Ummat Islam dan Pemilihan Umum dalam Negara Demokrasi Konstitusional Oleh: Dr. Zainal Arifin Hoesein, SH., MH
|
|
- Iwan Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Ummat Islam dan Pemilihan Umum dalam Negara Demokrasi Konstitusional Oleh: Dr. Zainal Arifin Hoesein, SH., MH Pengantar Keberadaan organisasi partai politik, memiliki posisi dan fungsi tersendiri dalam menata dan mengembangkan sistem demokrasi. Di samping itu, partai politik juga dapat difungsikan sebagai penghubung yang strategis (intermediate structure) dalam menata hubungan pemerintahan dengan warga negara, sehingga keduanya memiliki akses informasi yang memadai dan hubungan yang harmoni dan seimbang. Dalam perspektif ini, maka berjalannya sistem kepartaian akan berpengaruh terhadap kehidupan demokrasi dalam suatu negara. Kondisi ini akan tercapai manakala tradisi dan kultur berfikir bebas dapat tumbuh dengan subur, karena dinamika kebebasan berfikir sangat berpengaruh terhadap tumbuh-kembangnya prinsip kemerdekaan berserikat yang menjadi pilar bagi tumbuh dan berkembangnya alam demokrasi itu sendiri. Dengan demikian, mendirikan dan sebaliknya membubarkan organisasi kepartaian adalah hak setiap orang, dan dalam perspektif ini, maka tidak ada satu pihakpun yang dapat memaksa untuk mendirikan atau membubarkan organisasi kepartaian kecuali oleh mereka sendiri. Prinsip ini memberikan penegasan bahwa penguasa tidak dapat dengan semena-mena membubarkan suatu partai politik hanya karena berbeda aliran atau pendapat terhadap suatu masalah negara. Sebaliknya, partai politik juga tidak serta merta memiliki kekebalan dan seenaknya melakukan aktifitasnya dengan menafikan berbagai ketentuan terutama yang menjadi materi muatan UUD Oleh karena itu, kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 memiliki kebebasan bukan tanpa batas, tetapi justeru pembatasnya adalah UUD 1945 itu sendiri. Dalam konsep demokrasi, terkandung asas yaitu kedaulatan rakyat yang menentukan arah jalannya pemerintahan. Perwujudan asas kedaulatan rakyat dalam kehidupan pemerintahan tergambar dari keterlibatan rakyat secara intensif dalam memutuskan arah kebijakan pemerintahan. Ukuran kedaulatan rakyat dapat dilihat seberapa jauh besaran peran yang dimainkan rakyat serta semakin selarasnya kepentinganan rakyat dengan kebijakan pubstlik yang srategis. Dalam perspektif ini maka partai politik memainkan perannya yaitu menjembatani antara kepentinganan rakyat dengan kebijakan publik pemerintahan. Oleh karena itu, partai politik sebagai suatu organisasi politik menempatkan diri pada posisi antara (intermediate structure), sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan ideal negara (state) dengan masyarakat/warga negara (society). politik harus mampu menjadi organ penggerak perubahan masyarakat menuju masyarakat yang unggul dan bermoral. Perubahan bagi parpol adalah sunatullah dan harus disambut dengan senyum kreatif, sehingga partai politik tidak pernah berhenti berfikir, bergerak, dan berkarya. Mengembangkan masyarakat yang modern dan rasional merupakan upaya transformasi total agar terjadi perubahan-perubahan yang mendasar baik pada lini individu, keluarga, kelompok sosial, pranata sosial mapun susunan kemasyarakatan secara keseluruhan. Perubahan tersebut harus dilakukan secara simultan dan sinergis agar timbul jalinan yang harmoni dan saling berpengaruh terhadap perubahan-perubahan yang diinginkan menuju terwujudnya sumber daya manusia yang potensial. Hal ini berarti perubahan pada dasarnya adalah rekayasa sosial yang teratur dan berkesinambungan (orderly sustainable change). Oleh karen itu, untuk mengeliminasi kegagalan suatu pembangunan masyarakat katatau rekayasa sosial sebagi bagian dari perencanaan pembangunan, maka salah
2 satu kunci yang harus diperhatikan adalah keterlibatan masyarakat itu sendiri yang ditempatkan bukan hanya sebagai sasaran pembangunan, tetapi sebagai pelaku pembangunan. Hal ini berarti masyarakat harus diberikan akses yang seluas-luasnya untuk ikut merencanakan pembangunan wilayahnya. Keterlibatan masyarakat ini perlu diorganisir, dan didinamisir agar mereka mampu mengaktualisasikan berbagai kebutuhan dan kepentingannya dalam suatu gagasan dan rencana aksi yang aktual dan manageable. Keterlibatan masyarakat ini juga akan memberikan pengaruh terhadap nilai tanggung jawab kolektif (colective responsibility velue) terhadap setiap gerak perubahan. Sikap positif (positive thinking) terhadap perubahan, merupakan bagian dari kemajuan itu sendiri. Oleh karena itu membangun sebagai sarana untuk mengarahkan perubahan yang dikehendaki, maka merubah sikap masyarakat untuk bersikap positif terhadap setiap perubahan merupakan bagian penting dari pembangunan itu sendiri. Hal ini berarti partai politik memiliki fungsi ideal diantaranya adalah; Parpol sebagai sarana recruitment, yaitu bahwa organanisasi partai politik harus mampu secara aktif melakukan recruitment anggota dan membinanya menjadi kader partai yang handal yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas sebagai penggerak perubahan masyarakat. Parpol sebagai sarana komunikasi politik atau artikulasi politik. Hal ini berarti partai politik merupakan media atau alat (a tool) untuk menyampaikan aspirasi kepentingan (interest) dan kebutuhan (needs) mayarakat/rakyat kepada rezim yang memimpin. Inilah hakekat fungsi parpol sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah. Parpol sebagai sarana sosialisasi politik. Fungsi ini lebih ditekankan pada aspek pendidikan politik kepada masyarakat mengenai kedudukan, fungsi, peran, dan tanggungjawab masyarakat dalam kehidupan bernegara. Partisipasi politik ini menjadi penting, agar legitimasi politik atas kebijakan publik dapat dipahami secara merata oleh masyarakat. Parpol sebagai sarana manajemen konflik. Parpol dituntut untuk mampu menjadi media dalam menyelesaikan konflik yang diakibatkan perbedaan pandangan di tataran masyarakat. Dalam tataran konsolidasi demokrasi, maka demokrasi merupakan the only game in town (satu-satunya aturan yang berlaku). Keyakinan akan demokrasi tersebut bahkan tetap terpelihara dalam situasi politik dan ekonomi yang sangat buruk sekalipun, sehingga mayoritas rakyat tetap meyakini perubahan politik harus tetap dilakukan berdasarkan parameter-parameter yang terdapat dalam prosedur demokrasi. Untuk melancarkan konsolidasi demokrasi tersebut, terdapat beberapa agenda: 1) Memperluas akses warga Negara terhadap sistem peradilan dan membangun suatu rule of law yang sesungguhnya; 2) Mengendalikan perkembangbiakan korupsi politik yang dapat meningkatkan sinisme dan pengasingan dari proses politik; 3) Penguatan pembuatan hukum dan kekuasaan investigatif badan legislatif sehingga menjadi badan yang professional dan independen; 4) Desentralisasi kewenangan negara dan penguatan pemerintahan daerah, sehingga demokrasi dapat lebih responsif dan bermakna bagi seluruh warga negara di seluruh wilayah suatu negara; 5) Menciptakan partai-partai politik yang mampu memobilisasi dan merepresentasikan kepentingan yang berkembang di masyarakat bukan hanya kepentingan personal para pemimpin dan lingkungan para politisi belaka; 6) Membangun kekuatan masyarakat sipil dan media yang independen yang dapat memelihara modal sosial, partisipasi warga, membatasi tetapi memperkuat kewenangan konstitusional dari negara; 7) Memperkenalkan, baik di dalam maupun di luar sistem persekolahan, program pendidikan warga yang baru yang dapat menumbuhkan kemampuan untuk berpartisipasi dan meningkatkan toleransi, nalar, moderasi, dan kompromi, yang merupakan tanda dari kewargaan yang demokratis. Agenda konsolidasi yang ambisius tersebut memerlukan adanya peningkatan aturan
3 hukum baru, penumbuhan lembaga-lembaga baru dan penguatan kapasitas lembaga-lembaga negara, sistem kepartaian, dan masyarakat sipil. Pemilu dalam Perspektif Transisi Demokrasi Ketidakpastian dalam masa transisi menyebabkan tidak menentunya aturan dalam berbagai kehidupan. Hal ini terjadi bukan hanya karena berbagai aturan dalam berbagai kehidupan tersebut, bekerja dalam situasi perubahan yang terus menerus, tetapi juga karena biasanya aturan tersebut dipertarungkan dalam suatu kompetisi politik yang sengit sebagaimana yang dikemukakan oleh Guillermo O Donnel dan Philippe C. Schmitter bahwa, para pelaku politik tidak hanya berjuang untuk sekadar memuaskan kepentingan-kepentingan pribadi sesaat dan atau kepentingan orang lain namun juga berjuang untuk menetapkan peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang konfigurasinya dapat menentukan siapa yang mungkin akan menang atau kalah di masa mendatang. Sesungguhnya, peraturan-peraturan yang muncul akan sangat menentukan sumber-sumber mana yang secara sah boleh dikerahkan ke dalam arena politik, serta pelaku-pelaku mana yang diperkenankan masuk. 1 Masa transisi ini ditandai dengan terjadinya liberasasi dan demokratisasi. Liberasasi adalah proses pendefinisian ulang, perluasan, dan mengefektifkan hak-hak tertentu yang melindungi individu dan kelompok-kelompok sosial dari tindakan sewenang-wenang atau tidak sah yang dilakukan oleh negara atau pihak ketiga. 2 Liberasasi ini merupakan konsekuensi yang muncul (seringkali tanpa diniatkan) dari proses transisi yang akhirnya sering memainkan peran penting dalam menentukan kelanjutan proses transisi. Dalam masa transisi demokrasi yang perlu mendapat perhatian cukup serius adalah antara mayoritas dan minoritas dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan yang tumbuh dalam paham demokrasi adalah prinsip the rule of majority menjadi instrumen untuk legitimasi kebijakan publik. Jika hal ini terus berkembang tanpa adanya kontrol normatif, maka akan melahirkan kediktatoran baru atas nama demokrasi. Demokratisasi mengacu pada proses-proses dimana aturan-aturan dan prosedur-prosedur kewarganegaraan (citizenship) diterapkan pada lembaga-lembaga politik yang sebelumnya dijalankan dengan prinsip lain (misalnya kontrol oleh kekerasan), atau diperluas sehingga mencakup mereka yang sebelumnya tidak ikut menikmati hak dan kewajiban (misalnya perempuan, anak-anak, etnis minoritas), atau diperluas sehingga meliputi isu-isu dan lembagalembaga yang semula tidak menjadi wilayah partisipasi masyarakat (misalnya liberalisasi lembaga-lembaga pendidikan). 3 Antara demokratisasi dan liberalisasi tidak selamanya berjalan simultan. Tanpa jaminan kebebasan bagi individu dan kelompok sosial yang melekat dalam liberalisasi, demokratisasi mungkin hanya akan berubah menjadi sekadar formalisasi belaka. Di sisi lain tanpa pertanggungjawaban terhadap rakyat dan minoritas pemilih yang telah terlembaga di bawah demokratisasi, liberalisasi akan mudah dimanipulasi dan dibatalkan demi kepentingan mereka yang duduk di pemerintahan. Dari aspek hukum, situasi ketidakpastian dalam masa transisi mengindikasikan tidak berjalannya proses-proses hukum yang bersifat stabil dan otonom. Proses hukum beroperasi di tengah perubahan yang terus menerus dan dipengaruhi 1 Guillermo O Donnel dan Phlippe C. Schmitter,, Transisi Menuju Demokrasi : Rangkaian Kemungkinan dan Ketidakpasatian (terj. Transitions from Authoritarian Rules: Southern Europe), (Jakarta: LP3ES, 1993), hal Ibid. 3 Sudjatmoko,, Pembangunan dan Kebebasan, (Jakarta: LP3ES, 1984), hal. 25.
4 oleh konflik di antara para pelaku politik. Dalam situasi seperti ini fungsi hukum yang dapat diproyeksikan secara sosiologis adalah sebagai instrumen pengendali dan pemandu perubahan sosial serta sebagai mekanisme integratif dalam mengelola berbagai konflik sosial yang terjadi. Pada saat perubahan sosial politik yang terjadi di masa transisi, hukum dapat difungsikan untuk mengontrol dan memandu perubahan tersebut ke arah terbentuknya rezim demokratik yang solid. Secara teoritik, di sini hukum difungsikan sebagai instrumen bagi perubahan sosial ke arah kondisi sosial tertentu. Hal itu dilakukan dalam kaitan dengan proses liberalisasi dan demokratisasi. Dalam kaitan dengan liberalisasi, hukum diarahkan pada pemilihan hak-hak individu dan kelompok yang selama rezim otoritarian direpresi. Amandemen UUD mengenai HAM, misalnya merupakan salah satu proses liberalisasi melalui instrumen hukum. Perubahan UU Politik (UU Patai Politik, Pemilu, dan Susduk MPR/DPR/DPRD) adalah proses liberalisasi melalui instrumen hukum yang terbukti berhasil membentuk rezim yang demokratik. Penggunaan instrumen hukum dalam proses demokratisasi dilakukan dengan pelembagaan aturan-aturan dan prosedur-prosaedur kewarganegaraan. Ini, misalnya, dilakukan dengan penegakkan pronsip-prinsip supremasi hukum dalam seluruh proses kehidupan sosial dan politik. Di dalamnya termasuk penghilangan diskriminasi hukum, perluasan partisipasi publik dalam proses hukum, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum dan pemerintahan. Dalam konteks yang sama, hukum pun berfungsi sebagai mekanisme integratif dan pengelola konflik di tengah masa transisi. Dalam banyak kasus, persaingan politik yang sengit di era transisi telah mengakibatkan konflik yang meluas. Apalagi di negar-negara dunia ketiga yang masih kuat dipengaruhi oleh budaya patrimonalisme, persaingan politik tidak jarang menjadi konflik sosial yang dahsyat. Di tengah situasi konflik tersebut hukum seringkali menjadi mandul dan kehilangan relevansi. Konflik sosial dalam situasi seperti ini lebih sering memunculkan mekanisme penyelesaian melalui kekerasan yang akhirnya mengakibatkan disintegrasi sosial yang parah. Problem hukum yang muncul berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum di era transisi tersebut adalah kontekstualitas hukum dengan situasi transisi pada negara berkembang seperti Indonesia. Fungsi-fungsi hukum yang diuraikan di atas merupakan kajian terhadap hukum pada masyarakat yang memilki karakteristik impersonal, otonom, dan rasional. Dalam kaitan ini, fungsi hukum sebagai instrumen perubahan sosial dibangun berdasarkan asumsi hukum sebagai an agency of power; an instrument of goverment. 4 Hal Ini berarti negara memilki otoritas yang kuat untuk menggerakkan perubahan melalui instrumen hukum. Problematiknya dalam konteks masa transisi di Indonesia, hukum bekerja di tengah perubahan drastis dan konflik yang sengit antara kekuatan-kekuatan politik. Dalam situasi seperti itu, sulit diperoleh adanya otoritas yang kuat dan legitimatif bagi penggunaan hukum sebagai instrumen perubahan sosial. Bukan saja otoritas pemerintahan menjadi lemah, tetapi juga tidak memiliki legitimasi yang kuat di hadapan masyarakat, baik lembagaeksekutif, legislatif maupun yudisial mengalami proses delegitimasi di hadapan masyarakat. Ini mengakibatkan ketidakefektifan penegakan hukum di tengah masyarakat dewasa ini yang sering ditandai oleh terjadinya penggunaan kekerasan dan main hakim sendiri dalam penyelesaian berbagai konflik sosial. Dalam konteks ini hukum tidak dapat berfungsi semestinya sebagai mekanisme integratif dan pengelola konflik sosial. 5 Oleh karena itu, perlu diciptakan instrumen yang memungkinkan seluruh konflik baik antara negara dengan warga negara, antar lembaga- 4 Roger Cotterell, The Sociology of Law: An Introduction, ( London: Butterworths, 1992), h Ibid, hal. 45.
5 lembaga negara, maupun antar warga negara melalui mekanisme hukum. Sebab, perubahan yang terjadi, jika tidak dikendalikan melalui mekanisme (hukum) yang berwibawa, maka konflik tersebut kemungkinan berdampak pada kerusakan sosial yang dahsyat. Dalam perspektif Pemilu, juga tidak dapat menghindarkan dari situasi transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia, karena Pemilu yang diselenggarakan baik memilih anggota legislative maupun Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah telah mengalami perubahan besar dan berdampak positif bagi masyarakat. Dampak posisitif tersebut diantaranya adalah upaya pendewasaan masyarakat dalam berdemokrasi, baik dalam memilih pemimpinnya, maupun dalam menentukan arah kebijakan pemimpinnya dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan bersama. Proses ini jika dikawal oleh isntrumen yang sesuai, penyelenggara yang independent dan berintegritas, akan melahirkan pemimpin dan kebijakan yang memenuhi prinsip legal, legitimate and competence. Dalam perspektif ini, maka instrument penyelenggaraan Pemilu harus disiapkan secara matang mulai dari kelembagaan (lembaga penyelenggara, lembaga pengawas, lembaga penyelesai sengketa), perangkat peraturan, mekanisme penyelenggaraan, pendanaan, dan budaya masyarakat. Tapi jika yang terjadi sebaliknya, maka yang terjadi adalah terjadinya demokrasi transaksional bahkan muncul keonaran demokrasi, kebingungan masyarakat, dan anarchisme, sehingga berdampak pada demokrasi biaya tinggi. Politik Berbasis Agama (Islam) dalam Pemilu Dinamika Politik berbasis agama (Islam) mengalami pasang surut sejak Pemilu pertama tahun 1955 sampai dengan Pemilu tahun Walaupun secara demografis jumlah ummat Islam kurang lebih 85 % tetapi jumlah mayoritas ini tidak berbanding lurus dengan jumlah perolehan suara dan kursi dalam Pemilu anggota legislative bahkan di beberapa daerah, misalnya Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah jumlah ummat Islam yang mayoritas tetapi dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dimenangkan oleh Calon di luar ummat Islam. Kondisi ini menunjukkan bahwa ummat Islam dalam perspektif demografis tidak berbanding lurus dengan politik ummat Islam, sehingga organ politik Islam belum mampu dan memiliki representasi kekuasaan untuk menjadi lokomotif perubahan menurut doktrin Islam, walaupun dalam dunia ekonomi lambat laun prinsip syari ah sudah melembaga dalam system hukum nasional. Pasang surut kepercayaan ummat Islam kepada partai yang berbasis agama (Islam) dalam Pemilu sejak tahun 1955 sampai dengan 2009 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pemilu 1955 Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia yang saat itu Negara Republik Indonesia baru berusia 10 tahun. Dalam perspektif historis, sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan dipro-klamasikan, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk menyelenggarakan pemilu pada awal tahun Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari Oleh karena Negara dan pemerintahan saat itu masih dalam kondisi belum stabil, maka penyelenggaraan Pemilu sebagaimana amanat Maklumat X Wakil Presiden belum dapat dilaksanakan, dan baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab. Berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat
6 X, maka pemilu 1955 dilakukan dua kali, yaitu pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR, danyang kedua, pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X hanya disebutkan bahwa pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk memilih angota DPR dan MPR, tidak ada Konstituante. Keterlambatan dan penyimpangan tersebut disebabkan antara lain oleh ketidaksiapan pemerintah untuk menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan Negara, serta sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Di samping itu, penyebab lainnya adalah terjadinya serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan. Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah punya keinginan politik untuk menyelengga-rakan pemilu. Misalnya adalah dibentuknya UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan tidak langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warganegara Indonesia pada waktu itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihannya langsung dikhawatirkan akan banyak terjadi distorsi. Pada Kabinet Mohammad Natsir dari Masyumi, pemerintah memutuskan untuk menjadikan pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai dilakukan lagi. Setelah Kabinet Natsir jatuh, maka 6 (enam) bulan kemudian, pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu karena perintah Pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Namun demikian, pemerintahan Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan pembahasan undang-undang pemilu tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953 dan lahirlah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu yang menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi. Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan. Hal yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Konstituante. Dalam Pemilu 1955 ini ummat Islam terwakili dalam Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), Syarikat Islam Indonesia (PSII), Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan hasilnya jika dijumlahkan adalah 43,5 % atau masih belum memiliki nilai
7 mayoritas. Secara rinci perolehan suara paratai politik dan perorangan peserta Pemilu tahun 1955 adalah sebagai beikut: a. Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota DPR. No./Nama Daftar Suara % Kursi 1. Nasional Indonesia (PNI) , Masyumi , Nahdlatul Ulama (NU) , Komunis Indonesia (PKI) , Syarikat Islam Indonesia (PSII) , Kristen Indonesia (Parkindo) , Katolik , Sosialis Indonesia (PSI) , Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) , Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) , Rakyat Nasional (PRN) , Buruh , Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) , Rakyat Indonesia (PRI) , Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) , Murba , Baperki , Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro , Grinda , Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) , Persatuan Daya (PD) , PIR Hazairin , Politik Tarikat Islam (PPTI) , AKUI , Persatuan Rakyat Desa (PRD) , Republik Indonesis Merdeka (PRIM) , Angkatan Comunis Muda (Acoma) , R.Soedjono Prawirisoedarso , Lain-lain ,71 - Jumlah , b. Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota Konstituante. No. /Nama Daftar Suara % Kursi 1. Nasional Indonesia (PNI) , Masyumi , Nahdlatul Ulama (NU) , Komunis Indonesia (PKI) ,47 80
8 5. Syarikat Islam Indonesia (PSII) , Kristen Indonesia (Parkindo) , Katolik , Sosialis Indonesia (PSI) , Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) , Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) , Rakyat Nasional (PRN) , Buruh , Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) , Rakyat Indonesia (PRI) , Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) , Murba , Baperki , Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro , Grinda , Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) , Persatuan Daya (PD) , PIR Hazairin , Politik Tarikat Islam (PPTI) , AKUI , Persatuan Rakyat Desa (PRD) , Republik Indonesis Merdeka (PRIM) , Angkatan Comunis Muda (Acoma) , R.Soedjono Prawirisoedarso , Gerakan Pilihan Sunda , Tani Indonesia , Radja Keprabonan , Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI) , PIR NTB , L.M.Idrus Effendi ,08 1 lain-lain ,13 Jumlah Pemilu Tahun 1971 s/d 1997 Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Persatuan Pembangunan atau PPP dan Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar.
9 Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu Keadaan ini secara langsung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut. Hasil Pemilu 1977 Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari pemilih, suara yang sah mencapai suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basisbasis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5. PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Katolik. Selengkapnya perolehan kursi dan suara tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini. N Suara % Kursi % (1971) Keteran gan 1 Golkar , ,80-0,69 2 PPP , ,12 + 2,17 3 PDI , ,08-1,48 Jumlah , ,00 Hasil Pemilu 1982 Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4
10 Mei Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masingmasing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu No. Suara DPR % Kursi % (1977) Keterangan 1. Golkar , ,11 + 2,23 2. PPP , ,29-1,51 3. PDI , ,60-0,72 Jumlah , ,00 Hasil Pemilu 1987 Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari pemilih, suara yang sah mencapai atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini. No. Suara % Kursi % (1982) Keterangan 1. Golkar , ,34 + 8,82 2. PPP , ,78-11,81 3. PDI , ,88 + 2,99 Jumlah , Hasil Pemilu 1992 Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10 persen,
11 atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya. PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61 pada Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa suara dan kursi partai berlambang ka bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang berhasil menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara nasional. Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI. No. Suara % Kursi % (1987) Keterangan 1. Golkar , ,16-5,06 2. PPP , ,97 + 1,04 3. PDI , , Jumlah , ,00 Hasil Pemilu 1997 Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya. PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar. Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih, khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
12 No. Suara % Kursi % (1992) Keterangan 1. Golkar , ,10 + 6,41 2. PPP , ,00 + 5,43 3. PDI , ,90-11,84 Jumlah , ,00 3. Pemilu 1999 Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama setelah tumbangnya kekuasaan orde baru dan munculnya gerakan reformasi. Periode akhir pemerintahan Orde Baru membawa perubahan yang cukup besar dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, terutama tatanan masyarakat, dan perpolitikan Indonesia. Pada masa Orde Baru yang dikenal dengan praktek kekuasaan otoriter membawa dampak pada kehidupan serba negara (etatisme), dan mandegnya kepedulian/partisipasi masyarakat dalam membangun bangsa dan negara. Tetapi sejak Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden dan digantikan oleh Habiebie, sistem ketatanegaraan mengalami perubahan, yakni, kebekuan sosial, budaya dan politik berubah, dan terjadi pencairan yang kadangkala pencairan tersebut seolah-olah tidak terkontrol. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti, dan Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta). Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai. Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapanpersiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelum-nya. Habibie
13 menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan internasional. Hasil Pemilu 199 adalah sebagai berikut: No. Nama Suara DPR Kursi Tanpa Kursi Dengan SA(stembus accoord.) SA(stembus accoord.) 1. PDIP Golkar PPP PKB PAN PBB Keadilan PKP PNU PDKB PBI PDI PP PDR PSII PNI Front 16. Marhaenis PNI Massa 17. Marhaen IPKI PKU Masyumi PKD PNI Supeni Krisna KAMI PUI PAY Republik MKGR PIB SUNI PCD PSII Masyumi Baru PNBI PUDI PBN
14 37. PKM PND PADI PRD PPI PID Murba SPSI PUMI PSP PARI PILAR Jumlah Pada Pemilu 1999 partai berbasis agama (Islam) yaitu PPP, PKB, PAN, PBB, Keadilan, PKU, PNU dan PSII belum juga mendapatkan suara mayoritas, dan hanya memperoleh 169 kursi atau 36,38 %. Apabila dilihat dari realitas gerakan reformasi yang digerakkan Amien Rais yang tokoh Muhammidayah dan PAN, Gus Dur PKB dan lain-lain, ternyata dalam politik riil kepercayaan ummat Islam terhadap wakilnya di DPR melalui partai politik baru 36,38 %. Apabila dibandingkan dengan hasil Pemilu zaman orde Baru, maka perolehan suara dan kursi Parpol Islam pada Pemilu 1999 mengalami kenaikan sekitar 20%, tetapi masih lebih rendah sebanyak 7,3 % dibandingkan dengan perolehan suara kursi Parpol Islam pada Pemilu 1955 (43,5 %). 4. Pemilu 2004 Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama setelah perubahan UUD 1945 yang mengedepankan demokrasi konstitusional. Pada pemilu 2004 ini pertama kali dimulai pemilihan Presiden dan Wakil presiden secara langsung. Namun demikian, penyelenggaraan Pemilu dalam era demokrasi konstitusional masih sarat dengan pelanggaran terhadap asas-asas penyelenggaraan Pemilu. Kesempatan lima tahunan untuk meraih kepercayaan rakyat belum mampu dimanfaatkan oleh Parpol Islam karena perolehan suara dan kursi secara kumulatif tidak jauh berbeda dengan perolehan suara dan kursi pada pemilu 1999 yaitu 37,56 % atau terjadi kenaikan sebanyak 1, 18 %. Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut: Hasil Rekapitulasi Perolehan Suara Nasional Pemilu 2004 Dan Jumlah Perolehan Kursi Parpol di DPR RI Ranking Perolehan Suara Jml. Kursi DPR RI
15 Suara Politik Jumlah Persen Golongan Karya Demokrasi Indonesia Perjuangan Kebangkitan Bangsa Persatuan Pembangunan Demokrat Keadilan Sejahtera Amanat Nasional Bulan Bintang Bintang Reformasi Damai Sejahtera Karya Peduli Bangsa Keadilan dan Persatuan Indonesia Persatuan Demokrasi Kebangsaan Nasional , , , , , , , , , , , , , ,08 1
16 Banteng Kemerdekaan Patriot Pancasila Nasional Indonesia Marhaenisme Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia Pelopor Penegak Demokrasi Indonesia Merdeka Sarikat Indonesia Perhimpunan Indonesia Baru Persatuan Daerah Buruh Sosial Demokrat , ,159 0, , , , , , , , ,56 0 Total Sumber : Pengumuman Hasil Rekapitulasi Perhitungan Suara Pemilu KPU 5. Pemilu 2009 Pada Pemilu 2009 terjadi perubahan dalam penghitungan hasil pemilu yakni diterapkannya prinsip Parliamentary Threshold atau ambang batas suara yang mendapatkan jatah kursi di parlemen (DPR). Kebijakan ini atau legal policy pembentuk undang-undang ini justeru memperparah kondisi parpol Islam dalam Pemilu 2009 yakni terdapat beberapa Parpol Islam yang tersingkir. Secara kumulatif perolehan suara dan kursi parpol Islam dalam pemilu 2009 dengan prinsip Parliamentary Threshold atau yang lolos dan memperoleh kursi di DPR hanya 24,15 % atau terjadi penurunan 13,41 % di banding dengan pemilu Hal ini terjadi dikarenakan beberapa parpol Islam yang
17 tidak lolos dengan perolehan suara kumulatif sebanyak 5,33 % yaitu PBB (1,79 %), PKNU (1,47%), PBR (1,21 %), PMB (0,40 %), PPNUI (0,14 %), dan PSI (0,14 %). Sekalipun hasil perolehan suara parpol Islam yang lolos dan tidak lolos Parliamentary Threshold digabungkan maka hanya memperoleh 29,47 % atau terjadi penurunan sebanyak 8,09 % dibandingkan pemilu Secara rinci dapat dilihat pada table berikut ini: 9 Politik yang Berhasil Lolos dari Parliamentary Threshold dan Perolehan Kursi dalam DPR Pemilu Legislatif 2009 No Politik Perolehan Suara Perhitungan I Kursi Parlemen Revisi Demokrat 20,85% Golkar 14,45% PDIP 14,03% PKS 7,88% PAN 6,01% PPP 5,32% PKB 4,94% Gerindra 4,46% Hanura 3,77% Jumlah 100% Sumber : KPU tgl 9 Mei 2009 Keterangan: Perhitungan perolehan kursi Parlemen / DPR bagi 9 Parpol yang lolos dari Parliamentary Threshold tsb di atas dilaksanakan berdasarkan ketetapan dalam Bab XIII Pasal , UU No. 10 Tahun 2008 tentang
18 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Nasional Pemilu Legislatif 2009 No Politik (No Pemilu) Jumlah Suara Persentase Demokrat (31) ,85% Golkar (23) ,45% PDIP (28) ,03% PKS (8) ,88% PAN (9) ,01% PPP (24) ,32% PKB (13) ,94% Gerindra (5) ,46% Hanura (1) ,77% PBB (27) ,79% PDS (25) ,48% PKNU (34) ,47% PKPB (2) ,40% PBR (29) ,21% PPRN (4) ,21% PKPI (7) ,90%
19 PDP (16) ,86% Barnas (6) ,73% PPPI (3) ,72% PDK (20) ,64% RepublikaNusantara (21) ,61% PPD (12) ,53% Patriot (30) ,53% PNBK (26) ,45% Kedaulatan (11) ,42% PMB (18) ,40% PPI (14) ,40% Pakar Pangan (17) ,34% Pelopor (22) ,33% PKDI (32) ,31% PIS (33) ,31% PNI Marhaenisme (15) ,30% Buruh (44) ,25% PPIB (10) ,19% PPNUI (42) ,14% PSI (43) ,14%
20 PPDI (19) ,13% Merdeka (41) ,11% Jumlah % Sumber : KPU tgl 9 Mei Pemilu 2014 I. Penutup Perolehan suara dan kursi parpol berbasis Islam dalam pemilu sejak tahun 1955 sampai 2009 memiliki trend menurun seperti yang dringkaskan dalam table berikut ini: Tahun % Perolehan suara Keterangan , ,38-7,30 % di banding ,56 +1,18 % di banding ,15-13,41 % di banding Berdasarkan data tersebut di atas, timbul pertanyaan mengapa ummat Islam yang mayoritas jumlahnya (lebih 85 %) justeru parpol berbasis Islam tidak menjadi pilihannya dalam pemilu? dan masih banyak pertanyaan yang akan muncul yang harus dijawab oleh para steakholders Parpol berbasis Islam dan para tokoh Ummat Islam serta ummat Islam itu sendiri. Salah satu jawaban yang segera muncul adalah hasil tanggal 9 April 2014 sebagai bagian dari penerapan demokrasi konstitusional. Oleh karena itu hasil tanggal 9 April 2014 tersebut akan menjawab doktrin bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis tercermin dalam recruitment kepala pemerintahan, dan anggota perwakilan (DPR/DPD/DPRD) serta cara pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan publik oleh lembaga yang diberikan kewenangan dan tugas untuk kepentingan itu. Persoalannya adalah bagaimana proses politik justeru tidak mencederai demokrasi itu sendiri. Artinya produk politik yang digodok di lembaga perwakilan sebagai representasi rakyat menghasilkan produk kebijakan yang mampu mendorong partisipasi dalam perwujudan kesejahteraan bersama. Dalam perspektif ini, maka proses recruitment harus didasarkan pada prinsip demokrasi yang dipandu oleh prinsip hukum (legal), dan akan menghasilkan pemimpin yang diterima oleh sebagaian besar masyarakat (legitimate) karena kesalehan intelektual, moral dan berkeinerja tinggi (competence). Jakarta, 5 April 2014
Pemilu Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah
Lebih terperinciPemilu Hasil Pemilu 1999
Pemilu 1999 Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang
Lebih terperinciSEJARAH PEMILU DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM
SEJARAH PEMILU DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM Ini merupakan Pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan Pemilu merupakan syarat minimal
Lebih terperinciBAB V HASIL PEMILU A. PEMILU Bab ini menjelaskan tentang: Hasil Pemilu secara nasional mulai dari
KOMISI UMU M PEM I LI HAN BAB V HASIL PEMILU Bab ini menjelaskan tentang: Hasil Pemilu secara nasional mulai dari 1955 2009 A. Pemilu 1955 (DPR dan Konstituante) B. Pemilu 1971-1999 (DPR) C. Pemilu 2004-2009
Lebih terperinciKomisi Pemilihan Umum
Pemilu 1955 Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi,
Lebih terperinciSEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at
SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,
Lebih terperinciSEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM PILEG. pada 9 April Dalam pemilihan umum legislatif di provinsi Lampung
28 IV. GAMBARAN UMUM PILEG 4.1. Gambaran Umum Pileg Pemilihan umum Calon Anggota Legislatif Indonesia tahun 2014, dilaksanakan pada 9 April 2014. Dalam pemilihan umum legislatif di provinsi Lampung dilaksanakan
Lebih terperinciA. RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Uraian Ringkas Kondisi Setjen KPU saat ini
A. RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Uraian Ringkas Kondisi Setjen KPU saat ini Sejalan dengan Program Reformasi Birokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah, maka sejak Tahun 2013 Setjen KPU telah menetapkan program
Lebih terperinciBAB II PEMILU DI INDONESIA
KOMISI UMU M PEM I LI HAN BAB II PEMILU DI INDONESIA Bab ini menjelaskan tentang: A. Pemilu 1955 (Masa Parlementer) B. Pemilu 1971 1997 (Masa Orde Baru) C. Pemilu 1999 2009 (Masa Reformasi) Waktu : 1 Jam
Lebih terperinciTugas Mandiri Sejarah Sejarah Pemilu di Indonesia. Oleh : Mohamad Candra XI IPA 7 16
Tugas Mandiri Sejarah Sejarah Pemilu di Indonesia Oleh : Mohamad Candra XI IPA 7 16 SMA NEGERI 3 BANDUNG 2012 Pemilihan umum di Indonesia Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Negara demokrasi, pemilu merupakan sarana untuk melakukan pergantian
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara demokrasi, pemilu merupakan sarana untuk melakukan pergantian pemimpin pada tingkatan daerah sebagai syarat meneruskan estafet pemerintahan. Pemilu
Lebih terperinciLATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit )
LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) 1. Lembaga tinggi negara yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD adalah a. DPR c. DPD e. MK f. MA 2. Yang bukan Tugas MPR adalah a. Melantik Presiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi Cossensus politik Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi Cossensus politik Nasional yang merupakan salah satu instrument penting penyelenggaraan pemerintah setelah digulirkan otonomi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PEMILIHAN UMUM khususnya sistem demokrasi dan sistem kepartaian. Pada umumnya hasil
BAB IV HASIL PEMILIHAN UMUM 1955 A. Hasil Pemungutan Suara Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 sebagai pemilihan umum yang pertama dilaksanakan di negara kita sangat menarik perhatian masyarakat terutama ahli
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan salah satu partai politik dengan basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004 mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menganut konsep demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilihan umum (pemilu) yang melibatkan masyarakat untuk memilih secara
Lebih terperinciBAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian
BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian 2. Deskripsi Kelurahan Polonia Kelurahan Polonia merupakan salah satu dari kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Polonia yang memilki luas 1,57km 2 dan terdiri dari
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
172 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam skripsi yang berjudul Peta
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM kenyataan bahwa negara Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat. Pasal 35
BAB III PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM 1955 A. Dasar Hukum dan Asas Pemilihan Umum Pemilihan umum 1955 ini memiliki beberapa dasar hukum yang digunakan yaitu Pasal 1 ayat (2) UUDS 1950 menyebutkan bahwa kedaulatan
Lebih terperinci2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan oleh suatu prinsip yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan salah satu sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca reformasi bangsa kita sudah berhasil melaksanakan pemilihan umum presiden yang di pilih langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses pengambilan hak suara
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 13/PHPU.D-X/2012 Tentang Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Kolaka Utara Terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara demokrasi akan selalu ditandai dengan adanya partai politik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara demokrasi akan selalu ditandai dengan adanya partai politik sebagai barometer dari sebuah demokrasi yang berjalan di negara tersebut. Di dalam suasana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia ini yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, dimana dalam sistem ini kedaulatan berada ditangan rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah
Lebih terperinciSEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU
SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB III TEORI SOSIAL CLIFFORD GEERTZ DAN SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA
BAB III TEORI SOSIAL CLIFFORD GEERTZ DAN SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA 3.1 Teori Sosial Clifford Geertz Geertz adalah seorang Guru Besar di Universitas Chicago Amerika Serikat, ia melakukan
Lebih terperinciParpol Islam dan yang berbasis massa Islam, tak lagi terlihat menyuarakan Islam, bahkan seakan menghindar untuk diidentikkan dengan Islam.
Pengantar: Partai politik Islam selalu berkiprah dalam pesta demokrasi di Indonesia. Meski sudah 10 kali ikut pemilu, alih-alih menang, parpol Islam sepertinya hanya menjadi penggembira. Mengapa sampai
Lebih terperinciDemokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka
Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei
Lebih terperincipublik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.
BAB VI. KESIMPULAN Perubahan-perubahan kebijakan sektor beras ditentukan oleh interaksi politik antara oligarki politik peninggalan rezim Orde Baru dengan oligarki politik reformis pendatang baru. Tarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orde Baru telah mengalami keruntuhan seiring jatuhnya Soeharto sebagai presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, setelah sebelumnya krisis ekonomi menghancurkan
Lebih terperinciHASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)
HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Sumatera Utara Hari/Tanggal: 02 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 11.20-11.55 WIB Disahkan Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Pukul:
Lebih terperinciKOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK
- 1 - KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK NOMOR : 07/Kpts/KPU-Kota-019.435761/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN
Lebih terperinciAKTUALISASI POLITIK ISLAM INDONESIA : BELAJAR DARI PEROLEHAN SUARA PARTAI ISLAM DALAM PEMILU 1. Yusuf Hamdan **
AKTUALISASI POLITIK ISLAM INDONESIA : BELAJAR DARI PEROLEHAN SUARA PARTAI ISLAM DALAM PEMILU 1 Yusuf Hamdan ** Abstrak Memahami Islam dapat dilakukan dalam tiga matra: Islam dalam cita, citra, dan fakta.
Lebih terperinciKOMISI PEMILIHAN UMUM
KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 33/Kpts/KPU-Kab-019.964931/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN CALON YANG DIAJUKAN PARTAI POLITIK ATAU
Lebih terperinciPENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)
PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep
Lebih terperinciA. Pengertian Orde Lama
A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode
Lebih terperinciURGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setiap lima tahun keanggotaan dewan perwakilan rakyat mengalami pergantian.
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Setiap lima tahun keanggotaan dewan perwakilan rakyat mengalami pergantian. Baik dewan perwakilan rakyat pusat (DPR), dewan perwakilan rakyat propinsi (DPRD propinsi)
Lebih terperinciKOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MANDAILING NATAL
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MANDAILING NATAL KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR : /Kpts/KPU-Kab-002.43 4826 / 2010 TENTANG PENETAPAN PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI
Lebih terperinciHASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)
HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Banten Hari/Tanggal: 30 April 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 15.15-15.40 WIB Perbaikan Hari/Tanggal: 01 Mei 2009 Pukul: 21.10-22.50
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Di negara yang menganut sistem demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan, kedaulatan berada
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam kesempatan ini sebelum melakukan perbandingan antara kedua sistem dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD di 2009 dan 2014, terlebih dahulu yang dibahas adalah apa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan
Lebih terperinciTUGAS FINAL PEMILU INDONESIA
TUGAS FINAL PEMILU INDONESIA MATAKULIAH : (PENGANTAR ILMU POLITIK) DI SUSUN OLEH : REXY MARTINO A321 15 135 PRODI PPKN JURUSAN PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara
Lebih terperinciHASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)
HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Riau Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 09.15-09.50 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan 1 Partai
Lebih terperinci2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Partai politik sebagai kekuatan politik mempunyai hak dan bagian dalam setiap pemilihan umum. Pada setiap partai politik menganut ideologinya masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka tampak lebih independen, egaliter, terbuka, dan lebih cerdas dalam menanggapi berbagai informasi
Lebih terperinciKOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.329506/2013 T E N T A N G PENETAPAN JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK
Lebih terperinciADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU
ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon
Lebih terperinciPancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu
Lebih terperinciPEMERINTAHAN GOVERNMENT
Pusat Pemerintahan Kecamatan, Jumlah Desa, Kelurahan dan UPT : 2.1. dalam Kabupaten Musi Banyuasin Central of District Government, Number of Villages, Wards and UPTs in Musi Banyuasin Regency Kecamatan/
Lebih terperinciREFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA
REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah
Lebih terperinciKEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014
KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan
Lebih terperinciSALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG
SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN SUARA SAH POLITIK DALAM PEMILU ANGGOTA DPRD
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Runtuhnya rezim Orde Baru memberikan ruang yang lebih luas bagi elit politik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Runtuhnya rezim Orde Baru memberikan ruang yang lebih luas bagi elit politik lokal untuk menjalankan peran di tengah masyarakat yang selama diperankan pemerintah, elit
Lebih terperinciKajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik
Koalisi Pemantauan Dana Kampanye Transparansi Internasional Indonesia dan Indonesia Corruption Watch Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana
Lebih terperinciP U T U S A N. Perkara Nomor : 031/PHPU.C1-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
P U T U S A N Perkara Nomor : 031/PHPU.C1-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada
Lebih terperinciBAB II PEMILU DI INDONESIA
KOMISI UMU M PEM I LI HAN BAB II PEMILU DI INDONESIA Bab ini menjelaskan tentang: A. Pemilu 1955 (Masa Parlementer) B. Pemilu 1971 1997 (Masa Orde Baru) C. Pemilu 1999 2009 (Masa Reformasi) Waktu : 1 Jam
Lebih terperinciPOLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)
A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun
Lebih terperincisherila putri melinda
sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pola perilaku yang berkenaan dengan proses internal individu atau kelompok
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengkajian Perilaku pemilih di Indonesia secara spesifik memberi perhatian mendalam tentang pemungutan suara, khususnya mengenai dukungan dan pola perilaku yang berkenaan
Lebih terperinciKEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG
KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota-009.436512/2013 TENTANG PENETAPAN SYARAT MINIMAL JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK DALAM
Lebih terperinciPeningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin
Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut
Lebih terperinciPencalonan DPR RI sebagian besar memenuhi aturan zipper system 1:3, namun fenomena yang muncul adalah pencalonan pada angka 3 dan 6.
Parpol 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10.11,. PD 15 17 53 23 21 40 14 16 14 7 PG 12 17 51 12 13 42 11 12 13 9 PDIP 2 21 56 11 26 38 18 21 15 13 PAN 10 17 45 19 16 26 10 10 10 11 PKS 2 8 64 7 26 41 18 23 17 9 PKB 10
Lebih terperinci2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)
Lebih terperinciKEWARGANEGARAAN DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM
KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan
Lebih terperinciASSALAMU'ALAIKUM WR.WB
ASSALAMU'ALAIKUM WR.WB KELOMPOK 11 Nama Anggota: Nur Ihsani Rahmawati (14144600186) Rizki Utami (14144600210) Siti Aminah (14144600198) Kelas: A5-14 FKIP/PGSD Tugas Kelompok : PKN Universitas PGRI Yogyakarta
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu menarik adalah diselenggarakannya pemilu di Indonesia. Kita tahu bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika perpolitikan di Indonesia selalu menjadi suatu kajian yang menarik untuk diikuti kemudian dianalisis perkembangnya. Salah satu hal yang selalu menarik
Lebih terperinciMembangun Sistem Kepartaian Pluralisme Moderat
Seri Demokrasi Elektoral Buku 3 Membangun Sistem Kepartaian Pluralisme Moderat Menyederhanakan Jumlah Partai Politik Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan www.kemitraan.or.id Seri Demokrasi Elektoral
Lebih terperinciPEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA
MODEL EB 1 DPRD KAB/KOTA PENGHITUNGAN SUARA DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PROVINSI : SULAWESI
Lebih terperinciSTRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN
STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah
Lebih terperinciPP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1999 (33/1999) Tanggal: 19 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPERKEMBANGAN POLITIK HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PARTAI POLITIK DALAM PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN NEGARA PASCA REFORMASI
PERKEMBANGAN POLITIK HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PARTAI POLITIK DALAM PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN NEGARA PASCA REFORMASI Torang Rudolf Effendi Manurung Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke
IV. GAMBARAN UMUM A. Jurusan Ilmu Pemerintahan Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke governance pada dekade 90-an memberi andil dalam perubahan domain Ilmu Pemerintahan.
Lebih terperinciPEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional dan Daerah (PPTND)
PEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional dan Daerah (PPTND) Dosen Pengampu : Andhyka Muttaqin, SAP, MPA Oleh: Dian
Lebih terperinciPemilu Kepala Daerah dalam Transisi Demokrasi
Pemilu Kepala Daerah dalam Transisi Demokrasi Zainal Arifin Hoesein 1 Abstract The election of regional head has a strategic position to building democracy in transition. In order that the election of
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi
Lebih terperinciMPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)
JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang
Lebih terperinciREKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI PROVINSI...
Lampiran 2 Model F6-Parpol REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI 1 PARTAI AMANAT NASIONAL (PAN) 2 PARTAI BULAN BINTANG (PBB) TAHAP I TAHAP II TAHAP I TAHAP II TAHAP I TAHAP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan
Lebih terperinciKekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara
Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara Abdil Mughis Mudhoffir http://indoprogress.com/2016/12/kekerasan-sipil-dan-kekuasaan-negara/ 15 December 2016 IndoPROGRESS KEBERADAAN kelompok-kelompok sipil yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu
Lebih terperinciJl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) , Fax (021) Website:
WARISAN POLITIK SOEHARTO Jl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) 391-9582, Fax (021) 391-9528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id Latar belakang Cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia
BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat
Lebih terperinci