian dari dimensi budaya keselamatan pasien, seperti masalah komunikasi antar staf, masalah proses serah terima pasien, kurangnya supervisi ataupun masalah dalam hal pengaturan staf. Bahkan beberapa kali terjadi kasus sentinel yang menguras perhatian manajemen karena harus menghadapi ancaman tuntutan hukum dan pemberitaan di media massa. Tentu saja hal ini dapat berdampak pada citra dan reputasi rumah sakit di mata

14 7 masyarakat. Terjadinya insiden tersebut mengindikasikan upaya KP di RS.Masmitra belum berjalan baik. Pengkajian budaya KP dapat merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya menerapkan KP, dimana diharapkan hasil dari pengkajian ini dapat menjadi dasar penerapan perbaikan mutu dan keselamatan pasien di RS.Masmitra. Konsep LO merupakan konsep yang penting dalam mendukung upaya penerapan program KP. Dengan adanya konsep LO yang baik maka diharapkan akan terjadi perbaikan yang berkelanjutan sehingga tercipta budaya KP yang baik. Yang mana sangat diperlukan sebagai acuan dalam perencanaan langkah-langkah upaya penerapan KP dalam rangka rencana akreditasi tahun 2015 di RS.Masmitra. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang no.44 tahun 2009 tentang RS, yang mewajibkan akreditasi yang berfokus pada keselamatan pasien. RS.Masmitra adalah rumah sakit swasta tipe D yang memiliki kapasitas 63 tempat tidur, yang terdiri dari SVIP, VIP, kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Tenaga klinis yang berkolaborasi memberikan asuhan pada pasien terdiri dari tenaga medis (dokter umum dan dokter spesialis), tenaga keperawatan (perawat dan bidan) serta tenaga penunjang medis (staf farmasi, staf laboratorium, staf radiologi, staf fisioterapi dan ahli gizi) yang beberapa diantaranya telah mengikuti pelatihan bertema keselamatan pasien. Sesuai program kerja RS.Masmitra, yang direncanakan akan mengikuti akreditasi pada tahun 2015, dengan demikian sangat perlu untuk segera menata standard pelayanan berbasis keselamatan pasien sesuai persyaratan akreditasi. Dengan semakin luasnya cakupan pelayanan dan melihat terus meningkatnya angka perawatan di RS.Masmitra, maka tuntutan dalam

15 8 menjamin KP dan memberikan pelayanan yang bebas dari kesalahan pun makin besar. Dari notulen morning report 3 tahun terakhir (tahun 2011, tahun 2012 dan tahun 2013) didapat data KTD yang menunjukkan tren yang makin meningkat ditambah lagi beberapa insiden yang tidak tercatat ataupun terabaikan sehingga hal ini merupakan masalah yang harus segera diatasi. Tabel 1.1. Data Insiden Keselamatan Pasien yang tercatat di RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013 TAHUN KESALAHAN PENGAMBILAN DARAH KESALAHAN PEMBERIAN OBAT PASIEN JATUH Sumber : buku laporan morning report Grafik 1.1. Insiden Keselamatan Pasien yang tercatat di RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013 Sumber : buku laporan morning report Dari uraian di atas, maka alternatif langkah pertama yang mendasar dalam upaya menerapkan standar pelayanan berbasis keselamatan pasien di RS.Masmitra adalah mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien yang ada dan mengetahui gambaran budaya organisasi yang dianut

16 9 kemudian menyusun strategi organisasi untuk menerapkan KP dalam rangka menciptakan learning organization. Langkah ini dirasakan perlu dilakukan karena tantangan utama untuk memperbaiki keselamatan pasien adalah mencapai adanya suatu perubahan budaya (Sandars&Cook, 2007) dan untuk dapat mendukung upaya transformasi tersebut diperlukan sebuah konsep learning organization (Thomsen&Hoest, 2001). 1.2 Rumusan Masalah Semakin luasnya cakupan pelayanan dan terus meningkatnya angka perawatan di RS.Masmitra maka tuntutan dalam menjamin KP dan memberikan pelayanan yang bebas dari kesalahan pun semakin besar. Hal tersebut didukung dengan makin meningkatnya data insiden keselamatan pasien di RS.Masmitra baik yang tercatat maupun yang terabaikan sehingga segera menerapkan standard keselamatan pasien yang juga merupakan salah satu persyaratan akreditasi merupakan masalah yang harus segera diatasi. Membangun budaya keselamatan pasien merupakan langkah pertama dan sebagai fondasi dalam penerapan KP. Budaya keselamatan pasien dapat diartikan sebagai bagian dari aspek budaya organisasi yaitu sikap, nilai, keyakinan, persepsi, norma, kompetensi dan prosedur terkait dengan keselamatan pasien. Untuk dapat mendukung upaya transformasi tersebut perlu diciptakan sebuah konsep learning organization. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah belum diketahuinya gambaran budaya keselamatan pasien dan gambaran budaya organisasi sebagai dasar penerapan KP melalui perumusan learning organization di RS.Masmitra.

17 Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran budaya keselamatan pasien RS.Masmitra? Bagaimana gambaran budaya organisasi RS.Masmitra? Langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk menjadikan budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi Langkah-langkah apa yang dilakukan untuk merumuskan learning organization? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan umum Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien dan gambaran budaya organisasi serta menentukan langkah-langkah penerapan keselamatan pasien melalui perumusan learning organization di RS.Masmitra Tujuan khusus a. Mengidentifikasi budaya keselamatan pasien RS.Masmitra b. Mengidentifikasi budaya organisasi RS.Masmitra c. Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien antar profesi tenaga klinis yang memberikan asuhan pada pasien di RS.Masmitra d. Menentukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjadikan budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi e. Menentukan langkah-langkah untuk merumuskan learning organization di RS.Masmitra 1.5 Manfaat Penelitian Bagi rumah sakit : analisis budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi sebagai dasar penerapan KP dengan

18 11 merumuskan learning organization dapat menjadi langkah awal dalam proses identifikasi, evaluasi maupun sebagai dasar pembuatan kebijakan program keselamatan pasien di RS.Masmitra. Bagi peneliti : hasil penelitian ini bermanfaat sebagai acuan dan juga dapat menambah dan memperkaya wawasan peneliti dalam menerapkan program keselamatan pasien di RS tempat peneliti bekerja. Bagi peneliti lain : hasil penelitian dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan ataupun sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di RS.Masmitra sejak bulan Agustus sampai dengan September 2014 dengan melakukan survei pada tenaga klinis yang memberikan asuhan pada pasien di RS.Masmitra yang telah bekerja > 1 tahun sebagai karyawan/mitra kerja (untuk mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien). Dan melakukan survei pada pimpinan tingkat direksi, owner, manajer dan kepala unit yang telah bekerja > 2 tahun (untuk mengetahui gambaran budaya organisasi). Kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam untuk menyusun langkah-langkah dalam upaya menerapkan budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi sebagai dasar penerapan KP dengan merumuskan learning organization di RS.Masmitra. Penelitian didahului dengan wawancara informal dan studi eksplorasi dengan perawat dan beberapa dokter sebagai pengumpulan data dasar dan melakukan uji kuesioner.

19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety) Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur serta jumlah pasien dan staf RS yang cukup besar merupakan hal potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical error). Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya diambil (Depkes RI, 2006). Safety adalah bebas dari kejadian cedera. Menurut WHO (2000) menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu dan organisasi untuk melindungi pasien dari kerugian karena efek pelayanan kesehatan. The National Patient Safety Foundation mendefinisikan bahwa patient safety adalah upaya menghindarkan, mencegah dan perbaikan dari kasus adverse outcome atau perlukaan yang disebabkan oleh proses layanan kesehatan. Menurut IOM keselamatan pasien adalah mengutamakan sistem pemberian perawatan yang mencegah kesalahan (pencegahan kerugian 12

20 13 pada pasien), belajar dari kesalahan yang terjadi, membangun budaya keselamatan yang melibatkan para profesional tenaga kesehatan, manajemen dan pasien. Sedangkan menurut AHRQ keselamatan pasien didefinisikan sebagai pencegahan bahaya yaitu bebas dari kecelakaan atau hasil dari perawatan medis. Definisi keselamatan pasien menurut KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) adalah bebasnya pasien dari harm/cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/sosial/psikologis, cacat, kematian, dan lain-lain) terkait dengan pelayanan kesehatan. KKP-RS PERSI mendefinisikan KTD (adverse event) adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommission). Sedangkan Kejadian Nyaris Cedera (nearmiss) merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommission) yang dapat mencederai pasien tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan karena keberuntungan, pencegahan atau peringanan. Menurut IOM, ada lima prinsip untuk merancang safety system di organissi kesehatan, yaitu : (Kohn et al, 2000) Prinsip 1 : provide leadership yang meliputi : Menjadikan patient safety sebagai tujuan utama/prioritas Menjadikan patient safety sebagai tanggungjawab bersama Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggungjawab untuk safety program

21 14 Menyediakan sumber daya manusia dan dana untuk analisa error dan redesign system Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi unsafe dokter Prinsip 2 : memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses Design job for safety Menyederhanakan proses Membuat standard proses Prinsip 3 : mengembangkan tim yang efektif Prinsip 4 : antisipasi untuk kejadian tak terduga dengan pendekatan proaktif, menyediakan antidotum dan training simulasi Prinsip 5 : menciptakan atmosfer learning Menggunakan simulasi Mendorong pelaporan kejadian Memastikan tidak ada tekanan saat melaporkan kejadian Mengimplementasikan mekanisme umpan balik dan belajar dari kesalahan Adapun tujuan keselamatan pasien dalam Panduan Keselamatan Pasien Rumah Sakit, adalah : (Depkes RI, 2006) 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

22 15 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang disusun mengacu pada Hospital Patient Safety Standards meliputi: (Depkes RI, 2006) 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. KP dan kesinambungan pelayanan 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan KP 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan KP 6. Mendidik staf tentang KP 7. Komunikasi merupakan kunci staf untuk mencapai KP Di Indonesia, kegiatan KP sudah dilaksanakan oleh RS sejak lama namun dalam bentuk elemen-elemennya saja dan bukan merupakan suatu program yang komprehensif. Misalnya telah dilaksanakannya sistem pengendalian infeksi nosokomial, sistem K3 (kesehatan dan keselamatan kerja), manajemen risiko, informed consent, audit medis, review kasus dan evaluasi berbagai program mutu pelayanan lainnya. Jadi, kegiatan KP dalam bentuk sistem yang komprehensif memang baru dimulai sejak tahun 2000-an (Lumenta dalam Hamdani, 2007). Mengacu pada hal tersebut, maka RS harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan

23 16 tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit yaitu : (Depkes RI, 2006) 1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. 2. Pimpin dan dukung staf anda. Bangunlah komitmen dan fokus kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit anda. 3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan assessmen hal yang potensial. 4. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) 5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan caracara komunikasi yang terbuka dengan pasien 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang KP. Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul 7. Cegah cedera melalui implementasi sistem KP. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. 2.2 Konsep Budaya Konsep budaya awalnya berkembang dari antropologi sosial pada abad ke- 19. Budaya merupakan sebuah konsep yang kompleks yang diartikan

24 17 sebagai kumpulan keyakinan dan nilai tentang bagaimana suatu komunitas seharusnya dalam melakukan tindakan (Kreitner, 2007). Menurut Hofstede (2005) budaya adalah pemikiran kolektif yang membuat perbedaan antara anggota satu kelompok dari kelompok lainnya. Sedangkan menurut Schein (2004) budaya dibentuk dari nilai yang berbeda dan perilaku yang mungkin dianggap panduan untuk keberhasilan. Menurut Edgar H.Schein dalam Stoner, et al (1996) budaya memiliki 3 tingkatan, yaitu artifact, nilai-nilai yang didukung (espoused value) dan asumsi yang mendasari (underlying assumptions). Tingkat l : Artifact. Tingkat ini merupakan dimensi yang paling terlihat dari budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial organisasi. Anggota organisasi sering tidak menyadari mengenai artefak budaya organisasi mereka, tetapi orang luar organisasi dapat mengamatinya dengan jelas. Tingkat 2 : Espoused value (nilai-nilai yang didukung). Semua pembelajaran organisasi merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang ada. Jika anggota organisasi menghadapi persoalan atau tugas baru, solusinya adalah nilai-nilai. Tingkat 3 : Basic underlying assumptions (asumsi dasar). Jika solusi yang dikemukakan pemimpin perusahaan dapat berhasil berulangulang, maka solusi dianggap sudah sebagai seharusnya. Asumnsi dasar merupakan solusi yang paling dipercaya sama halnya dengan teori ilmu pengetahuan yang sedang diterapkan untuk suatu problem yang dihadapi organisasi.

25 18 Gambar 2.1. Tingkatan Budaya Schein Sumber: Schein (1992) dalam Smart, J. C. (2010). Higher Education: Handbook of Theory and Research: Volume 25. London: Springer. 2.3 Budaya Keselamatan Industri kesehatan merupakan industri yang penuh risiko, ditambah dengan makin tingginya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan dengan jaminan keamanan yang tinggi, menuntut para ahli mengelaborasi konsep budaya keselamatan dari dunia industri yang dijadikan sebagai dasar pengembangan konsep safety culture di organisasi kesehatan. Menurut Singer (2009) salah satu perbedaannya adalah upaya membangun keselamatan di industri RS lebih difokuskan untuk melindungi pasien dibandingkan personilnya sendiri. Persepsi yang kemudian dibagi diantara anggota kelompok adalah hal ini ditujukan untuk melindungi pasien dari kesalahan pengobatan ataupun dari perlukaan akibat tindakan intervensi. Persepsi ini meliputi kumpulan norma, standard profesi, kebijakan, komunikasi dan tanggung jawab dalam KP. Budaya ini kemudian akan mempengaruhi beliefs dan tindakan individu dalam memberikan pelayanan (Blegen, 2006).

26 19 Menurut O Toole dalam Jianhong (2004) budaya keselamatan (safety culture) di pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai keyakinan, nilai, perilaku yang dikaitkan dengan keselamatan pasien yang secara tidak sadar dianut bersama oleh anggota organisasi. Budaya keselamatan merupakan istilah yang merujuk pada komitmen keselamatan yang dimiliki oleh semua level dalam suatu organisasi dari level terbawah sampai level eksekutif. Safety culture merupakan bagian terpenting dari budaya organisasi. Menurut ACSNI (Advisory Comittee on The Safety of Nuclear Installations), 1993 dalam The UK Health and Safety Executive (2005), budaya keselamatan adalah hasil dari nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola kebiasaan yang memberi gambaran komitmen, gaya dan kehandalan manajemen suatu organisasi. Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif dikarakterkan dengan komunikasi berdasarkan kepercayaan dengan bertukar persepsi akan keselamatan dan oleh efektifnya langkah-langkah pencegahan. Terdapat 5 indikator yang mempengaruhi budaya keselamatan (HMRI, 2004 dalam The UK Health and Safety Executive, 2005) : Leadership Two-way communication Employee involvement Learning culture Attitude towards blame

27 Budaya Keselamatan Pasien Pengertian Budaya Keselamatan Pasien Menurut Institut Of Medicine (2000) yang dikutip oleh Nieva (2003) tentang perlunya perubahan budaya untuk menuju sistem kesehatan yang lebih aman : The biggest challenge to moving toward a safer health system is changing the culture from one of blaming individuals for errors to one in which errors are treated not as personal failures, but as opportunities to improve the system and prevent harm Dijelaskan bahwa tantangan terbesar kearah sistem kesehatan yang lebih aman adalah mengubah budaya dari menyalahkan seseorang karena kesalahan/error yang dianggap sebagai kegagalan individu kearah menjadikannya sebagai peluang untuk memperbaiki sistem dan mencegah cedera. Dapat disimpulkan bahwa mengembangkan budaya keselamatan menjadi salah satu pilar bagi pergerakan KP (Healings et al., 2007). Dari beberapa sumber, pengertian budaya KP hampir sama dengan budaya organisasi secara umum, yaitu : nilai-nilai/values yang dianut bersama antar anggota organisasi tentang apa yang penting, keyakinan/beliefs tentang bagaimana melakukan sesuatu di dalam organisasi dan interaksi nilai dan keyakinan tersebut dengan unit kerja dan struktur dan sistem organisasi, yang secara bersama-sama menghasilkan norma perilaku dalam organisasi (Schein, 2004). Hanya saja budaya KP lebih spesifik terhadap keselamatan (untuk mempromosikan keselamatan) serta menekankan peran interpersonal, unit kerja dan kontribusi organisasi dalam membentuk asumsi-asumsi dasar bahwa kerja individu dalam organisasi berkembang sepanjang waktu (Singer et al., 2009).

28 21 Berdasarkan nilai dan keyakinan yang dianut bersama tersebut, terbentuk suatu pola perilaku yang terintegrasi dari individu dan organisasi yang secara kontinu mencari upaya meminimalkan hal yang membahayakan pada pasien yang mungkin berasal dari proses penerimaan pelayanan kesehatan. Suatu budaya KP harus dikenali oleh seluruh anggota layanan kesehatan, diperkuat dan dilatih secara teratur oleh para profesional dan pimpinan organisasi karena pelayanan kesehatan memang mempunyai tingkat kerumitan yang tinggi dan mudah sekali terjadi kesalahan sehingga penanganannya pun berisiko tinggi. Suatu budaya KP yang positif mempunyai aspek-aspek sebagai berikut : (Kirk et al., 2009) a. Komunikasi berdasarkan kepercayaan dan keterbukaan yang sifatnya mutual b. Persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan c. Keyakinan dalam ketepatan dari ukuran-ukuran pencegahan keselamatan d. Pembelajaran organisasi e. Komitmen pimpinan dan tanggungjawab eksekutif f. Pendekatan tanpa menyalahkan (no blame) dan tanpa hukuman (non punitive) terhadap pelaporan dan analisis insiden Keselamatan pasien adalah sebuah transformasi budaya, dimana budaya yang diharapkan adalah budaya keselamatan, budaya tidak menyalahkan, budaya lapor dan budaya belajar. Dalam proses ini diperlukan upaya transformasional yang menyangkut intervensi multi tingkat dan multi dimensional yang terfokus pada misi dan strategi organisasi, leadership style, serta budaya organisasi. Menurut Kotter keberhasilan transformasi

29 22 70%-90 % ditentukan oleh peran leadership dan sisanya (0 % - 30 %) oleh peran managership (Adib, 2012) Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Menurut Carthey&Clarke (2010) dalam buku Implementing Human Factors in Healthcare how to guide bahwa organisasi kesehatan akan memiliki budaya keselamatan pasien yang positif, jika memiliki dimensi budaya sebagai berikut : 1. Budaya keterbukaan (open culture) Budaya ini menggambarkan semua staf RS merasa nyaman berdiskusi tentang insiden yang terjadi ataupun topik tentang KP dengan teman satu tim ataupun dengan manajernya. Staf merasa yakin bahwa fokus utama adalah keterbukaan sebagai media pembelajaran dan bukan untuk mencari kesalahan ataupun menghukum. Komunikasi terbuka dapat juga diwujudkan pada saat serah terima pasien, briefing staff maupun morning report. 2. Budaya keadilan (just culture) Merupakan budaya membawa atmosfer trust sehingga anggota bersedia dan memilki motivasi untuk memberikan data dan informasi serta melibatkan pasien dan keluarganya secara adil dalam setiap pengambilan keputusan terapi. Perawat dan pasien diperlakukan secara adil saat terjadi insiden dan tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu staf membuat pelaporan secara jujur mengenai kejadian yang terjadi dan menjadikan insiden sebagai pelajaran dalam upaya meningkatkan KP.

30 23 3. Budaya pelaporan (reporting culture) Budaya dimana staf siap untuk melaporkan insiden atau near miss, sehingga dapat dinilai jenis error dan dapat diketahui kesalahan yang biasa dilakukan oleh staf serta dapat diambil tindakan sebagai bahan pembelajaran organisasi. Organisasi belajar dari pengalaman sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi faktor risiko terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi atau mencegah insiden yang akan terjadi. 4. Budaya belajar (learning culture) Setiap lini dari organisasi baik sharp end (yang bersentuhan langsung dengan pelayanan) maupun blunt end (manajemen) menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Organisasi berkomitmen untuk mempelajari insiden yang telah terjadi, mengkomunikasikan kepada staf dan senantiasa mengingatkan staf. 5. Budaya informasi (informed culture) Organisasi mampu belajar dari pengalaman masa lalu sehingga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghindari insiden yang akan terjadi karena telah belajar dan terinformasi dengan jelas dari insiden yang sudah pernah terjadi, misalnya dari pelaporan kejadian dan investigasi. Sedangkan dimensi budaya keselamatan pasien menurut AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) dalam buku Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC) adalah : A. Dimensi Budaya Keselamatan tingkat Unit : 1. Keterbukaan komunikasi

31 24 2. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan 3. Respons non-punitive (tidak menghukum) terhadap kesalahan 4. Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan 5. Staffing 6. Harapan dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan 7. Kerjasama dalam unit B. Dimensi Budaya Keselamatan Tingkat RS : 1. Dukungan manajemen terhadap upaya KP 2. Serah terima dan transisi 3. Kerjasama antar unit C. Dimensi Outcome : 1. Frekuensi pelaporan kejadian 2. Persepsi keseluruhan tentang KP 3. Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir 4. Tingkat keselamatan pasien Berikut adalah penjelasan mengenai dimensi-dimensi budaya keselamatan pasien dari AHRQ : 1) Keterbukaan komunikasi Dengan adanya keterbukaan komunikasi diharapkan staf medis dapat berkomunikasi dengan baik dan benar pada saat serah terima/pengoperan pasien yang meliputi keluhan pasien, terapi yang sudah maupun akan diberikan serta insiden terkait KP jika ada dan juga merasa bebas untuk bertanya kepada yang lebih berwenang. Keterbukaan komunikasi juga harus dilakukan antara manajer dengan staf selain diantara sesama staf untuk peningkatan KP.

32 25 2) Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan Diartikan sebagai sejauh mana staf diberitahu tentang kesalahan yang dilakukan, menerima umpan balik masukan dari staf dan mendiskusikan upaya untuk mencegah kesalahan tidak terulang kembali. 3) Respons non-punitive (tidak menghukum) terhadap kesalahan Organisasi kesehatan harus mampu menciptakan lingkungan yang non punitive yang tujuannya adalah supaya setiap elemen staf tidak takut untuk melaporkan kejadian. Ketika sistem punishment dijalankan, maka staf akan enggan melaporkan insiden. Kejadian yang tidak dilaporkan membuat organisasi tidak belajar dari kesalahan dan kurang peduli terhadap pelayanan (Hamdani, 2007). 4) Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan Organizational learning adalah kegiatan proaktif yang dapat menciptakan serta mentransfer pengetahuan dalam nilai-nilai organisasi (Kreitner, 2007). Diartikan sejauh mana kesalahan akan membawa perubahan positif yang selalu dievaluasi efektifitasnya sehingga menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan. 5) Staffing Salah satu prinsip yang direkomendasikan IOM dalam laporannya To Err is Human (2000) untuk implementasi patient safety di RS adalah mendesain pekerjaan dengan memperhatikan faktor manusia. Ini berarti dalam penataannya harus memperhitungkan jam kerja, beban kerja, rasio staffing dan juga sistem shift dengan memperhatikan faktor kelelahan, siklus tidur, dan lain-lain. Mendesain pekerjaan untuk safety juga termasuk melakukan training, memberi tugas pada orang yang tepat dan memposisikan seseorang pada posisi yang tepat.

33 26 6) Harapan dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan Diartikan sejauh mana supervisor/manajer mempertimbangkan saran staf untuk peningkatan KP, tidak mengabaikan masalah keselamatan dan memberi penghargaan pada staf yang menerapkan pelaksanaan KP. 7) Kerjasama dalam unit Diartikan sejauh mana staf saling mendukung satu sama lain dan bekerjasama sebagai sebuah tim untuk pelaksanaan KP. 8) Dukungan manajemen terhadap upaya KP Diartikan sejauh mana manajemen RS menyediakan budaya kerja yang mempromosikan KP dan berpedoman bahwa KP adalah prioritas utama. 9) Serah terima dan transisi Diartikan sejauh mana proses serah terima berjalan baik yang memuat penyampaian informasi penting yang berkaitan dengan KP kepada staf lain. 10) Kerjasama antar unit Diartikan sejauh mana setiap unit dalam RS saling bekerjasama dan berkoordinasi antar unit dengan tujuan yang sama yaitu memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien. 11) Frekuensi pelaporan kejadian Diartikan sejauh mana kesalahan berikut dilaporkan : Kesalahan yang diketahui dan dikoreksi sebelum mempengaruhi pasien Kesalahan yang tidak berpotensi membahayakan pasien

34 27 Kesalahan yang dapat merugikan pasien tetapi tidak terjadi 12) Persepsi keseluruhan tentang KP Diartikan persepsi dari seluruh staf berkaitan dengan KP termasuk pemahaman tentang prosedur dan sistem yang baik untuk mencegah kesalahan Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien Pengukuran budaya keselamatan pasien dapat dilakukan berdasarkan dimensi yang mendasari ataupun berdasarkan tingkat maturitas dari organisasi dalam menerapkan budaya keselamatan pasien. Dikarenakan belum adanya konsensus mengenai standard pengukuran budaya keselamatan pasien, menyebabkan bervariasinya definisi, konsep maupun dimensi budaya keselamatan pasien. Beberapa organisasi mengembangkan standard pengukuran dengan masing-masing instrumennya, antara lain AHRQ, Stanford dan MaPSaF (Manchester Patient Safety Assesment Framework). Namun, sejauh ini kuesioner HSOPSC dari AHRQ yang paling banyak direkomendasikan untuk mengukur budaya KP karena telah terjamin validitas dan reliabilitasnya secara internasional (AHRQ, 2011). Pengukuran budaya KP yang dikembangkan oleh AHRQ melalui 12 instrumen seperti yang tercantum dalam 12 dimensi AHRQ yang disampaikan sebelumnya. Stanford mengembangkan instrumen Safety Attitudes Questionnaire (SAQ) dengan mengidentifikasi 6 elemen budaya KP, yang terdiri dari kerjasama, iklim keselamatan, kepuasan kerja, kondisi stres, persepsi manajemen dan kondisi kerja. Stanford Instrument (SI) menilai budaya KP dari 5 elemen, antara lain organisasi, departemen, produksi, pelaporan dan kesadaran diri. Sedangkan Modified Stanford

35 28 Instrument (MSI) hanya mengidentifikasi 3 elemen yang berpengaruh pada budaya KP yaitu nilai keselamatan, takut/reaksi negatif, persepsi keselamatan. Adapun MaPSaF mengembangkan tingkat kematangan (maturity) organisasi dalam menerapkan budaya keselamatan pasien yang terdiri dari 5 elemen, yaitu : patologis, reaktif, kalkulatif, proaktif dan generatif dimana tingkat maturitas generatif adalah yang paling tinggi dimana budaya KP sudah terintegrasi dengan tujuan RS. Menurut pengamatan penulis, meski terdapat berbagai macam dimensi/elemen untuk mengukur budaya KP, pada dasarnya bermuara pada 5 dimensi budaya keselamatan, yaitu budaya keterbukaan (open culture), budaya keadilan (just culture), budaya pelaporan (report culture), budaya belajar (learning culture) dan budaya informasi (informed culture) seperti yang disampaikan oleh Carthey&Clarke (2010). Pengukuran budaya KP dapat digunakan oleh organisasi kesehatan sebagai alat untuk : (AHRQ, 2012) Meningkatkan kesadaran karyawan tentang KP Mendiagnosis dan menilai tingkat budaya keselamatan pasien saat ini Mengidentifikasi kekuatan dan area-area yang memerlukan penguatan budaya KP Menilai trend budaya KP dari waktu ke waktu Mengevaluasi dampak budaya dari upaya KP dan intervensi yang dilakukan Melakukan perbandingan internal dan eksternal

36 Budaya Organisasi Pengertian Organisasi Schein (2004) mengemukakan bahwa organisasi merupakan koordinasi yang rasional dari beberapa aktivitas sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan, melalui pembagian kerja dan fungsi serta melalui jenjang wewenang maupun tanggung jawab. Robbins (1996) mengartikan organisasi sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, tersusun dari dua orang atau lebih, berfungsi atas dasar kesamaan persepsi yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama. Organisasi dibentuk oleh empat komponen utama : (Russel, 2001) fisik (aspek yang dapat terlihat/visible) dari organisasi infrastruktur (sistem dan proses untuk mengarahkan dan mengelola pekerjaan) perilaku (aksi dan reaksi karyawan sehari-hari) budaya (asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang membentuk perilaku sehari-hari) Untuk dapat melakukan perubahan pada organisasi, melakukan perubahan pada tingkat fisik (proses, alat, struktur), tingkat infrastuktur (sistem manajemen, penilaian dan reward) dan tingkat perilaku (apa yang dilakukan oleh kelompok dan individu) tidak akan dapat bertahan lama (mempunyai daya tahan yang berumur pendek) apabila tanpa disertai dengan perubahan pada tingkat budaya (nilai, keyakinan dan norma) yang mendasarinya. Hal tersebut dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini :

37 30 Gambar 2.2. Komponen dan tingkatan intervensi organisasi (Russel, 2001) Pengertian Budaya Organisasi Sebagai komponen paling dasar dari organisasi, budaya mempunyai kemampuan paling besar dalam mempengaruhi perubahan organisasi, meski disisi lain merupakan komponen yang paling sulit untuk dirubah. Robbins (1996) mengartikan budaya organisasi sebagai sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota dalam organisasi yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain. Budaya organisasi menunjukkan persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya. Budaya organisasi adalah pola dasar, asumsi, nilai dan keyakinan bersama yang dianggap sebagai cara berpikir dan bertindak yang tepat dalam menghadapi masalah dan peluang organisasi (McShane, 2003). Budaya organisasi merupakan nilai tak tertulis yang memberikan pedoman, aturan, standar dalam berperilaku baik yang diterima atau tidak oleh setiap pegawai dalam organisasi. Budaya organisasi dapat diukur hanya dengan menanyakannya kepada pegawai. Budaya organisasi merupakan fondasi dari budaya keselamatan pasien (Flemming, 2008).

38 31 Menurut Mc Shane (2003) budaya organisasi memiliki 3 fungsi : 1. Budaya organisasi adalah bentuk yang tertanam dan kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana pegawai mengambil keputusan dan berperilaku. 2. Budaya organisasi adalah perekat sosial yang mengikat orangorang dan membuat mereka merasa menjadi bagian dari organisasi. 3. Budaya organisasi membantu proses nilai keputusan. Membantu pegawai mengerti situasi organisasi sehingga mereka dapat menyelesaikan tugas mereka ketimbang menghabiskan waktu mencari tahu apa yang diharapkan dari mereka. Pegawai dapat berkomunikasi dengan lebih efisien dan bekerjasama dengan baik karena mempunyai model mental yang sama (Flemming, 2008) Analisis Budaya Organisasi Salah satu alat ukur yang digunakan untuk menganalisis budaya organisasi dan sudah digunakan sebagai survey internasional oleh banyak peneliti dunia adalah OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument). OCAI merupakan sebuah instrumen pengukuran budaya organisasi berdasarkan Competing Values Framework yang dikembangkan dan diperkenalkan oleh Kim S.Cameron dan Robert E.Quinn. Instrumen ini merupakan pengembangan teori untuk memahami budaya dan fenomena organisasi (Nummelin, 2006).

39 32 Adapun enam komponen budaya organisasi yang diukur dengan OCAI : 1. karakteristik yang dominan 2. kepemimpinan organisasi 3. manajemen karyawan 4. perekat organisasi 5. penekanan strategis 6. kriteria sukses Menurut Cameron dan Quin (2011) terdapat 4 tipe budaya organisasi : 1. Tipe Clan 2. Tipe Adhocracy 3. Tipe Market 4. Tipe Hierarchy Tabel 2.1. Tipe budaya organisasi (Cameron&Quin, 2011) Clan Sebuah organisasi yang berkonsentrasi pada perbaikan internal (internal maintenance) dengan fleksibilitas, perhatian pada orang dan sensitivitas pada pelanggan. Adhocracy Sebuah organisasi yang berkonsentrasi pada penempatan eksternal dengan derajat fleksibilitas dan individualitas yang tinggi. Market Sebuah organisasi yang memfokuskan diri pada pelayanan eksternal dengan kebutuhan akan stabilitas dan control Hierarchy Sebuah organisasi yang memfokuskan diri pada perbaikan internal dengan kebutuhan akan stabilitas dan kontrol

40 33 Gambar 2.3. Karakteristik tipe budaya organisasi (Cameron&Quin, 2011) Manfaat analisis budaya organisasi : (OCAI, 2010) a. Anggota organisasi menjadi sadar akan budaya organisasi saat ini dan budaya organisasi yang diinginkan. Ini akan menyediakan momentum untuk melakukan perubahan b. Lebih mudah untuk pihak manajemen dalam menentukan langkahlangkah perubahan yang paling efektif c. Resistensi terhadap perubahan dapat diantisipasi d. Menyediakan titik awal untuk membuat pekerja mau berubah dan penggunaan kekuatan dan kreativitas mereka untuk lebih mendukung perubahan e. Menjadi dasar untuk rencana perubahan yang sistematis dan bertahap f. Perubahan budaya organisasi yang sukses akan merevitalisasiseluruh anggota organisasi. Organisasi akan mendapatkan momentum baru menuju semua perubahan yang positif di dalam organisasi g. Penilaian OCAI akan menjadi langkah intervensi awal untuk memungkinkan perubahan

41 34 Tabel 2.2. Profil budaya organisasi (Cameron&Quin, 2011) Komponen Budaya Clan Adhocracy Market Hierarchy Karakteristik Dominan Kepemimpinan Organisasi Manajemen Karyawan Perekat Organisasi Penekanan Strategis Kriteria Sukses Tempat yang sangat personal, seperti sebuah keluarga besar, orang-orang berbagi banyak hal dari diri mereka Mentoring, fasilitatif dan mengayomi Teamwork, kesepakatan dan partisipasi Loyalitas dan rasa saling percaya, komitmen terhadap organisasi tinggi Pengembangan manusia, kepercayaan yang tinggi, keterbukaan dan partisipasi dipertahankan Mendefinisikan kesuksesan berdasarkan pengembangan sumber daya manusia, kerja sama tim, komitmen karyawan dan kepedulian Tempat wirausaha yang sangat dinamis, orang bersedia untuk bertahan dan mengambil risiko Kewirausahaan, inovasi dan berani mengambil risiko Keberanian mengambil risiko, inovasi, kebebasan dan keunikan Komitmen terhadap inovasi dan pengembangan, ada penekanan pada posisi menjadi pemimpin Memperoleh sumber daya baru dan menciptakan tantangan baru, mencoba hal-hal baru dan prospek untuk peluang sangat dihargai Memiliki produk yang paling unik atau produk terbaru, organisasi ini bertujuan menjadi product leader dan inovator Berorientasi pada hasil, fokus pada penyelesaian tugas, orang-orang sangat kompetitif dan berorientasi pada prestasi Kesungguhan, agresif dan berorientasi pada hasil Dorongan kuat untuk bersaing, tuntutan yang tinggi dan prestasi Penekanan pada prestasi dan pencapaian tujuan, agresivitas dan menang adalah tema bersama Menekankan tindakan kompetitif dan prestasi, mempunyai target yang ketat dan memenangkan pasar merupakan tujuan yang dominan Memenangkan pasar dan memenangkan kompetisi, kepemimpinan market yang kompetitif adalah kunci Terstruktur dan terkendali, prosedur formal lah yang mengatur apa yang harus dilakukan Koordinasi, pengorganisasian dan efisiensi yang berjalan lancar Keamanan kerja, kesesuaian, prediktabilitas dan kemapanan dalam hubungan Peraturan dan kebijakan formal, penting mempertahankan sebuah organisasi berjalan dengan lancar kemapanan dan stabilitas, efisiensi, kontrol dan operasional yang lancar adalah penting Mendefinisikan kesuksesan pada efisiensi, pelayanan yang diandalkan, penjadwalan yang lancar dan produksi berbiaya rendah dianggap sangat penting

MERUMUSKAN LEARNING ORGANIZATION MELALUI ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI RS.MASMITRA

MERUMUSKAN LEARNING ORGANIZATION MELALUI ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI RS.MASMITRA UNIVERSITAS INDONESIA MERUMUSKAN LEARNING ORGANIZATION MELALUI ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI RS.MASMITRA TESIS MIRA PUSPITASARI 1306352420 PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien menjadi isu prioritas dalam perawatan kesehatan, dimana gerakan keselamatan pasien dimulai sejak tahun 2000 yang berawal ketika Institute of Medicine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan mengurangi resiko kejadian tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) pada era globalisasi ini semakin tinggi. Pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengobati dan menyembuhkan pasien dari penyakit. Dalam menjalankan tujuannya, rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety),

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit. Hal ini sangat erat kaitannya baik dengan citra rumah sakit maupun keamanan pasien.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini masyarakat cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengukur mutu sebuah pelayanan dapat dilihat secara subjektif dan objektif.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi ini perkembangan ilmu dan teknologi sangatlah pesat termasuk ilmu dan teknologi kedokteran. Peralatan kedokteran baru banyak diketemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 43

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 43 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 43 ayat 1 menjelaskan bahwa Rumah Sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien. Standar

Lebih terperinci

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi (Zegers et al., 2009). Penelitian oleh (Wilson et al.

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi (Zegers et al., 2009). Penelitian oleh (Wilson et al. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang mengagetkan banyak pihak yaitu : To Err is Human, building a Safer Health

Lebih terperinci

Survey Budaya Aman Rumah Sakit 2016 Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita

Survey Budaya Aman Rumah Sakit 2016 Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Survey Budaya Aman Rumah Sakit 2016 Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita PENDAHULUAN JCI Standard GLD 13. Hospital leadership creates and supports a culture of safety program throughout

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan secara paripurna bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas layanan medik. Rumah sakit yang sudah terakreditasi pun belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya. BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millenium Development Goals yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk menghadapi era globlalisasi membawa dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan investasi esensial bangsa yang secara signifikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan investasi esensial bangsa yang secara signifikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi esensial bangsa yang secara signifikan mempengaruhi kemajuan suatu negeri. Agenda pembangunan di bidang kesehatan menekankan pada pembenahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang metodologi yang dilakukan dalam penelitian dan dapat dijabarkan seperti pada gambar 3.1 berikut: Gambar. 3.1. Metodologi Penelitian Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang terjadi belakangan ini membawa dampak perubahan di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak diketemukan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien adalah pondasi utama dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sejalan dengan perkembangan sistem pelayanan rumah sakit yang semakin kompleks, menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan RS adalah suatu topik yang senantiasa merupakan isu yang hampir selalu hangat dibahas pada berbagai seminar di media massa. Bahkan sebagian masyarakat

Lebih terperinci

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety)

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu:

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH MENDAPATKAN PENJELASAN (Informed Consent) Saya adalah Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko,

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang sangat padat modal, padat teknologi, padat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut,

Lebih terperinci

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

Winarni, S. Kep., Ns. MKM Winarni, S. Kep., Ns. MKM Konsep dan prinsip Patient safety Patient Safety adalah isu terkini, global, penting (high profile), dalam Pelayanan RS, (2000) WHO memulai Program Patient Safety th 2004 : Safety

Lebih terperinci

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara menandai ( X) salah satu jawaban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan dituntut untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat dua kolom nilai yang berbeda, yakni skor rata-rata subyek dari kategori level leader

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat dua kolom nilai yang berbeda, yakni skor rata-rata subyek dari kategori level leader BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dalam pemotretan Profil Budaya Organisasi ini menggunakan kuesioner OCAI terdapat dua kolom nilai yang berbeda, yakni skor rata-rata subyek dari kategori

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nur Hasyim Auladi Skep Ns Email : nurhasyim77@ymail.com, No. Telp. 081228112321 JL. Grafika Barat VI Rt 03 RW 08 Kel. Banyumanik. Kec Banyumanik Kota Semarang Riwayat Pendidikan 2007-2008

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N No.308, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Keselamatan Pasien. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, preventif, kuratif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akreditasi internasional merupakan konsep keselamatan pasien menjadi salah satu penilaian standar sebuah rumah sakit. Keselamatan pasien (patient safety) telah menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO I. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang mengandung risiko karena menyangkut keselamatan tubuh dan nyawa seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang yang mendasari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pada November 1999, the American Hospital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat komplek, terdapat ratusan

Lebih terperinci

UPT PUSKESMAS SAITNIHUTA

UPT PUSKESMAS SAITNIHUTA PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS SAITNIHUTA Desa Saitnihuta Kecamatan Doloksanggul kode pos : 2457 Email :puskesmassaitnihuta@yahoo.co.id KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan mengenai metodologi penelitian, yaitu langkah demi langkah dalam penyusunan Tugas Akhir ini, dimulai dari proses perencanaan hingga pembuatan laporan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

(Patient Safety) Departemen Kesehatan R.I 2006 ** ** ** ** ** UTAMAKAN KESELAMATAN PASIEN

(Patient Safety) Departemen Kesehatan R.I 2006 ** ** ** ** ** UTAMAKAN KESELAMATAN PASIEN PANDUAN NASIONAL KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT (Patient Safety) UTAMAKAN KESELAMATAN PASIEN ** ** PASIEN UTAMAKAN KESELAMATAN ** ** ** ** Departemen Kesehatan R.I 2006 Kata Pengantar Bermula dari laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD

BAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Hal ini terjadi karena adanya publikasi WHO pada tahun 2004 tentang penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi khususnya pada bidang kesehatan, mendorong pelayanan kesehatan untuk terus berupaya meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komite medik adalah perangkat RS untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola klinis) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi yang padat dengan informasi, teknologi dan pengetahuan, segala sesuatu akan bergerak dan berubah dengan cepat. Perubahan ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan kritis dalam rumah sakit yang sering dipublikasikan dan menjadi fokus internasional.

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016

PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016 DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016 Jember, Desember DETASEMEN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan a. Persepsi karyawan terhadap budaya organisasi di PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero) pada saat ini cenderung berada pada situasi budaya hierarchy yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat melalui pembangunan kesehatan. Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Pasien 2.1.1 Definisi Keselamatan Pasien Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk menghadapi era globlalisasi membawa dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai bidang

Lebih terperinci

DIREKTORAT BINA YANMED SPESIALISTIK DIREKTORAT JENDERAL BINA YANMED

DIREKTORAT BINA YANMED SPESIALISTIK DIREKTORAT JENDERAL BINA YANMED DIREKTORAT BINA YANMED SPESIALISTIK DIREKTORAT JENDERAL BINA YANMED DISAMPAIKAN PADA FORUM MUTU PELAYANAN KESEHATAN INDONESIA, 19 JULI 2006, HOTEL KARTIKA PLAZA, KUTA BALI 1 of The Facilities of The Environment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang. berupaya meningkatkan mutu pelayanannya (Maturbongs, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang. berupaya meningkatkan mutu pelayanannya (Maturbongs, 2001). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit semakin diperlukan sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan haknya sebagai penerima jasa pelayanan sehingga mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya harm/ cedera yang tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemangku kepentingan pemberi pelayanan kesehatan. Semakin tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan, dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan dari pelayanan

Lebih terperinci

LEADERSHIP in PATIENT SAFETY Lead and support your staff

LEADERSHIP in PATIENT SAFETY Lead and support your staff LANGKAH 2 LEADERSHIP in PATIENT SAFETY Lead and support your staff Arjaty Daud TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KP, Ciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komplikasi dan kematian akibat pembedahan menjadi salah satu masalah kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sedikitnya ada setengah juta kematian

Lebih terperinci

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap)

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap) 7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO 9001 2015 (versi lengkap) diterjemahkan oleh: Syahu Sugian O Dokumen ini memperkenalkan tujuh Prinsip Manajemen Mutu. ISO 9000, ISO 9001, dan standar manajemen mutu terkait

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN OLEH : SYAHARA HIKMAH FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Assalamualaikum w.w Selamat pagi/ siang/ sore Saya adalah mahasiswi semester akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks. Kompleksitasnya meliputi

Lebih terperinci

Analisis Budaya Organisasi Menggunakan Model OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument) pada Universitas XYZ

Analisis Budaya Organisasi Menggunakan Model OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument) pada Universitas XYZ Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Analisis Budaya Organisasi Menggunakan Model OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument) pada Universitas XYZ Ida

Lebih terperinci

Pasien dan Masyarakat sebagai Mitra Menuju Rumah Sakit Berstandar Internasional

Pasien dan Masyarakat sebagai Mitra Menuju Rumah Sakit Berstandar Internasional Pasien dan Masyarakat sebagai Mitra Menuju Rumah Sakit Berstandar Internasional Bagian Terakhir dari IV Artikel: Melibatkan Pasien Masyarakat di Tingkat Organisasi dan Lingkungan Prof. dr. Adi Utarini,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas perusahaan yaitu budaya perusahaan. Setiap organisasi atau perusahaan memiliki budaya khas yang dominan di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan didefinisikan sebagai suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan akan tuntutan keselamatan pasien atau patient safety di setiap Rumah Sakit (RS), baik dalam maupun luar negeri, kini semakin meluas sejak dipublikasikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun global.hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun global.hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi isu utama dalam pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun global.hal ini didorong karena semakin besarnya

Lebih terperinci

2 Sumber daya manusia medis dan non medis merupakan kunci keberhasilan rumah sakit, karena rumah sakit adalah suatu bentuk organisasi yang berfungsi s

2 Sumber daya manusia medis dan non medis merupakan kunci keberhasilan rumah sakit, karena rumah sakit adalah suatu bentuk organisasi yang berfungsi s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit merupakan suatu organisasi dalam bidang kesehatan yang berfungsi untuk mengupayakan kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi saat ini telah merambah ke seluruh sektor salah satunya juga sektor jasa dan pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Berdirinya rumah sakit yang bertaraf

Lebih terperinci

repository.unimus.ac.id

repository.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT Dewi Andriani* *Akademi Keperawatan Adi Husada, Jl. Kapasari No. 95 Surabaya. Email : andridewi64@gmail.com. ABSTRAK Pendahuluan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun gawat darurat yang bermutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan, persaingan antar rumah sakit semakin keras untuk merebut pasar yang semakin terbuka bebas. Ilyas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan makin meningkatnya tuntutan menghadapi era globalisasi membawa dampak pada dunia kesehatan. Dunia kesehatan dituntut agar dapat menyediakan layanan kesehatan

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI, et al Ergonomi untuk Keselamatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Mengelola Kelelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persaingan global saat ini, khususnya dunia kesehatan mengalami kemajuan yang pesat dalam teknologi kesehatan, menajemen dan regulasi di bidang kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan di rumah sakit. Sejak malpraktik menggema di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.

Lebih terperinci

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2 ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors 1 N/A Perencanaan Visi, Misi, Nilai 2 1.d.2 Daftar pemegang kepentingan, deskripsi organisasi induk, situasi industri tenaga kerja, dokumen hasil evaluasi visi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang kompleks dengan padat karya dan padat modal. Untuk melaksanakan fungsi yang demikian kompleks,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas kepercayaan dan nilai-nilai yang memberi arti bagi anggota suatu organisasi serta aturanaturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas kepercayaan dan nilai-nilai yang memberi arti bagi anggota suatu organisasi serta aturanaturan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Budaya Organisasi Davis (Moeljono,2005) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola yang terdiri atas kepercayaan dan nilai-nilai yang memberi arti bagi anggota

Lebih terperinci

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik PERSATUAN DOKTER MANAJEMEN MEDIK INDONESIA (PDMMI) June 29, 2012 Authored by: PDMMI Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian obat secara aman merupakan perhatian utama ketika melaksanakan pemberian obat kepada pasien. Sebagai petugas yang terlibat langsung dalam pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tenaga keperawatan merupakan salah satu bagian dari tenaga kesehatan secara umum. Tenaga kesehatan secara umum, terdiri dari: tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan disebut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan terdiri dari berbagai kegiatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan disebut sarana kesehatan.

Lebih terperinci