Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN"

Transkripsi

1 Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN E SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

3 RINGKASAN Maulidian. E Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat. Pembimbing Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS dan Ir. Iwan Hilwan, MS. Setiap jenis pohon memiliki ciri dan karakteristik fisiknya masing-masing untuk membedakan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain. Oleh karena itu, informasi mengenai karakteristik biometrik dari setiap jenis pohon itu sangat diperlukan, terlebih lagi untuk jenis-jenis pohon yang langka seperti belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.). Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu jenis pohon kita harus mengetahui data fisiologi pohon yang memiliki pola pertumbuhan yang unik. Pola ini memiliki kekonsistenan dan kestabilan yang tinggi, bertahun-tahun tanpa mengalami perubahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik biometrik pohon belian yang bersifat konsisten dan unik. Karakteristik ini diharapkan akan menjadi salah satu petunjuk dalam mengenal jenis pohon belian. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pita ukur, Spiegel Relascope Bitterlich, Haga hypsometer, alat tulis, tangga, parang, galah, kalkulator, kamera, software Minitab Ver. 13, dan Microsoft Excel. Sebagai objek dalam penelitian ini adalah setiap pohon belian yang akan diukur dimensi pohonnya pada tingkat umur yang berbeda. Analisis data yang dilakukan yaitu mendeskripsikan secara statistik data dimensi pohon, mencari hubungan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, mencari rasio antar dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, menganalisis hubungan diameter batang relatif dengan tinggi batang relatif, dan menganalisis angka bentuk pohon. Setelah diketahui hubungannya dapat dibuat model persamaan regresinya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear dengan bantuan software Excel dan Minitab. Dari hasil pengukuran di lapangan, diperoleh informasi mengenai nilai minimum, maksimum, dan rata-rata dari diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang pohon. Tahun tanam 1985 (n = 42): Diameter pangkal (Dp) =

4 minimum 8,8 cm, maksimum 27,5 cm, rata-rata 16,6 cm ; Diameter setinggi dada (DBH) = minimum 8,3 cm, maksimum 24,6 cm, rata-rata 15,4 cm ; Diameter bebas cabang (Dbc) = minimum 6 cm, maksimum 18 cm, rata-rata 10,9 cm ; Diameter tajuk = minimum 5,5 cm, maksimum 10 m, rata-rata 7,2 cm ; Tinggi total (T tot) = minimum 12 m, maksimum 24 m, rata-rata 18,1 m ; Tinggi bebas cabang (Tbc) = minimum 3,8 m, maksimum 10,7 m, rata-rata 6,5 m ; Tinggi tajuk (T tajuk) = minimum 8,1 m, maksimum 15,2 m, rata-rata = 11,6 m. Tahun tanam 1939 (n = 41) : Diameter pangkal (Dp) = minimum 25,5 cm, maksimum 58 cm, rata-rata 37,3 cm ; Diameter setinggi dada (DBH) = minimum 22,4 cm, maksimum 54,5 cm, rata-rata 34,6 cm ; Diameter bebas cabang (Dbc) = minimum 12 cm, maksimum 41,5 cm, rata-rata 26,2 cm ; Diameter tajuk = minimum 6,25 m, maksimum 16,5 m, rata-rata 10,6 m ; Tinggi total (T tot) = minimum 16 m, maksimum 28 m, rata-rata 22,4 m ; Tinggi bebas cabang (Tbc) = minimum 3,6 m, maksimum 14,8 m, rata-rata 8,9 m ; Tinggi tajuk (T tajuk) = minimum 6,1 m, maksimum 18,4 m, rata-rata 13,5 m. Rata-rata nilai rasio antara dimensi sebagai berikut : Dp / Dbh = 1,08 ; Dbc / Dbh = 0,73 ; Dbc / Dp = 0,68 ; T tajuk / T total = 0,62 ; Tbc / T total = 1,81. Korelasi tertinggi dari hubungan antara diameter dengan dimensi pohon lainnya yaitu pada korelasi antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal pohon sebesar 0,996. Kurva taper terbaik yang dihasilkan berbentuk kuadratik dengan persamaan tapernya adalah (d/d) 2 = 1,01-0,277 h/h - 0,673 (h/h) 2 + 0,481 (h/h) 3 dengan nilai koefisien determinasi (R-sq) 56,9 %, koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) 56,5 % dan nilai simpangan baku (s) 0,125. Angka bentuk batang absolut dari pohon belian dikabupaten sanggau sebesar 0,69 dengan simpangan baku sebesar 0,10. Sedangakan Angka bentuk batang setinggi dada dari pohon belian ini sebesar 0,80 dengan simpangan baku sebesar 0,09. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah karakteristik fisik yang lain dan tingkat umur yang lebih beragam sehingga lebih dapat menggambarkan pohon belian yang sebenarnya.

5 Judul Penelitian Nama NRP Departemen Program Studi : Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat : Maulidian : E : Manajemen Hutan : Manajemen Hutan Dosen Pembimbing I Menyetujui, Dosen Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS Ir. Iwan Hilwan, MS NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal lulus :

6 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji Syukur kepada Allah Subhanhuwata ala atas segala ridhonya penulis dapat menyelesaikan kuliah, penelitian dan penulisan skripsi dengan judul : Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat. Sholawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya. Seperti yang kita ketahui bahwa jumlah pohon belian/ulin di Indonesia sudah tergolong langka. Kayu ini memiliki kualitas yang bagus yaitu memiliki kelas kuat I dan kelas awet I, sehingga kayu ini banyak digunakan oleh masyarakat terutama di Kalimantan Barat sebagai bahan utama untuk pembangunan rumah. Dengan kondisi jumlah pohon belian yang semakin langka, informasi mengenai karakteristik pohon belian ini sangat diperlukan untuk membantu dalam mengenal jenis pohon ini. Dengan selesainya pendidikan, penelitian dan penulisan skripsi ini, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : Bapak Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS sebagai Pembimbing I dan Ir. Iwan Hilwan, MS sebagai Pembimbing II atas segala bimbingan, arahan serta pengetahuan yang telah diberikan selama mengikuti pendidikan, merencanakan, dan melaksanakan penelitian serta melakukan penulisan skripsi ini. Bapak Ir. Jarwadi B. H., M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ir. Jajang Suryana, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan atas segala bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ayahanda Dr. Ir. H. Abdurrani Muin, MS dan Ibunda Hj. Suparti yang telah memberikan bimbingan,motivasi, dan doa yang sangat hebat, hingga penulis dapat segera menyelesaikan tugas akhirnya.

7 ii Kelompok peneliti dari Universitas Tanjungpura Pontianak : Pak Iskandar, Bang Zai, Bang Iin, Bang Ivan, Jabar, Kak Shinta dan Kak Sari yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Semua dosen-dosen yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman selama penulis menjalankan perkuliahan di IPB pada umumnya dan Fakultas Kehutanan pada khususnya. Bu Riksa yang telah memberikan nasehat, motivasi, dan doanya. Teman-teman seperjuangan penulis : Wien, Alfieta, Hamzah, Mico, Dodi, Ferry, Getry, Sony, Inten, Intan, Silvi, Desi, Dian, Lenita dan teman-teman MNH yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini. Semoga bimbingan dan bantuan serta saran-saran yang telah diberikan tersebut mendapat pahala dari Allah Subhanhuwata ala, amiin. Bogor, Januari 2007 Penulis

8 iii RIWAYAT HIDUP Penulis atas nama Maulidian dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat, tanggal 18 Januari Ayah bernama Dr. Ir. H. Abdurrani Muin, MS. dan ibu bernama Hj. Suparti. Penulis mendapatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Islamiyah Pontianak (tahun ), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 1 Pontianak (tahun ), serta Sekolah Menengah Umum (SMU) Insan Kamil Bogor (tahun ). Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI dengan memilih jurusan Manajemen Hutan dan mengambil bidang khusus Biometrika Hutan. Kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti antara lain Praktek Umum Kehutanan (PUK) di daerah Baturaden yaitu BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur dan di daerah Cilacap yaitu BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat serta Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM di Getas (KPH Ngawi) pada tahun Kemudian pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan seperti : Anggota Bem-E pada tahun 2003, Anggota FMSC 2004, Ketua UKM Tenis Lapangan IPB (tahun 2005). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang pada tahun 2004 di KPH Bojonegoro selama kurang lebih 1 bulan. Selain itu penulis juga aktif di bidang musik dengan menghasilkan karya pertamanya berupa Album Kompilasi Band 2006 Sound of Soul di bawah label Malta Musik Indonesia yang diedar secara Nasional dengan Band Four G. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat.

9 iv DAFTAR ISI Hal. KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.)... 3 Keterangan Botanis... 3 Habitat... 5 Parameter Individu Pohon... 5 Umur... 5 Diameter pohon... 5 Tinggi pohon... 6 Bentuk batang... 7 Tajuk... 8 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Areal Penelitian Topografi Geologi dan Tanah Iklim Keadaan Hutan Aksesibilitas Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Mata Pencaharian dan Pendidikan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Objek Penelitian Metode Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Statistik Pohon Contoh Rasio Antar Dimensi Pohon... 25

10 v Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya.. 26 Penyusunan Persamaan Regresi Penyusunan Persamaan Taper Angka Bentuk Batang Rata-rata KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

11 vi DAFTAR TABEL No. Teks Hal Data Curah Hujan (mm) di Kabupaten Sanggau ( )... Deskripsi statistik dimensi pohon belian tahun tanam Deskripsi statistik dimensi pohon belian tahun tanam Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon belian... Deskripsi statistik rasio diameter setiap ketinggian 2 meter... Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada... Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal... Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang... Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk... Persamaan taper umum pohon belian di Kabupaten Sanggau... Deskripsi statistik angka bentuk batang pohon belian

12 vii DAFTAR GAMBAR No. Teks Hal Akses dengan melewati jalan air... Kondisi jalan menuju Desa Mengkiang... Ilustrasi pembagian seksi batang pada pohon contoh yang diukur

13 viii DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Hal Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon contoh... Korelasi data dan model umum dimensi pohon... Korelasi data dan model umum persamaan taper... Hasil perhitungan rasio dimensi pohon... Ilustrasi dimensi pohon yang akan diukur

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu jenis kayu yang langka dan memiliki kualitas yang baik adalah kayu belian/ulin (kayu besi) atau yang dikenal dengan nama ilmiahnya Eusideroxylon zwageri T. et B. Kelangkaan jenis ini dapat dilihat dari semakin sulitnya masyarakat menemukan pohon-pohon belian untuk ditebang. Selain itu persediaan kayu belian di tempat-tempat penjualan bahan bangunan sudah sangat terbatas, sementara itu kebutuhan bahan kayu ini semakin meningkat yang mengakibatkan harga kayu belian semakin mahal. Kayu belian termasuk kelas kuat I dan kelas awet I, sehingga tahan dan kuat untuk digunakan sebagai bahan bangunan, seperti tongkat, tiang, kusen, pintu dan lain-lainnya. Karena sifat kayunya inilah, maka masyarakat terutama di Kalimantan Barat menggunakan kayu belian sebagai bahan utama untuk pembangunan rumah. Masyarakat akan merasa bangga jika bisa membangun rumah dengan menggunakan seluruh bagian rumahnya termasuk atap terbuat dari kayu belian. Dalam bidang ilmu perencanaan hutan, salah satu isu yang berkembang saat ini adalah mengenai karakteristik biometrik suatu jenis pohon. Biometrik adalah suatu cara untuk mengidentifikasi individu berdasarkan karakteristik fisik atau tingkah lakunya (Anonim, 2004). Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu jenis pohon, harus diketahui data fisiologi pohon yang memiliki pola pertumbuhan yang unik. Pola ini memiliki kekonsistenan dan kestabilan yang tinggi, bertahun-tahun tanpa mengalami perubahan. Dengan kondisi jumlah pohon belian yang semakin langka, informasi mengenai karakteristik pohon belian ini sangat diperlukan untuk membantu memudahkan dalam mengenal suatu jenis pohon yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui data fisiologi pohon dilakukan pengukuran dimensi-dimensi pohon pada tingkat umur yang berbeda yang selanjutnya dilakukan analisis karaktersik setiap dimensi pohon yang diukur.

15 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon belian yang bersifat konsisten dan unik. Karakteristik ini diharapkan akan menjadi salah satu petunjuk dalam pengenalan jenis pohon belian.

16 TINJAUAN PUSTAKA Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) Keterangan botanis Eusideroxylon berasal dari bahasa yunani yaitu eu = good, sideros = iron, xylon = wood (Kostermans, 1957). Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) merupakan tumbuhan berkayu yang termasuk ke dalam famili Lauraceae. Menurut Samingan (1979) berbagai nama daerah diberikan pada jenis kayu belian, seperti : bulian, bulin, ulin, ungalin, onglen, tebelian, balian, kayo tahan, lampahung, tabalien, tabulien, tadien, yaliun, taluliun, tawudien dan telien. Beberapa nama internasional untuk jenis pohon ini adalah belian (Malaysia dan Inggris), tabul (Filipina), serta ulin atau borneo ijzerhaut (Belanda). Kayu belian memiliki sifat-sifat, antara lain, termasuk kelas kuat I dan kelas awet I, permukaan kayu agak licin dan mengkilat, tekstur kasar dengan serat lurus, termasuk kayu sangat keras karena daya kembang susutnya kecil dan banyak mengandung zat ekstraktif. Jenis belian biasanya banyak dipakai sebagai bahan untuk kontruksi berat seperti pembuatan jembatan, dek dan tiang-tiang pelabuhan. Selain itu juga dipakai untuk bahan ukiran, sirap, dek kapal, tiang-iang transmisi dan lain-lain (Pandit dan Mandang, 1997). Menurut Priasukmana dan Syukur (1986) sifat-sifat kayu belian untuk bahan sirap, balok dan papan berbeda satu sama lain. Sifat-sifat kayu belian untuk sirap lebih tinggi persyaratannya. Secara umum perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : a. Belian untuk sirap (belian lesai), mempunyai sifat-sifat : (1) Umumnya mempunyai batang yang lurus dan mudah dibelah dengan mempergunakan parang; (2) kesan raba kulit licin dan berwarna coklat kemerahan; (3) bagian dalam (isi) kayu berwarna merah muda; (4) bentuk daun lebih lebar; (5) bentuk buah panjang; (6) mempunyai cabang sedikit dan pohonnya dapat mencapai tinggi antara meter; dan (7) batang tidak berbanir.

17 4 b. Belian untuk balok dan papan, mempunyai sifat-sifat : (1) batangnya berbanir; (2) tinggi pohon lebih rendah dibanding dengan ulin sirap; (3) bentuk serat tidak teratur dan sering terdapat serpihan kayu yang keluar jika dibelah dengan parang atau kampak; (4) buahnya agak kecil dan berbentuk agak bundar; (5) bentuk daun kecil dan dan lebih panjang; (6) warna kulit agak kehitaman. Ciri utama belian adalah kayunya sangat keras, kayu terasnya berwarna kuning atau coklat kehitaman (Pandit dan Mandang, 1997). Sedangkan menurut Martawijaya, Kartasujana, Mandang, Prawira dan Kadir (1989) kulit luar berwarna coklat kemerah merahan sampai coklat tua kelabu, tebal 2-9 cm. Kadang-kadang beralur sangat dangkal, mengelupas banyak dan tipis. Tinggi pohon bisa mencapai 35 m dengan tinggi batang bebas cabang 5-20 m, diameter sampai 100 cm. Tinggi banir mencapai 4 m, lebar 10 m dan tebal cm. Batang utama lurus, kadang kala berlekuk di bagian pangkal. Berbanir banyak, kecil, membulat sehingga pangkal batang berpenampilan seperti kaki gajah. Tajuk membulat tebal, ranting-ranting licin. Takikan batang dalam berwarna kuning hingga merah jambu dan tidak bergetah (Sutisna, Kalima, dan Purnadjaja, 1998). Daun merupakan daun tunggal yang letaknya berjejer. Bentuk helai daun ellips memanjang, ujung meruncing, permukaan atas gundul, pangkal membulat dan tidak mempunyai daun penumpu. Daun muda berwarna merah (Tantra dan Prawira, 1973). Bunga tumbuh pada ketiak daun, berkelamin dua, panjang tangkai 7,5 16 cm, diameter bagian terlebar 5-9 cm dan biji dilindungi batok yang keras (Tantra dan Prawira, 1973). Buah berupa buah batu pada gagang yang tebal, jorong hingga bulat telur atau bulat, 7-16 cm x 5-9 cm, hitam mengkilap bila berisi satu biji. Biji sangat besar, kulit biji sangat keras, beralur, rapuh dan embrio sangat kecil. Warna buah mula-mula hijau dan menjadi kecoklatan setelah masak (Sutisna, Kalima, dan Purnadjaja, 1998). Menurut Masano (1984) dalam Masano (1986) penanaman kayu belian dapat dilakukan dengan menggunakan bibit yang berupa biji, sapihan, stump

18 5 maupun cabutan. Namun sebaiknya menggunakan bibit sapihan, dan bibit yang berupa stum, biji maupun cabutan dapat dipergunakan untuk penyulaman. Habitat Pohon belian umumnya tumbuh pada daerah beriklim A dan B menurut deskripsi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan antara mm / tahun. Jenis ini termasuk jenis dari hutan dataran rendah, dengan ketinggian tempat tumbuh mulai dari tepi pantai sampai ketinggian lebih kurang 400 m dpl (Partomiharjo, 1987). Pohon belian tumbuh dalam hutan primer pada tanah-tanah berpasir dan liat daripada endapan-endapan batu pasir, pada lapangan-lapangan yang datar maupun miring pada ketinggian m dpl (Tantra dan Prawira, 1973). Hutan belian merupakan ciri khusus tipe hutan dalam hutan Dipterocarpaceae dataran rendah, tetapi komposisi formasi ini dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain dan dari satu pulau ke pulau lain. Pohon belian tersebar luas dan umum terdapat di hutan Dipterocarpaceae di Kalimantan Timur (MacKinnon, Hatta, Halim, dan Mangalik, 2000). Parameter Individu Pohon Umur Menurut Belyea (1950) umur adalah jarak waktu antar tahun tanam hingga kini dan yang akan datang. Umur pohon ini dapat diperoleh dari register tahun tanam, jumlah lingkar tahun, dan jumlah lingkar cabang. Untuk mengetahui jumlah lingkar tahun pada pohon berdiri dapat menggunakan alat ukur berupa bor riap. Diameter pohon Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam mengukur diameter, yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada. Pada umumnya, diameter setinggi dada diukur pada ketinggian 4 ft 6 in, atau sama dengan 1,37 m (Anonim, 1992).

19 6 Menurut Bruce dan Scumacher (1950) diameter adalah suatu garis lurus yang menghubungkan dua titik pada garis lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting karena selain secara langsung menentukan volume pohon juga akan berperan sebagai pengganti dimensi umur pada hutan alam. Meskipun tidak selamanya pohon yang berdiameter kecil menunjukkan umur yang masih kecil (Richards, 1994). Dalam mengukur diameter, yang lazim digunakan adalah diameter setinggi dada karena pengukurannya paling mudah dan mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter pohon yang penting lainnya (Anonim, 1992). Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh karena itu dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh), yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah (Husch, Beers, dan Kershaw 2003). Di negara-negara yang menggunakan sistem metrik, diameter setinggi dada biasanya diukur pada ketinggian batang 1,3 meter dari atas permukaan tanah. Untuk pohon-pohon berbanir lebih dari 1,3 meter dari atas permukaan tanah, pengukuran diameter dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea, 1950). Tinggi pohon Setelah diameter, tinggi pohon adalah parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Dalam inventarisasi hutan, biasanya dikenal beberapa macam tinggi pohon, yaitu : 1. Tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon. 2. Tinggi batas bebas cabang atau permulaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan, sampai cabang pertama yang membentuk tajuk. 3. Tinggi batang komersial, adalah tinggi batang yang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan (Anonim, 1992).

20 7 Husch et al. (2003) mengemukakan bahwa tinggi pohon merupakan jarak antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar yang melalui titik bawah (pangkal pohon). Bentuk Batang 1. Angka Bentuk Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai/angka hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut : Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama Merupakan suatu angka pecahan (< 1) hasil dari pembagian antara volume sebenarnya pohon oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama. Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada, dan normal (Husch 1963). 2. Kusen Bentuk Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besar keruncingan perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai dari perbandingan ini yang disebut dengan kusen bentuk. Macam kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10% tinggi dari pangkal pohon (Belyea, 1950).

21 8 3. Taper Menurut Husch (1963) bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, yaitu : 1. Excurrent, yaitu bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang dan biasanya terdapat pada jenis-jenis conifer atau daun jarum. 2. Deliquescent, yaitu pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenis-jenis kayu daun lebar. Menurut Husch et al. (2003), bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu pohon ada 4 macam, yaitu silinder, paraboloid, kerucut, dan neiloid. Keempat macam bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai adalah bentuk neiloid, kerucut, dan paraboloid. Menurut Husch et al. (2003), Taper diartikan sebagai suatu bentuk yang meruncing sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya. Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk. Laasasenaho (1993) menyatakan bahwa bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut : ( d/d ) = f ( h/h ) atau ( d/d) = f{1 ( h/h) }. dimana : d = diameter ujung batang relatif D = diameter setinggi dada (dbh) H = tinggi batang pohon dari atas permukaan tanah h = tinggi batang bebas cabang Tajuk Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dan titik ujungnya pada garis lingkaran tajuk (Husch, 1963). Diameter tajuk dapat diukur menggunakan meteran dengan cara mengukur proyeksi vertikal panjang garis yang melalui

22 9 pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran menggunakan meteran dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan (Husch et al. 2003).

23 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Areal Penelitian Kawasan Sumber Benih Plomas seluas luas 25 Ha, termasuk Wilayah Kerja Resort Pemangku Hutan (RPH) Sanggau, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sanggau, Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Kalimantan Barat. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan termasuk Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Provinsi Dati I Kalimantan Barat. Secara geografis lokasi tanaman belian ini terletak antara BT BT dan 0 11 LU LU. Batas dari lokasi penelitian sebagai berikut : a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Mukok. b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parindu. c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bonti. d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Belitang Hilir. Topografi Kawasan Sumber Benih Plomas menurut Peta Bentuk Lapangan Provinsi Dati I Kalimantan Barat Skala 1 : dari Direktorat Jenderal Kehutanan Tahun 1971 bertopografi datar sampai curam (8-45 %). Namun berdasarkan pengamatan lapangan, lokasi tanaman terletak pada daerah datar sampai bergelombang dengan kelerengan % dan berada pada ketinggian meter dari permukaan laut. Sungai yang mengalir di sekitar lokasi penelitian adalah Sungai Sekayam dan Sungai Bunyu yang merupakan anak Sungai Kapuas. Geologi dan Tanah Berdasarkan Peta Geologi Indonesia Skala 1 : dari Direktorat Geologi Bandung tahun 1965, formasi kawasan sumber benih Plomas terdiri dari batuan Paleogen. Berdasarkan Peta Geologi Kalimantan Barat skala 1 : yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan tahun 1977, bahwa formasi kawasan sumber benih Plomas termasuk Plistosen Pliosen. Berdasarkan Peta Tanah Kalimantan Barat skala 1 : yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Tanah Departemen Pertambangan tahun

24 , bahwa jenis tanah di kawasan sumber benih Plomas adalah Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi intrusi. Namun menurut Peta Tanah Indonesia skala 1 : dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1972, jenis tanah di kawasan sumber benih Plomas termasuk tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan fisiografi datar sampai bergelombang. Iklim Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim kawasan ini termasuk tipe curah hujan A, sedangkan menurut Klasifikasi Koppen termasuk tipe iklim AF. Musim hujan di wilayah ini umumnya terjadi pada bulan September sampai Februari, sedangkan musim kemarau pada bulan Maret sampai Agustus. Hasil pencatatan curah hujan di Kabupaten Sanggau, jumlah curah hujan selama 9 (sembilan) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Temperatur rata rata adalah 26,9 C dengan temperatur maksimum 33,7 C dan minimum 22,8 C. Kelembaban rata-rata adalah 83% dan maksimum 100% serta minimum 46%. Angin pada bulan Nopember sampai Maret bertiup dari arah Barat Laut sedangkan bulan April sampai Oktober bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Tabel 1. Data Curah Hujan (mm) di Kabupaten Sanggau ( ) Tahun Jumlah Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata 194,00 345,83 222,92 233,25 204,58 211,17 296,17 184,08 289, ,42 Sumber : Stasiun Klimatologi Jungkat (2006)

25 12 Keadaan Hutan Hutan di wilayah ini termasuk tipe Hutan Tropika Basah yang ditumbuhi berbagai jenis pohon. Selain jenis belian (Euxideroxylon zwageri), di sekitar lokasi tanaman terdapat juga jenis komersial penting lainnya seperti meranti (Shorea spp.), medang (Litsea spp.), dan kapur (Dryobalanops abnormis). Keadaan tumbuhan bawah kurang rapat terdiri dari semak belukar, rotan dan anakan pohon tingkat semai. Aksesibilitas Lokasi sumber benih Plomas Sanggau dapat didatang melalui jalan darat dan dilanjutkan dengan menggunakan transportasi air. Dari Pontianak ke Sanggau perjalan darat akan ditempuh selama ± 6 jam. Selanjutnya dari Sanggau melalui Sungai Sekayam dengan menggunakan Speedboat selama ± 45 menit. Lokasi ini juga bisa didatangi dengan menggunakan jalan darat sampai ke desa Mengkiang selama ± 1 jam yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Speedboat selama ± 15 menit. Akses ke lokasi sumber benih melalui jalan darat maupun jalan air dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Gambar 1. Akses dengan melewati jalan air

26 13 Gambar 2. Kondisi jalan menuju Desa Mengkiang Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagian besar penduduk disekitar kawasan sumber benih Plomas adalah penduduk asli (suku melayu) dan sisanya merupakan pendatang. Penduduk pendatang sebagian besar sudah menetap selama lebih dari 14 (empat belas) tahun. Suku pendatang ini antara lain Batak, Sunda, Dayak, Bugis, Jawa dan Cina. Bahasa yang dipergunakan sehari-hari oleh penduduk adalah bahasa melayu daerah Sanggau. Bahasa resmi yang dipergunakan adalah Bahasa Indonesia. Desa/dusun yang berdekatan dengan sumber benih Plomas ini adalah Desa Mengkiang, Dusun Sungai Langir, dan Dusun Mengkiang yang termasuk dalam Kecamatan Kapuas. Mata Pencaharian dan Pendidikan Mata pencaharian penduduk yang tinggal di sekitar Plomas, sebagian besar adalah bertani/berladang. Sebagian lainnya adalah menoreh karet dan pekerja harian lepas di areal persemaian PT. Finnantara Intiga Distrik I Mengkiang. Di bidang pendidikan, ditinjau dari segi fasilitas pendidikan yang terdapat di Kecamatan Kapuas dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan cukup memadai. Mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Umum juga tersedia.

27 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Sumber Benih Plomas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat yang memiliki luas ± 25 Ha, dengan waktu pelaksanaan penelitian selama ± 2 (dua) minggu efektif di lapangan. Alat dan Objek Penelitian Ada dua macam alat yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama adalah alat yang akan digunakan pada saat pengambilan data, terdiri dari : 1. Phi band / pita meter 2. Haga hypsometer 3. SRB (Spiegel Relaskop Bieterlich) tipe Matrix 4. Tali tambang 5. Tally sheet 6. Alat tulis Sedangkan alat yang kedua yaitu yang akan digunakan untuk keperluan pengolahan data, terdiri dari : 1. Kalkulator 2. Komputer dengan program software statistik dan excel Sebagai objek dalam penelitian ini adalah setiap pohon belian yang akan diukur dimensi pohonnya pada tingkat umur yang berbeda yaitu pada tahun tanam 1939 dan 1985 dengan diameter minimal 20 cm. Metode Penelitian Pemilihan pohon contoh Metoda pengambilan contohnya berdasarkan pemilihan dengan pertimbangan tertentu (purposive sampling) dengan memperhatikan sebaran diameter, tinggi dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang sah. Dasar pemilihan kondisi pohon adalah pohon tersebut harus sehat, bentuknya normal, mewakili ukuran dimensi penaksirnya serta mempunyai pertumbuhan yang normal (tidak tertekan). Hal ini dimaksudkan

28 15 agar diperoleh besaran dimensi yang konstan. Selain itu, pemilihan pohon contoh ini juga harus berdasarkan sebaran pohon menurut diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi pohon (H). Ini dimaksudkan agar dimensi pohon-pohon yang diukur tersebut representatif dengan dimensi pohon-pohon penyusun tegakan. Sebagai syarat statistik, maka ulangan dalam pengambilan contoh untuk setiap umur sebanyak minimal 30 pohon. Mengingat pohon ini termasuk kedalam jenis pohon yang langka, maka pengukuran dimensi pohon untuk setiap umur tidak dapat dilakukan sebanyak 30 pohon, yang terpenting harus ada keterwakilan data untuk setiap kelas diameter dan tinggi. Pengukuran dimensi pohon Dua jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil berupa data dimensi pohon yaitu : diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter seksi yang terdiri dari ; diameter pangkal seksi dan diameter ujung seksi, tinggi pohon (H), tinggi bebas cabang pohon (h), dan tinggi tajuk (ht). Sedangkan data sekunder yang diambil berupa keadaan umum lokasi penelitian. Ilustrasi pengukuran dimensi pohon dapat dilihat pada Lampiran 6. Pembagian batang Kegiatan lain dalam menentukan karakteristik pohon belian yaitu menghitung diameter perseksi dimana panjang seksi masing-masing 2 m. Ilustrasi penggambaran diameter perseksi seperti terlihat pada Gambar 3. Untuk mengukur diameter setiap ketinggian 2 m, diperlukan alat berupa SRB. Akan tetapi untuk mendapatkan data diameter dengan ketelitian yang lebih tinggi, data ini diambil dengan cara memanjat pada pohon yang diukur. Dalam penelitian ini, hanya beberapa pohon saja yang data diameternya diambil dengan cara memanjat pohon yang bersangkutan dengan alasan keamanan.

29 16 Keterangan Gambar 3 H = tinggi total pohon h = tinggi bebas cabang hn = tinggi batang dari atas tanah hingga ketinggian pada diameter ujung seksi ke-i dn = diameter ujung seksi ke-i pn = panjang batang dari pangkal tajuk hingga ketinggian pada diameter ujung seksi ke-i, dimana i = 1, 2, 3,..., n. Gambar 3. Ilustrasi pembagian seksi batang pada pohon contoh yang diukur Diameter perseksi diukur mulai dari atas tunggak atau jika pohon berbanir maka pengukuran dimulai dari atas banir sampai dengan bebas cabang. Pengukuran ini dilakukan untuk mencari hubungan antara diameter setinggi dada dengan diameter ujung seksi dan panjang batang dari tinggi bebas cabang dengan tinggi bebas cabang.

30 17 Perhitungan volume pohon contoh Menghitung volume aktual pohon contoh dihitung dengan cara menjumlahkan volume batang perseksi. Va = n i= 1 Vs i di mana : Va = Volume pohon sebenarnya Vs i = Volume seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3,..., n. Sedangkan untuk menghitung volume batang perseksi semua pohon contoh dalam kelompok validasi model dengan menggunakan rumus Smalian, yaitu : Vs = ( G + g) L 2 di mana : Vs = volume seksi batang G = luas bidang dasar pangkal seksi batang g = luas bidang dasar ujung seksi batang L = panjang seksi batang Penentuan angka bentuk batang pohon Angka bentuk batang pohon (f) ditentukan dengan cara membandingkan antara volume aktual yang diperoleh dari rumus smalian dengan volume silindernya. Va f = Vsl di mana : Vsl = Volume silinder, menganggap bentuk batang pohon silinder Ada dua macam angka bentuk yang akan dicari, yaitu : Angka bentuk setinggi dada (F-bh) Va fbh = π ( dbh) Tbc Angka bentuk absolut (F-abs) Va fabs = π ( dp) Tbc di mana :

31 18 Vp = volume pohon sebenarnya dbh = diameter setinggi dada Tbc = tinggi pohon bebas cabang dp = diameter pangkal pohon fbh = angka bentuk setinggi dada fabs = angka bentuk absolut Analisis Data Deskripsi statistik pohon contoh Untuk menggambarkan karakteristik biometrik pohon belian perlu diketahui deskripsi statistik dari pohon contoh yang diukur. Data statistik yang diukur seperti banyaknya contoh (n), nilai minimum dan nilai maksimum data yang diukur, rata-rata atau nilai tengah (mean), dan simpangan baku (s). Rasio antar dimensi pohon Untuk mengetahui pertumbuhan yang memiliki pola pertumbuhan yang konstan perlu diketahui nilai rasio antar dimensi pohon. Nilai ini ditentukan dengan membandingkan antar dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Rasio dimensi-dimensi pohon belian yang diukur seperti (1) diameter pangkal(dp) / diameter setinggi dada(dbh), (2) diameter bebas cabang(dbc) / diameter setinggi dada(dbh), (3) diameter bebas cabang(dbc) / diameter pangkal(dp), (4) tinggi tajuk(t tajuk )/ tinggi total(t total), (5) tinggi bebas cabang(tbc) / tinggi total(t total). Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besar keruncingan perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai rasio ini akan dicari setiap ketinggian 2 meter. Perhitungan rasio antara diameter atas dengan diameter bawah sebagai berikut : Di R n = Keterangan : R n = Nilai rasio diameter ke-i D i+1 D i = Diameter ke-i ; i = 1,2,3,... n

32 19 Hubungan antara dimensi pohon Data dimensi pohon (diameter, diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tinggi tajuk) yang didapat dari hasil pengukuran akan dilakukan perhitungan secara matematis. Setelah itu akan dicari koefisien korelasinya untuk mengetahui hubungan antar peubah, apakah antar kedua peubah saling bergantung atau tidak. Koefisien ini akan membantu dalam menggambarkan karakteristik biometrik pohon ulin. Nilai koefisien korelasi dapat dihitung melalui rumus r = x y i i ( i )( i ) x n n 2 xi i = 1 i = 1 y / n x 2 i n n i = 1 y i 2 n i = 1 y 2 i Keterangan : x i = Diameter pohon ke-i y i n = Tinggi pohon ke-i = Jumlah pohon Besarnya nilai koefisien korelasi (r) merupakan variabel yang dapat menunjukkan keeratan hubungan antar dimensi pohon seperti antara diameter dengan tinggi pohon. Nilai koefisien korelasi (r) merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi (ρ). Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan diameter dengan tinggi merupakan korelasi negatif sempurna dan sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan tinggi merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya (Walpole,1993). Penyusunan persamaan regresi Untuk keperluan kemudahan dalam penggambaran karakteristik biometrik pohon digunakan sebuah peubah bebas berupa diameter pohon dan peubah tidak

33 20 bebas yaitu tinggi pohon untuk melihat hubungan yang nyata antara kedua peubah ini. Data hasil pengukuran dimensi yang lain seperti diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter ujung seksi, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang serta tinggi bebas tajuk juga dianalisis secara statistik untuk mendapatkan persamaan regresi hubungan antar variabel tersebut. Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara tinggi pohon dengan diameter pohon terdapat hubungan yang nyata. Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut : H = f (D) Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya yaitu Y = bo + b 1 x i + e i Penyusunan persamaan taper Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan fungsional antara diameter sepanjang batang (d) dengan panjang batang dari pangkal batang (h), yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : d = f(h) Menurut Laasasenaho (1982), kurva taper dari jenis pohon yang sama tetapi berbeda ukuran dapat disusun dengan bantuan diameter relatif dan tinggi realtif. Adapun persaman yang akan dianalisis sebagai berikut : (d/d) = f { (h/h) } (d/d) 2 = f { (h/h), (h/h) 2 } (d/d) 2 = f { (h/h) } (d/d) = f { (h/h), (h/h) 2, (h/h) 3 } (d/d) = f { (h/h), (h/h) 2 } (d/d) 2 = f { (h/h), (h/h) 2, (h/h) 3 } Kriteria ketepatan model Beberapa ukuran yang dipakai sebagai dasar dalam penilaian ketepatan sebuah model yaitu koefisien determinasi (R 2 ), koefisien determinasi yang terkoreksi (R 2 adj), besarnya peluang untuk menolak H 0 padahal H 0 benar berdasarkan kepada data yang ada pada pengujian koefisien regresi dan bentuk tebaran sisa. Adapun kriteria yang dipakai untuk menguji ketepatan sebuah model adalah sebagai berikut.

34 21 a. Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas dimaksudkan untuk mengetahui peranan masing-masing peubah bebas di dalam persamaan dalam pembentukan model. Hipotesis yang digunakan Ho : β i = nol, untuk semua i H 1 : setidaknya ada satu β i 0 Kriteria yang digunakan Jika nilai F hitung F tabel maka terima Ho Jika nilai F hitung > F tabel maka tolak Ho Uji nilai F hitung > F tabel pada tingkat nyata tertentu (α), maka kolerasi regrasi antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya yaitu nyata (α = 0,05) dan sangat nyata (α = 0,01). b. Koefisien determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya koefisien determinasi (R 2 ) dimaksudkan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan yang dinyatakan dengan rumus : R 2 JKregresi = 100% JKtotal Jika nilai koefisien determinasi sebesar 50% mempunyai pengertian bahwa 50% variasi peubah x (diameter setinggi dada atau tinggi pohon) dapat menerangkan secara memuaskan variasi peubah Y (volume pohon), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. c. Koefisien determinasi terkoreksi (R 2 (adj)) Koefisien determinasi terkoreksi (R 2 (adj)) adalah koefisien determinasi yang telah dikoreksi oleh derajat bebas (db) dari JKS dan JKT-nya. Perhitungan determinasi terkoreksi (R 2 (adj)) dengan rumus :

35 22 R 2 ( adj ) = 1 ( JKS ) ( n p ) 100% ( JKT ) ( ) n 1 Keterangan : JKS = Jumlah kuadrat sisa JKT = Jumlah kuadrat total (n-p) = Derajat bebas sisaan (n-1) = Derajat bebas total d. Simpangan baku (s) Model yang dianggap layak adalah model dengan nilai simpangan bakunya kecil. Nilai s menunjukkan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan model, yang akan makin terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil. Nilai s ditentukan dengan rumus : s = s 2 = ei 2 ( n p) dimana : S 2 = kuadrat tengah sisaan ei = sisaan ke-i e. Simpangan rata-rata dan simpangan agregat Keakuratan suatu model ditunjukan oleh besarnya selisih antara hasil pendugaan berdasarkan model dengan kenyataan (data). Semakin kecil selisih antara hasil model dengan kenyataan, menggambarkan tingkat ketepatan yang semakin tinggi. Keakuratan model ini diukur berdasarkan simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat (SA). Semakin kecil nilai SR dan SA, menggambarkan tingkat ketepatan yang semakin tinggi. Perhitungan SR dan SA dengan menggunakan rumus: n Vai Vti i= Vti SR *100% = 1 n

36 23 SA n i= 1 = n Vti Vai n *100% Vti i= 1 n Keterangan : SR = simpangan rata-rata SA = simpangan agregat Vai = volume pohon ke-i melalui rumus Smalian Vti = volume dugaan pohon ke-i melalui angka bentuk n = jumlah pohon contoh

37 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Statistik Pohon Contoh Berdasarkan syarat statistik pohon contoh yang diambil adalah 30 pohon, karena pohon belian termasuk pohon yang langka, maka informasi mengenai jenis pohon ini sangat diperlukan, sehingga dalam menganalisis data ini digunakan semua pohon contoh yang telah diukur. Pengukuran pohon contoh diambil sebanyak 83 pohon contoh yaitu 42 pohon pada tahun tanam 1985 dan 41 pohon pada tahun tanam Data yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter tajuk (D tajuk), diameter per seksi, panjang seksi, tinggi total (T total), tinggi bebas cabang (Tbc), dan tinggi tajuk (T tajuk). Informasi mengenai deskripsi statistik yang dianalisis pada masing-masing umur adalah n (jumlah pohon), min-maks (minimum-maksimum), mean (rata-rata), dan s (standar deviasi/simpangan baku). Deskripsi statistik pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Deskripsi statistik dimensi pohon belian tahun tanam 1985 Dimensi n min - maks mean s Diameter pangkal (cm) 42 8,8 27,5 16,6 4,7 Diameter setinggi dada (cm) 42 8,3 24,6 15,4 4,3 Diameter bebas cabang (cm) ,9 3,4 Diameter tajuk (m) 42 5,5 10 7,2 1,1 Tinggi total (m) ,1 3,0 Tinggi bebas cabang (m) 42 3,8 10,7 6,5 1,8 Tinggi tajuk (m) 42 8,1 15,2 11,6 1,8 Tabel 3. Deskripsi statistik dimensi pohon belian tahun tanam 1939 Dimensi n min - maks mean s Diameter pangkal (cm) 41 25, ,3 6,5 Diameter setinggi dada (cm) 41 22,4 54,5 34,6 6,4 Diameter bebas cabang (cm) ,5 26,2 7,0 Diameter tajuk (m) 41 6,25 16,5 10,6 2,0 Tinggi total (m) ,4 2,8 Tinggi bebas cabang (m) 41 3,6 14,8 8,9 2,7 Tinggi tajuk (m) 41 6,1 18,4 13,5 2,8

38 25 Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan rekapitulasi dari hasil pengukuran langsung di lapangan pada tingkat umur yang berbeda. Data tersebut dapat membantu menggambarkan karakteristik biometrik pohon belian di Kabupaten Sanggau. Rasio Antar Dimensi Pohon Unik adalah suatu sifat yang khas. Untuk mengetahui apakah pohon terebut memiliki pola pertumbuhan yang unik, kita harus menganalisa secara langsung pohon tersebut di lapangan, bagian pohon mana yang memiliki pola pertumbuhan yang khas. Setelah diamati di lapangan, didapatkan bahwa pertumbuhan rasio antar dimensi pohon memiliki pola pertumbuhan yang unik, Setelah itu akan dianalisis secara statistik untuk mencari nilai rasio antar dimensi pohon yang diukur. Nilai rasio adalah nilai perbandingan antara dua dimensi pohon yang diukur. Nilai ini akan menggambarkan pertumbuhan dimensi pohon yang bersifat konstan dan teratur, sehingga nilai ini juga dapat membantu dalam menggambarkan karakteristik pohon belian. Rasio dimensi-dimensi pohon belian yang diukur seperti (1) diameter pangkal(dp) / diameter setinggi dada(dbh), (2) diameter bebas cabang(dbc) / diameter setinggi dada(dbh), (3) diameter bebas cabang(dbc) / diameter pangkal(dp), (4) tinggi tajuk(t tajuk )/ tinggi total(t total), (5) tinggi bebas cabang(tbc) / tinggi total(t total). Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon belian Rasio antar dimensi n min - maks mean s Dp / Dbh 83 1,01 1,30 1,08 0,05 Dbc / Dbh 83 0,44 0,93 0,73 0,11 Dbc / Dp 83 0,43 0,87 0,68 0,10 T tajuk / T total 83 0,32 0,82 0,62 0,08 Tbc / Ttotal 83 0,47 4,56 1,81 0,67 Jumlah contoh yang digunakan dalam menganalisis deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon belian adalah sebanyak 83 pohon yang merupakan jumlah contoh pohon belian dari seluruh tahun tanam.

39 26 Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai simpangan baku dari semua rasio antar dimensi pohon belian memiliki nilai yang sangat kecil. Nilai simpangan baku dikatakan sangat baik apabila nilainya mendekati nol dan persamaan ini memiliki ketelitian yang tinggi. Dari nilai simpangan baku ini dapat diambil informasi bahwa rasio antar dimensi pohon memiliki pola pertumbuhan yang konstan dari tahun ke tahun. Pohon belian memiliki bentuk batang yang sangat bagus, sehingga perlu dianalisis apakah rasio diameter setiap ketinggian 2 meter memiliki pola yang konstan. Nilai rasio ini akan mempermudah dalam menggambarkan karakteristik pohon belian. Deskripsi statistik rasio diameter setiap ketinggian 2 meter dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Deskripsi statistik rasio diameter setiap ketinggian 2 meter Rasio n min - mak mean s d i / d i ,0 1,4 1,1 0,06 Jumlah contoh yang dianalisis hanya rasio diameter pada setiap ketinggian 2 meter untuk semua tingkat umur, sehingga untuk ketinggian yang kurang atau lebih dari 2 meter tidak dilakukan perhitungan statistik. Nilai simpangan baku rasio diameter ini sebesar 0,06. Semakin kecil nilai simpangan baku menunjukkan semakin baik ketelitian hasil dugaan persamaannya. Dari nilai ini dapat diketahui bahwa pertumbuhan diameter setiap ketinggian 2 meter memiliki pola pertumbuhan yang konstan dari tahun ketahun. Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya Hubungan antara dimensi pohon dengan dimensi pohon yang lainnya dapat diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Dalam koefisien korelasi yang diperhatikan adalah apakah antara dua peubah saling berubah bersamaan tidak menyatakan bahwa satu peubah sebagai fungsi dari peubah yang lain. Dalam analisis ini yang diduga adalah derajat peubah-peubah tersebut berubah bersamaan. Matriks hasil analisis korelasi antara dimensi pohon dapat dilihat pada Lampiran 3.

40 27 Dari Lampiran 3 dapat diketahui secara berurutan keeratan hubungan diameter pangkal dengan dimensi lainnya berdasarkan tinggi nilai korelasinya adalah diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Hal ini menjelaskan bahwa setiap peningkatan diameter pangkal akan diikuti oleh peningkatan dimensi pohon lainnya. Hubungan keeratan diameter setinggi dada dengan dimensi lainnya secara berurutan berdasarkan tinggi nilai korelasinya adalah diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Nilai ini juga menunjukan bahwa setiap peningkatan diameter setinggi dada akan diikuti oleh peningkatan dimensi pohon lainnya. Untuk hubungan antara diameter dengan diameter yang lain menunjukan nilai korelasi yang tinggi. Nilai ini menunjukan bahwa setiap peningkatan diameter akan diikuti oleh peningkatan diameter yang lain. Hubungan antara tinggi total pohon dengan diameter yang paling erat berdasarkan nilai korelasinya adalah hubungan antara tinggi total dengan diameter setinggi dada dan diameter pangkal yaitu sebesar 0,662 dan 0,646. Nilai ini menunjukan bahwa setiap peningkatan diameter setinggi dada dan diameter pangkal akan diikuti oleh peningkatan tinggi total pohon. Informasi mengenai koefisien korelasi ini sangat dibutuhkan untuk mempermudah dalam menggambarkan karaktersitik biometrik pohon belian. Dengan mengetahui hubungan antar dimensi pohon, maka akan didapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon belian. Penyusunan Persamaan Regresi Penyusunan persamaan regresi ini bertujuan untuk mengetahui apakah dimensi yang satu dapat menjelaskan dimensi yang lain. Misalnya untuk mengetahui tinggi suatu pohon cukup dengan mengetahui diameter setinggi dada pohon yang diukur. Hubungan yang dinyatakan dalam persamaan regresi ini adalah hubungan biasa bukan merupakan hubungan sebab akibat yang lebih kepada penelitian yang bersifat eksperimen, peubah bebas dalam persamaan regresi ini hanya untuk menjelaskan pebuah tak bebasnya tanpa mengetahui hubungannya seperti apa.

41 28 Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada No Persamaan R-sq R-sq(adj) s Nilai-p F-hit 1 T tot = 14,8 + 21,7 Dbh 43,9 43,2 2,732 0,000 63,35** 2 T bc = 5, ,6 Dbh 20,7 19,7 2,310 0,000 21,13** 3 Dp = 0, ,06 Dbh 99,2 99,1 0,011 0, ,88** 4 Dbc = - 0, ,824 Dbh 91,3 91,2 0,028 0, ,70** 5 D Tajuk = 4, ,5 Dbh 67,7 67,3 1,344 0, ,05** F (0,05) = 3,97 F (0,01) = 6,99 ** = Sangat nyata Dari hasil analisis persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang dapat dilihat bahwa model terbaik yang dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada adalah diameter pangkal. Hal ini dapat dilihat dari nilai statistik, dimana persamaan ke-3 memiliki nilai koefisien determinasi (R-sq dan R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan persamaan lainnya. Selain nilai koefisien determinasi, nilai simpangan baku (s) juga dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat ketelitian hasil dugaan suatu persamaan. Persamaan ke-3 memiliki nilai simpangan baku sebesar 0,011. Nilai ini dapat dikatakan sangat baik karena nilainya mendekati nol dan berarti persamaan ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi. Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dapat dilihat bahwa persamaan yang dibuat dapat diandalkan karena memiliki nilai-p dibawah 5% yaitu 0,000. Nilai-p ini dapat menggambarkan tingkat ketepatan sebuah model dan nilai ini dapat dikatakan baik apabila nilainya mendekati nol. Keberartian sebuah persamaan regresi yang merupakan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas dapat diketahui dari uji statistik F dengan membandingkan nilai F-hitung terhadap nilai F-tabel. Dari Tabel ke-6 diketahui bahwa semua persamaan memiliki nilai F-hit yang lebih besar dari pada F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menunjukan bahwa diameter setinggi dada

42 29 berpengaruh sangat nyata untuk menduga nilai diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter tajuk, tinggi total dan tinggi bebas cabang pada masingmasing persamaan yang diuji. Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter pangkal dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal No Persamaan R-sq R-sq(adj) s Nilai-p F-hit 1 T tot = 14,9 + 19,8 Dp 40,7 41,0 2,784 0,000 58,01** 2 T bc = 5,05 + 9,81 Dp 20,3 19,3 2,316 0,000 20,58** 3 Dbh = - 0, ,931 Dp 99,2 99,1 0,010 0, ,88** 4 Dbc = - 0, ,766 Dp 90,1 90,0 0,030 0, ,84** 5 D Tajuk = 4, ,1 Dp 65,4 94,9 1,392 0, ,93** F (0,05) = 3,97 F (0,01) = 6,99 ** = Sangat nyata Dari hasil analisis persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas diameter pangkal dapat diketahui bahwa model persamaan terbaik yang dapat dijelaskan diameter pangkal adalah persamaan ke-3. Hal ini dapat diketahui bahwa nilai R-sq dan R-sq(adj) persamaan ke-3 lebih besar dari persamaan yang lainnya yaitu sebesar 99,2 dan 99,1. Berdasarkan nilai simpangan baku (s), persamaan yang memiliki ketelitian tinggi terdapat pada persamaan ke-3 yaitu sebesar 0,010. Nilai ini dapat dikatakan sangat baik karena nilainya mendekati nol dan berarti persamaan ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi dibandingkan persamaan yang lainnya. Dari Tabel 7 juga dapat diketahui bahwna nilai-p dari semua persamaan memiliki nilai yang sangat rendah yaitu 0,000. Nilai-p dapat menggambarkan tingkat ketepatan sebuah model dan dikatakan baik jika nilainya mendekati nol. Berdasarkan nilai F-hit dapat dilihat bahwa semua persamaan pada Tabel 7 memiliki nilai F-hit lebih besar dari pada F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menunjukan bahwa diameter pangkal berpengaruh sangat nyata untuk

43 30 menduga nilai diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang No Persamaan R-sq R-sq(adj) s Nilai-p F-hit 1 T tot = 16,4 + 20,4 Dbc 28,8 28,0 3,076 0,000 32,83** 2 T bc = 6,59 + 5,85 Dbc 4,7 3,5 2,532 0,049 3,98* 3 Dp = 0, ,18 Dbc 90,1 90,0 0,037 0, ,84** 4 Dbh = 0, ,11 Dbc 91,3 91,2 0,033 0, ,70** 5 D Tajuk = 5, ,5 Dbc 69,3 68,9 1,310 0, ,97** F (0,05) = 3,97 F (0,01) = 6,99 ** = Sangat nyata * = Nyata Dari hasil analisis persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang dapat diketahui bahwa model persamaan terbaik yang dapat dijelaskan oleh diameter bebas cabang adalah persamaan ke-4. Hal ini dapat dilihat dari nilai statistik, dimana persamaan ke-4 memiliki nilai koefisien determinasi (R-sq dan R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan persamaan lainnya. Nilai koefisien determinasi ini dapat menggambarkan tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya. Selain nilai koefisien determinasi, nilai simpangan baku (s) dan nilai-p juga dapat digunakan untuk melihat kelayakan atau keterandalan suatu model. Nilai simpangan baku dapat menggambarkan ketelitian hasil dugaan suatu persamaan. Persamaan ke-4 memiliki nilai simpangan baku sebesar 0,033, nilai ini dapat dikatakan sangat baik karena memiliki nilai yang sangat rendah yaitu mendekati nol dan berarti persamaan ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi. Sedangkan nilai-p dari persamaan ke-4 adalah sebesar 0,000. Nilai-p ini menggambarkan tingkat ketepatan sebuah model dan sebuah model dapat dikatakan sangat baik apabila nilainya mendekati nol.

44 31 Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa semua persamaan memiliki nilai F- hitung yang lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5% kecuali pada persamaan ke-2 yang memiliki nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 5%. Hal ini menunjukan bahwa diameter bebas cabang berpengaruh nyata terhadap tinggi bebas cabang dan berpengaruh sangat nyata terhadap diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter tajuk, dan tinggi total. Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter tajuk dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk No Persamaan R-sq R-sq(adj) S Nilai-p F-hit 1 T tot = 11,7 + 0,952 D Tajuk 38,1 37,4 2,869 0,000 49,91** 2 T bc = 4,35 + 0,373 D Tajuk 11,6 10,5 2,439 0,002 10,60** 3 Dp = - 0, ,0407 D Tajuk 65,4 64,9 0,070 0, ,93** 4 Dbh = - 0, ,0387 D Tajuk 67,7 67,3 0,063 0, ,05** 5 Dbc = - 0, ,0338 D Tajuk 69,3 68,9 0,532 0, ,97** F (0,05) = 3,97 F (0,01) = 6,99 ** = Sangat nyata Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa model persamaan regresi yang terbaik adalah persamaan ke-5 karena memiliki nilai R-sq dan R-sq(adj) yang lebih besar dibandingkan dengan persamaan lainnya. Persamaan ke-5 tersebut memiliki memiliki nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 69,3% dan koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) sebesar 68,9%. Nilai ini cukup tinggi, dimana semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin baik persamaan tersebut dalam menerangkan datanya. Untuk melihat ketelitian dan keterandalan persamaan yang dapat diduga oleh peubah bebas diameter tajuk dapat dilihat dari nilai simpangan baku (s) dan nilai-p. Nilai ini dapat dikatakan baik jika nilainya mendekati nol. Dari ke-5 persamaan diatas dapat dilihat bahwa persamaan yang memiliki nilai simpangan baku dan nilai-p yang terkecil adalah persamaan ke-4 yaitu sebesar 0,063 dan

45 32 0,000. Nilai simpangan baku dari persamaan ke-5 juga bernilai kecil atau mendekati nol, jadi persamaan ini dapat dikatakan baik. Dari nilai F-hitung pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa semua persamaan regresi yang diduga oleh peubah bebas diameter tajuk memiliki nilai yang lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menunjukan bahwa peubah bebas diameter tajuk berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Peubah-peubah bebas yang digunakan hanya menggunakan diameter, karena diameter lebih mudah diukur di lapangan dibandingkan dengan mengukur tinggi pohon. Persamaan-persamaan yang telah dianalisis dapat digunakan untuk menduga dimensi-dimensi pohon belian yang lainnya. Sehingga persamaanpersamaan ini dapat digunakan untuk menggambarkan karaktersitik biometrik pohon belian di Kabupaten Sanggau. Penyusunan Persamaan Taper Dalam pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya, dikatakan bahwa taper pohon adalah keadaan pohon yang diameternya semakin mengecil dari pangkal pohon sampai keujungnya. Taper/bentuk batang adalah resultan dimensi pohon yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan tinggi dan diameter pohon. (Chapmen dan Meyer, 1949). Persamaan taper ini dibuat untuk mengetahui bentuk hubungan antara diameter dengan ketinggian dari permukaan tanah, artinya dengan persamaan ini, kita akan tahu nilai diameter disetiap ketinggian. Dengan begitu, kita akan dapat menggambarkan bentuk batang pohon belian. Pada penelitian ini, ada enam persamaan taper yang akan dianalisis dengan menggunakan seluruh data diameter relatif sebagai peubah tak bebas dan tinggi relatif sebagai peubah bebas. Dari keenam persamaan ini akan dipilih satu persamaan terbaik yang akan digunakan sebagai salah satu persamaan yang menggambarkan karaktersitik biometrik pohon belian. Untuk menentukan persamaan terbaik dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R-sq), koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)), simpangan baku (s), nilai-p, dan F-hitung.

46 33 Hasil analisis persamaan regresi dari enam persamaan taper umum dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persamaan taper umum pohon belian di Kabupaten Sanggau No Persamaan R-sq Rsq(adj) S Nilai-p F-hit 1 d/d = 1,01-0,296 h/h 50,4 50,2 0,085 0, ,26** 2 d/d = 1,07-0,544 h/h + 0,196 (h/h)^2 51,5 51,2 0,084 0, ,58** 3 d/d = 0,999-0,081 h/h - 0,512 (h/h) 2 + 0,321 (h/h) 3 53,8 53,3 0,082 0, ,54** 4 (d/d) 2 = 0,997-0,480 h/h 53,0 52,9 0,130 0, ,84** 5 (d/d) 2 = 1,12-0,970 h/h + 0,389 (h/h) 2 54,9 54,5 0,128 0, ,78** 6 (d/d) 2 = 1,01-0,277 h/h - 0,673 (h/h) 2 + 0,481 (h/h) 3 56,9 56,5 0,125 0, ,65** F (0,05)(1,292) = 3,87 F (0,05)(2,291) = 3,03 F (0,05)(3,290) = 2,64 F (0,01)(1,292) = 6,72 F (0,01)(2,291) = 4,68 F (0,01)(3,290) = 3,85 ** = sangat nyata Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa yang memiliki persamaan terbaik adalah persamaan ke-6. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi dan koefisien determinasi terkoreksi yang lebih besar jika dibandingkan dengan persamaan lainnya. Persamaan ke-6 tersebut memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 56,9% dan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 56,5%. Nilai koefisien determinasi menggambarkan tingkat ketelitian antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya, dimana semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin baik persamaan tersebut dalam menerangkan keragaman datanya. Untuk meihat kelayakan atau keterandalan suatu model dapat dilihat dari nilai simpangan baku (s) dan nilai-p. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa persamaan ke-6 memiliki nilai simpangan baku sebesar 0,125. Nilai ini dikatakan baik karena mendekati nol dan persamaan ini memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Sedangkan nilai-p dari persamaan ke-6 ini adalah sebesar 0,000. Nilai ini menggambarkan tingkat ketepatan suatu model untuk menduga dan nilai ini dikatakan baik apabila nilainya mendekati nol. Untuk mengetahui keberartian persamaan regresi perlu diketahui perbandingan antara F-hitung dengan F-tabel. Dari Tabel 10 dapat diketahui

47 34 bahwa semua persamaan taper umum memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menunjukan bahwa semua tinggi relatif pada masing-masing persamaan taper yang telah diuji berpengaruh sangat nyata untuk menduga nilai diameter relatif. Angka Bentuk Batang Rata-rata Angka bentuk batang pohon belian pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Angka bentuk batang absolut sebesar 0,69 2. Angka bentuk batang setinggi dada sebesar 0,80 Angka bentuk ini diperoleh dari rasio antara volume aktual dan volume silinder dari seluruh pohon contoh yang diukur. Angka bentuk ini dapat digunakan sebagai faktor koreksi dalam pendugaan volume pohon. Deskripsi statistik angka bentuk yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Deskripsi statistik angka bentuk batang pohon belian Angka bentuk n min-maks mean s Setinggi dada 83 0,46 0,99 0,80 0,10 Absolut 83 0,43 0,88 0,69 0,09 Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai simpangan baku dari kedua angka bentuk sangat kecil yaitu mendekati nol. Semakin kecil nilai simpangan baku menunjukkan semakin baik ketelitian hasil dugaan persamaannya. Angka bentuk pohon belian ini, yaitu dari tahun tanam 1985 sampai tahun tanam 1939 memiliki pola yang konstan. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai simpangan bakunya.

48 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karaktersitik biometrik pohon belian di Kabupaten Sanggau sebagai berikut : a. Rata-rata nilai rasio antara dimensi sebagai berikut : Dp / Dbh = 1,08 ; Dbc / Dbh = 0,73 ; Dbc / Dp = 0,68 ; T tajuk / T total = 0,62 ; Tbc / T total = 1,81. b. Korelasi tertinggi dari hubungan antara diameter dengan dimensi pohon lainnya yaitu pada korelasi antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal pohon sebesar c. Persamaan regresi terbaik yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon, yaitu : 1) T tot = 14,8 + 21,7 Dbh dengan R-sq = 43,9%, R-sq(adj) = 43,2%, dan s = 2,732 2) Dp = 0, ,06 Dbh dengan R-sq = 99,2%, R-sq(adj) = 99,1%, dan s = 0,011 3) T tot = 14,9 + 19,8 Dp dengan R-sq = 40,7%, R-sq(adj) = 41,0%, dan s = 2,784 4) Dbh = - 0, ,931 Dp dengan R-sq = 99,2%, R-sq(adj) = 99,1% dan s = 0,010 5) T tot = 16,4 + 20,4 Dbc dengan R-sq = 28,8%, R-sq(adj) = 28,0%, dan s = 3,076 6) Dbh = 0, ,11 Dbc dengan R-sq = 91,3%, R-sq(adj) = 91,2%, dan s = 0,033 7) T tot = 11,7 + 0,952 D Tajuk dengan R-sq = 38,1%, R-sq(adj) = 37,4%, dan s = 2,869 8) Dbc = - 0, ,0338 D Tajuk dengan R-sq = 69,3%, R-sq(adj) = 68,9%, dan s = 0,532 d. Kurva taper terbaik yang dihasilkan berbentuk kuadratik dengan persamaan tapernya adalah (d/d) 2 = 1,01-0,277 h/h - 0,673 (h/h) 2 + 0,481 (h/h) 3 dengan nilai koefisien determinasi (R-sq) 56,9 %, koefisien

49 36 determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) 56,5 % dan nilai simpangan baku (s) 0,125. e. Angka bentuk dari pohon belian di Kabupaten Sanggau sebagai berikut : 1) F-absolut = 0,69 dengan nilai simpangan baku sebesar 0,09 2) F-setinggi dada = 0,80 dengan nilai simpangan baku sebesar 0,10 2. Sifat-sifat pohon tersebut (a s/d e) dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi jenis pohon belian berdasarkan dimensi pohon yang dapat diukur. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan tingkat umur agar data yang diambil lebih beragam dan perlu menambahkan data dimensi dan data fisiologi pohon belian yang lain agar karakteristik pohon belian yang dianalisis dapat menggambarkan pohon belian sebenarnya.

50 DAFTAR PUSTAKA Anonim Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Anonim Secure M-140: Alat Pintar untuk Kedisiplinan Karyawan. Advertorial : Wed, 19 may Belyea HC Forest Measurement. New York: John Wiley and Sons Inc. Bruce, D. dan F. X. Scumacher Forest mensuration. Mc Graw-Hill Book Company Inc. New York. Chapman, H. H. dan W. H. Meyer Forest mensuration. Mc Graw-Hill Book Company Inc. New York. Cochran, W. G Teknik Penarikan Sampel, Edisi Ketiga diterjemahkan oleh Rudiansyah. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Djamhuri, E., I. Hilwan, Istomo, dan I. Soerianegara Dendrologi. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Faizah, L. N Penyusunan dan Validasi Model Penduga Volume Batang Gmelina arborea Berdasarkan Integrasi Persamaan Taper (Studi Kasus di Areal HPHTI PT. Wanakasita Nusantara Jambi). Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan. Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Jakarta. Husch B Forest Mensuration and Statistics. New York: The Ronald Press Company. Husch B, CI Miller, TW Beers Forest Mensuration (Translated by H Simon). New York: The Ronald Press Company. Husch B, TW Beers, JA Kershaw Forest Mensuration. New Jersey: John Wiley and Sons Inc. Kostermans, A. J. G. H Lauraceae Nr 57. Balai Besar Penyelidikan Kehutanan. Bogor. Indonesia. Laasasenaho J Modelling Taper Curves and Stem Increment. Proceedings IUFRO p USA: West Virginia University. MacKinnon, K., G. Hatta, H. Halim, A. Mangalik The Ecology of Kalimantan. Dalhousse University. Canada. Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira, dan K. Kadir Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.Bogor. Masano Pengaruh Diameter Stum Terhadap Persentase Tumbuh dan Pertumbuhan Tanaman Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) di Komplek

51 38 Hutan Senami, Jambi. Buletin Penelitian Hutan No Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Pandit, K. N. dan Y. I. Mandang Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan PROSEA. Bogor. Partomihardjo Mengenal Pohon Ulin Yang Terancam Punah. Majalah Duta Rimba. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Prawira, S. A. dan I. G. M. Tantra Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Penting. Lembaga Penelitian Hutan. Departemen Pertanian. Bogor. Priasukmana, S. dan D. Syukur Dampak Sosial Ekonomi Dari Pemungutan dan Pengolahan Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) di Daerah Sungai Mahakam. Jurnal Penelitian Hutan Tropika Samarinda. Wanatrop Vol. 1, No. 1. Balai Penelitian Kehutanan. Samarinda. Richards, P. W The Tropical Rain Forest An Ecological Study. Cambridge University Press. England. Samingan, T Tipe Tipe Vegetasi (Pengantar Dendrologi). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. IPB. Bogor. Sutisna, U., T. Kalima, dan Purnadjaja Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Yayasan Prosea. Bogor. Walpole, E.R Pengantar Statistik Edisi 3 (terjemahan). Gramedia. Jakarta.

52

53 40 Lampiran 1. Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon contoh Tahun tanam : 1939 No pohon Dp (cm) Dbh (cm) Dbc (cm) D tajuk (m) D ujung seksi Panjang di rata2 ni D (cm) Seksi (m) T total (m) Tbc (m) T tajuk (m) , , ,6 16, ,6 2 36,5 33,7 17,1 6,2 6, , ,4 6,3 2 28, , , , ,8 30,2 24,1 7,2 9, ,4 15,6 11,6 2 26, ,1 1, ,5 41,5 11,7 11, ,2 16,8 11, ,5 2, , ,6 16, ,3 16,7 15, ,3 6 37,7 36,9 25,2 10,6 12, , ,7 13,3 13,5 2 30, ,2 2, , , ,6 10, , , ,5 22,1 9,1 7, ,7 6,3 12,4 6,7 2 24, ,1 2,3 9 35, ,5 1 30, ,8 12, , , , , , ,2 15, ,7 2, ,4 35,3 22 9,2 7,1 1 33, ,9 6, , , ,2 16,7 8,2 8,1 1 24,

54 41 Lanjutan 3 16, ,9 30,9 18,3 10 8, ,5 10, , ,3 2, , , ,9 11, , , ,5 25, , ,7 11,3 10, , , ,9 27,6 23,2 10 9,5 1 27, ,7 16, ,2 2, ,1 33, ,5 1 31, , ,5 43, , ,5 13, , ,1 24, , ,2 8, ,5 2, , , ,9 16, ,2 2, , , , ,8 18,2 10, , ,7 21 9,3 8, ,6 8, , ,3 2, , ,5 1 35, ,8 12, , , , ,5 32,7 22, ,5 1 31, ,7 15,3

55 42 Lanjutan , ,7 2, , ,5 1 39, ,6 16, , ,1 2, ,5 40,2 35, , ,9 15, ,4 2, ,9 35, , ,4 35, ,5 1 34, ,9 16, , ,8 30,7 24, , ,9 12, ,1 2, ,2 37, , ,7 14, ,3 2, , , ,5 1 37, ,5 11, , , ,7 2, ,7 25,8 12,5 11, , ,7 10, , ,8 2, ,4 25, , ,5 14, , ,6 2, , ,5 1 29, ,4 15, , ,7 26, ,3 11,5 1 25, ,7 14,3 10, , ,7 34,8 13,4 12, ,8 14,2 11,

56 43 Lanjutan 3 37, ,8 2, , ,6 11,1 1 31, ,9 15,1 10, , , ,5 22, ,1 9, , ,8 13,2 9, , , ,9 41,8 35,9 14,2 12, , ,6 18,4 10, ,9 2, ,4 27, ,3 11, ,3 16,7 10,1 2 25, , , ,4 11, ,7 13,3 10, , ,7 Tahun tanam : 1985 No pohon Dp (cm) Dbh (cm) Dbc (cm) D tajuk (m) D ujung seksi Panjang di rata2 ni D (cm) Seksi T total (m) Tbc (m) T tajuk (m) 1 21,5 19,3 17, , ,8 11, ,4 2,8 2 20,2 17,3 14,2 8 7,5 1 16, ,5 9, ,2 2,5 3 24,6 21,1 16,3 7,4 7,8 1 20, ,9 11,1 8, ,3 2,9 4 27,5 24,6 17,3 9 8,5 1 24, ,5 12, , ,3 2,5 5 23,5 21, , ,8 15, , , ,7 16,7 11 9, ,8 12,2 7,3 2 16,7 2, ,6 11,5 8,2 7, ,9 13,1 7, , ,5 2,9

57 44 Lanjutan 8 16,8 14,7 10,5 7 6, , ,9 12,1 5, ,9 9 12,3 11,2 8,1 7 6, , ,7 10,3 6,9 2 8,1 2, , ,5 1 22, ,7 12, , , ,5 8,2 7,6 1 15, ,2 12, ,5 2, ,6 13,7 9, , ,8 10, , ,1 2, ,5 21,5 17,6 8 8,5 1 21, ,6 13, ,6 2, ,8 18,7 14,1 8,1 8, , ,3 9, ,1 2, ,1 19, , ,8 10, , , , , ,7 10, , , , ,5 7 6, ,9 8, ,5 2, ,6 11,5 7 6, , ,8 12,2 7,1 2 9, , ,3 15,2 10,8 6 6,5 1 14, , , ,2 7, , ,9 11,1 7,1 2 8, , ,4 8 7,5 1 12, ,7 12, , ,4 2,7 22 8,8 8,3 7,6 6 5,5 1 8, ,9 9, ,6 2, ,6 12 7,3 7 6,5 1 11, ,2 10, , ,3 2, ,5 7, , ,9 11, ,1 2, ,7 18, , , ,2 2

58 45 Lanjutan 3 14, , , ,5 15,1 10,7 8 7,5 1 14, , ,7 2, ,8 10, , , , ,4 2,7 28 9,5 8,5 7,2 6 5,5 1 8, ,7 10, ,2 2, ,5 8,9 6 5,5 1 9, ,8 8, ,9 1, , , , ,6 8, ,2 2, ,1 10 8,1 7 6,5 1 9, ,3 9, ,1 2, ,1 12,7 9,8 7,1 7, , ,4 12, , ,8 2, ,9 8, , ,5 15,5 9,9 6 6,5 1 14, ,3 13, ,6 2, ,2 10 7,6 6 5,5 1 9, ,1 14, ,6 2, ,6 15,4 11,7 7 6, ,9 14,1 6,8 2 13, ,7 2, ,6 21 9,3 9 8,6 1 16, ,2 2 14, , , , ,5 1 16, ,6 14, , , , ,7 9, , , , ,5 1 8, ,5 14,7 10 7,2 6,7 1 14, ,3 12,7 6, ,3

59 46 Lanjutan 42 14,4 14,3 10,3 7 6, ,9 13,1 6, ,3 2,9

60 47 Lampiran 2 Korelasi data dan model umum dimensi pohon Correlations: Dp (m); Dbh (m); Dbc (m); D Tajuk (m); T tot (m); T bc (m) Dp (m) Dbh (m) Dbc (m) D Tajuk T tot (m Dbh (m) 0,996 0,000 Dbc (m) 0,949 0,955 0,000 0,000 D Tajuk 0,809 0,823 0,833 0,000 0,000 0,000 T tot (m 0,646 0,662 0,537 0,617 0,000 0,000 0,000 0,000 T bc (m) 0,450 0,455 0,216 0,340 0,709 0,000 0,000 0,049 0,002 0,000 Cell Contents: Pearson correlation P-Value Regression Analysis: T tot (m) versus Dbh (m) The regression equation is T tot (m) = 14,8 + 21,7 Dbh (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 14,8235 0, ,00 0,000 Dbh (m) 21,700 2,726 7,96 0,000 S = 2,732 R-Sq = 43,9% R-Sq(adj) = 43,2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 472,81 472,81 63,35 0,000 Residual Error ,50 7,46 Total ,30 Regression Analysis: T bc (m) versus Dbh (m) The regression equation is T bc (m) = 5, ,6 Dbh (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 5,0417 0,6267 8,05 0,000 Dbh (m) 10,596 2,305 4,60 0,000 S = 2,310 R-Sq = 20,7% R-Sq(adj) = 19,7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 112,74 112,74 21,13 0,000 Residual Error ,20 5,34 Total ,93

61 48 Regression Analysis: Dp (m) versus Dbh (m) The regression equation is Dp (m) = 0, ,06 Dbh (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 0, , ,17 0,244 Dbh (m) 1, , ,27 0,000 S = 0,01097 R-Sq = 99,2% R-Sq(adj) = 99,1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1,1380 1, ,88 0,000 Residual Error 81 0,0097 0,0001 Total 82 1,1477 Regression Analysis: Dbc (m) versus Dbh (m) The regression equation is Dbc (m) = - 0, ,824 Dbh (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,54 0,013 Dbh (m) 0, , ,12 0,000 S = 0,02836 R-Sq = 91,3% R-Sq(adj) = 91,2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,70 0,000 Residual Error 81 0, ,00080 Total 82 0,74671 Regression Analysis: D Tajuk (m) versus Dbh (m) The regression equation is D Tajuk (m) = 4, ,5 Dbh (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 4,5580 0, ,50 0,000 Dbh (m) 17,488 1,341 13,04 0,000 S = 1,344 R-Sq = 67,7% R-Sq(adj) = 67,3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 307,07 307,07 170,05 0,000 Residual Error ,26 1,81 Total ,33 Regression Analysis: T tot (m) versus Dp (m) The regression equation is T tot (m) = 14,9 + 19,8 Dp (m)

62 49 Predictor Coef SE Coef T P Constant 14,9112 0, ,60 0,000 Dp (m) 19,791 2,599 7,62 0,000 S = 2,784 R-Sq = 41,7% R-Sq(adj) = 41,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 449,55 449,55 58,01 0,000 Residual Error ,76 7,75 Total ,30 Regression Analysis: T bc (m) versus Dp (m) The regression equation is T bc (m) = 5,05 + 9,81 Dp (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 5,0460 0,6330 7,97 0,000 Dp (m) 9,808 2,162 4,54 0,000 S = 2,316 R-Sq = 20,3% R-Sq(adj) = 19,3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 110,40 110,40 20,58 0,000 Residual Error ,53 5,36 Total ,93 Regression Analysis: Dbh (m) versus Dp (m) The regression equation is Dbh (m) = - 0, ,931 Dp (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,41 0,685 Dp (m) 0, , ,27 0,000 S = 0,01026 R-Sq = 99,2% R-Sq(adj) = 99,1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,88 0,000 Residual Error 81 0, ,00011 Total 82 1,00402 Regression Analysis: Dbc (m) versus Dp (m) The regression equation is Dbc (m) = - 0, ,766 Dp (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,44 0,017 Dp (m) 0, , ,22 0,000 S = 0,03014 R-Sq = 90,1% R-Sq(adj) = 90,0% Analysis of Variance

63 50 Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,84 0,000 Residual Error 81 0, ,00091 Total 82 0,74671 Regression Analysis: D Tajuk (m) versus Dp (m) The regression equation is D Tajuk (m) = 4, ,1 Dp (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 4,5966 0, ,08 0,000 Dp (m) 16,069 1,299 12,37 0,000 S = 1,392 R-Sq = 65,4% R-Sq(adj) = 64,9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 296,36 296,36 152,93 0,000 Residual Error ,97 1,94 Total ,33 Regression Analysis: T tot (m) versus Dbc (m) The regression equation is T tot (m) = 16,4 + 20,4 Dbc (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 16,4394 0, ,19 0,000 Dbc (m) 20,397 3,560 5,73 0,000 S = 3,076 R-Sq = 28,8% R-Sq(adj) = 28,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 310,67 310,67 32,83 0,000 Residual Error ,63 9,46 Total ,30 Regression Analysis: T bc (m) versus Dbc (m) The regression equation is T bc (m) = 6,59 + 5,85 Dbc (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 6,5930 0, ,81 0,000 Dbc (m) 5,846 2,930 1,99 0,049 S = 2,532 R-Sq = 4,7% R-Sq(adj) = 3,5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 25,516 25,516 3,98 0,049 Residual Error ,416 6,413 Total ,932

64 51 Regression Analysis: Dp (m) versus Dbc (m) The regression equation is Dp (m) = 0, ,18 Dbc (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 0, , ,56 0,000 Dbc (m) 1, , ,22 0,000 S = 0,03737 R-Sq = 90,1% R-Sq(adj) = 90,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1,0346 1, ,84 0,000 Residual Error 81 0,1131 0,0014 Total 82 1,1477 Regression Analysis: Dbh (m) versus Dbc (m) The regression equation is Dbh (m) = 0, ,11 Dbc (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 0, , ,48 0,000 Dbc (m) 1, , ,12 0,000 S = 0,03288 R-Sq = 91,3% R-Sq(adj) = 91,2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,70 0,000 Residual Error 81 0, ,00108 Total 82 1,00402 Regression Analysis: D Tajuk (m) versus Dbc (m) The regression equation is D Tajuk (m) = 5, ,5 Dbc (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 5,1052 0, ,17 0,000 Dbc (m) 20,514 1,517 13,53 0,000 S = 1,310 R-Sq = 69,3% R-Sq(adj) = 68,9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 314,23 314,23 182,97 0,000 Residual Error ,10 1,72 Total ,33 Regression Analysis: T tot (m) versus D Tajuk (m) The regression equation is T tot (m) = 11,7 + 0,952 D Tajuk (m)

65 52 Predictor Coef SE Coef T P Constant 11,742 1,241 9,47 0,000 D Tajuk 0,9518 0,1347 7,06 0,000 S = 2,869 R-Sq = 38,1% R-Sq(adj) = 37,4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 410,71 410,71 49,91 0,000 Residual Error ,60 8,23 Total ,30 Regression Analysis: T bc (m) versus D Tajuk (m) The regression equation is T bc (m) = 4,35 + 0,373 D Tajuk (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant 4,355 1,055 4,13 0,000 D Tajuk 0,3729 0,1146 3,26 0,002 S = 2,439 R-Sq = 11,6% R-Sq(adj) = 10,5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 63,052 63,052 10,60 0,002 Residual Error ,880 5,949 Total ,932 Regression Analysis: Dp (m) versus D Tajuk (m) The regression equation is Dp (m) = - 0, ,0407 D Tajuk (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,11 0,003 D Tajuk 0, , ,37 0,000 S = 0,07004 R-Sq = 65,4% R-Sq(adj) = 64,9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,93 0,000 Residual Error 81 0, ,00491 Total 82 1,14772 Regression Analysis: Dbh (m) versus D Tajuk (m) The regression equation is Dbh (m) = - 0, ,0387 D Tajuk (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,52 0,001 D Tajuk 0, , ,04 0,000 S = 0,06324 R-Sq = 67,7% R-Sq(adj) = 67,3% Analysis of Variance

66 53 Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,05 0,000 Residual Error 81 0, ,00400 Total 82 1,00402 Regression Analysis: Dbc (m) versus D Tajuk (m) The regression equation is Dbc (m) = - 0, ,0338 D Tajuk (m) Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,03 0,000 D Tajuk 0, , ,53 0,000 S = 0,05319 R-Sq = 69,3% R-Sq(adj) = 68,9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,97 0,000 Residual Error 81 0, ,00283 Total 82 0,74671

67 54 Lampiran 3. Korelasi data dan model umum persamaan taper Regression Analysis: d/d versus h/h The regression equation is d/d = 1,01-0,296 h/h Predictor Coef SE Coef T P Constant 1, , ,91 0,000 h/h -0, , ,21 0,000 S = 0,08479 R-Sq = 50,4% R-Sq(adj) = 50,2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2,1300 2, ,26 0,000 Residual Error 292 2,0994 0,0072 Total 293 4,2294 Regression Analysis: d/d versus h/h; (h/h)^2 The regression equation is d/d = 1,07-0,544 h/h + 0,196 (h/h)^2 Predictor Coef SE Coef T P Constant 1, , ,93 0,000 h/h -0, , ,68 0,000 (h/h)^2 0, , ,63 0,009 S = 0,08395 R-Sq = 51,5% R-Sq(adj) = 51,2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 2,1787 1, ,58 0,000 Residual Error 291 2,0507 0,0070 Total 293 4,2294 Regression Analysis: d/d versus h/h; (h/h)^2; (h/h)^3 The regression equation is d/d = 0,999-0,081 h/h - 0,512 (h/h)^2 + 0,321 (h/h)^3 Predictor Coef SE Coef T P Constant 0, , ,98 0,000 h/h -0,0806 0,1541-0,52 0,601 (h/h)^2-0,5119 0,2009-2,55 0,011 (h/h)^3 0, , ,78 0,000 S = 0,08209 R-Sq = 53,8% R-Sq(adj) = 53,3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 2, , ,54 0,000 Residual Error 290 1, ,00674 Total 293 4,22937

68 55 Regression Analysis: (d/d)^2 versus h/h The regression equation is (d/d)^2 = 0,997-0,480 h/h Predictor Coef SE Coef T P Constant 0, , ,78 0,000 h/h -0, , ,16 0,000 S = 0,1303 R-Sq = 53,0% R-Sq(adj) = 52,9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 5,5985 5, ,84 0,000 Residual Error 292 4,9563 0,0170 Total ,5549 Regression Analysis: (d/d)^2 versus h/h; (h/h)^2 The regression equation is (d/d)^2 = 1,12-0,970 h/h + 0,389 (h/h)^2 Predictor Coef SE Coef T P Constant 1, , ,02 0,000 h/h -0,9704 0,1460-6,65 0,000 (h/h)^2 0,3885 0,1137 3,42 0,001 S = 0,1280 R-Sq = 54,9% R-Sq(adj) = 54,5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 5,7897 2, ,78 0,000 Residual Error 291 4,7651 0,0164 Total ,5549 Regression Analysis: (d/d)^2 versus h/h; (h/h)^2; (h/h)^3 The regression equation is (d/d)^2 = 1,01-0,277 h/h - 0,673 (h/h)^2 + 0,481 (h/h)^3 Predictor Coef SE Coef T P Constant 1, , ,51 0,000 h/h -0,2766 0,2351-1,18 0,240 (h/h)^2-0,6726 0,3065-2,19 0,029 (h/h)^3 0,4811 0,1295 3,72 0,000 S = 0,1252 R-Sq = 56,9% R-Sq(adj) = 56,5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 6,0063 2, ,65 0,000 Residual Error 290 4,5486 0,0157 Total ,5549

69 56 Lampiran 4. Hasil perhitungan rasio dimensi pohon No Pohon dp/dbh dbc/dbh dbc/dp Ttaj/Ttot Ttaj/Tbc 1 1,114 0,902 0,809 0,700 2, ,168 0,821 0,703 0,679 2, ,166 0,773 0,663 0,617 1, ,118 0,703 0,629 0,543 1, ,093 0,744 0,681 0,691 2, ,123 0,893 0,795 0,718 2, ,075 0,618 0,575 0,595 1, ,143 0,714 0,625 0,712 2, ,098 0,723 0,659 0,687 2, ,030 0,783 0,759 0,647 1, ,075 0,656 0,610 0,610 1, ,066 0,664 0,623 0,600 1, ,047 0,819 0,782 0,670 2, ,166 0,754 0,647 0,606 1, ,077 0,663 0,616 0,537 1, ,100 0,688 0,625 0,606 1, ,100 0,833 0,758 0,623 1, ,096 0,609 0,556 0,642 1, ,007 0,711 0,706 0,611 1, ,118 0,545 0,488 0,617 1, ,077 0,723 0,671 0,647 1, ,060 0,916 0,864 0,650 1, ,300 0,608 0,468 0,635 1, ,048 0,676 0,645 0,694 2, ,059 0,538 0,508 0,545 1, ,093 0,709 0,648 0,650 1, ,100 0,525 0,578 0,522 1, ,118 0,847 0,758 0,687 2, ,048 0,848 0,809 0,683 2, ,050 0,871 0,830 0,646 1, ,110 0,810 0,730 0,693 2, ,031 0,772 0,748 0,663 1, ,074 0,584 0,544 0,579 1, ,129 0,639 0,566 0,761 3, ,020 0,760 0,745 0,784 3, ,013 0,760 0,750 0,671 2, ,029 0,443 0,431 0,583 1, ,075 0,550 0,512 0,626 1, ,092 0,612 0,561 0,600 1, ,034 0,805 0,778 0,688 2, ,054 0,680 0,645 0,668 2, ,007 0,720 0,715 0,655 1, ,065 0,926 0,870 0,820 4, ,083 0,507 0,468 0,487 0, ,152 0,798 0,693 0,743 2, ,064 0,761 0,716 0,672 2, ,076 0,852 0,792 0,726 2, ,022 0,683 0,668 0,605 1,529

70 57 Lanjutan 49 1,096 0,685 0,625 0,547 1, ,091 0,804 0,737 0,663 1, ,119 0,563 0,503 0,488 0, ,140 0,790 0,693 0,718 2, ,088 0,623 0,573 0,321 0, ,107 0,637 0,576 0,563 1, ,129 0,592 0,524 0,500 1, ,134 0,747 0,659 0,505 1, ,062 0,656 0,618 0,471 0, ,120 0,841 0,751 0,709 2, ,111 0,778 0,701 0,632 1, ,079 0,928 0,860 0,750 3, ,059 0,763 0,721 0,518 1, ,074 0,909 0,846 0,700 2, ,039 0,801 0,771 0,728 2, ,120 0,588 0,525 0,365 0, ,087 0,625 0,575 0,452 0, ,055 0,694 0,658 0,546 1, ,075 0,803 0,747 0,607 1, ,082 0,881 0,814 0,686 2, ,006 0,756 0,752 0,609 1, ,054 0,845 0,802 0,700 2, ,036 0,785 0,758 0,576 1, ,042 0,863 0,829 0,622 1, ,023 0,743 0,726 0,523 1, ,101 0,789 0,717 0,542 1, ,080 0,790 0,731 0,630 1, ,047 0,767 0,732 0,650 1, ,158 0,755 0,651 0,681 2, ,077 0,815 0,757 0,617 1, ,055 0,788 0,747 0,629 1, ,138 0,536 0,471 0,508 1, ,050 0,859 0,818 0,681 2, ,058 0,827 0,782 0,726 2, ,033 0,760 0,735 0,554 1,243 Rata-rata 1,081 0,734 0,681 0,624 1,806

71 58 Lampiran 5. Ilustrasi dimensi pohon yang akan diukur Keterangan : H = Tinggi total (m) dp = Diameter pangkal (cm) h = Tinggi bebas cabang (m) dbh = Diameter setinggi dada (cm) ht = Tinggi tajuk (m) dbc = Diameter bebas cabang (cm) d = Diameter tajuk (cm) c = Panjang cabang (cm) b = Jarak antar cabang di batang (cm)

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat selama satu minggu pada bulan Februari. 3.2 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Sebaran Pohon Contoh Pohon contoh sebanyak 0 pohon dipilih secara purposive, yaitu pohon yang tumbuh normal dan sehat, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Sebaran Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling (pemilihan contoh terarah dengan pertimbangan tertentu) dengan memperhatikan sebaran diameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) 1. Tata nama P. merkusii Jungh et. De Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Agathis loranthifolia R. A. Salisbury 2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama Agathis loranthifolia R. A. Salisbury termasuk famili Araucariaceae dengan memiliki nama lokal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bubulan, Dander, Clebung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal hutan alam IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Sarintan Efratani Damanik Dosen Fakultas Pertanian Universitas Simalungun Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni AMRI LUTHFIE E

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni AMRI LUTHFIE E KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat AMRI LUTHFIE E14104022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia R.A. Salisbury di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia R.A. Salisbury di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia R.A. Salisbury di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah SHINTA DEWI WISNU WIJAYANTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pengambilan data pohon contoh ini dilakukan secara purposive sampling pada areal petak tebangan dan areal pembuatan jalan. Pengukuran dilakukan pada

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Statistik Pohon Contoh Pohon contoh terdiri atas 120 pohon. Setiap pohon contoh diukur diameter dan tinggi serta dihitung volume batangnya. Pohon contoh dibagi menjadi 2

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK 11/1/13 MAKALAH SEMINAR/EKSPOSE HASIL PENELITIAN TAHUN 13 BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK Oleh: Asef

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan (September-November 2009) di salah satu jalur hijau jalan Kota Bogor yaitu di jalan dr. Semeru (Lampiran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15 TABEL ISI POHON JENIS BINTANGUR (Callophyllum sp.) DI KPH SANGGAU, KALIMANTAN BARAT (Tree Volume Table of Bintangur (Callophyllum sp.) in the Forest District of Sanggau, West Kalimantan) Oleh/By: Sofwan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

PENGUKURAN TINGGI POHON 1) (Measurement the High of Trees)

PENGUKURAN TINGGI POHON 1) (Measurement the High of Trees) PENGUKURAN TINGGI POHON 1) (Measurement the High of Trees) MutiahMarhamah/E34130118 2) 1) Judul Makalah 2) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani yang mempunyai tanaman jati pada hutan rakyat di Desa Karanglayung, Desa Babakan Asem dan Desa Conggeang

Lebih terperinci

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir utara Kabupaten Brebes, yaitu di kawasan pertambakan Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba. Secara geografis letak

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Studi Daerah Irigasi Way Negara Ratu merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi Lampung yang dibangun pada tahun 1972 adapun

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN.

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. Dwi Nugroho Artiyanto E 24101029 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Eucalyptus di TPL Tanaman Eucalyptus sudah dikenal sejak abad 18 dan perkembangan pembangunan tanaman ini maju pesat pada tahun 1980 setelah kongres Kehutanan Sedunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam kelompok Alas Kusuma Group berdasarkan Surat Keputusan IUPHHK

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro dengan luas wilayah 50.145,4 ha, secara administratif seluruh wilayahnya berada di Daerah Tingkat II Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E14070061 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG

TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG ASPEK : SILVIKULTUR Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Dr. Tati Rostiwati Judul

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : 13-22 (1999) Artikel (Article) EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI (Shorea spp.) DI HAURBENTES BKPH JASINGA KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

KETELITIAN PENGUKURAN TINGGI POHON DENGAN MENGGUNAKAN HAGAMETER

KETELITIAN PENGUKURAN TINGGI POHON DENGAN MENGGUNAKAN HAGAMETER KETELITIAN PENGUKURAN TINGGI POHON DENGAN MENGGUNAKAN HAGAMETER Oleh : ZAINAL ABIDIN NIM. 090 500 162 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penentuan Volume Pohon Volume pohon dapat diperkirakan dari hubungan nyata antara dimensi pohon dan volume pohon tertentu. Diameter, tinggi, dan faktor bentuk merupakan peubah

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 308/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JAMBU BOL GONDANG MANIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 308/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JAMBU BOL GONDANG MANIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 308/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JAMBU BOL GONDANG MANIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci