Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat"

Transkripsi

1 Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus 1980

2

3 DAFTAR ISI 1. USAHA PERBAIKAN SISTEM PENGAJARAN INOVASI DALAM PENDIDIKAN YANG SUKSES TUJUAN PENDIDIKAN Sumber-sumber Pengaruh dalam Penetapan Tujuan Pendidikan Fungsi Rumusan Tujuan Pendidikan Klasifikasi Tujuan Pendidikan Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut hierarki kegiatan Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Sifat Tujuan Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Perubahan Yang Dapat Terjadi pada Anak Didik Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Bloom (Taxonomy of Educational Objectives) SISTEM PENGAJARAN Kurikulum Hal-hal Fundamental dalam Pengembangan Kurikulum DISAIN INSTRUKSIONAL Asumsi Dasar Program Disain Instruksional Tahapan Kerja Disain Instruksional Penentuan Topik dan Tujuan Instruksional Umum Identifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Mahasiswa Perumusan Spesifikasi Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Penyusunan program/rencana evaluasi hasil belajar mahasiswa Penentuan materi pelajaran Pengembangan "pre-test" (uji-mula) Pemilihan kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber instruksional perlu PROSES MENGAJAR Dari mana pengajaran dimulai Penentuan Pola Kegiatan Belajar Mahasiswa Evaluasi Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Mahasiswa Metodologi Prinsip-prinsip Belajar Reinforcement Positif Meningkatkan Motivasi Proses mengajar yang berhasil PROSES BELAJAR Belajar itu menambah pengetahuan Identifikasi Tujuan Belajar Identifikasi Posisi Mahasiswa "Sekarang" Memilih Perilaku Mahasiswa (Entry Behavior) i

4 Tujuan Perilaku (Behavioral Objectives) Belajar itu menurut suatu hukum dan dapat diduga Motivasi untuk belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dan derajat belajar Partisipasi aktif Faktor-faktor masa lalu Interaksi mahasiswa-dosen yang produktif PENGANTAR PEMILIHAN METODA PENGAJARAN YANG BAIK PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Sistem Kredit Semester Proses Belajar Mengajar Penyelenggaraan Acara Kegiatan Pendidikan Program Pendidikan Sarana Pendidikan Cara Mahasiswa Struktur materi pendidikan Perencanaan Kuliah Tujuan Isi atau materi serta pengorganisasian mata kuliah Cara-cara pengajaran Media (hasil teknologi) atau peralatan pengajaran Administrasi Evaluasi Tabel Rencana Perkuliahan Pelaksanaan Penyelenggaraan Evaluasi Keberhasilan...43 ii

5 DD penyempurnaan proses belajar menajar 1. Usaha Perbaikan Sistem Pengajaran. Yang akan diuraikan dibawah ini adalah sebagian dari usaha-usaha perbaikan sistem pendidikan yang disponsori Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, seperti yang tertulis dalam buku Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus halaman sebagai berikut dibawah ini : 1. mengubah pendekatan atau metoda belajar-mengajar yang berorientasi pada kelompok besar (seluruh kelas) menjadi pendekatan atau cara mengajar dan belajar yang lebih berorientasi pada diagnosa dan pengajaran individual, 2. mengubah metoda mengajar tradisional yang umumnya menekankan pada "bercerita" dan "mendengarkan" (one way communication) menjadi lebih banyak pada partisipasi dan kreativitas mahasiswa secara langsung (active learning), 3. mengubah sekolah/perguruan tinggi sebagai menara gading dengan sifat-sifat menyendiri (terpisah dari masyarakat) menjadi suatu eksistensi atau bagian dari masyarakat dan melibatkan diri dalam masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat keseluruhan, 4. mengubah sikap-sikap negatif terhadap anak/para remaja/mahasiswa menjadi sikap-sikap positif dalam menilai dan mengembangkan potensi setiap anak didik (multi talent approach), 5. mengubah kristalisasi pemenuhan persyaratan yang diwajibkan dan lulus dari mata pelajaran yang telah lewat (evaluasi fakta-fakta saja) menjadi evaluasi yang mengukur "performance" yang bermakna dalam situasi-situasi kehidupan anak didik, 6. mengubah sistem pendidikan yang tampaknya dikelola untuk kepuasan dan kepentingan para administrator menjadi suatu falsafah dan praktek yang memacu dan mendorong kreativitas dosen dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan, 7. mengubah pendekatan pola "self contained teacher" yang mempresentasikan suatu "self contained curriculum" dalam suatu "self contained classroom" menjadi suatu pendekatanpendekatan yang luwes dan berbeda-beda dengan menggunakan berbagai macam bakat dari suatu "tim pengajar" dalam cara-cara yang paling efektif, 2. Inovasi dalam Pendidikan yang sukses. Inovasi dalam pendidikan yang sukses sekurang-kurangnya memerlukan tiga faktor penting sbb. (1 - p. 28) : 1. Dosen yang sangat menaruh perhatian terhadap efektifitas sistem pengajaran serta dipacu oleh suatu keinginan dan kemauan untuk selalu memperbaiki/meningkatkan kualitas sistem pengajarannya. 2. Administrator yang berkemauan dan mampu mendorong dan menunjang peran dan tugas dosen. 3. Suatu perencanaan yang di-disain secara seksama untuk mengembangkan sistem pengajaran yang telah diperbaiki. 3. Tujuan Pendidikan Pertanyaan mendasar sehubungan dengan tujuan pendidikan dan kurikulum adalah : perubahanperubahan yang bagaimanakah yang ingin dapat dicapai oleh anak didik setelah anak didik tersebut menjalani suatu peroses pendidikan tertentu (1 - p. 1). Pendidikan pada dasarnya adalah proses dimana anak didik dipersiapkan (atau mempersiapkan diri) untuk menghadapi kehidupan dikemudian hari dengan peran yang lebih bertanggung jawab, oleh karenanya pendidikan berorientasi ke hari depan (1 - p. 2). Pendidikan haruslah merupakan suatu proses yang sadar tujuan dan karena menyangkut keadaan awal dan keadaan akhir, proses pendidikan haruslah dipandang sebagai proses transisi (1 - p. 2).. 1

6 penyempurnaan proses belajar menajar DD Hakekat dari setiap tujuan pendidikan adalah : membantu terjadinya perubahan positif dalam diri anak didik, yaitu yang menyangkut sikapnya (attitudes), cara dan pola berfikirnya (ways of thinking), pengetahuannya (knowledge), serta keterampilannya (skills) (1 - p. 31). Tujuan-tujuan pendidikan (tujuan lembaga, tujuan kurikulum, tujuan kegiatan akademik,... ) haruslah merupakan perumusan yang menyatakan dengan jelas perubahan-perubahan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik yang bagaimana yang ingin dicapai anak didik setelah ia mengakhiri proses pendidikannya dengan berhasil (1 - p. 3) Sumber-sumber Pengaruh dalam Penetapan Tujuan Pendidikan. Tujuan Pendidikan bersumber dari persepsi yang ada pada semua fihak yang merasa berkepentingan dengan penyelenggaraan pendidikan tersebut, seperti : pengajar, orang tua, mahasiswa, penerima lulusan dll... (1 - p. 8) Tujuan Pendidikan berasal dari pandangan-pandangan yang ada tentang keperluan manusia dan masyarakat di hari depan, tentang pengetahuan dan keterampilan yang ternyatakan dalam pola pekerjaan, kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat serta bagaimana pandanganpandangan tersebut dipadukan dengan minat dan keperluan nyata yang ada pada pribadi-pribadi para mahasiswa (1 - p. 8). Persepsi dan pandangan seperti yang tertulis dalam 2 alinea diatas merupakan sumber pengaruh utama dalam Penetapan Tujuan Pendidikan yang dapat digali dari masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah (1 - p. 8). Di Indonesia, sumber-sumber pengaruh yang menentukan dalam penetapan tujuan pendidikan dan pengembangan kurikulum antara lain diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut dibawah ini (1 - pp ) : 2 1. Pernyataan-pernyataan dalam GBHN mengenai tujuan pendidikan nasional. 2. Tridarma Perguruan Tinggi. 3. Harapan dan tuntutan masyarakat akan hasil pendidikan. 4. Tingkatan serta laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5. Karakteristik mahasiswa. GBHN mengenai tujuan pendidikan nasional pada dasarnya merupakan hasrat masyarakat yang disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk mengantisipasi hari depannya (1 - p. 8). Tridarma Perguruan Tinggi merupakan fungsi lembaga-lembaga pendidikan tinggi di masyarakat Indonesia yang dinyatakan dengan resmi yang dari rumusan mana diharapkan dapat diturunkan tujuantujuan operasional yang dapat digunakan sebagai pegangan penyelenggaraan pendidikan dan kurikulum (1 - p. 9). Tujuan Pendidikan yang mungkin diturunkan dari Tridarma Perguruan Tinggi umpamanya adalah sebagai berikut (1 - p. 9) : Sesudah melewati kegiatan-kegiatan akademik, diharapkan mahasiswa : dapat belajar secara mandiri, serta dapat mengkomunikasikan ilmunya, mampu untuk menyatakan persoalan serta menemukan penyelesaiannya, mampu mengamalkan pengetahuannya untuk kepentingan masyarakat,... Harapan dan tuntutan masyarakat akan hasil pendidikan dapat ditemukan dapat pernyataanpernyataan masyarakat mengenai keperluannya akan tenaga-tenaga lulusan pendidikan tinggi yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang nyata yang dihadapinya dan dapat meningkatkan saranasarana produksinya (dalam arti luas) (1 - p. 9).

7 DD penyempurnaan proses belajar menajar Keperluan-keperluan masyarakat seperti ini biasanya dinyatakan tidak hanya secara kualitatif, tapi juga secara kuantitatif. Dari pernyataan-pernyataan yang seperti ini timbul masalah yang dikenal sebagai relevansi pendidikan. Dalam usaha penetapan tujuan pendidikan, masalah relevansi pendidikan ini seyogyanya dihadapi dengan sifat yang kritis, dengan mengingat bahwa : masalah-masalah yang ditemukan di masyarakat kontemporer adakalanya menjadikan gambaran tentang masalah-masalah yang akan timbul dikemudian hari (yang sebenarnya lebih fundamental bagi penetapan tujuan pendidikan) menjadi tidak terlihat dengan jelas (1 - p. 9). Tingkatan serta laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu hal yang sangat menentukan dalam usaha penetapan tujuan-tujuan pendidikan. Laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan penerapannya dalam kehidupan masyarakat berlangsung dengan laju yang selalu dipercepat. Disamping memungkinkan terjadinya perbaikan masyarakat, sering pula masyarakat dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak terantisipasi sebelumnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan masyarakat menemukan penyelesaian-penyelesaian untuk permasalahan yang ada, namun dilain fihak, masalah-masalah yang sudah pernah dianggap terselesaikan sebelumnya muncul kembali dalam konteks berubah yang memerlukan suatu penyelesaian yang baru. Penerapan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, pada waktunya, juga mengakibatkan terjadinya perubahan pada pola sikap dan pola kegiatan masyarakat, profesi-profesi baru timbul, sedang profesi lama sering kali menemukan dirinya dalam lingkungan kerja yang dengan peranan yang berbeda. Untuk dapat mengantisipasi pergeseran pola kegiatan dan pola tuntutan masyarakat seperti diuraikan diatas, ada beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai pegangan (1 - pp ) : 1. Keperluan masyarakat akan bahan, energi, barang dan jasa selalu meningkat, namun dilain fihak, keterbatasan sumber-sumber alam dan beberapa sumberdaya lainnya menuntut adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas. 2. Dalam usaha untuk memenuhi keperluan masyarakat yang selalu meningkat, batas-batas antara teknologi, ilmu-ilmu pengetahuan sosial, ekologi, ekonomi serta kebudayaan makin lama makin kabur. Pendekatan interdisiplin dan komprehensif terhadap masalah-masalah masyarakat akan makin mempola dan diperlukan. 3. Akumulasi ilmu pengetahuan dengan laju yang dipercepat, akan memberi tekanan pada lulusan untuk belajar terus agar selalu dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang pasti selalu terjadi dalam bidang keakhliannya. 4. Lingkungan Sosial yang bagaimana yang akan menerima lulusan pada waktunya kelak seyogyanya diprakiran dengan mempertimbangkan bahwa : pola komunikasi akan berkembang sedemikian rupa sehingga gagasan-gagasan lintas budaya (cross cultural) akan sangat mempengaruhi pola kebudayaan masyarakat. Karakteristik mahasiswa (keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada mahasiswa sebagai hasil dari pengaruh lingkungan sosialnya, yang menentukan pola aktivitasnya dalam mengejar cita-citanya) meskipun dipandang lebih banyak berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan dari pada terhadap tujuan, juga dipandang berpengaruh dalam penetapan tujuan pendidikan mengingat adanya pendapat yang didukung oleh suatu hasil penelitian bahwa : motivasi dan hasil belajar akan sangat meningkat, kalau tujuan-tujuan pendidikan yang harus dicapai serasi dengan persepsi yang ada pada mahasiswa mengenai hari depannya (1 - p. 11 ) 3.2. Fungsi Rumusan Tujuan Pendidikan. Komunikasi sering merupakan permulaan dari suatu perbaikan. Dalam kegiatan pendidikan, komunikasi yang didasarkan atas atau mengacu pada rumusan tujuan-tujuan pendidikan yang jelas, pasti akan lebih memungkinkan lancar dan cepatnya perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan. Dalam penyelenggaraan usaha/kegiatan pendidikan, rumusan tujuan-tujuan pendidikan merupakan dasar berkomunikasi bagi fihak-fihak yang berkepentingan (1 - p. 12). Motivasi Belajar Anak Didik berpeluang meningkat dengan diinformasikannya rumusan tujuan pendidikan kepada mereka. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa : mahasiswa yang mengetahui tujuan-tujuan pendidikan, pada umumnya, mampu menunjukan tingkat keberhasilan yang lebih baik dibanding mereka yang tidak mengetahuinya (1 - pp ).. 3

8 penyempurnaan proses belajar menajar DD Rumusan Tujuan Pendidikan merupakan kerangka dasar perencanaan kegiatan akademik (sasaran, materi, struktur, cara belajar dan mengajar, sarana,...) (1 - p. 13). Dalam rangka menyelenggarakan suatu upaya pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan, paling tidak, 2 kondisi berikut mutlak perlu diciptakan : 1. segala yang dihasilkan dari kegiatan pendidikan, khususnya yang menyangkut perubahanperubahan yang terjadi pada anak didik (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) selama dan setelah menjalani proses pendidikan, selalu dapat di-evaluasi (selalu dapat diukur dan diperbandingkan terhadap tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan), 2. hasil evaluasi seperti yang dimaksud dalam butir 1 diatas, segera dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik (feed-back), dan dimana dipandang perlu, segera dapat memacu terlaksananya berbagai proses perbaikan, penyempurnaan dan pengembangan lebih lanjut kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Rumusan Tujuan Pendidikan merupakan acuan dasar dalam menetapkan berbagai ukuran tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Acuan dasar yang demikian ini, diperlukan untuk dapat berlangsung sebagaimana mestinya proses-proses penilaian dan evaluasi tingkat keberhasilan berbagai hasil upaya pendidikan yang sedang dan telah diselenggarakan Klasifikasi Tujuan Pendidikan Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut hierarki kegiatan. Tujuan Pendidikan diantaranya dapat dikelompokkan dalam 3 klasifikasi sbb : Tujuan Pendidikan Lembaga, Tujuan Kurikulum, dan Tujuan Kegiatan Akademik (1 - pp. 3-4). Tujuan Pendidikan Lembaga adalah rumusan umum pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan Lembaga tsb. (1 - p. 3). Tujuan Kurikulum adalah rumusan pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan Lembaga Pendidikan tsb. yang diperinci lebih spesifk berorientasi pada pola pekerjaan lulusan Lembaga tsb. dikemudian hari (1 - p. 3). Tujuan Kegiatan Akademik adalah rumusan yang menyatakan (dengan sangat terperinci) apa saja yang harus dikuasai oleh anak didik sesudah ia melewati kegiatan akademik ybs. dengan berhasil (1 - p. 4) Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Sifat Tujuan. Menurut sifat tujuannya, Tujuan Pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut (1 - p. 4-5) : 1. tujuan berdasarkan hari depan (life-skill objectives), 2. tujuan berdasarkan metodologi (methodological objectives), 3. tujuan berdasarkan isi (content objectives). Tujuan berdasarkan hari depan (life-skill objectives) adalah tujuan-tujuan umum pendidikan yang dijabarkan atas dasar antisipasi terhadap prakiraan kondisi di masa yang akan datang, yaitu jawaban terhadap pertanyaan dasar : kemampuan apa dan perilaku yang bagaimana yang harus diajarkan kepada anak didik agar kelak anak didik siap menjalani kondisi-kondisi di masa mendatang (1 - p. 4). Tujuan berdasarkan metodologi (methodological objectives) adalah tujuan-tujuan yang menyatakan kemampuan-kemampuan yang menyangkut "pola penelaahan" (modes of inquiry) dan "cara penggalian pengetahuan" (ways of knowing) yang khas dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat dikuasai anak didik setelah menyelesaikan pendidikannya (1 - p. 4). Tujuan berdasarkan isi (content objectives) adalah tujuan-tujuan yang menyatakan kemampuankemampuan yang menyangkut pengertian dan penggunaan konsep-konsep, prinsip-prinsip, serta kaidahkaidah umum yang merupakan keseluruhan dan struktur suatu cabang ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat dikuasai anak didik setelah mempelajarinya (1 - p. 5). 4

9 DD penyempurnaan proses belajar menajar Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Perubahan Yang Dapat Terjadi pada Anak Didik. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada anak didik karena menempuh pendidikan dikelompokkan sbb. (1 - p. 5) : 1. Kelompok Atribut A, perubahan pada sifat-sifat dasar yang tidak perlu spesifik terhadap keakhlian yang dipelajari. 2. Kelompok Atribut B, perubahan dalam sikap dan pandangan hidup (attitude) yang dianut. 3. Kelompok Atribut C, perubahan dalam pengetahuan dan keterampilan yang spesifik terhadap keakhlian yang dipelajari. Kelompok Atribut A : menyangkut faktor-faktor sikap dan pribadi seperti : kecerdasan, kreativitas, ketekunan dll.. yang biasanya dibagi dalam 4 kelompok sbb. : kualitas intelek (quality of intellect), keterampilan sosial (social skills), kemampuan berkomunikasi (ability to communicate), kecenderungan akan harga numerik (numeracy) (1 - p. 5). Keempat faktor tertulis dalam alinea diatas, kemudian dapat dijabarkan lebih lanjut dalam 6 sifat pribadi sbb. (1 - p. 6) : 1. mampu menganalisis situasi dan permasalahan secara kritis, logis dan objektif, serta mengajukan penyelesaian permasalahan yang realistis, 2. mampu menyerap fakta-fakta dan hipotesis baru (dalam keadaan dimana ada diantara hal-hal ini yang tidak sesuai dengan gagasan/pemikirannya, apabila diperlukan mampu mengubah / menyesuaikan gagasan/pemikirannya tsb.), 3. mampu melihat dengan "kaca-mata orang lain", peka terhadap pola perilaku, emosi, serta gagasan/pemikiran orang lain, 4. mampu bekerja dengan orang lain, dalam kedudukan memimpin, bekerja sama ataupun melakukan tugas, dan dimana perlu dapat menumbuhkan rasa segan (hormat), memberi contoh atau menimbulkan semangat pada mitra sekerjanya, 5. mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan informasi dengan jelas dan tepat serta dapat mempengaruhi fihak lain dengan cara-cara komunikasi tertulis maupun lisan, 6. mampu berfikir dan berkomunikasi secara kuantitatif, menyadari batas-batas ketelitian dalam pendekatan-pendekatannya, serta menggunakan gagasan-gagasan logika matematika. Kelompok Atribut B : menyangkut falsafah, sikap serta sistem nilai yang dianut seseorang, seperti sikapnya terhadap hidup dan kehidupan, terhadap orang lain, terhadap keberhasilan duniawi, terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja, terhadap gagasan politik dan agama, terhadap kebenaran dan kepalsuan, terhadap baik dan jahat dll....konsep mengenai kejujuran, integritas pribadi, kerendahan hati, keadilan dll... semuanya erat kaitannya dengan kelompok atribut B ini (1 - pp. 6-7). Kelompok Atribut C : menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi karena terhimpunnya pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills) setelah seseorang mempelajari suatu bidang dalam ilmu pengetahuan tertentu Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Bloom (Taxonomy of Educational Objectives). Dalam klasifikasi jenis ini tujuan pendidikan dikelompokkan dalam 3 domain sbb. (1 - p. 7) : 1. Cognitive domain, menyangkut pengetahuan dan keterampilan intelektual yang harus dikuasai. 2. Affective domain, menyangkut nilai dan sikap yang harus dimiliki 3. Psychomotor domain, menyangkut keterampilan motorik yang harus dikuasai.. 5

10 penyempurnaan proses belajar menajar DD 4. Sistem Pengajaran Kurikulum. Kurikulum adalah : segala kegiatan dan pengalaman belajar yang dirancangkan, direncanakan, diprogramkan dan diselenggarakan oleh lembaga bagi anak didiknya dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan (1 - p. 3). Dalam bentuknya yang paling sederhana, kurikulum merupakan himpunan dari pengalaman, sistem nilai, pengetahuan, keterampilan dan pola sikap yang ingin dihantarkan kepada anak didik dengan harapan (keyakinan) bahwa keseluruhan yang dihantarkan tsb. akan merupakan bekal untuk anak didik agar dapat menghadapi, menjalani hidup dan kehidupan, bekerja, bermasyarakat, mengembangkan masyarakat, dlsb... seperti atau lebih baik dari yang diharapkan (1 - p. 14). Model Kurikulum (1 - p. 20) 4.2. Hal-hal Fundamental dalam Pengembangan Kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan fundamental yang harus terjawab dalam suatu rumusan kurikulum yang dikembangkan adalah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut dibawah ini (1 - pp ) : 6

11 DD penyempurnaan proses belajar menajar 1. mengapa mata pelajaran ini diajarkan? 2. dengan cara bagaimanakah tingkat keberhasilan mengajarkan suatu mata kuliah dapat diketahui/dinilai? Dalam menjawab 2 pertanyaan diatas, perlu dipertimbangkan : validitas dan signifikan terhadap apa yang sedang dikerjakan, kebutuhan atas keseimbangan antara luas dan mendalamnya pelajaran, serta relevansi serta minat anak didik terhadap isi/materi pelajaran. 3. mengapa mata pelajaran ini diajarkan dengan cara atau metoda tertentu? 4. bagaimanakah isi/materi pelajaran dapat diorganisir? 5. buku-buku wajib dan bacaan apakah yang harus digunakan dalam mata pelajaran ini? 6. alat/media pelajaran (hardware & software) apa yang sangat membantu keberhasilan proses belajar-mengajar dalam mata pelajaran ini? 7. apakah yang diharapkan dari mahasiswa, apa yang harus dapat mereka lakukan sebagai hasil dari pengajaran mata pelajaran ini? 5. Disain Instruksional Asumsi Dasar Program Disain Instruksional. Asumsi dasar yang dipakai dalam Program Disain Instruksional yang diuraikan disini adalah sebagai berikut (1 - p. 31) : 1. Perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) mahasiswa haruslah timbul/terjadi sebagai hasil dari usaha-usaha yang dilakukan oleh mahasiswa itu sendiri, 2. "Pengajaran" oleh dosen hanyalah suatu alat atau cara atau pemicu atau apapun namanya, yang dengan dilakukannya tindakan pengajaran ini, berbagai kegiatan belajar mahasiswa menjadi berlangsung sedemikian rupa sehingga dalam diri mahasiswa tersebut terjadi perubahanperubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) seperti yang diharapkan. Jadi, tugas utama dosen adalah : menyediakan dan mengelola suatu proses belajar untuk mahasiswa sedemikian rupa, sehingga dengan ini, perubahan-perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) dalam diri mahasiswa dapat terjadi seperti yang diharapkan Tahapan Kerja Disain Instruksional. Tahapan Kerja Disain Instruksional terdiri dari 8 langkah sbb. (1 - pp ) : 1. Tentukan topik-topik, dan nyatakan tujuan instruksional untuk masing-masing topik (Tujuan Instruksional Umum, TIU). 2. Sebutkan satu persatu karaktersitik penting mahasiswa (individual dan/atau kelompok) yang akan diajar (terutama, yang menyangkut/terkait dengan kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan awal). 3. Rumuskan spesifikasi tujuan-tujuan instruksional khusus (TIK) yang harus dicapai yang dinyatakan dalam bentuk perilaku (kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) yang dapat diamati dan dapat diukur, yang harus dapat disebutkan, diperagakan, dibuktikan, atau dilakukan oleh mahasiswa setelah mengikuti pelajaran. 4. Tentukan materi pelajaran yang mendukung pencapaian masing-masing tujuan instruksional khusus.. 7

12 penyempurnaan proses belajar menajar DD 8 5. Kembangkan "pre-test" (uji-mula) untuk dapat mengetahui latar belakang dan tingkat kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sehubungan dengan topik. 6. Pilihlah kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber instruksional yang perlu/penting yang akan dapat "memperlakukan" materi pelajaran sehingga tujuan instruksional khusus dapat dicapai. 7. Koordinir dan selaraskan sarana pendukung, seperti biaya, personil, fasilitas, peralatan dan daftar waktu tersedia untuk dapat terselenggaranya program instruksional dengan baik. 8. Susun program/rencana evaluasi hasil belajar mahasiswa sesuai dengan tingkat pencapaian tujuan instruksional khusus, kemudian, dengan ini, tinjau ulang/evaluasi setiap tahapan disain yang dilakukan, serta lakukan perbaikan dimana dipandang perlu Penentuan Topik dan Tujuan Instruksional Umum. PENENTUAN TOPIK. Yang dimaksud dengan topik disini adalah hal-hal yang merupakan lingkup kuliah atau program yang kemudian merupakan landasan umum penyusunan program instruksional lebih lanjut (1 - p. 34). Dalam menetapkan banyaknya topik dan sejauh mana kedalamannya, faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sbb. (1 - p. 34) : 1. waktu yang tersedia serta kapan program harus siap, 2. korelasi dengan mata pelajaran lain, 3. pembatasan yang timbul dari karakteristik mahasiswa, biaya, fasilitas, berbagai sumber yang diperlukan serta personil. PENENTUAN TIU. Tujuan Instruksional Umum (TIU) tujuan yang dinyatakan secara luas dan umum yang memberikan ciri suatu program pendidikan atau pengajaran yang menggambarkan hasil pengajaran dari setiap topik (1 - p. 35). Contoh redaksi kalimat dalam TIU (1 - p. 35) : 1. untuk membangkitkan apresiasi terhadap suatu materi pelajaran, 2. untuk memperoleh keterampilan dalam suatu kegiatan, 3. untuk menjadi sadar terhadap kejadian-kejadian/gejala-gejala tertentu, 4. untuk mengembangkan kemahiran berfikir mahasiswa melalui pemecahan masalah, interpretasi data (grafik dan tabel) yang berkaitan dengan Identifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Mahasiswa. Yang dimaksud dengan karakteristik mahasiswa disini adalah : keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan mahasiswa sebagai hasil dari pengaruh lingkungan sosial, pengalaman-nya dll... yang menentukan pola aktivitasnya dalam mengejar cita-cita (1 - p. 11). Identifikasi kemampuan awal dan karakteristik mahasiswa serta situasi mula menyangkut keseluruhan faktor individual, sosial dan situasional yang dapat mempengaruhi proses dan hasil proses belajarmengajar (1 - p. 35). Data/Informasi tentang karakteristik mahasiswa seharusnya digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan-tujuan instruksional khusus, tingkat dimana suatu topik dimulai, lingkup pelajaran yang diberikan, macam dan banyaknya kegiatan belajar yang harus direncanakan (1 - p. 36). Data/Informasi karakteristik mahasiswa yang perlu diketahui antara lain (1 - p. 36) : 1. usia, 2. tingkat kedewasaan,

13 DD penyempurnaan proses belajar menajar 3. tingkat kemampuan perhatian, 4. kondisi sosial-ekonomi dan latar belakang keluarga, 5. batasan lingkungan, 6. intelegensia (IQ), 7. hasil-hasil test prestasi dan sikap, 8. kebiasaan belajar, 9. latar belakang pengetahuan, 10. motivasi untuk belajar, Perumusan Spesifikasi Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Langkah perumusan spesifikasi tujuan instruksional khusus merupakan langkah yang sulit, namun merupakan langkah yang penting dan harus dilakukan (1 - p. 37). TIK dinyatakan dalam bentuk-bentuk kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan (perilaku) yang harus dapat diperagakan, dibuktikan, atau dilakukan oleh mahasiswa setelah mengikuti suatu kegiatan atau pengalaman belajar (topik atau satuan pelajaran) (1 - p. 37). Jadi TIK haruslah dinyatakan dalam satu, dua atau tiga aspek sebagai berikut (1 - p. 37) : 1. aspek pengetahuan dan keterampilan intelektual (kognitif), 2. aspek nilai dan sikap (afektif), 3. aspek keterampilan motorik (psikomotor). Aspek pengetahuan dan keterampilan intelektual (kognitif) meliputi produk dan proses ilmiah. Produk Ilmiah antara lain : fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, generalisasi, teori, dlsb... Proses Ilmiah antara lain : pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, pemecahan masalah, dlsb... Aspek nilai dan sikap (afektif) antara lain : emosi, minat, sikap, nilai-nilai, apresiasi, dlsb... Aspek keterampilan motorik (psikomotor) antara lain : keterampilan-keterampilan motorik, manipulasi *) obyek. *) menurut apa yang tertulis dalam The Concise Oxford Dictionaries, pengertian kata manipulate adalah : handle, treat, esp. with skill (material thing, question); manage (person by dexterous (esp. unfair); use of influence. Tingkatan tujuan kognitif adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) : 1. sekedar memiliki pengetahuan itu, 2. memahaminya, 3. menggunakannya (apply it), 4. menganalisisnya, 5. mensintesakannya dengan pengetahuan dan bahan lain, 6. mengevaluasinya. Tingkatan tujuan afektif adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) : 1. sekedar menerima atau menjadi sadar akan adanya suatu sikap, interest atau apresiasi tsb., 2. beresponsi sebagai akibat dari kesadaran itu, 3. menilai sikap, interest, atau aspirasi tertentu tsb.,. 9

14 penyempurnaan proses belajar menajar DD 4. menginternalisasi sikap, interest, atau aspirasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi karakteristik tingkah lakunya. Tingkatan tujuan motorik adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) : 1. persepsi atau perhatian kepada rangsangan tertentu, 2. kesiapan untuk bertindak (secara fisik, intelektual, dan emosional), 3. respons yang terarah (fisik, visual, atau dengan kata-kata), 4. respons yang mekanis dimana berbagai keterampilan digabungkan untuk melakukan suatu tindakan yang kompleks, 5. suatu respons yang disadari, normalis dan kompleks pada waktu suatu rangsangan yang relevan. Dalam rumusan TIK yang signifikan, haruslah termasukan didalamnya 4 komponen-komponen penting sebagai berikut (1 - p. 39) : 1. Subyek belajar (mahasiswa) yang dinyatakan secara khusus, tepat dan jelas, yaitu siapa yang akan menunjukan hasil belajar (setelah ia melakukan kegiatan belajar). 2. Kata kerja yang melukiskan sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan (perilaku atau hasil perilaku) subyek belajar yang dapat diamati dan diukur. contoh-contoh kata kerja yang tepat a.l. : memberikan, menyebutkan, menyusun, membedakan, contoh-contoh kata kerja yang tidak tepat a.l. : mengetahui, mengerti, memahami, Situasi atau kondisi yang ada/diberikan (yang difahami oleh subyek belajar dan fihak yang melakukan evaluasi. 4. Standar kualitas dan kuantitas yang antara lain menyangkut : spesifikasi tingkat kemampuan subyek belajar yang dapat diterima, standar untuk mengukur perilaku atau hasil perilaku subyek belajar yang dianggap cukup. TIK haruslah secara spesifik menunjukan apa yang akan dipelajari oleh mahasiswa serta diklasifikasi baik dalam aspek kognitif, afektif ataupun psikomotor (1 - p. 40). Rumusan TIK haruslah terdiri dari suatu "action verb", content reference" dan "performance standard" (1 - p. 40). Hal-hal yang perlu dilakukan sehubungan dengan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Sehubungan dengan TIK yang telah dirumuskan, hal-hal penting yang perlu dilakukan adalah : 1. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai kriteria acuan dalam mengukur dan menentukan tingkat kemajuan belajar dan tingkat kemampuan mahasiswa, 2. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai dasar dalam pengembangan alat evaluasi keberlangsungan dan hasil proses kegiatan belajar-mengajar. 3. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai petunjuk bagi para penyusun disain instruksional dalam menentukan materi dan strategi instruksional, 4. ditetapkan dan disampaikannya TIK kepada fihak-fihak terkait sebagai suatu konfirmasi dan informasi yang menjelaskan tingkat kemampuan dan keterampilan yang diharapkan dari mahasiswa setelah menyelesaikan masing-masing satuan pelajaran. 5. disampaikannya TIK kepada mahasiswa sebagai informasi yang menjelaskan : apa dan untuk apa sebenarnya pelajaran (mata kuliah) ini dipelajari, apa yang akan dipelajari dan dinilai dalam mengikuti pelajaran (mata kuliah) ybs. 10

15 DD penyempurnaan proses belajar menajar Penyusunan program/rencana evaluasi hasil belajar mahasiswa. Sesuai dengan urutan langkah dalam tahapan penyusunan disain instruksional, evaluasi adalah langkah terakhir, namun dalam lingkup perencanaan program pengembangan, teknik evaluasi harus berkaitan mengikuti TIK (1 - p. 40). TIK akan menyarankan bentuk-bentuk alat evaluasi yang seharusnya, dan dengan ini, seyogyanya dosen merasa mantap dan yakin untuk mengukur secara langsung mengenai apa yang akan diajarkan (1 - p. 40). Test yang dipakai untuk mengukur secara langsung tingkah laku mahasiswa yang telah ditentukan dalam TIK disebut sebagai "Criterion-Referenced-Test (CRT)", test yang didasarkan atas suatu kriteria. Dikatakan demikian karena test yang demikian ini menentukan ukuran tercapai tidaknya TIK. Berhasil tidaknya mahasiswa mencapai TIK suatu topik didasarkan atas hasil test yang demikian ini. (1 - pp ). Macam-macam test yang berorientasi pada kriteria adalah sebagai berikut (1 - p. 41) : 1. Pre-requisite Test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah memiliki kemampuan yang disyaratkan untuk dapat mempelajari suatu topik. 2. Pre-test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah memiliki kemampuan seperti yang dimaksud dalam TIK yang hendak dipelajari. 3. Post-test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah dapat mencapai TIK Data dan informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi hasil post-test seperti dimaksud diatas haruslah dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut : 1. Gambaran kenyataan derajat keberhasilan belajar mahasiswa. 2. Membantu mahasiswa untuk menyadari bagaimana ia harus mengubah atau mengembangkan perilakunya sesuai dengan TIK (umpan balik bagi mahasiswa). 3. Merupakan informasi yang memberikan kepuasan apabila mahasiswa melakukan sebagaimana mestinya (reinforcement). 4. Umpan balik bagi dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan), sehingga dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dapat mengkaji : apakah ada kelemahankelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan instruksional, sehingga, dimana dipandang perlu, dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut Penentuan materi pelajaran. Yang dimaksud dengan materi pelajaran dalam lingkup penyusunan disain instruksional adalah aspekaspek, komponen-komponen ataupun faktor-faktor sehubungan dengan topik atau satuan pelajaran sebagai berikut (1 - p. 43) : 1. pengetahuan (fakta dan informasi ilmiah yang mendalam), 2. keterampilan-keterampilan (prosedur, kondisi dan persyaratan-persyaratan ilmiah), dan 3. sikap (scientific attitude). Materi pelajaran haruslah ditentukan sedemikian rupa sehingga menyiratkan jaminan maksimal bahwa perilaku yang diharapkan terbentuk dalam diri mahasiswa seperti yang disebutkan dalam TIK dapat tercapai. Jadi, untuk dapat menjadi demikian (1 - p. 43) : 1. materi pelajaran yang ditentukan haruslah relevan dengan TIU dan TIK. 2. dalam menentukan materi pelajaran haruslah dipertimbangkan kemudian diyakini bahwa : dengan materi pelajaran yang ditentukan ini, dan pada kondisi karakteristik mahasiswa yang ada, tujuan-tujuan instruksional yang ditetapkan akan dapat dicapai oleh mahasiswa.. 11

16 penyempurnaan proses belajar menajar DD Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan adalah : tidak mungkin bagi suatu perguruan tinggi untuk mengajarkan segala sesuatu yang dibutuhkan sepanjang hidup mahasiswa. Oleh karena itu, adalah penting bahwa : proses belajar itu dapat terlaksana sedemikian rupa sehingga apa-apa yang dipelajari dapat dengan mudah diterapkan atau di-transfer dengan baik kedalam situasi apapun dimana dibutuhkan (1 - p. 95) Pengembangan "pre-test" (uji-mula). Setelah dosen mengkaji tujuan instruksional khusus dan materi pelajaran yang mendukung masingmasing TIK, langkah lanjut yang perlu dilakukan adalah mengajukan 2 pertanyaan sbb. (1 - p. 44): bagaimanakah kesiapan mahasiswa untuk mempelajari topik/satuan pelajaran ini? 2. apakah mahasiswa telah mencapai beberapa TIK yang telah dinyatakan sebelum pengajaran dimulai. Melanjutkan pada suatu tingkat yang terlalu sulit atau terlalu mudah, atau dengan kecepatan yang terlalu lambat atau terlalu cepat adalah suatu hal yang dapat dipastikan merupakan pemborosan waktu serta segala pengorbanan yang menyertainya, karena pada setiap situasi yang demikian ini tidak akan ada yang dipelajari (1 - p. 86). Untuk menghindari terjadinya hal seperti yang diuraikan dalam alinea diatas maka penting sekali untuk mengetahui secara spesifik hal-hal sbb : 1. sejauh mana setiap mahasiswa telah memenuhi pra-syarat yang diperlukan untuk mempelajari suatu topik/satuan pelajaran, 2. hal-hal apakah yang telah dikuasai oleh mahasiswa tentang materi pelajaran yang akan disampaikan. Uji mula (pre-test) akan memberikan informasi hal-hal diatas, sehingga dengan ini, dosen akan lebih berpeluang untuk dapat menetapkan kegiatan belajar-mengajar yang tepat dan juga sumber-sumber yang memadai Pemilihan kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber instruksional perlu. Semua langkah disain yang dilakukan terdahulu sebelum ini merupakan tahap-tahap yang mengawali tahap pemilihan/penentuan kegiatan belajar-mengajar yang akan diberjalankan untuk suatu program instruksional. Pemilihan/penentuan kegiatan belajar-mengajar seperti yang dimaksud diatas menyangkut 2 hal pokok sebagai berikut : 1. metoda penyampaian yang akan dibawakan, serta 2. pengalaman belajar mahasiswa yang akan dipacu dan dikelola untuk dapat berlangsung. Dalam pemilihan metoda penyampaian, hal yang harus dipertimbangkan adalah (1 - pp ) : 1. masalah efisiensi yang bertalian dengan penggunaan waktu yang dimiliki mahasiswa, serta fasilitas dan peralatan yang ada, 2. perbedaan kesempatan, kecepatan dan langgam belajar mahasiswa, 3. metoda penyampaian yang lebih baru (walaupun sebetulnya tidak baru) yang lebih memacu interaksi antara mahasiswa-mahasiswa dan/atau dosen-mahasiswa secara positif, 4. jawaban terhadap pertanyaan sbb. : apakah dengan metoda penyampaian yang dipilih akan dapat dicapai kondisi-kondisi sebagai berikut: perhatian mahasiswa terarah pada hakekat tugas belajar yang spesifik, sehingga mahasiswa akan mengetahui dengan pasti tentang apa yang diharapkan darinya, motivasi belajar mahasiswa bangkit/meningkat,

17 DD penyempurnaan proses belajar menajar "interest" (ketertarikan) akan pelajaran bangkit dan menguat, umpan balik dapat diperoleh dengan segera, terbuka kesempatan bagi mahasiswa untuk maju sesuai dengan kemampuan dan kesempatannya masing-masing, frustasi dan kegagalan dapat terhindarkan, proses "transfer of learning" pada situasi-situasi baru diluar kelas menjadi meningkat, sikap-sikap positif terhadap diri sendiri, dosen, materi pelajaran dan proses pendidikan pada umumnya menjadi berkembang dan semakin mantap. Pola metoda dasar umum yang biasa digunakan dalam mengajar dan belajar adalah sebagai berikut (1 - pp ) : 1. Presentasi : memberikan informasi kepada mahasiswa melalui ceramah, tulisan di papan tulis, demonstrasi, pertunjukan dengan alat-alat audiovisual (film, slides, transparant,...), dlsb Studi independen : mahasiswa belajar secara individual dengan membaca text, pemecahan soal/masalah, membuat laporan tertulis/paper, menggunakan perpustakaan, kerja di laboratorium, dlsb... Interaksi : belajar melalui interaksi dosen-mahasiswa dan/atau mahasiswa-mahasiswa secara positif melalui diskusi, tanya jawab, seminar, dlsb Proses Mengajar. Sehubungan dengan kegiatan mengajar, hal terpenting diantara hal-hal penting lainnya adalah : kemampuan dosen untuk meningkatkan proses belajar mahasiswa (1 - p. 81). Proses mengajar tidaklah terbatas pada proses mempengaruhi pemilikan pengetahuan si mahasiswa, tapi juga proses mempengaruhi sikap, interest, apresiasi dan tingkah laku mahasiswa (1 - p. 81). Mengajar adalah proses pembuatan keputusan profesional dan penjabarannya menjadi tindakantindakan yang menyebabkan proses belajar mahasiswa menjadi semakin baik, lebih efisien, lebih dapat diramalkan dan lebih ekonomis (1 - pp ). Dalam konteks belajar-mengajar, keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan seorang dosen dapat dikelompokkan dalam 3 katagori sbb. (1 - p. 82): a. yang berhubungan dengan tugas-tugas belajar mahasiswa, b. yang berhubungan dengan tingkah laku mahasiswa, c. yang berhubungan dengan tingkah laku dosen. Mengajar, sebenarnya, dapat didefinisikan sebagai : suatu tingkah laku yang sadar yang membuat proses belajar mahasiswa menjadi berlangsung, atau berlangsung lebih intensif dan/atau menjadi lebih efisien dibandingkan dengan kalau tidak ada tingkah laku tersebut (1 - p. 84). Cakupan tingkah laku mengajar dapat berupa sebuah senyuman sederhana atau tepukan yang memberi dorongan kepada mahasiswa, sampai pada suatu penyajian proses yang kompleks yang didisain dan diprogram dengan sangat bagus sehingga menghasilkan proses belajar yang dapat diramalkan, efisien dan efektif (1 - p. 84) Dari mana pengajaran dimulai. Identifikasi tingkat yang tepat dari mana hendak dimulai proses belajar adalah hal yang sangat penting untuk dapat tercapainya keberhasilan mengajar (1 - p. 86). Pada saat pengajaran dimulai, seyogyanya dilakukan uji mula (pre-test) yang dipersiapkan dan diselenggarakan sedemikian rupa sehingga dari hasil uji mula (pre-test) ini akan dapat diperoleh informasi-informasi tentang :. 13

18 penyempurnaan proses belajar menajar DD sejauh mana setiap mahasiswa telah memenuhi pra-syarat yang diperlukan untuk mempelajari suatu topik/satuan pelajaran, serta 2. hal-hal apakah yang telah dikuasai oleh mahasiswa tentang materi pelajaran yang akan disampaikan. Sehubungan dengan informasi yang diperoleh dari uji mula (pre-test), yang terpenting untuk dipertimbangkan adalah hal sebagai berikut dibawah ini : Melanjutkan pada suatu tingkat yang terlalu sulit atau terlalu mudah, atau dengan kecepatan yang terlalu lambat atau terlalu cepat adalah suatu hal yang dapat dipastikan merupakan pemborosan waktu serta segala pengorbanan yang menyertainya, karena pada setiap situasi yang demikian ini tidak akan ada yang dipelajari (1 - p. 86) Penentuan Pola Kegiatan Belajar Mahasiswa. Belajar adalah suatu proses yang aktif, keberhasilan suatu proses belajar sangatlah ditentukan oleh kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar tersebut. Dalam proses mengajar, pola kegiatan belajar mahasiswa yang bagaimana yang tepat (agar tujuan/hasil belajar mahasiswa seperti yang diharapkan dapat dicapai) haruslah diidentifikasi dan ditentukan. Penentuan pola kegiatan belajar mahasiswa seperti dimaksud diatas mencakup 2 dimensi sbb. : 1. kegiatan belajar yang dipilih harus sesuai dengan tujuan (contoh : seseorang tidak akan pernah dapat belajar untuk dapat menjadi olahragawan hanya dengan mendengarkan ceramah, atau akan menjadi pemain biola hanya dengan membaca buku, untuk kedua tujuan ini ia harus berusaha menjadikannya dirinya seperti yang diharapkan melalui perbuatan), 2. kegiatan belajar yang dipilih harus sesuai dengan kondisi mahasiswa yang diajar (seseorang tidak akan dapat memperoleh informasi dari buku, jika ybs. tidak dapat membaca dengan baik) Evaluasi Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Mahasiswa. Mengacu pada bahasan terdahulu sehubungan dengan Tujuan instruksional Khusus (TIK) : 1. dari rumusan TIK yang ditetapkan, haruslah sudah sangat jelas bentuk (perubahan bentuk) perilaku mahasiswa yang bagaimanakah yang seharusnya terwujud (terjadi) setelah mahasiswa menjalani masing-masing satuan pengajaran, 2. bentuk (perubahan bentuk) perilaku seperti dimaksud dalam butir 1 diatas haruslah juga merupakan sesuatu yang dapat diamati dan diukur, 3. TIK merupakan kriteria acuan dalam mengukur dan menentukan tingkat kemajuan belajar dan tingkat kemampuan mahasiswa, 4. TIK haruslah dijadikan dasar dalam pengembangan alat evaluasi keberlangsungan dan hasil proses kegiatan belajar-mengajar, 5. atas dasar TIK, seharusnya dosen segera dapat mengembangkan bentuk-bentuk alat evaluasi yang sebagaimana mestinya, dan dengan ini pula, seharusnya dosen merasa mantap dan yakin untuk mengukur, menguji dan melakukan evaluasi hasil dari pengajaran yang menjadi tanggung jawabnya, 6. informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi seperti dimaksud dalam butir 5 diatas haruslah dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut :. informasi (laporan) untuk fihak-fihak yang berkepentingan sehubungan dengan kenyataan derajat keberhasilan belajar mahasiswa,. membantu mahasiswa untuk menyadari bagaimana ia harus mengubah atau mengembangkan perilakunya sesuai dengan TIK (umpan balik bagi mahasiswa),. merupakan informasi yang memberikan kepuasan apabila mahasiswa melakukan sebagaimana mestinya (reinforcement),

19 DD penyempurnaan proses belajar menajar. umpan balik bagi dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan), sehingga dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dapat mengkaji : apakah ada kelemahan-kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan instruksional, sehingga, dimana dipandang perlu, dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut Dalam hal dipandang perlu dilakukan tindakan perbaikan atau penyempurnaan lebih lanjut seperti dimaksud dalam butir 6.d., seharusnya dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dimungkinkan dan mampu dengan segera membuat keputusan yang syah dan dapat dipertanggungjawabkan untuk melakukan salah satu atau beberapa tindakan (tindak lanjut) sebagai berikut (1 - p. 90) : 1. pengajaran ulang untuk bagian pelajaran pada mana belum tercapai hasil seperti yang diharapkan, 2. meniadakan bagian pelajaran dimana tidak dapat dicapai hasil seperti yang diharapkan dan pindah ke proses belajar berikutnya yang sesuai, 3. memperpanjang proses belajar untuk bagian pelajaran pada mana belum tercapai hasil seperti yang diharapkan. Selama proses belajar-mengajar berlangsung, evaluasi dan pelaksanaan tindak lanjutnya seperti yang diuraikan diatas haruslah merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan yang tercermin dalam setiap keputusan tindak mengajar yang diambil. Jadi, kegiatan evaluasi seharusnya tidak dilakukan hanya pada akhir suatu episode mengajar (1 - p. 91) Metodologi. Perlu untuk ditekankan bahwa tidak ada metodologi (pada dirinya) benar atau tidak benar, tidak ada satu cara mengajar yang paling baik. Keabsyahan dari pernyataan suatu metoda mengajar baik atau tidak hanyalah dapat ditentukan setelah dinilai sejauh mana efektifitas penerapan metoda tersebut dalam mendukung tercapainya suatu tujuan belajar tertentu (1 - p.91 ). Salah satu indikator sukses atau gagalnya seorang dosen melakukan suatu kegiatan pengajaran dapat dilihat dari : (setelah suatu tujuan pendidikan yang pantas ditetapkan) sejauh mana dosen ybs. mampu menterjemahkan prinsip-prinsip belajar secara efektif menjadi kenyataan tindakan dan kegiatan dengan (melalui) mana mahasiswa menjadi dapat mencapai tujuan pendidikan (1 - p. 91) Prinsip-prinsip Belajar. Cukup banyak prinsip-prinsip mengajar yang amat penting diperhatikan dalam proses mengajar, namun semua ini, pada dasarnya, dapat dikelompokkan sebagai berikut (1 - p. 91) : 1. yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa, 2. yang mempengaruhi laju dan derajat belajar mahasiswa, 3. yang mempengaruhi retensi (sejauh dan selama bagaimana yang diajarkan dapat melekat di mahasiswa), 4. yang mempengaruhi kemudahan penerapan apa yang dipelajari dalam situasi-situasi yang dihadapi mahasiswa (terutama setelah mahasiswa selesai menjalani pendidikannya). Keberhasilan pengajaran oleh seorang dosen, sebenarnya, sangatlah lebih ditentukan oleh sejauh mana dosen ybs. mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar secara tepat didalam proses mengajar dibanding dengan berbagai alasan-alasan umum lain yang sering kali dijadikan alasan kegagalan proses mengajar seperti : IQ mahasiswa payah, latar belakang keluarga mahasiswa tidak menunjang, dll... (1 - pp ). Didalam mempribadikan prinsip-prinsip belajar, seorang dosen mempunyai kemungkinan yang tak terhingga banyaknya untuk menyatakan kemampuan seni-mengajar-nya, ia dapat dan harus memasukkan vitalitas dirinya, kepribadiannya dan keterampilan khususnya didalam menerapkan prinsipprinsip yang melandasi semua keberhasilan belajar mahasiswa (1 - p. 92).. 15

20 penyempurnaan proses belajar menajar DD Hasil pengamatan yang jeli atas segala situasi dan kondisi yang terjadi dalam kelas sebenarnya dapat mengungkapkan bahwa : belajar yang berhasil itu adalah hasil dari perumusan kriteria keberhasilan yang tepat/sesuai, diterapkan berdasarkan keputusan dan tindakan mengajar yang mencerminkan kepribadian dan gaya dosen tetapi serasi/selaras dengan prinsip-prinsip belajar (1 - p. 93). Suatu pelajaran dengan rumusan tujuan yang tidak tepat, atau cara mengajar yang melanggar prinsipprinsip dasar belajar, pasti akan gagal, betapapun dramatis atau cemerlangnya dosen dalam usaha mengajarnya (1 - p. 93) Reinforcement Positif. Reinforcement Positif adalah salah satu yang termasuk dalam prinsip-prinsip dasar belajar, yaitu hal-hal yang meningkatkan kemungkinan atau kekuatan suatu respons. Contoh-contoh tingkah laku dosen yang sesuai (termasuk) dalam prinsip belajar Reinforcement Positif misalnya : mengatakan kepada seorang mahasiswa "Wah bagus benar pekerjaanmu" atau "Bagus, bagus Tom", sampai pada pemberian ijin beristirahat lebih awal, atau memberikan surat pujian, sampai kepada variasi-variasi yang tak terbilang banyaknya (1 - p. 92) : Meningkatkan Motivasi. Proses mengajar harus diawali dengan prinsip-prinsip yang terkait dengan motivasi, karena motivasi sangatlah mungkin merupakan faktor terpenting akan berhasilnya suatu proses belajar. Motivasi bukanlah faktor yang hanya perlu diperhatikan pada waktu permulaan belajar saja, melainkan suatu faktor yang harus dipertahankan secara berkesinambungan pada tingkat yang optimal sepanjang proses belajar-mengajar berlangsung (1 - pp ). Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi motivasi belajar mahasiswa, ada faktor-faktor yang tidak dapat dirubah oleh dosen, namun ada pula faktor-faktor yang kondisinya berada dibawah pengaruh dosen, seperti (1 - p. 94) : 1. tingkat/derajat kepedulian (concern) mahasiswa pada pelajaran, 2. nada perasaan yang bersangkut paut dengan pelajaran yang sedang diajarkan, 3. tingkat/derajat ketertarikan (interest) mahasiswa terhadap pelajaran, 4. tingkat keberhasilan mahasiswa, 5. pertalian kegiatan belajar terhadap tujuan yang didambakan mahasiswa Proses mengajar yang berhasil. Proses mengajar yang berhasil adalah respons berdasarkan teori terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut yang kemudian dijabarkan kedalam tingkah laku pelaksanaan tindakan belajar-mengajar (1 - p. 101) : 1. Kendala-kendala (constraints) manakah yang ada yang harus diperhitungkan? 2. Tugas belajar manakah yang cocok untuk mahasiswa pada tahap belajar sekarang ini, dengan mengingat :. derajat kompleksitas kognitif (cognitive domain), atau internalisasi (affective domain), atau otomatisasi (psychomotor domain)?. derajat kesulitan dalam penambahan kemajuan? 3. Tingkah laku mahasiswa manakah yang :. relevan terhadap tugas?. sesuai dengan karakteristik-karakteristik mahasiswa tersebut? 4. Apa yang merupakan tujuan tingkah laku utama untuk pelajaran ini? 16

DAFTAR ISI 1. DISAIN INSTRUKSIONAL...1

DAFTAR ISI 1. DISAIN INSTRUKSIONAL...1 dsrkp 04 Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Normalisasi

Lebih terperinci

dsrkp-05 Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan

dsrkp-05 Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan dsrkp-05 Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Bagian integral dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang dikembang di SDN 02 Tiuh Toho Kecamatan Menggala belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Metode pembelajaran yang diterapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika

Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika Statistika, Vol. 7 No., 5 3 Nopember 007 Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika Yunia Mulyani Azis Tenaga Pengajar di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Konsep Belajar dan Mengajar Belajar merupakan proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses

Lebih terperinci

dsrkp 05 Proses Belajar.

dsrkp 05 Proses Belajar. dsrkp 05 Proses Belajar. Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek

Lebih terperinci

Peranan Psikologi Dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian. Tidak bisa kita sangkal lagi bahwa telah sejak lama bidang psikologi, terutama psikologi

Peranan Psikologi Dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian. Tidak bisa kita sangkal lagi bahwa telah sejak lama bidang psikologi, terutama psikologi Peranan Psikologi Dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Kab. Cianjur) Tidak bisa kita sangkal lagi bahwa telah sejak lama bidang psikologi, terutama psikologi

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING Fatmawaty Sekolah Dasar Negeri Hikun Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto )

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto ) METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS Oleh : Ari Yanto ) Email : ari.thea86@gmail.com Abstrak Salah satu masalah yang dihadapi oleh tenaga pengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan datang sangat tergantung pada kualitas manusia yang dikembangkan pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan datang sangat tergantung pada kualitas manusia yang dikembangkan pada masa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya alam manusia merupakan inti dan titik berat dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Keberhasilan pencapaian pembangunan dimasa

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada. BAB I PENDAHULUAN Bab satu ini membahas tentang latar belakang permasalahan mengenai assesment afektif yang merupakan penilaian pada jenjang pendidikan selain penilaian kognitif dan psikomotor. Pada sub

Lebih terperinci

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi.

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi. FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2011/2012 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan suatu wadah untuk membangun generasi penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara layak dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap laju pendidikan di sekolah-sekolah, terutama di tingkat SMP dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap laju pendidikan di sekolah-sekolah, terutama di tingkat SMP dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan Bimbingan dan Konseling ternyata memiliki andil cukup besar terhadap laju pendidikan di sekolah-sekolah, terutama di tingkat SMP dan SMA. Tidak bisa

Lebih terperinci

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil 46 2. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Menurut Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson ( 2014, h. 164) kerjasama adalah pengelompokan yang terjadi di antara makhlukmakhluk hidup yang kita kenal. Kerja sama

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENINGKATAN MUTU PROSES DAN EVALUASI PEMBELAJARAN. ( As ari Djohar )

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENINGKATAN MUTU PROSES DAN EVALUASI PEMBELAJARAN. ( As ari Djohar ) PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENINGKATAN MUTU PROSES DAN EVALUASI PEMBELAJARAN ( As ari Djohar ) A. Asumsi Dasar 1. Peningkatan mutu pendidikan tinggi merupakan kebutuhan utama yang selalu harus

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Husni El Hilali Abstraksi Pengelolaan kelas memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendidikan. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

MENGELOLA PERUBAHAN DENGAN MODEL A.I.D.K.A.A.R.

MENGELOLA PERUBAHAN DENGAN MODEL A.I.D.K.A.A.R. MENGELOLA PERUBAHAN DENGAN MODEL A.I.D.K.A.A.R. Ada dua aspek utama dalam Mengelola Perubahan yaitu aspek teknis dan aspek manusianya. Setiap perubahan pada sistem dan proses dalam organisasi memiliki

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB n. TINJAUAN PUSTAKA

BAB n. TINJAUAN PUSTAKA BAB n. TINJAUAN PUSTAKA Situasi proses belajar mengajar di tingkat perguruan tinggi sekarang ini kebanyakan masih mengikuti pola lama yang berpusat pada lembaga atau dosen, dimana seorang dosen mengajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi tantangantantangan yang harus dijawab

Lebih terperinci

PRINSIP PRINSIP KURIKULUM

PRINSIP PRINSIP KURIKULUM PRINSIP PRINSIP KURIKULUM KELOMPOK 4 ARYANTI (0806906) NENI TRIANA (0505058) ROFVINI S. (0800680) ROSSE S. H. (0806913) PENGERTIAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM PRINSIP-PRINSIP KURIKULUM MACAM-MACAM SUMBER

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

prinsip-prinsip kegiatan belajar-mengajar

prinsip-prinsip kegiatan belajar-mengajar KEGIATAN PEMBELAJARAN DAN PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN prinsip-prinsip kegiatan belajar-mengajar Berpusat pada siswa Belajar dengan melakukan Mengembangkan kemampuan sosial Mengembangkan keingintahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN DASAR KEJURUAN

STRATEGI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN DASAR KEJURUAN STRATEGI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN DASAR KEJURUAN PANINGKAT SIBURIAN Abstrak Strategi pembelajaran keterampilan dasar kejuruan adalah suatu pola pembelajaran yang berisi serentetan kegiatan yang akan dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KERJA KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KINERJA MAHASISWA PADA MATA KULIAH PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KERJA KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KINERJA MAHASISWA PADA MATA KULIAH PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KERJA KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KINERJA MAHASISWA PADA MATA KULIAH PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI Tan Amelia 1) 1) S1/Jurusan Sistem Informasi, STIKOM Surabaya, email: meli@stikom.edu

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERTANYA PRODUKTIF MAHASISWA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERTANYA PRODUKTIF MAHASISWA IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERTANYA PRODUKTIF MAHASISWA Astuti Wijayanti 1 dan Aris Munandar 2 1), 2) Pendidikan IPA, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia harus menapaki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Belajar Belajar pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan

Lebih terperinci

PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik)

PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik) PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik) A. Strategi Pembelajaran PAILKEM Strategi pembelajaran PAILKEM merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan perilaku seseorang yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik agar dapat hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53).

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53). 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Metode Pemberian Tugas Secara etimologi pengertian metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53). metode

Lebih terperinci

PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN STRUKTUR ALJABAR I PADA MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UM

PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN STRUKTUR ALJABAR I PADA MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UM PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN STRUKTUR ALJABAR I PADA MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UM Erry Hidayanto Jurusan Matematika FMIPA UM Abstrak: Kompetensi yang ingin dicapai dalam matakuliah Struktur Aljabar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi merupakan dorongan atau daya penggerak untuk mencapai suatu tujuan atau keinginan yang diharapkan.

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU 1. Kompetensi Profesional 2. Kompetensi Kepribadian

KOMPETENSI GURU 1. Kompetensi Profesional 2. Kompetensi Kepribadian KOMPETENSI GURU Seorang guru harus memiliki 4 Kompetensi Dasar yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.(lampiran PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Konsep Belajar IPS a. Hakikat Belajar Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

SUASANA PEMBELAJARAN YANG BAIK Oleh : Erwin Tanur, M.Si Widyaiswara Muda Pusdiklat BPS RI. Abstrak

SUASANA PEMBELAJARAN YANG BAIK Oleh : Erwin Tanur, M.Si Widyaiswara Muda Pusdiklat BPS RI. Abstrak SUASANA PEMBELAJARAN YANG BAIK Oleh : Erwin Tanur, M.Si Widyaiswara Muda Pusdiklat BPS RI Abstrak Widyaiswara memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas pembelajaran yang akan dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.. Jenis, Lokasi, Waktu, dan Subyek Penelitian 3... Jenis Penelitian Jenis penelitian yang peneliti gunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research,

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945, secara fundamental merupakan pernyataan dan tekad untuk membangun bangsa. Salah satu wujud nyata yang harus ditempuh dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Pengertian Menurut Darmansyah (2006 : 13) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada peradaban modern yang makin berkembang pesat sekarang ini, negara kita mengalami persaingan yang luar biasa dalam berbagai kehidupan. Dalam persaingan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui kegiatan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui kegiatan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan pembentukan tingkah laku individu setelah melalui kegiatan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan yang dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian pesat dengan berbagai aspek permasalahannya. Pendidikan tidak hanya bersinggungan dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SD NEGERI MEDAN ESTATE

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SD NEGERI MEDAN ESTATE PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SD NEGERI MEDAN ESTATE RAMLI SITORUS Dosen Jurusan PPSD Prodi PGSD Email: ramlisitorus105@ymail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali BAB II LANDASAN TEORI A. Internal Locus Of Control 1. Definisi Internal Locus of Control Locus of control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan moral bukanlah sebuah gagasan baru. Sebetulnya, pendidikan moral sama tuanya dengan pendidikan itu sendiri. Sejarah di negara-negara di seluruh

Lebih terperinci

DISAIN INSTRUCTIONAL (Perencanaan Pembelajaran)

DISAIN INSTRUCTIONAL (Perencanaan Pembelajaran) DISAIN INSTRUCTIONAL (Perencanaan Pembelajaran) ardianto Pak sopir!, sebenarnya kami mau diajak kemana? Nga tau? Yang penting JALAN ASUMSI TENTANG DISAIN PEMBELAJARAN 1. Perbaikan tentang kualitas pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER Saat ini penggunaan ICT untuk kegiatan belajar dan mengajar menjadi salah satu ciri perkembangan masyarakat modern. ICT dapat dimaknakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikis dan emosinya dalam

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak. diperbincangkan, diantaranya adalah rendahnya mutu pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak. diperbincangkan, diantaranya adalah rendahnya mutu pendidikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan, diantaranya adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya

Lebih terperinci

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan perbaikan sistem pendidikan. Dengan adanya perombakan dan pembaharuan kurikulum yang berkesinambungan, mulai

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA Lutfatul Latifah 1 Guru mata pelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Imogiri Kab. Bantul ABSTRAK Fisika sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4).

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, mengingat kemampuan memahami dari peserta didik di Indonesia hanya berada ditingkat kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tinggi rendahnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha itu ternyata belum juga menunjukan peningkatan yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. usaha itu ternyata belum juga menunjukan peningkatan yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, merupakan salah satu dari masalah pendidikan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Definisi Mata Pelajaran Matematika Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil dari perenungan mereka terhadap kondisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question 1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dedi Supriadi, 2014

BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dedi Supriadi, 2014 BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Dengan paradigma baru, praktik

Lebih terperinci

KESIAPAN DOSEN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

KESIAPAN DOSEN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG KESIAPAN DOSEN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG Oleh: Dina Sri Nindiati* *Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas PGRI Palembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti, bahkan dalam skala global masih jauh dibawah negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti, bahkan dalam skala global masih jauh dibawah negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi pendidikan di Indonesia kenyataannya sulit mengalami kemajuan yang berarti, bahkan dalam skala global masih jauh dibawah negara-negara tetangga. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena itu, pemerintah selalu berusaha agar mutu pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan mengajar yang diselenggarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003 pada pasal 3 yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

15. Metode Discovery

15. Metode Discovery 15. Metode Discovery Salah satu metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery, hal itu disebabkan karena metode discovery ini: (a) Merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika, kemampuan berpikir sangat penting sebagai modal. utama untuk meningkatkan hasil belajar matematika.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika, kemampuan berpikir sangat penting sebagai modal. utama untuk meningkatkan hasil belajar matematika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia sampai sekarang peranan matematika dianggap penting. Matematika berbeda dengan ilmu lain. Meteri matematika bersifat kreatif, menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Dan Pembelajaran Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah Sesuatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

Lebih terperinci

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions) Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad (student teams achievement divisions) terhadap prestasi belajar dengan memperhatikan motivasi belajar siswa pada materi pokok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pada umumnya, pemandangan dalam kelas menunjukkan gambaran yang sangat kompleks, yang terdiri dari berbagai jenis kepribadian, potensi, latar belakang kehidupan, serta

Lebih terperinci