Kata kunci : ketahanan pangan rumahtangga, petani gurem Key words : household s food security, subsistence farmer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci : ketahanan pangan rumahtangga, petani gurem Key words : household s food security, subsistence farmer"

Transkripsi

1 71 UPAYA ALTERNATIF PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN POKOK BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI GUREM DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH SELATAN ALTERNATIVE EFFORT TO FULFILL BASIC NEEDS (RICE) TO INCREASE FOOD SECURITY OF SUBSISTENCE FARMER HOUSEHOLDS IN SOUTHERN PART OF CENTRAL LOMBOK Ridwan Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mataram ABSTRAK Sempitnya penguasaan lahan, rendahnya produktivitas lahan, sangat tingginya ketergantungan terhadap beras sebagai pangan pokok, serta kuatnya sifat subsisten petani gurem mendorong rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan untuk melakukan berbagai upaya alternatif guna memenuhi kebutuhan pangan pokok beras agar senantiasa berada pada kondisi tahan pangan (secure food). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras guna meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview). Responden ditentukan secara quota random sampling, dan model analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan pokok beras selama satu tahun dari hasil menanam padi yang dilakukannya sekali dalam setahun. Oleh karena itu maka berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras menjadi demikian berarti dalam meningkatkan ketahanan pangan rumahtangganya. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa memang ada berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras, di antaranya ialah: menanam palawija, menjadi buruh tani, dan buruh bangunan. ABSTRACT Small land cultivated, low production, high dependence to rice and highly subsistence farming activities forced the subsistence farmers in Southern part of Central Lombok to find alternative effort to fulfill basic need (rice) to be in secure food supply condition. The aims of this study were to investigate alternative efforts carried out by the subsistence farmers in Southern part of Central Lombok to fulfill basic need (rice) in order to increase their household food security. In-depth interview was used to collect primary data. The respondents in this study were selected using quota random sampling. Data was analyzed using descriptive statistic. The results indicated that the subsistence farmers in Southern part of Central Lombok were unable to fulfill their annual needs for rice from their rice production cultivated within a year. Therefore alternative efforts carried out to fulfill their needs are significant in order to increase household food security. The finding indicates there are some alternative efforts carried out by subsistence farmer in Southern part of Central Lombok to fulfill basic need (rice) such as cultivating palawija (beans), farming labor, and construction labor. Kata kunci : ketahanan pangan rumahtangga, petani gurem Key words : household s food security, subsistence farmer PENDAHULUAN Dalam buku Kabupaten Lombok Tengah Dalam Angka yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Lombok Tengah tahun 2008 disebutkan bahwa secara administratif, wilayah Kabupaten Lombok Tengah terdiri dari 12 kecamatan. Kemudian dalam buku Potensi Kabupaten Lombok Tengah (2008) disebutkan bahwa dari 12 kecamatan tersebut, enam kecamatan di antaranya dikatagorikan sebagai kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009

2 72 Lombok Tengah Selatan, yaitu: wilayah Kecamatan Praya Barat Daya, Praya Barat, Pujut, Praya Timur, Praya dan Kecamatan Praya Tengah. Luas wilayah Lombok Tengah Selatan ini lebih kurang merupakan 60 % dari luas seluruh wilayah Kabupaten Lombok Tengah. Wilayah bagian selatan Lombok Tengah ini bertipe agraris dan lahan usahataninya didominasi oleh ekosistem sawah. Seperti diketahui bahwa ekosistem sawah sangat cocok untuk budidaya tanaman padi. Hanya saja lahan sawah yang ada di wilayah Kabupaten Lombok Tengah bagian selatan, secara agroklimat, umumnya memiliki irigasi tadah hujan sampai setengah teknis, yang berbeda dengan lahan sawah yang berada di wilayah bagian utara yang beririgasi teknis. Kondisi demikian menyebabkan kesempatan untuk menanam padi di wilayah Lombok Tengah bagian selatan umumnya hanya satu kali dalam satu tahun. Secara garis besar, ada dua tipe rumahtangga petani penghasil padi menurut perilakunya dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok beras. Rumahtangga tipe-1 adalah rumahtangga petani yang tidak menyimpan gabah hasil panennya, tapi langsung dijual untuk memenuhi berbagai kebutuhan rumahtangga, sementara kebutuhan akan pangan beras dipenuhi dengan cara membeli di pasar. Rumahtangga tipe-2 adalah rumahtangga yang menyimpan sebagian atau seluruh gabah hasil panennya untuk dikonsumsi selama menunggu musim panen padi berikutnya. Rumahtangga petani tipe-2 ini umum dijumpai di daerah Kabupaten Lombok Tengah Selatan. Dalam pada itu, kuantitas gabah yang disimpan sangat tergantung pada kuantitas gabah hasil panen, sementara kuantitas gabah hasil panen itu sendiri, antara lain, sangat ditentukan oleh kondisi iklim saat itu. Padahal, kondisi iklim di daerah tersebut seringkali kurang menguntungkan para petani, sehingga berakibat pada rendahnya hasil panen padi yang diperoleh. Kondisi ini lebih diperparah lagi oleh sempitnya lahan garapan yang dikuasai petani (rata-rata 0,31 ha per rumahtangga petani) yang menurut Mubyarto (1987) dikatagorikan sebagai petani gurem (petani dengan luas penguasaan lahan < 0,5 ha). Dengan demikian maka rumahtangga petani gurem tipe-2 sangat berpotensi untuk tidak memiliki persediaan gabah yang cukup guna memenuhi kebutuhan pangan beras selama menunggu panen berikutnya. Kondisi ini mengharuskan mereka untuk mencari dan melakukan berbagai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras guna meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan beras selama menunggu panen padi berikutnya, dan kontribusinya terhadap ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga. Di samping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagian hasil panen padi riil yang sesungguhnya dapat disimpan oleh rumahtangga petani gurem untuk keperluan konsumsi, dan untuk mengetahui kebutuhan riil pangan beras pada rumahtangga petani gurem selama menunggu panen padi berikutnya. Akhirnya, dengan diketahuinya persediaan dan kebutuhan pangan beras maka akan diketahui pula Ketahanan Pangan rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di tiga desa di wilayah Kabupaten Lombok Tengah Selatan, yaitu di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur mewakili wilayah bagian timur selatan, Desa Rambitan Kecamatan Pujut mewakili wilayah bagian tengah selatan, dan Desa Batu Jangkih Kecamatan Praya Barat Daya mewakili wilayah bagian barat selatan. Ketiga desa tersebut dipilih secara acak (random sampling). Sebagai unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani gurem yaitu rumahtangga petani yang menguasai lahan < 0,5 ha, sedangkan sebagai responden adalah kepala rumahtangga. Penentuan rumahtangga sampel dilakukan secara random sampling, dan mengacu kepada kerangka sampling (sampling frame) yang disusun berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa masing-masing. Dari masing-masing desa sampel ditetapkan sebanyak 25 rumahtangga sampel secara Quota sampling, sehingga jumlah rumahtangga sampel dan sekaligus responden seluruhnya adalah 75 rumahtangga/responden. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : (1) data mengenai keragaan berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras selama menunggu masa panen padi berikutnya, (2) data hasil upaya yang dilakukan yang secara riil diperuntukkan guna menambah ketersediaan pangan beras rumahtangga, dinilai dengan rupiah kemudian dikonversikan ke dalam satuan kg beras berdasarkan harga beras rata-rata pada tahun penelitian ini dilakukan. Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan

3 73 (3) data produksi padi hasil panen, dinyatakan dalam satuan kuintal gabah kering panen. (4) data bagian hasil panen yang dialokasikan untuk keperluan lain selain untuk konsumsi, dinyatakan dalam satuan kg gabah kering panen. (5) data bagian hasil panen riil yang disimpan untuk keperluan konsumsi, dinyatakan dalam satuan kg gabah kering giling, dan kemudian dikonversi menjadi kg beras. (6) data jumlah kebutuhan riil pangan beras oleh rumahtangga selama menunggu panen padi berikutnya, dinyatakan dalam satuan kg beras. Setelah data dikumpulkan, ditabulasi dan diolah, kemudian dianalisis dengan model analisis deskriptif. Dalam hal ini dilakukan analisis univariate dan analisis tabel silang. Analisis univariate adalah analisis terhadap satu variabel, yaitu melakukan interpretasi terhadap data hasil pengukuran terhadap variabel tersebut dalam rangka menjelaskan fenomena terkait permasalahan penelitian. Sedangkan analisis tabel silang dimaksudkan untuk menjelaskan keterkaitan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Untuk kepentingan analisis dilakukan pengelompokan terhadap data hasil upaya alternatif menurut jumlah relatif hasil yang dialokasikan untuk menambah ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga dalam setahun. Dalam hal ini hasil upaya alternatif dikatagorikan memiliki: Kontribusi tinggi, bila > 50 % dari jumlah pangan beras tersedia pada rumahtangga berasal dari hasil upaya alternatif. Kontribusi sedang, bila > 25 % sampai dengan < 50 % dari jumlah pangan beras tersedia pada rumahtangga berasal dari hasil upaya alternatif. Kontribusi rendah, bila < 25 % dari jumlah pangan beras tersedia pada rumahtangga berasal dari hasil upaya alternatif. Selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan pengelompokan rumahtangga menurut ketahanan pangan-nya yang dinilai berdasarkan jumlah relatif beras yang tersedia terhadap kebutuhan selama setahun. Dalam hal ini rumahtangga dikatagorikan : Tahan pangan jika ketersediaan pangan beras > 100 % dari kebutuhan Kurang tahan pangan jika ketersediaan pangan beras 75 % - < 100 % dari kebutuhan Tidak tahan pangan jika ketersediaan pangan beras < 75 % dari kebutuhan HASIL DAN PEMBAHASAN Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Sebelum membahas berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras di Kabupaten Lombok Tengah Selatan perlu diungkap tentang kondisi lahan, produksi dan produktivitasnya. Dari hasil wawancara dengan salah seorang pejabat di Kantor Dinas Pertanian Lombok Tengah diperoleh informasi bahwa padi di Kabupaten Lombok Tengah Selatan ditanam di lahan sawah satu kali dalam setahun yaitu pada musim hujan. Sawah yang ada di daerah ini sebagian beririgasi tadah hujan dan sebagian lagi beririgasi setengah teknis. Adanya sawah beririgasi setengah teknis ini disebabkan karena posisi letak sawah tersebut berada di daerah aliran bendungan yang ada di sekitarnya serta didukung oleh saluran irigasi yang relatif baik. Sawah tadah hujan umumnya memiliki pola tanam padi bera, dan kalau ada sisa hujan maka setelah padi baru ditanami palawija, seperti kedele, jagung dan lain-lain. Sedangkan sawah yang beririgasi setengah teknis memiliki pola tanam padi palawija. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai oleh rumahtangga petani gurem sampel di Lombok Tengah Selatan adalah 0,28 ha dengan produksi padi rata-rata 11,4 kuintal gabah kering panen, atau setara dengan 40,9 kuintal per ha. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas rata-rata kabupaten yang mencapai 58,4 kuintal per ha. Rendahnya produktivitas lahan sawah yang diusahakan oleh petani gurem di Lombok Tengah Selatan, terutama karena tanaman padi seringkali tidak memperoleh air yang cukup pada saat tanaman sedang sangat membutuhkan air, khususnya pada lahan sawah tadah hujan, di samping adanya gangguan hama/penyakit tertentu. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa pada lahan beririgasi setengah teknis, air irigasi relatif tersedia sehingga produktivitasnya relatif lebih tinggi (rata-rata 44,2 kuintal gabah kering panen per ha) dibandingkan dengan produktivitas lahan sawah tadah hujan yang hanya mencapai rata-rata 37,6 kuintal gabah kering panen per ha). Di samping itu, peluang untuk bercocok tanam pasca tanaman padi pada lahan beririgasi setengah teknis jauh lebih besar, karena tersedianya sisa air pada bendungan di sekitarnya. Umumnya petani di daerah ini, termasuk petani gurem, menanam palawija (seperti kedelai, kacang ijo, kacang panjang dan lain-lain) setelah panen padi. Hanya saja penanaman palawija ini tidak dilakukan secara Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009

4 74 intensif. Penanaman palawija umumnya dilakukan dengan teknik sebar, tidak diberikan pupuk maupun obat-obatan dan tidak dilakukan penyiangan, sehingga produktivitasnya rendah. Sebagai gambaran, produktivitas tanaman kedele di daerah ini hanya mencapai 6 12 kuintal per ha, sementara penanaman kedele yang dilakukan secara intensif, yaitu yang menerapkan teknologi produksi yang relatif baik, produktivitasnya mencapai 30 kuintal per ha (BPTP NTB, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, penanaman palawija yang dilakukan oleh khususnya petani gurem di daerah ini adalah merupakan salah satu upaya alternatif dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan beras guna meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Hasil Panen Padi Riil yang Disimpan untuk Konsumsi Nilai hasil panen padi riil yang disimpan oleh rumahtangga petani gurem untuk keperluan konsumsi selama satu tahun ke depan dihitung dengan cara mengurangi produksi kotor dengan semua jenis pengeluaran dan diyatakan dalam satuan kg gabah. Di atas telah dikemukakan ratarata produksi usahatani padi yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan mencapai 11,4 kuintal gabah kering panen. Produksi tersebut merupakan produksi kotor, karena belum dikurangi dengan berbagai pengeluaran yang harus dikeluarkan segera setelah panen padi selesai. Dari hasil penelitian ditemukan ada beberapa jenis pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh petani segera setelah panen. Pengeluaran tersebut ada yang langsung dibayarkan dengan gabah dan ada pula yang berbentuk uang, dan tentu saja uang hasil penjualan gabah. Dalam penelitian ini seluruh pengeluaran dinyatakan dalam satuan kg gabah. Pada Tabel 1 ditunjukkan data rata-rata pengeluaran menurut jenisnya. Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran Setelah Panen oleh Rumahtangga Petani Gurem No Jenis pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (kg) Persentase (%) 1 Ongkos panen 114,7 24,5 2 Zakat/Infaq/ 86,5 18,5 Shodaqah 3 Suwenih 12,4 2,7 4 Bayar Ijon 243,6 52,1 5 Lain-lain 10,2 2,2 Total 467,4 100,0 Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran terbesar adalah untuk membayar ijon. Dari hasil penelitian diketahui ternyata peminjaman uang dengan sistem ijon di daerah ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat tani setempat. Uang yang dipinjam oleh petani gurem ini sebagian besar digunakan untuk membiayai usahatani, terutama untuk ongkos pengolahan lahan, membeli pupuk serta obatobatan, dan sebagian lagi untuk keperluan membeli bahan pangan untuk konsumsi. Hal ini dilakukan karena umumnya petani tidak memiliki alternatif lain selain meminjam uang dengan sistem ijon tersebut, di samping karena prosedurnya dinilai mudah juga karena petani tidak mengetahui serta tidak memiliki akses ke sumber-sumber pendanaan dengan bunga rendah. Umumnya petani mengaku menjadi anggota Kelompok Tani, tapi karena banyak anggota yang menunggak kredit tahun lalu maka kini seluruh petani anggota Kelompok Tani bersangkutan tidak boleh mengusulkan kredit usahatani yang baru. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa pengeluaran untuk ongkos panen merupakan jenis pengeluaran terbesar kedua setelah pengeluaran untuk membayar ijon, kemudian diikuti oleh pengeluaran untuk zakat/infak/shodaqah. Pembayaran ongkos panen umumnya dilakukan dengan gabah hasil panen yang besarnya ratarata 10 % dari total hasil panen dan dibayarkan langsung sesaat setelah panen selesai. Sementara itu, pembayaran zakat hanya dilakukan oleh petani yang memperoleh hasil panen sekurangkurangnya satu ton yang besarnya sekitar 10 % dari hasil panen seluruhnya. Sedangkan besarnya pengeluaran untuk infaq atau shodaqah biasanya berdasarkan keikhlasan. Hasil analisis menunjukkan bahwa bila total rata-rata pengeluaran yang besarnya 467,4 kg sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 1 di atas dihadapkan dengan rata-rata hasil panen yang besarnya 11,4 kuintal atau 1140 kg gabah kering panen maka persentase total rata-rata pengeluaran terhadap rata-rata hasil panen mencapai 41 %. Hal ini berarti sekitar 59 % selebihnya atau kira-kira 672,6 kg merupakan bagian hasil panen yang dapat disimpan untuk keperluan konsumsi. Namun karena gabah harus dijemur terlebih dahulu sebelum disimpan maka berat gabah tersebut dalam kondisi kering simpan akan berkurang sekitar 15 % dan akan berkurang lagi sekitar 10 % ketika hendak digiling, sehingga berat gabah tersebut akan menjadi kira-kira 504,5 kg gabah kering giling. Dari hasil penelitian selanjutnya terungkap bahwa rendemen gabah menjadi beras berkisar antara 60 % - 65 % atau rata-rata 62,5 %. Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan

5 75 Dengan demikian maka rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan memiliki persediaan beras dari hasil panen hanya sebesar 62,5 % x 504,5 Kg = 315 kg beras untuk dikonsumsi selama satu tahun ke depan. Pertanyaannya, apakah ini mencukupi kebutuhan mereka?. Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu harus dihitung kebutuhan riil pangan beras oleh rumahtangga petani gurem tersebut. Kebutuhan Riil Pangan Beras pada Rumahtangga Petani Gurem Jumlah kebutuhan riil pangan beras pada rumahtangga petani gurem bervariasi menurut jumlah dan umur anggota rumahtangga sebagai konsumen beras tersebut. Semakin besar jumlah dan semakin dewasa anggota rumahtangga semakin besar pula kebutuhan riil terhadap pangan beras oleh rumahtangga tersebut, demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan adalah 5 orang (hasil pembulatan), dan berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para responden diketahui bahwa rata-rata kebutuhan riil terhadap pangan beras adalah 0,41 kg per orang per hari, yang berarti rata-rata setiap rumahtangga membutuhkan 5 x 0,41 kg = 2,05 kg per hari (frekuensi makan 2 3 kali sehari), atau setara dengan kirakira 748 kg per tahun (1 tahun = 365 hari). Di atas telah disebutkan bahwa rata-rata persediaan pangan beras pada setiap rumahtangga petani gurem yang berasal dari hasil panen adalah 315 kg per tahun (42% dari kebutuhan riil), sementara kebutuhan riilnya adalah 748 kg, sehingga berarti setiap rumahtangga mengalami kekurangan pangan beras setahun sebesar 748 kg 315 kg = 433 kg (58%). Almatsier (2003) menyatakan bahwa sebagian terbesar energi penduduk di Indonesia berasal dari karbohidrat, dan beras merupakan sumber karbohidrat utama, karena beras merupakan bahan makanan pokok penduduk pada umumnya. Di sisi lain, Syarief (1997) dan Hardinsyah (1989) menyatakan bahwa dalam rangka menentukan ketahanan pangan rumahtangga jumlah pangan sumber energi tersedia haruslah mengacu kepada nilai Angka Kecukupan Energi (AKE), dimana besarnya AKE menurut rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993 di tingkat persediaan rata-rata adalah 2500 Kalori per orang per hari, atau kira-kira setara dengan 0,70 kg beras (menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2001 bahwa dalam 100 gram beras terkandung energi sebesar 357 Kalori). Dengan mengacu kepada pendapat para pakar tersebut dan dengan asusmsi bahwa seluruh energi berasal dari pangan beras maka berarti rata-rata jumlah persediaan beras pada setiap rumahtangga petani gurem seharusnya adalah 3,5 kg (=5 x 0,7 kg) per hari bukan 2,05 kg per hari menurut pendapat responden, dan berarti untuk satu tahun jumlah persediaan beras minimal dalam setiap rumahtangga rata-rata seharusnya adalah kg bukan 748 kg. Bila mengacu kepada AKE tersebut maka angka kekurangan pangan beras pada rumahtangga petani gurem justeru menjadi lebih besar dari perhitungan petani responden sendiri dengan selisih sebesar kg 748 kg = 529 kg dan angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pangan beras yang diperoleh dari hasil panen. Bila mengacu pada perhitungan petani responden persentase kekurangan persediaan beras mencapai 58 %, sementara bila mengacu kepada AKE maka persentase kekurangan persediaan beras pada rumahtangga petani gurem dalam setahun justeru meningkat menjadi 75 %, yang harus dipenuhi dari sumber-sumber lain, yang dalam konteks penelitian ini disebut sebagai upaya alternatif pemenuhan kebutuhan pangan beras oleh rumahtangga petani gurem yang akan diuraikan pada bagian berikut ini. Upaya Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Pangan Beras oleh Petani Gurem Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan upaya alternatif adalah suatu usaha ekonomi produktif kedua, setelah usahatani padi sebagai usaha ekonomi produktif utama, yang paling diandalkan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan beras rumahtangga pada tahun bersangkutan. Dari hasil penelitian terungkap bahwa seluruh responden menyatakan mempunyai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras rumahtangga, dan ada beberapa jenis upaya alternatif pemenuhan kebutuhan pangan beras yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah selatan, seperti ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar rumahtangga petani gurem melakukan kegiatan menanam palawija sebagai upaya alternatif untuk meningkatkan ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga. Penanaman palawija ini dilakukan di lahan sawah setelah selesai panen padi pada musim hujan, dan jenis palawija yang ditanam umumnya adalah kedele. Kesempatan menanam palawija ini umumnya terdapat pada rumahtangga petani yang menguasai lahan sawah beririgasi setengah teknis, sedangkan bagi Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009

6 76 petani yang menguasai lahan sawah tadah hujan penanaman palawija hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki sisa air sawah pasca panen padi dan berspekulasi akan adanya sisa hujan setelah itu. Teknologi bercocok tanam yang diterapkan sangat sederhana. Penanaman dilakukan dengan menyebar benih kemudian ditutup dengan jerami sebagai mulsanya, tidak dilakukan pemberian pupuk dan obat-obatan apalagi penyiangan, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rata-rata mencapai 2,4 kuintal dengan produktivitas rata-rata mencapai 6,5 kuintal per ha, jauh di bawah rata-rata produktivitas Kabupaten yang mencapai 12,8 kuintal per ha (Lombok Tengah dalam Angka, 2008). Harga kedele pada saat penelitian ini dilakukan rata-rata adalah Rp ,- per kg, yang berarti pendapatan kotor rumahtangga adalah 240 kg x Rp = Rp ,- dan setelah dikurangi dengan rata-rata harga bibit, ongkos panen dan biaya lain-lain yang seluruhnya rata-rata berjumlah Rp ,- maka diperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp ,- dan inilah yang dapat dialokasikan untuk menambah persediaan beras rumahtangga. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa jumlah petani gurem yang bekerja sebagai buruh tani mencapai persentase tertinggi kedua setelah petani yang melakukan kegiatan menanam palawija. Kegiatan berburuh tani ini dilakukan tidak hanya di sekitar desa tempat tinggalnya melainkan juga ke desa-desa yang relatif jauh dari tempat tinggal, terutama ketika tidak ada lagi pekerjaan usahatani di desanya yang membutuhkan buruh tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata upah seorang buruh tani adalah Rp ,- per hari dengan kisaran Rp Rp , dan rata-rata lama bekerja dalam setahun adalah 6 bulan atau sekitar 180 hari. Tabel 2. Jenis Upaya Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Pangan Beras yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan No Jenis Upaya Alternatif Jmlh rumahtangga (buah) Persentase (%) 1 Menanam palawija 32 42,7 2 Tukang Bangunan 3 4,0 3 Buruh Tani 29 38,7 4 Buruh Bangunan 5 6,7 5 Tukang Ojek 2 2,6 6 Jualan Warung 4 5,3 Total ,0 Adapun pekerjaan sebagai tukang bangunan, buruh bangunan, tukang ojek, dan jualan di warung untuk meningkatkan ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga tidak banyak responden yang melakukannya, yaitu hanya dilakukan oleh 18,6 %. Namun demikian jenis pekerjaan tersebut memiliki kontribusi yang relatif tinggi terhadap peningkatan ketersediaan pangan beras rumahtangga, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan rumahtangga dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan beras, sedangkan sisanya dialokasikan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pokok lainnya. Tingginya persentase pendapatan yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan beras tersebut menunjukkan bahwa beras merupakan kebutuhan yang menjadi prioritas utama untuk dipenuhi oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan. Tabel 3. Rata-Rata Pendapatan dari Upaya Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Pangan Beras yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem No Jenis Upaya Alternatif Rata-rata pendapatan yang dialokasikan Rata-rata pendapatan untuk pangan beras (Rp/th) Rp/th % 1 Menanam palawija ,2 2 Tukang Bangunan ,1 3 Buruh Tani ,6 4 Buruh Bangunan ,7 5 Tukang Ojek ,8 6 Jualan Warung ,3 Rata-rata total ,1 Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan

7 77 Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga beras di daerah penelitian ini mengalami fluktuasi antara Rp per kg pada musim panen dan Rp per kg pada musim paceklik, atau rata-rata Rp per kg, yang berarti bahwa jumlah pangan beras yang diperoleh dari alokasi pendapatan upaya alternatif yang dilakukan oleh petani gurem ratarata adalah 379 kg, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Jumlah (Kg) Beras per Tahun yang Dibeli dari Hasil Upaya Alternatif yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem No Jenis Upaya Alternatif Rata-rata pendapatan yang dialokasikan untuk pangan beras (Rp/th) Jumlah beras yang dibeli (Kg/th) 1 Menanam Palawija Tukang Bangunan Buruh Tani Buruh Bangunan Tukang Ojek Jualan Warung Rata-rata total Tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa jumlah pangan beras yang dibeli oleh rumahtangga petani gurem berbeda menurut jenis upaya alternatif yang dilakukan. Jumlah pangan beras yang dibeli oleh rumahtangga buruh tani mencapai angka terbesar sementara angka terkecil dicapai oleh rumahtangga yang melakukan upaya menanam palawija. Berbedanya jumlah pangan beras yang dapat dibeli oleh rumahtangga petani tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan memiliki kemampuan yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan pangan beras bagi anggotanya tergantung pada jenis upaya alternatif yang dilakukan. Bila jumlah beras yang dibeli dari hasil upaya alternatif tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4 di atas, ditambahkan dengan jumlah pangan beras yang diperoleh dari hasil panen maka didapatkan jumlah pangan beras yang tersedia pada rumahtangga petani gurem adalah seperti ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem berbeda, tergantung dari jumlah pangan beras yang diperoleh dari hasil panen dan dari hasil upaya alternatif yang dilakukan. Tampak bahwa jumlah pangan beras yang tersedia tertinggi tercapai pada rumahtangga petani gurem dengan buruh tani sebagai upaya alternatif, dan terendah tercapai pada rumahtangga dengan buruh bangunan sebagai upaya alternatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendati upah buruh bangunan (rata-rata Rp per orang perhari) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan upah buruh tani (rata-rata Rp per orang per hari), namun kegiatan berburuh bangunan yang dilakukan relatif sangat jarang dilakukan, terutama karena kekurangan tawaran pekerjaan di sektor bangunan yang ada di sekitarnya, sehingga rata-rata total upah yang diperoleh relatif kecil, dan pada gilirannya ratarata upah yang dialokasikan untuk membeli pangan beras relatif kecil, sehingga jumlah pangan beras yang tersedia pada rumahtangga ini pun relatif kecil, bahkan paling kecil dibandingkan dengan rumahtangga petani gurem lainnya. Namun secara umum rata-rata jumlah pangan beras yang tersedia di tingkat rumahtangga relatif tinggi meskipun belum memenuhi kebutuhan seperti diharapkan Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Pangan Beras yang Tersedia pada Rumahtangga Petani Gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan No Jenis Upaya Alternatif Rata-rata jumlah beras yang dibeli dari hasil upaya alternatif (Kg/th) Rata-rata jumlah beras yg diperoleh dari hasil panen (Kg/th) Total (Kg/th) 1 Menanam Palawija Tukang Bangunan Buruh Tani Buruh Bangunan Tukang Ojek Jualan Warung Rata-rata total Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009

8 78 Di samping itu, Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata total jumlah beras yang dibeli dari hasil upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem relatif lebih besar dari jumlah yang diperoleh dari hasil panen. Hal ini berarti bahwa kontribusi upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem dalam penyediaan pangan beras bagi anggotanya tergolong tinggi, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 6. Tabel 6. Rata-Rata Persentase Jumlah Pangan Beras yang Dibeli dari Hasil Upaya Alternatif yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem terhadap Pangan Beras yang Dapat Disediakan No Jenis Upaya Alternatif Rata-rata persentase beras yang dibeli dari hasil upaya alternatif (%) Katagori kontribusi 1 Menanam Palawija 42,0 Sedang 2 Tukang Bangunan 55,2 Tinggi 3 Buruh Tani 68,8 Tinggi 4 Buruh Bangunan 38,0 Sedang 5 Tukang Ojek 62,6 Tinggi 6 Jualan Warung 50,4 Tinggi Rata-rata total 54,6 Tinggi Tabel 6 menunjukkan bahwa ternyata lebih dari separoh persediaan pangan beras pada rumahtangga petani gurem dipasok dari hasil upaya alternatif yang dilakukan. Di antara berbagai upaya alternatif tersebut pekerjaan sebagai buruh tani memiliki kontribusi tertinggi dan buruh bangunan memiliki kontribusi terendah, namun secara umum upaya-upaya alternatif tersebut memiliki kontribusi yang tergolong tinggi. Tingginya kontribusi upaya alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan rumahtangga menunjukkan bahwa upaya-upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem dalam memenuhi kebutuhan pangan beras bagi anggotanya adalah cukup handal. Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Gurem Ketahanan pangan rumahtangga menunjuk kepada kemampuan rumahtangga untuk menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh anggotanya (Suhardjo, 1996). Dalam konteks penelitian ini, pangan yang dimaksud adalah pangan beras yang merupakan pangan pokok utama penduduk di daerah ini. Sehubungan dengan hal itu maka tingkat ketahanan pangan rumahtangga di sini ditentukan dengan cara membandingkan jumlah pangan beras yang dapat disediakan di tingkat rumahtangga dengan jumlah yang dibutuhkan untuk kurun waktu satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan pangan rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan relatif berbeda menurut jenis upaya alternatif yang dilakukan, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa secara umum rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan dikatagorikan kurang tahan pangan. Namun demikian, rumahtangga yang menjadikan buruh tani dan tukang ojek sebagai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras berada pada katagori tahan pangan. Hal ini berarti bahwa kedua upaya alternatif tersebut relatif dapat diandalkan untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga petani gurem. Tabel 7. Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Gurem Menurut Upaya Alternatif yang Dilakukan, dan Jumlah Kebutuhan Mengacu Kepada Pernyataan Responden. No Jenis Upaya Alternatif Rata-rata Jml pangan beras tersedia (Kg/th) Rata-rata jumlah kebutuhan pangan beras (kg/th) Katagori ketahanan pangan 1 Menanam Palawija Kurang tahan pangan 2 Tukang Bangunan Kurang tahan pangan 3 Buruh Tani Tahan pangan 4 Buruh Bangunan Kurang tahan pangan 5 Tukang Ojek Tahan pangan 6 Jualan Warung Kurang tahan pangan Rata-rata total Kurang tahan pangan Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan

9 79 Tabel 8. Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Gurem Menurut Upaya Alternatif yang Dilakukan, dan Jumlah Kebutuhan Mengacu kepada AKE menurut Rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1993 No Jenis Upaya Alternatif Rata-rata Jml pangan beras tersedia (Kg/th) Rata-rata jumlah kebutuhan pangan beras (kg/th) Katagori ketahanan pangan 1 Menanam Palawija Tidak tahan pangan 2 Tukang Bangunan Tidak tahan pangan 3 Buruh Tani Tidak tahan pangan 4 Buruh Bangunan Tidak tahan pangan 5 Tukang Ojek Tidak Tahan pangan 6 Jualan Warung Tidak tahan pangan Rata-rata total Tidak tahan pangan Akan tetapi, bila kebutuhan pangan beras mengacu kepada rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 1993 maka jumlah pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem jauh di bawah kebutuhan, sehingga seluruh rumahtangga tergolong tidak tahan pangan, seperti ditunjukkan oleh Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa bila mengacu kepada AKE menurut rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993 sebagai dasar dalam menentukan jumlah kebutuhan pangan beras pada rumahtangga petani gurem ternyata tidak ada satu pun rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan yang tergolong tahan pangan, bahkan yang tergolong kurang tahan pangan pun tidak ada. Secara umum, kemampuan rumahtangga petani gurem untuk menyediakan pangan beras bagi anggotanya rata-rata adalah 54,3 % dari jumlah kebutuhan berdasarkan AKE, sehingga kondisi ini menyebabkan rumahtangga petani gurem di daerah ini beresiko tinggi (high risk) terhadap kekurangan pangan dan gizi. Salah satu alternatif pemecahan masalah ini yang dapat dilakukan adalah melakukan edukasi agar warga setempat dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pangan beras, misalnya dengan melakukan diversifikasi pangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pangan beras yang diperoleh rumahtangga petani gurem dari hasil panen tidak mencukupi kebutuhan selama menunggu panen berikutnya sehingga melakukan berbagai upaya alternatif, dan ada beberapa jenis upaya alternatif pemenuhan kebutuhan pangan beras yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem, yaitu: menanam palawija, menjadi tukang bangunan, menjadi buruh tani, menjadi buruh bangunan, menjadi tukang ojek, dan jualan warung. 2. Rata-rata kontribusi upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem terhadap penyediaan pangan beras rumahtangga mencapai 54,6%. Artinya, 54,6% penyediaan pangan beras diperoleh dari upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem. Sementara, ratarata jumlah pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem adalah 694 kg/tahun. 3. Rata-rata jumlah gabah yang diperoleh dari hasil panen yang disimpan untuk keperluan konsumsi mencapai 504,5 kg gabah kering giling, atau setara dengan kira-kira 315 kg beras, dan ini merupakan 45,4 % dari ratarata total pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem dalam kurun waktu satu tahun. 4. Ketahanan pangan rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan berbeda menurut jenis upaya alternatif yang dilakukan. Rumahtangga yang menjadikan buruh tani dan tukang ojek sebagai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras berada pada katagori tahan pangan, sedangkan rumahtangga lainnya tergolong kurang tahan pangan, dan secara umum tergolong kurang tahan pangan. Saran-saran : Terbatas pada hasil penelitian ini maka disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Disarankan kepada para petani untuk menjadikan pekerjaan berburuh tani dan Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009

10 80 tukang ojek sebagai upaya alternatif utama dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan pangan beras rumahtangga. 2. Perlu diberikan edukasi kepada masyarakat tani gurem untuk melakukan diversifikasi pangan, sehingga tidak sepenuhnya memilih pangan beras sebagai pangan pokok. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S., Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta BPTP NTB, Deskripsi Varietas Unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Mataram NTB. Daftar Kmposisi Bahan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hardinsyah, Menaksir Kecukupan energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Wirasari Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun Jakarta. Lombok Tengah Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Lombok Tengah. Mubyarto, Ekonomi Pertanian. LP3ES. Potensi Kabupaten Lombok Tengah, Bappeda Kabupaten Lombok Tengah. Suhardjo, Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumahtangga Dalam Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan Rumahtangga. Departemen Pertanian- UNICEF. Syarief, H., Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas. Suatu Telaahan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB. Tanggal 6 September Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan

Kata kunci : ketahanan pangan rumahtangga, agroekosistem Key words : household food security, agro-ecosystem

Kata kunci : ketahanan pangan rumahtangga, agroekosistem Key words : household food security, agro-ecosystem 155 KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI MENURUT TIPE AGROEKOSISTEM DI KECAMATAN JEROWARU KABUPATEN LOMBOK TIMUR FOOD SECURITY OF FARMER HOUSEHOLDS ACCORDING TO TYPES OF AGROECOSYSTEM IN JEROWARU DISTRICT,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY)

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY) AGRISE Volume XIV No. 2 Bulan Mei 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS TINGKAT KINERJA KELOMPOK TANI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI (STUDI KASUS DI KECAMATAN RASANAE TIMUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS PADA TINGKAT KELUARGA TANI (Studi Kasus di Desa Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegera)

PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS PADA TINGKAT KELUARGA TANI (Studi Kasus di Desa Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegera) EPP.Vol.5..2.2008:38-43 38 PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS PADA TINGKAT KELUARGA TANI (Studi Kasus di Desa Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegera) Production and Consumption of

Lebih terperinci

VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul)

VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul) VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul) Retno Utami H. dan Eko Srihartanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang melaksanakan pembangunan disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR SEPA : Vol. 13 No.1 September 2016 : 48 52 ISSN : 1829-9946 EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR Arya Senna Putra, Nuning Setyowati, Susi Wuri Ani Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian

Lebih terperinci

Kata kunci: pendapatan, usahatani, jagung, hibrida Keywords: income, farm, maize, hybrid

Kata kunci: pendapatan, usahatani, jagung, hibrida Keywords: income, farm, maize, hybrid 56 KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA BISI 16 DAN BISI 2 DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT FARM INCOME COMPARISON OF THE HYBRID MAIZE BISI 16 AND BISI 2 IN GERUNG, WEST LOMBOK Idrus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 3 (2) : 240 246, April 2015 ISSN : 23383011 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI Feasibility study on Pineapple Farming at Doda Village, Sigi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 71/12/ Th. XVII, Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 2 (3) : 332-336, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI Analysis of income and feasibility farming

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI TANAMAN PADI DI KECAMATAN SEBANGKI KABUPATEN LANDAK JURNAL PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI TANAMAN PADI DI KECAMATAN SEBANGKI KABUPATEN LANDAK JURNAL PENELITIAN ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI TANAMAN PADI DI KECAMATAN SEBANGKI KABUPATEN LANDAK JURNAL PENELITIAN OLEH: GUNARDI DWI SULISTYANTO DR. NOVIRA KUSRINI, SP, M.SI MASWADI, SP, M.SC SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG

BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG 44 BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG (Its Outgrows Chili Contribution Outgrow( Capsicum annum L ) To Rice Farmer Income

Lebih terperinci

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pujastuti Sulistyaning Dyah Magister Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta,

Lebih terperinci

CURAHAN WAKTU KERJA PETANI PADA USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN PAGUYAMAN KABUPATEN BOALEMO JURNAL

CURAHAN WAKTU KERJA PETANI PADA USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN PAGUYAMAN KABUPATEN BOALEMO JURNAL CURAHAN WAKTU KERJA PETANI PADA USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN PAGUYAMAN KABUPATEN BOALEMO JURNAL SARFUDIN A. MADINA 6144 11 069 JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

PENDAPATAN PETANI PADA PENGGUNAAN LAHAN SAWAH IRIGASI DI KELURAHAN TEJOSARI KECAMATAN METRO TIMUR KOTA METRO

PENDAPATAN PETANI PADA PENGGUNAAN LAHAN SAWAH IRIGASI DI KELURAHAN TEJOSARI KECAMATAN METRO TIMUR KOTA METRO 1 PENDAPATAN PETANI PADA PENGGUNAAN LAHAN SAWAH IRIGASI DI KELURAHAN TEJOSARI KECAMATAN METRO TIMUR KOTA METRO Yulia Ely Sesari, Sudarmi*, Sugeng Widodo** Abstract The aim of this research was to find

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KALEKE KECAMATAN DOLO BARAT KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KALEKE KECAMATAN DOLO BARAT KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 4 (3) : 310-315, Juni 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KALEKE KECAMATAN DOLO BARAT KABUPATEN SIGI Analysis of The Farmer Income

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

PERANAN KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI DESA MARGAMULYA KECAMATAN BUNGKU BARAT KABUPATEN MOROWALI

PERANAN KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI DESA MARGAMULYA KECAMATAN BUNGKU BARAT KABUPATEN MOROWALI e-j. Agrotekbis 2 (5) : 505-509, Oktober 2014 ISSN : 2338-3011 PERANAN KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI DESA MARGAMULYA KECAMATAN BUNGKU BARAT KABUPATEN MOROWALI The Role

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BIAYA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA TANI TEMBAKAU KASTURI, PADI DAN JAGUNG TRHADAP TOTAL PENDAPATAN USAHA TANI KELUARGA ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein sebagai sumber energi. Tanaman pangan juga dapat dikatakan sebagai tanaman

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH DI DESA KALIBENING KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH DI DESA KALIBENING KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS Seminar Nasional BKS PTN Barat Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 Mulyana & Hamzah: Kontribusi Pendapatan Usaha Perikanan 933 KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 70/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN TOTAL BIAYA PER MUSIM

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN SOP PANEN DAN PASCA PANEN PADI SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN DI DESA KARANGWANGI KECAMATAN CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR

EVALUASI PENERAPAN SOP PANEN DAN PASCA PANEN PADI SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN DI DESA KARANGWANGI KECAMATAN CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR EVALUASI PENERAPAN SOP PANEN DAN PASCA PANEN PADI SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN DI DESA KARANGWANGI KECAMATAN CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR Oleh : Rosda Malia, S.P., M.Si * Rina Triana, S.P ** RINGKASAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN ahanan pangan nasional harus dipahami dari tiga aspek, yaitu ketersediaan, distribusi dan akses, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi kasus Daerah Rawan Pangan)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi kasus Daerah Rawan Pangan) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi kasus Daerah Rawan Pangan) Dr. Aris Slamet Widodo, SP., MSc. Retno Wulandari, SP., MSc. Prodi Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting, karena padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Produksi padi di dunia menempati

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU. Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU. Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian KM 6,5 Bengkulu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 59/12/36/ Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Tani Padi (Studi Kasus: Desa Sei Buluh, Kec. Teluk Mengkudu, Kab.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Tani Padi (Studi Kasus: Desa Sei Buluh, Kec. Teluk Mengkudu, Kab. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Tani Padi (Studi Kasus: Desa Sei Buluh, Kec. Teluk Mengkudu, Kab. Deli Serdang) Faoeza Hafiz Saragih* Khairul Saleh Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ekonomika Vol ll No. 2 Oktober 2010

Jurnal Ilmiah Ekonomika Vol ll No. 2 Oktober 2010 DIAGNOSIS POLA USAHA TANI DAN KINERJA DIVERSIFIKASI TANAMAN PANGAN BERBASIS PADI DI KECAMATAN BUAYMADANG OGAN KOMERING ULU TIMUR Oleh : M u n a j a t ABSTRACT This research aim to identified the food plant

Lebih terperinci