BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia tidak akan pernah lepas dari segala masalah yang berhubungan dengan tempat dimana manusia itu bernaung dan tinggal dalam kehidupan seharihari. Bagi manusia, tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar (basic need), disamping kebutuhannya akan pangan dan sandang. Sementara dari tahun ke tahun jumlah penduduk terus mengalami peningkatan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal. Oleh karena itu masyarakat membutuhkan suatu kawasan perumahan atau permukiman untuk tempat tinggal. Kebutuhan rumah akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat akan mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana juga semakin meningkat. Hal ini juga dapat menimbulkan permasalahan baru karena ketersediaan lahan semakin sedikit sementara jumlah penduduk terus meningkat. Menurut Sastra (2006) masalah perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai permasalahan fisik semata, namun sangat berhubungan dengan aspek sosial, ekonomi serta budaya masyarakat. Perumahan dan permukiman, selain berfungsi sebagai tempat tinggal juga memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri perumahan sebagai penyedia lapangan kerja pendorong pembentukan pembentukan modal yang besar. Penyediaan perumahan menjadi penting karena dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Lokasi merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan perumahan. Pemilihan lokasi untuk kawasan perumahan mempunyai arti penting dalam aspek keruangan, karena hal ini akan menentukan keawetan bangunan, nilai ekonomis, dan dampak permukiman terhadap lingkungan di sekitarnya. Dalam pemilihan lokasi perumahan ada banyak kriteria yang harus dipenuhi agar mendapatkan hasil yang optimal. Sebagaimana dikemukakan oleh Suharyadi (1996) pembangunan perumahan membutuhkan lahan yang memenuhi beberapa kriteria nilai fisik maupun nilai ekonomi. Kriteria fisik harus sesuai untuk 1

2 konstruksi bangunan, dan kriteria sosial ekonomi harus memenuhi persyaratan seperti aksesibilitas yang baik, adanya sarana dan prasarana lingkungan. Kecamatan Kasihan merupakan wilayah Kabupaten Bantul yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Sebagai daerah pinggiran perkotaan, kawasan permukiman/perumahan di Kecamatan Kasihan terus mengalami perkembangan. Tingginya pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi di Kota Yogyakarta menyebabkan permintaan rumah terus mengalami peningkatan hingga berkembang ke arah pinggiran perkotaan. 1.2 Perumusan Masalah Perkembangan wilayah permukiman/perumahan dan alih fungsi lahan sudah menjadi isu strategis di Kecamatan Kasihan. Menurut Statistik Kecamatan Kasihan 2014, konversi lahan atau perubahan fungsi lahan pertanian ke sektor lain di Kecamatan Kasihan rata-rata sebesar 2% per tahun. Angka ini diatas rata-rata Kabupaten Bantul yang hanya sebesar 0,5% per tahun. Konversi lahan tersebut terutama beralih untuk bangunan tempat tinggal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, salah satunya di Kecamatan Kasihan. Perkembangan pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan pada saat ini terus mengalami kemajuan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul tahun , Kecamatan Kasihan mempunyai arahan untuk pengembangan kawasan permukiman dan pelayanan yang berorientasi perkotaan. Dengan aksesibilitas yang cukup baik dan fasilitas yang mendukung, Kecamatan Kasihan mempunyai pertumbuhan pembangunan yang cukup tinggi. Studi mengenai penentuan lokasi perumahan di kawasan pinggiran kota perlu dilakukan mengingat selama ini pembangunan perumahan banyak yang dilakukan tanpa terencana dengan baik terutama terkait masalah keruangan dan lingkungan. Oleh karena itu dalam menentukan lokasi pengembangan perumahan diperlukan suatu perencanaan yang matang dan pengelolaan yang baik agar dapat berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Begitu juga dengan penentuan lokasi perumahan di Kecamatan Kasihan diperlukan perencanaan yang komprehensif dengan mempertimbangkan faktor-faktor pemilihan lokasi pembangunan 2

3 perumahan di daerah tersebut. Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu : 1. faktor apa yang paling dominan dalam pemilihan lokasi perumahan di Kecamatan Kasihan? 2. dimana prioritas lokasi untuk pengembangan perumahan di Kecamatan Kasihan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : 1. mengetahui faktor yang paling dominan dalam pemilihan lokasi pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan 2. menentukan prioritas lokasi untuk pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sejumlah manfaat / kegunaan, antara lain : a. secara teoritis, dapat mengaplikasikan ilmu geografi dalam bidang pengembangan wilayah khususnya tentang perencanaan perumahan. Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi penelitian penelitian berikutnya, khususnya dalam hal merencanakan lokasi perumahan. b. secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengembang swasta untuk pemilihan lokasi pembangunan perumahan di daerah penelitian 1.5 Tinjauan Pustaka Batasan Perumahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah layak 3

4 huni. Perumahan menurut Ritohardoyo (2000) adalah kelompok bangunan rumah dengan segala perlengkapannya, yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal secara menetap maupun sementara, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Perencanaan perumahan merupakan bagian dari perencanaan permukiman. Bagi sebuah lingkungan perkotaan, kehadiran lingkungan perumahan sangatlah penting dan berarti karena bagian terbesar pembentuk struktur ruang perkotaan adalah lingkungan permukiman. Apabila dilihat secara makro, dalam melakukan pembangunan, khususnya pembangunan perumahan dan permukiman seharusnya dilakukan sinkronisasi antara dua sistem, yaitu perkotaan dan perdesaan. Hal ini harus diupayakan guna menghindari terjadinya over load (kelebihan beban) pada lingkungan perumahan dalam wilayah perkotaan yang dapat menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi wilayah perkotaan maupun wilayah dibelakangnya (hinterland), yang biasanya adalah suatu wilayah perdesaan. Oleh karena itu perencanaan sebuah perumahan memegang peranan yang sangat penting dalam pengendalian laju pembangunan agar berdampak positif dan berkelanjutan (Sastra, 2006) Teori Lokasi Perumahan Turner (1968, dalam Yunus 2005) mengemukakan teori mobilitas tempat tinggal. Dinamika teorinya didasari oleh azas equilibrium (keseimbangan) dimana mengandung pengertian bahwa mereka yang lebih kuat ekonominya memperoleh sesuatu yang lebih baik dalam residential location. Masyarakat dengan penghasilan rendah cenderung memilih lokasi rumah yang dekat dengan tempat kerja untuk menghemat biaya transportasi. Semakin besar penghasilan yang mereka dapatkan maka prioritas untuk memperoleh tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja. Terlihat bahwa terdapat korelasi yang sangat erat antara income dan lokasi perumahan dimana semakin tinggi income maka semakin tinggi pula prioritas untuk memperoleh perumahan yang baik. 4

5 Luhst (1997, dalam Nopiyanto 2014) menyebutkan bahwa kualitas kehidupan yang berupa kenyaman dan keamanan dari suatu rumah tinggal sangat ditentukan oleh lokasinya. Dalam hal ini, daya tarik suatu lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu aksesibilitas dan lingkungan. Aksesibilitas merupakan daya tarik suatu lokasi karena akan memperoleh kemudahan dalam pencapaiannya dari berbagai pusat kegiatan seperti perdagangan, pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan, dan lain-lain. Sementara lingkungan didefinisikan sebagai suatu wilayah yang secara geografis dibagi dengan batas yang nyata, dan biasanya dihuni oleh kelompok penduduk. Lingkungan mengandung unsur-unsur fisik dan sosial yang menimbulkan kegiatan seperti gedung-gedung sekolah, bangunan pertokoan, daerah terbuka dan lain sebagainya Persyaratan dan Pertimbangan Lokasi Perumahan Dalam perencanaan perumahan banyak hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah aspek lokasi. Dalam pedoman teknis Pd T C tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Prioritas Untuk Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Kawasan Perkotaan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat persyaratan umum untuk lokasi perumahan dan permukiman. Lokasi kawasan perumahan tersebut harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah setempat atau dokumen perencanaan tata ruang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, atau memenuhi persyaratan berikut : a. tidak berada pada kawasan lindung b. bebas dari pencemaran air, udara, dan gangguan suara atau gangguan lainnya, baik yang ditimbulkan sumber daya buatan manusia maupun sumberdaya alam seperti banjir, tanah longsor, tsunami, c. ketinggian lahan kurang dari meter diatas permukaan laut (MDPL) d. kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan : 1) tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bergeomorfologi datar-landai dengan kemiringan 0-8% 2) diperlukan rekayasan teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%. 5

6 e. pada kota-kota yang mempunyai bandar udara, tidak mengganggu jalur penerbangan pesawat, f. kondisi sarana-prasarana memadai g. dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan pelayanan kota h. bagi masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, keterkaitan antara lokasi perumahan dengan pusat-pusat kegiatan (tempat kerja) dan pelayanan kota akan mempunyai implikasi ekonomi. Selain itu Budiharjo (1984) menyatakan bahwa untuk menetapkan lokasi perumahan yang baik perlu diperhatikan yaitu : 1. ditinjau dari segi teknis pelaksanaannya, harus mudah mengerjakannya, bukan merupakan daerah banjir, mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti, kondisi tanah baik, mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air limbah Selain itu juga harus mudah mendapatkan bahanbahan bangunan dan tenaga kerja. 2. ditinjau dari segi tata guna tanah, harus berada pada tanah yang secara ekonomis sukar dikembangkan secara produktif, tidak merusak lingkungan dan sejauh mungkin mempertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, dan penampung air hujan. 3. ditinjau dari segi kesehatan dan kemudahan, lokasinya sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang dapat mendatangkan polusi udara, air maupun udara.selain itu lokasinya sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja para penghuni 4. ditinjau dari segi politis dan ekonomis, perumahan tersebut harus menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya. Selain itu juga harus mudah menjualnya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan mendapatkan keuntungan yang wajar bagi developernya. 6

7 Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan juga memuat tentang ketentuan lokasi perumahan. Dalam SNI ini, lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, a. kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi b. kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam c. kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana lingkungan tersedia) d. kriteria keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada. e. kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana f. kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasaranautilitas lingkungan 7

8 g. kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/lokal setempat. 2. lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis. 3. keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin tumbuh di kawasan yang dimaksud. Banyak ahli dan peneliti yang mempunyai pandangan berbeda tentang kriteria atau pertimbangan lokasi pembangunan perumahan yang strategis. Adapun tabel perbandingan tentang kriteria-kriteria lokasi pembangunan perumahan dari beberapa ahli maupun peneliti ditunjukan dalam tabel 1.1. Tabel 1.1 Perbandingan Kriteria Lokasi Perumahan Penulis/ Tahun Kriteria/Faktor Lokasi Perumahan Peneliti Dept. PU 2006 SNI 2004 Tidak berada di kawasan lindung Bebas pencemaran air,udara maupun bencana alam Ketinggian kurang dari mdpl Kemiringan lahan 0-15% Kondisi sarana-prasarana memadai Dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan pelayanan kota Sesuai RTRW a) Lokasi sesuai RTRW setempat 1. Keamanan Bukan kawasan lindung, olahan pertanian, hutan produksi, buangan limbah pabrik, dibawah jaringan listrik tegangan tingi 2. Kesehatan Bukan daerah pencemaran udara diatas ambang batas, penecemaran air permukaan dan air tanah dalam 8

9 Tabel 1.1 Perbandingan Kriteria Lokasi Perumahan (Lanjutan) Penulis/ Tahun Peneliti SNI 2004 Suparno Sastra dan Endy Marlina Henny Indriana Dasra 1995 Hudioro 2000 Kriteria/Faktor Lokasi Perumahan 3. Kenyamanan Kemudahan aksesibilitas, komunikasi, berkegiatan ( sarana prasarana tersedia) 4. Keindahan Mempertahankan karakteristik topografi yang ada 5. Fleksibilitas Mempertimbangkan pertumbuhan fisik/pemekaran perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik dan keterpaduan prasarana 6. Keterjangkauan jarak Mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki terhadap sarana prasarana 7. Lingkungan berjati diri Sosial budaya masyarakat setempat b) Berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis c) Keterpaduan tatanan kegiatan dan alam disekelilingnya ( pengaruh terhadap lingkungan ) Akses mudah ke tempat kerja dan pusat kegiatan Kondisi /topografi (kemiringan lereng) Kepastian hukum (status kepemilikan) Kemiringan lereng Penggunaan lahan Bentuklahan Daya dukung tanah Drainase tanah Kedalaman muka air tanah Jarak terhadap jalan utama Jarak terhadap pusat kota Arah perkembangan kota Ketersediaan lahan dan harga tanah Kondisi sosial budaya Aksesibilitas Transportasi dan utilitas Penghuni : Harga rumah Kedekatan terhadap jalan utama Suasana lingkungan Ketersediaan air bersih Kedekatan terhadap fasilitas umum Aksesibilitas dan tersedianya dukungan infrastruktur 9

10 Tabel 1.1 Perbandingan Kriteria Lokasi Perumahan (Lanjutan) Penulis/ Peneliti Tahun Kriteria/Faktor Lokasi Perumahan Pengembang : Hudioro 2000 Ismiyati Rini Tyassuci 2003 Harga tanah Kedekatan terhadap pusat kota Suasana pegunungan Aksesibilitas Dukungan infrastruktur Aksesibilitas Nilai lahan Kelengkapan infrastruktur Sistem Informasi Geografis Sitem Informasi Geografi merupakan kumpulan terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, dalam Prahasta, 2002). Secara umum, sesuai dengan nature datanya, terdapat dua jenis fungsi analisis di dalam SIG yaitu analisis spasial dan atribut (basis data atribut). SIG mampu untuk mengelola data spasial maupun atribut secara efektif dan efisien sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan spasial maupun atribut dengan baik dan juga mampu untuk membantu dalam menentukan pengambilan keputusan yang tepat. Menurut Prahasta (2002), Sistem Informasi Geografis memiliki beberapa subsistem yaitu : 1. Data input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyiimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Subsistem ini pula bertanggungjawab dalam mengonversikan atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format (narative) yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan. 10

11 2. Data output Subsistem ini bertugas utnuk menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, peta, dan lain sebagainya. 3. Data management Subsitem ini bertugas mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, di-update, dan di- edit. 4. Data manipulation & Analysis Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. SIG juga memiliki banyak kemampuan terkait analisis dan manipulasi data. Pada dasarnya, dengan memperhatikan pengertian, definisi-definisi tentang SIG, kemampuan-kemampuan SIG sudah dapat dikenali. Kemampuankemampuan ini dapat dinyatakan dalam fungsi-fungsi analisis spasial dan atribut yang dimiliki, jawaban-jawaban, atau solusi yang dapat diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kemampuan SIG dapat dilihat dari kemampuan-kemampuannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konseptual seperti what is at? where is it? what change since? what spatial patterns exist? what if? (Prahasta, 2002) Analytic Hierarchy Process (AHP) AHP dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970an. AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria. AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir 11

12 manusia dengan cara memecahkan suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok-kelompoknya; menempatkan kelompokkelompok tersebut ke dalam suatu hirarki; menentukan dan memasukkan nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif; dan akhirnya dengan suatu sintesa, ditentukan eleman mana yang mempunyai prioritas tertinggi. Berbagai keuntungan AHP menurut Saaty (1993) antara lain : 1. kesatuan : AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami 2. kompleksitas : AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif 3. saling ketergantungan : AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan linier 4. pengukuran : AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas 5. konsistensi : AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas 6. sintesis : AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif. 7. tawar menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. 8. penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan adanya konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda. 9. pengulangan proses : AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. 12

13 Menurut Latifah (2005) dalam menyelesaikan masalah dengan AHP, ada prinsip-prinsip yang harus dipahami diantaranya : a. decomposition Setelah permasalahan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecah permasalahan yang utuh menjadi unsurunsurnya. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki. b. comparative Judgement Tahap ini adalah membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitanya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. c. synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwase comparison kemudian dicari eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwase comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diatara local prioriy. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. d. logical Consistency Logical consistency menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan. Pengujian ini perlu dilakukan, karena pada keadaan yang sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidak konsistenan dalam preferensi seseorang. Dalam sebuah penelitian sering dijumpai istilah pembobotan. Pembobotan merupakan cara untuk melihat besaran pengaruh terhadap suatu hal yang ada. Pembobotan bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pembobotan secara langsung (direct weighting) dan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy 13

14 Process (AHP). Adapun kaidah dalam pembobotan dengan AHP yaitu nilai bobot faktor/kriteria berkisar antara 0 1 atau 0% - 100% jika menggunakan persentase, jumlah total bobot semua faktor/kriteria harus bernilai 1 (100%), serta tidak ada bobot yang bernilai negatif. 1.6 Penelitian Terdahulu Lukisari (2006), melakukan penelitian penentuan prioritas letak perumahan di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang menggunakan integrasi teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu interpretasi citra, tumpangsusun, pengharkatan dan pembobotan. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penggunaan lahan, jaringan jalan, kerawanan bencana, daya dukung tanah, kedalaman muka air tanah. Hasil penelitian ini berupa peta prioritas letak perumahan di Kecamatan Kedungkandang. Indriana (2013), melakukan penelitian penentuan lokasi perumahan berdasarkan interpretasi citra ikonos dan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Metode yang digunakan dalam penentuan prioritas lokasi adalah dengan mendasarkan pada penilaian dan pertimbangan terhadap beberapa parameter yang digunakan, baik parameter fisik lahan maupun parameter aksesibilitas. Parameter fisik lahan yang digunakan meliputi kemiringan lereng, penggunaan lahan, bentuklahan, daya dukung tanah, drainase tanah, kedalaman muka air tanah. Sedangkan faktor aksesibilitas yang digunakan adalah jarak terhadap jalan utama dan jarak terhadap pusat kota. SIG dalam penelitian ini digunakan untuk proses tumpang susun dengan pengharkatan dan pembobotan pada masing-masing parameter yang digunakan. Hasil dari penelitian ini yaitu berupa peta prioritas lokasi untuk pengembangan perumahan. Gunawan (2013), melakukan penelitian penggunaan citra satelit Quickbird untuk penentuan prioritas lokasi perumahan di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Metode yang digunakan adalah berupa interpretasi citra Quickbird dan pembobotan pada parameter fisik maupun aksesibilitas. Parameter-parameter yang digunakan antara lain penggunaan lahan, jaringan jalan, fasilitas umum, kemiringan 14

15 lahan, kerawanan bencana, jaringan listrik dan air. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu berupa peta prioritas lokasi perumahan di Kecamatan Banguntapan dengan kelas prioritas 1 sampai dengan prioritas 5. Nugraha dkk (2014) melakukan penelitian pemanfaatan SIG untuk menentukan lokasi potensial pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kabupaten Boyolali. Metode yang digunakan yaitu pengharkatan dan pembobotan parameter serta overlay. Parameter yang digunakan yaitu kemiringan lereng, ketersediaan air tanah dan pdam, kerawanan bencana, aksesibilitas, jarak terhadap pusat perdagangan dan fasilitas pelayanan umum, kemampuan tanah dan perubahan lahan. Hasil dari penelitian ini yaitu berupa peta lokasi potensial dan menjadi prioritas daerah pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kabupaten Boyolali. Pangesti (2015) melakukan penelitian aplikasi SIG untuk pemetaan lokasi kesesuaian lahan perumahan di Kelurahan Bangunjiwo, Kasihan. Metode yang digunakan yaitu interpretasi citra dan pengharkatan. Parameter yang digunakan yaitu penggunaan lahan, kemiringan lereng, drainase permukaan, potensi kembang kerut tanah, kedalaman muka air tanah, dan jarak terhadap jalan utama. Hasil dari penelitian ini yaitu berupa peta kesesuaian lahan permukiman dengan tiga kelas kesesuaian yaitu sangat sesuai, cukup sesuai, dan sesuai marginal. Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu diatas. Perbedaan yang paling utama adalah parameter yang digunakan. Perbedaan selanjutnya adalah metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data peneliti terdahulu sebagian besar dilakukan dengan cara interpretasi citra, sedangkan dalam penelitian ini sebagian besar data parameter diperoleh melalui data sekunder dari berbagai dinas. Adapun matriks penelitian terdahulu selengkapnya dapat dilihat dalam tabel

16 16 Tabel 1.3 Matrik Penelitian Terdahulu Nama/Tahun Lokasi Tujuan Metode Hasil Penelitian Bambina Lukisari (2006) Henny Indriana (2013) Resta Guawan (2013) Kecamatan Kedungkandang Kota Malang Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul 1. Mengetahui kemampuan Citra Ikonos untuk identifikasi parameter fisik lahan yang digunakan untuk penilaian kesesuaian lahan bagi pembangunan perumahan 2. Menilai kesesuaian lahan untuk perumahan berdasarkan parameterparameter kesesuaian lahan bagi pembangunan perumahan 3. Menentukan prioritas lokasi pembangunan perumahan berdasarkan kesesuaian lahan dan kesesuaian akses 1.Mengetahui kemampuan citra ikonos dalam menyadap parameter fisik lahan dalam membantu menentukan lokasi untuk pembangunan perumahan 2.Menentukan lokasi yang strategis untuk pengembangan perumahan 1. Mengkaji kemampuan citra Quickbird untuk menyadap parameter fisik dan aksesibilitas dalam penentuan perumahan di Kecamatan Banguntapan 2. Mengkaji kesesuaian lahan untuk perumahan di Kecamatan Interpretasi teknik Penginderaan Jauh untuk pengumpulan dan pengolahan data menggunakan SIG. Metode analisis data menggunakan pengharkatan tertimbang berdasarkan parameter-parameter yang berpengaruh dalam lokasi perumahan Interpretasi citra ikonos, Pengharkatan dan pembobotan pada parameter fisik dan aksesibilitas Interpretasi citra Quickbird, pengharkatan parameter fisik dan aksesibilitas lahan 1. Nilai ketelitian interpretasi citra ikonos dalam mengidentifikasi parameter fisik lahan 2. Peta kesesuaian lahan untuk perumahan berdasarkan parameter fisik lahan dan parameter jarak 3. Peta prioritas lokasi pembangunan perumahan 1. Nilai ketelitian interpretasi citra ikonos dalam menyadap parameter fisik lahan 2. Peta prioritas lokasi untuk perumahan di Kecamatan Jetis dengan 4 kelas prioritas 1. Nilai ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap parameter fisik dan aksesibilitas 2. Peta prioritas lokasi perumahan di Kecamatan Banguntapan 16

17 17 Tabel 1.3 Matriks Penelitian Terdahulu (Lanjutan) Nama/Tahun Lokasi Tujuan Metode Hasil Penelitian Yoga Kencana Nugraha, Arief Laila Nugraha, Arwan Putra Wijaya (2014) Denas Pangesti (2015) Kabupaten Boyolali Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan Banguntapan berdasarkan parameter fisik dan aksesibilitas 3. Menyusun rekomendasi prioritas lokasi dalam pembangunan perumahan di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul 1. Menentukan potensi lahan dan memetakan daerah yang berpotensi dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan permukiman 2. Menentukan prioritas daerah pengembangan kawasan perumahan dan permukiman sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Boyolali dengan memanfaatkan SIG 1. Mengetahui peran Sistem Informasi Geografis dalam evaluasi kesesuaian lahan permukiman di Kelurahan Bangunjiwo, 2. Mengetahui wilayah yang sesuai sebagai lahan perumahan di Kelurahan Bangunjiwo 3. Menampilkan hasil pemetaan lokasi kesesuaian lahan perumahan ke dalam sebuah peta Pengharkatan parameter, pembobotan dengan AHP serta Overlay dengan peta RTRW Interpretasi citra dan pengharkatan 1. Bobot parameter hasil analisis metode AHP 2. Peta lokasi potensial pengembangan kawasan perumahan dan permukiman 3. Peta lokasi prioritas daerah pengembangan kawasan perumahan dan permukiman Peta kesesuaian lahan perumahan dengan tiga kelas kesesuaian yaitu sangat sesuai, cukup sesuai, dan sesuai marginal. 17

18 1.7 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat membuat kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat, salah satunya perumahan. Namun di sisi lain lahan yang tersedia terbatas bahkan semakin menurun. Oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan perumahan agar pembangunan perumahan dapat berjalan dengan baik. Salah satu aspek dalam perencanaan pembangunan perumahan adalah aspek lokasi. Lokasi merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan perumahan. Pemilihan lokasi untuk kawasan perumahan mempunyai arti penting dalam aspek keruangan. Dalam menentukan lokasi perumahan banyak hal yang harus dipertimbangkan. Adapun pertimbangan dalam penelitian ini terdiri factors dan constraints. Factors yang dipilih untuk penelitian ini meliputi aksesibilitas, fisik lahan, harga lahan, kerawanan bencana, serta utilitas dan fasilitas umum. Sedangkan constraints yang digunakan dalam penelitian ini adalah legalitas dan kesesuaian tata ruang. Factors dan constraints tersebut dipilih karena merupakan pertimbangan dan persyaratan utama berdasarkan telaah pustaka baik dari peraturan perundang-undangan, acuan normatif, maupun penelitian-penelitian sebelumnya. Factors dan constraints ini selanjutnya diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Analytical Hierarchy Process (AHP) sehingga didapat prioritas lokasi untuk pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan. Diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat dalam gambar

19 Pertumbuhan penduduk Kebutuhan perumahan meningkat Ruang / lahan terbatas Perencanaan perumahan Pemilihan Lokasi Factors 1. Aksesibilitas 2. Fisik Lahan 3. Harga Lahan 4. Kerawanan bencana 5. Utilitas dan fasilitas umum Constraints 1. Legalitas 2. Kesesuaian Tata Ruang Pengolahan dengan SIG dan AHP Lokasi Prioritas Pembangunan Perumahan Gambar 1.1 Diagram alir kerangka pemikiran 19

20 1.8 Batasan Operasional Aksesibilitas : adalah kemudahan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dalam satu wilayah yang erat sangkut pautnya dengan jarak (Bintarto, 1979). Dalam penelitian ini tingkat aksesibilitas didasarkan pada jarak terhadap jalan utama. Fisik lahan : merupakan karakteristik fisik lahan yang dalam penelitian ditunjukan dengan kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Harga lahan : adalah nilai lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satu satuan tertentu. Harga lahan dalam penelitian ini didasarkan pada peta Zona Nilai Tanah (ZNT) yang menggambarkan atau mendekati nilai tanah (harga pasar) sebenarnya. Kemiringan lereng : Kecuraman lereng dari atas puncak sampai ke bawah pada lokasi tertentu di permukaan bumi yaitu perbandingan antara titik vertikal antara dua titik dengan jarak horisontal kedua titik tersebut (ESRI, 2008) Kerawanan Bencana : adalah peristiwa-peristiwa fisik, fenomena yang berpotensi merusak dan dapat menyebabkan hilangnya nyawa maupun kerusakan lingkungan. Dalam penelitian ini kerawanan bencana didasarkan pada tingkat bahaya gempa bumi. Kesesuaian tata ruang : merupakan tingkat kecocokan suatu zona terhadap pola ruang. Dalam penelitian ini zona yang sesuai untuk perumahan adalah zona perumahan. Legalitas : legalitas dalam penelitian ini didasarkan pada status kepemilikan tanah. Penentuan lokasi perumahan : penentuan lokasi perumahan dalam penelitian ini dilakukan oleh stakeholder yang terlibat langsung dalam pembangunan perumahan yaitu Bappeda Kabupaten Bantul, Dinas Pekerjaan Umum, Pemerintah Kecamatan Kasihan, dan juga pengembang yang mempunyai perumahan di Kecamatan Kasihan. Penggunaan lahan : adalah usaha manusia memanfaatkan lingkungan alamnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam kehidupan dan keberhasilannya (Ritohardoyo, 2013). 20

21 Perumahan : adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana. (UU No 4 Tahun 1992) Utilitas dan fasilitas umum : merupakan sarana dan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya serta penunjang pelayanan lingkungan. Dalam penelitian ini utilitas dan fasilitas umum yang digunakan adalah jaringan air minum, jaringan listrik, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan. 21

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat dihindari. Kebutuhan rumah bahkan termasuk ke dalam kebutuhan primer selain makanan dan pakaian. Dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN KASIHAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Dimas Prawira Dwi Saputra

PENENTUAN PRIORITAS LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN KASIHAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Dimas Prawira Dwi Saputra PENENTUAN PRIORITAS LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN KASIHAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Dimas Prawira Dwi Saputra dimas.prawira.d.s@mail.ugm.ac.id Rini Rachmawati r_rachmawati@geo.ugm.ac.id

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

MEMBUAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA

MEMBUAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA MEMBUAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar, M.Si. Jurusan Pendidikan Geografi FISE Universitas Negeri Yogyakarta PENGANTAR Sitem Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tugas akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA T U G A S A K H I R FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

Tata cara pemilihan lokasi prioritas untuk pengembangan perumahan dan permukiman di kawasan perkotaan

Tata cara pemilihan lokasi prioritas untuk pengembangan perumahan dan permukiman di kawasan perkotaan Tata cara pemilihan lokasi prioritas untuk pengembangan perumahan dan permukiman di kawasan perkotaan 1.Ruang lingkup Tata cara ini merupakan pedoman dalam menentukan lokasi prioritas untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT. PJB CIRATA BADAN PENGELOLAAN WADUK CIRATA Erika Susilo Jurusan Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena 4 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Virgeovani Hermawan 1 1 Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem transportasi terutama infrastruktur jaringan jalan merupakan salah satu modal utama dalam perkembangan suatu wilayah. Pada daerah perkotaan, terutama, dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) baik dari segi jumlah penduduk dan infrastrukturnya membuat Kawasan Perkotaan Yogyakarta menjadi magnet yang menarik

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang).

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang). Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang). PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Analytical hierarchy Process

Analytical hierarchy Process Analytical hierarchy Process Pengertian AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP menguraikan masalah multi faktor atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis SIG (Sistem Informasi Geografis; bahasa Inggris Geographic Information System atau GIS) merupakan gabungan dari tiga unsur yaitu sistem, informasi dan

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI ANALISIS RISIKO PELAKSANAAN PEKERJAAN MENGGUNAKAN KONTRAK UNIT PRICE (Studi Kasus: Peningkatan dan Pelebaran Aset Infrastruktur Jalan Alai-By Pass Kota Padang Sebagai Jalur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat

Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat 2.5 Sintesa Teori dan Penentuan Variabel Penentuan variabel penelitian yang akan dilakukan melalui sintesa teori yang telah dijabarkan sebelumnya. Sintesa teori yang dilakukan merupakan penggabungan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yakni penentuan lokasi untuk TPA sampah. Penentuan lokasi TPA sampah ditentukan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi informasi sudah sedemikian pesat. Perkembangan yang pesat tidak hanya teknologi perangkat keras dan perangkat lunak saja,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A Tinjauan Pustaka Kajian penelitian terdahulu dimaksudkan untuk dijadikan perbandingan dengan penelitian yang dilakukan dan untuk menentukan variabel penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi ABSTRAK Tulisan ini memaparkan tentang penerapan Analitycal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi ANALISIS PRIORITAS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH PERMUKIMAN MELALUI PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN KOTAGEDE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan lahan saat ini semakin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk tidak hanya dari dalam daerah, namun juga luar daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Sumber kerumitan masalah pengambilan keputusan bukan hanya

Lebih terperinci

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI SISTEM IFORMASI GEOGRAFI A. DEFINISI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta yang mulai dibuat dari kulit hewan, sampai peta yang dibuat

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DELPHI DAN FACTOR RATING DI SEKITAR TELKOM UNIVERSITY

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DELPHI DAN FACTOR RATING DI SEKITAR TELKOM UNIVERSITY PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DELPHI DAN FACTOR RATING DI SEKITAR TELKOM UNIVERSITY Agisni 1 Muchammad Febreyhan 2 Rayinda Pramuditya Soesanto

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana

PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah daratan. Karakteristik khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan penggunaan lahan merupakan obyek kajian yang dinilai penting untuk diteliti karena dapat berkaitan dengan masalah global maupun lokal. Masalah dari perubahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan mendasar manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari demi kelangsungan hidup manusia. Perumahan dan permukiman mempunyai

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci