MANAJEMEN STRESS BAGI PEKERJA KEMANUSIAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN STRESS BAGI PEKERJA KEMANUSIAAN"

Transkripsi

1 Save the Children, Indonesia Field Office MANAJEMEN STRESS BAGI PEKERJA KEMANUSIAAN Disusun Oleh: Nathanael Sumampouw & Ibnu Mundzir Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI

2 Daftar Isi 1. Mengenali Stres Sebagai Bagian dari Kehidupan 2 Reaksi Stres 3 Stres Tidak Selalu Berdampak Negatif 5 2. Pekerja Kemanusiaan: Situasi Sulit dan Tantangannya 8 Bekerja Sebagai Pekerja Kemanusiaan 8 Pekerja Kemanusiaan dan Kehidupan Pribadinya 11 Kejenuhan (Burn-out) 13 Stres atau Trauma Sekunder 16 Kelelahan Kepedulian (Compassion fatigue) Kita Punya Kendali terhadap Stres 19 Pentingnya Mengelola Masalah dan Kesulitan 19 Intervensi 1: Intervensi Terhadap Situasi Kehidupan 21 Intervensi 2: Intervensi Persepsi 24 Intervensi 3: Intervensi Respons Emosi 25 Intervensi 4: Intervensi Respons Fisik/Faali Memecahkan Masalah yang Dialami Pikiran atau Keyakinanku Mempengaruhiku 33 Proses Penciptaan Selalu Terjadi Dua Kali 33 Pengalaman Pemikiran Konsekuensi 34 Berhenti Berpikir 35 Positive Self Talk 36 Ketika Kegagalan Terus Dialami Relaksasi dan Olahraga untuk Meningkatkan Kesehatan Fisik dan 40 Mental Relaksasi 40 Olahraga Daftar Pustaka 46 1

3 Mengenali Stres Sebagai Bagian dari Kehidupan 1 Istilah stres sudah sejak lama kita gunakan dalam pembicaraan seharihari. Stres adalah suatu keadaan tidak nyaman pada seseorang karena adanya perubahan dalam diri atau lingkungan yang menuntut adanya penyesuaian. Seseorang dituntut untuk menyesuaikan diri karena keadaan stres membebani sumber daya orang tersebut dan mengganggu kesejahteraannya. Stres merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari perubahan yang terjadi di lingkungan maupun diri sendiri. Karenanya, setiap orang pasti pernah mengalami stres. Setiap orang memiliki pengalaman hidup yang unik. Karenanya, setiap orang sumber stres yang berbeda dari orang lain. Sumber stres seseorang sangatlah bervariasi. Sumber stres dapat berupa: 1. Stres yang bersifat ringan yang dapat bersumber dari kegiatan sehari-hari, misalnya harus bangun pagi dan berangat ke tempat kerja dengan terburuburu. 2. Stres yang berat yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi secara mendadak dan melampaui batas kesiapan seseorang, misalnya: kehilangan orang terdekat karena kecelakaan atau karena hilangnya harta benda karena bencana alam yang dahsyat. 3. Stres kumulatif yang disebabkan oleh keadaan tidak menyenangkan yang terjadi secara terus menerus sehingga akhirnya terasa sangat berat bebannya, seperti menderita suatu penyakit kronis atau hidup di daerah konflik bersenjata. Selain pengalaman negatif, pengalaman positif juga dapat menjadi sumber stres. Misalnya, seorang laki-laki yang baru saja menikah merasa khawatir apakah dirinya dapat menghidupi keluarganya setelah menikah. Seorang staf muda yang mendapatkan kenaikan jabatan mengatakan bahwa dirinya mengalami sulit tidur karena merasa enggan menjadi atasan dari senior-seniornya yang jauh lebih tua dan lebih berpengalaman dari dirinya. 1 Disusun oleh Nathanel Sumampow, Staf Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI 2

4 Reaksi Stres Sumber stres yang berbeda dapat menimbulkan reaksi atau penghayatan stres yang berbeda. Secara umum, reaksi stress dalam diri seseorang tampil dalam empat aspek yaitu: aspek fisik, aspek emosi, aspek pikiran dan aspek perilaku. 1. Aspek Fisik Reaksi fisik seseorang dalam menghadapi stress merupakan reaksi yang paling sulit dikendalikan. Reaksi fisik terjadi secara otomatis. Dalam menghadapi stress, reaksi fisik yang dialami seseorang tampil sebagai reaksi yang dapat diamati oleh orang lain maupun reaksi yang hanya dirasakan dan diketahui oleh seseorang yang mengalaminya. Contoh reaksi fisik adalah: peningkatan detak jantung, munculnya keringat, ketegangan pada otot, sakit kepala dan gangguan tidur. 2. Aspek Pikiran Aspek pikiran terdiri dari keadaan dan isi pikiran seseorang. Contoh keadaan pikiran yang dipengaruhi oleh stres adalah sulit berkonsentrasi atau terus menerus memikirkan masalahnya. Isi pikiran seseorang yang dipengaruhi oleh stres cenderung bersifat negatif, seperti pikiran bahwa dirinya tidak berguna lagi, pemikiran bahwa lebih baik mati daripada hidup namun menderita, atau pemikiran bahwa tidak ada lagi orang lain yang peduli terhadap dirinya. Isi pikiran seseorang ketika menghadapi stress sebenarnya dapat dikendalikan menjadi lebih baik atau diubah menjadi lebih positif. Isi pikiran yang lebih positif dapat membantu seseorang menghindari dampak stres yang lebih buruk. Hal ini akan dijelaskan pada bab khusus mengenai manajemen stres. 3. Aspek Emosi (Perasaan) Seseorang yang mengalami stres akan merasakan berbagai jenis emosi. Pada umumnya, emosi-emosi tersebut bersifat negatif seperti: sedih, marah, kecewa, bingung, gelisah, frustrasi, dan perasaan tidak berdaya. 4. Aspek Perilaku Reaksi dalam aspek perilaku merupakan reaksi stres yang paling jelas karena dapat diamati oleh orang lain. Orang lain dapat dengan mudah memberikan penilaian bahwa orang lain sedang stres karena orang tersebut menunjukkan perilaku yang berbeda dari biasanya ia lakukan. Reaksi stres dalam aspek perilaku ini sangat berkaitan dengan ketiga aspek lainnya. Misalnya: seseorang 3

5 anak usia sekolah yang ibunya meninggal merasakan kesedihan yang mendalam (aspek emosi) disertai dengan suhu badan yang tinggi (aspek fisik) dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (aspek perilaku). Perilaku yang ditampilkan dalam batas-batas tertentu merupakan suatu reaksi yang wajar sebagai respons terhadap stress. Suatu perilaku sebagai reaksi stress perlu diperhatikan lebih lanjut jika tampil pada seseorang secara berlebihan atau bahkan sebaliknya sangat minim. Sebagai contoh: jika anak yang ditinggal ibunya tersebut, berteriak/menjerit-jerit sambil membanting-banting barang yang dilihatnya (aktif) atau sebaliknya malah tidak mau berbicara pada siapapun, tidak mau melakukan kegiatan apapun (pasif). Gejala tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Sumber stress yang sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada orang yang berbeda. Tiap orang juga memiliki daya tahan yang berbeda dalam menghadapi stres. Terdapat 2 faktor utama yang melatarbelakangi hal tersebut, yaitu: faktor internal (dalam diri seseorang) dan faktor eksternal (dukungan sosial). 1. Faktor Internal: Karakteristik seseorang Karakteristik tersebut antara lain: usia, jender, status ekonomi dan tingkat pendidikan. Pengalaman stress sebelumnya Pengalaman seseorang menghadapi stress akan membantunya dalam menghadapi stress serupa di masa mendatang. Tipe kepribadian Terdapat suatu tipe kepribadian yang disebut dengan Tipe A. Tipe kepribadian ini terdiri dari sekumpulan sifat yang relatif menetap seperti dorongan untuk berkompetisi secara berlebihan, agresif, tidak sabar, selalu terburu-buru dan seringkali merasa cemas atau tidak aman. Orang dengan kepribadian tipe A beresiko tinggi menderita sakit seperti serangan jantung ketika mengalami stress. Pikiran Beberapa ahli berpandangan bahwa pikiran sangat menentukan dampak dari pengalaman sulit yang dialami. Contohnya, ada dua orang staf yang di-phk. Staf pertama berpikir bahwa tidak akan mampu memperoleh pekerjaan kembali untuk menghidupi keluarganya. Staf kedua berpikir bahwa ia akan 4

6 dapat mencoba pekerjaan baru. Dengan perbedaan pikiran tersebut, staf pertama akan cenderung menampilkan reaksi stres yang lebih parah dibandingkan staf kedua. dengan seseorang yang tidak berpikir demikian ketika mengalami hal yang sama. 2. Faktor Eksternal (Ada/tidaknya dukungan sosial) Dukungan sosial dapat membantu seseorang dalam menghadapi stress. Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah kehadiran orang lain (yang dianggap bermakna oleh orang yang mengalami stres) yang dapat memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam mengatasi stress. Sebagai contoh, pekerja kemanusiaan yang memiliki keluarga yang mendukung pekerjaannya akan lebih dapat menghadapi stress pekerjaannya dari pada staf yang keluarganya tidak mendukung. Kedua faktor ini (internal dan dukungan sosial) saling berinteraksi satu sama lainnya pada tiap seseorang dalam menampilkan reaksi/penghayatannya terhadap stress yang dialami. Stress Tidak Selalu Berdampak Negatif Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa stres tidak hanya bersumber dari pengalaman hidup yang negatif saja. Selain itu, stres yang dialami juga tidak selalu berdampak negatif berupa penderitaan atau kesusahan. Stres dapat menjadi motivator atau pendorong untuk mencapai keadaan yang lebih baik. Stres dapat berdampak positif. Stres yang berdampak positif ini dikenal dengan istilah eustres. Stres dalam bentuk yang positif ini dibutuhkan oleh tiap orang untuk pengembangan diri. Mengapa demikian? Berdasarkan hasil penelitian, stres dalam batas tertentu memungkinkan seseorang untuk menggunakan sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya (dalam diri maupun di luar diri, mis: orangorang disekelilingnya) secara optimal sehingga orang tersebut dapat menampilkan prestasi/pencapaian hasil yang baik. Stres dalam batas tertentu juga dapat meminimalkan resiko dialaminya suatu penyakit. (lihat grafik berikut ini) 5

7 Tinggi Tinggi Rentan Penyakit Prestasi Rendah Optimal Tinggi Rendah Optimal Tinggi Stres Stres Gambar 1: Stres Kerentanan penyakit Gambar 2: Stres Prestasi Hubungan stres dan penyakit seperti huruf U (gambar 1). Stress yang tinggi (diatas kadar optimal) membuat seseorang lebih mudah terkena penyakit. Sebaliknya, stres yang terlalu sedikit ternyata membuat seseorang lebih mudah terkena penyakit juga, contohnya adalah seseorang yang menyepelekan kondisi kesehatannya (tingkat stres rendah) cenderung kompromi terhadap perilakuperilaku yang tidak sehat, seperti: tidur larut malam, merokok berlebihan, dan lain lain. Ada kadar stres optimal yang berdampak pada kesehatan tubuh yang prima. Pada gambar 2, dalam batas tertentu (batas optimal), stres diperlukan untuk dapat meningkatkan prestasi. Ketika seseorang tidak merasakan stres atau tidak merasakan adanya tekanan dalam kehidupan, ia sulit untuk memacu dirinya untuk berprestasi atau menjadi lebih baik. Sebaliknya, ketika seseorang merasa terbebani karena stres yang sangat berat maka ia tidak berdaya. Contohnya adalah ketika seseorang akan menghadapi ujian. Seseorang yang merasa sangat cemas akan sulit untuk memusatkan konsentrasinya dalam belajar. Akibatnya, prestasinya rendah. Demikian pula ketika seseorang merasa tidak merasa cemas sama sekali atau bersikap santai terhadap ujian sehingga tidak mendorong dirinya untuk belajar. Prestasi yang rendah juga dialami. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah mengelola stres agar tidak menimbulkan dampak yang negatif. 6

8 Ingin bebas dari masalah dalam hidup? Sangatlah mudah. Jangan hidup! karena pada dasarnya masalah dalam hidup membantu kita mengembangkan diri (Andar Ismail) 7

9 Pekerja Kemanusiaan: Situasi Sulit & Tantangannya disusun oleh: Nathanael Sumampouw Bekerja Sebagai Seorang Pekerja Kemanusiaan Menjadi pekerja kemanusiaan terutama bekerja secara langsung di daerah pasca bencana alam atau konflik sosial dengan kondisi masyarakat yang mengalami situasi sulit bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Pekerja kemanusiaan seringkali mengeluhkan beban pekerjaannya yang dinilai sangat berat. Pekerjaan ini memiliki resiko untuk mengalami masalah psikologis yang cukup serius terutama mereka yang berhubungan secara langsung atau mendampingi masyarakat yang memerlukan bantuan. Terus-menerus berhadapan dengan orang-orang yang mengalami berbagai perasaan negatif seperti takut, cemas, sedih, marah, kecewa sebagai akibat dari suatu pengalaman traumatis seperti: bencana, merupakan suatu tekanan yang membebani pekerja kemanusiaan. Tuntutan masyarakat dampingan terhadap pekerja kemanusiaan untuk dapat selalu siap-sedia menyediakan kebutuhan masyarakat dampingan atau menyediakan layanan yang dibutuhkan terasa sangat membebani pekerja kemanusiaan. Dari sisi organisasi tempat bekerja, beban berat yang dirasakan pekerja kemanusiaan disebabkan oleh berbagai masalah peran. Masalah peran yang seringkali terjadi adalah: 1. Kelebihan beban kerja dari peran yang dimiliki (Role overload) Peran tertentu memiliki beban kerja yang lebih banyak sehingga pekerja kemanusiaan merasa memiliki begitu banyak tugas dalam waktu yang relatif singkat. 2. Kurang mampu menjalankan peran (Role insufficiency) Pekerja kemanusiaan merasa stres karena merasa kurang memiliki pengetahuan, keterampilan, pendidikan atau pengalaman yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaannya. 3. Ketidakjelasan peran (Role ambiguity) Pekerja kemanusiaan merasa bingung, tidak memperoleh kejelasan akan tugasnya karena tidak memahami apa yang diharapkan organisasi pada dirinya berkaitan dengan prioritas, visi dan misi organisasi. 8

10 4. Konflik peran (Role conflict) Pekerja kemanusiaan merasa bingung karena adanya standar ganda. Tiap supervisi/atasan berbeda kebijakan, permintaan/tuntutan. Beban pekerjaan yang berat juga dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan kerja, seperti: fasilitas kerja terbatas dan sarana dan perlengkapan kantor yang kurang memadai. Selain itu, kebijakan organisasi tempat bekerja juga seringkali dirasakan sebagai suatu beban bagi pekerja kemanusiaan, seperti: aturan kepegawaian (jam kerja, kebijakan cuti, sistem kerja, dan lain-lain) maupun budaya yang ada di organisasi (relasi antar pekerja, relasi dengan pimpinan, dan lain-lain) yang kurang memperhatikan kesejahteraan pekerjanya. Beban pekerjaan yang terasa berat selain disebabkan oleh tuntutan dari luar diri (organisasi maupun masyarakat dampingan) juga disebabkan oleh tuntutan yang dikembangkan oleh pekerja kemanusiaan itu sendiri. Disadari atau tidak, pekerja kemanusiaan seringkali mengembangkan tuntutan yang tinggi terhadap diri sendiri. Adanya keinginan yang berlebihan untuk memuaskan masyarakat yang didampingi atau tuntutan untuk selalu siap sedia, selalu berada bersama masyarakat dampingan selama 24 jam membantu masyarakat dampingan dalam kondisi apapun. Pekerja kemanusiaan juga seringkali menetapkan standar yang tinggi dalam kinerja pekerjaannya, seperti: harus selalu memenuhi permintaan masyarakat dampingan atau harus selalu menciptakan perubahan yang bermakna pada masyarakat yang didampinginya dalam suatu kurun waktu tertentu. Kenyataannya standar yang tinggi tersebut sangat sulit untuk diwujudkan. Standar tinggi yang dikembangkan oleh pekerja kemanusiaan terhadap pekerjaan mereka secara tidak langsung dipengaruhi oleh penilaian kebanyakan orang terhadap pekerja kemanusiaan. Pekerja kemanusiaan dianggap memiliki kualitas yang sangat luar biasa baiknya sehingga kuat secara emosi dan psikologis. Akibatnya muncul anggapan bahwa pekerja kemanusiaan tidak akan mengalami masalah meskipun bekerja di situasi yang tidak wajar dengan tugas yang mulia: memberikan layanan bagi masyarakat yang membutuhkan. Secara tidak langsung, ada suatu anggapan bahwa mereka yang memilih bekerja sebagai pekerja kemanusiaan merupakan manusia super. Seorang psikolog dan juga penulis buku tentang intervensi krisis dari Amerika Serikat mengatakan bahwa helping profession (pekerja kemanusiaan termasuk didalamnya) memang merupakan pekerjaan yang di satu sisi dinilai paling menantang namun disisi lain juga merupakan pekerjaan yang paling rentan mengalami stres. Oleh karena itu seorang pekerja kemanusiaan 9

11 perlu memperhatikan dengan baik kemampuannya dalam menghadapi berbagai situasi yang tidak menyenangkan dalam pekerjaannya tersebut. Perhatian terhadap pekerja kemanusiaan dan kebutuhan para pekerja kemanusiaan cenderung dianggap kurang penting dibandingkan dengan perhatian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dampingan para pekerja kemanusiaan. Anggapan bahwa kebutuhan para pekerja kemanusiaan kurang penting ini juga dianggap sebagai suatu kebenaran bagi pekerja kemanusiaan itu sendiri seperti pernyataan, Saya disini untuk membantu bukan untuk merepotkan! Memenuhi kebutuhan para pekerja kemanusiaan bukan berarti memberikan kebebasan untuk melakukan atau mendapatkan apapun yang diinginkannya. Hal yang utama dalam pemenuhan kebutuhan para pekerja kemanusiaan adalah menjaga kemampuan mereka agar dapat menjalankan pekerjaannya secara baik namun juga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia normal. Misalnya saja, ia tetap bisa memiliki waktu untuk beristirahat dengan baik dan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Usaha ini merupakan suatu bagian penting dari suatu layanan bantuan kemanusiaan. Bagi pekerja kemanusiaan, terasa lebih mudah untuk mengenali masalah atau beban masyarakat dampingan daripada masalah atau beban diri sendiri sebagai seorang pekerja kemanusiaan. Menyadari kelemahan diri sendiri sangatlah sulit. Seringkali pekerja kemanusiaan beranggapan bahwa merasakan perasaan negatif yang mendalam pada waktu melaksanakan tugasnya seperti: merasa takut, marah atau merasa tidak mampu akan nampak seperti tanda-tanda kelemahan diri yang dapat menimbulkan perasaan malu jika diketahui oleh orang lain terutama rekan sekerja dan masyarakat dampingan. Akibatnya, pekerja kemanusiaan seringkali memaksakan diri untuk menolong meskipun sebenarnya diri sendiri berada dalam kondisi yang perlu ditolong. Memang bagi para pekerja kemanusiaan lebih mudah untuk menempatkan diri sebagai penolong/pendamping daripada menyadari bahwa diri sendiri perlu bantuan/dukungan. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu dipahami oleh pekerja kemanusiaan maupun organisasi tempat pekerja kemanusiaan bekerja: 1. Dalam melaksanakan suatu pekerjaan kemanusiaan, siapapun dapat mengalami pengaruh maupun beban dari keadaan yang ada termasuk para pekerja kemanusiaan yang terlatih dan profesional. Oleh karena itu, stres yang dialami oleh seorang pekerja kemanusiaan merupakan hal yang manusiawi. 10

12 2. Berbagai perasaan, emosi, dan pikiran yang mengganggu dapat diatasi sehingga tidak berkembang menjadi masalah yang serius. Pekerja kemanusiaan perlu merawat dirinya untuk tetap sehat dan sejahtera sehingga dapat membantu masyarakat dan bukan malah menambah beban masyarakat. 3. Perhatian dari organisasi yang melaksanakan pekerjaan kemanusiaan terhadap para pekerjanya sama pentingnya dengan perhatian terhadap kelompok sasaran/masyarakat yang diberikan bantuan. Pekerja Kemanusiaan dan Kehidupan Pribadinya Selain mengenai tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan, pekerja kemanusiaan juga memiliki kehidupan pribadi yang sangat unik antara satu sama lain. Dalam kehidupan pribadinya, seorang pekerja kemanusiaan memiliki begitu banyak peran yang harus dijalankannya secara bersamaan. Selain peran sebagai seorang pekerja kemanusiaan pada organisasi tempatnya bekerja, seorang pekerja kemanusiaan memiliki peran tertentu di keluarga, sebagai: kepala keluarga atau istri atau anak. Dalam menjalankan perannya di keluarga, tentunya ada suatu tuntutan yang dikembangkan oleh anggota keluarganya maupun dirinya sendiri. Sebagai contoh: seorang pekerja kemanusiaan yang telah berkeluarga dituntut untuk dapat memberikan perhatian, meluangkan waktunya untuk istri/suami dan anak mereka. Selain peran dalam keluarga, pekerja kemanusiaan juga memiliki beberapa peran lain dalam hubungan sosialnya, misalnya: keanggotaan seorang pekerja kemanusiaan dalam suatu organisasi atau perkumpulan sosial, seperti: komunitas keagamaan, klub hobi, dan lain-lain. Peran tersebut tentunya disertai dengan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja kemanusiaan. Berbagai peran yang dimiliki seorang pekerja kemanusiaan seringkali menimbulkan konflik. Konflik terjadi ketika seorang pekerja kemanusiaan dituntut untuk menjalankan perannya sekaligus dalam satu waktu. Misalnya: seorang pekerja kemanusiaan yang harus mendampingi anaknya belajar (peran sebagai bapak) namun saat yang bersamaan harus bekerja lembur karena menyelesaikan laporan kegiatan (peran sebagai pekerja kemanusiaan). Berbagai peran yang dimiliki tersebut seringkali menjadi sumber stres bagi pekerja kemanusiaan. Selain berbagai peran dalam kehidupan sosialnya, seorang pekerja kemanusiaan juga memiliki kehidupan pribadi yang penting untuk diperhatikan oleh yang bersangkutan. Pekerja kemanusiaan memiliki suatu cita-cita atau harapan 11

13 yang sangat ingin diwujudkan dalam rangka pengembangan dirinya. Ada yang merencanakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau mendapatkan pengetahuan tambahan dengan mengikuti berbagai pelatihan, menghadiri seminar termasuk didalamnya kegiatan membaca buku. Pekerja kemanusiaan untuk tetap dapat optimal dalam menjalankan tugasnya juga membutuhkan aktivitas aktivitas yang bersifat rekreasi atau hiburan, lepas sejenak dari rutinitas pekerjaan. Masalah yang seringkali terjadi adalah pekerja kemanusiaan seringkali tidak memiliki waktu untuk kehidupan pribadinya tersebut atau memberikan kesempatan bagi kesenangan pribadinya sendiri. Ada berbagai macam alasan untuk menjelaskannya, antara lain: pekerjaan menyita begitu banyak waktu, ada banyak tenggat waktu (deadline) yang harus dipenuhi, atau merasa bahwa menyisihkan waktu untuk kehidupan pribadinya tidaklah penting malah membuang buang waktu di tengah berbagai hal yang terasa mendesak. Kurangnya perhatian pekerja kemanusiaan terhadap kehidupan pribadinya maupun tidak tersedianya kesempatan untuk kehidupan pribadinya juga merupakan sumber stres pekerja kemanusiaan. Jika tidak ditangani dengan baik berpotensi menimbulkan masalah serius dan mempengaruhi kinerjanya. Hm..ughh..%$???!!?*#+ beban kerja yang berat: kunjungan lapangan, buat laporan, kirim anggaran, beli mainan untuk pengungsi Hubungan antar rekan kerja yg kurang harmonis: nyebelin..tadi si M protes sama saya katanya laporan saya gak jelas terus ketika memberikan penyuluhan saya terlalu banyak bicara Y, staf LSM Masalah Pribadi: pacar ditelpon gak diangkat-angkat, ibu minta kiriman uang untuk sekolah adik Beban seorang pekerja kemanusiaan Terdapat beragam macam tampilan dari stres pekerja kemanusiaan. Tulisan ini akan membahas 3 macam stres pekerja kemanusiaan, yaitu: (1) burn-out (kejenuhan), (2) stres/trauma sekunder, dan (3) compassion fatigue (kelelahan kepedulian). 12

14 Kejenuhan (Burn-out) Berbagai permasalahan dan kesulitan yang ditemui pekerja kemanusiaan di lapangan dapat menyebabkan pekerja kemanusiaan merasa marah dan putus asa, merasa bersalah, sinis, atau sebaliknya, membutuhkan perasaan aman. Perasaan ini terkadang menyusahkan dan membuat mereka merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Dalam kondisi demikian, kemampuan untuk menerima kekurangan pada diri sendiri menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Mereka menjadi semakin acuh terhadap pekerjaan, atau sebaliknya terlalu terlibat secara pribadi, bahkan mengidentifikasikan diri dengan para korban. Ketika terjadi perbedaan pendapat dengan rekan kerja atau dengan masyarakat dampingan, mereka akan merasakannya sebagai bentuk permusuhan pribadi. Pengalaman-pengalaman yang disebutkan di atas sebenarnya merupakan salah satu tampilan reaksi yang mungkin paling sering ditemui diantara pekerja kemanusiaan, yaitu kejenuhan atau burnout. Burn-out adalah keadaan fisik, emosi dan kelelahan mental yang dialami seseorang karena keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosi secara mendalam. Burn-out terjadi ketika masalah dalam pekerjaan di masa lalu dan saat ini terus-menerus muncul dan sulit untuk dapat diatasi. Pekerja kemanusiaan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dampingan cenderung lebih rentan mengalami burn-out karena dituntut untuk dapat berempati secara mendalam dalam berbagai situasi sulit masyarakat yang dihadapinya sehari-hari. Hal ini sangat menyita energi pekerja kemanusiaan tersebut. Saat menemui kesulitan atau masalah dalam pekerjaannya, pekerja kemanusiaan seringkali mengembangkan pemikiran pemikiran yang tidak sehat yang kemungkinan besar dapat menyebabkan mereka mengalami burn-out. Pemikiran pemikiran tersebut antara lain: Hidupku adalah bekerja Pekerja kemanusiaan ini akan terus-menerus bekerja dan tidak mau mendelegasikan pekerjaan karena semua ingin ditanganinya sendiri, sehingga is kurang istirahat. Saya harus mampu dan tahu sepenuhnya untuk membantu semua orang Pekerja kemanusiaan ini mengembangkan tuntutan kerja yang tidak realistik terhadap dirinya sendiri. Merasa bersalah ketika ada yang tidak sempurna. 13

15 Saya harus disukai dan disetujui oleh setiap orang: masyarakat, atasan dan rekan kerja sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dan merasa bangga pada diri saya Pekerja kemanusiaan ini sulit untuk asertif kepada orang lain, menetapkan batasan dan berkata tidak pada orang lain, cenderung berpegang pada prinsip ABS: Asal Bapak Senang. Umpan balik yang negatif menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan apa yang saya lakukan Pekerja kemanusiaan ini sulit menerima kritikan sehingga tidak dapat mengevaluasi pekerjaannya secara realistis dan tidak dapat melakukan perubahan konstruktif. Segala sesuatu dalam pekerjaan harus berjalan seperti yang saya inginkan Pekerja kemanusiaan ini cenderung bekerja lembur, memeriksa secara detil pekerjaan dirinya dan orang lain, terlalu memperhatikan detil, mengulangulang saat mengerjakan sesuatu serta cenderung tidak sabar terhadap orang lain. Saya harus tahu segalanya dan tidak pernah salah Pekerja kemanusiaan ini menuntut dirinya berlebihan. Ketidaksempurnaan dalam pekerjaan menimbulkan ketidaknyamanan yang mendalam. Burn-out tidak muncul secara tiba-tiba melainkan melalui suatu proses. Burn-out juga berkembang dari merasa lelah sampai masalah serius yang dapat mengancam kariernya. Proses terjadinya burn-out adalah sebagai berikut: 1. Tahap bulan madu Pada tahap ini, pekerja kemanusiaan merasa puas dengan pekerjaannya dan melaksanakan tugas dengan penuh antusias. Namun pada akhirnya, tugas pekerjaan menjadi sesuatu yang tidak menarik lagi dan pekerja kemanusiaan kehilangan energi atau semangatnya. 2. Tahap habis bensin Pekerja kemanusiaan mengalami kelelahan. Beberapa gejala yang muncul di tahap ini, misalnya: sulit tidur dan penggunaan obat-obatan. 3. Tahap kronis Munculnya keluhan fisik seperti: terus-menerus merasa lelah, mudah sakit. Hal ini berdampak pada kondisi psikologisnya, seperti: mudah marah atau merasa depresi. 14

16 4. Tahap krisis Di tahap ini, pekerja kemanusiaan mengalami suatu penyakit sehingga tidak dapat bertugas. Relasi dengan keluarga terpengaruh, mis.: mudah marah ke istri/anak. 5. Tahap membentur tembok Masalah fisik dan psikologis yang dialami menjadi lebih serius dan berdampak pada kerentanan mengalami penyakit yang serius. Ada begitu banyak masalah dalam pekerjaannya sehingga karirnya terancam hilang. Terdapat begitu banyak gejala/tampilan dari bur out. Gejala burn out ini dapat dikelompokkan sebagai reaksi fisik, reaksi emosional dan reaksi perilaku, misalnya: 1. Reaksi fisik Kehilangan energi, kelelahan yang luar biasa Sakit kepala Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, terlalu banyak tidur, dsb) Ketegangan pada otot, dsb. 2. Reaksi emosional Depresi Perasaan tidak berdaya Perasaan terjebak Rasa marah/mudah tersinggung Frustrasi 3. Reaksi perilaku Membolos kerja Datang terlambat pada hari kerja Penurunan kualitas pelayanan Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi Berkurangnya inisiatif dalam bekerja Tidak menghargai orang lain [pada atasan, masyarakat, rekan kerja] Terlalu banyak bekerja atau sebaliknya, tidak melakukan apa-apa Mencari kambing hitam, menyalahkan orang lain atas setiap masalah yang ada Tidak mempercayai rekan kerja atau pimpinan Sering terlibat konflik dengan orang lain Melakukan perilaku beresiko [mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, peningkatan konsumsi kafein, rokok, minum minuman beralkohol, dan penggunaan obat terlarang]. Berbagai gejala burn-out juga dapat dikelompokkan menjadi 8 tema utama, yaitu: 1. Menurunnya rasa humor: jarang tersenyum, sulit tertawa ketika ada lelucon. 2. Mengabaikan jam istirahat 3. Meningkatnya waktu kerja tambahan (lembur) dan tidak memanfaatkan libur 4. Meningkatnya keluhan fisik: kelelahan, ketegangan otot, gampang sakit 5. Menarik diri dalam hubungan sosial: menghindari berkumpul dengan rekan kerja, teman dan keluarga. 15

17 6. Performa/unjuk kerja yang berubah dari biasanya (penurunan kualitas): sering membolos, produktivitas menurun dan kurang inisiatif. 7. Meningkatnya perilaku beresiko: peningkatan penggunaan alkohol, obat-obatan 8. Adanya perubahan kondisi internal (psikologis): penurunan harga diri (selfesteem), depresi dan merasa frustrasi. Tips praktis mencegah burn-out 1. Apa yang bisa saya lakukan? (Buatlah daftar tentang sesuatu yang anda dapatkan dari pekerjaan anda! Temukan motivasi, nilai dan makna pekerjaan anda) 2. Saya ingin melakukannya (Buatlah daftar berbagai aktivitas yang anda sukai dan urutkan dari yang penting sampai tidak penting menurut anda) 3. Ciptakan kelompok dukungan (Buatlah pertemuan rutin dengan teman atau rekan kerja anda) 4. Mulailah program self-care fisik (Anda dapat mulai berolahraga, memperhatikan nutrisi dan menghentikan kebiasaan buruk seperti: merokok) 5. Mulailah program self-care psikologis (memperhatikan kesejahteraan psikologis) (Berlatih relaksasi, melakukan manajemen waktu, asertif) 6. Lakukanlah sesuatu yang tampak bodoh (yang membuat anda merasa senang)setiap hari (meniup balon, membuat mimik muka yang lucu, senyum, tertawa terbahak-bahak, hindari terlalu serius) Stres/Trauma Sekunder Sumber stres lain adalah pengalaman pekerja kemanusiaan sebagai saksi penderitaan orang lain. Pekerja kemanusiaan seringkali dihadapkan pada emosi orang-orang yang terkena dampak bencana secara langsung, sehingga dapat mengidentifikasikan dirinya seperti mereka. Respons emosional seperti yang dialami oleh orang-orang yang terkena dampak langsung dari suatu bencana (=respon stres traumatik) juga dialami oleh pekerja kemanusiaan yang tidak mengalami langsung bencana. Respons emosional ini muncul sebagai akibat dari seringnya pekerja kemanusiaan dihadapkan pada cerita-cerita dan reaksi orangorang yang dimiliki sering kali terjadi. 16

18 Ani (bukan nama sebenarnya) seorang pembaca berita terkenal di sebuah stasiun televisi merasakan bagaimana pengalamannya ketika bertugas meliput kondisi pasca tsunami di Banda Aceh berdampak luar biasa terhadap dirinya. Disana ia harus berhadapan dengan masyarakat yang trauma, menyaksikan kondisi kota Banda Aceh yang sangat porak-poranda. Kesedihan yang luar biasa dialaminya. Bayangan tentang kondisi yang dilihatnya terus teringat olehnya meskipun ia telah kembali ke Jakarta. Akibatnya ia mudah menangis, mudah terbangun ketika tidur. Bila bekerja pada daerah konflik sosial, pekerja kemanusiaan dapat menjadi target tindak kekerasan. Pekerja kemanusiaan dapat mengalami kekerasan, penahanan, dan gangguan atau hinaan. Pada situasi tertentu, akan sulit untuk meminta bantuan hukum untuk keamanan karena polisi atau militer merupakan bagian dari permasalahan yang ada. Hal ini dapat meningkatkan rasa tidak berdaya, marah, takut dan cemas, perasaan dikhianati dan kehilangan, lemah, kehilangan kepercayaan. Berbagai perasaan ini akan terus berlanjut bahkan sampai pekerja kemanusiaan kembali ke tempat asal mereka. Berbagai perasaan ini juga memberikan dampak terhadap kehidupan pribadi pekerja kemanusiaan. Compassion Fatigue (Kelelahan Kepedulian) Konsep compassion fatigue hampir serupa dengan stres/trauma sekunder. Kedua konsep ini kadang digunakan secara bergantian. Compassion fatigue seringkali dikeluhkan pekerja kemanusiaan saat sedang menjalankan tugasnya secara langsung, yaitu: memberikan pertolongan kepada orang atau masyarakat yang didampingi. Empati dan terpaparnya pekerja kemanusiaan terhadap kesulitan orang atau masyarakat yang didampingi merupakan inti dari konsep compassion fatigue. Jika seseorang tidak mampu berempati dan tidak terpapar (terus menerus berhadapan) dengan orang yang mengalami stres/trauma maka konsep compassion fatigue tidak relevan untuk dibahas. Empati pekerja kemanusiaan merupakan faktor kunci dalam proses pengimbasan dari stres/trauma yang dialami orang atau masyarakat yang didampingi ke diri pekerja kemanusiaan itu sendiri. Mengembangkan empati terhadap orang/masyarakat yang dibantu di satu sisi membantu pekerja kemanusiaan memahami pengalaman traumatis orang/masyarakat yang didampingi namun di sisi lain empati menyebabkan stres/trauma juga dialami oleh pekerja kemanusiaan. Pekerja kemanusiaan juga rentan mengalami compassion fatigue karena pernah mengalami pengalaman stres/trauma yang serupa dengan stres/trauma orang yang didampingi. Selain itu, pengalaman stres/trauma pekerja kemanusiaan 17

19 di masa lalu yang belum dapat diatasi seringkali muncul kembali dalam benak pekerja kemanusiaan melalui interaksi dengan orang/masyarakat yang didampingi. 18

20 Kita punya kendali terhadap stres 2 Pentingnya mengelola masalah dan kesulitan Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, pada tingkat tertentu (batas optimal) stres memberikan manfaat bagi kesehatan dan prestasi kerja seseorang. Oleh karena itu, stres tidak perlu untuk dihilangkan seluruhnya tapi stres butuh dikelola. Selain itu, mustahil untuk menghilangkan seluruh stres yang dialami dalam kehidupan. Mengelola Stres = Membuka/menutup mulut balon Mengelola stres dapat diibaratkan seperti membuka atau menutup mulut balon untuk memasukkan atau mengeluarkan udara. Udara melambangkan berbagai stres dalam kehidupan. Jika jumlah udara melebihi daya tampung balon maka balon akan mudah meledak. Sebaliknya, jika balon tersebut kekurangan udara maka ia akan terlihat lemas. Muatan udara yang dapat ditampung balon tergantung pada kapasitas masing-masing balon. Seorang pakar dalam bidang stres, Jerrold S. Greenberg, menjelaskan proses berkembangnya suatu pengalaman dalam kehidupan seseorang menjadi sumber stres yang dapat menimbulkan dampak atau konsekuensi negatif. Menurutnya, stres berkembang menjadi suatu dampak yang negatif melalui serangkaian tahapan (seperti pada gambar disamping), yaitu: Tahap 1: Masuk dalam suatu situasi kehidupan Stres diawali ketika seseorang mengalami suatu perubahan dalam hidupnya, yaitu saat memasuki suatu situasi baru. Situasi baru tersebut berpotensi sebagai sebuah pengalaman yang tidak menyenangkan, misalnya pekerjaan di tempat yang baru. 2 Oleh Nathanael Sumampow, Staf Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI 19

21 Tahap 2: Pemaknaan situasi sebagai suatu ketidaknyamanan/mengancam Ketika seseorang memasuki situasi baru tersebut (tahap 1), ia cenderung melakukan penilaian terhadap situasi itu. Pada tahap ini terdapat 2 pilihan, yaitu: (1) menilai situasi tersebut sebagai situasi yang positif: menyenangkan dan dapat dinikmati atau sebaliknya (2) menilai situasi tersebut sebagai situasi yang tidak menyenangkan, mengancam kesejahteraan dirinya, mengganggu keseimbangan dirinya. Stres akan terus berkembang ketika seseorang menilai situasi tersebut sebagai sesuatu yang menimbulkan ketidaknyamanan. Jika demikian, seseorang akan masuk pada tahap berikutnya, yaitu munculnya respons emosi yang negatif. Tahap 3: Respons emosional Ketika seseorang menilai sebuah situasi sebagai pengalaman yang menimbulkan ketidaknyamanan dan mengancam kesejahteraan dirinya, maka secara otomatis ia akan mengalami penghayatan emosi yang negatif. Penghayatan emosi yang negatif tersebut antara lain: marah, sedih, takut, kecewa, khawatir, dan lainlain. Respons emosi negatif yang terus menerus dihayati dan semakin mendalam intensitasnya ini tentunya akan membuat seseorang makin terpuruk dalam stres yang dialami. Stres yang anda alami akan semakin berkembang ke arah dampak negatif melalui respons fisik sebagai konsekuensi dari emosi negatif yang mendalam dan tidak teratasi tersebut. Tahap 4: Respons fisik Respons fisik yang muncul sebagai lanjutan dari respon emosional antara lain adalah sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan gangguan jantung. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang. Semakin banyaknya respons fisik dialami maka semakin rentan seseorang mengalami penyakit yang serius. Penyebabnya adalah melemahnya ketahanan tubuh. Jika seseorang tetap membiarkan kondisi fisiknya tersebut melemah maka peluang terjadinya konsekuensi negatif dari pengalaman stresnya akan semakin besar. Tahap 5: Konsekuensi Tahap ini merupakan terminal terakhir perjalanan stres. Jika berbagai respons fisik di tahap sebelumnya terus berkembang dan sulit diatasi maka kondisi kesehatan tubuh akan sangat menurun dan kita menjadi mudah untuk menderita sakit. Kesehatan tubuh yang buruk juga mempengaruhi kesehatan 20

22 psikologis seseorang. Akibatnya, seseorang semakin rentan mengalami masalah psikologis yang serius. Berdasarkan pemahaman tentang 5 tahap berkembangnya stres tersebut, kita dapat mengelola stres dengan melakukan berbagai intervensi pada tiap tahap proses perjalanan stres. Tujuan dari intervensi tersebut adalah mencegah berkembangnya stres dari satu tahap ke tahap lainnya. Tiap tahap perkembangan stres membutuhkan jenis dan strategi intervensi yang berbeda. Tiap tahap perkembangan stres juga memiliki berbagai alternatif untuk mengatasi stres. Intervensi tertentu efektif untuk mengatasi stres pada suatu tahap tapi tidak ada satu cara tunggal yang dapat mengatasi stres pada semua tahap secara efektif. Karenanya, kita perlu mempelajari dan menggunakan berbagai strategi untuk mengatasi stres. Intervensi 1: Intervensi terhadap situasi kehidupan Dalam intervensi ini, sedapat mungkin seseorang berusaha untuk menghindari terjadinya stres. Berbagai sumber stres yang mungkin terjadi dicegah sedini mungkin. Terdapat 2 jenis intervensi dalam tahap ini, yaitu: (1) intervensi intrapersonal (dalam pribadi), dan (2) intervensi interpersonal (antar pribadi). Intervensi intrapersonal yang dimaksud adalah berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh diri sendiri tanpa melibatkan orang lain, misalnya: menjaga kondisi tubuh agar tetap prima dengan makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup. Sedangkan intervensi interpersonal adalah intervensi yang dilakukan dalam interaksi dengan orang lain. Stres yang mungkin terjadi dalam interaksi seseorang dengan orang lain dapat dicegah dengan seperangkat keterampilan interpersonal, seperti: komunikasi asertif (keterampilan seseorang dalam mengekspresikan dirinya, mengemukakan kebutuhannya dengan cara yang tidak menyakiti orang lain), keterampilan resolusi konflik dan keterampilan komunikasi efektif. Selain itu keterampilan dalam mengelola waktu (time-management) juga merupakan intervensi interpersonal. Keterampilan dalam mengelola waktu antara lain meliputi: keterampilan menetapkan tujuan, menentukan prioritas, menyusun jadwal, dan berkata tidak saat diperlukan. Berusaha untuk selalu menyenangkan semua orang meski kondisi tidak memungkinkan merupakan suatu beban/sumber stress pekerja kemanusiaan. Belajarlah untuk mengatakan tidak ketika kita memang tidak mau, atau tidak mampu melakukan apa yang diminta orang lain pada kita. 21

23 Selain berbagai keterampilan interpersonal tersebut, dukungan sosial dari sangat efektif dalam membantu mencegah berkembangnya stres di tahap awal ini. Seseorang mendapatkan dukungan sosial dialami saat ia memiliki orang yang dekat dengan dirinya, menerima dirinya apa adanya, memberikan kasih sayang dan perhatian yang memadai serta dapat menjadi sarana berbagi perasaan. Berbagi perasaan Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk mendapatkan dukungan sosial adalah dengan cara berbagi tentang perasaan dan pikiran yang kita alami. Inti dari cara ini adalah mengungkapkan apa yang kita alami khususnya pengalamanpengalaman negatif. Bentuknya dapat bermacam-macam, misalnya dengan bercerita pada orang yang dipercaya, atau berbicara dengan diri sendiri tentang berbagai pengalaman yang dirasakan melalui menulis, menggambar, menciptakan lagu/puisi bahkan merenung. Berbagi pengalaman sulit pada orang lain atau pada diri sendiri memang terasa seperti membuka luka lama. Namun, jika kita sanggup melakukannya, rasa sakit yang kita alami ketika berbagi akan tampak tak sebanding dengan berbagai keuntungan yang akan kita peroleh dengan melakukannya. Berbagi pikiran dan perasaan akan membantu melepaskan ketegangan dan memperoleh perasaan lega, berpikir lebih jernih tentang apa yang telah terjadi sehingga tahu bagaimana bersikap yang tepat, membangun kembali rasa percaya diri, meningkatkan harga diri dan keyakinan diri. Berbagi pengalaman juga membantu seseorang melihat dan menyadari berbagai pilihan dan cara pemecahan masalah untuk membuat keputusan yang tepat. Hal ini terjadi karena seolah secara sadar seseorang yang mengalami situasi sulit memutar kembali kisah pahit yang dilalui dan hal ini merupakan sesuatu yang positif menuju proses pemulihan. Dengan berbagi, seseorang juga dapat merasa bahwa dirinya diterima, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain apabila orang yang mendengarkannya memberikan respons yang positif. Dengan menerapkan keterampilan interpersonal dan memiliki dukungan sosial maka pekerja kemanusiaan akan dapat meminimalisir stres yang dialaminya. Pekerja kemanusiaan akan menghadapi berbagai permasalahan ketika akan memulai, melaksanakan, dan setelah menyelesaikan tugasnya. Oleh karenanya, hal-hal berikut penting untuk dilakukan oleh para pekerja kemanusiaan. 1. Persiapkan segala sesuatunya sebelum bertugas. Dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum penugasan, berbagai masalah termasuk masalah psikologis yang akan dihadapi dapat diatasi. Hal-hal yang penting untuk dipelajari adalah: a. Respon-respon umum yang mungkin terjadi terhadap stres akibat pekerjaan kemanusiaan dan tanda-tanda kelelahan luar biasa akibat dari pekerjaan yang dialami oleh diri sendiri dan rekan kerja. b. Pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya: membaca buku, ikut pelatihan, diskusi dengan rekan. c. Jika kita berasal dari lingkungan budaya yang berbeda dari tempat yang akan kita datangi, pelajari sebanyak mungkin mengenai budaya setempat. 22

24 2. Jaga diri kita sendiri selama masa penugasan. a. Jaga kesehatan tubuh. Usahakan untuk makan dan istirahat yang cukup. Mengalihkan diri dari tugas untuk makan, minum, mencuci, beristirahat, mungkin tampak seperti membuang-buang waktu tapi hal tersebut akan membantu kita untuk bertugas secara maksimum dan efisien. b. Hiduplah secara seimbang. Tidak membuat pekerjaan menjadi satusatunya hal yang menghabiskan waktu adalah hal yang justru sangat penting agar dapat terus menjalankan pekerjaan tersebut dengan baik. Sebanyak apa pun pekerjaan, luangkan waktu untuk beristirahat, beribadah, makan, berkumpul bersama keluarga, menikmati hobi, meluangkan waktu sendiri, dan berolahraga. c. Ingatlah bahwa kita tidak sendiri. Kadang-kadang, ketika merasa tertekan, biasanya seseorang akan tetap berusaha melakukan segalanya sendiri, tanpa pernah berpikir untuk minta bantuan orang lain. Padahal, anda bukanlah orang yang harus mengerjakan semua pekerjaan yang ada. Jangan takut meminta bantuan orang lain. Bangunlah hubungan dan komunikasi yang baik dengan sesama, misal: sesama pekerja kemanusiaan dari satu lembaga atau lembaga yang berbeda. Jika memungkinkan, bentuklah pertemuan rutin sesama pekerja kemanusiaan dari berbagai organisasi/institusi untuk saling bercerita dan mendukung. d. Anda memang tidak mampu melakukan segalanya, bantulah sesuai kemampuan anda. Lawanlah perasaan tidak mampu dengan melakukan sesuatu yang anda bisa, meskipun kecil. Anda memang tidak dapat menyelesaikan semua masalah, tetapi anda dapat membuat keadaan satu atau beberapa orang yang didampingi menjadi lebih baik. Jika pagi tadi anda membuat salah satu anak yang didampingi tersenyum maka bersyukurlah karena telah membuat dunia terasa lebih baik bagi anak itu. e. Kelola waktu dengan baik. Salah satu sumber tekanan ialah merasa banyak hal yang harus dilakukan dalam waktu yang singkat. Jika anda mengatur waktu dengan baik, hidup akan menjadi lebih teratur dan mengurangi tekanan-tekanan yang mungkin akan muncul. Langkah pertama dalam mengelola waktu, adalah dengan mengetahui apa yang akan anda lakukan dan membuat catatan mengenai bagaimana anda biasanya menghabiskan waktu. f. Berbagi pengalaman. Carilah seorang/beberapa teman dekat di lapangan dan bicaralah dengan mengenai pengalaman anda dan apa yang anda butuhkan. Bagilah juga kekhawatiran anda. Berbicara dengan orang lain bisa menjadi cara terbaik untuk meringankan beban dan merasa diri tidak sendiri. 3. Persiapkan diri untuk kembali ke rumah Saat anda akan kembali ke rumah, persiapkan diri untuk ditanya mengenai berbagai pengalaman yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan oleh keluarga dan teman. Jangan berkecil hati kalau kita tidak mendapatkan dukungan yang seperti yang diharapkan. Setelah sampai di rumah, hal-hal yang perlu anda lakukan antara lain: Beristirahat total (mungkin sampai beberapa hari) Perlahan-lahan kembali ke rutinitas sehari-hari Memahami bahwa suatu yang wajar jika kita ingin bicara pada seseorang mengenai pengalaman kita di lapangan (atau sebaliknya, tidak ingin berbicara sama sekali) Mengerti jika terkadang kita mengalami suasana hati yang cepat berubah, hal ini juga sangat wajar terjadi. 23

25 Intervensi 2: Intervensi persepsi Saat seseorang telah masuk dalam situasi sulit yang tidak menyenangkan atau penuh tekanan tersebut, intervensi dilakukan untuk mencegah berkembangnya stres dengan mengatur persepsi atau pemaknaan terhadap situasi tersebut. Pada dasarnya dalam setiap situasi di kehidupan, termasuk situasi sulit, memiliki sisi baik atau sisi positif. Sisi baik juga termasuk keadaan yang tidak semakin memburuk. Situasi sulit yang tidak menyenangkan dan membebani cenderung dapat terasa lebih ringan jika orang yang mengalaminya memfokuskan dirinya pada aspek positif daripada menekankan pada aspek negatif dari pengalamannya tersebut. Dalam tahap ini, seseorang dapat mengembangkan pikiran positif mengenai situasi yang dialami. Dalam kehidupan, tiap orang memiliki 2 pilihan, yaitu: memiliki kendali atas pengalaman hidupnya atau menjadi korban dari pengalaman hidupnya. Dalam intervensi persepsi ini, pokok bahasan utamanya adalah kontrol/kendali yang dimiliki tiap orang atas pengalaman hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa status kesehatan seseorang akan lebih baik jika mampu mengontrol atau melakukan kendali terhadap sumber stres yang dialaminya. Kondisi kesehatan seseorang cenderung terganggu jika ia yang merasa memiliki kendali yang sangat sedikit atau bahkan tidak memiliki kendali sama sekali atas pengalaman hidupnya. Dua pendekatan mengenai kontrol seseorang atas situasi sulit yang dialami: Kontrol seseorang atas situasi sulit yang dialami dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu: kontrol primer & kontrol sekunder. Konsep ini sama dengan konsep coping stres (mengatasi stres). 1. Kontrol primer Seseorang berusaha untuk mengubah situasi yang dialaminya. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi stres berfokus pada pemecahan masalah (problemfocused coping) 2. Kontrol sekunder Seseorang berusaha untuk mengendalikan dirinya atau reaksi emosi yang dialaminya. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi stres berfokus pada menciptakan keadaan emosi diri yang positif/lebih menyenangkan/memberikan kenyamanan (emotion-focused coping). Kontrol sekunder ini sangat efektif membantu ketika seseorang menghadapi situasi yang sulit untuk dikontrol, misalnya: kehilangan orang terkasih karena bencana alam yang dahsyat. Contoh dari kontrol primer dan kontrol sekunder: Ketika seseorang mengetahui bahwa dirinya menampilkan gejala dini suatu penyakit yang serius, ia berusaha mengatasi situasi sulit tersebut dengan pergi ke dokter untuk memeriksa kesehatannya, minum obat yang dapat menghilangkan gejala penyakit (kontrol primer/problem-focused coping). Sedangkan jika yang dilakukan adalah: curhat kepada teman dekat untuk melepaskan kekhawatiran, berdoa memohon diberikan kekuatan supaya tetap tabah, pergi menonton bioskop bersama kekasih untuk melupakan sejenak tentang penyakit yang dialami merupakan bentuk kontrol sekunder (emotion-focused coping). 24

26 Intervensi persepsi antara lain meliputi: apa yang sebaiknya menjadi fokus perhatian dari suatu pengalaman hidup yang sulit, bagaimana mempersepsi situasi sulit menjadi lebih humoris daripada mengancam, bagaimana dapat tetap bersyukur dalam situasi sulit, bagaimana tetap merasa nyaman dengan diri sendiri, bagaimana memandang situasi sulit sebagai suatu tantangan dan dapat dikendalikan. Dalam intervensi persepsi ini, spiritualitas dan keyakinan iman seseorang dapat menjadi sumber dari berbagai usaha yang dapat dilakukan sebagai wujud intervensi persepsi. Berbagai cara praktis dapat dilakukan untuk tetap dapat mengendalikan pengalaman sulit yang dialami. Hal ini akan dijelaskan dalam bagian tersendiri, yaitu dalam bab Pikiranku mempengaruhiku dan Memecahkan kesulitan yang dialami. Nothing in life is so hard that you can t make it easier by the way you take it (Ellen Glasgow) Tidak ada sesuatu dalam hidup yang terlalu berat sehingga kamu tidak dapat membuatnya lebih mudah melalui cara kamu menghadapinya Intervensi 3: Intervensi respons emosi Ketika seseorang menilai suatu situasi bersifat mengancam, respons emosional seperti takut, marah, cemas secara otomatis dialami. Tiap orang pada dasarnya mampu menghambat respons emosional yang tidak menyenangkan tersebut dengan teknis relaksasi yang akan dijelaskan secara khusus pada bab keempat. Intervensi 4: Intervensi respons fisik/faali Saat respons emosi negatif muncul, seseorang cenderung ingin melampiaskannya secara fisik, misalnya: berteriak, memukul tembok, dan lain-lain. Ketika respons emosi negatif yang dialami tidak berhasil diatasi maka stres akan mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Ketahanan fisik seseorang semakin terganggu. Untuk mencegah respons fisik menjadi semakin serius dan mengganggu kesehatan seseorang, upaya intervensi penting untuk dilakukan. Berolahraga merupakan intervensi yang efektif untuk menghambat berkembangnya suatu respons/pengalaman secara fisik yang menimbulkan ketidaknyamanan. 25

27 Masing-masing cara di atas umumnya hanya mampu untuk memblokir perjalanan stres pada suatu tahapan namun tidak dapat melakukan hal yang sama pada tahapan sebelumnya atau selanjutnya. Karenanya, usaha mengelola stres perlu dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan berbagai cara sesuai dengan tahap perkembangan stres. 26

PEKERJA KEMANUSIAAN: SITUASI SULIT & TANTANGANNYA

PEKERJA KEMANUSIAAN: SITUASI SULIT & TANTANGANNYA PEKERJA KEMANUSIAAN: SITUASI SULIT & TANTANGANNYA Pelatihan Koordinasi & Kaji Cepat Bencana (K2B) Badan Nasional Penanggulangan Bencana Cisarua, 5 November 2009 Nathanael E.J. Sumampouw, M.Psi, Psi. Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

WINARINI WILMAN, PhD. Fakultas Psikologi UI

WINARINI WILMAN, PhD. Fakultas Psikologi UI WINARINI WILMAN, PhD Fakultas Psikologi UI S T R E S Kondisi yang tidak menyenangkan akibat adanya beban / masalah yang berat yang sedang dihadapi. Timbul karena adanya perbedaan antara apa yang kita inginkan/

Lebih terperinci

Tes Karakteristik Pribadi

Tes Karakteristik Pribadi 1 2 Tes Karakteristik Pribadi TIPS MENGERJAKAN TES KARAKTERISTIK PRIBADI Soal Tes Kompetensi Pribadi (TKP) pada dasarnya adalah tes yang menilai sikap dan respon seseorang terhadap kasus yang diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Pada penelitian ini burnout akan dibahas menggunakan teori dari Maslach (2003). Teori digunakan karena adanya kesesuaian dengan fenomena yang didapatkan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN I. KARAKTERISTIK RESPONDEN a. Nama : b. Umur : c. Jenis Kelamin : L / P d. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat Dampak terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mengenali dampak bencana terhadap anakanak (dan masyarakat serta kelompok rentan) 2. Mengenali reaksi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan kesehatannya dengan membuka poliklinik. Pada tahun 1986 rumah sakit Ridogalih berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Yogyakarta, 11 Februari 2017 Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI Diskusi Jika kita mengalami situasi sulit

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

STRESS DALAM PEKERJAAN. Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja

STRESS DALAM PEKERJAAN. Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja STRESS DALAM PEKERJAAN Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja Definisi STRESS?? Tekanan adalah kekuatan atau perangsang yang menekan individu yang menimbulkan tanggapan

Lebih terperinci

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis Traumatik event adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis Postraumatik stress bisa timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan yang dimilikinya melalui Perguruan Tinggi. Perguruan

Lebih terperinci

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi Skala 1 Skala Kecerdasan Emosional 1. UNFAVORABLE Kesadaran Diri o Saya merasa tidak mengerti perasaan saya sendiri o Saya kurang tahu penyebab kekecewaan yang saya rasakan o Saya malas bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

Pendekatan Umum Menuju Pemulihan

Pendekatan Umum Menuju Pemulihan Pendekatan Umum Menuju Pemulihan P roses terjadinya gangguan jiwa berlangsung secara pelan pelan dan bertahap. Prosesnya bisa berlangsung berminggu-minggu hingga bertahun-tahun. Sering gejala awal dimulai

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com / 0813 140 23 148 Tim Pengembang Dukungan Psikologis Awal Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Outline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya

Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya Era globalisasi menuntut seseorang untuk berevolusi menjadi workaholic. Banyak pekerja di negara maju atau di kota-kota besar harus bertahan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi adalah satu sistem, yang terdiri dari pola aktivitas kerja sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok orang untuk mencapai

Lebih terperinci

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh Bagan 2 Kondisi keluarga : penuh tekanan, memandang agama sebagai rutinitas dan aktivitas, ada keluarga besar yang selingkuh, Relasi ayah-ibu : ibu lebih mendominasi dan selalu menyalahkan sedangkan ayah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER FAKTOR-FAKTOR PROKRASTINASI AKADEMIK SEBELUM UJI COBA. No. Pernyataan SS S N TS STS

LAMPIRAN 1 KUESIONER FAKTOR-FAKTOR PROKRASTINASI AKADEMIK SEBELUM UJI COBA. No. Pernyataan SS S N TS STS LAMPIRAN 1 KUESIONER FAKTOR-FAKTOR PROKRASTINASI AKADEMIK SEBELUM UJI COBA No. Pernyataan SS S N TS STS 1 2 Saya tidak mendaftar sidang skripsi pada periode ini karena merasa belum siap. Saya tersinggung

Lebih terperinci

DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA

DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA Environment & Social Responsibility Division ESR Weekly Tips no. 30/III/2006 Sent: 20 Maret 2006 DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA Sebagian besar bahkan mungkin semua orang yang

Lebih terperinci

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Oleh:

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa STRESS Segala kejadian (masa lalu/ masa datang) yang menimbulkan perasaan tidak enak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memberikan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan sebalikanya adalah waktu istirahat. Memeperpanjang waktu kerja lebih dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Kepemimpinan 1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara KUESIONER PENENTUAN STRES PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RSJD PROP. SUMATERA UTARA 2010 Berilah tanda X pada nilai yang saudara pilih!! Nilai 0 : Tidak pernah sama sekali 1 : Kadang-kadang 2 : Cukup sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketidakmampuan karyawan untuk memenuhi harapan dan tuntutan di tempat kerja akan mengakibatkan stres. Reaksi stres biasanya berisikan keluhan, baik dari aspek

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan LAMPIRAN 61 Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan gejala stres No. Variabel Cronbach s Alpha N

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Narapidana hukuman mati dapat terlibat dalam kasus karena telah memiliki pengalaman hidup yang negatif. Pengalaman hidup yang negatif sebelum terlibat dalam kasus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang. setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami

BAB V PEMBAHASAN. dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang. setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami BAB V PEMBAHASAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Subjek merupakan seorang pria berusia 39 tahun, sudah berkeluarga dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang lalu. Masa kanak-kanak

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres LAMPIRAN Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres Petunjuk pengisian : Kuesioner ini terdiri dari 80 pernyataan mengenai cara Anda

Lebih terperinci

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS Oleh: Nia Agustiningsih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbagai masalah ekonomi yang terjadi menjadi salah

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

Cara Mengatasi Kecemasan

Cara Mengatasi Kecemasan Cara Mengatasi Kecemasan S etiap manusia pasti pernah merasa cemas. Perasaan cemas tersebut sering disertai dengan gejala tubuh seperti: jantung berdetak lebih cepat, otot otot menegang, berkeringat, gemetar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas X. Hal ini terlihat dari jumlah pendaftar yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada usia ini sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pelayanan jasa yang diberikan kepada masyarakat adalah pelayanan di bidang kesehatan. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya (fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Dari pembahasan mengenai korelasi antara derajat stress dan sense of humor pada mahasiswa yang sedang mengontrak Usulan Penelitian di Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak

LAMPIRAN A. Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak LAMPIRAN A Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak LAMPIRAN A Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory No : Usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Oleh: Cinintya Dewi, YAYASAN PULIH Untuk Pemulihan dari Trauma dan Penguatan Psikososial Yayasan Pulih 2011 Sekilas program Jurnalisme dan Trauma

Lebih terperinci

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi yang semakin maju di Indonesia membutuhkan SDM yang memiliki ketrampilan dan kemampuan yang baik dalam menjalankan tugas dan pekerjaanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng Klingsingan Surabaya Faktor penyebab klien terkena epilepsi terjadi karena faktor eksternal. Yaitu faktor yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia berfungsi sebagai penggerak atau motor dari sebuah

Lebih terperinci

8. Apakah Saudara merasa kesulitan dalam mengajar dan mendidik anak didik terkait dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki anak didik?

8. Apakah Saudara merasa kesulitan dalam mengajar dan mendidik anak didik terkait dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki anak didik? RAHASIA Lampiran 1 DATA PRIBADI 1. Usia : 2. Jenis kelamin : L / P 3. Latar belakang pendidikan : 4. Status marital : menikah/ belum menikah 5. Lokasi kerja : 6. Lama menjabat sebagai Guru SLB/C : 7. Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy DATA PRIBADI Nama ( inisial ) : Jenis Kelamin : Usia : Fakultas : Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu kemajuan ilmu, pembangunan, dan teknologi. Oleh karena itu dalam era sekarang ini menuntut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Istilah secondary traumatic stress mengacu pada pengalaman kondisi psikologis negatif yang biasanya dihasilkan dari hubungan yang intens dan dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa mendapatkan teman baru selain teman di rumahnya. Anak juga dapat bermain dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Stepen P. Robbins (2003 : 793), bahwa stress kerja adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari masa ke masa, perbedaan waktu dan tempat mengelompokan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, 1998). Di Eropa, fokus

Lebih terperinci