Kelerengan atau kemiringan lahan diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu sebagai berikut: Tabel 6.30.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kelerengan atau kemiringan lahan diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu sebagai berikut: Tabel 6.30."

Transkripsi

1 6.5 Analisis Kesesuaian Lahan Bagi Permukiman Untuk menganalisis kesesuaian lahan bagi permukiman, digunakan input dari kondisi dan karakteristik fisik alam. Kawasan permukiman termasuk kawasan budidaya, sehingga penetapannya disesuaikan dengan SK Mentan No.837/KPTS/UI/UM/11/1980 dan No.683/KPTS/UM/8/1981. Menurut SK mentan ini, suatu kawasan dapat dibedakan menjadi kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan penyangga. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam penetapan kawasan lindung adalah kelerengan, jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi, dan intensitas curah hujan di wilayah tersebut. 1. Kelerengan Kelerengan atau kemiringan lahan diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu sebagai berikut: Tabel No Kelas Lereng (%) Diskripsi 1. I 0-8 Datar 2. II 8-15 Landai 3. III Agar Curam 4. IV Curam 5. V > 45 Sangat Curam 2. Jenis Tanah Menurut Kepekaan terhadap Erosi Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dapat digolongkan ke dalam 5 kelas, dan tiap kelasnya mempunyai bobot 15. Untuk jenis tanah kompleks, kelasnya sama dengan jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah tersebut. Tabel No Kelas Lereng (%) Diskripsi 1. I Aluvial, tanah galeui, Planosol, Hidromorf Kelabu, Laterit Air Tanah Tidak Peka 2. II Latosol Kurang Peka 3. III Brown Forest Soil, Non Caltic Brown, Mediteran Agak Peka 4. IV Andosol, Lateric, Grumusol, Podsolik, Podsol Peka 5. V Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka VI-52

2 3. Curah hujan rata-rata Intensitas hujan yaitu rata-rata curah hujan dalam mililiter per tahun dibagi dengan rata-rata jumlah hari hujan setahun. Intensitas hujan ini juga dibagi dalam 5 kelas dengan bobot sebagai berikut: Untuk mengetahui perbedaan kawasan lindung dan budidaya, maka semua faktor yang tersebut diatas di skor dan dijumlahkan. Jumlah seluruh tersebut akan menentukan jenis peruntukan lahan yang seharusnya pada daerah yang bersangkutan. Untuk kriteria penetapan kawasan lindung dan budidaya akan berpedoman pada standar kriteria dan tata cara penetapan kawasan lindung dan budidaya dengan sistem skoring. Untuk memberikan gambaran rata-rata mengenai kriteria dan tata cara penetapan kawasan menurut fungsinya berdasarkan SK Mentan ini dapat diuraikan sebagai berikut: a. Kawasan Lindung - Wilayah atau lahan dengan kemampuan lahannya memenuhi syarat sebagai berikut: - Mempunyai lereng lapangan > 40%. - Merupakan jalur pengamanan aliran sungai atau sekurang-kurangnya 100 m di sebelah kanan dan kiri aliran sungai tersebut. - Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya berjari-jari 200 m di sekeliling mata air tersebut. - Mempunyai ketinggian lebih dari m diatas permukaan laut. - Untuk kepentingan khusus, ditetapkan oleh Mentan sebagai hutan lindung. b. Kawasan Penyangga Wilayah atau satuan lahan memenuhi kriteria sebagai berikut: - Dilihat dari segi ekonomi keadaan fisik areal atau memungkinkan untuk budidaya tanaman keras. - Lokasi secara ekonomi sudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga. - Tidak merugikan dari aspek ekosistem dan lingkungan. VI-53

3 c. Kawasan Budidaya - Permukiman yang berada di kawasan lindung dan kawasan penyangga, terutama pemukiman di Kecamatan Selopampang, Tembarak, Tlogomulyo, Bulu, Parakan, Kledung, Bansari, Ngadirejo, Candiroto, Wonoboyo dan Tretep dalam pengawasannya harus diperketat agar permukiman tidak semakin meluas hingga merambah ke daerah-daerah yang berfungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan penyangga. Kawasan lindung semacam ini harus terus dipertahankan keberadaannya karena mempunyai fungsi strategis dalam menjaga kelestarian lingkungan alam, yaitu mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrolik tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan. - Pengembangan permukiman diarahkan di kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi sebagai kawasan budidaya, terutama di Kecamatan Temanggung, Tlogomulyo, Kranggan, Kaloran, Kedu, Parakan, Ngadirejo dan Candiroto. Selain didukung oleh kondisi wilayah yang relatif rata dengan tingkat kelerengan berkisar antara 2-5%, juga tidak terjadi erosi. Dengan demikian dilihat dari segi keamanan untuk pengembangan kawasan permukiman di kecamatan ini mempunyai potensi besar sebagai pengembangan kawasan permukiman. Penggunaan lahan di Kabupaten Temanggung lebih didominasi oleh tanah kering. Kondisi lahan semacam ini pada umumnya dimanfaatkan untuk tegalan dan pertanian lahan kering. Berikut ini disampaikan kondisi penggunaan lahan di daerah perkotaan dan perdesaan. a. Penggunaan lahan perdesaan Tanah di daerah perdesaan digunakan bagi kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi. Kehidupan sosial, seperti berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolah raga, dan sebagainya, dilakukan di dalam kampung, sedangkan kegiatan ekonomi seperti bertani, berkebun, berternak, memelihara dan menangkap ikan, menebang kayu di hutan, dan sebagainya, yang umumnya dilakukan di luar kampung, walaupun ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan di dalam kampung, seperti perindustrian, perdagangan, dan perusahaan jasa-jasa lain. VI-54

4 Jadi penggunaan lahan di wilayah perdesaan adalah untuk perkampungan dalam rangka kegiatan sosial, dan untuk pertanian dalam rangka kegiatan ekonomi. Dengan demikian kampung di perdesaan merupakan tempat kediaman (dormitory settlement) tempat aktivitas (activity settlement). b. Penggunaan lahan perkotaan Kota dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan, pemasaran, kegiatan industri, peribadatan, pendidikan, dsb. Oleh karena itu sebagian tanah di kota digunakan untuk industri, dan jasa disamping tempat tinggal. Sementara itu kegiatan ekonomi perkotaan dapat dibedakan menjadi: 1. Kegiatan ekonomi dasar (basic economis) yang membuat dan menyalurkan barang dan jasa untuk keperluan luar kota, jadi untuk ekspor ke wilayah sekitar kota. Barang dan jasa itu berasal dari industri, perdagangan dll. Kegiatan ekonomi bukan dasar (non-basic activities) yang memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa untuk keperluan penduduk kota sendiri. Kegiatan ekonomi ini disebut sebagai residential activities atau service activities Analisis pengembangan Kawasan Permukiman Baru Pengembangan kawasan permukiman baru yang dilakukan secara formal oleh pemerintah dan swasta/ pengembang perumahan harus dilakukan koordinasi atau kerjasama dalam pembangunan perumahan skala besar. Pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat secara swadaya bagi penduduk berpenghasilan tinggi membutuhkan pengaturan dan pengendalian, sedangkan untuk menengah ke bawah membutuhkan bantuan dari pemerintah. Pengembangan permukiman baru harus memperhatikan: 1. Jumlah dan luasan penduduk yang tertampung, 2. Lokasi - lokasi pengembangan, 3. Pendekatan pembangunan skala besar swadaya. Pembangunan Skala Besar Penyediaan pembangunan perumahan sampai dengan tahun perencanaan membutuhkan suatu kawasan yang luas, terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Salah satu cara pembangunan skala besar yang dikelola oleh Pemda VI-55

5 adalah dengan cara pendekatan Kasiba/Lisiba. Kawasan Siap Bangun (Kasiba) adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Kawasan ini pertama kali harus dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari Kasiba ataupun berdiri sendiri. Lingkungan ini juga telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang. Penyiapan Lokasi Kasiba oleh Pemerintah Daerah, harus memperhatikan beberapa persyaratan umum seperti tersebut di atas, namun selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sesuai dengan PP No. 80 Tahun 1999, yaitu: 1. Jumlah unit rumah yang dapat ditampung dalam satu Kasiba sekurang-kurangnya 3000 unit rumah dan sebanyak-banyaknya adalah unit rumah; 2. Lokasi tersebut telah dilayani jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan; 3. Lokasi tersebut, telah dilayani fasilitas sosial, fasilitas umum dan fasilitas ekonomi setingkat kecamatan. Pembangunan skala besar yang ditangani developer diarahkan untuk pembangunan rumah golongan masyarakat kelas atas, karena pembangunan developer mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan. Lokasi pembangunan permukiman untuk skala besar di Kabupaten Temanggung ada beberapa lahan yang berpotensi, yaitu di Kecamatan Pringsurat dan Kranggan. Penyediaan rumah oleh pihak swasta antara lain yang dilakukan oleh para developer. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pihak pengembang perumahan, selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan rumah yang layak, juga mempunyai misi profit oiernted, sehingga dalam pelaksanaanya lebih didasari oleh proses kerja yang profesional, dengan tidak ada sama sekali sifat kegotong VI-56

6 royongan. Meski demikian, diharapkan ada misi sosial yaitu menyediakan rumah yang layak yang dapat dijangkau oleh semua kalangan termasuk penduduk dengan penghasilan rendah. Seperti pembangunan rumah sangat sederhana (RSS), rumah sederhana (RS). Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan pola pengadaan perumahan 1:3:6, yang artinya setiap pembangunan 1 unit rumah mewah harus juga dibangun 3 unit rumah sederhana dan 6 unit rumah sangat sederhana. Alternatif lahan yang dapat digunakan untuk perumahan dan permukiman berdasarkan dari data kondisi lahan dan kondisi kelerengan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Temanggung, sehingga lahan yang dapat digunakan adalah lahan tegalan, bukan lahan pertanian, lahan milik negara/pemerintah, lahan yang kemiringannya di bawah 40 %, tidak berada di pusat kota dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Temanggung. Untuk daerah pusat perkotaan yang memiliki kepadatan bangunan yang relatif tinggi, sehingga lahan yang tersedia untuk pembangunan perumahan baru dalam skala besar tidak dimungkinkan, sehingga pembangunan perumahan yang dilakukan di daerah perkotaan ada beberapa alternatif yang dimungkinkan antara lain: - Pembangunan perumahan baru di kawasan pusat kota dengan kepadatan bangunan yang relatif tinggi yang dilakukan oleh Bapermades. - Memanfaatkan lahan permukiman di lokasi yang masih memiliki kepadatan rendah, yaitu dengan cara mengoptimalkan lahan pekarangan yang masih dimungkinkan untuk dikembangkan. - Mengarahkan lahan kebutuhan perumahan untuk penduduk di kawasan perkotaan ke daerah pinggiran kota. Untuk daerah pinggiran atau daerah yang masih bercirikan perdesaan tidak semuanya dapat dibangun untuk perumahan dan permukiman. Alternatif pengembangannya adalah : - Di daerah yang kelerengannya di bawah 40 %. - Memanfaatkan tegalan bukan sawah irigasi teknis. - Bukan merupakan daerah konservasi/kawasan lindung. VI-57

7 - Lokasi mudah dicapai dan sesuai dengan arah pengembangan dari rencana tata ruang kota. Pengembangan Perumahan Secara Swadaya Masyarakat Pengembangan perumahan secara swadaya yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Temanggung, dapat dilihat dari tingkat golongan masyarakatnya. Biasanya untuk masyarakat golongan atas, mereka membangun permukiman kurang mengindahkan peraturan yang ada, sehingga perlu adanya pengaturan dan penertiban pembangunan perumahan dari pemerintah yang tegas, khususnya untuk perumahan yang ada di pusat Kabupaten Temanggung. Sedangkan untuk pembangunan swadaya yang dilakukan masyarakat untuk golongan menengah rendah, perlu membutuhkan bantuan dari pemerintah. Bantuan tersebut dapat berupa pinjaman dari koperasi dan kemudahan dalam peminjaman kredit untuk pembangunan rumah sangat sederhana mandiri, atau dapat dilakukan oleh pemerintah dengan pembangunan perumahan sangat sederhana yang diberikan kepada masyarakat menengah rendah, dan untuk mendapatkan dapat melalui angsuran Analisis Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Lokasi Kawasan Permukiman yang Ditingkatkan Permukiman Kumuh Pengembangan kawasan yang dimaksud dalam hal ini adalah upaya untuk meningkatkan kondisi atau kualitas dari perumahan dan permukiman yang telah ada. Kondisi perumahan atau permukiman yang dianggap perlu untuk ditingkatkan kualitasnya adalah permukiman-permukiman kumuh dan permukiman di kawasan bercirikan perdesaan yang ada di Kabupaten Temanggung. Permukiman kumuh (squatters) di Kabupaten Temanggung, kondisi ini terlihat dari lingkungan permukiman yang liar dengan menempati lahan ilegal, serta kondisi fisik lingkungan dan bangunan jelek, tanpa dilayani sarana dan prasarana, khususnya yang mendukung kebersihan lingkungan seperti sanitasi, persampahan dan drainase, yang biasanya terdapat di pusat-pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi. Kondisi ini dilihat VI-58

8 dari tingkat kepadatan netto dari masing-masing kelurahan/desa dan berdasarkan hasil survei lapangan kondisi ini sesuai dengan hasil yang didapat di lapangan. Hal yang dapat dilakukan untuk permukiman liar (squatters), yaitu dengan penataan dan peremajaan kawasan lingkungan perumahan dan permukiman dengan kepadatan tinggi, selain itu dapat dilakukan dengan pembangunan rumah susun untuk kawasan pusat kota dengan kepadatan tinggi/kumuh berat, serta adanya pengendalian terhadap permukiman kumuh khususnya untuk permukiman kumuh dengan kategori squatters. Selain itu dengan pemberian status kepemilikan lahan bagi para pemukiman yang menempati lahan yang sesuai dengan peruntuknya dan pembuatan ruang terbuka hijau. Serta pengembangan perumahan dengan batas-batas tertentu untuk kawasan yang termasuk dalam kategori kumuh ringan. Berdasarkan hasil survei, diperoleh beberapa masalah permukiman yang terkait dengan permukiman kumuh dengan kategori squatters, yaitu seperti yang terjadi di kelompok permukiman yang berkembang disekitar di sepanjang bantaran rel yang sudah tidak digunakan lagi yang ditemukan di Kecamatan Temanggung. Rumah-rumah yang dibangun hanya berjarak ± 2 meter dari rel kereta api yang sudah tidak digunakan lagi. Lahan yang digunakan untuk membangun permukiman disini merupakan lahan yang illegal. Lahan tersebut merupakan lahan milik PJKA yang kemudian disewakan. Lahan yang disewakan tersebut oleh penyewa kemudian dibangun rumah-rumah yang dapat dikatakan layak. Kebanyakan penduduk yang mendiami permukiman squatter ini adalah penduduk pendatang yang bukan merupakan penduduk asli Kabupaten Temanggung. Untuk permukiman kumuh identik dengan permukiman di kawasan bercirikan perdesaan. Permukiman ini merupakan permukiman legal, namun secara fisik, sosial dan budaya kurang memperdulikan lingkungan tempat tinggalnya atau dapat dikatakan kesadaran masyarakat di permukiman tersebut terhadap kebersihan lingkungan masih sangat kurang. Hal yang dapat dilakukan untuk permukiman kumuh (slums), yaitu dengan perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan untuk kawasan kumuh, melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan dan penataan (participatory planning) sejak awal, selain itu dengan penyediaan sarana dan prasarana (P3KT dan PKL), serta adanya pembuatan ruang terbuka hijau. VI-59

9 Untuk permukiman kumuh di Kabupaten Temanggung, berdasarkan hasil survei dapat dibedakan menjadi : 1. Permukiman Kumuh Perkotaan Kelompok permukiman kumuh perkotaan berkembang disekitar kawasan bantaran rel kereta api yang sudah tidak digunakan lagi yaitu di kelurahan Parakan Wetan, Temanggung I dan Banyuurip. Selain itu lokasi permukiman disepanjang sungai yaitu di Kelurahan Parakan Wetan, Wanutengah, Temanggung I, Temanggung II, Gilingsari, Banyuurip, Butuh, Kertosari dan Gendengan. Permukiman kumuh tersebut merupakan permukiman padat dengan kondisi yang dibawah standar. Kondisi rumah yang ada saling berhimpitan dengan tinggi bangunan yang hanya memenuhi skala manusia, dindingnya rata-rata berdinding kayu dan bambu dengan lantai tanah. Rumah-rumah tersebut hanya berjarak kurang dari 20 meter dari bibir sungai. 2. Permukiman Kumuh Perdesaan Kelompok permukiman kumuh perdesaan disebabkan karena masih adanya masalah rumah yang tidak sehat maksudnya adalah masih banyaknya rumah atau permukiman yang masih menyatu dengan kandang ternak. Menyatunya kandang ternak dekat dengan tempat hunian dikarenakan terbatasnya lahan perkarangan yang ada, selain itu juga dikarenakan agar memudahkan dalam pengawasan sehingga aman dari pencurian ternak. Masalah tersebut terjadi juga dikarenakan masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan dan kebersihan (SDM masyarakat masih rendah) terutama bagi masyarakat pedesaan. Kebanyakan masyarakat memiliki usaha sampingan yaitu beternak kerbau, kambing, sapi, selain itu juga ayam, itik dan sejenis hewan unggas lainnya. Mereka masih seringkali menempatkan kandang ternak tersebut berdampingan langsung dengan tempat tinggal mereka. Permasalahan rumah tidak sehat banyak ditemui dilingkungan permukiman pedesaan di wilayah perencanaan. Masalah permukiman kumuh yang ada di Perdesaan disebabkan juga karena masih banyaknya rumah yang tidak layak huni. Untuk menentukan kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Temanggung dapat juga dilakukan dengan melakukan analisis terhadap data sekunder yang ada. Adapun analisis yang akan dilakukan terkait dengan indikator penetapan kawasan VI-60

10 kumuh yaitu dilihat dari kepadatan rumah/ bangunan, kondisi rumah, tingkat kemiskinan, jumlah sarana dan prasarana. Untuk lebih jelasnya mengenai analisis dari masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini. Analisis Kepadatan Penduduk Analisis kepadatan penduduk ini dilaksanakan dengan membandingkan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah (kepadatan brutto) yang ada pada masing-masing kecamatan. Adapun penilaiannya adalah sebagai berikut: Perhitungan: - Rentang, didapat dari kepadatan penduduk tertinggi dikurangi kepadatan penduduk terendah. Rentang = 24-3 = 21 - Banyaknya kelas adalah 4 Dari perhitungan diatas maka interval untuk kelas skor adalah sebagai berikut: 3 8,25 = Skor 1 8,25 13,5 = Skor 2 13,5 18,75 = Skor 3 18,75-24 = Skor 4 Pada tabel berikut ini dapat dilihat skor untuk kepadatan bangunan pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Temanggung. Tabel Skor Kepadatan Penduduk NO KECAMATAN LUAS WILAYAH JUMLAH PENDUDUK KEPADATAN 1 Parakan Kledung Bansari Bulu Temanggung SKOR VI-61

11 6 Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan Kedu Ngadirejo Jumo Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo JUMLAH Ket: Skor semakin besar semakin buruk Analisis Kepadatan Bangunan Analisis kepadatan bangunan ini dilakukan dengan membandingkan antara jumlah penduduk dengan luas permukiman (kepadatan netto) yang ada pada masingmasing kecamatan. Dimana apabila jumlah penduduknya banyak dan luas permukimannya kecil maka dapat dikatakan bahwa kecamatan tersebut termasuk berkepadatan bangunan tinggi karena dengan jumlah penduduk yang banyak seharusnya juga diimbangi dengan luas permukiman yang besar sesuai dengan kapasitas jumlah penduduknya. Adapun penilaiannya adalah sebagai berikut: Perhitungan: - Rentang, didapat dari kepadatan bangunan tertinggi dikurangi kepadatan bangunan terendah. Rentang = 52-9 = 43 - Banyaknya kelas adalah 4 - Panjang interval = Rentang : Banyaknya Kelas = 43 : 4 = Dari perhitungan diatas maka interval untuk kelas skor adalah sebagai berikut: 9 19,75 = Skor 1 VI-62

12 19,75 30,50 = Skor 2 30,50 41,25 = Skor 3 41,25-52 = Skor 4 Pada tabel berikut ini dapat dilihat skor untuk kepadatan bangunan pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Temanggung. NO KECAMATAN Tabel Skor Kepadatan Bangunan LUAS PERMUKIMAN (Ha.) JUMLAH RUMAH KEPADATAN BANGUNAN 1 Parakan Kledung Bansari Bulu Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan Kedu Ngadirejo Jumo Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo Ket: Skor semakin besar semakin buruk SKOR Analisis Kondisi Rumah Analisis kondisi rumah dilakukan dengan mengetahui data jumlah rumah eksisting dan jumlah rumah non permanen, dimana dengan mengetahui data tersebut kemudian akan dapat dihitung prosentase antara jumlah rumah dengan jumlah rumah non permanen. Jika suatu kecamatan mempunyai prosentase jumlah rumah non permanen yang tinggi maka kecamatan tersebut mempunyai kemungkinan untuk menjadi permukiman kumuh yang dikarenakan banyaknya jumlah rumah non permanen. Adapun penilaian atau skornya adalah sebagai berikut: VI-63

13 Perhitungan: - Rentang, didapat dari prosentase kondisi rumah tertinggi dikurangi prosentase kondisi rumah terendah. Rentang = 84-41= 43 - Banyaknya kelas adalah 4 - Panjang interval = Rentang : Banyaknya Kelas = 43 : 4 = 10,75 Dari perhitungan diatas maka interval untuk kelas skor adalah sebagai berikut: 41,00-51,75 = Skor 1 51,75-62,75 = Skor 2 62,75-73,25 = Skor 3 73,75-84,00 = Skor 4 Pada tabel berikut ini dapat dilihat skor untuk kepadatan bangunan pada masingmasing kecamatan di Kabupaten Temanggung. Tabel Skor Prosentase Kondisi Rumah NO KECAMATAN JUMLAH RUMAH TIDAK PERMANEN % SKOR 1 Parakan Kledung Bansari Bulu Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan Kedu Ngadirejo Jumo Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo Ket: Skor semakin besar semakin buruk VI-64

14 Analisis Tingkat Kemiskinan Analisis tingkat kemiskinan dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah keluarga (kk) dengan jumlah keluarga miskin yang ada di masing-masing kecamatan. Dimana analisis ini dilakukan dengan cara memprosentasekan perbandingan jumlah KK yang ada dengan jumlah KK miskin. Setelah mengetahui prosentase keluarga miskin, maka dapat diberi penilaian atau skor dengan cara memberikan interval dari hasil prosentase untuk mengetahui tingkat kemiskinan yang paling tinggi berdasarkan skor. Adapun nilai/ skornya adalah sebagai berikut; Perhitungan: - Rentang, didapat dari prosentase tingkat kemiskinan tertinggi dikurangi prosentase tingkat kemiskinan terendah. Rentang = 36 1 = 35 - Banyaknya kelas adalah 4 - Panjang interval = Rentang : Banyaknya Kelas = 35 : 4 = 8,75 Dari perhitungan diatas maka interval untuk kelas skor adalah sebagai berikut: 1,00-9,75 = Skor 1 9,75-18,50 = Skor 2 18,50-27,25 = Skor 3 27,25-36,00 = Skor 4 Pada tabel berikut ini dapat dilihat skor prosentase tingkat kemiskinan terhadap masingmasing kecamatan di Kabupaten Temanggung. No Kecamatan Tabel Skor Prosentase Tingkat Kemiskinan Jumlah Rumah Tangga KK Miskin % Skor 1 Parakan Kledung Bansari Bulu Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran VI-65

15 12 Kandangan Kedu Ngadirejo Jumo Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo Sumber: Hasil Analisis, 2011 Ket: Skor semakin besar semakin buruk Analisis permukiman kumuh yang telah dilakukan dengan melakukan analisis berdasarkan gabungan dari hasil skor analisis kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, kondisi rumah dan tingkat kemiskinan. Tabulasi hasil dari masing-masing analisis tersebut memunculkan skor terendah dan tertinggi dari setiap kecamatan. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil tabulasi dari masing-masing analisis yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Total Skor Penilaian Permukiman Kumuh No Kecamatan Kepadatan Penduduk Kepadatan Bangunan Kondisi Rumah Tingkat Kemiskinan Jumlah Skor 1 Parakan Kledung Bansari Bulu Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan Kedu Ngadirejo Jumo Gemawang Candiroto Bejen VI-66

16 19 Tretep Wonoboyo Sumber: Hasil Analisis, 2011 Ket: Skor semakin besar semakin buruk Berdasarkan hasil penilaian permukiman kumuh yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa antar hasil survei dengan penilaian permukiman kumuh memiliki keterkaitan dan kesesuaian. Seperti yang terlihat dari hasil penilaian permukiman kumuh di Kecamatan Kledung, Ngadirejo dan Parakan, memiliki skor yang tinggi tentang permukiman kumuh. Sedangkan berdasarkan hasil survei, di Kecamatan Ngadirejo dan Parakan dijumpai permukiman kumuh perkotaan, yang kondisi kumuh terlihat dari kondisi rumah yang tidak layak dan lingkungan permukiman yang tidak sehat. Analisis Ketersediaan Sarana dan Prasarana Analisis ketersediaan sarana dan prasarana permukiman ini dilakukan berdasarkan jumlah dan jenisnya di 15 kecamatan untuk mencari alternatif lokasi kawasan prioritas penanganan permukiman kumuh (Pendidikan; TK, SD, SLTP, SLTA dan PT; Kesehatan: Puskesmas, Rumah sakit; Perdagangan: Pasar, dan Toko; Peribadatan: Masjid, Musholla, Gereja dan Vihara). Berdasarkan data-data tersebut kemudian dinilai ketersediaan sarananya, semakin lengkap sarananya maka desa tersebut telah dapat melayani aktivitas masyarakatnya. Adapun nilai adalah sebagai berikut: VI-67

17 Tabel Skor Ketersediaan Sarana No. Kecamatan Pendidikan Kesehatan Peribadatan Perdagangan Skor 1 Parakan TK, SD, SLTP, SLTA Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Vihara Pasar, Toko 13 2 Kledung TK, SD, SLTP Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola Pasar, Toko 7 3 Bansari TK, SD, SLTP Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Vihara Pasar, Toko 8 4 Bulu TK, SD, SLTP Rumah Sakit, Puskesmas Masjid, Mushola, Vihara Pasar, Toko 8 5 Temanggung TK, SD, SLTP, SLTA Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Vihara Pasar, Toko 11 6 Tlogomulyo TK, SD, SLTP Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Vihara Pasar, Toko 8 7 Tembarak TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas Masjid, Mushola Pasar, Toko 7 8 Selopampang TK, SD, SLTP Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Pasar, Toko 7 9 Kranggan TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Pasar, Toko 9 10 Pringsurat TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Vihara Pasar, Toko Kaloran TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Vihara Pasar, Toko Kandangan TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Pasar, Toko 9 13 Kedu TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Pasar, Toko 9 14 Ngadirejo TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Pasar, Toko 9 15 Jumo TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Vihara Pasar, Toko Gemawang TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Vihara Pasar, Toko Candiroto TK, SD, SLTP, SLTA Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Gereja, Vihara Pasar, Toko Bejen TK, SD, SLTP Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Vihara Pasar, Toko 8 19 Tretep TK, SD, SLTP Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Pasar, Toko 7 20 Wonoboyo TK, SD, SLTP Puskesmas, Puskesmas Pembantu Masjid, Mushola, Pasar, Toko 7 Sumber: Hasil Analisis, 2011 VI-68

18 Berdasarkan hasil penilaian diatas menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki sarana paling sedikit terdapat di Kecamatan Kledung, Tembarak, Selopampang, Tretep dan Wonoboyo, dimana kecamatan tersebut saat ini masih dirasa sangat kurang dalam ketersediaan sarana, baik sarana pendidikan maupun peribadatan. Selain melakukan analisis sarana, juga perlu dilakukan analisis terhadap ketersediaan prasarana permukiman. Kelengkapan prasarana yang akan di analisis meliputi: Jaringan Jalan (jalan desa dan jalan antar desa/ kecamatan); Listrik (jaringan PLN); Air Bersih (pipa PDAM dan air sumur) dan telepon. Perhitungan analisis prasarana pada masing-masing desa dapat dilihat pada tabel berikut ini. VI-69

19 Tabel Skor Ketersediaan Prasarana No Kecamatan Listrik Jalan Air Bersih Nilai 1 Parakan Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Mata air, Sumur, PDAM, Pipa, Sungai 9 Jalan Desa 2 Kledung Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Mata air, Sumur, Pipa, Sungai, Embung 10 Jalan Desa 3 Bansari Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Sumur, Pipa, Sungai 8 4 Bulu Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Mata air, Sumur, Pipa, Sungai 9 5 Temanggung Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Mata air, Sumur, PDAM 8 Jalan Desa 6 Tlogomulyo Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Mata air, Sumur, Pipa, Sungai 9 7 Tembarak Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Sumur, PDAM, Pipa, Sungai 9 8 Selopampang Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Mata air, Sumur, Pipa, Sungai 9 9 Kranggan Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Sumur, PDAM 7 Jalan Desa 10 Pringsurat Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Mata air, PDAM, Pipa, Embung 8 Jalan Desa 11 Kaloran Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Sumur, PDAM, Sungai 8 Jalan Desa 12 Kandangan Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Sumur, Pipa, Sungai 8 13 Kedu Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Sumur, PDAM, Sungai 8 Jalan Desa 14 Ngadirejo Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Sumur, Pipa, PDAM, Sungai 9 Jalan Desa 15 Jumo Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Sumur, PDAM, Sungai 8 16 Gemawang Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Sumur, Sungai 7 17 Candiroto Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Sumur, Pipa, Sungai 8 Jalan Desa 18 Bejen Terlayani PLN Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Sumur, Pipa 7 Jalan Desa 19 Tretep Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Sumur, Pipa, Sungai, Embung 9 20 Wonoboyo Terlayani PLN Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa Sumur, Pipa 7 Sumber: Hasil Analisis, 2011 VI-70

20 Berdasarkan hasil penilaian diatas menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki kelengkapan prasarana paling sedikit terdapat di Kecamatan Kranggan, Gemawang, Bejen dan Wonoboyo. Setelah melakukan analisis kelengkapan sarana dan prasarana maka dapat diketahui kecamatan mana saja yang mempunyai sarana dan prasarana yang masih kurang. Untuk mengetahui jumlah keseluruhan dapat dilakukan dengan analisis skoring terhadap penyedian sarana dan prasarana dapat dilihat pada tabel berikut ini. Adapun nilai/ skornya adalah sebagai berikut; Perhitungan: - Rentang, didapat dari nilai sarana tertinggi dikurangi sarana terendah. Rentang = = 6 - Banyaknya kelas adalah 3 - Panjang interval = Rentang : Banyaknya Kelas = 6 : 3 = 2 Dari perhitungan diatas maka interval untuk kelas skor adalah sebagai berikut: = Skor = Skor = Skor 1 VI-71

21 Tabel Skor Ketersediaan Sarana dan Prasarana Permukiman No Kecamatan Sarana Prasarana Total nilai Skor 1 Parakan Kledung Bansari Bulu Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan Kedu Ngadirejo Jumo Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo Sumber: Hasil Analisis, 2011 Ket: Skor semakin besar semakin buruk VI-72

22 Hasil skor yang diperoleh dari ketersediaan sarana dan prasarana ini akan digabungkan dengan total skor penilaian kumuh sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Total Skor Penilaian Prioritas Penanganan Permukiman Kumuh di Kabupaten Temanggung No Kecamatan Sarana & Prasarana Kepadatan Bangunan Kondisi Rumah Tingkat Kemiskinan Jumlah Skor 1 Parakan Kledung Bansari Bulu Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan Kedu Ngadirejo Jumo Gemawang Candiroto Bejen Tretep VI-73

23 20 Wonoboyo Pada tabel diatas dapat diketahui 2 kecamatan yang akan dijadikan lokasi prioritas penanganan permukiman kumuh di Kabupaten Temanggung, yaitu Kecamatan Kranggan dan Pringsurat. Permukiman disekitar Kawasan Lindung Berdasarkan hasil survei, kelompok permukiman yang berkembang disekitar kawasan lindung di Kecamatan Selopampang, Tembarak, Tlogomulyo, Bulu, Parakan, Kledung, Bansari, Ngadirejo, Candiroto, Wonoboyo, Tretep sedangkan kawasan resapan air berada di Kecamatan Wonoboyo, Tretep, Bejen, Candiroto, Bansari dan Kandangan. Kawasan lindung dan resapan air merupakan kawasan yang dilarang untuk dibangun permukiman. Namun dalam kenyataannya ada permukiman-permukiman yang dibangun oleh penduduk pada lokasi tersebut. Permukiman disepanjang Bantaran Sungai Berdasarkan hasil survei, kelompok permukiman yang berkembang di sepanjang bantaran sungai sungai deres yang berada di Kecamatan Ngadirejo, Bantaran kali pacar yang berada di Kelurahan Temanggung I dan Temanggung II, dan bantaran kali jambe yang berada di Kelurahan Butuh yaitu disebelah sepanjang sungai yang melintasi sungai dekat Pasar Kliwon temanggung. Rumah-rumah tersebut dibangun dengan jarak yang hanya beberapa meter dari bibir sungai, atau tidak memiliki jarak batasan dengan sungai, sehingga VI-74

24 tidak mengindahkan adanya sempadan sungai. Kondisi ini sangat membahayakan, sebab rumah yang dibangun pada bantaran sungai sangat berpotensi terjadi longsor atau banjir akibat luapan sungai. Berdasarkan hasil survei, kelompok permukiman yang berkembang di sekitar kawasan rawan bencana alam tanah longsor di Tretep, Wonoboyo, bejen, candiroto, Gemawang, kandangan, Kaloran, Pringsurat dan Selopampang, daerah rawan bencana tersebut memiliki karakteristik yang relatif sama, yaitu topografi yang curam (15-40% dan >40%), serta kondisi tanah yang labil menyebabkan daerah tersebut rawan bencana. Permukiman di Kawasan Rawan Kekeringan Berdasarkan hasil survei, kelompok permukiman yang berkembang di sekitar kawasan rawan kekeringan berada di Kecamatan Pringsurat, Kranggan, kaloran, kandangan, Candiroto, Bejen dan Jumo, ketika musim kemarau tiba, daerah-daerah tersebut sering dilanda kekeringan. Adapun usaha penduduk untuk mendapatkan kebutuhan air bersih adalah dengan membuat sumur. Masyarakat yang berada di daerah tersebut telah terbiasa dengan kondisi seperti ini Alternatif Penanganan Alternatif penanganan yang dilakukan untuk perumahan dan permukiman yang bermasalah di Kabupaten Temanggung dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. VI-75

25 Tabel Alternatif Penanganan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Baru di Kabupaten Temanggung KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI Kawasan permukiman perkotaan baik sudah terbangun maupun kawasan siap bangun Pembangunan perumahan baru di kawasan perkotaan baik yang dibangun oleh masyarakat secara swadaya secara legal maupun oleh developer atau pengembang perumahan Tujuan : - Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi penduduk Kabupaten Temanggung - Pembangunan baru untuk perumahan dan permukiman sesuai rencana IKK pada masing-masing kecamatan - Adanya pengawasan untuk menghindari pembangunan perumahan di daerah sawah produktif Mencegah pembangunan rumah baru dengan tipe kapling besar (> 200 m2) KDB, KLB, Sempadan Jalan, Sempadan Bangunan untuk pusat kota dengan kepadatan > 1000 unit/ha, dibangun secara vertikal. Pembangunan jalur hijau di tepi sungai Pembangunan jalan inspeksi di tepi sungai Penetapan garis batas dari darat ke laut sejauh 12 mil Mengatur investasi rumah di Kabupaten Temanggung, khususnya bagi para pendatang yang berinvestasi dan tidak tinggal di Kabupaten Temanggung supaya menjadikan rumah investasi tersebut tidak hanya sebagai bangunan kosong saja, namun dipergunakan, misalnya sebagai rumah tinggal/usaha Mempetakan kawasan yang berpotensi sebagai kawasan resapan air dan wisata dengan kepadatan rendah untuk lokasi pembangunan baru Mempetakan kawasan perumahan dan permukiman yang terletak disekitar kawasan industri Melakukan intensifikasi lahan perkotaan sesuai peruntukkan di RUTRK (Mengacu pada Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman Nomor: 10/KPTS/M/1999) Pembangunan permukiman penduduk di lokasi yang padat. Membangun jalan inspeksi dan jalur hijau di tepi sungai Pembuatan aturan yang menyempurnakan aturan investasi rumah di Kabupaten Temanggung Pengaturan pembangunan perumahan dan permukiman yang disesuaikan dengan kondisi fisik dan lingkungan lahan tempat dibangunnya kawasan tersebut, sehingga masing-masing fungsi kawasan dapat terakomodir dan terkoneksi dengan baik Pengaturan jarak lokasi industri dengan perumahan dan permukiman serta dengan melakukan pembangunan penghalang yang Diarahkan pada daerahdaerah yang dilalui jalan propinsi, yaitu Kecamatan Pringsurat, Kranggan, Temanggung, Kedu, Parakan, Ngadirejo, candiroto dan Bejen VI-76

26 KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI berupa jalur atau jalur terbuka hijau Mengoptimalkan lahan perumahan perkotaan yang masih memiliki kepadatan rendah dan kepadatan sedang Mengembangkan perumahan sesuai dengan dengan RUTRK IKK masing-masing Mengkaitkan antara pusat-pusat kota dan pusat-pusat pertumbuhan baru Mempertahankan kawasan resapan air Membangun di kawasan yang memiliki sumber air bersih Mempertimbangkan lokasi permukiman di daerah banjir Pembangunan perumahan baru diprioritaskan di lokasi tegalan dan pengoptimalan bangunan di tanah pekarangan Mempertanahkan sawah yang ada Memperhatikan/melindungi kawasan lindung/konservasi Pembangunan rumah baru oleh masyarakat secara swadaya atau developer/ pengembang perumahan dengan pendekatan Kasiba/ Lisiba Mencegah pembangunan massal oleh individu / broker dengan penjualan kapling secara bebas Pembuatan peraturan tentang tata cara mendirikan bangunan di pusat kota : IMB, Sempadan Bangunan, Sempadan Jalan, KDB, KLB dan ketinggian Bangunan Membangun jaringan jalan/ mengembangkan jalan yang berpotensi untuk menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan Membuat sumur resapan, embung untuk lokasi yang tidak memiliki sumber air bersih. Pembangunan jaringan drainase. Pembangunan sarana & prasarana (primer & sekunder) pendukung perumahan baru Pembangunan Perumahan dengan pendekatan Kasiba/Lisiba - Kecamatan Kranggan - Kecamatan Temanggung - Kecamatan Parakan - Kecamatan Ngadirejo - Kecamatan Candiroto VI-77

27 KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI Kawasan permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan baik sudah terbangun maupun kawasan siap bangun Kawasan yang mempunyai arahan kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam. Tujuan : Pemenuhan kebutuhan perumahan untuk pembangunan baru Kab. Temanggung dengan tidak merusak sumber daya alam / kawasan lindung Pembangunan perumahan baru diprioritaskan di lokasi tegalan Sesuai dengan RTRW kawasan yang mempunyai kelerengan 25% - 40% atau lebih tidak digunakan untuk permukiman Lokasi pembangunan baru diprioritaskan untuk kelurahan/desa yang memiliki tegalan, dengan persyaratan: tidak rawan bencana, memiliki kelerengan 2% - 15%, memiliki kelengkapan fasilitas sosial dan umum, adanya sumber air, serta kesesuaian dengan RTRW Menghubungkan jalur-jalur pusat pertumbuhan desa Pembangunan RSH, RSS, menengah, dan mewah. Lebih diutamakan RSH dan RSS yang diprioritaskan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Pembangunan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti jalan, sanitasi, drainase, air bersih, telepon, listrik, dan fasilitas pendukung seperti pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang publik di pusat pertumbuhan desa Diluar wilayah IKK/kawasan yang bercirikan perdesaan, yaitu di seluruh kecamatan kabupaten temanggung. Sumber: Hasil Analisis, 2011 Mempertahakan karakteristik perdesaan yang ada dan adanya larangan membangun tanpa mempertimbangkan RUTRK yang ada Mengendalikan para developer (resmi) yang menjual bebas kapling dengan luasan yang melebihi luasan dari luas kapling maksiman di RTRW Penegasan tindakan persuasif dan represif bagi pelanggar Pengawasan & pengendalian pembangunan unit rumah baru di sepanjang bantaran sungaipembangunan tanggul di tepi sungai agar tidak longsor VI-78

28 Tabel Alternatif Penanganan Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman di Kabupaten Temanggung KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI Kawasan Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, termasuk sungai buatan/ saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kriteria: m, diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi, untuk sungai di kawasan permukiman Tujuan perlindungan : Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Sempadan bangunan (tanpa tanggul) Anak sungai/ sungai kecil dengan kedalaman < 3 m garis sempadan bangunan : 10 m dari tepi sungai Sungai dengan kedalaman 3-20 m garis sempadan bangunan : 15 m dari tepi sungai. Sungai dengan kedalaman < 30 meter : sempadan bangunan 30 meter dari tepi sungai. Garis sempadan bangunan di tepi jalan inspeksi minimal 7.5 m dari as jalan Sempadan bangunan (bertanggul) 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul Anak sungai/ sungai kecil dengan kedalaman < 3 m garis sempadan bangunan minimal 3 m dari batas tanggul. Sungai dengan kedalaman >3m garis sempadan bangunan minimal 5 m dari batas tanggul Pencegahan dan Pengendalian pembangunan perumahan baru di sepanjang bantaran sungai. RESTRUKTURISASI: Redevelopment - Upaya penataan kembali suatu kawasan perumahan dan permukiman kumuh dengan terlebih dahulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana dari sebagian atau seluruh kawasan yang telah dinyatakan tidak dapat lagi dipertahankan kehadirannya. - Perubahan struktural peruntukan lahan serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur pembangunan baru (KDB, KLB, GSB, dll) yang biasanya terjadi. Renewal (Peremajaan) Kawasan tepi sungai yang tidak bertentangan dengan RUTR, RDTR, RTRK dan bukan diperuntukan jalur sungai Pembuatan peraturan daerah tentang larangan dan pemberian sanksi - Sungai Progo : Kecamatan Ngadirejo, jumo, Kedu, kandangan, Kranggan, tembarak, Selopampang - Sungai Bodri : Kecamatan Wonoboyo, Candiroto dan Bejen VI-79

29 KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI pembuatan bangunan di atas bantaran sungai Sempadan dapat diwujudkan dalam bentuk jalan inspeksi minimal lebar 7,5 m. Kawasan Perumahan di Kawasan Banjir Terdapat 2 kriteria untuk permasalahan kawasan banjir : genangan sepanjang tahun dan genangan periodik - Kawasan rawan bencana banjir sedapat mungkin tidak dipergunakan untuk permukiman, demikian pula kegiatan lain yang dapat merusak atau mempengaruhi kelancaran sistem drainase. - Pada daerah rawan banjir ini perlu adanya pemantapan kawasan lindung di antaranya dengan langkah reboisasi jenis tanaman khusus ( tanaman tahunan). - Perlu penambahan kualitas dan kuantitas sarana prasarana pendukung perumahan dan permukiman Rehabilitasi (Perbaikan) - Mengembalikan kondisi komponen-komponen fisik kawasan permukiman yang telah mengalami kemunduran kondisi atau degradasi kepada kondisi asalnya, sehingga dapat berfungsi kembali. - Konsep penanganan ini untuk memperbaiki sarana dan prasarana. - Pengadaan sarana dan prasarana terutama diarahkan: Untuk kawasan rawan bencana banjir di kawasan perumahan dan permukiman yang berada di kawasan sempadan sungai, jika masih memungkinkan tanpa harus melalui relokasi keluar kawasan, maka dapat dibangun tanggul pengaman, dengan syarat tetap diberlakukan sempadan bangunan dan syarat lainnya. Sedangkan untuk genangan sepanjang tahun, penanganan - Kecamatan Parakan - Kecamatan Kedu - Kecamatan Temanggung VI-80

30 KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI diarahkan pada normalisasi saluran. Kawasan Perumahan di koridor SUTET dan SUTT Perumahan yang berada di sepanjang jaringan/saluran tegangan ekstra tinggi. Lokasi rumah : A. Rumah yang terletak langsung dibawah menara SUTET dan SUTT B. Rumah yang terletak di sepanjang jaringan SUTET dan SUTT yang berjarak < 9 meter C. Rumah yang terletak di sepanjang jaringan SUTET dan SUTT yang berjarak > 9 meter Tujuan :Melindungi warga yang tinggal di sekitar jaringan SUTET dan SUTT dengan bahaya-bahaya yang akan terjadi Mencegah dan pengendalian pembangunan baru disepanjang jaringan SUTET dan SUTT Pemberian sanksi atau larangan bagi masyarakat yang membangun rumah baru di lokasi jaringan SUTET dan SUTT Menyarankan kepada masyarakat penggunaan bahan bangunan rumah yang bukan penghantar panas yang baik (larangan penggunaan seng untuk atapnya) Pembuatan jalan inspeksi di kanan kiri jalur listrik tegangan tinggi, dengan lebar jalan ± 9 m. Menanam tanaman di sekitar jaringan sebagai barrier/jalur hijau yang tidak mengganggu jaringan agar mengurangi dampak yang ditimbulkan SUTET dan SUTT Membuat peraturan daerah yang melarang pembangunan baru dan tidak memberi ijin atau pemberian sertifikat (untuk melegalkan lahan) bagi penduduk yang mengajukan ijin tsb Sosialisai kepada masyarakat tentang bahaya radiasi yang ditimbulkan oleh jaringan SUTET dan SUTT Menambah barrier di sekitar perumahan dengan jenis tidak mengganggu jaringan SUTET dan SUTT. - Kecamatan Kandangan - Kecamatan Kaloran - Kecamatan Pringsurat VI-81

31 KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI Kawasan Permukiman di Rawan Bencana/ Longsor Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang teridentifikasi sering terjadi bencana alam seperti tanah longsor, letusan gunung berapi, banjir, dan kekeringan. Kriteria: Kawasan rawan tanah longsor Daerahnya labil Mempunyai kemiringan lahan yang ekstrim > 40%. Tujuan perlindungan : Melindungi daerah rawan bencana dari kegiatan manusia yang dapat menimbulkan dan merusak kehidupan manusia. Pengawasan dan Pengendalian pembangunan perumahan baru di daerah yang rawan longsor Kepadatan bangunan diarahkan dengan kepadatan rendah, harus ada pembatasan kepadatan dan pertumbuhan fisik aktivitas kawasan. Kepadatan diarahkan < 30 unit/ Ha dengan luas lantai bangunan < 100 m 2. Membuat peraturan daerah yang melarang pembangunan baru dan tidak memberi ijin atau tidak pemberian sertifikat (untuk melegalkan lahan) bagi penduduk yang mengajukan ijin tsb - Kecamatan Selopampang, tembarak, Tlogomulyo, bulu, Parakan, kledung, bansari, Ngadirejo, Candiroto, Wonoboyo, dan Tretep, Kledung, Bansari, Tretep, Bulu VI-82

32 KLASIFIKASI KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN ARAHAN ALTERNATIF PENANGANAN LOKASI Kawasan Permukiman Resapan Air di Kawasan yang terdapat sumber mata air yang digunakan penduduk untuk kebutuhan sehari-hari. Tujuan : Melindungi dan menjaga kelestarian jumlah, kualitas, penyebaran tata air, kelancaran, ketertiban, pengaturan air dan sumbersumber air Sempadan mata air dapat dibangun suatu bangunan dengan jarak minimal 200 m dari sumber mata air Pembuatan peraturan untuk tidak diijinkan pembangunan baru di kawasan lokasi tersebut. Sosialisai kepada masyarakat tentang pembangunan disekitar mata air. - Kecamatan Wonoboyo, Tretep, Bejen, Candiroto, Bansari dan Kandangan Kawasan Permukiman Kumuh Kawasan hunian masyarakat dengan ketersediaan sarana umum buruk atau tidak ada sama sekali dan kepadatan bangunan netto yang tinggi. Kawasan ini juga ditunjukkan dengan kualitas lingkungan yang kurang memperhatikan kesehatan, seperti: masih berdinding bambu, berlantai tanah, dan bersampingan dengan ternak Kategori: slums dan squatters Slums : permukiman yang legal, namun secara fisik, Penataan dan peremajaan kawasan lingkungan perumahan dan permukiman dengan kepadatan tinggi Merencanakan secara optimal penggunaan lahan Mengoptimalkan implementasi rencana, pengawasan, dan perijinan pembangunan perumahan Pembangunan Rumah Susun untuk kawasan pusat kota dengan kepadatan tinggi /kumuh berat Pembuatan rencana detail geometric pengaturan kawasan permukiman kumuh Land re-adjustment (penataan permukiman) dan peremajaan permukiman di kawasan perkotaan - Kecamatan Temanggung ; Kelurahan Temanggung I, Temanggung II, gilingsari, Banyuurip, Butuh dan Kertosari - Kecamatan Parakan : Kelurahan Parakan Wetan dan Wanutengah - Kecamatan Ngadirejo : Kelurahan Ngadirejo VI-83

hari atau rata-rata 10,33 hari/bulan. hutan, perkebunan dan lahan lainnya. atas sebagaimana tergambar pada tabel 2.9.

hari atau rata-rata 10,33 hari/bulan. hutan, perkebunan dan lahan lainnya. atas sebagaimana tergambar pada tabel 2.9. Januari sampai dengan Desember 2013 adalah sebanyak 124 hari atau rata-rata 10,33 hari/bulan. g. Penggunaan Dilihat dari jenis penggunaan lahan kawasan budidaya terdiri dari penggunaan untuk sawah, permukiman/

Lebih terperinci

Penatatan ruang daerah bertujuan mewujudkan ruang kabupaten berbasis. pertanian yang didukung industri, perdagangan, pariwisata dan sosial

Penatatan ruang daerah bertujuan mewujudkan ruang kabupaten berbasis. pertanian yang didukung industri, perdagangan, pariwisata dan sosial 3.1. KABUPATEN TEMANGGUNG Penatatan ruang daerah bertujuan mewujudkan ruang kabupaten berbasis pertanian yang didukung industri, perdagangan, pariwisata dan sosial budaya masyarakat dalam kesatuan sistem

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah pada hakekatnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah pada hakekatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah

Lebih terperinci

LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM

LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM PETA WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG Temanggung Dalam Angka Tahun 2011 1 LETAK GEOGRAFI Kabupaten Temanggung terletak antara : 110 o 23' - 110 o 46'30" Bujur Timur 7 o 14'

Lebih terperinci

Pencapaian sasaran dan indikator pada misi III ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.21 Pencapaian Misi III dan Indikator

Pencapaian sasaran dan indikator pada misi III ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.21 Pencapaian Misi III dan Indikator Mewujudkan peningkatan infrastruktur permukiman perdesaan dan perkotaan yang layak dan berwawasan lingkungan. Pada misi III yaitu mewujudkan peningkatan infrastruktur permukiman perdesaan dan perkotaan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DISKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DISKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Temanggung 1. Kondisi Geografis Provinsi Jawa Tengah mempunyai dua puluh sembilan kabupaten dan enam kotamadya, salah satu kabupaten tersebut

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Penutup. Sekapur Sirih

Penutup. Sekapur Sirih Penutup Sensus Penduduk 2010 merupakan kegiatan besar bangsa Indonesia melibatkan petugas yang banyak. Hasil sensus sangat penting untuk evaluasi dan perencanaan pembangunan. Melalui perencanaan yang matang

Lebih terperinci

1) Struktur Ekonomi Daerah. terbesar dalam penyusunan PDRB.

1) Struktur Ekonomi Daerah. terbesar dalam penyusunan PDRB. dibandingkan dengan garis kemiskinan yang merupakan rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum pangan dan non pangan esensial, nilainya lebih tinggi sehingga dapat asumsikan

Lebih terperinci

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung Tabel 2.17. Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam No Jenis Bencana Alam Kecamatan 1 Potensi Tanah Longsor Tretep, Wonoboyo, Bejen, Candiroto, Gemawang, Kandangan, Jumo, Bansari, Kledung, Kaloran, Kranggan,

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG dan BUPATI TEMANGGUNG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG dan BUPATI TEMANGGUNG a BUPATI TEMANGGUNG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG SK TIM TEKNIS PWK PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( B A P P E D A ) Jl. Jend. A. Yani Nomor 32 Telp. 0293 492154, Fax. 0293 491801 TEMANGGUNG KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA NOMOR : 500 / / 2013

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN

KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN Piramida Penduduk Kabupaten Temanggung Tahun 2010 21 Tabel 3.1.1 Penduduk Kabupaten Temanggung Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Kelompok Umur (1) (2)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Temanggung bujur timur dan LS. Kabupaten Temanggung

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Temanggung bujur timur dan LS. Kabupaten Temanggung IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Temanggung 1. Letak Geografis Secara geografis Kabupaten Temanggung terletak antara 110 23 110 46 30 bujur timur dan 7 14 7 32 35 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan KESATU

MEMUTUSKAN: Menetapkan KESATU PROVINSI JAWA TENGAH KEPUTUSAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 555/ 318 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLA LAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan 27 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas ruang sifatnya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2004-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI BAB 4 KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI Program Relokasi di Kelurahan Sewu dilatar belakangi oleh beberapa kondisi, diantaranya kondisi banjir yang tidak dapat di prediksi waktu terjadi seperti

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH Bab IV tediri dari ; Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh sampai dengan pencapaian kota

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG DAERAH Pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah Tahun 2016, merupakan pelaksanaan tahun ketiga dari masa jabatan pasangan Drs. H. M. BAMBANG SUKARNO

Lebih terperinci

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG BERAPI DI KOTA TOMOHON Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ ¹Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI D.14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA SUMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 5.1 Umum Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Kabupaten Temanggung 1. Profil Kabupaten Temanggung Kabupaten Temanggung adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah, ibukotanya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman perkotaan masa kini mengalami perkembangan yang pesat karena pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang tinggi sementara luas lahan tetap. Menurut Rahmi

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan nasional sebagaimana dalam Undang-Undang no 25. perdagangan yang merupakan inti sistem pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan nasional sebagaimana dalam Undang-Undang no 25. perdagangan yang merupakan inti sistem pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Program pembangunan nasional sebagaimana dalam Undang-Undang no 25 Tahun 2000 mensyatakan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan rakyat berlandaskan sistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 43 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Umum Kelurahan Depok Berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor : 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Lurah bertanggung

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Kelurahan Mangunharjo dan Kelurahan Mangkang Wetan) T U G A S A K H I R Oleh : LYSA DEWI

Lebih terperinci

FORMAT I PROFIL SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN. I. Aspek Kebijakan Kota/Kabupaten. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Kota/Kab :

FORMAT I PROFIL SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN. I. Aspek Kebijakan Kota/Kabupaten. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Kota/Kab : FORMAT I PROFIL SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DAFTAR ISIAN Kota / Kabupaten : I. Aspek Kebijakan Kota/Kabupaten Kebijakan Pembangunan Bidang Perumahan dan Permukiman Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbaik bagi kepentingan anak, tanpa ada diskriminasi. Salah satu isu

BAB I PENDAHULUAN. yang terbaik bagi kepentingan anak, tanpa ada diskriminasi. Salah satu isu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak merupakan aset masa depan sebuah bangsa. Sehingga, mereka harus dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan wilayah yang didominasi oleh permukiman, perdagangan, dan jasa. Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA DENGAN KEDALAMAN MATERI RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA IBUKOTA KECAMATAN NGRAMPAL

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Gambar 3 Peta lokasi penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian mengenai kajian penentuan rute kereta api yang berwawasan lingkungan sebagai alat transportasi batubara di Propinsi Kalimantan Selatan ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

yaitu 44 partai seperti tercantum pada tabel

yaitu 44 partai seperti tercantum pada tabel pada tabel 2.161. Tabel 2.161. Jumlah Kegiatan pembinaan politik daerah 2008-2103 Kriteria 1 Jumlah kegiatan 1 1 1 1 1 2 Sumber : Disbudparpora 2013. 3) Jumlah partai politik Jumlah partai politik di Kabupaten

Lebih terperinci

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. Adapun jumlah Pengunjung Perpustakaan dapat dilihat pada tabel 2.184. Tabel 2.184. Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PENEMPATAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PENEMPATAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PENEMPATAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

terendah pada tahun ) Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan

terendah pada tahun ) Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan 2008-2112 Uraian 1 Bekerja 154.014 151.073 168.531 147.789 n.a 2 Mencari Kerja 6.113 7.013 8.699 12.145 n.a 3 Angkatan Kerja 162.135 160.095 177.230 161.945 n.a 4 Partisipasi Angkatan Kerja (%) 95,0 94,4

Lebih terperinci

Laporan Akhir 1 PENDAHULUAN

Laporan Akhir 1 PENDAHULUAN Laporan Akhir 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi di Indonesia adalah lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi yang terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan,

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

ATURAN BERSAMA RENCANA PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN DESA KEDUNGSARIMULYO

ATURAN BERSAMA RENCANA PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN DESA KEDUNGSARIMULYO RENCANA PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN DESA KEDUNGSARIMULYO 1 LEMBAR PENGESAHAN Aturan Bersama Penataan Lingkungan Permukiman Desa Kedungsarimulyo telah dirumuskan secara partisipatif melalui siklus Perencanaan

Lebih terperinci

a. Gaji dan Tunjangan Belanja Sosial a. Jaminan Kesehatan Temanggung Belanja Hibah Urusan Kesehatan

a. Gaji dan Tunjangan Belanja Sosial a. Jaminan Kesehatan Temanggung Belanja Hibah Urusan Kesehatan PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2015 KABUPATEN TEMANGGUNG BAGIAN BULAN :Agustus 2015 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH: Dinas Kesehatan Jumlah No Belanja Tidak Langsung 1 Belanja Pegawai Nama

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA PERIODE 2005-2010 DENGAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sungai merupakan sumber air yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia. Sungai juga menjadi jalan air alami untuk dapat mengalir dari mata air melewati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB III RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PADA PERUBAHAN RKPD TAHUN 2014

BAB III RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PADA PERUBAHAN RKPD TAHUN 2014 BAB III RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PADA PERUBAHAN RKPD TAHUN 2014 3.1. Prioritas Pembangunan Daerah Tahun 2014 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMD Kabupaten Temanggung tahun 2013-2018. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB II ATURAN BERSAMA A. ATURAN BERSAMA DALAM MEMBANGUN DAN MENATA (RENOVASI) RUMAH

BAB II ATURAN BERSAMA A. ATURAN BERSAMA DALAM MEMBANGUN DAN MENATA (RENOVASI) RUMAH 1 BAB I PENGANTAR Aturan bersama ini dibuat bersama oleh masyarakat dan pihak kelurahan dan selanjutnya semua pihak meneruskan aturan bersama ini kepada semua elemen masyarakat sehingga bisa diketahui

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN Karakteristik wilayah perencanaan yang akan diuraikan meliputi kedudukan kota dalam lingkup wilayah, karakteristik fisik, karakteristik kependudukan, karakteristik perekonomian, karakteristik transportasi,

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG DI KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mantap dan tertibnya tata cara penetapan

Lebih terperinci