KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni AMRI LUTHFIE E

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni AMRI LUTHFIE E"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat AMRI LUTHFIE E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Oleh : AMRI LUTHFIE E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 RINGKASAN AMRI LUTHFIE. E Karakteristik Biometrik Pohon Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG Rhizophora apiculata merupakan salah satu jenis vegetasi mangrove yang komersil dan dapat menghasilkan keuntungan jika dikelola dengan baik. Pengetahuan tentang karakteristik pohon baik morfologis maupun fisiologis sangat diperlukan untuk mengenal suatu jenis pohon. Identifikasi pohon berdasarkan karakteristik fisiknya dapat dilakukan dengan menggunakan karakteristik biometrik pohon. Karakteristik biometrik pohon diperoleh dengan mengukur dimensi-dimensi pohon yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon R. apiculata yang dicirikan oleh hubungan antar beberapa dimensi pohon yang dapat diukur. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu petunjuk dalam mengenali pohon Rhizophora apiculata dengan karakteristik biometriknya yang khas. Penelitian ini dilakukan pada areal konsesi PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (BUMWI), Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan April Objek penelitiannya adalah 50 pohon contoh R. apiculata pada berbagai kelas diameter yang dipilih secara purposive sampling. Alat yang digunakan adalah pita meter, christen meter, chain saw, galah (panjang 4 meter), tally sheet, alat tulis, kamera digital. Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang. Batang pohon dibagi menjadi beberapa seksi mulai dari pangkal batang hingga tinggi bebas cabang dengan panjang seksi 2 meter. Volume pohon dihitung dengan menggunakan rumus Smalian. Selain itu, dicari dua jenis angka bentuk yaitu angka bentuk absolut dan angka bentuk setinggi dada.analisis data yang dilakukan antara lain deskripsi secara statistic dimensi pohon, rasio antara dimensi pohon yang satu dengan dimensi pohon lainnya, analisis korelasi antar dimensi pohon dan menganalisis angka bentuk batang. Setelah dilakukan analisis korelasi antar dimensi pohon, selanjutnya dilakukan penyusunan model persamaan regresinya. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan menggunakan software Microsoft excel dan Minitab versi 14. Dari analisis data yang telah dilakukan, diketahui bahwa kisaran diameter pangkal : 12,2-68,2 cm dengan rata-rata 36,1 cm ; diameter setinggi dada : 11,5-66,8 cm dengan rata-rata 34,7 cm ; diameter bebas cabang : 5,4-43,3 cm dengan rata-rata 22,7 cm ; Dameter tajuk : 2,4-11,8 m dengan rata-rata 7,0 m ; Tinggi total : m dengan rata-rata 29,5 m ; tinggi bebas cabang : 8,0-29,0 m dengan rata-rata 19,7 m dan kisaran tinggi tajuk : 3-15 m dengan rata-rata 9,8 m. Rata-rata nilai rasio antar dimensi pohon adalah D p /D bh = 1,04 ; D p /D tk = 0,05 ; D bc /D p = 0,63 ; D bc /D bh = 0,66 ; D bh /D tk = 0,05 ; D bc /D tk = 0,03 ; T bc /T t = 0,67 ; T bc /T tk = 2,12 ; T tk /T t = 0,33. Faktor keruncingan batang pohon R. apiculata adalah sebesar 1,06. Dimensi pohon R. apiculata yang paling banyak berkorelasi dengan dimensi pohon lainnya adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang dan tinggi total. Korelasi antar dimensi pohon tertinggi adalah korelasi antar diameter pangkal dengan diameter setinggi dada sebesar 0,998. Sedangkan persamaan matematis bentuk hubungannya adalah (d/d) 2 = 0,902 1,05 h/h + 0,403 (h/h) 2. Angka bentuk absolut sebesar 0,54 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,58. Kata kunci : Rhizophora apiculata,karakteristik Biometrik.

4 SUMMARY AMRI LUTHFIE. E Biometric Characteristics of Rhizophora apiculata Blume at IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Bintuni Regency Gulf, West Papua Under supervision of ENDANG SUHENDANG Rhizophora apiculata is a commercial mangrove vegetation species and could to produce the fortunes if it managed better. The knowledge about tree characteristics include the morphology and physiology are needed to recognize a tree species.the tree biometric characteristics can be used for identifying tree by its physical characteristics. The tree biometric characteristics are obtained with measuring pertinent tree dimensions. The objective of this research is to describe R. apiculata tree biometric characteristics. Hopefull, the research can be one information to know the R. apiculata trees with the unique of its biometric characteristic. The research was conducted at concession areal of PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Bintuni Regency Gulf, West Papua, on March until April The research material were 50 R. apiculata trees sample at various of breast height class, choosen by purposive sampling. Tools used were phiband, Christen Hypsometer, chain saw, tally sheet, stationery and digital camera. Dimension measured were foot diameters, diameter breast height, clear length bole diameter, crown diameter, total height, clear length bole height and crown height. Stem division was started from stem foot to clear length bole height with long each section was 2 meters. Tree volume was measured using Smallian formula. Form factor measured were breast height form value and absolute form value. Data analysis was done by statistically describe tree dimension, measured the ratio between each dimension, analyzed the correlation and regression model between tree dimension. The data were analyzed using Microsoft excel and Minitab version 14. The result were as follow range of foot diameters : 12,2-68,2 cm mean 36,1 cm, diameter breast height : 11,5-66,8 cm mean 34,7 cm, clear length bole diameter: 5,4-43,3 cm mean 22,7 cm, crown diameter: 2,4-11,8 m mean 7,0 m ; total height : m mean 29,5 m ; clear length bole height : 8,0-29,0 m mean 19,7 m and crown heigh : 3-15 m mean 9,8 m. Mean ratio between dimension : D p /D bh = 1,04 ; D p /D tk = 0,05 ; D bc /D p = 0,63 ; D bc /D bh = 0,66 ; D bh /D tk = 0,05 ; D bc /D tk = 0,03 ; T bc /T t = 0,67 ; T bc /T tk = 2,12 ; T tk /T t = 0,33. R. apiculata stem Taper is 1,06. R. apiculata tree dimension with most correlation with other dimension were foot diameters, diameter breast height, clear length bole diameter and total height. The highest correlation achieved from foot diameters and diameter breast height that is 0,998. The formula for R. apiculata is (d/d) 2 = 0,902 1,05 h/h + 0,403 (h/h) 2. absolute form value is 0,54 dan breast height form value is 0,58. Key word : Rhizophora apiculata, Characteristic Biometric

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biometrik Pohon Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Amri Luthfie NRP E

6 Judul Skripsi : Karakteristik Biometrik Pohon Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat Nama : Amri Luthfie NIM : E Menyetujui: Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS NIP Mengetahui: Kepala Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini, penulis membahas tentang Karakteristik Biometrik Pohon Rhizophora apiculata Blume yang sampelnya diambil di areal IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni, papua Barat. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada : 1. Bapak dan Mamah atas kasih sayang, doa dan motivasi yang diberikan. Kakak dan Adikku yang tercinta serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan dan doanya. 2. Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama penelitian. 3. Ir. Sudarmadji sebagai Direktur PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di areal konsesi PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries. 4. Seluruh staff dan pegawai lapangan PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries di Pulau amutu Besar atas bantuannya selama penelitian 5. Keluarga besar mahasiswa Departemen Manajemen Hutan angkatan 41 atas semangat dan kebersamaannya selama ini, khususnya kepada Yunus, Eris, Hendro, Eko, Venty dan Vivi atas bantuan selama penulis melakukan penelitian. 6. Teman-teman seperjuangan di Kayumanis (Ai, Sofyan, Iqo, Isna, Indah dan Teh Nana) yang selalu memberikan semangat dan motivasinya. 7. Semua pihak yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

8 ii Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna memperbaiki skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Agustus 2008 Penulis

9 iii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Maret 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Mamat, BA dan Hj. Mahriat. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA Plus YPHB Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Forest Management Student Club (FMSC) sebagai Kepala Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) tahun , panitia RIMBA-E tahun 2007 dan menjadi salah satu panitia Temu Manajer Departemen Manajemen Hutan tahun Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, Praktek Umum Pengelolaan Hutan Lestari di KPH Ngawi bersama mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM dan melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik Biometrik Pohon Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS.

10 iv DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keterangan Botanis Nama dan Tempat Tumbuh Batang Penampang Melintang Batang Daun dan tajuk Bunga dan Buah Sifat-sifat Anatomi Kayu Kegunaan Kayu Pengertian Beberapa Macam Dimensi Pohon Umur Diameter Pohon Tinggi Pohon Bentuk Batang Penampang Melintang Batang Pohon Angka Bentuk Kusen Bentuk Taper... 10

11 v Tajuk BAB III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh Pengukuran Dimensi Pohon Pembagian Batang Perhitungan Volume Pohon Contoh Penentuan Angka Bentuk Pohon Analisis Data Deskripsi Statistik Pohon Contoh Rasio Antar Dimensi Pohon Korelasi Antara Dua Dimensi Pohon Atau Lebih Penyusunan Persamaan Regresi Penyusunan Persamaan Taper Pemilihan Model Terbaik BAB IV. KONDISI UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Luas Tanah dan geologi Iklim Keadaan Hutan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Statistik Pohon Contoh Rasio Antar Dimensi Pohon Korelasi Antar Dimensi Pohon Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi Penyusunan Persamaan Taper Angka Bentuk Batang Rata-rata BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 38

12 vi 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 42

13 vii DAFTAR TABEL No Halaman 1. Sebaran pohon contoh pada berbagai kelas diameter Deskripsi statistik pohon contoh Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon Deskripsi statistik rasio diameter setiap ketinggian 2 meter Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi total Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi bebas cabang Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi tajuk Persamaan taper pohon Rhizophora apiculata Deskripsi statistik angka bentuk batang pohon Rhizophora apiculata... 37

14 viii DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Penampang melintang batang pohon kelas diameter I pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Penampang melintang batang pohon kelas diameter II pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Penampang melintang batang pohon kelas diameter III pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Penampang melintang batang pohon kelas diameter IV pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Penampang melintang batang pohon kelas diameter V pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Penampang melintang pohon Ilustrasi pembagian batang pada pohon contoh yang diukur... 14

15 ix DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Rekapitulasi data dimensi pohon contoh Rekapitulasi perhitungan angka bentuk batang pohon Rhizophora apiculata Matriks korelasi antar dimensi pohon Rhizophora apiculata Analisis persamaan regresi antar dimensi pohon Rhizophora apiculata Analisis regresi persamaan taper... 68

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya didalam suatu habitat mangrove. Hutan mangrove yang merupakan tipe hutan peralihan darat dan laut yang sejak lama diketahui mempunyai fungsi produksi yang bermanfaat bagi manusia (Kusmana et al 2003). Fungsi produksi tersebut antara lain adalah sebagai penghasil kayu kontruksi, pulp, kayu bakar dan lain sebagainya. Selain fungsi produksi, mangrove juga memiliki beberapa fungsi ekologis seperti sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia (Kusmana et al 2003). Salah satu jenis vegetasi mangrove yang komersil untuk dikembangkan adalah jenis Rhizophora apiculata. Jenis ini merupakan jenis tumbuhan mangrove yang dapat menghasilkan keuntungan jika dikelola dengan baik. Seperti halnya pohon lain, pohon R. apiculata memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya dengan pohon lain. Kekhasan karakteristik tersebut antara lain dikenal dengan karakteristik biometrik. Menurut anonim (2004), biometrik adalah suatu cara untuk mengidentifikasi individu berdasarkan karakteristik fisik atau tingkah lakunya. Karakteristik biometrik pohon diperoleh dengan mengukur dimensi pohon yang dapat menggambarkan pohon tersebut serta pola pertumbuhannya yang unik. Pola pertumbuhan ini memiliki kekonsistenan yang tinggi. Berdasarkan Ditjen RLPS (2002), luas hutan mangrove yang berstatus kawasan hutan di Indonesia pada tahun 1993 seluas ha. Total luas areal berhutan mangrove berkurang sekitar 1,3 % dalam kurun waktu 6 tahun (1993 sampai 1999). Angka penurunan luas hutan mangrove dalam kurun waktu antara tahun ini jauh lebih kecil dibandingkan dalam kurun waktu 1982

17 Berdasarkan Kusmana et al (2003) diketahui bahwa dalam kurun waktu antara tahun (11 tahun), luas hutan mangrove turun sebesar 11,3 % (4,25 juta ha pada tahun 1982 menjadi 3,7 juta ha pada tahun 1993) atau 1 % per tahun. Kondisi hutan mangrove yang dari tahun-ketahun mengalami penurunan luas menyebabkan jumlah pohon R. apiculata juga semakin berkurang. Oleh karena itu, informasi mengenai karakteristik biometrik pohon R. apiculata sangat diperlukan untuk mempermundah dalam mengenal ciri khas pohon tersebut. Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran dimensi-dimensi pohon untuk menggambarkan keragaman karakteristik biometrik pohon R. apiculata dan selanjutnya dilakukan analisis hunbungan antar karakteristik tersebut Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon R. apiculata yang dicirikan oleh ukuran dan bentuk hubungan antar beberapa dimensi pohon yang dapat diukur Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu petunjuk dalam mengenali pohon R. apiculata dengan karakteristik biometriknya yang khas.

18 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keterangan Botanis Nama dan Tempat Tumbuh Pohon Rhizophora apiculata termasuk kedalam famili Rhizophoraceae. Dalam bahasa lokal, pohon ini dikenal dengan nama Bakau Kacang, Bakau Kecil dan lain-lain. Onrizal (1997) menyebutkan bahwa dalam bahasa daerah Sarbei, pohon R. apiculata ini dikenal dengan nama Parai. Pohon jenis ini tumbuh pada daerah tanah berlempung dan humus dengan aerasi yang baik serta dipengaruhi pasang surut air laut. Pertumbuhan R. apiculata akan semakin jelek apabila kadar garam dalam air makin rendah (Martawijaya et al. 1989) Batang Batang pohon R. apiculata ini memiliki diameter yang mampu mencapai 55 cm dengan tinggi 35 m. Sistem perakarannya berupa akar tunjang. Batang berdiri tegak, tidak bertekuk, tidak terpilin dan tidak berbenjol. Kulit luar dari batang pohon R. apiculata ini abu-abu, abu-abu tua atau hitam. Permukaan batangnya kasar dan terdapat retak-retak dangkal membentuk persegi empat dengan tepi tidak terangkat. Sedangkan kulit bagian dalam berserabut dan berwarna merah (Onrizal 1997) Penampang Melintang Batang Berdasarkan hasil pengamatan langsung dilapangan terhadap lima pohon contoh R. apiculata yang mewakili setiap kelas diameter, diketahui bahwa pada pohon contoh kelas diameter I penampang melintang batang didominasi oleh bagian gubal yang berwarna putih cerah sedangkan untuk bagian terasnya sedikit bahkan cenderung tidak terlihat. Hal ini terjadi karena pohon contoh yang mewakili kelas diameter I masih muda yaitu pohon dengan diameter setinggi dada 10 cm 19,9 cm dan pertumbuhannya masih tergolong baru. Pertumbuhan yang masih baru ini juga menyebabkan kulit batang dari pohon tersebut juga tipis.

19 4 Bagian-bagian penamapang melintang batang pohon contoh kelas diameter I dapat dilihat pada Gambar 1. Berbeda dengan pohon contoh kelas diameter I, pada pohon contoh kelas diameter II yang dapat dilihat pada Gambar 2 diketahui bahwa bagian teras terlihat lebih jelas dan ukurannya lebih besar walaupun masih didominasi oleh bagian gubalnya yang berwarna putih. Bagian kulitnya juga lebih tebal dan empulur dari batang pohon terlihat berwarna sedikit gelap. Untuk pohon contoh kelas diameter III diketahui bahwa bagian teras batang pohon sudah mulai mendominasi penampang melintang batang. Warnanya lebih gelap dibandingkan dengan warna bagian gubalnya. Berbeda dengan penampang melintang pohon contoh kelas diameter I, bagian gubal pada pohon contoh kelas diameter III lebih berwana putih kekuningan. Hal ini berbeda dengan pohon contoh kelas diameter I yang memiliki bagian gubal berwarna putih. Pada Gambar 3 terlihat bahwa bentuk penampang melintang batang pohon pada bagian pangkal berbeda dengan bagian diameter bebas cabang. Pada bagian pangkal terlihat bahwa bentuk penampang melintang batang tidak beraturan sedangkan bentuk batang pada bagian diameter bebas cabang lebih bulat. Hal ini membuktikan bahwa bentuk batang dari pohon R. apiculata tidak teratur. Dari Gambar 4 terlihat bahwa pada penampang melintang batang pohon contoh kelas diameter IV dengan selang diameter 40 cm 49,9 cm memiliki bagian teras yang berwarna gelap pada batang bagian pangkal dan diameter setinggi dada. Bagian gubal yang berwarna lebih cerah berada dibagian luar dan mengelilingi bagian terasnya. Berbeda dengan batang bagian pangkal dan diameter setinggi dada, pada penampang melintang batang bagian diameter bebas cabang telihat bahwa bagian teras lebih berwarna kekuningan tidak segelap bagian pangkal dan diameter setinggi dada. Pada penampang melintang batang pohon contoh kelas diameter IV terlihat bahwa ukuran kulit lebih tebal dan empulur batang terlihat lebih jelas khususnya pada batang bagian pangkal dan diameter setinggi dada. Sama halnya dengan pohon contoh kelas diameter IV, pohon contoh kelas diameter V memiliki bagian teras yang berwarna gelap dan terlihat jelas pada semua bagian batang baik pangkal, diameter setinggi dada maupun pada batang

20 5 bagian diameter bebas cabang.. Pada Gambar 5 terlihat bagian teras yang lebih mendominasi bagian penampang melintang batang pohon dibandingkan dengan bagian gubalnya. Hal ini terjadi karena pohon contoh yang termasuk dalam kelas diameter V merupakan pohon-pohon yang berumur cukup tua. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan bagian teras berbanding lurus dengan umur pohon. Hal ini menunjukan bahwa semakin tua umur suatu pohon maka bagian terasnya akan semakin besar dan sebaliknya jika umur suatu pohon masih muda maka bagian terasnya akan kecil bahkan cenderung tidak terlihat. Hal ini berbanding terbalik dengan bagian gubal dimana semakin tua umur suatu pohon maka bagian gubalnya semakain kecil. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, penampang melintang pohon pada bagian pangkal, diameter setinggi dada dan diameter bebas cabang untuk setiap kelas diameter dapat dilihat pada Gambar 2 sampai dengan Gambar Gambar 1. Penampang melintang batang pohon kelas diameter I pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Gambar 2. Penampang melintang batang pohon kelas diameter II pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang

21 Gambar 3. Penampang melintang batang pohon kelas diameter III pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Gambar 4. Penampang melintang batang pohon kelas diameter IV pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Gambar 5. Penampang melintang batang pohon kelas diameter V pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang Daun dan Tajuk Dalam Onrizal (1997) disebutkan bahwa daun pohon R. apiculata ini adalah daun tunggal yang tersusun secara opposite. Bentuk daun berupa elliptical oblong dengan ukuran panjang cm, lebar 5-8 cm dan panjang tangkai 1-3 cm. Ujung daun acute dan pangkal daun cuneate sehingga ujung dan pangkal daun

22 7 tidak simetris. Permukaan atas daun berwarna hijau sedangkan permukaan bawah daun berwarna hijau kekuningan. Tajuk pohon ini sedang dan kompak, berwarna hijau kekuningan Bunga dan Buah Bunga pohon R. apiculata selalu sepasang. Calyx berwarna hijau, kuning sampai kemerahan. Sedangkan petal berwarna hijau kekuningan sampai putih. Buah R. apiculata berwarna cokelat sampai hijau dengan ukuran panjang 2-3 cm dan lebar ± 1,5 cm. Hipokotil hijau, lurus atau melengkung dengan panjang mencapai 30 cm dan diameter 1,5 2 cm (Onrizal 1997) Sifat-Sifat Anatomi Kayu Hasil penelitian Kristanti (2005) menyebutkan bahwa pohon R. apiculata memiliki ciri-ciri anatomi kayu seperti terdapat pori soliter, berganda dan bergabung 3-5 pori. Jumlah pori kayu pohon ini rata-rata 23 pori/mm 2, parenkim paratrakeal Vasicentic Scanty. Jari-jari kayu pendek dan rapat, jumlah jari-jari per mm arah tangensial adalah 7 per mm Kegunaan Kayu Seperti halnya pohon lain, batang pohon R. apiculata memiliki berbagai kegunaan. Kegunaan tersebut antara lain adalah kayu digunakan sebagai kayu baker, arang, chips dan juga dapat digunakan sebagai kayu konstruksi (Kusmana et al 2003) Pengertian Beberapa Macam Dimensi Pohon Umur Umur merupakan jarak waktu antara tahun tanam hingga kini dan yang akan datang. Umur pohon ini dapat diperoleh dari register tahun tanam, jumlah lingkaran tahun dan jumlah lingkaran cabang. Jumlah lingkaran tahun pada pohon berdiri dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur berupa bor riap. (Belyea 1950).

23 Diameter Pohon Menurut Anonim (1992), diameter pohon merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam mengukur diameter yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada. Diameter setinggi dada ini lebih mudah diukur dan mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter pohon yang penting lainnya. Diameter pohon merupakan panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh karena itu dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh), yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah (Husch et al 2003). Di negara-negara yang menggunakan sistem metrik, diameter setinggi dada biasanya diukur pada ketinggian batang 1,3 meter dari atas permukaan tanah. Untuk pohon-pohon berbanir lebih dari 1,3 meter dari atas permukaan tanah, pengukuran dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea 1950) Tinggi pohon Parameter lain yang sangat penting dilakukan dalam inventarisasi hutan adalah tinggi pohon. Menurut Husch (1963), tinggi pohon merupakan jarak antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar yang melalui titik bawah (pangkal pohon). Dalam Husch (1963), terdapat beberapa macam tinggi pohon yang biasa diukur dalam kegiatan inventarisasi hutan yaitu : 1. Tinggi total, yaitu jarak vertikal antara pangkal pohon dengan puncak dari pohon tersebut. 2. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crown point untuk jenis konifer. 3. Tinggi tunggak, yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada waktu penebangan.

24 Bentuk Batang Menurut Husch (1963) bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, yaitu : 1. Excurrent, yaitu bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang, biasanya terdapat pada jenis-jenis konifer atau daun jarum. 2. Deliquescent, yaitu pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenisjenis kayu daun lebar. Menurut Husch et al (2003) bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu pohon ada 4 macam, yaitu silinder, paraboloid, kerucut dan neiloid. Keempat macam bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai adalah bentuk neiloid, kerucut dan paraboloid Penampang Melintang Batang Pohon Menurut Mandang dan Pandit (1997), bidang melintang batang pohon merupakan penampakan batang pohon yang dipotong tegak lurus sumbu. Bagianbagian pohon yang terlihat pada penampang melintang pohon diantaranya adalah kulit, kambium, gubal, teras dan empulur. Jika pohon dipotong melintang, gubal tampak berwarna cerah, biasanya berwarna putih atau kuning sedangkan teras umumnya berwarna lebih gelap. Penampang melintang pohon ini dapat terlihat pada Gambar 6. C A B D E Keterangan : A B C D E = Kulit pohon = Kambium = Gubal = Teras = Empulur Gambar 6. Penampang melintang pohon (Sumber : Mandang dan Pandit 1997)

25 Angka Bentuk Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai / angka hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang dari satu (Husch 1963). Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut : Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan volume sebenarnya pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama. Merupakan suatu angka pecahan (< 1) hasil dari pembagian antara volume sebenarnya pohon oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama. Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi data dan normal (Husch 1963) Kusen Bentuk Bentuk batang pohon pada umumnya tidak silindris dari pangkal sampai dengan ujung batang. Hal tersebut disebabkan karena pada suatu batang pohon terdapat faktor keruncingan. Nilai dari keruncingan ini dapat dihitung dengan melakukan perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Besaran nilai dari perbandingan tersebut dikenal dengan sebutan kusen bentuk. Kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan antara diameter pada setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10% tinggi dari pangkal pohon (Belyea 1950) Taper Taper diartikan sebagai suatu bentuk yang meruncing sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya. Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk (Husch et al 2003).

26 11 Menurut Laasasenaho (1993), bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama sehingga memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Persamaan umum dari model taper adalah sebagai berikut : ( d/d ) = f ( h/h ) atau ( d/d ) = f {1 - ( h/h )} dimana : d = diameter ujung batang relatif D = diameter setinggi dada (dbh) H = tinggi batang pohon dari atas permukaan tanah h = tinggi batang bebas cabang Tajuk Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dan titik ujungnya pada garis lingkaran tajuk (Husch 1963). Diameter tajuk dapat diukur menggunakan meteran dengan cara mengukur proyeksi vertical panjang garis yang melalui pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran menggunakan meteran dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan (Husch et al 2003).

27 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada areal IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (BUMWI), Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan April Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam yaitu alat untuk keperluan pengambilan data di lapangan dan alat yang digunakan untuk keperluan pengolahan data. Alat untuk keperluan pengambilan data di lapangan terdiri dari : 1. Pita meter 2. Christen meter 3. Chain saw 4. Galah (panjang 4 meter) 5. Tally sheet 6. Alat tulis 7. Kamera digital Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan pengolahan data adalah : 1. Kalkulator 2. Komputer dengan software Minitab Ver.14 dan Microsoft Excel Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah setiap pohon R. apiculata yang akan diukur dimensi pohonnya berdasarkan sebaran diameternya Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purpossive sampling (pemilihan pohon contoh dengan pertimbangan tertentu), yaitu dengan memperhatikan

28 13 sebaran diameter dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang sah. Pohon-pohon R. apiculata yang dipilih adalah pohon yang sehat, bentuknya normal atau tidak cacat, pertumbuhannya normal (tidak tertekan) dan mempunyai diameter setinggi dada lebih besar dari 10 cm Pengukuran Dimensi Pohon Pohon yang diukur dimensinya pada berbagai kelas diameter sebanyak 10 pohon. Dimensi pohon yang diukur adalah : Diameter setinggi dada (D bh ) Diameter pangkal (D p ) Diameter bebas cabang (D bc ) Diameter per seksi (D i ) Diameter tajuk (D tk ) Tinggi total (T t ) Tinggi bebas cabang (T bc ) Tinggi tajuk (T tk ) Panjang seksi (L i ) Pembagian Batang Setiap batang pohon contoh yang dipilih dibagi menjadi beberapa bagian (seksi). Pembagian batang ini dilakukan mulai dari pangkal pohon sampai dengan tinggi bebas cabang secara sistematis dengan pertambahan panjang sebesar dua meter. Pembagian batang pohon tersebut dapat terlihat pada Gambar 7, dengan keterangan gambar sebagai berikut : T t T bc T n D n P n = tinggi total pohon = tinggi bebas cabang = tinggi batang diatas tanah hingga ketinggian pada diameter ujung seksi ke-i = diameter ujung seksi ke-i = panjang seksi ke-i

29 14 D n T t T n D(n-1) P(n) D 2 P (n-1) T n-1 T2 Dbh D 1 P 2 P 1 T bc T 1 Tunggak Gambar 7. Ilustrasi pembagian batang pada pohon contoh yang diukur Perhitungan Volume Pohon Contoh Volume batang pohon contoh sebagai volume aktual dihitung dengan cara menjumlahkan volume seksi-seksi batang yang membentuknya. Perhitungan volume aktual dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : V a = n i= 1 V s i Dimana : Va = volume pohon sebenarnya Vs i = volume seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3,., n. Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai dari volume batang perseksi pada setiap pohon contoh dapat dilakukan menggunakan rumus Smalian, yaitu : Vs ( Gp + Gu) = 2 i L i

30 15 Keterangan : Vs i = volume seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3,., n Gp = luas bidang dasar pangkal seksi batang Gu = luas bidang dasar ujung seksi batang L i = panjang seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3,., n Penentuan Angka Bentuk Pohon Angka bentuk pohon (f) merupakan suatu faktor koreksi yang diperoleh dari perbandingan antara volume pohon aktual dengan volume silinder yang mempunyai tinggi dan bidang dasar yang sama. Angka bentuk pohon dirumuskan sebagai berikut : V f = V a sl Dimana : V sl = volume silinder, dengan menganggap bentuk batang pohon silinder. Ada dua macam angka bentuk yang akan dicari dalam penelitian ini, yaitu: Angka bentuk setinggi dada (f bh ) f Va = bh 0,25π ( Dbh)Tbc 2 Angka bentuk absolut (f abs ) = Va 0,25π Dp f abs 2 ( ) Tbc Keterangan : Va = volume pohon sebenarnya Tbc = tinggi pohon bebas cabang dbh = diameter setinggi dada dp = diameter pangkal pohon 3.4. Analisis Data Deskripsi Statistik Pohon Contoh Untuk menggambarkan karakteristik biometrik pohon R. apiculata perlu diketahui deskripsi statistik dari pohon contoh yang diukur. Data statistik tersebut

31 16 antara lain adalah banyaknya contoh (n), nilai minimum dan nilai maksimum data yang diukur, rata-rata atau nilai tengah (mean) dan simpangan baku (s) Rasio Antar Dimensi Pohon Untuk mengetahui pertumbuhan yang memiliki pola konstan perlu diketahui nilai rasio antar dimensi pohon. Nilai rasio ini ditentukan dengan membandingkan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Rasio dimensi-dimensi pohon yang diukur antara lain adalah 1) Diameter pangkal (D p ) / diameter setinggi dada (D bh ) 2) Diameter pangkal (D p ) / diameter tajuk (D tk ) 3) Diameter setinggi dada (D bh ) / Diameter tajuk (D tk ) 4) Diameter bebas cabang (D bc ) / diameter setinggi dada (D bh ) 5) Diameter bebas cabang (D bc ) / diameter pangkal (D p ) 6) Diameter bebas cabang (D bc ) / Diameter tajuk (D tk ) 7) Tinggi bebas cabang (T bc ) / tinggi total (T t ) 8) Tinggi tajuk (T tk ) / tinggi total (T t ) 9) Tinggi bebas cabang (T bc ) / Tinggi tajuk (T tk ) Korelasi Antara Dua Dimensi Pohon Atau Lebih Setelah pengukuran dimensi pohon (diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang) dilakukan, selanjutnya akan dicari hubungan antar peubah yang diukur tersebut yang digambarkan oleh nilai koefisien korelasi (r). Besarnya nilai koefisien korelasi dapat ditentukan dengan rumus : r = n n n 2 xi i= 1 i= 1 x y i i i i= 1 i= 1 i= 1 x i 2 x n n n y i n n n 2 yi i= 1 i= 1 Keterangan : x i = diameter pohon ke-i y i = dimensi pohon lainnya ke-i Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi negatif y i 2

32 17 sempurna dan sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antar keduanya (Walpole 1993) Penyusunan Persamaan Regresi Dalam mempermudah penggambaran karakteristik biometrik pohon digunakan sebuah peubah bebas berupa diameter pohon dan peubah tidak bebas berupa dimensi pohon lainnya, bisa berupa diameter ataupun tinggi pohon. Data hasil pengamatan dilapangan berupa diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang dianalisis secara statistik untuk mendapatkan suatu persamaan regresi hubungan antar variabel tersebut. Analisis ini dilakukan setelah terbukti adanya hubungan yang nyata antara diameter pohon dengan dimensi pohon lainnya. Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut : H = f (D) Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linier sebagai berikut : Y = b 0 + b 1 x i + e i Penyusunan Persamaan Taper Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan fungsional antara diameter sepanjang batang (d) dengan panjang batang dari pangkal batang (h). Adapun persamaan yang akan dianalisis adalah sebagai berikut : (d/d) = f {(h/h)} (d/d) 2 = f {(h/h)} (d/d) = f {(h/h), (h/h) 2 } (d/d) 2 = f {(h/h), (h/h) 2 } (d/d) = f {(h/h), (h/h) 2, (h/h) 3 } (d/d) 2 = f {(h/h), (h/h) 2, (h/h) 3 }

33 Pemilihan Model Terbaik Dari hasil penyusunan model yang telah dibuat, dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : 1) Uji keberartian model Uji keberartian model merupakan pengujian peranan peubah bebas terhadap peubah tidak bebas dalam persamaan model. Hipotesis yang digunakan : H 0 : β i sama dengan nol, untuk semua i H 1 : sekurang-kurangnya ada satu β i yang tidak sama dengan nol Kriteria uji yang digunakan : Jika nilai F hitung F tabel maka tolak H 0 Jika nilai F hitung F tabel maka terima H 0 Uji nilai F hitung > F tabel pada tingkat nyata tertentu (α) maka hubungan regresi antara peubah tidak bebas dengan peubah bebasnya adalah nyata (α = 0,05) dan sangat nyata (α = 0,01). 2) Uji keterandalan model Pemilihan model terbaik sebagai bentuk umum persamaan regresi menurut Suhendang (1990) dalam Baroroh (2006) dilakukan dengan cara pengujian keterandalan model dari setiap pendekatan yang dilakukan. Adapun kriteria yang digunakan dalam pengujian keterandalan model aalah sebagi berikut : a) Koefisien determinasi Koefisien determinasi (R 2 ) merupakan suatu ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya nilai koefisien determinasi bertujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan. Adapun rumus dari koefisien determinasi adalah : R 2 JKregresi = 100% JKtotal

34 19 b) Koefisien deteminasi terkoreksi (R 2 adj) Perhitungan nilai koefisien determinasi terkoreksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : 2 R adj JKS ( n p) = 100% JKT ( n 1) Keterangan : JKS = jumlah kuadrat sisa JKT = jumlah kuadrat total (n-p) = derajat bebas sisaan (n-1) = derajat bebas total c) Besarnya peluang menolak H 0 padahal H 0 benar berdasarkan data yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi. Adapun kriteria uji keterandalan model menurut besaran ini adalah jika nilai-p < 5% maka model cukup terandalkan dan sebaliknya jika nilai-p > 5% maka model tidak cukup terandalkan. d) Simpangan baku (s) Model yang memiliki nilai simpangan baku kecil dianggap sebagai model yang layak digunakan. Nilai s menunjukan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan model, yang akan makin terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil. Besarnya simpangan baku (s) ditentukan dengan rumus : = = e 2 s s i ( n p) dimana : s 2 e i = kuadrat tengah sisaan = sisaan ke-i

35 20 BAB IV KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Luas Areal kerja PT BUMWI ditetapkan sebagai kawasan konsesi IUPHHK- HA berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 213/MENHUT/2007, tanggal 28 Mei Luas areal kerja PT BUMWI sebesar ha yang hanya terdiri dari hutan produksi (HP) saja. Secara administrasi, areal kerja PT BUMWI termasuk dalam wilayah distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat dengan letak geografis 132 O O 59 BT dan 2 O 22 2 O 47 LS (PT BUMWI 2005) 4.2. Tanah dan Geologi Berdasarkan data yang dimuat dalam PT. BUMWI (1992) diketahui bahwa tanah pada kawasan ini terdiri dari: 1. Sulfaquent Tanah ini merupakan tanah-tanah musa dan basah yang mempunyai kadar sulfide tinggi di bagian dekat permukaan tanah, serta mengandung sedikit karbonat. Tanah ini umumnya tebentuk di daerah rawa pantai dimana air bersifat asin dan dijumpai di daerah rawa dengan fisiografi rawa pasang surut atau pada permukaan tanah. Tanah ini mencakup sebagian besar (>80%) dari kawasan konsesi. 2. Troposament Tanah ini merupakan tanah yang belum berkembang, bahan induk berpasir dari seleksi pemindahan atau kadang-kadang hasil pengendapan pada tanggultanggul alam dan pantai. Tanah ini meliputi luas 5% dari kawasan konsesi dan dijumpai pada daerah-daerah dengan fisiografi keras. 3. Tropoudult Tanah ini seolah-olah merupakan batas alami perubahan mangrove ke hutan tanah kering. Tanah ini bertekstur gumpal hingga remah dengan warna coklat hingga kemerahan. Bahan induk tanah merupakan sedimen batu tanah liat

36 21 berpasir yang mengalami pengangkutan. Tanah ini meliputi luas 8-9 % dari luasan konsesi dan ditemukan pada daerah dengan fisiografi perbukitan Ditinjau dari segi geologi, kawasan IUPHHK-HA PT BUMWI ini memiiliki jenis batuan sedimen alluvium undak dan terumbu koral. (PT BUMWI 1992) 4.3. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, kawasan di Teluk Bintuni termasuk tipe Af (daerah tropika basah bersuhu tinggi) dan menurut Schmid-Ferguson termasuk tipe A (daerah sangat basah). Curah hujan tahunan sampai dengan mm, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Maret April ( mm per bulan) dan terendah pada bulan Juli Agustus ( mm per bulan). Suhu udara agak panas dengan nilai maksimum sebesar 31,1 o C, rata-rata sebesar 26,6 o C dan minimum sebesar 22,9 o C. Kelembaban udara dengan nilai maksimum sebesar 94%, rata-rata sebesar 84%, dan minimum sebesar 79%. Lama penyinaran surya termasuk sedang dengan nilai rata-rata 57% dan 5,7 jam sehari. Evaporasi dari permukaan bebas rata-rata 4 mm per hari atau mm per tahun. Pada bulan Desember-April bertiup angin dari utara dan barat laut, sedangkan pada bulan Mei-November berhembus angin dari tenggara (PT BUMWI 1992). Tipe pasang surut daerah Teluk Bintuni merupakan semi diurnal (pasang semi harian), dimana terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dalam satu hari. Kisaran pasang surut sangat besar, bervariasi antara 3-6 m (PT BUMWI 1992) Keadaan Hutan Berdasarkan penafsiran citra landsat tahun 2007, areal kerja IUPHHK-HA PT BUMWI terdiri atas hutan mangrove primer ha (57,9%), hutan mangrove bekas tebangan ha (32,1%), hutan rawa primer ha (1,5%), hutan rawa bekas tebangan ha (1,5%), hutan lahan kering primer 1500 ha (1,8%), hutan lahan kering bekas tebangan 528 ha (0,6 %) dan kawasan non hutan ha (3,5%). Menurut PT BUMWI (2005), komposisi vegetasi di areal IUPHHK-HA PT BUMWI didominasi oleh jenis Bakau (Rhizophora sp).

37 22 Selain itu, terdapat juga jenis-jenis pohon mangrove lainnya seperti Tumuk (Bruguiera gymnorrhiza), Lenggadai (Bruguiera parviflora), Tengar (Ceriops sp.), Nyirih (Xylocarpus sp.), Gedabuh, Api-api (Avicennia sp.) dan Pedada (Sonneratia alba) Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Areal perusahaan terletak di wilayah Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Kabupaten Teluk Bintuni merupakan kabupaten baru hasil pemekaran pada tahun 2002 dari Kabupaten Manokwari. Ada beberapa kampung yang memiliki hak ulayat atas areal konsesi IUPHHK-HA PT. BUMWI yaitu Warganusa I, Wargranusa II, Irarutu III, Sarbe/Wagura, Sara, Tugerama, Yaru, dan Aroba.. Jumlah penduduk yang terdapat di distrik Babo sampai dengan tahun 2004 sebanyak orang (PT BUMWI 2005). Dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan agama yang dianut oleh penduduk adalah Islam (75%), Kristen (15,95%), Katolik (9%) dan Hindu (0,05%). Menurut Ruitenbeek (1992) dalam Innah (2005), pendapatan perkapita penduduk sekitar Teluk Bintuni adalah sebesar Rp atau Rp per penduduk dewasa (>15 tahun)

38 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Statistik Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu pohon contoh diambil dengan pertimbangan tertentu dengan memperhatikan sebaran diameter dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi keterwakilan data. Jumlah pohon contoh yang diukur sebanyak 50 pohon yang terbagi menjadi lima kelas diameter dimana pada masing-masing kelas diameter terdapat 10 pohon contoh. Pembagian kelas diameter dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sebaran pohon contoh pada berbagai kelas diameter pohon No Kelas Diameter Selang Dbh (cm) Jumlah 1 I 10 19, II 20 29, III 30 39, IV 40 49, V 50 Up 10 Data dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter tajuk (Dtk), diameter per seksi (D i ), panjang seksi (L i ), tinggi total (Tt), tinggi bebas cabang (Tbc), dan tinggi tajuk (Ttk). Hasil dari pengukuran dilapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Deskripsi statistik pohon contoh Dimensi n Min Maks Mean s Diameter pangkal (cm) 50 12,2 68,2 36,1 14,8 Diameter setinggi dada (cm) 50 11,5 66,8 34,7 14,3 Diameter bebas cabang (cm) 50 5,4 43,3 22,7 9,6 Diameter tajuk (m) 50 2,4 11,8 7,0 2,4 Tinggi total (m) 50 13,0 40,0 29,5 8,0 Tinggi bebas cabang (m) 50 8,0 29,0 19,7 5,9 Tinggi tajuk (m) 50 3,0 15,0 9,8 3,0

39 24 Keterangan : n = jumlah pohon contoh Min = nilai minimum Maks = nilai minimal Mean = nilai rata-rata s = simpangan baku Nilai-nilai yang terdapat pada Tabel 2 merupakan rekapitulasi dari hasil pengukuran langsung dimensi pohon dilapangan. Data tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam menggambarkan karakteristik biometrik dari pohon R. apiculata Rasio Antar Dimensi Pohon Rasio merupakan perbandingan antara dua dimensi pohon yang diukur. Nilai ini dapat menggambarkan pertumbuhan dimensi pohon yang bersifat konstan. Selain itu, nilai rasio ini juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya nilai salah satu dimensi pohon jika dimensi yang lainnya sudah diketahui. Rasio antar dimensi pohon yang diukur adalah (1) diameter pangkal (D p ) / diameter setinggi dada (D bh ), (2) diameter pangkal (D p ) / diameter tajuk (D tk ), (3) diameter setinggi dada (D bh ) / diameter tajuk (D tk ), (4) diameter bebas cabang (D bc ) / diameter setinggi dada (D bh ), (5) diameter bebas cabang (D bc ) / diameter pangkal (D p ), (6) diameter bebas cabang (D bc ) / diameter tajuk (D tk ), (7) tinggi bebas cabang (T bc ) / tinggi total (T t ), (8) tinggi tajuk (T tk ) / tinggi total (T t ), (9) tinggi bebas cabang (T bc ) / tinggi tajuk (T tk ). Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon dapat dilihat pada Tabel 3.

40 25 Tabel 3. Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon Dimensi n Min Maks Mean s Penduga Selang SK 95% SK 99% D p / D bh 50 1,00 1,12 1,04 0,02 1,04-1,05 1,03-1,05 D p / D tk 50 0,03 0,14 0,05 0,02 0,04-0,06 0,04-0,06 D bc / D p 50 0,45 0,81 0,63 0,09 0,61-0,65 0,60-0,66 D bc / D bh 50 0,47 0,84 0,66 0,09 0,64-0,68 0,63-0,69 D bh / D tk 50 0,03 0,13 0,05 0,02 0,04-0,06 0,04-0,06 D bc / D tk 50 0,02 0,08 0,03 0,01 0,03-0,03 0,03-0,03 T bc / T t 50 0,50 0,81 0,67 0,07 0,65-0,69 0,65-0,70 T bc / T tk 50 1,00 4,33 2,12 0,69 1,93-2,31 1,87-2,37 T tk / T t 50 0,19 0,50 0,33 0,07 0,31-0,35 0,31-0,36 Untuk mengetahui bentuk batang dari pohon R. apiculata diperlukan suatu analisis mengenai pola pertumbuhan diameternya. Analisis ini dilakukan dengan cara melakukan perbandingan antara nilai diameter pangkal dengan diameter ujung pada setiap seksi yang memiliki ketinggian 2 meter. Rasio diameter ini hanya dilakukan pada ketinggian 2 meter, sehingga untuk ketinggian yang kurang atau lebih dari 2 meter tidak dilakukan perhitungan rasio diameternya. Tabel 4. Deskripsi statistik rasio diameter setiap ketinggian 2 meter Penduga selang Rasio n Min Maks Mean s SK 95% SK 99% d i / d i ,00 1,38 1,06 0,05 1,055-1,065 1,054-1,067 Keterangan : n = jumlah sortimen dengan panjang 2 meter Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai simpangan baku (s) rasio diameter ini sebesar 0,05. Nilai ini menunjukan ketelitian yang cukup tinggi karena semakin kecil nilai simpangan baku menunjukan semakin baik ketelitian hasil dugaan suatu persamaan. Dari nilai diatas dapat dikatakan bahwa pertumbuhan diameter setiap ketinggian 2 meter memiliki pola pertumbuhan yang

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat selama satu minggu pada bulan Februari. 3.2 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Sebaran Pohon Contoh Pohon contoh sebanyak 0 pohon dipilih secara purposive, yaitu pohon yang tumbuh normal dan sehat, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Sebaran Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling (pemilihan contoh terarah dengan pertimbangan tertentu) dengan memperhatikan sebaran diameter

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) 1. Tata nama P. merkusii Jungh et. De Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT.

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. i PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. WIRAKARYA SAKTI GIANDI NAROFALAH SIREGAR E 14104050 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15 TABEL ISI POHON JENIS BINTANGUR (Callophyllum sp.) DI KPH SANGGAU, KALIMANTAN BARAT (Tree Volume Table of Bintangur (Callophyllum sp.) in the Forest District of Sanggau, West Kalimantan) Oleh/By: Sofwan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Agathis loranthifolia R. A. Salisbury 2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama Agathis loranthifolia R. A. Salisbury termasuk famili Araucariaceae dengan memiliki nama lokal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

SKRIPSI KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur

SKRIPSI KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur SKRIPSI KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur ILYASA YANU NOVENDRA E14104017 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) IFA SARI MARYANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 16 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan pertanaman karet Bojong Datar Banten perkebunan PTPN VIII Kabupaten Pandeglang Banten yang dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal hutan alam IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) HASIL PENELITIAN Oleh : TRISNAWATI 051203021 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH PENYUSUNAN TABEL VOLUME LOKAL JABON ( Anthocephalus cadamba) DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH (Development of Local Volume Tabel of Jabon ( Anthocephalus cadamba)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia R.A. Salisbury di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia R.A. Salisbury di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia R.A. Salisbury di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah SHINTA DEWI WISNU WIJAYANTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bubulan, Dander, Clebung,

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan (September-November 2009) di salah satu jalur hijau jalan Kota Bogor yaitu di jalan dr. Semeru (Lampiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Elok Swasono Putro (1), J. S. Tasirin (1), M. T. Lasut (1), M. A. Langi (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon

Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pengukuran Diameter (DBH) Diameter atau keliling merupakan salahsatu dimensi batang (pohon) yang sangat menentukan luas penampang lintang batang pohon saat berdiri

Lebih terperinci

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Sarintan Efratani Damanik Dosen Fakultas Pertanian Universitas Simalungun Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir utara Kabupaten Brebes, yaitu di kawasan pertambakan Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba. Secara geografis letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

ILYASA YANU NOVENDRA E SKRIPSI

ILYASA YANU NOVENDRA E SKRIPSI SKRIPSI KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur ILYASA YANU NOVENDRA E14104017 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Schima wallichii Jenis pohon puspa atau Schima wallichii Korth., termasuk ke dalam famili Theaceae. Terdiri dari empat subspecies, yaitu Schima wallichii

Lebih terperinci

MONITORING LINGKUNGAN

MONITORING LINGKUNGAN MONITORING LINGKUNGAN Monitoring dalam kegiatan pengelolaan hutan sangat diperlukan guna mengetahui trend/kecenderungan perkembangan vegetasi (flora), fauna maupun kondisi alam dengan adanya kegiatan pengelolaan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E14070061 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI OLEH TETTY HRU PARDEDE 031201029 / MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1 PENDAHULUAN PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (PT. BUMWI) adalah merupakan salah satu perusahaan pengusahaan hutan yang mengelola hutan bakau (mangrove). Dan seperti diketahui bahwa, hutan mangrove

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci