BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persaingan global saat ini, khususnya dunia kesehatan mengalami kemajuan yang pesat dalam teknologi kesehatan, menajemen dan regulasi di bidang kesehatan. Regulasi di Indonesia saat ini mengenai kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin kesehatan setiap warganya, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS) sebagai gagasan baru terhadap jaminan pelayanan dan pemeratan kesehatan, agar setiap warga masyarakat Indonesia mendapatkan jaminan kesehatan tanpa membedakan status sosialnya, baik dari kalangan yang mampu maupun yang tidak mampu yang akan dijamin oleh pemerintah. Selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, kualitas pelayanan rumah sakit yang memadai diperlukan untuk dapat memenuhi persyaratan akreditasi sehingga dapat ditentukan tipe kelas rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan yang optimal. Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup dan terjamin khasiatnya, aman, dan bermutu dengan harga terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus dicapai. Hal ini menjadi salah satu inti penting penilaian untuk mengukur sejauh mana rumah sakit memberikan pelayanan. Apabila terjadi kesalahan di dalam pemberian obat maka akan memberikan pengaruh kepada rumah sakit.

2 2 Sehubungan dengan hal di atas maka sistem keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit menjadi hal yang sangat penting. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes RI, 2006). Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Nomor HK.02.03/III/1346/2014 tentang Pedoman Penerapan Formularium Nasional menyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative termasuk pelayanan obat harus sesuai dengan kebutuhan medis. Formularium nasional merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan JKN. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) menurut S.K. Menteri Kesehatan Nomor : 553/Menkes/S.K./1994 merupakan salah satu bagian rumah sakit yang berada di bawah pengawasan dan koordinasi wakil direktur penunjang medik. Sebagai fasilisator instalasi farmasi berfungsi melakukan kegiatan peracikan, penyimpanan, dan penyaluran barang farmasi berupa obat-obatan, bahan kimia,

3 3 alat kedokteran, alat perawatan, alat kesehatan, dan gas medis. Dimana instalasi merupakan salah satu unit dari pusat pendapatan (center of revenue). Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS yang dulu seolah bersekat dengan unit pelayanan lain dan profesi kesehatan lain, telah bergeser fungsinya menjadi bagian dari pelayanan rumah sakit tak bersekat (seamless service) sesuai dengan fungsi farmasi rumah sakit yang diatur pada Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh harus menyediakan obat untuk terapi yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal. Hal tersebut lebih diperinci didalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, Pasal dua dari peraturan tersebut menyatakan bahwa Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk: a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien. Battles dan Lilford (2003) mengatakan bahwa patient safety harus melibatkan sistem operasional dan proses pelayanan yang meminimalkan kemungkinan terjadinya adverse event/error dan memaksimalkan langkah-

4 4 langkah penanganan bila error telah terjadi. Zhan dan Miller (2003) melakukan penelitian pada 994 rumah sakit mendapatkan bahwa cedera akibat tindakan medik (medical injuries) menyebabkan bertambahnya rata rata lama hari rawat inap sampai dengan 10,89 hari dan tambahan biaya perawatan rata rata sebesar $ Meningkatnya jumlah laporan terkait medication error khususnya di pusatpusat kesehatan telah menjadi perhatian khusus untuk sistem patient safety pada beberapa dekade terakhir ini. Sejumlah penelitian telah dilakukan terkait dengan medication errors. Penelitian baru-baru ini dilakukan oleh Harvard University pada 3000 rumah sakit menunjukkan bahwa sekitar 3.7% pasien terpengaruh oleh kesalahan sistem kesehatan yang menyebabkan kematian atau cacat permanen, serta terjadi 19% medication error (Leape, 2011). Sistem pengobatan dapat berjalan dengan baik apabila penyedia layanan kesehatan kepada pasien terlaksana dengan baik. Medication errors terjadi setiap hari diseluruh dunia yang dapat menyebabkan kerugian untuk pasien. The National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP) melaporkan bahwa sekitar orang meninggal setiap tahunnya akibat medical error yang terjadi di rumah sakit dan menyebabkan kematian per tahunnya akibat medication error lebih tinggi dibandingkan kecelakaan akibat kerja (NCCMERP, 2014). Selain kematian, kesalahan semacam ini dapat menyebabkan outcome yang tidak diinginkan, hilangnya kepercayaan dalam sistem pelayanan kesehatan, meningkatkan biaya terapi dan lama rawat inap di rumah sakit. Di negara maju

5 5 seperti Amerika Serikat, kesalahan seperti itu dilaporkan bertanggung jawab terhadap kematian setiap tahunnya. Medication errors dapat terjadi baik di tim medis maupun paramedis di setiap level pelayanan pasien, sehingga diperlukan pengawasan multilevel. Berbagai macam cara dilakukan untuk mengurangi angka kejadian medication errors seperti misalnya dengan menggunakan peresepan elektronik yang secara signifikan mengurangi angka kesalahan tersebut. (Starfield, 2000). Sistem operasional dan proses pelayanan yang dapat meminimalisir hal ini termasuk didalamnya adalah apoteker. Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di rumah. Apabila terjadi kesalahan penulisan resep, maka apoteker harus meminta konfirmasi kepada dokter yang membuat resepnya, sehingga tidak terjadi hal yang dapat merugikan terutama kepada pasien. Kesulitan dalam pembacaan resep juga menjadi salah satu kendala yang sering dijumpai dilapangan, sehingga hal ini dapat meningkatkan kesalahan pemberian obat apabila pembacaan resep yang dilakukan oleh apoteker keliru. Di RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan belum dilakukan pencatatan angka KTD maupun KNC yang terjadi akibat kesalahan penulisan resep. Hal ini

6 6 dapat mengakibatkan kerugian baik bagi pihak rumah sakit maupun pasien. Agar dapat tercapainya pemberian obat yang aman, maka terdapat syarat peresepan yang baik. Peresepan yang baik telah dikemukakan oleh Jas pada tahun 2009 yaitu resep ditulis jelas, ada aturan pakai yang lengkap dan di paraf oleh dokter yang bersangkutan, satu resep hanya untuk satu pasien, ditulis dengan huruf yang jelas terbaca. Hal-hal demikian merupakan syarat mutlak peresepan yang baik tetapi banyak dokter yang mengabaikan kaidah penulisan resep yang baik dengan berbagai macam alasan seperti waktu tidak cukup, pasien terlalu banyak, takut pasien membeli obat di apotek lain dan sebagainya. Rumah sakit umum PKU Muhammadiyah Nanggulan merupakan rumah sakit yang sedang mempersiapkan proses akreditasi menjadi rumah sakit tipe D yang berlokasi di wilayah Sleman bagian barat dan Kulon Progo bagian utara (Nanggulan dan sekitarnya). Status kepemilikan RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan adalah milik Persyarikatan Muhammadiyah dan adapun fasilitas pelayanan yang tersedia di RS tersebut antara lain instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, pelayanan penunjang medis yaitu instalasi farmasi, laboratorium, radiologi diagnostik, kamar bedah sentral, pelayanan ambulance, pelayanan kerohanian (Profil RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan, 2014). Fasilitas pelayanan pada instalasi rawat jalan yang ada di RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan adalah poliklinik spesialis yang terdiri dari Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah, Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Spesialis Anak, dan Spesialis Syaraf (Profil RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan, 2014).

7 7 Kepatuhan peresepan yang baik diharapkan dapat menurunkan medication error sehingga dapat mewujudkan patient safety. Sehingga berdasarkan uraian resep di atas, untuk mengetahui kepatuhan peresepan yang baik diperlukan penilaian secara ilmiah, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan hal tersebut. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini merumuskan masalah yaitu: Bagaimanakah evaluasi kesesuaian peresepan obat dengan teori penulisan resep obat di Instalasi Rawat Jalan RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kesesuaian peresepan obat dengan teori penulisan resep obat di Instalasi Rawat Jalan RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan dalam memenuhi standar sasaran manajemen dan penggunaan obat akreditasi rumah sakit Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kebijakan penerapan penulisan resep obat di Instalasi Rawat Jalan RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan b. Untuk mengetahui kepatuhan identifikasi penulisan resep obat di RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan. c. Untuk mengetahui masalah dan kendala didalam penerapan resep sesuai dengan teori penulisan resep obat di RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan.

8 8 d. Memberikan rekomendasi dan penyelesaian masalah bagi permasalahan yang dihadapi oleh RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan dalam penerapan penulisan resep obat sesuai dengan teori peresepan. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada: 1. Secara teoritis: a. Bagian pendidikan sebagai bahan literatur dalam kegiatan proses belajar mengajar mengenai peresepan obat sesuai teori syarat peresepan RS PKU Muhammadiyah Nanggulan. b. Sebagai informasi dan bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai sistem peresepan obat yang baik serta manajemen di RS PKU Muhammadiyah Nanggulan dalam menghadapi akreditasi rumah sakit 2012 sebagai Rumah Sakit Tipe D. 2. Secara praktis: a. Pihak rumah sakit, agar dapat mengetahui tentang kesesuaian peresepan obat sesuai teori yang telah dibuat sehingga dapat menjadi koreksi persiapan akreditasi yang akan dilakukan. b. Penulis yaitu penulis mendapat pengalaman untuk melakukan penelitian mengenai peresepan yang baik yang dapat digunakan untuk menunjang tugas di masa yang akan datang.