BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan
|
|
- Dewi Sanjaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Pasien Definisi Keselamatan Pasien Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (IOM dalam Cahyono, 2008; Depkes RI, 2006). Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan pasien adalah bentuk layanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit yang mengacu pada pencegahan insiden dan keamanan tindakan, guna meningkatkan mutu pelayanan Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran keselamatan pasien menurut WHO (Permenkes RI, 2011) ada enam yang meliputi: (1) melakukan identifikasi pasien secara tepat, (2) meningkatkan komunikasi yang efektif, (3) meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian atau yang perlu diwaspadai, (4) mengurangi risiko salah
2 15 lokasi, salah pasien, dan prosedur tindakan operasi, (5) mengurangi risiko infeksi nosokomial, (6) mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh Macam Kejadian Keselamatan Pasien Macam kejadian yang terkait dalam keselamatan pasien meliputi beberapa istilah menurut Cahyono (2008) dan Permenkes RI (2011) yaitu: a. Kejadian potensial cedera (KPC) KPC atau reportable circumstances adalah suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, akan tetapi belum terjadi insiden. b. Kejadian nyaris cidera (KNC) KNC atau near miss didefinisikan sebagai kesalahan yang mungkin terjadi namun tidak sampai mencederai pasien. c. Kejadian tidak cedera (KTC) KTC atau no harm incident adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien akan tetapi tidak timbul cedera. d. Kejadian tidak diharapkan (KTD) Kejadian tidak diharapkan atau adverse event dapat diartikan sebagai cedera atau komplikasi yang tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan timbulnya kecacatan, kematian, atau perawatan yang lebih lama yang disebabkan oleh manajemen medis dan bukan karena penyakit yang diderita.
3 16 e. Kejadian sentinel Kejadian sentinel didefinisikan sebagai suatu KTD yang mengakibatkan cedera serius bahkan kematian terhadap pasien Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit Mengacu pada sasaran keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Adapun tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit antara lain; (1) membangun budaya keselamatan pasien, (2) pimpinan dan dukungan terhadap staf, (3) integrasi aktivitas manajemen risiko. (4) membangun sistem pelaporan, (5) melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan publik, (6) belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan (7) implementasi solusi untuk mencegah kerugian (Cahyono, 2008). 2.2 Budaya Keselamatan Pasien Definisi Budaya Keselamatan Pasien Budaya keselamatan pasien merupakan kesadaran konstan dan potensi aktif oleh staf sebuah organisasi dalam mengenali sesuatu yang tampak tidak beres. Staf dan organisasi yang mampu mengakui kesalahan, belajar dari kesalahan, dan mau
4 17 mengambil tindakan untuk mengadakan perbaikan dikatakan sudah melaksanakan budaya keselamatan (NHS, 2013). Budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai pola terpadu perilaku individu dan organisasi berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai bersama yang terus berusaha untuk meminimalkan tindakan yang dapat membahayakan pasien yang mungkin timbul dari proses perawatan (Kizer, 1999 dalam Fleming, 2012). Organisasi dengan budaya keselamatan positif memiliki karakteristik bahwa ada komunikasi yang dibentuk dengan rasa saling percaya tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan dalam tindakan pencegahan yang efektif, serta membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just), informatif dalam melaporkan kejadian keselamatan pasien yang terjadi (reporting), dan belajar dari kejadian tersebut (learning) (Madden, 2008; NSPA, 2004). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya keselamatan pasien merupakan produk dari nilai-nilai, sikap, kompetensi individu dan kelompok yang terbuka, adil, informatif dalam pelaporan insiden keselamatan pasien, serta belajar dari kejadian. Budaya keselamatan pasien menentukan komitmen dan gaya dari suatu organisasi serta dapat diukur dengan kuesioner Dimensi Budaya Keselamatan Pasien James Reason dalam Reiling (2006) dan NPSA (2004) menyebutkan bahwa budaya keselamatan pasien dapat dibagi menjadi beberapa dimensi seperti:
5 18 a. Budaya keterbukaan (open culture) Budaya keterbukaan dalam suatu organisasi merupakan proses pertukaran informasi antar perawat dan staf. Dimensi ini memiliki karakteristik bahwa perawat akan merasa nyaman membahas insiden yang terkait dengan keselamatan pasien serta mengangkat isu-isu terkait keselamatan pasien bersama dengan rekan kerjanya, juga supervisor atau pimpinan. Komunikasi terbuka dapat diwujudkan dalam kegiatan supervisi dan dalam kegiatan tersebut perawat melakukan komunikasi terbuka tentang risiko terjadinya insiden dalam konteks keselamatan pasien, membagi dan bertanya informasi seputar isu-isu keselamatan pasien yang potensial terjadi dalam setiap kegiatan keperawatan. Keterbukaan juga ditujukan kepada pasien. Pasien diberikan penjelasan akan tindakan dan juga kejadian yang telah terjadi. Pasien diberikan informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan resiko terjadinya kesalahan. Perawat memiliki motivasi untuk memberikan setiap informasi yang berhubungan dengan keselamatan pasien. b. Budaya pelaporan (reporting culture) Budaya pelaporan merupakan bagian penting dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien. Perawat akan membuat pelaporan jika merasa aman. Aman yang dimaksud apabila membuat laporan maka tidak akan mendapatkan hukuman. Perawat yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau terbuka terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil terhadap perawat, tidak menyalahkan secara individu tetapi organisasi lebih fokus terhadap sistem yang
6 19 berjalan akan meningkatkan budaya pelaporan. Menciptakan program evaluasi atau sistem pelaporan, adanya upaya dalam peningkatan laporan, serta adanya mekanisme reward yang jelas terhadap pelaporan merupakan langkah nyata dalam membangun dimensi budaya ini. c. Budaya keadilan (just culture) Perawat saling memperlakukan secara adil antarperawat ketika terjadi insiden, tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu (blaming), tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Aspek dalam budaya keadilan yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan antara kondisi laten yang mempengaruhi dan dampak hukuman yang akan diberikan kepada individu yang berbuat kesalahan. Perawat dan organisasi bertanggung jawab terhadap tindakan yang diambil. Perawat akan membuat laporan kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan hukuman atas kesalahan yang terjadi. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu untuk membuat pelaporan yang dapat menjadi pelajaran dalam keselamatan pasien. Budaya tidak menyalahkan perlu dikembangakan dalam menumbuhkan budaya keselamatan pasien. Cara organisasi membangun budaya keadilan dengan memberikan motivasi dan keterbukaannya terhadap perawat untuk memberikan informasi kejadian yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Hal ini juga termasuk kerjasama antar perawat sehingga mengurangi rasa takut untuk melaporkan kejadian berkaitan dengan keselamatan pasien.
7 20 d. Budaya pembelajaran (learning culture) Budaya pembelajaran memiliki pengertian bahwa sebuah organisasi memiliki sistem umpan balik terhadap kejadian kesalahan atau insiden dan pelaporannya, serta pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Setiap lini di dalam organisasi, baik perawat maupun manajemen menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Perawat dan manajemen berkomitmen untuk mempelajari insiden yang terjadi, mengambil tindakan atas insiden untuk diterapkan guna mencegah terulangnya kesalahan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana Penerapan budaya keselamatan bermanifestasi sebagai iklim keselamatan dan merupakan sebuah potret dari budaya keselamatan yang berlaku dalam individu dan kelompok, serta dapat diukur dengan kuesioner (Agnew et al, 2013). Organisasi yang menerapkan budaya keselamatan pasien berarti anggota dalam organisasi tersebut harus membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just), informatif dalam melaporkan kejadian yang terjadi (reporting), dan belajar dari kejadian tersebut (learning). Penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang mencerminkan dimensi budaya keselamatan pasien yaitu keterbukaan dan melaporkan ketika terjadi insiden keselamatan pasien, keadilan antar perawat ketika terjadi insiden keselamatan pasien, serta pembelajaran
8 21 terhadap suatu kesalahan atau insiden keselamatan pasien (KBBI, 2013; NPSA, 2004; Reiling, 2006). Menerapkan budaya keselamatan pasien yang baik adalah ketika perawat secara aktif dan konstan menyadari potensial terjadinya kesalahan dan dapat mengidentifikasi serta mengenali kejadian yang telah terjadi, belajar dari kesalahan dan mengambil tindakan untuk memperbaiki kesalahan tersebut (NPSA, 2004). Penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana disimpulkan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang mencerminkan keterbukaan, pelaporan, keadilan, dan pembelajaran terhadap insiden keselamatan pasien yang dapat diukur dengan kuesioner Manfaat Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Manfaat utama dalam penerapan budaya keselamatan pasien adalah organisasi menyadari apa yang salah dan pembelajaran terhadap kesalahan tersebut (Reason, 2000 dalam Cahyono, 2008). Fleming (2006) juga mengatakan bahwa fokus keseluruhan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam organisasi akan lebih membangun budaya keselamatan pasien dibandingkan apabila hanya fokus terhadap programnya saja. Adapun manfaat dalam penerapan budaya keselamatan pasien secara rinci antara lain (NPSA, 2004): a. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika kesalahan terjadi.
9 22 b. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama berulang kembali dan keparahan dari insiden keselamatan pasien. c. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan. d. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan yang telah diperbuat. e. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami insiden, pada umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan dan pengobatan yang diberikan lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien. f. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi. g. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana a. Manajemen dan kepemimpinan (leadership) Transformasi atau perubahan penerapan budaya dari budaya yang negatif menuju budaya yang positif memerlukan pengkajian manajemen dan pengarahan kepemimpinan. Ketika kepemimpinan dan manajemen berkomitmen untuk budaya keselamatan pasien, seluruh anggota organisasi akan mengikuti dan dengan demikian dapat menemukan akar penyebab masalah dan menjadikan haltersebut sebagai suatu proses dalam organisasi (Marquis & Huston 2010).
10 23 Dalam suatu proses transformasi nilai (proses internalisasi nilai keselamatan pasien menjadi bagian dari budaya organiasai) pemimpin mulai mengajak perawat untuk melihat, percaya, bergerak dan menyelesaikan perubahan sehingga organisasi menemukan nilai-nilai kolektif dan memakai nilai-nilai tersebut sebagai perekat, menjadi tuntunan dalam membentuk kebiasaan dan perilaku setiap individu dan kelompok (Cahyono, 2008). Hal tersebut didikung oleh penelitian yang mengatakan ada hubungan yang positif antara kepemimpinan efektif oleh kepala ruang dengan penerapa budaya keselamatan pasien (Setiowati, 2010). Ada 3 domain perilaku kepemimpinan yang mampu menjadi agen perubahan (change agent) bagi perilaku anggota dalam suatu organisasi yakni pengarahan (direction), pengawasan (supervision), serta koordinasi (coordination) (Gillies, 1994). 1) Pengarahan Pengarahan mengacu pada penugasan, perintah, kebijakan, peraturan, standar, pendapat, saran, dan pertanyaan untuk mengarahkan perilaku bawahan. Kebijakan, prosedur, standar, dan tugas menjadi alat dalam memimpin orang lain untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan. Perintah dalam pengarahan dapat berupa perintah lisan atau tertulis oleh atasan organisasi yang membutuhkan untuk bawahan untuk bertindak atau menahan diri dari bertindak dengan cara tertentu (Gillies, 1994)
11 24 2) Supervisi Supervisi pelayanan keperawatan dikatakan sebagai kegiatan dinamis yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan antara dua komponen yang terlibat yaitu supervisor atau pimpinan, orang yang disupervisi sebagai mitra kerja dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan (Arwani & Supriyatno, 2006). Supervisi merupakan perilaku kepemimpinan yang berfungsi untuk memeriksa pekerjaan, mengevaluasi kinerja, memperbaiki kinerja staf, memberi dukungan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja (Gillies, 1994; Rowe & Haywood, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dukungan yang diberikan oleh pemimpin atau supervisor untuk keselamatan pasien akan meningkatkan penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat, yakni meningkatkan frekuensi keterbukaan dan pelaporan atas insiden keselamatan pasien. Persepsi yang baik tentang keselamatan pasien juga dikatakan menjadi meningkat dan kemungkinan dapat menyebabkan meningkatnya keterbukaan dan pelaporan insiden keselamatan pasien (Jardali et al, 2011). 3) Koordinasi Koordinasi adalah kegiatan kepemimpinan yang mencakup semua kegiatan yang memungkinkan staf untuk bekerja bersama secara harmonis. Koordinasi penting dilakukan untuk keberhasilan suatu organisasi kesehatan. Umumnya koordinasi kegiatan staf terjadi selama pertemuan kelompok kerja utama
12 25 karena beberapa anggota mengkhususkan diri dalam tugas terkait, seperti kegiatan menyempurnakan tujuan, identifikasi masalah, dan analisis data. Staf yang lain mengkhususkan diri dalam kegiatan perawatan. Pemecahan masalah dalam kegiatan koordinasi harus cukup panjang untuk memungkinkan diskusi lengkap dari topik masalah, dan dalam kegiatan ini staf yang wajib hadir dibebaskan dari tugas perawatan pasien (Gillies, 1994). b. Faktor kepegawaian (staffing) Kepegawaian merupakan komponen utama dari faktor yang mengakibatkan perawat mau menerapkan budaya keselamatan pasien. Memiliki tenaga kerja yang kuat, mampu, dan termotivasi adalah salah satu tantangan terbesar dalam rumah sakit. Tenaga medis di rumah sakit sering mengalami stress dan sulit tidur akibat panjangnya jam kerja yang mungkin menyebabkan penyimpangan dalam kinerja sehingga mengarah pada penurunan kualitas dan kinerja perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang termotivasi akan meningkatkan persepsi perawat mengenai keselamatan pasien dan keamanan bekerja, sehingga akan melaporkan secara terbuka insiden keselamatan pasien yang terjadi (Jardali et al, 2011). c. Lingkungan fisik dan akreditasi rumah sakit Lingkungan fisik rumah sakit yaitu ukuran rumah sakit dan status akreditasi rumah sakit juga merupakan faktor yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien. Rumah sakit kecil mencetak frekuensi pelaporan insiden
13 26 keselamatan pasien lebih tinggi disbanding RS besar, serta memiliki persepsi yang tinggi mengenai keselamatan pasien. Rumah sakit besar biasanya selalu menerima menghadapi tantangan yang datang terutama untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih berkualitas, akibat birokrasi yang ada. Sebaliknya rumah sakit kecil memiliki budaya yang lebih homogen di mana anggotanya lebih mungkin dan mudah untuk membagi nilai-nilai yang sama terutama mengenai keselamatan pasien. Rumah sakit yang terakreditasi dikatakan memiliki anggota dengan persepsi dan frekuensi pelaporan insiden keselamatan pasien lebih tinggi dibandingkan rumah sakit non-akreditasi (Jardali et al, 2011). d. Karakteristik perawat pelaksana Kinerja atau performance dalam suatu organisasi kesehatan tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan motivasi pekerja kesehatan itu sendiri (Negussie, 2010). Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri individu yang melekat pada dirinya yang memengaruhi performance. 1) Usia Kemampuan dan keterampilan seseorang seringkali dihubungkan dengan usia, sehingga semakin lama usia seseorang maka pemahaman terhadap masalah akan lebih dewasa dalam bertindak, dan berpengaruh terhadap produktivitas dalam bekerja (Depkes RI, 2002 dalam Hasmoko, 2008). Penelitan oleh Setiowati (2010) menyatakan usia perawat pelaksana berhubungan positif dengan penerapan budaya keselamatan pasien. Hal tersebut didukung oleh
14 27 penelitian oleh Nurmalia (2012) yang menyatakan usia dewasa muda dianggap lebih mudah menerima perubahan sehingga mempengaruhi dalam mempersepsikan budaya keselamatan pasien. 2) Tingkat pendidikan perawat Pendidikan merupakan suatu metode pengembangan organisasi dimana staf mendapatkan pengetahuan dan keterampilan untuk tujuan positif dan staf mendapat pengetahuan yang penting untuk penampilan kinerjanya dalam hal kognitif, psikomotor, dan sikap. Pendidikan adalah indikator yang menunjukkan kemampuan individu untuk menyelesaikan pekerjan yang menjadi tanggung jawabnya (Hasibuan, 2008). Latar belakang pendidikan perawat berpengaruh terhadap penerapan keselamatan pasien. Survey berdasarkan evidence based di New Zealand, Amerika Serikat, dan Thailand menyebutkan ada kenaikan insidensi faktor penyebab kematian pasien di RS pada tenaga perawat dengan latar belakang pendidikan campuran dan terdapat penurunan pada ketenagaan yang sudah teregistrasi (Ridley, 2008). 3) Masa kerja Masa kerja adalah jangka waktu yang dibutuhkan seseorang dalam bekerja sejak mulai masuk dalam lapangan pekerjaan, semakin lama seseorang bekerja semakin terampil dan berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya (Siagian, 2000 dalam Zakiyah, 2012). Masa kerja akan memberikan pengalaman kerja yang lebih banyak pada seseorang.
15 28 Pengalaman kerja berhubungan dengan kinerja seseorang. Hasil penelitian oleh Setiowati (2012) menunjukkan ada hubungan positif antara masa kerja dengan penerapan budaya keselamatan pasien Mengukur Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Salah satu alat untuk mengukur penerapan budaya keselamatan pasien adalah dengan instrument kuesioner The Hospital Survey of Patient Safety Culture (HSOPSC) yang dikembangkan oleh Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ). Agency for Health Care Research and Quality merupakan suatu komite untuk kualitas kesehatan di Amerika yang memimpin lembaga Federal untuk peneltian tentang kualitas kesehatan, biaya, outcome, dan keselamatan pasien. AHRQ mendanai 100 penelitian untuk mengidentifikasi instrumen yang dijadikan alat untuk menilai budaya keselamatan pasien (Fleming, 2006). Pada dasarnya empat dimensi budaya keselamatan pasien yakni budaya keterbukaan, pelaporan, keadilan, dan budaya pembelajaran digunakan dalam menilai budaya keselamatan pasien dalam suatu organisasi kesehatan. The Hospital Survey of Patient Safety Culture yang dikembangkan oleh AHRQ menggunakan komponen-komponen sebagai indikator masing-masing dimensi budaya keselamatan pasien. Indikator dimensi budaya keterbukaan antara lain (1) komunikasi terbuka, (2) kerjasama dalam unit, (3) kerjasama antar unit, (4) persepsi keselamatan pasien. Indikator dimensi budaya keadilan adalah (1) umpan balik (feedback) dan komunikasi, (2) staffing, (3) respon tidak menghukum. Indikator dimensi budaya pelaporan mengandung
16 29 komponen (1) pelaporan kejadian, (2) hand over sedangkan indikator dari dimensi budaya pembelajaran mengandung komponen (1) pembelajaran oleh perawat, (2) ekspektasi manajer, dan (3) dukungan manajemen (Fleming, 2006). 2.3 Supervisi Pelayanan Keperawatan Definisi Supervisi Pelayanan Keperawatan Berbicara mengenai supervisi keperawatan tidak akan lepas dari supervisor, penerima supervisi (supervisee) dan komponen dari supervisi tersebut (Halpern & McKimm, 2006). Supervisi pelayanan keperawatan diartikan sebagai penyediaan pemantauan (monitoring), bimbingan, dan umpan balik (feedback) tentang masalah-masalah pribadi, profesional, dan perkembangan pendidikan dalam konteks perawatan yang aman bagi pasien (Kilminster, 2000 dalam Kennedy et al, 2007). Supervisi pelayanan keperawatan adalah kolaborasi yang sifatnya formal antara dua atau lebih yang difokuskan pada dukungan untuk staf yang disupervisi dalam rangka meningkatkan kesadaran diri dan perkembangan profesionalisme (Lynch et al, 2008). Supervisi pelayanan keperawatan dikatakan sebagai kegiatan dinamis yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan antara dua komponen yang terlibat yaitu supervisor atau pimpinan, orang yang disupervisi sebagai mitra kerja dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan (Arwani & Supriyatno, 2006). Supervisi pelayanan keperawatan merupakan interaksi dan komunikasi professional antara supervisor keperawatan dan perawat pelaksana yakni dalam interaksi komunikasi tersebut perawat pelaksana menerima bimbingan, dukungan, bantuan,
17 30 dan dipercaya, sehingga perawat pelaksana dapat memberikan asuhan yang aman kepada pasien (Halpern & McKimm 2006; Suyanto, 2008). Supervisi pelayanan keperawatan sesuai dengan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan interaksi dan komunikasi professional yakni perawat yang disupervisi mendapatkan pembinaan, bimbingan, dukungan, dan umpan balik oleh supervisor sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, dan tepat secara menyeluruh kepada pasien sehingga meningkatkan mutu asuhan keperawatan Komponen Supervisi Pelayanan Keperawatan Komponen dalam supervisi pelayanan keperawatan yaitu: a. Komponen normatif Komponen normatif atau managerial adalah mempromosikan dan mematuhi kebijakan dan prosedur, pengembangan standar, dan memberikan kontribusi ke unit klinis (Winstanley & White, 2011). Komponen ini dapat diberikan apabila supervisor memiliki persepsi positif untuk perawat pelaksana yang disupervisi. Komponen ini berfokus dalam mempertahankan kinerja perawat pelaksana yang baik dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, membuat suatu perencanaan, mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan yang dibutuhkan untuk memberikan dukungan kerja yang lebih lanjut, menciptakan keselamatan pasien, mempertahankan standar yang ada, dan memberikan kepercayaan kepada
18 31 perawat pelaksana sehingga hal tersebut dapat meningkatkan profesionalisme dan menciptakan kualitas pelayanan yang bermutu (Lynch et al, 2008). b. Komponen formatif Komponen formatif juga disebut komponen edukatif. Komponen ini berfokus pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan perawat pelaksana sehingga memungkinkan prawat pelaksana bekerja sesuai dengan standar yang berlaku sebagai aspek tanggung jawab dalam melakukan praktek. Kondisi ini dapat dicapai melalui refleksi pada praktek yang sudah dilakukan dengan mendukung dan menciptakan lingkungan yang kondusif. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama dari supervisor dan perawat pelaksana yang disupervisi. Adapun tugas dari supervisor dalam komponen ini antara lain memberikan kritik konstruktif, memberikan tantangan dalam praktek apabila diperlukan, memonitor kepatuhan perawat terhadap kode etik dan standar yang berlaku, memberikan umpan balik yang jujur, secara teratur mengevaluasi efektivitas kegiatan supervisi, serta mengidentifikasi pemecahan masalah yang diperlukan (Lynch et al, 2008). c. Komponen restoratif Komponen ini disebut juga pastoral support, memungkinkan staf untuk mengerti dan mengelola stres emosional dalam melaksanakan praktek keperawatan (Winstanley & White, 2011). Komponen restoratif berfokus dalam memberikan rasa aman bagi perawat pelaksana untuk terbuka mengungkapkan perasaan dan permasalahan yang dihadapi, pengalaman dan praktik dalam pembelajaran,
19 32 mengatasi konflik, pemberian dukungan pada staf, proses interaksi, serta meningkatkan kesadaan diri. Adapun tugas supervisor dalam hal ini adalah memberikan dukungan atau motivasi, membantu perawat pelaksana untuk berinteraksi, memonitoring reaksi atau respon terhadap materi yang dibawa oleh supervisor, meningkatkan pengalaman dan pengembangan, dan meningkatkan kesadaran diri (Lynch et al, 2008) Supervisor Keperawatan Menurut Suyanto (2008) supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain: a. Kepala ruangan Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien diruang perawatan yang dipimpinnya. b. Pengawas keperawatan Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional mempunyai pengawas keperawatan yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. c. Kepala bidang keperawatan Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi melalui para pengawas keperawatan. Kepala bidang keperawatan memiliki tanggung jawab dalam mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman dan nyaman, efektif, dan efisien.
20 33 Pada intinya, tugas dari supervisor keperawatan yang terdiri atas kepala ruangan, pengawas keperawatan dan kepala bidang keperawatan adalah mengorientasikan, melatih, dan memberikan pengarahan kepada perawat pelaksana dalam pelaksanaan tugas. Tujuan memberikan pelayanan bimbingan dalam memberikan asuhan keperawatan dan juga hal terkait keselamatan pasien agar perawat yang disupervisi menyadari, mengerti terhadap peran dan fungsi sebagai pelaksana asuhan keperawatan yang aman Kompetensi Supervisor dalam Supervisi Pelayanan Keperawatan Kegiatan supervisi merupakan kegiatan dengan fokus peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan sebagai tujuan utama. Agar tidak menyimpang dari tujuan, maka ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki seorang supervisor (Arwani & Supriyatno, 2006) diantaranya: a. Kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk Kompetensi pertama yang harus dikuasai supervisor adalah kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab sehingga dapat dimengerti oleh perawat pelaksana. b. Kemampuan memberikan saran dan bantuan Kompetensi kedua adalah bahwa supervisor harus mampu memberikan saran, nasihat, dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh perawat pelaksana. Supervisor harus mampu melakukan pendekatan asertif terhadap seluruh perawat pelaksana.
21 34 c. Kemampuan memberikan motivasi Seorang supervisor harus mampu memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja perawat pelaksana. d. Kemampuan memberikan latihan dan bimbingan Kompetensi yang harus dimiliki supervisor adalah harus mampu memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh perawat pelaksana. Seorang supervisor harus mampu sebagai contoh bagi perawat pelaksana dalam memberikan bimbingan yang tepat, mampu mengidentifikasi kesalahan yang terjadi dalam kegiatan keperawatan agar perbaikan yang dilakukan juga tepat. e. Kemampuan dalam melakukan penilaian objektif Terlaksananya penilaian yang objektif dapat terjadi bila supervisor mampu menjaga hubungan profesional dan membedakan hubungan pribadi saat bekerja, serta mampu membuat standar penilaian untuk menilai kinerja tersebut Fungsi Supervisi Pelayanan Keperawatan Fungsi supervisi pelayanan keperawatan menurut Rowe & Haywood (2007) ada empat yaitu fungsi manajemen, pembelajaran dan pengembangan, dukungan, dan negosiasi. Keempat fungsi tersebut saling bergantung satu sama lain dan salah satu fungsi tidak dapat dilakukan secara efektif tanpa fungsi yang lain. a. Fungsi manajemen (pengelolaan) Fungsi manajemen dalam supervisi pelayanan keperawatan adalah pengembangan sumber daya manusia melalui pemberian motivasi, mengatasi konflik,
22 35 pendelegasian, komunikasi, dan memfasilitasi kerjasama staf dengan manajer atau kolega. Penilaian kinerja, pengawasan mutu, pengawasan hukum dan etika juga merupakan fungsi manajemen supervisi pelayanan keperawatan (Marquis & Huston 2010; Swansburg, 2000). b. Fungsi pembelajaran dan pengembangan Fungsi ini adalah untuk membantu perawat merefleksikan kinerja mereka, mengidentifikasi kebutuhan belajar dan pengembangan, serta mengembangkan rencana atau mengidentifikasi peluang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. c. Fungsi dukungan Fungsi dukungan berguna untuk perawat dalam melaksanakan perannya. Dukungan dapat diberikan oleh supervisor pada situasi tertentu, kejadian khusus atau masalah pribadi yang mungkin berdampak pada pekerjaan dan kinerja perawat (Rowe & Haywood, 2007). d. Fungsi negosiasi Fungsi negosiasi adalah untuk meningkatkan efektifitas hubungan antara perawat pelaksana, tim kesehatan lain, organisasi, dan lembaga lain yang bekerja di dalam lingkungan yang sama. Untuk mencapai fungsi negosiasi dapat dilakukan melalui melakukan pengarahan kepada perawat terhadap isu-isu kunci, sensitif terhadap keluhan-keluhan perawat, melakukan pengarahan kepada perawat terhadap perubahan dan perkembangan yang mempengaruhi area kerja mereka (Rowe & Haywood, 2007).
23 Evaluasi Supervisi Pelayanan Keperawatan Supervisi pelayanan keperawatan dapat dievaluasi menggunakan instrumen kuesioner untuk mengevaluasi proses supervisi menurut persepsi perawat yang disupervisi. Winstanley & White menjelaskan salah satu kuesioner yang dapat digunakan adalah The Manchester Clinical Supervision Scale. Kuesioner ini merupakan satu-satunya instrumen penelitian yang telah divalidasi secara internasional. Bentuk-bentuk pernyataan yang ada dalam dalam instrumen disusun berdasarkan data kualitatif melalui wawancara yang berasal dari sebuah penelitian di Inggris dan Scotlandia. Hasil wawancara tersebut disusun menjadi sebuah instrument oleh Profesor White, Butterworth, dan Bishop. Manchester Clinical Supervision Scale terdiri atas tiga komponen yang merupakan pengembangan dari model Protocor yaitu normatif (mempertahankan kinerja dan meningkatkan profesionalisme), formatif (meningkatkan pengetahuan dan keterampilan), dan restoratif (memberikan dukungan) (Winstanley & White, 2011). 2.4 Hubungan Supervisi Pelayanan Keperawatan dengan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana Individu yang menerapkan budaya keselamatan pasien berarti membangun perilaku yang terbuka, adil, informatif dalam melaporkan insiden terkait keselamatan pasien, dan mau belajar atas insiden tersebut (NPSA, 2006). Penerapan budaya negatif menuju penerapan budaya keselamatan mengindikasikan terjadi perubahan dalam sistem suatu organisasi maupun perilaku dari anggota organisasi. Dalam organisasi,
24 37 perubahan menuju penerapan budaya keselamatan tersebut akan bisa terjadi bila faktor kepemimpinan berperan didalamnya. Kepemimpinan yang efektif akan dapat mempengaruhi bawahannya dalam pencapaian suatu tujuan organisasi (Cahyono, 2008). Salah satu perilaku kepemimpinan yang bisa menjadi agen perubahan adalah supervisi (Gillies, 1994). Supervisi pelayanan keperawatan sesuai adalah interaksi dan komunikasi professional yakni perawat yang disupervisi mendapatkan pembinaan, bimbingan, dukungan, dan umpan balik oleh supervisor sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, dan tepat secara menyeluruh kepada pasien sehingga meningkatkan mutu asuhan keperawatan (Halpern & McKimm 2006; Suyanto, 2008). Supervisi pelayanan keperawatan dapat meningkatkan kesadaran perawat atas dirinya dan lingkungan kerja termasuk kesadaran terhadap cara berpikir, membuat keputusan, dan prestasi kerja. Kegiatan supervisi yang mendukung perawat pelaksana dan memberikan kesempatan untuk berkembang dan merefleksikan kemampuannya berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan dan keselamatan pasien (Tony et al, 2007). Supervisi pelayanan keperawatan mampu memberi manfaat kepada perawat pelaksana dalam meningkatkan perasaan didukung, mengurangi isolasi profesional, menurunkan tingkat kelelahan kerja dan emosional, meningkatkan kepuasan kerja dan moral, serta mengembangkan praktek professional dan dukungan dalam praktek (Driscoll, 2007). Hyrkas (2000) membuktikan supervisi pelayanan keperawatan
25 38 dapat meningkatkan hubungan perawat yang disupervisi dengan supervisor serta dalam hubungan antar perawat yang lain. Hubungan antara para perawat yang disupervisi dengan tim supervisor dikarakteristikan sebagai peningkatan evaluasi diri, keberanian, keterbukaan, menolong dan saling memahami antar anggota tim. Selama kegiatan kegiatan pengawasan tim atau supervisi klinis, keberanian perawat untuk meneliti masalah-masalah yang ada dalam tim menjadi meningkat, termasuk keterbukaan membahas isu atau topik-topik yang sensitif yang ada dalam pekerjaan dan pasien. Dengan demikian, karakteristik keterbukaan dalam melaporkan isu-isu terkait pekerjaan, termasuk masalah pasien, tercermin dalam hubungan antarperawat dalam kegiatan supervisi pelayanan keperawatan. Halpern & McKimm (2006) yang menyebutkan bahwa supervisi adalah tempat di mana isu-isu atau dilema seputar masalah pasien dapat dibicarakan dan ditangani. Melalui supervisi pelayanan keperawatan, disebutkan pula perawat yang disupervisi menemukan batas-batas dari diri sendiri dan rekan-rekan mereka, serta belajar untuk memberikan kesempatan berpendapat dan beropini terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam pekerjaan mereka. Secara tidak langsung, hal tersebut dapat dikatakan sebagai berperilaku adil terhadap rekan kerja (Hyrkas, 2000). Hasil penelitian juga menyebutkan perawat yang disupervisi melaporkan bahwa hubungan antar anggota tim menjadi lebih dekat, yang pada akhirnya meningkatkan kolaborasi, semangat tim, perasaan kebersamaan, dan juga peningkatan keaktifan mereka dalam mendiskusikan masalah-masalah yang terkait dalam peningkatan kualitas pekerjaan (Jones, 2003
26 39 dalam Tony et al, 2007). Perawat yang disupervisi juga melaporkan secara jelas peningkatan dalam memperaktekkan diskusi masalah-masalah yang terjadi dalam kegiatan keperawatan mereka. Hubungan antara anggota tim tumbuh lebih matang, semangat kelompok dan solidaritas serta keterampilan pemecahan konflik menjadi semakin berkembang akibat kegiatan supervisi tersebut (Hyrkas, 2000). Kegiatan supervisi juga mampu meningkatkan kebutuhan akan belajar. Hasil penelitian membuktikan setelah disupervisi responden sangat bersedia untuk berpartisipasi dalam pendidikan pelayanan baik di dalam maupun di luar organisasi mereka. Masalah keselamatan dalam bekerja adalah topik penting yang dibahas. Perawat yang telah menerima pendidikan tentang pelayanan keperawatan terkait isuisu keselamatan menjadi semakin meningkatkan perasaan mereka, meningkatkan prinsip keselamatan dalam setiap kegiatan yang mereka laksanakan. Supervisi dapat meningkatan kualitas melalui peningkatan perhatian terhadap kapasitas kerja. Kualitas yang dimaksud antara lain meningkatkan fleksibilitas dalam bekerja, memperjelas gambaran pekerjaan, dan peningkatan efisiensi kerja, serta sebagai refleksi kerja untuk mengubah rutinitas yang kurang baik. Peningkatan kualitas tersebut pada akhirya akan memperkuat aturan manajemen dan memudahkan mengatur kegiatan asuhan kepada pasien (Hyrkas, 2000).
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan kritis dalam rumah sakit yang sering dipublikasikan dan menjadi fokus internasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat melalui pembangunan kesehatan. Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan,
Lebih terperinciDAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nur Hasyim Auladi Skep Ns Email : nurhasyim77@ymail.com, No. Telp. 081228112321 JL. Grafika Barat VI Rt 03 RW 08 Kel. Banyumanik. Kec Banyumanik Kota Semarang Riwayat Pendidikan 2007-2008
Lebih terperinciWinarni, S. Kep., Ns. MKM
Winarni, S. Kep., Ns. MKM Konsep dan prinsip Patient safety Patient Safety adalah isu terkini, global, penting (high profile), dalam Pelayanan RS, (2000) WHO memulai Program Patient Safety th 2004 : Safety
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N
No.308, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Keselamatan Pasien. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Keselamatan Pasien Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
Lebih terperinciSurvey Budaya Aman Rumah Sakit 2016 Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Survey Budaya Aman Rumah Sakit 2016 Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita PENDAHULUAN JCI Standard GLD 13. Hospital leadership creates and supports a culture of safety program throughout
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan mengurangi resiko kejadian tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang terjadi belakangan ini membawa dampak perubahan di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak diketemukan demikian
Lebih terperinciKeselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan
Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan dr. Suryani Yuliyanti, M.Kes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Modul : Masalah Kesehatan Prioritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien adalah pondasi utama dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sejalan dengan perkembangan sistem pelayanan rumah sakit yang semakin kompleks, menciptakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit. Hal ini sangat erat kaitannya baik dengan citra rumah sakit maupun keamanan pasien.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengobati dan menyembuhkan pasien dari penyakit. Dalam menjalankan tujuannya, rumah sakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Hal ini terjadi karena adanya publikasi WHO pada tahun 2004 tentang penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.
BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millenium Development Goals yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk menghadapi era globlalisasi membawa dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai bidang kehidupan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu melaksanakan fungsi manajemen keperawatan (Sitorus, R & Panjaitan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepala ruangan merupakan tenaga perawat yang diberi tugas memimpin satu ruang rawat, dan bertanggung jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan, yang berperan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki,
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supervisi 2.1.1 Pengertian Supervisi Menurut Kron (1987) Supervisi adalah merencanakan, mangarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki, memerintah,
Lebih terperinciKeselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu:
Lebih terperinciKUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN
KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara menandai ( X) salah satu jawaban
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akreditasi internasional merupakan konsep keselamatan pasien menjadi salah satu penilaian standar sebuah rumah sakit. Keselamatan pasien (patient safety) telah menjadi
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN
KUESIONER PENELITIAN OLEH : SYAHARA HIKMAH FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Assalamualaikum w.w Selamat pagi/ siang/ sore Saya adalah mahasiswi semester akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PROGRAM PENINGKATAN MUTU KLINIS DAN KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS PUJON
KERANGKA ACUAN PROGRAM PENINGKATAN MUTU KLINIS DAN KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS PUJON BAB I PENDAHULUAN Semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat, m a k a s i s t e m n i l
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien pada
Lebih terperincirepository.unimus.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
Lebih terperinciNo. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2
TATA CARA / PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN ( IKP ) 1 dari 2 Insiden Keselamatan Pasien ( IKP ) adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan secara paripurna bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan dituntut untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) pada era globalisasi ini semakin tinggi. Pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien menjadi isu prioritas dalam perawatan kesehatan, dimana gerakan keselamatan pasien dimulai sejak tahun 2000 yang berawal ketika Institute of Medicine
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang yang mendasari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pada November 1999, the American Hospital
Lebih terperinciPEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KINERJA PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KINERJA PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pelayanan
Lebih terperinciUPT PUSKESMAS SAITNIHUTA
PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS SAITNIHUTA Desa Saitnihuta Kecamatan Doloksanggul kode pos : 2457 Email :puskesmassaitnihuta@yahoo.co.id KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan makin meningkatnya tuntutan menghadapi era globalisasi membawa dampak pada dunia kesehatan. Dunia kesehatan dituntut agar dapat menyediakan layanan kesehatan
Lebih terperinciPANDUAN PENUNTUN SURVEI AKREDITASI UNTUK BAB PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN ====================================== ==========================
PANDUAN PENUNTUN SURVEI AKREDITASI UNTUK BAB PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN ====================================== ========================== I. STANDAR PMKP A. KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN 1.
Lebih terperincitugas sehari-hari (Arwani, 2005).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Supervisi a. Pengertian Supervisi Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan
Lebih terperinciSUPERVISI KEPERAWATAN ENI WIDIASTUTI
SUPERVISI KEPERAWATAN ENI WIDIASTUTI Pendahuluan Mewujudkan praktik keperawatan profesional perlu didukung oleh fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang baik Salah satu fungsi yang harus dilakukan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 43 ayat 1 menjelaskan bahwa Rumah Sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien. Standar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, preventif, kuratif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada standar evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan terus menerus
Lebih terperinciKonsep Mutu Dan Akreditasi PUSKESMAS & FKTP (#4) posted by admin on August 28, SYNCORE - always deliver value
Konsep Mutu Dan Akreditasi PUSKESMAS & FKTP (#4) posted by admin on August 28, 2016 SYNCORE - always deliver value Konsep mutu telah berkembang pesat selama beberapa dekade belakang ini. Saat ini konsep
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat komplek, terdapat ratusan
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinyainsiden patient safety disuatu rumah sakit, akan memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien pada khususnya karena sebagai pemberi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas layanan medik. Rumah sakit yang sudah terakreditasi pun belum
Lebih terperinciBAB 1. bagi semua bangsa Indonesia. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi Indonesia sehat merupakan pandangan dalam mencapai derajat kesehatan bagi semua bangsa Indonesia. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini masyarakat cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengukur mutu sebuah pelayanan dapat dilihat secara subjektif dan objektif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang sangat padat modal, padat teknologi, padat
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI A. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini peningkatan produktifitas dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan investasi esensial bangsa yang secara signifikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi esensial bangsa yang secara signifikan mempengaruhi kemajuan suatu negeri. Agenda pembangunan di bidang kesehatan menekankan pada pembenahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit saat ini wajib menerapkan keselamatan pasien. Keselamatan. menjadi lebih aman dan berkualitas tinggi (Kemenkes, 2011;
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit saat ini wajib menerapkan keselamatan pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien menjadi lebih aman dan berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keselamatan pasien menjadi acuan bagi tenaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keperawatan adalah suatu bentuk layanan kesehatan professional yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan adalah suatu bentuk layanan kesehatan professional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan berbasis ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan di rumah sakit. Sejak malpraktik menggema di seluruh
Lebih terperinciContoh topik penelitian manajemen rumahsakit
Contoh topik penelitian manajemen rumahsakit Adi Utarini Penelitian di bidang manajemen rumah sakit merupakan penelitian terapan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan manajemen.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. layanan kesehatan, maka fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. seperti klinik harus selalu berusaha untuk memenuhinya dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin tinggi, hal ini disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan artinya kesehatan. Untuk
Lebih terperinciKUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN
EVALUASI PROGRAM SASARAN KESELAMATAN PASIEN KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN Jawab lah pertanyaan di bawah
Lebih terperinciINSTRUMEN AKREDITASI PUSKESMAS
INSTRUMEN AKREDITASI PUSKESMAS BAB IX. PENINGKATAN MUTU KLINIS DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP) 9.1. TANGGUNG JAWAB TENAGA KLINIS. 9.2. PEMAHAMAN MUTU LAYANAN KLINIS. 9.3. PENGUKURAN MUTU LAYANAN KLINIS DAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh langsung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas
Lebih terperinciPelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Melur Belinda Tim Keselamatan Pasien RSUD Dr Saiful Anwar malang
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Melur Belinda Tim Keselamatan Pasien RSUD Dr Saiful Anwar malang Fakta Error is human : kesalahan manusiawi Akibat kesalahan pelayanan medis - insiden 1: 25-1 : 10
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi aktif pasien dalam pelayanan kesehatan telah diakui secara internasional sebagai kunci utama dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan demi
Lebih terperinciKomunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu hal yang mendapat perhatian penting adalah masalah konsep keselamatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian ini didapatkan 7 (tujuh) tema yaitu : pengalaman mengenai. penilaian pelayanan kesehatan di rumah sakit.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari penelitian ini didapatkan 7 (tujuh) tema yaitu : pengalaman mengenai budaya keselamatan pasien, dimensi budaya keselamatan pasien, pelaksanaan sasaran keselamatan
Lebih terperinciBody of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik
Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik PERSATUAN DOKTER MANAJEMEN MEDIK INDONESIA (PDMMI) June 29, 2012 Authored by: PDMMI Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen
Lebih terperinciKetepatan identifikasi pasien. Peningkatan komunikasi yang efektif. Pengurangan risiko pasien jatuh.
1 2 3 4 5 6 Ketepatan identifikasi pasien Peningkatan komunikasi yang efektif Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepatpasien operasi Pengurangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Supervisi Keperawatan a. Definisi Pitman (2011) mendefinisikan supervisi sebagai suatu kegiatan yang digunakan untuk menfasilitasi refleksi yang lebih mendalam
Lebih terperinciPANDUAN MANAJEMEN RESIKO KLINIS
PANDUAN MANAJEMEN RESIKO KLINIS Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: Ditetapkan Kepala UPT Puskesmas Cibaliung M. AMSOR, SKM NIP.11987031 1008 PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi khususnya pada bidang kesehatan, mendorong pelayanan kesehatan untuk terus berupaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk di laksanakan di rumah sakit dan hal
Lebih terperinciUNIVERSITAS UDAYANA NI WAYAN MARHENI NIM :
UNIVERSITAS UDAYANA GAMBARAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN SUPERVISI OLEH ATASAN LANGSUNG DENGAN PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN OLEH TENAGA KESEHATAN PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM
Lebih terperinciPROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO
PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO I. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang mengandung risiko karena menyangkut keselamatan tubuh dan nyawa seseorang.
Lebih terperinciInsiden Keselamatan Pasien
Insiden Keselamatan Pasien Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien adalah proses yang dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien menjadi lebih aman.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi (Nursalam, 2011). data rekam medis, pasien dan keluarganya.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus adalah merupakan rancangan penelitian
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PAYAKUMBUH PUSKESMAS LAMPASI. KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS LAMPASI NO. 445/ /SK-C/Pusk-LPS/I/2016
PEMERINTAH KOTA PAYAKUMBUH PUSKESMAS LAMPASI Jl. Prof.M.NasroenKel.Sungai Durian Kec.LamposiTigoNagori Kota PayakumbuhKodePos 26219 (0752) 90986 SMS Center 085265712515 Email :puskesmas_lampasi @yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat
Lebih terperinciKASYFI HARTATI Disampaikan pada ASM 2014
KASYFI HARTATI Disampaikan pada ASM 2014 Yogyakarta, 15 Maret 2014 Tinjauan Pustaka Pendahuluan Metode Penelitian Hasil & Pembahasan Kesimpulan A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah Bagaimanakah
Lebih terperinciMenjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari
Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan
Lebih terperinciBAB 7 MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN EDUKASI (MKE)
BAB 7 MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN EDUKASI (MKE) GAMBARAN UMUM Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang kompleks dan sangat bergantung pada komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Permenkes No. 147 tahun 2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk menghadapi era globlalisasi membawa dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai bidang
Lebih terperincisupervisi merupakan satu bentuk bantuan untuk mengatasi kesulitan dalam pemberian bantuan; supervisi merupakan bagian dari proses
Proses pendidikan berkelanjutan melalui bantuan supervisor kepada supervise agar menampilkan perilaku profesional yang adekuat melalui penilaian terhadap aktivitas profesional supervisee; Aktivitas yang
Lebih terperinciDescription of Patient Safety Culture in Inpatient Installation Ajjapange Hospital
GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD AJJAPANGGE Description of Patient Safety Culture in Inpatient Installation Ajjapange Hospital Nurwahidah, M. Alimin Maidin,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT BAHAYANGKARA TK.III ANTON SOEDJARWO PONTIANAK No... tentang
BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN RUMKIT BHAYANGKARA TINGKAT III ANTON SOEDJARWO PONTIANAK KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT BAHAYANGKARA TK.III ANTON SOEDJARWO PONTIANAK No.... tentang SISTEM PENCATATAN DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
Lebih terperincikeselamatan penyedia jasa kesehatan serta pasien mereka (Gershon et al., 2000, Pronovost dan Sexton, 2005). Keselamatan dalam organisasi kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Safety Culture (budaya keselamatan) adalah produk yang dihasilkan dari individu, kelompok, sikap, persepsi dan juga pola perilaku yang menentukan komitmen dan kecakapan
Lebih terperinci