PEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional dan Daerah (PPTND)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional dan Daerah (PPTND)"

Transkripsi

1 PEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional dan Daerah (PPTND) Dosen Pengampu : Andhyka Muttaqin, SAP, MPA Oleh: Dian Purnama Sari Putri Permata Taqwa Nurul Afifah Kelas : I JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan...2 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Konsep Sistem Pemilu Konsep Sistem Politik...5 BAB 3 METODE PENULISAN Jenis Penulisan Objek Penulisan Teknik Pengambilan Data Prosedur Penulisan Kerangka Berpikir...8 BAB 4 PEMBAHASAN Proses dan Sistem Politik Pada Tahun Analisis Kelompok :...21 BAB 5 PENUTUP Kesimpulan Rekomendasi...25 DAFTAR PUSTAKA...26 ii

3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan sejarah partai-partai di Indonesia sebenarnya sudah cukup lama jika dibandingkan sejarah bangsa Indonesia. Partai-partai di Indonesia mulai berdiri hampir bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia, yaitu mulai muncul sejak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 yang mengimbau agar bangsa Indonesia mendirikan partai-partai dalam rangka menyongsong pemilihan umum (baik untuk parlemen/knip maupun Badan Konstituante) yang direncanakan akan segera dilaksanakan. Sejarah mencatat bahwa rencana tersebut baru dapat terlaksana tujuh tahun kemudian, tahun Itu ketika bangsa Indonesia pertama kali melaksanakan pemilihan umum anggota DPR yang menghasilkan adanya 27 partai yang memperoleh kursi di parlemen dari 36 partai yang mengikuti pemilihan umum. Sejarah partai politik Indonesia mencatat bahwa inilah satu-satunya Pemilu (yang dapat dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun masa Orde Lama) yang dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan partai-partai politik masa Orde Lama. Sampai dengan berakhirnya Orde Lama pada pertengahan dekade 1960-an, tidak ada lagi pemilihan umum yang dapat dipergunakan untuk mengukur distribusi kekuatan antarpartai secara nasional. Pemilu 1955 diwarnai konflik antar aliran politik karena adanya perbedaan ideologis-kultural. Konflik-konflik tersebut seringkali dapat didamaikan melalui mekanisme solidaritas di kalangan elite partai. Namun konflik antar partai tersebut sangat berkepanjangan bahkan sampai menimbulkan korban jiwa (Puspoyo:2012). Dengan maraknya konflik ideologi dan konflik internal partai pada masa itu, mengakibatkan kabinet atau parlemen yang dikuasai partai-partai menjadi melemah. Selain permasalahan di atas, Pemilu tahun 1955 juga diwarnai dengan jatuh bangunnya kabinet Demokrasi Parlementer. Beerbagai peristiwa di atas menjadi bukti yang jelas betapa pemerintahan Indonesia pada saat pelaksanaan Pemilu Orde Lama tidak berada pada kondisi yang stabil. 1

4 Berdasarkan paparan di atas, maka kelompok kami memberi judul Pemilu 1955: Pesta Demokrasi Pertama di Indonesia untuk makalah kami. Dalam makalah ini kami akan menganalisis proses Pemilu yang terjadi pada tahun 1955, mulai dari sistem kepartaian dan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan Pemilu tersebut Rumusan Masalah 1) Bagaimana proses dan sistem pemilihan umum pada tahun 1955? 1.3. Tujuan 1) Mengetahui proses dan sistem pemilihan umum pada tahun

5 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Sistem Pemilu a. Pemilu Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatanjabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. Menurut UU no 08 tahun 2008 pasal 1 Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan 3

6 Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun b. Sistem Pemilu Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu sebagai berikut: Sistem Distrik Sistem ini diselenggerakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk, tetapi tempat yang sudah ditentukan. Jadi daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang padat penduduknya. Oleh karena itu sudah barang tentu banyak jumlah suara yang akan terbuang di satu pihak tetapi malahan menguntungkan pihak yang renggang penduduknya. Tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih akrab dengan wakilnya (personan stetsel). Satu distrik biasanya satu wakil (single member constituency). Sistem Proposional Sistem ini didasari jumlah penduduk yang akan menjadi peserta pemilih, misalnya setiap penduduk pemilih memperoleh satu wakil (suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah kelompok orang yang diajukan kontestan Pemilu, yaitu para partai politik (multi member constituency) yang dikenal lewat tanda gambar (lijsten stetsel) sehingga wakil dan pemilih kurang akrab. 4

7 2.2. Konsep Sistem Politik Menurut Pamudji, sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membrntuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh. Sistem adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian, yang kaitmengkait satu sama lain, bagian atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk dari rangkaian selanjutnya. Politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, kelakuan pejabat, legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuasaan, kekuatan, kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi konsensus nasional, serta kemudian kekuatan masa rakyat. Menurut Robert Dahl sistem politik mencakup dua hal yaitu: pola yang tetap dari hubungan manusia, kemudian melibatkan sesuatu yang luas tentang kekuasaan, aturan dan kewenangan. Pada dasarnya konsep sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, di mana suatu sistem bersifat abstark pula. Dalam konsteks ini sistem terdiri dari beberapa variabel. Di samping itu konsep sistem politik dapat diterapkan pada suatu situasi yang konkrit, misalnya negara, atau kesatuan yang lebih kecil, seperti kota, atau suku-bangsa, atau pun kesatuan yang lebih besar seperti bidang internasional, di mana sistem politik terdiri dari beberapa negara. Sistem politik menyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu untuk masyarakat. Fungsi-fungsi itu adalah membuat keputusan-keputusan kebijaksanaan (policy decisions) yang mengikat mengenai alokasi dari nilai-nilai (baik yang bersifat materiil, maupun yang non-materiil). Sistem politik menghasilkan output yaitu keputusan-keputusan kebijaksanaankebijaksanaan yang mengikat. Dengan kata lain : melalui sistem politik 5

8 tujuan-tujuan masyarakat dirumuskan dan selanjutnya dilaksanakan oleh keputusan-keputusan kebijkasanaan. Salah satu aspek penting dalam sistem politik adalah budaya politik (political culture) yang mencerminkan faktor subyektif. Dalam sistem politik terdapat 4 variabel: 1. Kekuasaan : Sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan antara lain membagi sumber-sumber di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. 2. Kepentingan : Tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau kelompok politik. 3. Kebijaksanaan : Hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang-undangan. 4. Budaya Politik : Orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik. 6

9 BAB 3 METODE PENULISAN 3.1. Jenis Penulisan Tulisan dalam makalah ini bersifat kajian pustaka atau library research. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisis sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut Objek Penulisan Objek penulisan dari makalah ini adalah sistem pemilihan umum pada masa Orde Lama tahun 1955 beserta bagaimana saja prosesnya, mulai dari kampanye hingga hasil Pemilu Teknik Pengambilan Data Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan tentang peristiwa Pemilihan Umum pada tahun Informasi yang dikumpulkan meliputi sistem Pemilu yang diterapkan, proses kampanye dan Pemilu, hasil dari Pemilu itu sendiri beserta peristiwa-peristiwa yang terkait dengan Pemilu tahun Adapun informasi ini diperoleh dari berbagai literatur, mulai dari majalah. jurnal ilmiah, internet maupun buku yang relevan dengan objek yang akan dikaji Prosedur Penulisan Setelah dilakukan pengumpulan data informasi, semua hasil diseleksi untuk mengambil data dan informasi yang relevan dengan masalah yang dikaji. Untuk menyajikan masalah yang akan dibahas, maka dalam tulisan ini penyajian dibagi atas satu pokok bahasan, yaitu proses dan sistem Pemilu yang terjadi pada tahun Pokok bahasan tersebut nantinya masih akan terbagi ke dalam 4 sub pokok bahasan yang terdiri dari : 7

10 1) Sistem Pemilu yang digunakan pada Pemilu tahun ) Partai politik yang ikut meramaikan pesta Pemilu tahun ) Proses Pemilu yang menggambarkan jalannya Pemilu tahun ) Hasil Pemilu tahun Kerangka Berpikir Tulisan ini memiliki kerangka berpikir dalan proses penulisannya. Kerangka atau alur berpikir digunakan untuk mempermudah proses penulisan. Adapun kerangka berpikir dalam tulisan ini akan dijelaskan pada skema di bawah ini. LATAR BELAKANG Partai-partai di Indonesia mulai muncul sejak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 yang mengimbau agar bangsa Indonesia mendirikan partai-partai dalam rangka menyongsong pemilihan umum Pemilu 1955 diwarnai konflik antar aliran politik karena adanya perbedaan ideologis-kultural. Pemilu tahun 1955 juga diwarnai dengan jatuh bangunnya kabinet Demokrasi Parlementer. Pemilu tahun 1955 satu-satunya pemilu (yang dapat dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun masa Orde Lama) yang dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan partai-partai politik. RUMUSAN MASALAH 1) Bagaimana proses dan sistem pemilihan umum pada tahun 1955? STUDI LITERATUR Tinjauan tentang sistem Pemilu tahun 1955 Tinjauan tentang proses dan hasil Pemilu tahun 1955 Tinjauan tentang peristiwa-peristiwa pada saat dan setelah Pemilu tahun

11 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Proses dan Sistem Politik Pada Tahun 1955 A. Sistem Pemilu pemilu 1955 yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante berada di Gambar 3.1 bawah rezim hukum konstitusi Pasal 1 Ayat 1, Pasal 35, Pasal 56 s.d. Pasal 60, Pasal 134 dan Pasal 135 UUDS 1950 yang kemudian diderivasi dalam UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum. Pemilu tersebut berada dalam konteks sistem ketatanegaraan kabinet parlementer dengan sistem multipartai. Sebenarnya gagasan untuk menyelenggarakan Pemilu sudah muncul 3 bulan setelah Proklamasi 1945 lewat Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 3 November 1945, namun tidak terlaksana karena berbagai faktor dan kemudian juga lahir UU Nomor 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang kemudian diuabah dengan UU Nomor 12 Tahun 1949 yang merupakan sistem Pemilu bertingkat, jadi Pemilu tidak langsung. Berikut merupakan isi Maklumat Wakil Presiden Nomor X : 1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat. 9

12 2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat. Pemilihan ini diharapkan dapat dilakukan pada bulan Januari Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember contituency) yang dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi / perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dalam sistem Pemilu proporsional satu wilayah besar memilih beberapa wakil. Dan dalam sistem ini satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah tersebut jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para calon atau kontestan, secara nassional tanpa menghiraukan distribusi suara itu. Sedangkan maksud sistem daftar disini adalah dimana partai-partai peserta Pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada. B. Partai Politik Jika diperhatikan perkembangan kehidupan kepartaian di Indoensia, maka segera diketahui bahwa pengalaman berpartai masyarakat Indonesia berlumlah begitu lama. sebelum tercapainya kemerdekaan, khususnya pada masa Hindia Belanda, kaum pergerakan mendirikan sejumlah partai yang antara lain dipakai sebagai wahanan untuk pendidikan politik dan mobilisasi politik dalam rangka perjuangan kemerdekaan. sebelum tahun 1930-an kehidupan kepartaian dapat dicirikan sebagai radikal dan konservatif, dengan pengertian yang berani menentang Belanda secara terang-terangan dan yang lain melakukan perjuangan politik melalui cara persuasif dengan pemerintah kolonial. Tetapi setelah partai komunis dibubarkan pemerintah kolonial Belanda menyusul pmberontakan yang gagal tahun 1926/1927 oleh komunis, kehidupan kepartaian mengalami masa suram. Penyesuaian gaya kemudian dilakukan disana sini dan baru mulai menjadi radikal lagi menjelang Jepang mendarat di Indonesia. 10

13 Jika dilihat dari mau tidaknya memasuki institusi-institusi kolonial, maka kehidupan kepartaian pada masa Hindia Belanda ini dicirikan dengan mereka mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial (kooperasi) dan yang menolak mamasuki institusi kolonial (non kooperasi). Seirama dengan ekslarasi perjuangan, beberapa tahun sebelum Jepang mendarat di Indonesia, terlihat pendekatan partai radikal dengan konservatif atau antara kaum kooperator dengan non kooperator baik dalam ikatan atas dasar kebangsaan seperti yang terwujud dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) maupun atas dasar ideologi keagamaan seperti terlihat pada majelis Islam Ala Indonesia (MIAI). Pada masa pendudukan militer Jepang, kegiatan kepartaian dilarang, kecuali MIAI yang diperkenankan terus berdiri edngan cara menyesuaikan AD/ART nya dengan keinginan perang Asia Timur raya. Namun ternyata MIAI juga tidak dapat bertahan lama, karena kegiatan-kegiatan MIAI dicurigai Jepang. MIAI lalu dibubarkan dan pemerintah pendudukan Jepang menggantikannya dengan Masyumi (1943). Pada awal proklamasi, PPKI merencanakan membentuk partai tunggal (partai negara) dengan sebutan Partai Nasional Indonesia yang sama sekali tidak ada hubungan dengan PNI. Gagasan partai tunggal ini diprakarsai Soekarno sebetulnya tidak begitu disokong oleh Bung Hatta. Hal itu barangkali karena partai tunggal mirip dengan bentuk kepartaian di negara komunis, yang dalam aktivitasnya cenderung diktator. Dalam kenyataannya rencana partai tunggal ini juga terwujud antara lain karena KNIP mampu mengorganisir massa untuk membela eksistensi proklamasi. Penentangan terhadap gagasan partai tunggal diperlihatkan lagi dengan usulan politik Badan Pekerja KNIP kepada wakil Presiden. Pemerintah merealisasi usul Badan Pekerja ini melalui Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik. Sejak itu bermunculanlah partai-partai politik yang jumlahnya tanpa batas. Keadaan ini menjadi runyam karena 11

14 sebagian partai-partai ini menuntut untuk diberi tempat dalam pemerintahan dan KNIP. Keadaan yang sama juga terjadi pada negara/daerah bagian yang diciptakan Van Mook melalui Konferensi Malino dan Pangkalpinang. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950 mewarisi sistem multi partai ini. Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. Sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik. Partai-partai tersebut adalah: a. Masyumi (kemudian pecah : PSII menjadi partai politik sendiri tahun 1947 dan NU tahun 1952). b. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). c. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). d. Partai Kristen Indonesia (PARKINDO). e. Partai Katolik f. Partai Nasional Indonesia (PNI) g. Persatuan Indonesia Raya (PIR) h. Partai Indonesia Raya (PARINDRA) i. Partai Rakyat Indonesia (PRI) j. Partai Demokrasi Rakyat (BANTENG) k. Partai Rakyat Nasional (PRN) l. Partai Wanita Rakyat (PWR) m. Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI) n. Partai Kedaulatan Rakyat (PKR) o. Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) p. Ikatan Nasional Indonesia (INI) q. Partai Rakyat Djelata (PRD) r. Partai Tani Indonesia (PTI) s. Wanita Demokrasi Indonesia (WDI) t. Partai Komunis Indonesia (PKI) u. Partai Sosialis Indonesia (PSI) v. Partai Murba w. Partai Buruh (dua buah) 12

15 x. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI) y. Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (PDTI) z. Partai Indo Nasional (PIN) Kehidupan kepartaian diusahakan menjadi modern, kesadaran berpolitik meningkat. Masyarakat mulai melihat bahwa melalui partai memungkinkan mereka dapat mengikuti arus mobilisasi sosial, baik vertikal maupun horizontal. Melalui partai seseorang seringkali mengharapkan perlindungan, bahkan mungkin juga melalui partai seseorang mungkin bisa meningkatkan kesejahteraan pribadinya dengan cara memanfaatkan hubungan teman separtai. Kehidupan kepartaian juga memasuki dunia pegawai negeri, tidak terkecuali mereka yang kebetulan sedang menjadi pejabat tinggi, hakim, dan sebagainya, sebagian besar memutuskan memasuki salah satu partai politik. Dengan begitu klik sesama teman separtai kemudian terbentuk pada bagianbagian tertentu di instansi pemerintah. Pengecualian dari situasi ini adalah kalangan tentara dan kepolisian negara yang sejak semula memang tidak diperkenankan menjadi anggota partai. Dengan pengertian lain jika mereka ingin menjadi anggota partai, dengan sendirinya harus membuka pakaian seragamnya dan menjadi orang sipil. Walaupun begitu ternyata militer dan polisi tidak luput dari penetralisasi ideologi kepartaian, yang tergambar dalam sikap mereka yang secara samar-samar seringkali menyokong kebijaksanaan partai tertentu. Orang-orang terkemuka seringkali tidak secara formal menyatakan dirinya menjadi anggota satu partai. Baik sejumlah anggota parlemen maupun beberapa pejabat senior pemerintahan seringkali memunculkan kesan bahwa mereka seorang non partai. Jumlah anggota partai pada masa ini sukar dihitung. Biasanya masingmasing partai mengukur sendiri berarnya jumlah anggota mereka. Pengakuan mengenai jumlah anggota seringkali berlebihan, karena tidak ada catatan resmi mengenai keanggotaan. PNI umpamanya mengklaim jumlah 13

16 anggotanya sebanyak orang dengan 228 ncabang di seluruh Indonesia pada tahun Sementara Masyumi menyebutkan anggotanya sebanyak orang dengan 237 cabang. Partai Kristen Parkindo menyatakan mempunyai anggota sebanyak orang. Sementara Partai Rakyat Nasional menyebutkan anggotanya sebanyak dua juta orang, Perhatian partai-partai terhadap persoalan-persoalan politik sangat terasa di Jakarta dibanding dengan daerah-daerah lainnya. Bilamana mereka bergerak diluar ibukota, biasanya kegiatan lebih banyak terarah kepada wilayah-wilayah yang memiliki potensi yang mendukung kebijaksanaan nasional mereka, seperti di kota-kota besar, di kota-kota residensi atau kabupaten dan wilayah-wilayah yang secara ekonomis merupakan pusatpusat produksi untuk pasaran dunia. Sebagian partai memusatkan perhatiannya di daerah Jawa. Sasaran mereka adalah mempengaruhi organisasi sosial si pedesaan, para wanita, pemuda, buruh, petani, alim ulama, tenaga terdidik, budayawan, organisasi, olahraga, dan kaum veteran. Lapisan mayyarakat ini diikat mereka dengan ideologi kepartaian dan aliran-aliran tertentu. Dengan demikian orang desa ini dipaksa untuk menerima kepemimpinan orang kota melalui garis ideologi. Sebaliknya hubungan desa kota juga menemukan saluran baru. Hampir bisa dipastikan bahwa partai tidak bisa hidup hanya dari iuran anggota. Beberapa dana diperoleh dari potongan honorarium anggota legislatif, organ-organ partai, dan melalui hubungan dengan birokrasi pemerintah. C. Proses Pemilu 1. Kampanye Partai Politik Tahun 1955 Kampanye Pemilu yang sangat sengit pada tahun 1955 berlangsung lama sekali yang memperuncing konflik sosial di banyak daerah. Ketiadaan konsensus politik yang mencolok pada masa kamanye itu menjadi jelas lagi pada masa pasca Pemilu, yaitu pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo kedua (Maret 1956-Maret 1957). Dari empat partai yang 14

17 keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali itu. Tetapi, konflik PNI dan Masyumi berjalan terus di dalam kabinet itu, sehingga kabinet dilihat lemah dan kurang tegas. Hal itu menyuburkan lahan bagi beberapa aktor politik yang dari dulu merasa diri dikesampingkan oleh sistem demokrasi parlementer. Yang paling nyata Presiden Gambar 3.2 Soekarno dan pimpinan tentara. Menarik pula perilaku para politikus saat berkampanye. Semua politikus, termasuk PM Burhanudin Harahap dan para menteri yang menjadi calon anggota DPR, tidak pernah menggunakan fasilitas negara maupun memanfaatkan otoritasnya sebagai pejabat negara. Mereka juga tidak pernah meminta pejabat di bawahnya untuk menggiring masyarakat masyarakat pemilih untuk mengambil sikap yang menguntungkan partainya. Sebab, mereka tak menganggap sesama pejabat negara sebagai pesaing yang menakutkan. Selain itu, tak ada gelagat dari pejabat negara tertentu untuk menghalalkan segala cara selama mengikuti kampanye. Teladan para pejabat pada masa lalu inilah yang kita rindukan bersama saat ini. Tidak diketahui pasti berapa lama masa kampanye pada Pemilu Tetapi masa kampanye yang semula dikhawatirkan gaduh, ternyata berlangsung aman dan tertib. 2. Proses Pemilu Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1954 dan baru selesai pada 15

18 November. Ada warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini. Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, kecamatan, dan desa. Dengan perbandingan setiap penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi. Pemilu tahun 1955 diselenggarakan dalam dua tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain: a) Tahap 1 (29 September 1955), dilaksanakan untuk memilih anggota DPR b) Tahap 2 (15 Desember 1955), dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Konstituante Menurut George McTurnan Kahin, Pemilu tahun 1955 tersebut begitu penting sebab dengan itu kekuatan partai-partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang dihasilkan lebih Gambar

19 bermutu sebagai lembaga perwakilan. Sebelum Pemilu, parlemen selalu menjadi sasaran kekecewaan, terutama dari kelompok militer yang merasa kepentingannya selalu dicampuri. Selain itu, masyarakat luas juga memiliki harapan akan suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali jatuh-bangun; wewenang pemerintah yang selalu mendapat rintangan dari tentara; korupsi; nepotisme dan pemerintah yang terkesan lumpuh di dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena belum ada lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mapan, pengorganisasian pemungutan suara menjadi tanggungjawab pemerintah dan wakil-wakil partai politik. Organisasi itu terdapat pada setiap jenjang pemerintahan, mulai dari pusat sampai ke tingkat desa. Partai-partai berjuang untuk merebut simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya mengembangkan cara kampanye simpatik dengan mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Penggalangan massa ini dinilai efektif untuk meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu untuk menentukan pilihannya. Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menelan biaya Rp Angka itu dikeluarkan untuk membiayai perlengkapan teknis pemilihan seperti pembuatan kotak suara dan honorarium panitia penyelenggara Pemilu. Menurut Herbert Feith dana Pemilu itu sebenarnya terlampau mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya adalah kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya menambah beban biaya. D. Hasil Pemilu Tahun Hasil Pemilu Tahap 1 (29 September 1955) Dari 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 17

20 kursi/15,4%). Berikut merupakan tabel hasil Pemilu tahap pertama tahun 1955 : Tabel 3.1 No. Partai Jumlah Suara Persentase (%) Jumlah Kursi 1. Partai Nasional Indonesia ,32 57 (PNI) 2. Masyumi , Nahdlatul Ulama (NU) , Partai Komunis Indonesia ,36 39 (PKI) 5. Partai Syarikat Islam ,89 8 Indonesia (PSII) 6. Partai Kristen Indonesia ,66 8 (Parkindo) 7. Partai Katolik , Partai Sosialis Indonesia ,99 5 (PSI) 9. Ikatan Pendukung ,43 4 Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 10. Pergerakan Tarbiyah ,28 4 Islamiyah (Perti) 11. Partai Rakyat Nasional ,64 2 (PRN) 12. Partai Buruh , Gerakan Pembela Panca ,58 2 Sila (GPPS) 14. Partai Rakyat Indonesia ,55 2 (PRI) 15. Persatuan Pegawai Polisi ,53 2 RI (P3RI) 16. Murba , Baperki , Persatuan Indonesia Raya ,47 1 (PIR) Wongsonegoro 19. Grinda , Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) ,

21 21. Persatuan Daya (PD) , PIR Hazairin , Partai Politik Tarikat Islam ,22 1 (PPTI) 24. AKUI , Persatuan Rakyat Desa ,21 1 (PRD) 26. Partai Republik Indonesis ,19 1 Merdeka (PRIM) 27. Angkatan Comunis Muda ,17 1 (Acoma) 28. R.Soedjono ,14 1 Prawirisoedarso 29. Lain-lain ,71 - Jumlah , Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang. 2. Hasil Pemilu Tahap 2 (15 Desember 1955) Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan anggota Konstituante yang mendapatkan kursi itu adalah sebagai berikut: 19

22 Tabel 3.2 No. Partai/Nama Daftar Jumlah Suara 1. Partai Nasional Indonesia (PNI) Persentase (%) , Masyumi , Nahdlatul Ulama (NU) , Partai Komunis Indonesia ,47 80 (PKI) 5. Partai Syarikat Islam ,80 16 Indonesia (PSII) 6. Partai Kristen Indonesia ,61 16 (Parkindo) 7. Partai Katolik , Partai Sosialis Indonesia ,84 10 (PSI) 9. Ikatan Pendukung ,44 8 Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 10. Pergerakan Tarbiyah ,23 7 Islamiyah (Perti) 11. Partai Rakyat Nasional ,58 3 (PRN) 12. Partai Buruh , Gerakan Pembela Panca ,40 2 Sila (GPPS) 14. Partai Rakyat Indonesia ,35 2 (PRI) 15. Persatuan Pegawai Polisi RI ,47 3 (P3RI) 16. Murba , Baperki , Persatuan Indonesia Raya ,43 2 (PIR) Wongsonegoro 19. Grinda , Persatuan Rakyat Marhaen ,43 2 Jumlah Kursi 20

23 Indonesia (Permai) 21. Persatuan Daya (PD) , PIR Hazairin , Partai Politik Tarikat Islam ,20 1 (PPTI) 24. AKUI , Persatuan Rakyat Desa ,10 1 (PRD) 26. Partai Republik Indonesis ,38 2 Merdeka (PRIM) 27. Angkatan Comunis Muda ,15 1 (Acoma) 28. R.Soedjono ,10 1 Prawirisoedarso 29. Gerakan Pilihan Sunda , Partai Tani Indonesia , Radja Keprabonan , Gerakan Banteng Republik ,11 Indonesis (GBRI) 33. PIR NTB , L.M.Idrus Effendi , Lain-lain ,13 Jumlah Analisis Kelompok : Pesta Demokrasi Tersukses sebagai Penutup Demokrasi Parlementer Dalam Pemilu tahun 1955, baik Pemilu tahap I maupun tahap II, diketahui bahwa tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak, sehingga tujuan Pemilu yang semula dimaksudkan untuk menghasilkan parlemen yang representatif, stabilitas pemerintahan dan mampu menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950 tidak berhasil. Pemilu 1955 bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai 21

24 akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan konstitusi baru. Tidak adanya pemenang mayoritas juga menimbulkan masalah lain, dimana kekuasaan terbagi-bagi ke dalam berbagai aliran politik yang akhirnya mengakibatkan sistem Gambar 3.4 pemerintahan saat itu menjadi tidak stabil. Kebebasan politik yang semula dimaksudkan untuk membangkitkan partisipasi politik masyarakat ternyata lebih banyak diwarnai oleh kepentingan masing-masing aliran politik. Menurut Herbert Faith (1999), kegagalan tujuan Pemilu 1955 yang berujung pada krisis ketatanegaraan Indonesia lebih disebabkan oleh terjadinya gerakan separatisme dan persekutuan antara Presiden Soekarno dan militer yang tidak puas dengan sistem parlementer yang ditandai oleh peranan partai-partai politik yang sangat dominan. Ketidakpuasan Presiden tersebut disampaikan oleh Presiden Soekarno melalui pidatonya pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956 dimana beliau mengecam keras keputusan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tanggal 3 November Maklumat tersebut oleh Presiden dianggap sebagai kesalahan terbesar yang telah dibuat pada waktu itu. Kegagalan dibentuknya konstitusi baru oleh Dewan Konstituante juga menandai berakhirnya sistem demokrasi parlementer di Indonesia yang telah dijalankan selama lebih dari satu dasawarsa (3 November Juli 1959). Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 (Konstitusi pasca Proklamasi 1945) diberlakukan kembali yang berarti Indonesia kembali ke sistem semi presidensial yang diikuti dengan 22

25 penerapan sistem demokrasi terpimpin tanpa tradisi Pemilu untuk jangka waktu yang cukup panjang ( ) sehingga pengisian para anggota lembaga perwakilan (MPRS, DPRGR, dan DPRDGR) dilakukan melalui sistem pengangkatan. Di bidang kepartaian, era demokrasi terpimpin juga ditandai dengan kebijakan penyederhanaan partai politik melalui regulasi presiden, yakni Penetapan Presiden (Penpres ) Nomor 7 Tahun 1959 Tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian dan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960 Tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai. Sebagai akibat regulasi tersebut, jumlah partai politik yang diakui pemerintah tinggal 10 partai, sedangkan ditolak pengakuannya dan 2 partai dibubarkan, yaitu Masyumi dan PSI. Era demokrasi terpimpin berujung dengan terjadinya krisis politik pada tahun 1965 yang ditandai dengan terjadinya G30S/PKI dan muncullah rezim orde baru dengan sisem demokrasi Pancasila serta jatuhnya pemerintahan Presiden Soekarno. Meskipun Pemilu 1955 telah dianggap gagal menghasilkan pemerintahan yang stabil, menyederhanakan sistem kepartaian, dan melahirkan suatu konstitusi baru yang dibentuk secara demokratis untuk menggantikan UUDS 1950, tetapi oleh banyak kalangan, termasuk para pengamat dari luar negeri dinilai sebagai Pemilu yang paling demokratis dalam sejarah ketatanegaraan di Indonesia. Dalam Pemilu tersebut relatif tidak banyak pelanggaran, konflik, dan protes. Hal tersebut bisa dibilang sukses mengingat pada saat itu Indonesia baru menginjak 10 tahun usia kemerdekaan dan sedang berada dalam kondisi persaingan ideologi yang keras antara kelompok nasionalis, islam dan komunis. 23

26 BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950 mewarisi sistem multi partai. Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik. 2. Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember contituency) yang dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi / perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dari empat partai yang keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali Sastroamidjojo. 3. Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1954 dan baru selesai pada November. Ada pemilih yang memenuhi syarat masuk bilik suara. 4. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). 5. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan 24

27 suaranya merosot dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. 6. Dalam Pemilu tahun 1955, baik Pemilu tahap I maupun tahap II, diketahui bahwa tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak, sehingga tujuan Pemilu yang semula dimaksudkan untuk menghasilkan parlemen yang representatif, stabilitas pemerintahan dan mampu menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950 tidak berhasil, bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan konstitusi baru Rekomendasi 1. Bahwa kesalahan-kesalahan Pemilu yang telah dilakukan oleh pemerintah era tahun 1995 diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah masa kini agar mampu menjalankan sistem Pemilunya lebih baik lagi. 2. Diupayakan agar pemerintah menjalankan sistem Pemilu disesuaikan dengan kondisi negara pada saat akan dilaksanakan Pemilu. 3. Adanya partisipasi masyarakat untuk ikut serta berperan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia. 4. Diharapan pemerintah lebih mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingannya sendiri dalam melaksanakan Pemilu. 25

28 DAFTAR PUSTAKA Fadjar, A. Muktakhie, Prof Pemilu, Perselisihan Hasil Pemilu, dan Demokrasi : Membangun Pemilu Legislatif, Presiden, dan Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu secara Demokratis. Setara Press : Malang Feith, Herbert Pemilihan Umum 1955 di Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia. Gazali, Zulfikar, Anhar Gonggong, JR. Chaniago Sejarah Politik Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Naasional : Jakarta Muslim, Dudung Abdul Pemilu Dari Masa Ke Masa (1) : Meneladani Para Elite di Tahun 1955 (Online). Diakses pada Puspoyo, Widjanarko Dari Soekarno Hingga Yudhoyono : Pemilu Indonesia Era Adicitra Intermedia : Solo Rellyanti, Febriantin, dkk MEMAHAMI Pemilu INDONESIA TAHUN (Online). Diakses pada 9 mei Syafiie, Inu Kencana, Azhari, SSTP Sistem Politik Indonesia. Refika Aditama : Bandung 26

Pemilu Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;

Pemilu Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu; Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMILIHAN UMUM khususnya sistem demokrasi dan sistem kepartaian. Pada umumnya hasil

BAB IV HASIL PEMILIHAN UMUM khususnya sistem demokrasi dan sistem kepartaian. Pada umumnya hasil BAB IV HASIL PEMILIHAN UMUM 1955 A. Hasil Pemungutan Suara Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 sebagai pemilihan umum yang pertama dilaksanakan di negara kita sangat menarik perhatian masyarakat terutama ahli

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM kenyataan bahwa negara Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat. Pasal 35

BAB III PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM kenyataan bahwa negara Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat. Pasal 35 BAB III PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM 1955 A. Dasar Hukum dan Asas Pemilihan Umum Pemilihan umum 1955 ini memiliki beberapa dasar hukum yang digunakan yaitu Pasal 1 ayat (2) UUDS 1950 menyebutkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMILU A. PEMILU Bab ini menjelaskan tentang: Hasil Pemilu secara nasional mulai dari

BAB V HASIL PEMILU A. PEMILU Bab ini menjelaskan tentang: Hasil Pemilu secara nasional mulai dari KOMISI UMU M PEM I LI HAN BAB V HASIL PEMILU Bab ini menjelaskan tentang: Hasil Pemilu secara nasional mulai dari 1955 2009 A. Pemilu 1955 (DPR dan Konstituante) B. Pemilu 1971-1999 (DPR) C. Pemilu 2004-2009

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit )

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) 1. Lembaga tinggi negara yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD adalah a. DPR c. DPD e. MK f. MA 2. Yang bukan Tugas MPR adalah a. Melantik Presiden

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

SEJARAH PEMILU DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM SEJARAH PEMILU DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM Ini merupakan Pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan Pemilu merupakan syarat minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

Komisi Pemilihan Umum

Komisi Pemilihan Umum Pemilu 1955 Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 5 OLEH: TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA 9 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Iinkai)

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA

SISTEM POLITIK INDONESIA NAMA : VINA RACHMAYA NIM : 124 674 042 PRODI : S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA 2012 KELAS : B SISTEM POLITIK INDONESIA A. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik a. Sistem Sistem menurut pamudji (1981:4)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 BAB II ISI... 4 2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan... 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d.1949...

Lebih terperinci

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai lanjutan dari Penetapan Presiden No. 3 tahun

Lebih terperinci

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 Kelompok 10 Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL 1959-1966 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem presidensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan diikuti keadaan politik yang semakin rawan dengan munculnya rasa tidak puas dari daerah terhadap

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Acara Konvensi Kampus VII dan Temu Tahunan XIII Forum Rektor

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 A. Latar Belakang 1. Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya kabinet dan persaingan partai politik yang semakin menajam.

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG-ROYONG. SEKRETARIAT DAERAH.

Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG-ROYONG. SEKRETARIAT DAERAH. Bentuk: Oleh: PENETAPAN PRESIDEN (PENPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1960 (5/1960) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/103; TLN NO. 2042 Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

SISTEM PEMILIHAN UMUM

SISTEM PEMILIHAN UMUM SISTEM PEMILIHAN UMUM Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam: pemilihan mekanis dan pemilihan organis Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir pemilihan-pemilihan dan partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di dunia memiliki hak yaitu mendapatkan kemerdekaan, seperti didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama

Lebih terperinci

kinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru,

kinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru, i K Tinjauan Mata Kuliah onsep perwakilan di Indonesia telah terejawantahkan dalam berbagai model lembaga perwakilan yang ada. Indonesia pernah mengalami masa dalam pemerintahan parlementer meski dinyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Konsepsi Presiden Soekarno Secara etimologis, konsepsi berasal dari perkataan konsep, sedangkan konsep diartikan sebagai rancangan atau buram surat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan oleh suatu prinsip yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan salah satu sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Masa Pemerintahan Orde Lama. Masa Pemerintahan Orde Baru

Masa Pemerintahan Orde Lama. Masa Pemerintahan Orde Baru Masa Pemerintahan Orde Lama Masa Pemerintahan Orde Baru A. Orde Lama Orde lama adalah sebutan bagi orde pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni

Lebih terperinci

Presiden Seumur Hidup

Presiden Seumur Hidup Presiden Seumur Hidup Wawancara Suhardiman : "Tidak Ada Rekayasa dari Bung Karno Agar Diangkat Menjadi Presiden Seumur Hidup" http://tempo.co.id/ang/min/02/18/nas1.htm Bung Karno, nama yang menimbulkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya Di Indonesia Modul ini akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. selanjutnya diharapkan diperoleh

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah suatu wadah berkumpulnya sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, kemudian mengorganisasikan diri dengan bekerja bersamasama dan merealisasikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKERTARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1961 Tanggal 10 Pebruari 1961)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKERTARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1961 Tanggal 10 Pebruari 1961) Menimbang : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKERTARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1961 Tanggal 10 Pebruari 1961) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Penetapan Presiden

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah 1 BAB I PNDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemerdekaan Indonesia diperoleh dengan perjuangan yang tidak mudah. Perjuangan tersebut lebih dikenal dengan sebutan revolusi nasional Indonesia. Revolusi nasional

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA Materi Kuliah Sistem Politik Indonesia [Sri Budi Eko Wardani] Alasan Intervensi Militer dalam Politik FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 1. Nilai dan orientasi perwira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jatuhnya Soekarno telah membuat cita-cita partai politik tidak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Jatuhnya Soekarno telah membuat cita-cita partai politik tidak begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jatuhnya Soekarno telah membuat cita-cita partai politik tidak begitu menguntungkan, karena munculnya parpol-parpol tersebut tidak dikehendaki oleh pemerintahaan

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Penetapan Presiden

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: 05 Fakultas PSIKOLOGI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengantar: Arti, Makna,

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bab ini akan membahas tentang sejarah pada awal kemerdekaan sampai masa kini dan hubungannya dengan keberadaan DPR dan juga pendapat ahli hukum tentang DPR.

Lebih terperinci

SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1

SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1 SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1 FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABUS Fakultas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD 68 BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD A. Analisis tentang Konsep Syura dalam Islam atas Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1959 TENTANG SUSUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1959 TENTANG SUSUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1959 TENTANG SUSUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai lanjutan dari Penetapan Presiden

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

TUGAS FINAL PEMILU INDONESIA

TUGAS FINAL PEMILU INDONESIA TUGAS FINAL PEMILU INDONESIA MATAKULIAH : (PENGANTAR ILMU POLITIK) DI SUSUN OLEH : REXY MARTINO A321 15 135 PRODI PPKN JURUSAN PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

RANGKUMAN KN DEMOS KRATOS DEMOKRASI RAKYAT ARTI : RAKYAT MEMERINTAH PEMERINTAHAN. a) SEJARAH DEMOKRASI. b) PRINSIP DEMOKRASI

RANGKUMAN KN DEMOS KRATOS DEMOKRASI RAKYAT ARTI : RAKYAT MEMERINTAH PEMERINTAHAN. a) SEJARAH DEMOKRASI. b) PRINSIP DEMOKRASI RANGKUMAN KN DEMOKRASI ARTI : RAKYAT MEMERINTAH DEMOS RAKYAT KRATOS PEMERINTAHAN Abraham Lincoln mengatakan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat a) SEJARAH DEMOKRASI 1. Berawal dari Negara-negara kota

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential

Lebih terperinci