Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Deterjen Secara umum istilah dari deterjen digunakan untuk bahan atau produk yang mempunyai fungsi meningkatkan kemampuan pemisahan suatu materi dari permukaan benda, misalnya kotoran dari pakaian, sisa makanan dari piring atau buih sabun dari permukaan benda serta mendispersi dan menstabilisasi dalam matriks seperti suspensi butiran minyak dalam fase seperti air (Showell, 2006). Kemampuan deterjen tersebut tergantung kepada komposisi dari formulanya, persyaratan penggunaan, sifat alami dari permukaan yang akan dibersihkan, sifat dari bahan yang akan dipisahkan. Oleh karena itu, penentuan formula deterjen merupakan proses yang rumit karena harus memperhitungkan beberapa hal, seperti kebutuhan pengguna, nilai ekonomi, pertimbangan lingkungan dan kemampuan spesifik yang dibutuhkan supaya fungsi deterjen menjadi efektif. II.1.1 Kandungan Deterjen Deterjen yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri menggunakan formula yang sangat kompleks yaitu lebih dari 25 bahan. Namun secara umum penyusun deterjen dikelompokan menjadi empat, yaitu surfaktan, builders, bleaching agent dan bahan aditif (Smulders, 2002). Surfaktan berfungsi untuk mengangkat kotoran pada pakaian baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builders) yang meningkatkan efisiensi surfaktan. Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineralmineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berfungsi dengan lebih baik. Selain itu, builders juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung dengan lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Senyawa kompleks 5

2 fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit dan fluorescent sering digunakan dalam builders. Senyawa fosfat dapat mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang sedang dicuci. Senyawa fosfat yang digunakan oleh semua merk deterjen memberikan andil yang cukup besar terhadap terjadinya proses eutrofikasi yang menyebabkan alga blooming (meledaknya populasi tanaman air). Formulasi yang tepat antara kompleks fosfat dengan surfaktan menjadi kunci utama kehebatan daya cuci deterjen. Menurut Connell (1995) berdasarkan sifat ionisasi senyawa aktifnya, surfaktan diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu : 1. Surfaktan anionik Jenis ini memiliki sisi permukaan aktif negatif. Secara umum gugusnya adalah sulfat dan sulfonat yang dapat larut dalam air. Surfaktan yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah sodium dodecylbenzene sulphonate (SDS). Surfaktan anionik banyak digunakan dalam produk pembersih pakaian dan peralatan rumah tangga, serta produk pembersih pribadi. Surfaktan jenis ini merupakan produk terbesar hingga saat ini. Gambar II.1. Struktur dari SDS 2. Surfaktan kationik Jenis ini memiliki sisi permukaan positif. Senyawa utamanya yaitu alkil dengan gugus utama ammonium. Surfaktan yang tergolong jenis ini adalah dialkyldimethylammonium chlorides. 6

3 Gambar II.2. Struktur dari Dialkyldimethylammonium chlorides 3. Surfaktan nonionik Jenis ini merupakan produk kondensasi alkilfenol atau alkohol lemak dengan etilenoksida. Surfaktan jenis nonionik banyak pula digunakan sebagai pembersih pakaian. Gambar II.3. Struktur dari Ethylated Alkohol Pada awalnya surfaktan (senyawa aktif) yang digunakan dalam komposisi deterjen yaitu dari jenis BAS (Branched Alkylbenzene Sulphonate) yang memiliki rantai karbon bercabang. BAS ini dikenal sebagai sebagai hard detergent karena sifatnya yang tahan penguraian biologis. Rantai cabang BAS inilah yang membuat BAS tidak terurai sehingga peningkatan konsentrasinya berjalan cepat. Oleh karena itu BAS dikenal sebagai senyawa pencemar yang toksik terhadap biota perairan (Connell, 1995). Para ahli terus berusaha menemukan bahan aktif deterjen sintesis baru yang mudah terurai, akhirnya pada tahun 1965 mulai dikenal LAS (Linear Alkylbenzene Sulphonate). Seperti halnya BAS, senyawa ini pun dibuat dari senyawa hidrokarbon minyak bumi. Senyawa aktif LAS termasuk ke dalam kriteria surfaktan anionik yang memiliki rantai alkil lurus. Dengan struktur demikian LAS ini bila tidak segera terurai seluruhnya akibat akumulasi yang terus-menerus maka akan bersifat lebih toksik dibandingkan BAS. Struktur rantai alkilnya yang lurus membuat senyawa LAS ini lebih bersifat lipofilik sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada membran sel. Sebagai surfaktan, LAS dapat menurunkan tegangan permukaan dan mengemulsi lemak sehingga dimanfaatkan 7

4 sebagai pelarut lemak dan denaturasi protein. Dengan sifat ini LAS berpotensi merusak membran sel organisme dan mematikan bakteri-bakteri yang berguna di perairan. II.1.2 Mekanisme Deterjen sebagai Pembersih Sebagai bahan aktif deterjen, surfaktan yang juga disebut zat aktif permukaan (surface active agent) memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air dari sekitar 73 dyne/cm menjadi 30 dyne/cm. Selain itu kemampuan surfaktan membentuk gelembung serta pengaruh permukaan lainnya membuat surfaktan bertindak sebagai zat pembersih dan pengemulsi dalam industri dan rumah tangga. Secara struktur, surfaktan memiliki polaritas lipofilik dan hidrofilik. Kutub lipofilik terletak pada rantai alkil yang bersifat larut dalam minyak atau lemak, sedangkan kutub hidrofilik terletak pada gugus aril (yang mengandung garam) yang larut dalam air. Gambar III.4. Kondisi gugus surfaktan dalam air Kutub lipofilik cenderung muncul keluar dari fase air menghadap ke udara, sedangkan kutub hidrofilik menghadap ke fase air (Gambar II.3), yaitu tempat ion-ion bermigrasi menuju batas antara air-udara yang bekerja mengurangi energi bebas permukaan sehingga tegangan permukaan berkurang. Pada konsentrasi surfaktan yang cukup tinggi di air, gugus lipofilik saling tarik menarik dan membentuk agregat atau micelle, sedangkan gugus hidrofilik terdapat disebelah luar micelle. Dengan demikian zat yang lipofil dapat tertimbun dalam inti lipofilik 8

5 dari micelle dan dengan cara inilah kotoran dilarutkan (disolubilisasi). Mekanisme tersebut di atas memungkinkan surfaktan bertindak sebagai pembersih kotoran. Proses pembersihan oleh surfaktan terdiri atas tiga tahap, yaitu : 1. Pembahasan (wetting) kotoran oleh larutan deterjen 2. Lepasnya kotoran dari permukaan bahan 3. Pembentukan suspensi kotoran yang stabil. Menurut Showell, 2006 mekanisme pembersihan kotoran (umumnya berupa tanah) terdiri beberapa tahapan, yaitu : 1. Perpindahan surfaktan ke interfase. Hal ini terjadi pada kondisi surfaktan dalam bentuk monomer, dimana kinetika perpindahannya sangat cepat (10-5 cm 2 /detik) atau juga terjadi pada kondisi surfaktan berbetuk agregat atau micelle dimana kinetika perpindahannya relatif lambat (10-7 cm 2 /detik). Kinetika perpindahan surfaktan dan adsorpsi pada permukaan dapat diukur dengan tegangan permukaan dinamik. 2. Adsorpsi surfaktan pada interfase air-tanah, interfase air-udara, dan interfase permukaan-air. Tahapan ini terjadi dengan menurunkan tegangan permukaan pada masing-masing interfase tersebut. 3. Membentuk kompleks surfaktan-tanah. Hal ini menunjukkan bahwa surfaktan akan menyelimuti tanah yang akan dipisahkan dalam satu lapisan atau pada konsentrasi surfaktan yang tinggi akan menghasilkan dua lapisan. Pada tahapan ini surfaktan dapat mendorong padatan tanah menjadi lunak dan berbentuk cairan. Tahapan ini merupakan tahapan yang kritis untuk menuju proses emulsi yang dapat terjadi jika tanah berbentuk cairan. 4. Desorpsi kompleks surfaktan-tanah. Untuk tanah yang berminyak, proses ini dapat terjadi melalui mekanisme penggulungan atau melalui pelarutan minyak menjadi agregat micelle dari surfaktan. 5. Perpindahan kompleks surfaktan-tanah menjauh dari permukaan. Pada tahapan ini tanah yang mengandung minyak dengan massa jenis yang lebih rendah dari air akan mengapung di permukaan. Padahal dibutuhkan 9

6 energi mekanik atau pengadukan untuk menjauhkan kompleks surfaktantanah dari permukaan. 6. Stabilisasi tanah yang terdispersi untuk mencegah terjadinya redeposisi II.2. Proses Laundry Laundry merupakan proses kompleks yang melibatkan interaksi antara beberapa faktor fisik dan kimiawi. Pada proses ini kotoran yang melekat pada pakaian dibersihkan dengan mempergunakan air dan deterjen. Tahapan yang terjadi pada proses ini adalah kotoran yang melekat pada pakaian akan dilepaskan oleh larutan deterjen dan dilanjutkan dengan stabilisasi air yang berisi kotoran supaya kotoran tersebut tidak menempel kembali pada permukaan pakaian. Kemampuan membersihkan pakaian dalam proses laundry sangatlah tergantung pada beberapa faktor seperti jenis bahan pakaian, jenis kotoran, kualitas air, peralatan mencuci, dan komposisi deterjen (Smulders, 2002). Diantara faktor tersebut yang memegang peranan penting adalah komposisi deterjen. Air pada proses laundry berfungsi sebagai pelarut bagi deterjen dan kotoran yang menempel di pakaian. Air juga berfungsi sebagai media perpindahan untuk komponen tanah yang terlarut maupun terdispersi. Proses laundry dimulai dengan membasahi dan penetrasi larutan deterjen pada pakaian yang kotor. Air mempunyai tegangan permukaan yang sangat tinggi yaitu 72 mn/m padahal proses pembasahan pakaian dapat berjalan lebih cepat dan efektif jika tegangan permukaannya berkurang sampai 30 mn/m. Pada proses inilah peranan dari surfaktan sebagai bahan baku deterjen untuk menurunkan tegangan permukaan. Kualitas air yang jelek dapat mempengaruhi proses pencucian dan menimbulkan masalah pada mesin cuci. Ion kalsium dan magnesium yang bertanggung jawab terhadap kesadahan air dapat menimbulkan terbentuknya endapan. Endapan ini disebabkan oleh terbentuknya residu pada proses laundry dan dapat membentuk kerak pada mesin cuci sehingga berakibat pada terganggunya fungsi dari elemen pemanas dan komponen mesin cuci yang lain. Kandungan kalsium yang tinggi dalam air dapat menghalangi proses menghilangkan partikel tanah pada kotoran yang melekat pada pakaian. Selain itu, keberadaan ion logam seperti besi, 10

7 tembaga dan mangan dapat merugikan proses laundry. Ion-ion tersebut dapat menjadi katalis dari dekomposisi agen pemutih (bleaching agents) sehingga fungsinya menjadi terganggu. Kotoran yang melekat pada pakaian dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : debu dari udara, kotoran yang dihasilkan badan (misalnya keringat), pengotor yang berasal dari aktifitas domestik, komersial dan industri. Menurut Smulders, 2002 jenis kotoran tersebut dapat digolongkan menjadi : a. Bahan yang mudah larut, seperti : garam, gula, urea, dan keringat b. Partikel, seperti : oksida logam, karbonat, silika, humus, dan arang c. Minyak dan lemak, seperti : minyak hewani, minyak nabati, pelembab, minyak dan logam mineral, dan lemak yang berasal dari serangga d. Protein yang berasal dari : darah, telur, susu dan keratin dari kulit e. Karbohidrat, seperti : kanji f. Zat pewarna dari : buah-buahan, sayuran, anggur, kopi dan teh. II.3. Air Limbah Laundry Air limbah yang dihasilkan dari proses laundry mempunyai komposisi dan kandungan yang bervariasi. Hal ini disebabkan variasi kandungan kotoran di pakaian, komposisi dan jumlah deterjen yang digunakan serta teknologi yang dipakai. Selain itu terdapat perbedaan konsentrasi antara air limbah laundry yang dihasilkan dari rumah tangga dengan jasa laundry. Untuk jasa laundry, kandungan air limbahnya mengandung deterjen dengan jumlah yang lebih sedikit, dikarenakan pemakaian yang lebih ekonomis dan juga penggunaan peralatan pelunakan air. Sedangkan karakteristik dari air limbah laundry yang diperoleh dari beberapa penelitian dapat dilihat pada Tabel II.1. 11

8 Tabel II.1. Karakteristik air limbah laundry Eriksson et.al Hoinkis Ge et.al. Savitri Parameter (2002) (2008) (2004) (2007) Suhu ( o C) Konduktivitas (µs/cm) ph Kekeruhan (NTU) Surfaktan (mg/l) COD (mg/l) BOD (mg/l) TSS (mg/l) Fosfat (mg/l) Total N (mg/l) Konsumsi air untuk kegiatan mencuci di rumah tangga mempunyai jumlah yang signifikan, yaitu sekitar 22% dari total kebutuhan air bersih (Woodwell et.al., 1995). Sedangkan menurut Smulders (2002) penggunaan air untuk kegiatan laundry sekitar 17 L atau 13% dari kebutuhan air bersih atau sekitar 8% dari air yang masuk ke sistem air buangan. Selain kontribusi volume air, air limbah laundry menyumbang beban kontaminan yang cukup tinggi ke dalam air buangan. Pada Tabel II.2 dapat terlihat bahwa air limbah laundry menyumbang sekitar 10% untuk COD, BOD dan TSS sedangkan untuk fosfat dan nitrogen cenderung lebih rendah. Parameter Tabel II.2. Kontribusi air limbah laundry terhadap air buangan perkotaan Kons. di air limbah laundry (mg/l) Beban per kapita air limbah laundry (g/hari) Beban per kapita air buangan perkotaan (g/hari) Kontribusi air limbah laundry terhadap air buangan (%) COD BOD TSS Total N Total P Sumber : Smulders, 2002 Untuk mengurangi beban pencemaran yang berasal dari aktifitas laundry maka perlu dilakukan pengolahan terutama di tempat jasa laundry yang menghasilkan 12

9 volume air limbah yang cukup besar. Terdapat beberapa sistem pengolahan yang dapat digunakan, misalnya sedimentasi dan filtrasi (Ahmad, 2008), oksidasi elektrokimia (Kong, 2006 dan Koparal et al., 2006), ultrasonik (Abu-Hassan et. al, 2006), koagulasi dan membran filtrasi (Sostar-Turk, 2005), membran bioreaktor (Buchheistera et. al, 2006 dan Hoinkis, 2008), oksidasi Fenton (Lin et.al, 1999), ultraviolet (Tabrizi, 2006), adsorpsi (Adak et.al, 2005), koagulasi flokulasi (Aboulhassan et.al, 2006) dan elektrokoagulasi (Ge, 2004). II.4 Elektrokoagulasi Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et al., 2004). Sedangkan menurut Mollah, (2004), elektrokoagulasi adalah proses kompleks yang melibatkan fenomena kimia dan fisik dengan menggunakan elektroda untuk menghasilkan ion yang digunakan untuk mengolah air limbah. Gambar II.5. Diagram Venn (Holt et al., 2001) Diidentifikasi terdapat tiga proses mendasar yang terjadi dalam elektrokoagulasi, yaitu elektrokimia, koagulasi dan flotasi. Ketiga proses ini dapat digambarkan dengan diagram Venn dimana kombinasi dari ketiganya menghasilkan teknologi 13

10 elektrokoagulasi, sedangkan kombinasi yang lain menghasilkan teknologi yang berbeda. Elektrokoagulasi bukan merupakan teknologi baru, dari literatur yang ada menunjukkan bahwa teknologi ini telah ditemukan lebih dari seratus tahun yang lalu. Contoh aplikasi yang ada misalnya adalah pada akhir abad 19, telah terdapat beberapa instalasi pengolahan air bersih yang cukup besar di London yang mempergunakan teknologi ini (Matteson et al., 1995 dalam Holt et al., 2004). Sementara instalasi pengolahan lumpur secara elektrolisis dioperasikan di beberapa tempat di Amerika Serikat pada awal tahun 1911 yang memiliki ukuran yang serupa dengan instalasi pengolahan air limbah pada masa tersebut (Vik et al., 1984 dalam Holt et al., 2004). Namun sejak tahun 1930-an semua instalasi tersebut tidak dioperasikan lagi dikarenakan biaya operasional yang tinggi dan adanya alternatif lain berupa penggunaan bahan kimia sebagai koagulan (Holt et al., 2004). Pada masa sekarang penggunaan teknologi elektrokoagulasi mulai dikembangkan kembali untuk meningkatkan kualitas effluen air limbah. Elektrokoagulasi digunakan untuk mengolah effluen dari beberapa air limbah yang berasal dari industri makanan, limbah tekstil, limbah rumah makan, limbah yang mengandung senyawa arsenik, air yang mengandung fluorida, dan air yang mengandung partikel yang sangat halus, bentonit dan kaolinit. Pada sistem pengolahan limbah yang konvensional, reaktor elektrokoagulasi dapat menggantikan beberapa unit pengolahan sehingga menghasilkan instalasi pengolahan yang lebih sederhana dan tidak membutuhkan lahan yang luas. 14

11 Unit ini dapat digantikan dengan elektrokoagulasi Gambar II.6 Diagram alir IPAL konvensional dan unit yang dapat digantikan oleh Elektrokoagulasi (ket : A: air limbah, B: bar screen, C: grit chamber, D:bak distribusi, E: primary sedimentation, F: Oxidation Ditch, G: pengolahan lumpur, H: Clarifier, I:klorinasi, J: effluen) (Mollah, 2004) Untuk pertimbangan penentuan penggunaan elektrokoagulasi maka Mollah (2001) telah memberikan gambaran tentang keuntungan dan kerugiannya. Keuntungan dari penggunaan elektrokoagulasi adalah sebagai berikut : 1. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan mudah dioperasikan. 2. Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluen yang jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. 3. Lumpur yang dihasilkan elektrokaogulasi realtif stabil dan mudah dipisahkan karena terutama berasal dari oksida logam. Selain itu jumlah lumpur yang dihasilkan sedikit. 4. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi. 15

12 5. Elektrokoagulasi menghasilkan effluen yang mengandung TDS dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan pengolahan kimiawi. Jika air hasil pengolahan ini digunakan kembali, kandungan TDS yang rendah akan mengurangi biaya recovery. 6. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah partikel koloid yang berukuran sangat kecil karena dengan pemakaian arus listrik menyebabkan proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat. 7. Proses elektrokoagulasi tidak memerlukan pemakaian bahan kimia sehingga tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia dan tidak membutuhkan kemungkinan pengolahan berikutnya jika terjadi penambahan senyawa kimia yang terlalu tinggi seperti pada penggunaan bahan kimia. 8. Gelembung gas yang dihasilkan selama proses elektrolisis dan membawa polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok tersebut dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan. 9. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa perlu memindahkan bagian di dalamnya. 10. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan panel matahari yang cukup untuk terjadinya proses pengolahan. Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah : 1. Elektroda yang digunakan dalam proses pengolahan ini harus diganti secara teratur. 2. Penggunaan listrik kadang kala lebih mahal pada beberapa daerah. 3. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan. 4. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah yang diolah. 5. Hidroksida seperti gelatin cenderung solubilize pada beberapa kasus. 16

13 II.4.1 Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi Reaktor elektrokimia merupakan sebuah sel elektrokimia dimana kutub anoda yang berupa logam (biasanya aluminum atau terkadang besi) dimana ion logam yang terlepas berfungsi sebagai agen koagulan. Dan secara simultan terjadi gelembung gas hidrogen di kutub katoda. Elektrokoagulasi mempunyai kemampuan untuk mengolah berbagai macam polutan termasuk padatan tersuspensi, logam berat, tinta, bahan organik (seperti air limbah domestik), minyak dan lemak, ion dan radionuklida. Karakteristik fisik kimia dari polutan mempengaruhi mekanisme pengolahan, misalnya polutan berbentuk ion akan diturunkan melalui proses presipitasi sedangkan padatan tersuspensi yang bermuatan akan diabsorbsi ke koagulan yang bermuatan. Kemampuan elektrokoagulasi untuk mengolah berbagai macam polutan menarik minat industri untuk menggunakannya. Pada gambar dibawah ini memperlihatkan proses elektrokoagulasi yang sangat kompleks. Dimana koagulan dan produk hidrolisis saling berinteraksi dengan polutan atau dengan ion yang lain atau dengan gas hidrogen. Gambar II.7. Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Holt, 2001) 17

14 Menurut Mollah (2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga faktor utama, yaitu : (a) terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda, (b) destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi, dan (c) agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok. Sedangkan proses destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi terjadi dalam tahapan sebagai berikut : - Kompresi dari lapisan ganda (double layer) difusi yang terjadi disekeliling spesies bermuatan yang disebabkan interaksi dengan ion yang terbentuk dari oksidasi di elektroda. - Netralisasi ion kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan ion berlawanan yang dihasilkan dari elektroda. Dengan adanya ion tesebut menyebabkan berkurangnya daya tolak menolak antar partikel dalam air limbah sehingga gaya van der Waals sehingga proses koagulasi bisa berlangsung. - Terbentuknya flok, dimana flok ini terbentuk akibat proses koagulasi sehingga terbentuk sludge blanket yang mampu menjebak dan menjembatani partikel koloid yang masih ada di air limbah. II.4.2 Pelarutan Logam di Elektroda Pada percobaan elektrokoagulasi, elektroda yang digunakan selalu dihubungkan dengan sumber listrik DC. Jumlah logam yang larut tergantung pada jumlah arus listrik yang mengalir pada elektroda tersebut. Hukum Faraday membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir dengan jumlah massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan pendekatan secara teoritis untuk menghitung jumlah aluminium yang terlepas ke larutan. Adapun rumus dari hukum Faraday adalah sebagai berikut : I. t. MW m = (II.1) Z. F dimana m = berat aluminium yang larut (g) 18

15 I = kuat arus yang digunakan (A) t = waktu detensi (detik) MW = berat molekul aluminium, yaitu 27 g mol Z = valensi aluminium, yaitu 3 F = konstanta Faraday, C/mol Jika menggunakan kerapatan arus (A/m 2 ) maka satuan dari m adalah g/m 2. Dengan menggunakan persamaan tersebut kita dapat membandingkan antara jumlah logam yang larut secara teoritis dengan percobaan di lapangan. Seringkali diperoleh hubungan yang cukup baik antara hasil percobaan dengan teori. Walaupun kadangkala terdapat perbedaan/error yang signifikan yang dapat terjadi karena tidak memperhatikan bentuk dan ukuran elektroda yang tepat serta pemasangan elektroda yang kurang baik. Salah satu yang dapat menimbulkan ketidak tepatan pengukuran adalah tegangan/potensial yang digunakan pada reaktor elektrokoagulasi. Tegangan yang diukur merupakan gabungan dari tiga komponen (Bard, 2001), yaitu : (II.2) dimana : ηap = overpotensial yang digunakan (V) ηk = overpotensial kinetik (V) ηmt = overpotensial konsentrasi (V) ηir = overpotensial yang disebabkan hambatan larutan atau IR-drop (V) IR-drop berkaitan dengan jarak (d dalam cm) antara elektroda, luas permukaan (A dalam m 2 ) dari katoda dan konduktivitas spesifik dari larutan (K dalam µs/cm) dan kuat arus (I dalam A) yang dapat dinyatakan dalam persamaan : (II.3) 19

16 Nilai IR-drop dapat diminimalkan dengan cara mengurangi jarak antara elektroda dan meningkatkan luas penampang elektroda serta menaikkan konduktivitas spesifik dari larutan. Overpotensial konsentrasi (ηmt) juga dikenal sebagai tegangan transfer massa atau difusi yang disebabkan perubahan konsentrasi analit yang terjadi di permukaan elektroda akibat reaksi di elektroda tersebut. Overpotensial ini disebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi spesies elektroaktif antara bulk larutan dan permukaan elektroda. Kondisi ini terjadi ketika reaksi elektrokimia yang cukup cepat menurunkan konsentrasi permukaan spesies elektroaktif di bawah larutan bulk. Overpotensial tegangan ini dapat diabaikan ketika konstanta laju reaksi lebih kecil dari koefisien transfer massa. Overpotensial transfer massa dapat dikurangi dengan cara meningkatkan transportasi ion logam dari permukaan anoda ke larutan dan hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan turbulensi dari larutan. Overpotensial kinetik atau juga disebut potensial aktifasi merupakan penghalang alami energi aktifasi dari reaksi transfer elektron.overpotensial aktifasi akan menjadi tinggi ketika timbul gas pada elektroda. Selain itu overpotensial kinetik dan konsentrasi akan mengalami peningkatan ketika arus listrik yang mengalir juga meningkat. II.4.3 Reaksi di Elektroda Seperti disebutkan diatas bahwa reaktor elektrokoagulasi merupakan sel eleketrokimia, dimana dalam reaktor tersebut disusun elektroda-elektroda yang akan kontak dengan air yang akan diolah. Untuk menghasilkan koagulan diperlukan beda potensial diantara elektroda. Perbedaan potensial ini diperlukan untuk menimbulkan reaksi elektrokimia pada masing-masing elektroda. Dari berbagai penelitian yang ada telah didesain berbagai macam konfigurasi elektroda seperti pemakaian pellet aluminium dengan reaktor fluidized bed (Barkley et al., 1993), elektroda aluminium bipolar (Mameri et al., 1998), elektroda mesh (Matteson et al., 1995), baja bipolar berbentuk lingkaran 20

17 (Ogutveren et al., 1992) dan juga elektroda sederhana berbentuk lempengan (Vik et al., 1984; mameri et al., 1998; Holt et al., 2001). Selain itu berbagai jenis elektroda telah dicoba seperti aluminium, besi, baja dan platinum. Bahan elektroda digunakan untuk mengetahui jenis koagulan yang timbul. Aluminium merupakan elektroda yang paling banyak digunakan, dimana pada proses elektrokoagulasi terjadi proses pelarutan anodik yang reaksinya adalah sebagai berikut : Al Al e E 0 A = 1.66 V (II.4) Pembentukan oksigen juga terjadi di anoda (Mameri et al., 1998) walaupun tidak terdeteksi oleh analisa Przhegorlinskii et al., 1987, reaksinya adalah : 4 OH - O H 2 O + 4e E 0 A = V (II.5) Selain itu secara simultan terjadi reaksi di kutub katoda, biasanya pembentukan gas hidrogen. Reaksi yang terjadi di katoda tergantung pada ph air yang diolah. Pada kondisi netral atau basa, gas hidrogen terjadi dengan reaksi : 2 H 2 O + 2e 2 OH - + H 2 E 0 C = V (II.6) Sedangkan pada kondisi asam, reaksi pembentukan gas hidrogen adalah sebagai berikut : 2 H + + 2e H 2 E 0 C = 0 V (II.7) Reaktor yang mempergunakan aluminium pada kedua elektroda yaitu anoda dan katoda dilaporkan proses pelarutan aluminium melebihi 100% (Przhegorlinskii et al., 1987 ; Donini et al., 1994 ; Mameri et al., 1998 ; Bozin and Mikhailov, 1990 dalam Holt, 2002). Untuk pengunaan aluminium pada kedua elektroda, reaksinya adalah sebagai berikut : Al H 2 O Al(OH) H 2 (II.8) Sedangkan proses pelepasan aluminium pada kutub katoda adalah sebagai berikut 21

18 Al H 2 O + e Al(OH) H 2 (II.9) Persamaan II.4 sampai II.7 merupakan reaksi separuh sel yang dominan terjadi pada reaktor dengan anoda aluminium dan katoda logam inert. Potensial dari reaksi yang terjadi tergantung pada bahan yang digunakan pada elektroda dan kondisi larutan. II.4.4 Proses Koagulasi Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi, proses ini mengambarkan interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang hendak diolah. Prinsip dari koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel menjadi bentuk flok. Proses ini tergantung pada karakteristik fisik dan kimia dari larutan, jenis polutan dan koagulan, jenis mekanisme koagulasi yang terjadi. Pada reaktor elektrokoagulasi, mekanisme koagulasi yang dominan terjadi akan bervariasi tergantung kondisi pengoperasian reaktor, jenis dan konsentrasi polutan dan konsentrasi koagulan. Elektrokoagulasi dapat dibandingkan dengan koagulasi kimiawi untuk menunjukkan efisiensi dan keuntungannya. Pada koagulasi kimiawi, bahan kimia yang ditambahkan sebagai koagulan yang berbentuk garam dan di dalam larutan akan mengalami disosiasi melalui hidrolisis dari kation aluminium (dan berhubungan dengan anion larutan) yang diukur dengan kondisi larutan dan nilai ph. Penambahan aluminium sulfat pada kaogulasi kimiawi akan membuat air menjadi asam sedangkan pada penambahan aluminium pada elektrokoagulasi yang tidak menyebabkan disosiasi pada anion garam di larutan, akan menyebabkan nilai ph relatif stabil dalam kisaran basa (Koparal and Ogutveren, 2002). Namun menurut Donini et al. (1994) dan Musquere et al. (1983) menyatakan bahwa mekanisme koagulasi antara elektrokoagulasi dengan koagulasi kimiawi relatif sama, walaupun pernyataan ini tidak didukung dengan data penelitian yang memadai. 22

19 Pada elektrokoagulasi, stabilitas polutan diukur dari karakteristik fisik kimia dari polutan tersebut. Polutan tersusun atas partikel bermuatan yang sama yang terikat satu dengan lainnya dan dengan gaya repulsive menyebabkan menjadi stabil. Proses perubahan ion yang berlawanan menjadi polutan yang bermuatan akan membentuk lapisan ganda elektrik (electric double layer) yang disebut lapisan diffuse dan Stern (Letterman et al., 1999; Thomas et al., 1999; Hunter, 1993; Lyklema, 1978 dalam Holt,2002). Repulsif elektrostatik diantara lapisan ganda elektrik akan membuat partikel terpisah, sedangkan gaya van der Waals akan menyatukan partikel tersebut. Untuk memperoleh pemisahan yang kecil, terlebih dahulu dibutuhkan energi barrier yang repulsif. Zeta potensial dapat digunakan untuk mengukur secara eksperimen muatan efektif dari partikel untuk bergerak dalam larutan, hal ini merupakan indikator langsung dari stabilitas larutan (Letterman et al., 1999). Sedangkan Holt et al., (2002) melaporkan pada pengukuran di reaktor yang batch nilai titik isoelektrik berkaitan dengan tingkat removal polutan yang tinggi. Oleh sebab itu, pengukuran zeta potensial dapat menunjukkan karakteristik penting dari sistem elektrokoagulasi (Clemens, 1981; Ramirez, 1982) dan juga menunjukkan indikasi dari stabilitas dan indikasi kemungkinan mekanisme koagulasi yang terjadi. Aluminum merupakan logam yang sering digunakan sebagai anoda dalam proses elektrokoagulasi. Ion positif (kation) aluminium yang terlepas (tergantung pada kondisi polutan, ph dan konsentrasi larutan) secara langsung akan berinteraksi dengan polutan dan akan terjadi hidrolisa membentuk kompleks hidro-aluminium atau juga terjadi presipitasi. Proses pembentukan kation ini sangat penting untuk dapat memahami meknisme elektrokoagulasi. Thermodinamika dapat digunakan untuk mengukur dan menghitung zat yang bereaksi dalam larutan. Adapun reaksi yang terjadi pada aluminium ketika terlepas ke larutan adalah sebagai berikut : Al 3+ + H 2 O Al(OH) 2+ + H + (II.10) Al(OH) H 2 O Al(OH) 2 + H + (II.11) 23

20 Al(OH) H 2 O Al(OH) H + (II.12) Al(OH) H 2 O Al(OH) H + (II.13) Reaksi tersebut menggambarkan reaksi yang sederhana dari ion aluminium dalam air karena setelah itu terjadi reaksi spontan yang menghasilkan dimeric, trimeric dan polynuclear (Gambar II.7). Gambar II.8. Reaksi hidrolisa ion aluminium (Letterman, 1999) Pada awalnya air ion logam aluminium di dalam air akan mengikat enam atom oksigen dari air disekelilingnya dan ikatan atom oksigen hidrogen pada air relatif lemah menyebabkan ion H + terlepas atau mengalami deprotonasi (Gambar II.9). 24

21 . Gambar II.9 Deprotonasi ion aquo aluminum (Letterman, 1999) Kemudian pada reaksi hidrolisa ion Al 3+ akan menghasilkan Al(H 2 O) 3+ 6, Al(H 2 O) 5 OH 2+, Al(H 2 O) 4 (OH) 2+ dan selanjutnya produk hidrolisa menghasilkan berbagai bentuk spesies monomer dan polimer seperti Al(OH) 2+, Al(OH) + 2, Al 2 (OH) 4+ 2, Al(OH) - 4, Al 6 (OH) 3+ 15, Al 7 (OH) 4+ 17, Al 8 (OH) 4+ 20, Al 13 O 4 (OH) 7+ 24, Al 13 (OH) dimana spesies tersebut tergantung pada nilai ph. Dengan memperhatikan hanya pembentukan mononuclear, jumlah aluminium dalam larutan (α) dengan nilai ph pada larutan dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini. Dimana pada diagram tersebut, distribusi yang ada menggambarkan proses hidrolisis yang tergantung pada konsentrasi total dari logam dan ph larutan. 25

22 Gambar II.10. Diagram distribusi Al-H 2 O untuk mononuklear (Holt, 2002) Sedangkan untuk kelarutan dari aluminium hidroksida, Al(OH) 3(s) dapat dilihat pada diagram berikut ini. Gambar II.11. Diagram Kelarutan dari Aluminium Hidroksida (Holt, 2002) 26

23 Batas kelarutan ditentukan oleh kesetimbangan termodinamika yang terjadi diantara kandungan aluminium yang dominan di larutan pada ph yang diberikan dengan padatan aluminium hidroksida. Minimum kelarutan (yaitu 0.03 mg Al/L) terjadi pada ph 6.3, dan nilai kelarutan bertambah apabila larutan menjadi semakin asam atau basa. Sehingga kation logam aktif yang diproduksi pada anoda akan bereaksi dengan ion hidroksida yang diproduksi di katoda untuk membentuk logam hidroksida yang akan berfungsi sebagai agen koagulan. Ketika berinteraksi dengan partikel polutan, logam hidroksida akan membentuk agregat yang memungkinkan untuk mengalami pengendapan atau juga dapat terbawa oleh gelembung gas hidrogen (yang dihasilkan di katoda) ke permukaan. Pada penambahan koagulan, setiap presipitasi logam dari aluminium hidroksida menyebabkan removal polutan melalui mekanisme sweep coagulation (Gambar II.12). Gambar II.12. Proses sweep coagulation (Duan, 2003) 27

24 II.4.5 Reaktor Elektrokoagulasi Pada bentuk yang sederhana, reaktor elektrokoagulasi berupa reaktor elektrokimia dengan satu anoda dan satu katoda. Ketika dihubungkan dengan sumber listrik maka bahan anoda mengalami korosi akibat oksidasi sedangkan katoda menjadi subyek yang pasif. Namun susunan seperti ini tidak mencukupi untuk pengolahan air limbah dikarenakan kebutuhan laju pelepasan ion logam yang besar menuntut permukaan elektroda yang luas. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan reaktor yang memakai konfigurasi elektroda monopolar dengan rangkaian paralel. Susunan reaktor elektrokoagulasi dengan konfigurasi monopolar menggunakan rangkaian paralel dapat dilihat pada Gambar II.13. Gambar II.13. Reaktor elektrokoagulasi dengan konfigurasi monopolar (Mollah, 2001) Selain konfigurasi monopolar, reaktor elektrokoagulasi dapat mempergunakan konfigurasi bipolar (Gambar II.14). Pada konfigurasi ini, hanya satu elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif (anoda) dan satu elektroda dihubungkan dengan kutub negatif (katoda). Rangkaian seperti ini membuat reaktor elektrokoagulasi menjadi lebih sederhana dan mudah dalam perawatannya (Mollah, 2004). Ketika arus listrik dialirkan melalui dua elektroda, maka elektroda yang tidak dialiri akan berubah dari kondisi netral menjadi dua kutub yang berbeda pada masing-masing sisi, yaitu sisi yang menghadap kutub positif 28

25 menjadi negatif dan sisi yang menghadap kutub negatif menjadi postif. Elektroda yang memiliki sifat seperti ini disebut bipolar. Gambar II.14. Reaktor elektrokoagulasi dengan konfigurasi bipolar (Mollah, 2001) Menurut Mollah (2004) untuk menghasilkan efisiensi pengolahan yang maksimum maka dalam mendesain reaktor elektrokoagulasi perlu mempertimbangkan beberapa faktor berikut ini : a. IR-drop antara elektroda harus diminimalkan b. Akumulasi gas O2 dan H2 dipermukaan elektroda harus diminimalkan c. Penghalang proses transfer massa melewati daerah antar elektroda harus diminimalkan. Sedangkan nilai IR-drop tergantung kepada : - Konduktivitas dari larutan elektrolit - Jarak di antara dua elektroda - Bentuk geometri dari elektroda Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dapat dilakukan beberapa cara, seperti : menggunakan larutan dengan konduktivitas yang tinggi, mengurangi jarak antar elektroda. Sebagai bagian dari reaktor elektrokimia maka reaktor elektrokoagulasi dapat dibedakan berdasarkan mode pengoperasian, yaitu reaktor batch (SBR), reaktor 29

26 aliran tersumbat (PFR) dan reaktor teraduk kontinu (CSTR). Skema dari reaktor tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini : (a) (b) (c) Gambar II.15. Skema reaktor elektrokimia (a) Single Batch Reactor, (b) Continuous Stirred Tank Reactor, (c) Plug Flow Reactor Di dalam mendesain reaktor elektrokimia, Rajeshwar (1997) menyatakan bahwa persamaan yang dapat digunakan dalam reaktor elektrokimia sebagai fungsi dari fraksi yang disisihkan (x) adalah sebagai berikut : a. Reaktor batch (SBR) 1 (II.14) b. Reaktor kontinu (PFR) - single pass 1 (II.15) - dengan resirkulasi, 1 / (II.16) 30

27 - cascade, 1 (II.17) c. Reaktor teraduk kontinu (CSTR) - single pass 1 1 (II.18) - dengan resirkulasi, 1 / (II.19) - cascade, 1 1 (II.20) dimana : V R A k m τ R τ t n Q = volume reaktor = luas penampang elektroda = koefisien transfer massa = waktu tinggal rata-rata = waktu tinggal rata-rata di tangki resirkulasi = jumlah reaktor cascade = debit Beberapa peneliti yang lain (Emamjomeh, 2006; Ni am et.al,2007; Mameri et.al,1998; Kong, 2006)) menyatakan bahwa laju penyisihan kontaminan di dalam reaktor elektrokoagulasi mengikuti reaksi orde satu, yaitu : (II.21) 31

28 Apabila persamaan diatas diintegralkan akan menghasilkan persamaan : (II.22) dimana C t adalah konsentrasi pada waktu t, C o adalah konsentrasi di awal percobaan (t=0) dan k adalah nilai kinetika perubahan konsentrasi Sedangkan hubungan antara nilai kinetika laju perubahan konsentrasi dengan konstanta transfer massa, dinyatakan oleh Bard (2001) dalam persamaan berikut : (II.23) II.5. Penelitian tentang pengolahan air limbah laundry dengan reaktor elektrokoagulasi Aplikasi proses elektrokoagulasi dalam pengolahan air limbah sangat banyak, termasuk dalam pengolahan air limbah laundry. Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain : a. Penelitian yang dilakukan Onder et.al (2007) yaitu mengolah surfaktan LAS dan SLES menggunakan elektroda Fe dengan konfigurasi monopolar. Kerapatan arus yang digunakan adalah 0.275, dan ma/cm2 dengan waktu detensi 0-60 menit. Reaktor yang digunakan adalah batch dengan volume 1 L dan dilakukan variasi ph yaitu 3, 9, dan 11. Hasil yang diperoleh adalah penyisihan COD, BOD dan kekeruhan sebesar 60, 67 dan 73%, sedangkan untuk penyisihan surfaktan mendekati 100%. b. Penelitian yang dilakukan oleh Kong (2006) yaitu mengolah surfaktan LAS dengan menggunakan elektroda Ti/Co/SnO 2 Sb 2 O 3 dengan konfigurasi monopolar. Reaktor batch yang digunakan memiliki volume 0.25 L dengan variasi kerapatan arus sebesar 38.1, 57.1 dan 71.4 ma/cm 2 dan variasi ph 3, 6.5 dan 10. Hasil yang diperoleh untuk penyisihan COD sebesar 86% untuk waktu detensi 60 menit. 32

29 c. Penelitian oleh Ciorba (2000) yaitu mengolah surfaktan dengan menggunakan elektroda Al konfigurasi monopolar. Percobaannya menggunakan reaktor batch dengan volume air limbah yang diolah sebanyak 0.3 L. Dilakukan variasi ph 4, 7.5 dan 9 dan kerapatan arus 10 dan 30 A/m 2. Hasil yang diperoleh adalah penyisihan surfaktan yang diukur dengan nilai COD sebesar 40-60%. d. Penelitian yang dilakukan Ge (2004) yaitu mengolah air limbah laundry dengan menggunakan elektroda Al dan Ti dengan konfigurasi bipolar. Percobaan menggunakan reaktor kontinu dengan volume 2.8 L dan waktu detensi 0 30 menit. Variasi percobaannya adalah ph antara 3-10 dan kuat arus 0.8, 1, 1.2, 1.5 dan 2. Hasil yang diperoleh adalah penyisihan surfaktan, fosfat dan kekeruhan mencapai 90% sedangkan penyisihan COD mencapai 70%. 33

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Umum Pada bab ini akan dijabarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hasil penelitian yang akan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : a. Karakteristik air limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri tekstil termasuk salah satu industri yang sangat banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri tekstil termasuk salah satu industri yang sangat banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Industri Tekstil Industri tekstil termasuk salah satu industri yang sangat banyak mengeluarkan limbah cair, namun penanganan pengolahan limbah cair pada industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan-bahan kimia sintetis pada umumnya digunakan oleh kegiatan industri dan domestik untuk menghasilkan suatu produk yang bernilai ekonomis. Salah satu produk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah 2.1.1 Definisi Limbah Limbah adalah bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif terhadap masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI Satriananda 1 1 Staf Pengajar email : satria.pnl@gmail.com ABSTRAK Air yang keruh disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI ABSTRAK Rachmanita Nofitasari, Ganjar Samudro dan Junaidi Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

No. Urut TESIS. Oleh

No. Urut TESIS. Oleh No. Urut : 408/S2-TL/TPAL/2008 PENGOLAHAN AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MENGGUNAKAN ELEKTROKOAGULASI TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan suatu bahan pokok yang sangat diperlukan oleh setiap mahluk hidup yang ada di bumi. Keberadaan sumber air bersih pada suatu daerah sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU Oleh : Andri Lukismanto (3306 100 063) Dosen Pembimbing : Abdu Fadli Assomadi S.Si MT Jurusan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi,

Lebih terperinci

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi Satriananda *) ABSTRAK Air yang mengandung Besi (Fe) dapat mengganggu kesehatan, sehingga ion-ion Fe berlebihan dalam air harus disisihkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1 Juni 10 ISSN : 1979-5858 EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA Hery Setyobudiarso (Staf Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Umum Pada bagian ini diberikan penjelasan mengenai pelaksanaan kegiatan penelitian yang dilakukan. Pada tahap awal dilakukan persiapan peralatan dan bahan, terutama reaktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL RACE-Vol.4, No.1, Maret 21 ISSN 1978-1979 PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL Oleh Agustinus Ngatin Yunus Tonapa Sarungu Mukhtar Gozali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto.

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto. Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto III Non Reguler JURUSAN ANALISA FARMASI DAN MAKANAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Analisa Kualitas Air Gambut Hasil analisa kualitas air gambut yang berasal dari Riau dapat dilihat pada Tabel IV.1. Hasil ini lalu dibandingkan dengan hasil analisa air

Lebih terperinci

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO BOX 452,

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

VOLUME 5 NO. 1, JUNI 2009

VOLUME 5 NO. 1, JUNI 2009 VOLUME 5 NO. 1, JUNI 2009 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN PROSES ELEKTROKOAGULASI MENGGUNAKAN ELEKTRODA ALUMINIUM Studi Kasus: Limbah Cair Gedung Syarif Thajeb (M), Universitas Trisakti Bambang Iswanto,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

PROTOTIPE UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN REAKTOR ELEKTROKIMIA (UPAL-RE) UNTUK MELAYANI HOME INDUSTRY BATIK (259L) ABSTRAK

PROTOTIPE UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN REAKTOR ELEKTROKIMIA (UPAL-RE) UNTUK MELAYANI HOME INDUSTRY BATIK (259L) ABSTRAK PROTOTIPE UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN REAKTOR ELEKTROKIMIA (UPAL-RE) UNTUK MELAYANI HOME INDUSTRY BATIK (259L) Budi Utomo 1, Musyawaroh 2, Hunik Sri Runing Sawitri 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2016 di Sentra UMKM pengrajin batik khas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Letda Sudjono, Medan Tembung. Lokasi

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah 2.1.1 Pengertian Limbah Limbah merupakan sampah cair dari lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah digunakan dengan hampir 0,1% berupa benda-benda

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Tegangan pada Pengolahan Limbah Cair Laundry Menggunakan Proses Elektrolisis

Pengaruh Variasi Tegangan pada Pengolahan Limbah Cair Laundry Menggunakan Proses Elektrolisis Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 31 Pengaruh Variasi Tegangan pada Pengolahan Limbah Cair Laundry Menggunakan Proses Elektrolisis Laeli Nurajijah 1, Dewanto Harjunowibowo 2, Y. Radiyono 3 1,2,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah sumber kehidupan utama bagi makhluk hidup, karena itu kebersihan air dan terbebasnya air dari berbagai polutan sangatlah penting. Namun, pada kenyataannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah cair Menurut PP No 82 tahun 2001 limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis sumber yaitu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI VOLUME 5 NO. 1, JUNI 2009 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI Andik Yulianto, Luqman Hakim, Indah Purwaningsih, Vidya Ayu Pravitasari

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH LAUNDRY RUMAH TANGGA DALAM MEMPRODUKSI GAS HIDROGEN HIDROGEN OKSIDA (HHO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH LAUNDRY RUMAH TANGGA DALAM MEMPRODUKSI GAS HIDROGEN HIDROGEN OKSIDA (HHO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Aulia Nur Veiny 3308 100 047 Dosen pembimbing: A l i a D a m a y a n t i, S T., M T, P h D POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH LAUNDRY RUMAH TANGGA DALAM MEMPRODUKSI GAS HIDROGEN HIDROGEN OKSIDA (HHO) SEBAGAI BAHAN

Lebih terperinci

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI Rachmanita Nofitasari, Ganjar Samudro dan Junaidi Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Sungai Air sungai termasuk ke dalam air permukaan yang banyak digunakan oleh masyarakat. Umumnya, air sungai masih digunakan untuk mencuci, mandi, sumber air minum dan juga

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN METODE ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENYISIHAN COD DAN TURBIDITI DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT. Ratni Dewi *) ABSTRAK

KAJIAN PENGGUNAAN METODE ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENYISIHAN COD DAN TURBIDITI DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT. Ratni Dewi *) ABSTRAK KAJIAN PENGGUNAAN METODE ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENYISIHAN DAN TURBIDITI DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT Ratni Dewi *) ABSTRAK Limbah perkebunan khususnya limbah cair PKS umumnya mengandung dengan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun pada prosesnya banyak yang menggunakan proses konvensional baik secara fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencuci pakaian, untuk tempat pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencuci pakaian, untuk tempat pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran air minum oleh virus, bakteri patogen, dan parasit lainnya, atau oleh zat kimia, dapat terjadi pada sumber air bakunya, ataupun terjadi pada saat pengaliran air olahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak zaman kerajaan Mataram ke-1. Pembatikan merupakan teknik mewarnai kain dengan menempelkan

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

PENURUNAN MINYAK DAN TSS PADA AIR LIMBAH BALAI YASA DENGAN MENGGUNAKAN ELEKTROKOAGULASI

PENURUNAN MINYAK DAN TSS PADA AIR LIMBAH BALAI YASA DENGAN MENGGUNAKAN ELEKTROKOAGULASI PENURUNAN MINYAK DAN TSS PADA AIR LIMBAH BALAI YASA DENGAN MENGGUNAKAN ELEKTROKOAGULASI Hanandar Salam, Yuli Pratiwi, Sri Sunarsih Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Sains Terapan Institut Sains & Teknologi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY, pengujian

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA Kompetensi Menguasai karakteristik peserta Mengidentifikasi kesulitan belajar didik dari aspek fisik, moral, peserta didik dalam mata pelajaran spiritual,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

Skala ph dan Penggunaan Indikator

Skala ph dan Penggunaan Indikator Skala ph dan Penggunaan Indikator NAMA : ENDRI BAMBANG SUPRAJA MANURUNG NIM : 4113111011 KELAS PRODI : DIK A : PENDIDIKAN JURUSAN : MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc Oleh: Rizqi Amalia (3307100016) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis

Lebih terperinci

SIDANG HASIL TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010

SIDANG HASIL TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010 SIDANG HASIL TUGAS AKHIR AplikasiPasangan PasanganElektrodaAl Al untukpengolahan PengolahanAir Bersihdengan SistemKontinyu Oleh: Karina Rindang Trapsilasiwi 3306.100.030 Dosen Pembimbing : Abdu Fadli Assomadi,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY, Pengujian

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara langsung maupun dalam jangka panjang. Berdasarkan sumbernya, limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara langsung maupun dalam jangka panjang. Berdasarkan sumbernya, limbah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Secara sederhana limbah cair dapat didefinisikan sebagai air buangan yang berasal dari aktivitas manusia dan mengandung berbagai polutan yang berbahaya baik secara

Lebih terperinci

Pengolahan Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu

Pengolahan Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu Pengolahan Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu Anis Roihatin dan Arina Kartika Rizqi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jln. Prof.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Reaksi Kimia bisa terjadi di manapun di sekitar kita, bukan hanya di laboratorium. Materi berinteraksi untuk membentuk produk baru melalui proses yang disebut reaksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di khasanah dunia ilmiah dikenal adanya produk yang disebut dengan synthetic detergent yang disingkat dengan istilah syndent. Kata synthetic (sintetik) sepertinya memberi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK Prosiding SNaPP212 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 289-3582 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN PROSES FLOTASI UDARA TERLARUT 1 Satriananda 1 Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY,Pengujian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir kuarsa, zeolit dan arang batok yang dianalisis di Laboraturium Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

PROSES ELEKTROKOAGULASI PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY

PROSES ELEKTROKOAGULASI PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY 15 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 6 No. 1 PROSES ELEKTROKOAGULASI PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY Budiany Rachmawati, Yayok Surya P dan Mohamad Mirwan Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng Coagulation Nur Istianah, ST,MT,M.Eng Outline Defini tion Stabil ity Metal Natural Chemphysic colloi d Introduction Coagulant Destabilisation Definition Koagulasi merupakan proses destabilisasi dari partikel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR Air baku yang digunakan umumnya mengandung bermacam-macam senyawa pengotor seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, dan gas-gas. Penggunaan air tersebut secara langsung

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci