Bab V. PETANI GUREM DAN KECENDERUNGAN MENGHINDARI RESIKO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V. PETANI GUREM DAN KECENDERUNGAN MENGHINDARI RESIKO"

Transkripsi

1 Bab V. PETANI GUREM DAN KECENDERUNGAN MENGHINDARI RESIKO A. Petani Gurem dan Ketidakpastian Tulisan ini mencoba memaparkan salah satu karakteristik petani gurem, yang cenderung menolak atau menghindari resiko. Salah satu latar belakang munculnya karakteristik tersebut adalah tingginya ketidakpastian (uncertainty) yang dihadapi oleh rumahtangga petani terutama di negara-negara sedang berkembang. Dengan demikian meluasnya resiko dan ketidakpastian dalam produksi pertanian memiliki implikasi penting terhadap analisis ekonomi dan interpretasi atas prospek di masa mendatang. Beberapa proposisi tentang ketidakpastian (uncertainty): a. Uncertainty berdampak dalam keputusan ekonomi sub optimal pada level mikroekonomi (tidak terpenuhinya maksimisasi profit) b. Uncertainty menyebabkan keengganan dan kelambanan petani untuk mengadopsi inovasi. c. Uncertainty menjadi alasan bagi praktek usahatani, seperti mixed cropping (tumpang sari) yang terbukti mampu beradaptasi menekan efek ketidakpastian. d. Dampak uncertainty lebih terasa bagi petani miskin dibandingkan dengan keluarga petani yang memiliki kesempatan melakukan off-farm 3. Fenomena ini menyebabkan deferensiasi sosial. e. Uncertainty dapat direduksi dengan meningkatkan integrasi pasar berkenaan dengan informasi, komunikasi, outlet pasar ataupun yang lainnya. f. Uncertainty diperburuk oleh meluasnya integrasi pasar bila subsistensi yang menjamin pemenuhan kebutuhan petani digantikan dengan insekuritas dan unstabilitas pasar. B. Jenis-jenis Ketidakpastian (Uncertainty) 1. Resiko Alamiah: Meliputi dampak yang unpredictable dari iklim, hama, penyakit dan bencana lainnya. Faktor determinan tersebut sangat berpengaruh pada produksi dan panjangnya siklus produksi. Selain itu kemampuan petani untuk mengatasi kendala- 3 Kegiatan off-farm adalah setiap pekerjaan selain usahatani milik sendiri yang menghasilkan pendapatan, termasuk bekerja pada usahatani lain (buruh tani) dan kegiatan non-pertanian. 41

2 kendala alamiah seperti hama-penyakit sangat bervariasi tergantung dari kemampuan petani membeli input tunai yang relevan. 2. Fluktuasi Pasar Kesenjangan (lag) antara keputusan untuk memulai suatu usahatani dengan pencapaian output menunjukkan bahwa harga pasar pada titik penjualan tidak diketahui pada saat keputusan ditetapkan. Perlu campur tangan dan kebijakan pemerintah pada kondisi di mana terjadi kelangkaan informasi dan imperfeksi pasar. Khususnya untuk komoditi tahunan (tanaman keras) juga terdapat lag waktu antara saat tanam dan pemanenan (antara pengeluaran biaya dan penerimaan). 3. Ketidakpastian sosial Merujuk pada perbedaan kontrol petani atas sumber daya (resources) tertentu dan ketergantungan hidup sekelompok petani kepada kelompok lain (dalam hal ini pemilik tanah dan faktor produksi melalui sistem bagi hasil). 4. Tindakan Pemerintah dan Perang Pertanian secara keseluruhan juga mengalami uncertainty berkenaan dengan perubahan kebijakan pemerintah dan atau perang yang secara langsung mempengaruhi peta kerjasama perekonomian (penetapan harga internasional dan pinjaman dana luar negeri bagi keperluan pembangunan). C. Definisi Resiko dan Ketidakpastian 1. Resiko (Risk) Resiko didefinisikan sebagai situasi dimana probabilitas even-even (kejadian) yang mempengaruhi hasil pengambilan keputusan telah diketahui. Sebagai catatan bahwa, probability berarti frekuensi yang diharapkan terjadi dari sebuah kejadian atau sekumpulan kejadian (jumlah seluruh kemungkinannya adalah sebesar satu. Dengan demikian resiko merupakan suatu hal yang obyektif dengan asumsi ketersediaan cukup informasi; dalam prakteknya informasi tidak semata-mata menunjuk pada pengetahuan atau keserbatahuan seseorang atas kejadian tertentu melainkan lebih pada derajat personal pengambilan keputusan atau dengan kata lain seberapa besar kepercayaan orang tersebut pada setiap peluang yang mungkin terjadi, Hingga batas ini resiko bergeser dari sudut pandang obyektif menjadi subyektif. Namun demikian bagaimana analisis resiko masuk dalam lingkup keputusan-keputusan ekonomi dapat dijelaskan sebagai seluruh mekanisme yang digunakan petani untuk membuat keputusan-keputusan berkenaan dengan kejadian ketidakpastian (uncertain events). 42

3 Total Nilai Produk Y (Rp) Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian 2. Ketidakpastian (Uncertainty) Ketidakpastian tidak berkaitan dengan peluang-peluang (probabilities) ataupun ketidakadaan (absence). Ketidakpastian merupakan deskripsi karakter dan lingkungan ekonomi yang dihadapi rumah tangga petani dimana lingkungan tersebut mengandung beragam ketidakpastian yang direspon oleh petani berdasarkan kepercayaan subyektif mereka. D. Analisis Perilaku Resiko Ada dua pendekatan yang berbeda terhadap probabilitas subyektif, sebagai berikut: 1. Perlakuan terhadap probabilitas-risk sebagai variance dari rata-rata hasil yang diharapkan atas munculnya even-even tak pasti. Varian merupakan konsep statistik yang mengukur deviasi rata-rata suatu figure set dari rata-ratanya. Dalam pendekatan produksi pertanian resiko dipandang sebagai probabilitas terjadinya even-even yang menyebabkan fluktuasi pendapatan petani di atas atau di bawah rata-rata income yang diharapkan (average expected income). 2. Pendekatan kedua memperlakukan resiko sebagai probabilitas bencana. Pendekatan ini menggunakan perspektif yang sama dengan perusahaan asuransi dalam analisis resiko. Situasi dan perilaku rumah tangga petani dalam pendekatan ini difokuskan untuk menghindarkan resiko atau bencana daripada tujuan-tujuan maksimisasi keuntungan dibawah kondisi ketidakpastian (uncertainty). Implikasi analisis resiko dalam model neoklasik digambarkan sebagai berikut: Gambar 5.1. Keputusan Produksi di Bawah Resiko f a TVP1 c d e g h i E(TVP) b TFC j TVP2 0 X2 XE X1 Input pupuk X 43

4 Keterangan: Gambar 5.1 mengilustrasikan 3 kurva respon yang berbeda dari output terhadap satu input variabel (pupuk nitrogen) dalam value terms, sehingga dapat diperoleh gambaran profit dan kerugian. Gambar tersebut didesain untuk mengeksplorasi pendekatan varian income dan penolakan resiko. Resiko dalam ilustrasi diatas adalah uncertainty berkenaan dengan iklim (atau cuaca) dengan dua even yaitu cuaca baik atau buruk yang dapat dilihat dari hubungan pola curah hujan dengan kebutuhan tanaman akan air. TVP 1 = Respon total value product terhadap peningkatan level nitrogen pada tahun tanam dengan iklim baik. TVP 2 = Respon total value product terhadap peningkatan level nitrogen pada tahun tanam dengan iklim baik. E(TVP)= Expected Total Value Product berdasarkan pandangan subyektif petani mengenai prilaku musim. Dalam gambar 5.1 di atas petani memperkirakan 3 tahun cuaca baik dan dua tahun cuaca buruk untuk 5 tahun tanam, dengan demikian probability untuk musim yang baik (probability of good season) adalah 0,60 dan probability untuk musim yang buruk (probability of bad season) sebesar 0,40. Dengan demikian E (TVP) dapat dihitung sbb: E (TVP) = 0,60 (TVP 1 ) + 0,40 (TVP 2 ) = 1 Bentuk kurva mencerminkan dampak kondisi iklim pada respon ouput atas kebutuhan pupuk nitrogen. Adapun Total Factor Cost (TFC) merupakan garis biaya total (Total cost line) yang menunjukkan bagaimana biaya produksi total meningkat seiring bertambahnya pembelian input pupuk N. Dampak resiko pada kalkulasi efisiensi dapat dilihat pada tiga alternatif posisi operasi X 1, E dan X 2 yang masing-masing rasional secara alokatif, tergantung pada preferensi subyektif petani. Pendekatan Varian Income a. Pemakaian input X 1 Pemakaian input X 1 yang konsisten dengan efisiensi alokatif pada TVP 1 memberikan tingkat keuntungan terbesar pada ab yang mungkin dicapai jika cuaca baik; jika ternyata cuaca buruk, nilai kerugian yang ditanggung sebesar bj. Petani yang beroperasi di titik ini dapat digolongkan pengambil resiko (risk 44

5 Nilai Produk Marginal dan Biaya Marginal (Rp) Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian taker) sebab ia tetap mengambil peluang operasi pada X 1 meskipun secara subyektif kalkulasinya menyatakan probabilitas 0,6. b. Pemakaian input X 2 Penggunaan input X 2 konsisten dengan efisiensi alokatif pada TVP 2. Pada kondisi ini jika cuaca baik petani memperoleh keuntungan sebesar ce; dan jika cuaca buruk petani masih untung de. Petani ini dapat digolongkan sebagai kelompok Risk Averse. c. Pemakaian input X E Kondisi ini konsisten dengan efisiensi alokatif yang berimbang pada 2 probabilitas even iklim. Pada TVP 1 keuntungan yang diperoleh sebesar fh (lebih kecil dari ab) dan pada TVP 2 kerugian yang ditanggung sebesar hi (lebih kecil dari bj), kelompok petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai kelompok Risk neutral. Pendekatan disaster-avoidance Disaster avoidance dalam istilah lain dikenal sebagai the safety first principle atau meminjam istilah Lipton (1968) survival alogarithm of peasant farmer menyatakan bahwa petani cenderung berperilaku Risk-averse sebab resiko yang mereka hadapi jika terjadi gagal panen adalah tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga bahkan pada level subsisten. Pada gambar tersebut di atas, petani akan beroperasi pada X 2. Konsekuensi perilaku Risk aversion dalam penggunaan resources optimal digambarkan pada gambar berikut: Gambar 5.2. Nilai Produk Marginal di Bawah Resiko MVP E A MFC MFC E(MVP) 0 X2 XE MVP 2 Input pupuk X1 45

6 utilitas (U) Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian Sebagai konsekuensinya expected marginal value product (MVP E ), yaitu titik A pada kurva E (MVP), berada di atas marginal cost, dimana level optimum penggunaan input tidak diikuti dan keuntungan tidak dimaksimalkan. Pada perilaku risk averse MVP > MFC. E. Expected Utility dan Teori Pengambilan Keputusan Respon terhadap resiko didasarkan pada kekuatan kepercayaan personal atas peluang terjadinya suatu kejadian dan evaluasi personal atas potensi konsekuensi yang menyertainya. Konsep tersebut konsisten dengan konsep maksimisasi utilitas personal dimana individu senantiasa memaksimumkan kesejahteraannya (welfare) terhadap tujuan obyektif personal. Asumsinya adalah preferensi antar berbagai alternatif pilihan yang disebut sebagai Certainty Equivalen (CE). Asumsi tersebut memungkinkan alternatif yang berisiko tinggi dan yang tidak diletakkan dalam skala preferensi personal pengambil keputusan. Gambar 5.3. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Resiko U(I1) Menolak Resiko Netral C E(U) A E B Mengambil Resiko U(I2) D 0 I2 IA IE IB I1 Pendapatan I Beberapa definisi dan posisi pengambilan keputusan yang dapat diturunkan dari gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. DC menunjukkan hubungan linear antara utility dan income yang berslope positif 2. I 1 dan I 2 adalah dua level income beresiko dengan probabilitas yang berbeda (p 1 = 0,6 dan p 2 = 0,4). 3. Expected utility: E (U) = p 1. U (I 1 ) + p 2. U (I 2 ) merupakan penjumlahan utility yang diperoleh dari pendapatan I 1 dan I Expected money value = EMV = p 1.I 1 + p 2. I 2 yang merupakan gabungan nilai aktuarial I 1 dan I 2 yaitu income rata-rata yang diduga dibandingkan dengan yang diharapkan. 46

7 5. Risk averse: I A < EMV dimana fungsi utility di atas DAC, yang menunjukkan diminishing marginal utility of income. EMV I A adalah jaminan yang digunakan untuk membayar suatu kepastian. 6. Risk neutral: petani indeferent antara I E dan EMV dan utility U (I E ) sama dengan E (U) dimana utility income tertentu pada I E sama dengan expected utility dari 2 pendapatan uncertain yang merupakan garis DC. 7. Risk taking: petani mengambil peluang untuk memperoleh income tertinggi pada I 1 meskipun 0,4 peluang akan menyebabkan kondisinya jauh lebih buruk. I B EMV = jumlah income yang tersedia untuk membayar opportunity gamble (perkiraan oportunitas). Decision Theory Teori ini difasilitasi decision tree atau pohon keputusan sebagaimana contoh berikut: Gambar 5.4. Analisis Pohon Keputusan untuk Masalah Resiko Acts (pengambilan keputusan) States (Even Ketidakpastian) Subjective probability Outcomes (net pay offs) (a 1 ) max fertilizer A (S 1 ) good (S 2 ) bad 0,6 $ ,4 - $ 375 Decision node (a 2 ) min fertilizer Keterangan: B (S 1 ) good (S 2 ) bad Tindakan: alternatif diantara dua pilihan yang harus diambil 0,6 $ ,4 $ 300 a 1 = penggunan pupuk sesuai dengan anjuran praktek agronomis a 2 = penggunaan pupuk seadanya (Konsisten dengan tindakan x 1 dan x 2 pada gambar 5.1). Adapun a 1 dan a 2 merupakan cabang dari titik keputusan. 47

8 Kondisi: ketidakpastian mungkin terjadi dan mempengaruhi keluaran S 1 = kondisi musim baik S 2 = iklim buruk (Konsisten dengan TVP 1 dan TVP 2 pada gambar 5.1) Probabilitas subyektif: merupakan derajat kepercayaan pengambil keputusan atas perilaku peluang munculnya suatu even yang nilainya antara 0-1 Outcomes - keluaran : Keputusan antara dua tindakan atau lebih menghasilkan keluaran spesifik yang konsisten dengan: ab, bj, ce dan de, dl, pada gambar 5.1. Kriteria pilihan: Kriteria untuk menetapkan pilihan pada prinsipnya merupakan maksimasi expected utility. Dengan demikian kriteria pilihan adalah penjumlahan utilitas berkenaan dengan besarnya nilai yang harus dibayar sesuai dengan munculnya salah satu even probabilitas subyektif petani. Artinya kriteria yang dipilih adalah yang paling sesuai dengan preferensi personal tentang keluaran dan resiko yang menyertainya. Prosedur solusi: Solusi bergerak dari kanan ke kiri pada decision tree yaitu: a. Menghitung EMV (Expected Money Value) untuk setiap node misalnya untuk A: EMV = p 1.I 1 + p 2. I 2 = (0,6 x 2000) + (0,4 x 375) = = 1050 b. Menggali data dari petani tentang nilai ekuivalen kepastian pendapatan bersih yang berkaitan dengan keluaran beresiko untuk tiap tindakan, misalnya untuk a 1 dan a 2. a 1 = $ 850 (< 1050) a 2 = $ 900 ( = EMV 2 = $ 900) c. Menolak alternatif dengan CE (certainty equivalent) yang lebih rendah, dalam contoh tindakan a 1 dikeluarkan dan petani memaksimumkan utility dengan memilih tindakan a 2. 48

9 F. Penelitian Tentang Perilaku Petani Gurem menghadapi Resiko Ketidakpastian memberikan dampak terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani. Ruang lingkup penelitian empirik yang relevan mencakup identifikasi apakah petani menolak resiko dan pada keadaan bagaimana mereka menolak resiko, dampak resiko pada efisiensi dan pertumbuhan sektor pertanian, sumber utama resiko dan bagaimana upaya-upaya untuk menekan efek resiko tersebut. Beberapa proposisi riset utama: 1. Peasant risk averse (PRA), menyebabkan inefisiensi penggunaan sumberdaya MVP > factor prices 2. PRA menyebabkan desain pola tanam hanya ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan subsisten dan bukan maksimasi output dan atau profit. 3. PRA menghambat proses difusi dan adopsi inovasi, dimana karakteristik resiko diartikan sebagai kesenjangan informasi. 4. PRA akan menurun sejalan dengan meningkatnya income. Dengan demikian salah satu strategi manajemen resiko adalah Mixed Cropping. Penelitian Norman (1974) memaparkan beberapa keunggulan mixed cropping, sebagaimana berikut: a. Pemanfaatan cahaya, air dan nutrien yang superior berkenaan dengan perbedaan jarak tanam, tinggi dan kebutuhan akan nutrien setiap komoditi. b. Efek yang menguntungkan (simbiosis mutualisma) antar tanaman. c. Mereduksi serangan hama penyakit karena penyebarannya pada populasi tanaman yang sejenis terhambat. d. Melindungi kelembaban tanah (mulsa daun dan sistem perakaran yang bervariasi dalam 1 lahan). e. Menghemat kebutuhan tenaga kerja. f. Memperkuat ketahanan pangan g. Perolehan yang lebih tinggi secara umum. h. Menjamin keamanan pangan dan pendapatan rumah tangga. 49

10 G. Aspek Kebijakan Teori perilaku petani gurem yang cenderung menolak resiko dan treori perilaku maksimasi profit erat kaitannya dengan intervensi pemerintah yang betujuan menekan dampak resiko atas produktivitas dan pertumbuhan pertanian. Upaya kebijakan yang ditempuh adalah menggeser imperfeksi pasar ke arah model persaingan. Sedangkan implikasi alternatif kebijakan terhadap risk aversion dikategorikan menjadi: 1. Natural Hazard (kendala alamiah) a. Irigasi: merupakan upaya menekan ketidakpastian alam khususnya variabilitas curah hujan, yaitu dengan: cadangan air dan kontrol banjir. b. (Crop insurance) Asuransi Usahatani: Petani selaku klien membayar premi resiko, namun demikian hal ini sulit diterapkan karena fluktuasi yang tinggi dan area operasi yang sangat luas. c. Varietas unggul. 2. Market risks (resiko pasar) a. Stabilisasi harga: yaitu penetapan harga untuk mengatasi kelangkaan dan atau over supply. b. Meningkatkan akses informasi c. Subsidi kredit. 3. Social and State Hazard a. No single policy solution. Diperlukan solusi yang dimensional dengan beragam pendekatan b. Politics involved. Solusi yang ditempuh seringkali sarat muatan politik c. Relationships between landlord-peasant, ketidakseimbangan pola hubungan dalam kaitannya dengan akses lahan ditengarai merupakan penyebab kemiskinan pada kelompok petani gurem. d. Diperlukan keterlibatan politis yang cukup besar untuk dapat memperbaiki kondisi kesejahteraan petani gurem di masa mendatang. H. Jangkauan Perspektif Teori risk averse peasant mengasumsikan rumah tangga petani sebagai unit optimasi ekonomi individual. Aspek resiko dan ketidakpastian yang berkenaan dengan hubungan sosial produksi petani seringkali diabaikan, padahal dalam rumah tangga petani terdapat 50

11 tarnsaksi non pasar yang merupakan moral ekonomi dari masyarakat petani. Selanjutnya paradigma analisis akan bias sebab meluasnya ekonomi pasar, akan memaksa petani berhadapan dengan resiko baru yang mengikis interaksi sosial non pasar sedemikian sehingga ketahanan subsistensi menurun dan tekanan persaingan meningkat. Dampak diabaikannya unsur ketidakpastian dalam rumahtangga seperti sub ordinasi wanita ataupun yang lainnya menyebabkan bias dalam analisis resiko. I. Ringkasan 1. Empat kategori utama ketidakpastian: a. Kendala alamiah (Natural Hazard) b. Fluktuasi Pasar c. Ketidakpastian ( uncertainty) akibat hubungan sosial d. Uncertainty akibat perang dan kondisi negara 2. Uncertaity berbeda dengan resiko 3. Perilaku penolakan resiko (risk aversion), netralitas resiko dan pengambilan resiko didefinisikan dari referensi preferensi subyektif atau certain-uncertain. 4. Menghindari resiko menyebabkan penggunaan input tidak efisien, dimana E(MVP) lebih besar dari MFC 5. Kebijakan yang dianjurkan: Irigasi, asuransi usahatani, teknik pembibitan, stabilisasi harga produk, mengembangkan informasi pasar dan pemberian kredit kepada petani gurem. 6. Isu-isu yang lebih luas mencakup pengukuran determinan non pasar, mekanisme keamanan sosial, dampak hubungan antar dan intra rumahtangga serta isu-isu ketidakadilan. 51

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: RESIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM USAHATANI BERSKALA KECIL

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: RESIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM USAHATANI BERSKALA KECIL SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: RESIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM USAHATANI BERSKALA KECIL Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

Bab VIII. PETANI PENYAKAP BAGI HASIL

Bab VIII. PETANI PENYAKAP BAGI HASIL Bab VIII. PETANI PENYAKAP BAGI HASIL A. Petani Kecil sebagai Penyakap Sharecropping atau bagi hasil adalah salah satu bentuk penyakapan di mana sewa lahan atau biaya pemakaian lahan diwujudkan dalam persentase

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terdiri dari definisi risiko, sumber dan kategori risiko, sikap individu terhadap risiko, pengukuran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko Secara sederhana, risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan, sedangkan ketidakpastian merupakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan situasi, dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan dari suatu keputusan dan peluang dari kemungkinan-kemungkinan

Lebih terperinci

Perilaku Petani Terhadap Risiko dalam Usaha Tani Tembakau di Kabupaten Klaten

Perilaku Petani Terhadap Risiko dalam Usaha Tani Tembakau di Kabupaten Klaten Nia Susilo Wardani, Perilaku Petani Terhadap Risiko dalam Usaha Tani Tembakau di Kabupaten Klaten Perilaku Petani Terhadap Risiko dalam Usaha Tani Tembakau di Kabupaten Klaten Nia Susilo Wardani Agrobisnis

Lebih terperinci

PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERTANIAN. Lecture note : Tatiek Koerniawati

PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERTANIAN. Lecture note : Tatiek Koerniawati PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERTANIAN Lecture note : Tatiek Koerniawati Karakteristik Harga Sangat dipengaruhi karakteristik alamiahnya Ada time lag dalam produksi on farm Gap antara pengambilan keputusan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, yaitu mengenai konsep risiko dan teori lainnya yang berkaitan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Definisi dan Konsep Risiko Menurut Frank Knight yang dikutip dalam Robison dan Barry (1987), risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat

Lebih terperinci

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik A. Pengambilan Keputusan Usahatani Dalam pendekatan analisis pengambilan keputusan usahatani neoklasik, petani dipandang sebagai pengambil keputusan yang menentukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #13 Ganjil 2016/2017 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #13 Ganjil 2016/2017 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI Materi #13 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI Pendahuluan (1/2) 2 Berbagai keputusan secara langka dibuat dengan kepastian. Sebagian besar keputusan melibatkan faktor resiko. Kriteria umum untuk menilai

Lebih terperinci

INFORMASI EKONOMI: MEAN DAN VARIANCE

INFORMASI EKONOMI: MEAN DAN VARIANCE INFORMASI EKONOMI: MEAN DAN VARIANCE Cara paling mudah untuk merangkum informasi tentang hasil dari ketidakpastian adalah menggunakan konsep-konsep statistik dari mean dan variance terhadap variabel random.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep dan Definisi Risiko Menurut Frank Knight, risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis

Lebih terperinci

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #12 Ganjil 2014/2015 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #12 Ganjil 2014/2015 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI Materi #11 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI Pendahuluan 2 Berbagai keputusan secara langka dibuat dengan kepastian. Sebagian besar keputusan melibatkan faktor resiko. Kriteria umum untuk menilai keputusan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Fungsi Produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Fungsi Produksi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Fungsi Produksi Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan teknis antara input dengan output, yang mana hubungan ini menunjukkan output sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

Materi #13 TKT101 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI T a u f i q u r R a c h m a n

Materi #13 TKT101 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI T a u f i q u r R a c h m a n Materi #13 TKT101 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI Kemampuan Akhir Yang Diharapkan 2 Mampu membandingkan antara kondisi nyata dengan penerapan teori yang telah dipelajari. Indikator Penilaian Ketepatan dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS 24 III. KERANGKA TEORITIS Bab ini menjelaskan beberapa teori yang terkait dengan penelitian, yaitu teori produksi, risiko produksi dan preferensi risiko petani. Kerangka pemikiran disajikan dalam Sub Bab

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Risiko Dalam menjalankan kehidupan, risiko merupakan bagian yang tidak dapat dihindari. Menurut Kountur (2004), risiko didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION. seimbang antar strata sosial di pedesaan.

TUJUAN PEMBELAJARAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION. seimbang antar strata sosial di pedesaan. SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PRAKTEK PENYAKAPAN DAN BAGI HASIL OLEH PETANI GUREM Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

HEDGING: Suatu Altenarnatif Manajemen Risk dan Uncertainty Reviewer: Tatiek Koerniawati

HEDGING: Suatu Altenarnatif Manajemen Risk dan Uncertainty Reviewer: Tatiek Koerniawati Pro.Dra. S.M. Kiptiyah, MSc. HEDGING: Suatu Altenarnati Manajemen Risk dan Uncertainty Reviewer: Tatiek Koerniawati PENDAHULUAN Petani selalu dihadapkan pada ketidakpastian hasil panen. Cuaca yang tidak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO Add your company slogan Biaya Teori Produksi LOGO Asumsi Dalam pembahasan ekonomi, perusahaan selalu diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perusahaan yang didirikan tidak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas Abstract This research aimed to determine the risk of production and income in a group of farmers who use local seeds and farmers

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Tingkat produktivitas yang dicapai petani cabai merah besar dan cabai merah keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata produktivitas

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penulusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sedang berupaya menjaga ketahanan pangan Indonesia dengan cara meningkatkan produksi tanaman pangan agar kebutuhan pangan Indonesia tercukupi. Ketidak tersediaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian antara lain mengenai konsep risiko dan teori lainnya. Teori-teori

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Rumahtangga Petani Rumahtangga dapat dilihat sebagai kesatuan dari kumpulan orang-orang yang mana aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi dilakukan. Rumahtangga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Langkah awal dalam menganalisis suatu risiko adalah dengan melakukan identifikasi pada risiko dan sumber risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh rangkaian program pertanian Indonesia pada masa Orde Baru diarahkan kepada swasembada beras. Cara utama untuk mencapai tujuan itu adalah dengan pemakaian varietas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diversifikasi Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Organik Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hayati dapat terjadi

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang

I. PENDAHULUAN. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang berkembang menjadi krisis multidimensional berkepanjangan, telah menyebabkan terjadinya penurunan produk domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan Prof. Ir. Ratya Anindita, MSc., Ph.D. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teorotis 3.1.1 Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) mengungkapkan bahwa perlu tiga dimensi dalam

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama bagi perekonomian sebagian besar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Peran sektor pertanian sangat penting karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan hasil penelusuran teori-teori terdahulu terkait dengan pengertian risiko,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

BAB IV. KESIMPULAN. Pembangunan sumberdaya manusia merupakan salah satu tujuan utama. dalam pembangunan ekonomi suatu negara di dalam jangka panjang.

BAB IV. KESIMPULAN. Pembangunan sumberdaya manusia merupakan salah satu tujuan utama. dalam pembangunan ekonomi suatu negara di dalam jangka panjang. BAB IV. KESIMPULAN Pembangunan sumberdaya manusia merupakan salah satu tujuan utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara di dalam jangka panjang. Pembangunan sumberdaya manusia mencakup dua aspek yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

DECISION THEORY DAN GAMES THEORY

DECISION THEORY DAN GAMES THEORY DECISION THEORY DAN GAMES THEORY PENGANTAR Lingkungan di mana keputusan dibuat sering digolongkan kedalam empat keadaan: certainty, risk, uncertainty, dan conflict. Decision theory terutama berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial

BAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial BAB VIII PENUTUP Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Banyumas ini mengambil tiga fokus kajian yakni ekonomi politik kebijakan hutan rakyat,

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU Penelitian ini membagi responden berdasarkan agroekosistem (pegunungan, sawah dan tegalan) dan sistem

Lebih terperinci

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM 141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konferensi Bali dan berbagai organisasi dunia, baik lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga pemerintah, sudah mengakui dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor, khususnya

Lebih terperinci