MEKANISME DAN PERLAKUAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MURABAHAH KONSUMTIF (STUDI PADA PT BPR SYARIAH X)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEKANISME DAN PERLAKUAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MURABAHAH KONSUMTIF (STUDI PADA PT BPR SYARIAH X)"

Transkripsi

1 MEKANISME DAN PERLAKUAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MURABAHAH KONSUMTIF (STUDI PADA PT BPR SYARIAH X) Irene Shalsabella Fidiana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The purpose of this research is to find out the financing mechanism and accounting behavior of murabahah consumptive at PT. BPR Syariah X. This research uses qualitative approach by using case study. The result of the research shows that PT. BPR Syariah X uses consumptive murabahah contract in distributing murabahah financing. Generally, accounting principles which have been implemented by the bank is in accordance with Accounting Standard Statement (PSAK) 102 about Murabahah. The selling price determination is based on cost of goods sold plus margin agreed by both parties. It should be noted that in murabahah context bank acts as a seller, the buyer s handover is in the form of money not assets so the buyer can purchase by themselves, without additional contract like urbun or wakalah. Beside that, sales discount and penalty (ta zir) on the late payment has been agreed before or at the moment of contract in accordance with the bank policy. Further more, bank have directly collect to the costumer if the customer is not capable to pay their debt at current period. Keywords: Murabahah, National Board of Syariah, Accounting Standard Statement (PSAK) No. 102 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pembiayaan dan perlakuan akuntansi pembiayaan murabahah konsumtif pada PT. BPR Syariah X. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. BPR Syariah X menggunakan akad murabahah konsumtif dalam menyalurkan pembiayaan murabahah. Secara umum, prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan PSAK 102 tentang murabahah. Harga jual ditentukan berdasarkan harga pokok ditambah dengan margin, yang disepakati kedua belah pihak pada saat kesepakatan. Yang menjadi catatan adalah bahwa dalam konteks murabahah di mana bank bertindak sebagai penjual, penyerahan kepada pihak pembeli bukan berbentuk aset, namun diserahkan dalam bentuk uang agar pembeli melakukan pembelian sendiri, pembelian ini tidak disertai dengan kontrak urbun ataupun akad wakalah. Selain itu, potongan pelunasan tagihan murabahah dan denda (ta zir) atas keterlambatan juga disepakati pada saat akad atau sebelum akad sesuai dengan kebijakan bank. Selanjutnya, bank juga melakukan penagihan langsung kerumah nasabah saat nasabah tidak mampu melunasi hutang pada periode berjalan. Kata kunci: Murabahah, Dewan Syariah Nasional (DSN), PSAK No. 102 PENDAHULUAN Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia khususnya perbankan syariah mulai berkembang dengan pesat sejak tahun 1999 yaitu setelah berlakunya Undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang nomor 7 tahun 1992

2 tentang perbankan (Wiroso, 2011: 1). Undang-undang ini mengijinkan lembaga perbankan menggunakan sistem bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system, yaitu beroperasi dengan sistem bunga dan sistem bagi hasil, sebagaimana telah banyak dipraktekkan oleh beberapa bank di Indonesia. Bank syariah mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1992 sejalan dengan diberlakukannya undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan syariah yang mengakui keberadaan dan berfungsinya bank bagi hasil. Undang-undang tersebut menjadi acuan bagi perbankan syariah untuk menjalankan kegiatan usahanya. Bank syariah mempunyai sistem operasi dimana tidak mengandalkan bunga. Produk dan kegiatan operasional bank syariah dikembangkan dengan berlandaskan syariah yang bersumber pada Al-Qur an dan Al- Hadist. Salah satu lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia adalah BPR Syariah. BPR Syariah merupakan lembaga keuangan syariah yang bergerak di bidang perbankan yang menerapkan sistem ekonomi Islam dalam kegiatan operasionalnya. BPR Syariah tidak jauh berbeda dengan BPR konvensional, perbedaan yang mendasar terletak pada konsep dasar kegiatan operasionalnya. BPR konvensional menerapkan sistem bunga dalam pembagian keuntungan, sedangkan BPR Syariah tidak menerapkan sistem bunga (riba) tetapi menerapkan sistem bagi hasil dalam pembagian hasil usahanya. Saat ini seperangkat aturan yang mengatur tentang perlakuan akuntansi bagi transaksitransaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah telah dikeluarkan, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 tentang akuntansi perbankan syariah tahun Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atau transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah. Prinsip syariah yang berlaku pada BPR Syariah terdiri atas transaksi pendanaan (tabungan dan deposito) dan transaksi pembiayaan (pinjaman). Dalam transaksi pembiayaan BPR Syariah memberikan pembiayaan dengan sistem sewa, bagi hasil ataupun jual beli. Pembiayaan yang dilakukan dengan menggunakan mekanisme jual beli umumnya ada empat jenis yaitu murabahah, ijarah, salam dan istishna. Sistem jual beli yang menjadi produk unggulan dan banyak diminati oleh masyarakat adalah pembiayaan murabahah. Murabahah adalah salah satu metode investasi terpenting dalam bank Islam karena merupakan investasi jangka pendek yang menguntungkan dan dengan resiko yang kecil. Murabahah dalam Islam pada dasarnya berati penjualan, yang membedakan dengan penjualan lain adalah bahwa dalam murabahah diberitahukan secara jelas berapa nilai pokok barang dan berapa keuntungan yang dibebankan. Menurut sifat penggunaanya pembiayaan pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. Yang termasuk dalam pembiayaan produktif adalah mudharabah dan musyarakah sedangkan murabahah sendiri termasuk dalam pembiayaan konsumtif (Antonio, 2004). Dalam sistem jual beli murabahah diperlukan adanya kepercayaan dan kemitraan yang baik. Ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan murabahah, karena pada kenyataannya nasabah sering melakukan ingkar janji, walaupun yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk membayar kewajibannya Wiroso (2005: 133) Widodo (2009) membuktikan bahwa masih terjadi ketidaksesuaian pada penyajian potongan pelunasan dan besarnya margin murabahah. Selain itu ditemukan bahwa bank memberikan surat kuasa pada nasabah dalam proses realisasi pembiayaan murabahah sehingga dapat merugikan pihak bank. Prapansyah (2008) membuktikan bahwa ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah dengan tidak membayar angsuran atau hutang-hutangnya. Taufiqi (2011) membuktikan bahwa adanya laporan keuangan yang tidak transparan.

3 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembiayaan murabahah konsumtif yang dilaksanakan di PT. BPR Syariah X. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi murabahah konsumtif pada PT. BPR Syariah X. Yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari subjek dan objek yang diteliti. Subjek pada penelitian ini adalah PT. BPR Syariah X, sedangkan pada penelitian terdahulu adalah bank syariah. Objek pada penelitian ini adalah sistem jual beli murabahah untuk pembiayaan konsumtif. Selain itu pada penelitian ini juga menilai perlakuan akuntansi pada pembiayaan murabahah konsumtif. TINJAUAN TEORETIS Murabahah Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Bank Indonesia mengemukakan murabahah sebagai jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam ba i murabahah penjual harus memberitahukan harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Wiroso, 2011: 73). Secara garis besar murabahah adalah jual beli barang yang harga dan keuntungannya disepakati oleh penjual maupun pembeli. Rukun jual beli menurut mahzab Hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang menempati kedudukan ijab dan qabul itu. Dengan kata lain merupakan pekerjaan yang menunjukkan keridhaan dengan melakukan pertukaran dua harta milik, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Menurut jumhur ulama ada 4 rukun dalam jual beli, yaitu; 1) orang yang menjual; 2) orang yang membeli; 3) sighat (ijab dan qabul); 4) barang atau sesuatu yang diakadkan (Wiroso, 2005: 16). Sejalan dengan pengertian murabahah maka dasar hukum dari pembiayaan murabahah terdapat dalam Al-Qu ran, yaitu dalam surat An-Nisaa dan surat Al-Baqarah. Surat An-Nisaa ayat 29 menyatakan hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Surat surat Al-Baqarah ayat 275 menyatakan Orangorang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat). Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Berdasarkan jenisnya murabahah dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama murabahah tanpa pesanan, murabahah tanpa pesanan adalah ada yang membeli atau tidak, ada yang pesan atau tidak bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang dagangan pada murabahah ini tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli. Kedua, adalah murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru akan dilakukan jika sudah ada pesanan. Murabahah berdasarkan pesanan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu murabahah berdasarkan pesanan mengikat, adalah apabila sudah pesan harus dibeli. Murabahah

4 berdasarkan pesanan tidak mengikat, maksudnya meskipun nasabah telah memesan barang namun nasabah dapat menerima atau membatalkan barang tersebut (Wiroso, 2005: 65). Menurut Zuhaili (1999: 4) dalam Wiroso (2005: 65) dalam transaksi murabahah yang diperjualbelikan adalah barang, sehingga barang yang akan diperjualbelikan harus memenuhi empat syarat yaitu, pertama barang harus ada, tidak boleh melakukan akad jual beli barang sebelum barang ditemukan dan barang yeng terancam tidak ada. Misalkan, jual beli buah sebelum ada pada pohonnya dan jual beli anaknya anak onta karena keduanya meragukan antara ada dan tidak ada. Kedua, barang berupa harta yang jelas harganya, tidak boleh melakukan jual beli untuk barang yang tidak berupa harta yang tidak diketahui secara jelas harganya. Misalkan, manusia yang merdeka dan babi bagi muslim. Ketiga, barang yang dimiliki sendiri. Barang yang akan diperjualbelikan adalah apa-apa yang ada di halaman pemiliknya, tidak boleh jual beli barang yang tidak dimiliki pemiliknya. Misalkan, hewanhewan yang masih ditempat liar, sinar matahari, air dan udara. Keempat, barang dapat diserahkan sewaktu akad. Tidak diperbolehkan mengadakan jual beli apabila barang sulit diserahkan saat akad. Misalkan hewan yang lari, kecuali jika sudah berada ditangan pemiliknya. Murabahah dapat memberikan manfaat kepada bank syariah, salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Sistem pembiayaan murabahah sangat sederhana sehingga sangat memudahkan penanganan administrasi pada bank syariah. Namun, selain memberikan manfaat murabahah juga mempunyai kemungkinan resiko yang harus diantisipasi yaitu; 1) kelalaian (default), yaitu apabila nasabah sengaja tidak membayar angsuran; 2) fluktuatif kompetitif, ini terjadi bila harga pasar naik setelah bank membelikan barang kepada nasabah, sedangkan bank tidak dapat mengubah harga jual beli tersebut; 3) penolakan nasabah, nasabah dapat menolak barang yang dikirim karena berbagai sebab; 4) nasabah menjual barang yang baru saja dibelinya dari bank, jika ini terjadi maka resiko terjadinya default akan semakin besar (Antonio, 2001: 106). Murabahah dalam perbankan syariah dikategorikan kedalam murabahah produktif dan murabahah konsumtif. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang terkait dengan modal kerja dan investasi, sedangkan pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang dipergunakan untuk keperluan konsumsi nasabah. Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang diberikan untuk keperluan konsumsi pribadi, seperti pembelian kendaraan, rumah dan peralatan rumah tangga. Objek yang dibeli merupakan barang-barang yang dibutuhkan nasabah untuk memenuhi kebutuhannya. Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis digunakan untuk kebutuhan tersebut. Untuk menghitung jumlah pembiayaan yang diberikan, bank tidak menetapkan metode pengukuran yang rumit seperti dalam analisis kebutuhan untuk pembiayaan produktif (Laksmana, 2009: 133). Menurut Ascarya (2008: 127), kebutuhan pembiayaan konsumtif dapat dipenuhi dengan berbagai cara, pertama dengan bagi hasil yaitu kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad musyarakah mutanaqisah, misalnya pembelian mobil, sepeda motor, rumah, apartemen dan sebagainya. Kedua, jual beli. Kebutuhan barang konsumsi, perumahan atau properti apa saja secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Dengan akad ini bank syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan membelikan aset yang dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Ketiga, sewa. Kebutuhan barang konsumsi, perumahan atau properti dapat juga dipenuhi dengan pembiayaan berpola sewa dengan akad

5 ijarah muntahiya bittamlik. Dengan akad ini bank syariah membeli asset yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakannya kepada nasabah dengan perjanjian pengalihan kepemilikan di akhir periode dengan harga yang disepakati di awal akad. Perlakuan Akuntansi Murabahah Berdasarkan dengan dasar hukum murabahah maka pengakuan dan pengukuran murabahah menurut PSAK 102 dibagi atas akuntansi untuk penjual dan akuntansi untuk pembeli akhir. Pengakuan aset murabahah untuk penjual diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah; 1) jika murabahah pesanan mengikat, maka; a) dinilai sebesar biaya perolehan; b) jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset; 2) murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat, maka; a) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah; b) jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai biaya perolehan. Diskon pembelian asset murabahah diakui sebagai; 1) pengurang biaya perolehan asset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah; 2) kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan seseuai akad yang telah disepakati menjadi hak pembeli; 3) tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual; 4) pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad. Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan asaet murabahah ditambah keuntungan yang telah disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang. Keuntungan murabahah diakui; 1) pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau tangguh yang tidak melebihi satu tahun; 2) selama periode akad sesuai dengan tingakat resiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan dan dipilih yang paling sesuai dengan karakteristik resiko dan upaya transaksi murabahahnya; a) keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah; b) keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah; c) keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan. Pengakuan dan pengukuran murabahah untuk pembeli akhir, hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan), sedangkan aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi hutang murabahah. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan dan potongan hutang murabahah diakui sebagai pengurang beban murabahah tangguhan. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian. Penyajian piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) hutang murabahah.

6 Pengungkapan murabahah, penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada; 1) harga perolehan aset murabahah; 2) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan; 3) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada; 1) nilai tunai asset yang diperoleh dari transaksi murabahah; 2) jangka waktu murabahah tangguh; 3) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi terkini. Pada penelitian kualitatif data yang dihasilkan adalah berupa lisan dan tulisan yang diperoleh peneliti dengan cara melakukan observasi. Sedangkan pendekatan studi kasus menekankan pada pemahaman mengenai masalah dalam kehidupan berdasarkan kondisi yang ada. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh, dikumpulkan dan diolah secara langsung oleh peneliti, pada penelitian ini data primer diperoleh peneliti dengan cara wawancara. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, bisa melalui media perantara. Data sekunder diperoleh peneliti melalui nasabah PT. BPR Syariah X yaitu berupa kuitansi realisasi al murabahah konsumtif, bukti penyerahan jaminan murabahah konsumtif dan bukti pelunasan piutang murabahah pada PT. BPR Syariah X. Penelitian ini dilakukan di kantor pusat PT. BPR Syariah X yang berlokasi di Surabaya. Informan dalam penelitian ini adalah Direktur PT. BPR Syariah X, Direktur PT. BPR Syariah X dipilih karena diharapkan dapat memberikan semua informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini peneliti fokus pada pembiayaan dengan sistem jual beli murabahah untuk pembiayaan murabahah konsumtif. Adapun yang dianalisis adalah; 1) mekanisme pembiayaan murabahah konsumtif. Sistem jual beli pada murabahah konsumtif berbeda dengan sistem jual beli lainnya karena penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh. Diketahuinya harga jual barang dan keuntungan yang diperoleh oleh penjual diharapkan dapat lebih menarik minat masyarakat untuk menggunakan pembiayaan ini; 2) pembiayaan murabahah membutuhkan perlakuan akuntansi yang menyeluruh sehingga dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai dengan standar-standar yang telah diatur. Penerapan perlakuan akuntansi yang sesuai dengan standar dapat menjaga konsistensi, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan analisis data berdasarkan teknik analisis. Analisis yang dilakukan adalah dengan cara menganalisis isi atau pesan dari suatu dokumen. Selain itu, peneliti juga menganalisis isi atau pesan dari wawancara yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait. Analisis data yang dilakukan hanya terbatas pada teknik pengolahan data perusahaan. Untuk melakukan pengolahan data maka langkah-langkah yang dilakukan adalah; 1) memahami mekanisme pembiayaan murabahah untuk murabahah konsumtif dengan baik, yang merupakan pembiayaan dengan sistem jual beli yang dilakukan oleh PT. BPR Syariah X; 2) melakukan pengolahan data

7 mekanisme pembiayaan murabahah untuk murabahah konsumtif dan perlakuan akuntansi pada pembiayaan murabahah konsumtif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian pada PT. BPR Syariah X dilakukan selama 2 minggu, setelah sebelumnya peneliti mengajukan judul dan menyerahkan usulan penelitian. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung oleh peneliti dengan melakukan wawancara, wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode tanya jawab kepada pihak-pihak terkait dengan PT. BPR Syariah X. Sedangkan data sekunder diperoleh dari nasabah PT. BPR Syariah X yaitu berupa kuitansi realisasi al murabahah konsumtif, bukti penyerahan jaminan murabahah konsumtif dan bukti pelunasan piutang murabahah pada PT. BPR Syariah X. Perlakuan Akuntansi untuk Pembiayaan Murabahah Konsumtif Perlakuan akuntansi murabahah meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan yang telah diatur dalam PSAK 102, sehingga akuntansinya mengacu pada PSAK 102. Setelah peneliti melakukan wawancara dengan Direktur Utama PT. BPR Syariah X mengenai akuntansi pembiayaan murabahah konsumtif yang ada pada PT. BPR Syariah X maka peneliti memperoleh informasi bahwa pengakuan pendapatan yang diterapkan PT. BPR Syariah X adalah secara accrual basis, yaitu mengakui pendapatan pada saat transaksi terjadi. Pengakuan piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan (harga pokok) ditambah dengan keuntungan dan diakui pada saat akad dilakukan. Potongan pembelian aset murabahah yang diperoleh nasabah sebagai hadiah pembelian barang dalam bentuk apapun akan menjadi hak nasabah, baik terjadi sebelum atau sesudah akad. Potongan pelunasan sebelum jangka waktu berakhir pihak bank akan memberikan potongan atas margin keuntungan yang belum jatuh tempo dan bank mengakuinya sebagai pengurang keuntungan murabahah. Penyajian margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang piutang murabahah dan pengungkapan pembiayaan murabahah baik untuk bank ataupun nasabah adalah kedua pihak sama-sama mengungkapkan semua hal-hal yang berhubungan dengan transaksi pembiayaan murabahah. Akad Murabahah Konsumtif Akad yang dilakukan untuk pembiayaan murabahah konsumtif adalah akad murabahah konsumtif. Akad dilakukan antara bank dengan nasabah setelah nasabah menyetujui ketentuan-ketentuan dan melengkapi persyaratan serta prosedur pembiayaan yang telah disepakati saat kesepakatan awal. Pada pembiayaan ini bank hanya akan memberikan pembiayaan yang halal dan bebas riba. Untuk pembiayaan yang bisa diberikan bank maksimal hanya sebesar 70% dari harga aset. Ketentuan ini diungkapkan oleh direktur PT. BPR Syariah X sebagai berikut: di BPR akad yang digunakan adalah akad murabahah konsumtif, karena untuk pembiayaan murabahah konsumtif, jadi akadnya sesuai dengan pembiayaan yang akan dilakukan. Pembiayaan diserahkan pada saat akad, untuk berapa besarnya tergantung dengan harga pasar, antara 60% sampai 70% yang bisa diberikan. Sedangkan pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah harus halal dan bebas riba Ketentuan pada PT. BPR Syariah X ini dibenarkan dengan adanya Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Pada pelaksanaannya PT. BPR Syariah telah menerapkan dengan baik point 1 hingga point 3. Pada fatwa ini dijelaskan bahwa

8 bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba, barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah dan bank memberikan sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. Disimpulkan bahwa kegiatan ini sesuai dengan fatwa yang telah diputuskan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Kesepakatan Awal Sebelum Akad Kesepakatan ini dilakukan di awal yaitu sebelum akad dilakukan, disini bank dan nasabah akan menyepakati harga pokok, margin keuntungan dan denda (ta zir). Pada kesepakatan ini bank akan menyebutkan berapa harga jual yang diinginkan, harga jual diperoleh berdasarkan harga aset yang diserahkan oleh nasabah sebagai jaminan kepada bank, harga aset ditentukan sesuai dengan harga pasar saat itu. Besarnya harga pokok yang bisa diberikan oleh bank maksimal sebesar 70% dari harga aset. Margin keuntungan juga disepakati saat kesepakatan, besarnya keuntungan ditentukan oleh pihak bank berdasarkan kesepakatan. Selain menentukan harga pokok dan margin, pada kesepakatan ini bank dan nasabah juga menyepakati besarnya denda yang ditentukan oleh bank dengan nasabah. Bank memberikan denda kepada nasabah yang lalai melaksanakan kewajibannya. Penentuan harga pokok dan margin yang dilakukan sebelum akad telah sesuai dengan ketentuan PSAK 102 tentang karakteristik murabahah pada paragraf 9 dan 10. Paragraf 9 menyebutkan bahwa akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan. Sedangkan PSAK 102 paragraf 10 menyebutkan harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Berdasarkan ketentuan PSAK 102 tersebut maka penerapan kesepakatan awal yang menyepakati harga pokok dan margin telah sesuai karena penentuan harga pokok dan margin ditentukan sebelum akad murabahah terjadi dan nasabah mengetahui berapa harga jual yang disepakati. Namun pada kesepakatan ini bank juga menyepakati besarnya denda. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 17/DSN-MUI/1X/2000 tentang nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran point 5 yang menyebutkan bahwa sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Penerapan denda pada PT. BPR Syariah X sebelum akad ini dirasa belum sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI karena denda ditentukan saat kesepakatan awal bukan pada saat akad. Kesepakatan dalam Akad Akad dilakukan setelah kesepakatan pendahuluan. Akad ini dilaksanakan di kantor PT. BPR Syariah X atau pada tempat yang diinginkan dengan keinginan nasabah, tapi pada umumnya akad dilaksanakan di kantor PT. BPR Syariah X. Dalam hal ini PT. BPR Syariah X memberitahukan secara rinci kepada nasabah mengenai pembiayaan murabahah konsumtif, baik penjual maupun pembeli mengungkapkan semua hal terkait dengan pembiayaan murabahah konsumtif. Pembiayaan baru diserahkan kepada nasabah saat nasabah menyetujui semua persyaratan dan prosedur yang diberikan oleh bank. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Direktur Utama PT. BPR Syariah X sebagai berikut: pada saat akad harus dipastikan nasabah mengetahui semua prosedur yang ada di BPR untuk pembiayaan murabahah konsumtif. Bank juga akan mengutarakan semua yang wajib diketahui oleh pembeli seperti cara pembayaran dan lain-lain. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman

9 Pernyataan yang diberikan oleh direktur utama PT. BPR Syariah X tersebut dibenarkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada point 5 menentukan bahwa bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang. Pernyataan direktur utama PT. BPR Syariah X ini juga sesuai dengan PSAK 102 tentang pengungkapan murabahah paragraf 40 dan 41 yang menyebutkan, baik penjual maupun pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah. Pengungkapan yang dilakukan tidak terbatas pada harga perolehan aset murabahah, janji pemesanan, nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah, jangka waktu murabahah, dan pengungkapan yang sesuai dengan PSAK 101 meliputi penyajian laporan keuangan syariah. Cara Menentukan Margin Keuntungan Besarnya margin ditentukan oleh pihak PT. BPR Syariah X berdasarkan presentase, yaitu antara 15% hingga 21%. Selain dengan presentase biasanya pihak bank dalam hal ini adalah marketing akan langsung menyebutkan berapa keuntungan yang diinginkan oleh bank. Pada saat kesepakatan seringkali terjadi penawaran antara pihak bank dan nasabah mengenai besarnya jumlah keuntungan, jika nasabah merasa margin terlalu besar maka nasabah akan meminta bank untuk menurunkan margin sesuai dengan kemampuan nasabah dengan melakukan penawaran. Penentuan keuntungan seperti ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh direktur PT. BPR Syariah X sebagai berikut: kalau keuntungan presentasenya antara 15% sampai 21%, tetapi marketing pasti sudah mempunyai mindset, jadi sudah tau akan minta keuntungan berapa. Rata-rata pada saat kesepakatan nasabah akan menawar kalau merasa keuntungan terlalu besar. Kalau sudah begitu biasanya diambil jalan tengah, misalnya nasabah menyerahkan jaminan BPKB sepeda motor, nasabah memerlukan pembiayaan 10 juta untuk membeli barang berupa televisi, kulkas, dan handphone. Bank meminta keuntungan 2,5 juta. Kalau nasabah keberatan biasanya nasabah minta keringanan, misalkan menawar 2 juta tapi kalau 2 juta bank merasa belum mendapat untung, jadi diambil jalan tengah keuntungan sebesar 2,2 juta Cara menyepakati keuntungan seperti ini sebenarnya sudah benar, ini telah sesuai dengan ketentuan PSAK 102 paragraf 24 yang menyebutkan bahwa presentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset murabahah. Namun, yang menyebabkan ketidaksesuaian adalah pada saat kesepakatan yang terjadi di lapangan perhitungan besarnya keuntungan tidak ditentukan berdasarkan presentase, melainkan hanya sesuai dengan patokan yang diberikan oleh marketing berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah. Jadi, penentuan keuntungan ini tidak sepenuhnya sesuai dengan perhitungan presentase. Pengenaan Denda Denda adalah sejumlah uang yang besarannya telah disepakati oleh bank dan nasabah saat kesepakatan awal, dana yang diperoleh dari denda digunakan sebagai dana sosial. Denda dikenakan jika nasabah lalai dalam melaksanakan kewajibannya, besarnya denda tidak berdasarkan presentase melainkan hanya berdasarkan kesanggupan nasabah yang ditentukan saat kesepakatan awal. Pada saat kesepakatan bank menentukan sekian rupiah per satu hari keterlambatan, jadi ketika nasabah melakukan keterlambatan angsuran bank akan mengenakan denda sesuai dengan kesepakatan. Nasabah bisa meminta keringanan jika merasa denda terlalu berat misalkan bank meminta Rp2000 per satu hari keterlambatan, jika terlalu berat nasabah akan meminta keringanan dengan cara melakukan penawaran. Setelah terjadi penawaran,

10 denda disepakati sebesar Rp1.000 rupiah per hari keterlambatan. Jadi misalkan nasabah terlambat selama 30 hari denda yang dikenakan adalah Rp30.000, nasabah tetap harus membayar karena oleh bank denda dimasukkan kedalam akad murabahah konsumtif yang sifatnya mengingatkan nasabah jika nasabah melakukan kelalaian atau tidak bersedia membayar. Cara menyepakati denda ini dirasa belum sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menundanunda pembayaran, point 1 menyebutkan bahwa sanksi yang disebutkan dalam fatwa adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar tetapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja. Point 2, nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. Point 3, nasabah mampu yang menundanunda pembayaran dan tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. Point 4, sanksi didasarkan pada prinsip (ta zir) yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Fatwa ini memperbolehkan pemberian denda kepada nasabah dengan catatan nasabah melakukan penundaan dengan sengaja, jika nasabah dalam keadaan tidak mampu seharusnya bank tidak diperbolehkan untuk mengenakan denda meskipun denda telah disepakati. Jika nasabah belum/tidak mampu membayar angsuran bank baru akan memberikan keringanan jika nasabah meminta keringanan, keringanan yang diberikan adalah berupa pengurangan angsuran (elimimir) atau penjadwalan kembali lamanya jangka waktu angsuran. Ketentuan yang diberikan oleh bank ini telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang penjadwalan kembali tagihan murabahah. Fatwa ini menentukan bahwa LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa, pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil, perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Sedangkan dana yang diperoleh dari denda digunakan sebagai dana sosial dan digunakan untuk membiayai kegiatan sosial, perlakuan ini telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran point 6 yang menyebutkan bahwa dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial. Namun, alangkah lebih baik jika dana yang digunakan untuk kegiatan amal ini juga berasal dari sumber-sumber yang halal sesuai dengan syariah. Pelaksanaan Murabahah Konsumtif Pembelian Barang Pada pembiayaan murabahah konsumtif ini PT. BPR Syariah X bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Saat akad terjadi bank akan memberikan pembiayaan yang diperlukan nasabah dalam bentuk uang, besarnya uang yang diberikan berdasarkan dengan kesepakatan awal sesuai dengan barang yang diperlukan nasabah. Setelah uang diserahkan nasabah akan membeli sendiri barang yang diperlukan. Disini bank adalah penjual, dalam pembiayaan murabahah dimana bank sebagai penjual bank harus menyediakan pembiayaan yang diperlukan oleh nasabah dalam bentuk barang (aset). Pelaksanaan ini tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 point 4 yang menyebutkan bahwa bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. Ada 2 kemungkinan jika nasabah membeli sendiri barang yang diperlukan, pertama dengan cara kontrak urbun, kontrak urbun adalah alternatif jika nasabah memberikan uang muka kepada bank. Pernyataan ini sesuai dengan Fatwa Dewan

11 Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada point 7a yang menyebutkan bahwa jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka maka nasabah bisa memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. Kemungkinan kedua adalah bank bisa saja mewakilkan kepada nasabah untuk melakukan pembelian dengan menggunakan akad wakalah. Wakalah ini diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah yang menyebutkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan akad al wakalah harus menyatakan pernyataan ijab kabul yang menunjukkan kehendak mereka dalam melakukan kontrak (akad). Akad ini dibuat setelah akad murabahah dilakukan, dengan syarat hal-hal yang diwakilkan tidak bertentangan dengan Islam, diketahui dengan jelas oleh yang mewakili dan dapat diwakilkan sesuai dengan syariat Islam. Namun, dalam pelaksanaan pada PT. BPR Syariah X, bank tidak mempergunakan kontrak urbun ataupun akad wakalah. Potongan Pelunasan Murabahah Nasabah yang melunasi atau membayar angsuran lebih cepat dari jangka waktu yang telah disepakati akan memperoleh potongan tagihan, besarnya potongan ini sesuai dengan kebijakan bank. PT. BPR Syariah X dalam hal ini memberikan potongan yang diberikan pada saat nasabah melunasi angsurannya. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan direktur PT. BPR Syariah X yang menyatakan sebagai berikut: potongan diberikan pada saat nasabah melunasi hutangnya, berapa besarnya sesuai dengan kebijakan yang diberikan bank. Masing-masing bank mempunyai kebijakan tersendiri berapa besarannya. Potongan biasanya diberikan saat seluruh hutang nasabah telah dilunasi Pemberian potongan pelunasan yang dilakukan PT. BPR Syariah X sepenuhnya telah sesuai dengan syariah, kaitannya dengan ini adalah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang potongan tagihan murabahah (khashm fi al murabahah) yang dalam fatwa ini menyebutkan LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan. Fatwa ini juga menetapkan bahwa besarnya potongan sebagaimana dimaksud diatas diserahkan pada kebijakan LKS. Namun jika diperhatikan lebih jauh, pemberian potongan ini telah diketahui oleh nasabah, artinya telah disepakati di awal. Kesepakatan inilah yang menyebabkan pemberian potongan pelunasan kurang sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang potongan tagihan murabahah (khashm fi al murabahah) karena fatwa ini juga menyebutkan bahwa pemberian potongan yang diberikan tidak diperjanjikan pada saat akad. Jika merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI bank diperbolehkan memberikan potongan pelunasan sepanjang hal tersebut tidak diperjanjikan di awal. Penyelesaian Masalah dalam Murabahah Jika setelah denda dikenakan nasabah masih belum mampu membayar maka pihak bank akan melakukan musyawarah untuk menemukan solusi bagi kedua belah pihak. Apabila dalam musyawarah dirasa tidak tercapai kesepakatan bank akan menindak lanjuti dengan cara melakukan penagihan kerumah nasabah. Merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang penundaan pembayaran dalam murabahah point 2 menyebutkan, jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu

12 pihak tidak menunaikan kewajibannya maka penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak terjadi kesepakatan melalui musyawarah. Pada PT. BPR Syariah X menindaklanjuti dengan cara menagih dirasa kurang sesuai, apakah dengan cara melakukan penagihan pada nasabah yang tidak membayar bank akan memperoleh pelunasan dari nasabah, belum tentu. Jika pada saat bank melakukan penagihan nasabah tetap tidak dapat membayar, berarti nasabah memang dalam kondisi tidak mampu melakukan pembayaran atau dengan kata lain, penundaan ini sifatnya tidak disengaja. Merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda pembayaran point 1 sampai point 3, pertama sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja. Kedua, nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan oleh force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. Ketiga, nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/ atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada PT. BPR Syariah X adalah bertujuan untuk mengetahui mekanisme pembiayaan dan perlakuan akuntansi pada pembiayaan murabahah konsumtif yang diterapkan oleh PT. BPR Syariah X. Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk menjawab rumusan masalah dan mencapai tujuan adalah dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan pendekatan studi kasus. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara, pertama yaitu Direktur Utama PT. BPR Syariah X. Kedua, adalah karyawan PT. BPR Syariah X, untuk keamanan peneliti tidak mempublikasi nama karyawan yang bersangkutan. Ketiga adalah nasabah PT. BPR Syariah X yang identitasnya dirahasiakan. Selain itu, peneliti juga menggunakan data sekunder, data sekunder diperoleh dari nasabah PT. BPR Syariah X yaitu berupa kuitansi realisasi al murabahah konsumtif, bukti penyerahan jaminan murabahah konsumtif dan bukti pelunasan piutang murabahah pada PT. BPR Syariah X. Secara umum, prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan oleh bank telah sesuai dengan PSAK 102 tentang murabahah. Namun, pada penerapan yang dilakukan oleh PT. BPR Syariah X pada pembiayaan murabahah konsumtif dirasa masih terdapat amanah dari Fatwa DSN yang kurang sesuai. Akad murabahah konsumtif yang dilakukan oleh PT. BPR Syariah X telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang ketentuan umum murabahah. Disini bank membiayai sebagian dari harga pembelian yang telah disepakati sebelum akad, bank juga menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembiayaan. Serta pembiayaan yang diberikan adalah yang halal dan bebas riba. Kesepakatan awal sebelum akad ini menyepakati harga pokok, margin keuntungan dan denda. Penentuan harga pokok dan margin yang dilakukan sebelum akad telah sesuai dengan ketentuan PSAK 102 tentang karakteristik murabahah pada paragraf 9 dan 10. Paragraf 9 yang menyebutkan bahwa akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan. Sedangkan paragraf 10 menyebutkan harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual,

13 sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Sedangkan penentuan denda saat kesepakatan tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 17/DSN- MUI/1X/2000 tentang nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran point 5 menyebutkan bahwa sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dalam hal kesepakatan dalam akad ini PT. BPR Syariah X memberitahukan secara rinci kepada nasabah mengenai pembiayaan murabahah konsumtif, baik penjual maupun pembeli mengungkapkan semua hal terkait dengan pembiayaan murabahah konsumtif. Pembiayaan diserahkan kepada nasabah saat nasabah menyetujui semua persyaratan dan prosedur yang diberikan oleh bank. Hal ini telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada point 5, yaitu bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang. Selain itu, pernyataan ini juga sesuai dengan PSAK 102 tentang pengungkapan murabahah paragraf 40 dan 41 yaitu, baik penjual maupun pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah. Cara penentuan margin keuntungan pada PT. BPR Syariah X sebenarnya telah sesuai karena berdasarkan presentase, namun saat di lapangan perhitungan mergin tidak berdasarkan dengan presentase melainkan hanya berdasarkan patokan pihak bank. Jika bank sepenuhnya menggunakan perhitungan keuntungan berdasarkan presentase yang telah ditentukan maka telah sesuai dengan PSAK 102 paragraf 24, yang menyebutkan bahwa presentase keuntungan dihitung dengan perbandingan margin dan biaya perolehan aset murabahah. Namun saat dilapangan terjadi ketidaksesuaian karena penentuan margin tidak dihitung berdasarkan presentase. Berkaitan dengan pengenaan sanksi yang diberikan kepada nasabah yaitu denda (ta zir), bank belum melakukan sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Karena disini bank menentukan besarnya denda saat kesepakatan sebelum akad dan akan tetap mengenakan denda jika nasabah tidak mampu melunasi denda. Karena jika merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 point 5 diketahui bahwa sanksi berupa denda adalah sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Jika nasabah belum/tidak mampu membayar angsuran bank akan memberikan keringanan jika nasabah meminta keringanan, keringanan yang diberikan adalah berupa pengurangan angsuran (elimimir) atau penjadwalan kembali lamanya jangka waktu angsuran. Ketentuan yang diberikan oleh bank ini telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang penjadwalan kembali tagihan murabahah. Pemberian keringanan ini diperbolehkan selama tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa, pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil, perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Sedangkan masukknya denda kedalam dana sosial sudah benar karena sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 point 6 yang menyebutkan bahwa dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial. Pelaksanaan murabahah konsumtif untuk pembelian barang dinilai tidak sesuai karena pada PT. BPR Syariah X bank adalah penjual, dalam pembiayaan murabahah dimana bank sebagai penjual bank harus menyediakan pembiayaan yang diperlukan oleh nasabah dalam bentuk barang, namun disini bank menyediakan pembiayaan dalam bentuk uang. Pelaksanaan ini tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 point 4. Ada 2 kemungkinan jika nasabah membeli sendiri barang yang diperlukan, yaitu dengan cara kontrak urbun sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-

14 MUI/IV/2000 pada point 7a atau dengan akad wakalah yang diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah. Pemberian ptotongan pelunasan taghan murabahah diperbolehkan selama tidak diperjanjikan di akad, ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 46/DSN- MUI/II/2005 tentang potongan tagihan murabahah (khashm fi al murabahah). Pemberian potongan pada PT. BPR Syariah X diperbolehkan karena sesuai dengan fatwa tentang potongan tagihan murabahah, namun disini nasabah mengetahui adanya pemberian potongan tersebut sehingga berarti ini disepakati di awal. Kesepakatan ini yang menyebabkan pemberian potongan tagihan ini kurang sesuai. Dalam hal penyelesaian masalah yang dikarenakan penundaan pembayaran yang disengaja bank tidak membenarkan hal tersebut, jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja maka prosedur pertama yang diberikan adalah memberi teguran berupa denda. Setelah denda diberikan namun nasabah belum juga membayar, bank akan melakukan musyawarah. Jika dalam musyawarah tidak terjadi kesepakatan pihak bank akan melakukan penagihan kepada nasabah yang bersangkutan dengan menagih kerumah nasabah. Tindakan terakhir yaitu penagihan yang dilakukan oleh PT. BPR Syariah X peneliti merasa kurang sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah yaitu penundaan dalam pembayaran, pada point 2 menyebutkan jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya maka penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak terjadi kesepakatan melalui musyawarah. Saran Ada beberapa hal yang mungkin dapat dipertimbangkan terkait dengan penerapan pembiayaan murabahah konsumtif pada PT. BPR Syariah X yaitu, pertama PT. BPR Syariah X hendaknya tetap konsisten dalam menyesuaikan penerapan pembiayaan murabahah konsumtif yang dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang sesuai dengan Islam. Ini dimaksudkan agar semua kegiatan yang dilakukan oleh PT. BPR Syariah X murni syariah dan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, mengingat komitmen awal dari PT. BPR Syariah X adalah menjadi bank yang sehat, tumbuh dan berkembang secara wajar dan sebagai bank yang rahmatul lil alamin. Selain itu, diharapkan PT. BPR Syariah X menjadi bank yang amanah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Kedua, peneliti berharap agar lebih banyak penelitian sejenis di bidang syariah mengingat kurangnya penelitian secara mendalam yang sesuai syariah serta peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan dapat dikembangkan lebih dalam sehingga hasil yang dihasilkan lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Antonio, M.S Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Cetakan Kedelapan. Gema Insani Press. Jakarta. Ascarya Akad dan Produk Bank Syariah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Laksmana, Y Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Muhammad Manajemen Dana Bank Syariah. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta Manajemen Bank Syariah. Edisi Revisi. Cetakan Kedua. Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN. Yogyakarta.

15 Prapansyah, M.I Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Konsumtif pada PT. BNI Syariah Cabang Padang. Skripsi. Program Studi Perdata Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Andalas. Padang. Sudarsono, H Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Edisi Ketiga. Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta. Siamat, D Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan. Ediai Kelima. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Soewadji, Y Pengantar Metodologi Penelitian. Edisi Kedua. Mitra Wacana Media. Jakarta. Sumar in Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. Taufiqi, N Analisis Perlakuan Akuntansi atas Kesesuaian Penerapan Prinsip Jual Beli pada Transaksi Murabahah di PT. BPR Syariah Jabal Nur berdasarkan PSAK 102. Skripsi. Program Studi Akuntansi Konsentrasi Akuntansi Keuangan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya. Surabaya. Widodo, M Analisis Perlakuan Akuntansi Terhadap Pembiayaan Murabahah pada BPR Syariah Bhakti Haji Malang. Skripsi. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Wiroso Jual Beli Murabahah. UII Press. Yogyakarta Akuntansi Transaksi Syariah. Edisi Revisi. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Jakarta. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No Pengukuran, pengakuan, penyajian dan pengungkapan murabahah. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No: 04/DSN-MUI/IV/2000. Murabahah. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No: 17/DSN-MUI/IX/2000. Sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No: 46/DSN-MUI/II/2005. Potongan tagihan murabahah (khashm fi al murabahah) Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 48/DSN-MUI/II/2005. Penjadwalan kembali tagihan murabahah.

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada PT. BPR Syariah Karya Mugi

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada PT. BPR Syariah Karya Mugi BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada PT. BPR Syariah Karya Mugi Sentosa adalah bertujuan untuk mengetahui mekanisme pembiayaan dan perlakuan akuntansi pada pembiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system,

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia khususnya perbankan syariah mulai berkembang dengan pesat sejak tahun 1999 yaitu setelah berlakunya Undang-undang nomor

Lebih terperinci

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI 22 BAB II MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI A. Mura>bah}ah 1. Pengertian Mura>bah}ah Terdapat beberapa muraba>h}ah pengertian tentang yang diuraikan dalam beberapa literatur, antara lain: a. Muraba>h}ah adalah

Lebih terperinci

Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah.

Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah. Murabahah Leni Rusilawati (20120730002) Alvionita (20120730010) Jamal Zulkifli (20120730066) Intan C Tyas (20120730135) Laili A Yunina W (20120730150) Maulida Masruroh (20120730218) PENGERTIAN MURABAHAH

Lebih terperinci

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak. Materi: 6 AKUNTANSI MURABAHAH Afifudin, SE., M.SA., Ak. E-mail: afifudin_aftariz@yahoo.co.id atau afifudin26@gmail.comm (Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang) Jl. MT. Haryono 193

Lebih terperinci

BAGIAN III AKAD JUAL BELI

BAGIAN III AKAD JUAL BELI - 19 - BAGIAN III AKAD JUAL BELI III.1. MURABAHAH A. Definisi 1. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar beban perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan

Lebih terperinci

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MURABAHAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MURABAHAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PSAK No. 0 Juni 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MURABAHAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA PSAK No. 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNT UNTANSI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Tinjauan Umum Bank Syariah Bank syariah adalah bank yang menjalankan prinsip usahanya berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hukum

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA Jati Satria Pratama Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Email : Order.circlehope@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a) Implementasi Akad Murabahah Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi data pendukung dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011)

Lebih terperinci

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 5-6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 5-6. Afifudin, SE., M.SA., Ak. Materi: 5-6 AKUNTANSI MURABAHAH Afifudin, SE., M.SA., Ak. E-mail: afifudin_aftariz@yahoo.co.id atau afifudin26@gmail.comm (Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang) Jl. MT. Haryono 193

Lebih terperinci

Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1

Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1 EKBISI, Vol. VII, No. 2, Juni 2013, hal. 150 163. ISSN:1907-9109 Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1 Aninda Adhaninggar, Fakultas Ekonomi UII Syamsul Hadi, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 102 AKUNTANSI MURABAHAH

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 102 AKUNTANSI MURABAHAH Akuntansi Murabahah ED PSAK (Revisi 00) 0 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. AKUNTANSI MURABAHAH Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar. Paragraf Standar harus

Lebih terperinci

Rizky Andrianto. Evony Silvino Violita. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak

Rizky Andrianto. Evony Silvino Violita. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak ANALISIS PENERAPAN PRINSIP DAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH YANG BERLAKU DI INDONESIA MENGENAI PENJADUALAN ULANG PIUTANG MURABAHAH BERMASALAH (STUDI KASUS PADA PT BANK XYZ) Rizky Andrianto Evony Silvino Violita

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori dan Literatur II.1.1 Pengertian Bank Syariah Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang merupakan perubahan dari Undang-Undang

Lebih terperinci

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga. FATWA DSN MUI Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro Pertama: Giro ada dua jenis: 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga. 2. Giro yang dibenarkan secara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk menerapkan murabahah pesanan yang bersifat mengikat. PT. Bank Muamalat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA A. Perbankan Syari ah Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK.

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK. ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK. Nama : Nurdiani Sabila NPM : 25210157 Jurusan : Akuntansi Pembimbing: Dr. Ambo Sakka Hadmar,SE.,MSi LATAR BELAKANG PENELITIAN

Lebih terperinci

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH SESI 4: Akuntansi Murabahah Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA.,CA Ruang Lingkup 1. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Koperasi Syariah yang melakukan transaksi murabahah baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bank Syariah 1. Prinsip Akutansi Bank Islam Laporan akuntansi Bank Islam menurut Pardede dan Gayo (2005) terdiri dari : Laporan posisi keuangan / neraca Laporan laba-rugi Laporan

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ib PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA SYARIAH CABANG SURABAYA

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ib PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA SYARIAH CABANG SURABAYA ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ib PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA SYARIAH CABANG SURABAYA Tysa Dhara Noor Febrina Universitas Negeri Surabaya Email: tysadhara@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan 45 BAB III IMPLEMENTASI PENETAPAN MARGIN DALAM PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG LUMAJANG A. Implementasi Penetapan Margin Pembiayaan Mura>bah{ah Di BSM Lumajang Margin pada

Lebih terperinci

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO.04/DSN-MUI/IV/2000 DAN PERATURAN BANK INDONESIA NO.7/46/PBI/2005 TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MODAL KERJA MURA>BAH}AH BIL WAKA>LAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG

Lebih terperinci

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

Prinsip Sistem Keuangan Syariah TRANSAKSI SYARIAH 1 Prinsip Sistem Keuangan Syariah 1. Pelarangan Riba 2. Pembagian Risiko 3. Tidak menganggap Uang sebagai modal potensial 4. Larangan melakukan kegiatan spekulatif 5. Kesucian Kontrak

Lebih terperinci

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-2159 ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB 1 Renka Suka Alamsyah,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000 48 BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000 A. Analisis praktik pembiayaan murabahah di BMT El Labana Ngaliyan Semarang Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nasabah Nasabah adalah aset atau kekayaan utama perusahaan karena tanpa pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang mengatakan pelanggan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah atau bisnis islami telah diadopsi ke dalam kerangka besar kebijakan ekonomi di Indonesia dewasa ini. Hal tersebut dipelopori

Lebih terperinci

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 5.1. Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha lembaga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang Pembiayaan merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Menyadari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Akuntansi 1. Pengertian Akuntansi Akuntansi menurut Weygandt dkk. (2007:4) adalah sebagai berikut : Suatu sistem informasi yang mengidentifikasikan, mencatat, dan mengomunikasikan

Lebih terperinci

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur dalam pembiyaan murabahah, yaitu : 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah 2) Kontrak yang pertama harus sah sesuai dengan rukun yag

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI 55 BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI A. Analisis Penetapan Margin Pada Pembiayaan Mura>bah{ah Di BSM Lumajang

Lebih terperinci

RESCHEDULING NASABAH DEFAULT PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH

RESCHEDULING NASABAH DEFAULT PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH BAB IV ANALISIS APLIKASI PENGAJUAN PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DAN RESCHEDULING NASABAH DEFAULT PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BPR SYARIAH JABAL NUR SURABAYA A. Aplikasi Pengajuan Pembiayaan Mura>bah}ah di BPR Syariah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN 4.1 Pengakunan Pembiayaan Musyarakah Wal Ijarah Muntahiya Bittamlik di Bank Muamalat Indonesia Cabang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan dapat diartikan sebagai aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Penyaluran dana dalam bentuk

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: PER- 04 /BL/2007 TENTANG AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM KEGIATAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH KETUA BADAN

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK TERCANTUM PADA AKAD MUSHArakah di KSPPS BMT Harapan Ummat Sidoarjo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pemantapan jati diri.

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pemantapan jati diri. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Selain sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan

Lebih terperinci

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version)  BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Praktek Pembiayaan Murabahah Praktek pembiayaan Murabahah di Bank Muamalat Indonesia berpanduan pada DSN-MUI dan PSAK. 1. Akuntansi Syariah Murabahah (PSAK 102)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh orang lain. Penulis ingin melakukan pembahasan dan penelitian terhadap pengaruh prinsip jual

Lebih terperinci

ED PSAK 102. akuntansi murabahah. exposure draft

ED PSAK 102. akuntansi murabahah. exposure draft ED PSAK 0 exposure draft PERNYATAAN Standar Akuntansi Keuangan akuntansi murabahah Diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia Grha Akuntan, Jalan Sindanglaya No. Menteng,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan berdasarkan prinsip syari ah dalam praktiknya di lembaga perbankan syari ah telah membentuk sebuah sub sistem, sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada Bab II, maka bab ini peneliti akan membahas mengenai Perlakuan Akuntansi Pendapatan atas Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN DENDA PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH MENURUT FATWA DSN-MUI NO 17/DSN MUI/IX/2000 DI KJKS MADANI KOTA PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN DENDA PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH MENURUT FATWA DSN-MUI NO 17/DSN MUI/IX/2000 DI KJKS MADANI KOTA PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN DENDA PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH MENURUT FATWA DSN-MUI NO 17/DSN MUI/IX/2000 DI KJKS MADANI KOTA PEKALONGAN A. Analisis Penanganan Pembiayaan Bermasalah di KJKS Madani Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi adalah an everchangging discipline, berubah terus menerus sepanjang masa (Morgan 1988, Hines 1989 dan Francis 1990). Akuntansi adalah proses mengidentifikasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dikarenakan dari hasil penyaluran pembiayaan bank dapat

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dikarenakan dari hasil penyaluran pembiayaan bank dapat BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syariah. Hal tersebut dikarenakan dari hasil penyaluran pembiayaan bank dapat meneruskan dan mengembangkan

Lebih terperinci

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Pengertian ADALAH jual beli barang pda harga asal dengan tembahan keuntungan yanng disepakati. Dalam istilah teknis perbankan syari ah murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan bukanlah sebuah pabrik atau produsen yang menghasilkan uang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan bukanlah sebuah pabrik atau produsen yang menghasilkan uang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lembaga keuangan pada dasarnya adalah lembaga perantara, berposisi sentral di antara pemilik dana, antara penyimpan dan peminjam, antara pembeli dan penjual, serta

Lebih terperinci

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD MURA>BAH{AH DENGAN TAMBAHAN DENDA PADA KELOMPOK UKM BINAAN DI BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL (BTPN) SYARIAH SURABAYA A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah{ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi riil dengan pemilik dana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan salah satu bagian dari konsep sistem ekonomi Islam yang lebih luas. Dalam menjalankan kegiatan bisnis dan usahanya, Lembaga

Lebih terperinci

AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM SESI 7: Akuntansi Akad Istishna Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA.,CA 2 DEFINISI Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan yang

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Murabahah Kontribusi dari Administrator Saturday, 15 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis

Lebih terperinci

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia 2008 DAFTAR ISI A. Penghimpunan Dana I. Giro Syariah... A-1 II. Tabungan Syariah... A-3 III. Deposito Syariah... A-5 B. Penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2008:2) sistem akuntansi pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2008:2) sistem akuntansi pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Akuntansi Sistem akuntansi digunakan untuk ringkasan informasi untuk menilai kesehatan keuangan kinerja dari usaha. Definisi akuntansi menurut Mulyadi (2008:2)

Lebih terperinci

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB II LANDASAN TEORI

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version)  BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Akuntansi 1. Pengertian Akuntansi Dari segi istilah, kata akuntansi berasal dari kata bahasa Inggris to account yang berarti memperhitungkan atau mempertanggungjawabkan akuntansi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kegiatan operasional yang berlangsung di kantor Koperasi Simpan Pinjam

BAB V PEMBAHASAN. kegiatan operasional yang berlangsung di kantor Koperasi Simpan Pinjam BAB V PEMBAHASAN Pengamatan dan observasi / temuan yang dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan operasional yang berlangsung di kantor Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah Al-Bahjah Tulungagung. Temuan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107. berdasarkan PSAK 105 : Akuntansi Mudharabah.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107. berdasarkan PSAK 105 : Akuntansi Mudharabah. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107 Produk gadai syariah: 1. AMANAH (Pembiayaan Kepemilikan Kendaraan Bermotor Bagi Karyawan) berdasarkan PSAK 102 : Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah mengalami peningkatan yang cukup pesat dan sudah memiliki tempat yang memberikan cukup pengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA A. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah atau yang disebut juga dengan qirad adalah suatu bentuk akad kerja sama antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen risiko menurutbank Indonesia adalah. serangkaianprosedur dan metode yang digunakanuntuk mengidentifikasi,

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen risiko menurutbank Indonesia adalah. serangkaianprosedur dan metode yang digunakanuntuk mengidentifikasi, BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Resiko Manajemen risiko menurutbank Indonesia adalah serangkaianprosedur dan metode yang digunakanuntuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risikoyang

Lebih terperinci

(Studi Kasus Pada Pegadaian Syariah Cabang Gunung Sari Balikpapan) Masita

(Studi Kasus Pada Pegadaian Syariah Cabang Gunung Sari Balikpapan) Masita Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 102 (Studi Kasus Pada Pegadaian Syariah Cabang Gunung Sari Balikpapan) Masita (masitaaaa@gmail.com) Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2000 PADA PT

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2000 PADA PT ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2000 PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG UJUNG BATU 1 Afriyanto, SE, M. Ak, Ak, CA 2 Nurhayati,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. praktik akuntansi pembiayaan murabahah pada Bank BRI Syariah telah

BAB V PENUTUP. praktik akuntansi pembiayaan murabahah pada Bank BRI Syariah telah 98 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan di Bank BRI Syariah Cabang Ngagel Jaya Selatan yang berlokasi di Jl Ngagel Jaya Selatan, praktik akuntansi pembiayaan murabahah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang semakin kompleks tentunya membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga keuangan. Kebijakan moneter dan perbankan merupakan bagian

Lebih terperinci

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis membantu manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan pengakuan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara adalah kebjiakan fiskal dan kebijkan moneter. Kibijakan fiskal meliputi anggaran negara, pajak dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik. rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan

BAB V PENUTUP. Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik. rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pembiayaan kendaraan bermotor berdasarkan akad murabahah di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisa Hukum Islam Terhadap Sanksi Denda Pada Nasabah

Lebih terperinci

AKAD MURABAHAH DAN APLIKASINYA

AKAD MURABAHAH DAN APLIKASINYA AKAD MURABAHAH DAN APLIKASINYA David Irawan (06) A. PENDAHULUAN Menghadapi dunia global dewasa ini, kebutuhan hidup manusia semakin bervariatif, dimulai dari keinginan untuk memiliki kebutuhan pokok sehari-hari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ny.Indah yang beralamat di JL. Beruang Raya No. 102 Kecamatan. Gayamsari Semarang Timur ingin membeli sepeda motor Supra X 125 yang

BAB IV ANALISIS. Ny.Indah yang beralamat di JL. Beruang Raya No. 102 Kecamatan. Gayamsari Semarang Timur ingin membeli sepeda motor Supra X 125 yang BAB IV ANALISIS 4.1. Contoh Study Kasus Ny.Indah yang beralamat di JL. Beruang Raya No. 102 Kecamatan Gayamsari Semarang Timur ingin membeli sepeda motor Supra X 125 yang seharga Rp. 16.000.000,00. Tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok BAB II LANDASAN TEORI A. Murabahah 1. Pengertian Murabahah Murabahah berasal dari kata ribhun yang artinya keuntungan. Murabahah adalah jual beli barang harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekundernya, contohnya keinginan memiliki mobil, motor, HP dan lain-lain, hal pokok yang melekat pada setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekundernya, contohnya keinginan memiliki mobil, motor, HP dan lain-lain, hal pokok yang melekat pada setiap manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, Allah SWT telah menentukan cara hidup atau pandangan dalam beragama Islam. Dan Allah SWT telah mengatur semua tatanan kehidupan manusia

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59 KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59 by KarimSyah Law Firm Level 11, Sudirman Square Office Tower B Jl. Jend. Sudirman Kav. 45-46, Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan pada bab II, maka dalam bab ini penulis akan membahas penerapan akuntansi untuk pembiayaan ijarah pada Bank DKI Syariah.

Lebih terperinci

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI Produk & Jasa Lembaga Keuangan Syariah Operasional Bank Syariah di Indonesia Penghimpunan Dana Penggunaan Dana Wadiah Mudharabah Equity Financing Debt Financing Giro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.102 Akuntansi untuk penjual 1. Pengakuan dan Pengukuran a. Pada saat perolehan, asset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya

Lebih terperinci

AL MURABAHAH DOSEN PENGAMPU H. GITA DANUPRANATA OLEH MELINDA DWIJAYANTI ( ) DHYKA RACHMAENI ( )

AL MURABAHAH DOSEN PENGAMPU H. GITA DANUPRANATA OLEH MELINDA DWIJAYANTI ( ) DHYKA RACHMAENI ( ) AL MURABAHAH DOSEN PENGAMPU H. GITA DANUPRANATA OLEH MELINDA DWIJAYANTI (20120730041) DHYKA RACHMAENI (20120730045) PRODI MUAMALAT KONSENTRASI EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana. Pada dasarnya bank syariah sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERDASARKAN PESANAN DAN TANPA PESANAN SERTA KESESUAIAN DENGAN PSAK 102

ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERDASARKAN PESANAN DAN TANPA PESANAN SERTA KESESUAIAN DENGAN PSAK 102 ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERDASARKAN PESANAN DAN TANPA PESANAN SERTA KESESUAIAN DENGAN PSAK 102 Muhammad Yusuf Accounting and Finance Department, Faculty of Economics and Communication,

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BNI SYARIAH CABANG BEKASI. Ita Isnaini EB17

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BNI SYARIAH CABANG BEKASI. Ita Isnaini EB17 ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BNI SYARIAH CABANG BEKASI Ita Isnaini 23210675 4EB17 LATAR BELAKANG 2010 BNI SYARIAH Produk Unggulan Griya ib Hasanah IAI & DSN Standar Akuntansi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dari kata

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dari kata 10 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Bank Syariah Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dari kata banco dalam bahasa Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha 50 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha BMT berdiri dalam rangka menumbuh dan mengembangkan sumberdaya ekonomi mikro yang bersumber pada syariat Islam.

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP DISKON PEMBELIAN BARANG DALAM TRANSAKSI MURA>BAH}AH DI BMT MANDIRI SEJAHTERA JL. RAYA SEKAPUK KECAMATAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO A. Aplikasi Akad Mura>bah}ah pada Pembiayaan di BMT UGT Sidogiri Cabang Larangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SYARI AH SURABAYA A. Aplikasi Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang BAB II DASAR TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Bank Syariah Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang operasional dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akuntansi Akad Murabahah pada KJKS BMT Al Fath

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akuntansi Akad Murabahah pada KJKS BMT Al Fath BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Akuntansi Akad Murabahah pada KJKS BMT Al Fath Pencatatan akuntansi yang dilakukan oleh KJKS BMT Al Fath dilakukan dengan cara komputerisasi dengan program IT

Lebih terperinci

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UANG MUKA DALAM PRODUK CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI GRESIK A. Analisa Pembayaran Uang Muka dalam Produk Cicil Emas di Bank Syariah Mandiri Gresik Produk

Lebih terperinci

RESCHEDULING PEMBIAYAAN MURA<BAHAH MUSIMAN

RESCHEDULING PEMBIAYAAN MURA<BAHAH MUSIMAN BAB IV ANALISIS PENENTUAN PEMBAYARAN MARGIN PADA PROSES RESCHEDULING PEMBIAYAAN MURA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membuka semua tabir kerapuhan perbankan konvensional. Akibat krisis ekonomi tersebut telah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pensiun 1. Pengertian Pensiun Dana pensiun adalah sekumpulan aset yang dikelola dan dijalankan oleh suatu lembaga untuk menghasilkan suatu manfaat pensiun, yaitu suatu pembayaran

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA A. Aplikasi Tabungan Rencana Multiguna PT. Bank Syariah Bukopin, Tbk Cabang Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam kegiatan usaha dan lembaga keuangan (bank, asuransi, pasar modal, reksa

Lebih terperinci