BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 18 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Surat Keterangan Asal Usul Kayu di Desa Jugalajaya Dalam rangka mendorong bergeraknya sektor kehutanan dengan dukungan ekonomi rakyat, diperlukan pengakuan, perlindungan dan tertib peredaran hasil hutan dari hutan hak atau lahan masyarakat atau kebun masyarakat oleh Kementerian Kehutanan RI mengenai Tata Usaha Kayu Rakyat, untuk itu diterbitkan dokumen berupa Surat Keterangan Asal Usul Kayu () yang pada dasarnya untuk memudahkan masyarakat saat menjual kayunya, karena jika sesuai dengan peraturan, masyarakat akan lebih mudah dan dilindungi privatisasinya dalam memiliki, mengangkut dan memperniagakan kayu rakyat. Surat Keterangan Asal Usul () adalah surat keterangan sahnya hasil hutan yang digunakan untuk dokumen pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak. Hutan hak dapat dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah berupa : sertifikat hak milik, Letter C, dan girik untuk tanah milik, serta sertifikat untuk Hak Guna Usaha dan Hak Pakai. diterbitkan oleh kepala desa/lurah atau pejabat yang setara dengan kepala desa/lurah di wilayah dimana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut. pejabat penerbit ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan usulan kepala dinas kehutanan kabupaten/kota. Keadaan di Desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, menunjukkan bahwa dikeluarkan oleh kepala desa yang ditunjuk oleh Bupati Kabupaten Bogor berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor Nomor 522/530 SK-Kehut tentang penetapan pejabat penerbit Surat Keterangan Asal Usul Kayu () kayu di Kabupaten Bogor. Setiap calon pejabat penerbit wajib mengikuti pelatihan tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak/rakyat yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Saat dilakukan survey ke beberapa desa, ternyata tidak semua pejabat penerbit adalah kepala desa misalnya Desa Wangunjaya Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor pejabat penerbit adalah sekretaris desa yang telah mengikuti pelatihan dan terdaftar sebagai pejabat penerbit dengan No Reg

2 19 30/1101//Spn/KB/KO. Hal ini terjadi, dikarenakan kepala desa yang berkaitan tidak dapat mengikuti pelatihan pada waktu yang telah ditentukan, sehingga kepala desa menyerahkan mandat kepada sekretaris desa Tata Cara Penerbitan Blanko Menurut Pejabat Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor, tata cara untuk mendapatkan izin pemanfaatan kayu di tanah milik menyaratkan fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah, jenis tegakan, jumlah dan potensi tegakan. Sebelum menerbitkan, Kepala Desa wajib melakukan pemeriksaan atas kebenaran asal usul kayu dan kepemilikannya serta melakukan pengujian dan pengukuran untuk mengetahui jenis dan volume kayu. Kemudian dibuat Daftar Hasil Hutan (DHH) sesuai dengan hasil pengukuran tersebut, selanjutnya diterbitkan. Tata cara alur penerbitan dokumen dan pelaporan diatur lebih lanjut oleh masing-masing kepala dinas provinsi dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.33/Menhut-II/2007 (Pasal 9, ayat 4). Untuk lebih jelas mengenai tata cara penerbitan dokumen dapat dilihat pada Gambar 2. Terbitkan Dokumen Hutan Hak Tidak Lengkap /Tidak Sah Lengkap dan Sah Pengukuran & Penetapan Jenis Dokumen Permohonan Pemilik Hutan Hak Cek Lokasi & Bukti Kepemilikan Pengangkutan Kayu Kades/Lurah (Penerbit ) Gambar 2 Alur penerbitan dokumen (Dephut 2011). Adapun tata cara penerbitan menurut pejabat desa, yaitu pemohon/pengusaha hanya membawa daftar kayu bulat/kayu olahan saja dan langsung dapat segera diterbitkan tanpa dilakukannya pemeriksaan

3 20 kebenaran lokasi dan volume kayu yang akan diangkut. Beberapa pejabat penerbit mengatakan bahwa hal ini terjadi karena kendala waktu dan lokasi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya pemeriksaan. Pemohon/pengusaha mengatakan bahwa setiap izin penerbitan dikenakan administrasi sebesar Rp untuk sekali penerbitan. Hal ini dikarenakan mengacu pada Peraturan Desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Nomor 01 Tahun 2010 tentang anggaran pendapatan dan belanja desa tahun anggaran Waktu yang dibutuhkan untuk mengurus penerbitan blanko tersebut kurang lebih 20 menit. Alur penerbitan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Pemohon/pemilik kayu membawa daftar kayu bulat/olahan Pengesahan Oleh Kepala Desa (Penerbit ) Administrasi Rp Penerbitan Pengangkutan kayu Gambar 3 Tata cara penerbitan dokumen di lapangan Kesesuaian Peraturan Dengan Pelaksanaan di Desa Jugalajaya Penerapan penerbitan dokumen di lapangan tidak sesuai dengan tata cara yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pejabat penerbit, kegiatan cek lokasi dan bukti kepemilikan, serta pengukuran dan penetapan jenis tidak dilakukan. Hal ini terjadi karena alasan kendala waktu yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan tersebut. Pada kenyataannya, pejabat penerbit tidak melakukan pemeriksaan dan pengukuran bukan karena kendala waktu, tetapi karena tidak adanya biaya yang diberikan sehingga mereka tidak berinisiatif untuk melakukan kegiatan tersebut. Penjelasan lebih lanjut mengenai kesesuaian peraturan dengan pelaksanaan di lapangan dapat dilihat pada Tabel 7.

4 21 Tabel 7 Kesesuaian peraturan dengan pelaksanaan di Desa Jugalajaya Aspek Kajian Ketentuan Permenhut Fakta di Lapangan Permenhut No.P.51/2006 Pasal 6 Ayat (1) Permenhut No.P.51/2006 Pasal 6 Ayat (2) Permenhut No.P.51/2006 Pasal 7 Ayat (1) Permenhut No.P.51/2006 Pasal 9 Ayat (1) Dalam penerbitan, Kepala Desa wajib melakukan pemeriksaan atas kebenaran asal usul hasil hutan kayu dan kepemilikannya yaitu dengan mengecek dan memastikan bahwa hasil hutan kayu tersebut berasal dari lokasi yang benar yang dibuktikan dengan adanya alas titel/hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 2. Sebelum menerbitkan, Kepala Desa melakukan pengukuran atas kayu yang akan diangkut, dan dalam pelaksanaannya dapat menunjuk salah satu aparatnya. Penerbitan dilakukan dengan menggunakan blanko sesuai dengan format yang telah ditetapkan. Kepala Desa setiap bulannya wajib melaporkan penerbitan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Kegiatan cek lokasi, bukti kepemilikan, dan penetapan jenis tidak dilakukan karena tidak adanya biaya untuk kegiatan tersebut. Kegiatan pengukuran tidak dilakukan, karena tidak adanya biaya untuk kegiatan tersebut. Blanko tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan, desa membuat blanko sendiri karena dengan menggunakan blanko desa, lebih simpel dan tanpa harus adanya laporan ke dinas kehutanan. Kepala Desa tidak melaporkan penerbitan, karena desa tidak menggunakan blanko provinsi. Permenhut No.P.33/2007 Pasal 4 Ayat (2) Permenhut No.P.33/2007 Pasal 5 Ayat (1) Jenis-jenis kayu bulat atau kayu olahan rakyat yang pengangkutannya menggunakan dokumen adalah sebagaimana yang tercantum dalam lampiran Peraturan ini. diterbitkan oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat setara/pejabat lain di desa tersebut dimana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut. Jenis kayu rakyat yang pengangkutannya menggunakan dokumen tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan, misalnya: jenis kayu yang dalam pengangkutannya hanya cukup dengan menggunakan nota yang diterbitkan penjual seperti kayu afrika, nangka, mangga, kecapi, kelapa, pulai gading, kemang, bambu, jengkol, dan kapuk pada kenyataannya di lapangan tetap dimasukkan ke dalam dokumen. Masih ditemukan yang diterbitkan oleh kepala desa yang bukan desa dimana kayu tersebut berasal. Blanko dokumen di Desa Jugalajaya tidak sesuai dengan blanko dokumen yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi. Alasan pejabat desa menggunakan blanko desa adalah karena akses desa yang jauh dengan dinas kehutanan kabupaten, sehingga pejabat desa enggan untuk meminta blanko dari dinas kehutanan. Selain akses desa yang jauh ke kota, jaringan komunikasi agak sulit sehingga desa membuat blanko sendiri. Pada

5 22 kenyataannya, pejabat desa membuat blanko sendiri karena dengan menggunakan blanko desa, lebih simpel dan tanpa harus adanya laporan ke dinas kehutanan. Dalam Permenhut Nomor P.33/Menhut-II/2007 Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa jenis-jenis kayu bulat atau kayu olahan rakyat yang pengangkutannya menggunakan dokumen ada 21 jenis, tetapi pada kenyataanya di lapangan, jenis kayu yang pengangkutannya menggunakan dokumen menjadi tidak sesuai. Hal ini dikarenakan dokumen yang diterbitkan oleh desa, berbeda dengan dokumen dari dinas kehutanan provinsi. Selain itu, dalam Permenhut Nomor P.33/Menhut-II/2007 Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa diterbitkan oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat setara/pejabat lain di desa tersebut dimana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut. Namun, kenyataan yang ditemukan di lapangan, tidak jarang diterbitkan oleh kepala desa yang bukan desa dimana kayu tersebut berasal. Hal ini biasanya terjadi bila blanko di desa bersangkutan sudah habis dan kepala desa sedang berhalangan, sehingga untuk penerbitan dilimpahkan pada kepala desa lain. Selain itu tengkulak juga biasanya ketika dalam pengangkutan kayu yang akan diangkut belum memenuhi target muatan, tengkulak tidak mengurus di desa tersebut, dan melanjutkan pembelian kayu di desa lainnya dan ketika target muatan telah tercapai, maka barulah tengkulak mengurus. Dampak dari permasalahan tersebut yaitu, data dan informasi mengenai produksi kayu rakyat dan potensi kayu rakyat dari desa dimana tersebut diterbitkan menjadi tidak relevan Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Jugalajaya Kelompok Tani Hutan Kelompok Tani Hutan (KTH) di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat terbentuk atas keinginan masyarakat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi melalui usaha tani. Keadaan ini didukung dengan potensi hutan rakyat di Desa Jugalajaya yang mayoritas petaninya menanam kayu sengon dan karet. Hutan Rakyat di Desa Jugalajaya dikelola oleh KTH Mandiri yang berdiri sejak tahun KTH Mandiri terdiri dari 50 orang anggota. KTH Mandiri mendapatkan kepercayaan dari Balai Pengelolaan Das Citarum Ciliwung untuk melaksanakan program Penanaman One Man One Tree

6 23 (OMOT) pada tahun 2009 (Anonim 2009). Dari kegiatan tersebut, KTH Mandiri mendapatkan bantuan bibit. Adapun jenis bibit yang diberikan, beserta jumlahnya dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Kegiatan OMOT di KTH Mandiri No Jenis Bibit Jumlah Bibit 1 Sengon (Paraserianthes falcataria) Durian (Durio zibetinus) 15 3 Manggis (Gacinia mangostana) 15 4 Suren (Toona sureni) 500 Jumlah Sumber: Data OMOT BPDas Citarum Ciliwung (2009) Banyak hal yang melatarbelakangi terbentuknya kelompok tani. Menurut Sentot (2010) secara garis besar latar belakang atau dasar berdirinya kelompok tani dapat dikelompokkan dalam dua golongan. Pertama, kelompok yang berdiri karena ada dorongan dari luar, baik karena ada program bantuan atau proyek. Kedua, kelompok tani yang terbentuk karena dorongan dari dalam, yaitu masyarakat atau petani itu sendiri. Usia atau lama berdirinya kelompok tidak menjamin tercapainya peningkatan kelas kelompok. Sebaliknya, kelompok yang didirikan dari bawah atau inisiatif masyarakat sendiri dapat menjadi modal dasar bagi berkembangnya kelompok secara lebih baik Potensi Hutan Rakyat Potensi hasil hutan di lahan yang dibudidayakan petani hutan rakyat adalah hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu berupa getah karet, tanaman buah, dan palawija. Jenis tanaman palawija yang ditanam adalah Singkong (Manihot utilissima) dan Kacang Tanah (Arachis hypogea). Jenis tanaman buah yang ditanam, yaitu : Manggis (Garcinia mangostana), Durian (Durio zibetinus), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Petai (Parkia speciosa), Kopi (Coffea arabica), Mentimun (Cucumis sativus), dan Pisang (Musa paradisiaca). Pola tanam yang digunakan adalah sistem tumpangsari. Jenis tanaman kayu yang dibudidayakan, yaitu : Sengon (Paraserianthes falcataria), Kayu Karet (Hevea brasiliensis), Mangium (Acacia mangium), Afrika (Maeopsis emanii), dan Jabon (Anthocephalus cadamba). Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa

7 24 jenis tanaman yang selalu ada/ditanam di lahan hutan rakyat adalah jenis Sengon dan Karet yang selalu ditanam oleh masyarakat secara bersamaan (tumpangsari). Adapun kondisi tegakan dan potensi hutan rakyat di desa jugalajaya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini : Gambar 4 Kondisi tegakan dan potensi hutan rakyat di Desa Jugalajaya. Menurut hasil penelitian Andi (2010) tujuan masyarakat menanam sengon dan karet secara bersamaan pada lahan miliknya yaitu ketika pohon sengon dipanen pada umur 5 tahun, maka pada tahun berikutnya pohon karet sudah dapat disadap dan langsung dapat menghasilkan pendapatan setiap harinya sampai masa produktifnya habis (25 tahun), sehingga pendapatan masyarakat akan terusmenerus (kontinyu/diperoleh). Begitu halnya dengan lahan yang ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian, sambil menunggu masa panen sengon atau kayu karet, maka setiap tahun masyarakat juga mendapatkan penghasilan Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Hasil hutan kayu dari hutan rakyat di Desa Jugalajaya dipasarkan ke wilayah Kecamatan Jasinga, Kecamatan Cigudeg dan bahkan sampai ke Provinsi Banten. Menurut salah satu anggota Kelompok Tani Mandiri menjelaskan bahwa pemasaran hasil hutan kayu dari hutan rakyat di Desa Jugalajaya relatif mudah, karena para pembeli (tengkulak) kayu yang langsung datang ke kelompok tani dan bertemu dengan pemilik kayu. Pembeli ada yang berasal dari Desa Jugalajaya sendiri ataupun dari luar Desa Jugalajaya. Penentuan harga pun berada di musyawarah antara pembeli dan pemilik pohon. Berdasarkan hasil wawancara dengan pembeli kayu/tengkulak menjelaskan bahwa sistem jual beli yang biasa

8 25 dilaksanakan di hutan rakyat adalah pembeli yang menebang dan menentukan pohon yang memenuhi kriteria dengan diawasi pemilik pohon. Tengkulak melakukan transaksi jual beli dengan petani dengan sistem borongan per hamparan. Dalam sekali panen, biasanya jumlah kayu yang dapat diangkut mencapai 4-5 truk dengan kapasitas 4-5 m 3 /truk untuk ukuran kayu berdiameter > 18 cm dan 3 m 3 /truk untuk diameter < 18 cm. Waktu rata-rata yang diperlukan dalam satu kali panen untuk luasan tertentu adalah selama 2 hari dengan produktivitas mencapai 2 truk/hari. Jumlah pekerja yang dibutuhkan tergantung letak lokasi dan jumlah pohon pada luasan areal yang akan ditebang. Untuk lokasi penebangan yang dekat dengan akses jalan, jumlah pekerja yang diperlukan untuk menyarad kayu adalah 6-7 orang dengan upah sebesar Rp /hari/orang, sedangkan untuk lokasi penebangan yang jauh dari akses jalan bisa mencapai 12 orang dengan upah sebesar Rp /hari/orang. Dalam kegiatan penebangan biasanya dibutuhkan 2 orang penebang pohon (chainsawman) dengan upah sebesar Rp /hari/orang. Dari hasil wawancara dengan industri penggergajian (sawmill), hasil produk kayu olahan yang dihasilkan dari log kayu sengon berupa papan, balok, kaso dan reng dengan ukuran-ukuran tertentu. Produk kayu yang dihasilkan dari satu log kayu sengon dengan ukuran diameter > 20 cm adalah balok (10 cm x 10 cm x 3 m), papan (3 cm x 20 cm x 3 m), kaso (4 cm x 6 cm x 3 m) dan reng (2 cm x 5 cm x 3 m). Adapun produk olahan kayu hutan rakyat, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5. Papan Kaso Gambar 5 Produk olahan kayu hutan rakyat.

9 Respon Masing-Masing Pelaku Usaha Terhadap Respon merupakan reaksi atau jawaban yang diberikan terhadap sesuatu. Respon yang diberikan dapat berbentuk ucapan maupun tindakan. Respon yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap penerimaan suatu proyek/kegiatan berbedabeda. Pebedaan respon yang ditunjukkan masyarakat terhadap kegiatan tersebut dapat dilihat dari tahapan yang disebut proses adopsi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) proses-proses adopsi tersebut terdiri dari 5 tahap, yaitu : awareness stage (tahap sadar), interest stage (tahap minat), evaluation stage (tahap evaluasi), trial stage (tahap percobaan), dan adoption stage (tahap adopsi). Berdasarkan pengamatan di lapangan, pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan secara langsung terdiri dari empat pelaku usaha, yaitu pejabat dinas kehutanan, pejabat desa, petani, dan tengkulak/pengusaha. Pejabat dinas merupakan pihak yang mengeluarkan petunjuk teknis (Juknis) dalam pelaksanaan penatausahaan hasil hutan dan mengatur ketersediaan blanko, pejabat desa merupakan pejabat penerbit, sedangkan petani, tengkulak dan pengusaha merupakan pihak yang mengajukan permohonan blanko. Data hasil wawancara tentang respon responden terhadap disajikan berikut ini : Respon Petani Hutan Rakyat Terhadap Petani hutan rakyat yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Petani di Desa Jugalajaya mengetahui keberadaan dengan informasi yang diperoleh dari : informasi dari kelompok tani (33,33%), informasi dari pejabat desa (23,33%), atau informasi dari tengkulak (43,33%). Pemahaman petani terhadap hanya sebatas fungsi sebagai dokumen pengangkutan hasil hutan dari hutan hak. Data hasil wawancara tentang respon petani hutan rakyat terhadap disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Respon petani terhadap No Tahapan Pernyataan Jawaban Jumlah % Adopsi 1 Sadar Mengetahui a. informasi dari kelompok tani b. informasi dari Pejabat Desa c. informasi dari tengkulak ,33 23,33 43,33 2 Minat Mengetahui informasi tentang a. mengetahui tata cara penerbitan b.mengetahui jenis kayu yang menggunakan blanko c. tidak mau tahu mengenai ,33 66,67

10 27 Tabel 9 (lanjutan) No Tahapan Pernyataan Jawaban Jumlah % Adopsi 3 Evaluasi Mulai mempertimbang kan untuk menggunakan penting untuk dokumen angkutan karena kewajiban Percobaan Mencoba menggunakan tidak mencoba menggunakan, karena petani ingin simpel dengan cara menjual kayu ke tengkulak Adopsi Menggunakan pada periode berikutnya Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (2011) tidak pernah menggunakan, karena sistem penjualan kayu melalui tengkulak Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa petani hutan rakyat di Desa Jugalajaya hanya 3 orang yang mengetahui tata cara penerbitan dokumen (10%). Menurut ketua kelompok tani, hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi baik dari dinas pertanian dan kehutanan maupun dari pejabat desa setempat. Petani menganggap penting (100%) hanya sebatas kewajiban untuk dokumen dalam pengangkutan kayu agar tidak ditilang oleh polisi dan dinas perhubungan. Dari kelima tahapan adopsi, hanya tahap sadar, tahap minat, dan tahap evaluasi saja yang dilakukan oleh petani, sedangkan tahap percobaan dan tahap adopsi tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan sistem penjualan kayu di hutan rakyat biasanya melalui tengkulak, jadi tengkulaklah yang selama ini mengurus dokumen. Maka dapat dikatakan bahwa respon petani terhadap adalah negatif Respon Tengkulak/Pengusaha Hutan Rakyat Terhadap Tengkulak/Pengusaha hutan rakyat yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Semua Tengkulak/Pengusaha yang diwawancarai mengetahui. Tidak jauh berbeda dengan petani hutan rakyat, pemahaman tengkulak/pengusaha terhadap sama saja, yaitu hanya sebatas fungsi sebagai dokumen pengangkutan hasil hutan dari hutan hak. Tengkulak/Pengusaha mengetahui keberadaan dengan sumber informasi, yaitu : informasi dari pejabat desa (20%), informasi dari rekanan sesama tengkulak/pengusaha (40%), atau informasi dari Pejabat Dinas Kehutanan (40%).

11 28 Data hasil wawancara tentang respon tengkulak/pengusaha terhadap disajikan pada Tabel 10 sebagai berikut. Tabel 10 Respon tengkulak/pengusaha terhadap No Tahapan Pernyataan Jawaban Jumlah % Adopsi 1 Sadar Mengetahui a.informasi dari Pejabat Desa 1 20 b.informasi dari rekanan sesama 2 40 tengkulak/pengusaha c.informasi dari Pejabat Dinas Minat Mengetahui informasi tentang Kehutanan tahu tata cara penerbitan dan mengetahui jenis kayu yang menggunakan Evaluasi Mulai mempertimbang kan untuk menggunakan 4 Percobaan Mencoba menggunakan 5 Adopsi Menggunakan pada periode berikutnya Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (2011) penting untuk dokumen angkutan karena kewajiban menggunakan blanko desa untuk pengangkutan kayu menggunakan blanko Desa dalam setiap kegiatan pengangkutan kayu Tengkulak/pengusaha mengetahui tata cara penerbitan dan mengetahui jenis kayu yang menggunakan (100%). Tetapi pengetahuan mereka hanya sebatas mengetahui tata cara penerbitan blanko format desa (Lampiran 7). Menurut salah satu tengkulak/pengusaha kayu, setiap kali mengurus blanko dikenakan biaya administrasi sebesar Rp Tengkulak/pengusaha menganggap penting untuk dokumen angkutan karena kewajiban (100%), karena selain untuk dokumen pengangkutan kayu, juga digunakan sebagai syarat untuk mengurus dokumen angkutan berikutnya setelah kayu bulat dari hutan rakyat diolah, yaitu Faktur Angkut Kayu Olahan (FA-KO). Tengkulak/pengusaha selama ini menggunakan untuk pengangkutan kayu (100%), tetapi blanko yang selama ini mereka gunakan adalah blanko dari desa (Lampiran 7). Seharusnya blanko diterbitkan oleh dinas propinsi (Lampiran 6). Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan serta sanksi dari dinas kehutanan setempat dalam pelaksanaan

12 29 di lapangan. Respon tengkulak/pengusaha dengan adanya adalah netral, karena kelima tahapan adopsi dilaksanakan tetapi tidak sesuai dengan isi Peraturan tentang Respon Pejabat Desa Terhadap Desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, mulai menerbitkan pada tahun Pejabat penerbit adalah kepala desa yang ditetapkan oleh Bupati Bogor. Setelah sebelumnya mengikuti pelatihan tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak/rakyat yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Pejabat desa yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Data hasil wawancara tentang respon pejabat desa terhadap disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Respon pejabat desa terhadap No Tahapan Pernyataan Jawaban Jumlah % Adopsi 1 Sadar Mengetahui a.informasi dari Kepala Desa 2 40 b.informasi dari Pejabat Dinas Minat Mengetahui informasi tentang 3 Evaluasi Mulai mempertimbang kan untuk menggunakan 4 Percobaan Mencoba menerapkan 5 Adopsi Menerapkan pada periode berikutnya Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (2011) Kehutanan a.mengetahui jenis kayu yang menggunakan blanko b.mengetahui tata cara penerbitan penting untuk dokumen angkutan agar tertib aturan mencoba menerbitkan blanko Desa menerbitkan blanko Desa secara kontinu Pejabat desa yang diwawancarai mengetahui dengan sumber informasi, yaitu : informasi dari Kepala Desa (40%) atau informasi dari Pejabat Dinas Kehutanan (60%). Pejabat Desa menganggap penting untuk dokumen angkutan agar tertib aturan (100%) tetapi pada pelaksanaanya Desa Jugalajaya menggunakan blanko desa untuk pengangkutan kayu, bukan blanko dari Dinas Kehutanan provinsi karena dengan menggunakan blanko desa, lebih simpel dan tanpa harus adanya laporan ke Dinas

13 30 Kehutanan. Dari kelima tahapan adopsi diatas, maka dapat dikatakan bahwa respon pejabat desa terhadap adalah netral, karena kelima tahapan adopsi dilaksanakan tetapi tidak sesuai dengan isi Peraturan tentang Respon Pejabat Dinas Kehutanan Terhadap Pejabat dinas kehutanan yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Pejabat dinas yang diwawancarai yaitu : pejabat Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dan UPT Dinas Pertanian dan Kehutanan Kecamatan Leuwiliang. Data hasil wawancara tentang respon pejabat dinas kehutanan terhadap disajikan pada Tabel 12 sebagai berikut. Tabel 12 Respon pejabat Dinas Kehutanan terhadap No Tahapan Pernyataan Jawaban Jumlah % Adopsi 1 Sadar Mengetahui Permenhut No. P.33/ Minat Mengetahui informasi tentang a. tahu tata cara penerbitan b.mengetahui jenis kayu yang menggunakan blanko Evaluasi Mulai mempertimbang kan untuk menggunakan 4 Percobaan Mencoba menerapkan 5 Adopsi Menerapkan pada periode berikutnya Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (2011) c. mengetahui tujuan penting untuk dokumen angkutan dan tertib aturan Mencoba menyalurkan Meyalurkan blanko secara kontinu Pejabat dinas yang diwawancarai semuanya mengetahui dengan informasi yang diperoleh dari Permenhut No P.33/2007 (100%). Pejabat dinas juga mengetahui beserta tata cara penerbitannya. Hal ini dapat ditunjukkan dari pengetahuan mereka tentang isi Permenhut tersebut. Menurut salah satu pejabat dinas, tujuan Permenhut tersebut adalah untuk penertiban peredaran kayu yang berasal dari hutan hak. Selain itu, tujuan Permenhut tersebut adalah sebagai pedoman dalam peredaran hasil hutan di hutan hak. Dari hasil wawancara, pejabat dinas menyalurkan dokumen ke desa-desa melalui UPT Dinas Pertanian dan Kehutanan setempat jika ada permohonan dari pejabat desa. Dari kelima

14 31 tahapan adopsi diatas, maka dapat dikatakan bahwa respon pejabat Dinas Kehutanan terhadap adalah positif, karena kelima tahapan adopsi dilaksanakan dan sesuai dengan isi Permenhut Nomor P.33/2007 tentang Kendala Pelaksanaan Surat Keterangan Asal Usul () untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak telah berlaku sejak dikeluarkannya Permenhut No.P.51/Menhut-II/2006 dan berlaku efektif sejak tanggal 18 Oktober Di Desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, mulai berlaku sejak tahun 2009, setelah ditetapkannya pejabat penerbit oleh Bupati Bogor. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Adapun kendala yang ditemukan dilapangan diantaranya adalah sebagai berikut : Dokumen Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan terdapat blanko yang dikeluarkan oleh desa (Lampiran 7) sehingga blanko dari Dinas Kehutanan Provinsi tidak digunakan. Alasan pejabat desa menggunakan blanko desa adalah karena akses desa yang jauh dengan Dinas Kehutanan Kabupaten, sehingga pegawai desa tidak bersedia untuk meminta blanko dari Dinas Kehutanan. Selain akses desa yang jauh ke kota, jaringan komunikasi relatif sulit, sehingga desa membuat blanko sendiri. Pada kenyataannya, pejabat desa membuat blanko sendiri karena dengan menggunakan blanko desa, lebih simpel dan tanpa harus adanya laporan ke Dinas Kehutanan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, penggunaan blanko desa (lampiran 7) selama ini tidak menjadi masalah dalam kegiatan pengangkutan Sistem Penjualan Kayu Hutan Rakyat Pada sub bab pemasaran hasil hutan, telah dijelaskan bahwa sistem pemasaran kayu hutan rakyat di Desa Jugalajaya adalah petani menjual kayu melalui tengkulak. Oleh karena itu seharusnya tengkulak ketika mengangkut kayu dari hutan rakyat, harus mengurus di desa asal kayu tersebut. Akan tetapi biasanya ketika kayu yang diangkut belum memenuhi target muatan, tengkulak tidak mengurus di desa tersebut, dan melanjutkan pembelian kayu di desa

15 32 lainnya dan ketika target muatan telah tercapai, maka barulah tengkulak mengurus. Padahal seharusnya tengkulak melapor ke desa setiap kali ada penebangan dan pengangkutan, agar data potensi kayu di desa yag bersangkutan terdata dengan rapi. Alasan tengkulak tidak mengurus karena jarak tempuh kayu yang akan diangkut tidak terlalu jauh dari desa asal kayu tersebut Jenis Kayu Angkutan Pada mulanya, penggunaan blanko hanya untuk pengangkutan 3 jenis kayu yang berasal dari hutan hak, yaitu : Kayu Karet (Hevea brasiliensis), Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria), dan Kayu Kelapa (Cocos nucifera) (Permenhut Nomor P.51/2006). Setelah dikeluarkan Permenhut Nomor P.33/2007, jenis kayu bertambah menjadi 21 jenis. Walaupun jenis kayu yang dicakup sudah lebih banyak, aktivitas atau kegiatan peredaran kayu yang berasal dari hutan hak/hutan rakyat yang bukan termasuk ke dalam jenis kayu yang diatur dalam Permenhut tersebut akan menjadi masalah bagi petani/pengusaha hutan rakyat. Hal ini disebabkan karena dokumen yang diurus lebih dari satu sehingga waktu dan biaya yang dikeluarkan akan semakin bertambah. Sementara pengangkutan kayu antara lain : Cempedak, Dadap, Duku, Jambu, Jengkol, Kelapa, Kecapi, Kenari, Mangga, Manggis, Melinjo, Nangka, Rambutan, Randu, Sawit, Sawo, Sukun, Trembesi, dan Waru tidak menggunakan dokumen maupun SKSKB cap KR, tetapi cukup menggunakan Nota yang diterbitkan penjual. Pada kenyataannya, jenis kayu rakyat yang pengangkutannya menggunakan dokumen tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan, misalnya: jenis kayu yang dalam pengangkutannya hanya cukup dengan menggunakan nota yang diterbitkan penjual, antara lain : Kayu Nangka, Mangga, Kecapi, Kelapa, Jengkol, dan Kapuk pada kenyataannya di lapangan tetap dimasukkan ke dalam dokumen. Menurut pejabat desa, hal ini dilakukan karena jenis kayu tersebut biasa ditanam oleh petani. Selain itu mempermudah petani dalam mengurus dokumen dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh petani.

16 Sosialisasi dan Pengawasan Dinas Kehutanan Kurangnya sosialisasi dari petugas Dinas Kehutanan Daerah kepada masyarakat, menyebabkan tidak berjalan efektif. Masyarakat juga banyak yang tidak mengetahui keberadaan blanko. Melihat sistem penjualan kayu hutan rakyat, maka sosialisasi sebaiknya tidak hanya dilakukan kepada petani, tetapi sosialisasi juga perlu dilakukan kepada tengkulak dan pengusaha industri penggergajian kayu. Selain itu, perlu dilakukan pengawasan oleh Dinas Kehutanan setempat agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan di lapangan, serta perlu adanya sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.51/MENHUT-II/2006 TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU) UNTUK PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

PENGANGKUTAN KAYU BUDIDAYA DARI HUTAN HAK (P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016)

PENGANGKUTAN KAYU BUDIDAYA DARI HUTAN HAK (P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016) PENGANGKUTAN KAYU BUDIDAYA DARI HUTAN HAK (P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016) NURUDIN, SP., MSi Kepala UPT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Pogogul Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah Hutan Hak Hutan Hak

Lebih terperinci

23 APRIL 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

23 APRIL 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG 23 APRIL 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 5 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENATAUSAHAAN KAYU RAKYAT DI KABUPATEN PONOROGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negar

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.830, 2015 KEMEN LH-K. Hasil Hutan. Hutan Hak. Penatausahaan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.21/MenLHK-II/2015 TENTANG PENATAUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, arif dan bijaksana untuk kesejahteraan manusia serta dijaga

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, arif dan bijaksana untuk kesejahteraan manusia serta dijaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan karunia Alloh SWT yang harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, arif dan bijaksana untuk kesejahteraan manusia serta dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU BUDIDAYA YANG BERASAL DARI HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 2 - Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundan

- 2 - Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundan PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG IJIN TEBANG KAYU RAKYAT DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DAN PEREDARAN HASIL HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IJIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IJIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IJIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka menjaga kelestarian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREDARAN KAYU RAKYAT

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREDARAN KAYU RAKYAT PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREDARAN KAYU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Definisi dan Batasan Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan diartikan sebagai suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

Oleh: Neny Triana, S.Hut I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Oleh: Neny Triana, S.Hut I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Oleh:, S.Hut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fungsi pokok BPPHP Wilayah IX Denpasar adalah pemantauan dokumen peredaran hasil hutan. Peraturan menteri yang menjadi payung hukum kegiatan peredaran

Lebih terperinci

BUPATI POI{TIANAK PERATURAN BUPATI PONTIANAK

BUPATI POI{TIANAK PERATURAN BUPATI PONTIANAK BUPATI POI{TIANAK PERATURAN BUPATI PONTIANAK NOMOR 'A TAHUN 2AO7 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN HUTAN HAK YANG BERADA DI AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) DAN LAHAN MASYARAKAT BUPATI PONTIANAK, Menimbang cl.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 8 Tahun 2012 Seri E Nomor 8 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA PEMANFAATAN DAN PEREDARAN KAYU YANG BERASAL

Lebih terperinci

PENATAUSAHAAN PEMASARAN KAYU RAKYAT

PENATAUSAHAAN PEMASARAN KAYU RAKYAT PENATAUSAHAAN PEMASARAN KAYU RAKYAT Oleh/By: Epi Syahadat e-mail : syahadatepi@yahoo.com Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunungbatu 5, PO BOX 272, Bogor 16610 Telp (0251)8633944,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/MENHUT-II/2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL DARI HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/MENHUT-II/2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL DARI HUTAN HAK PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/MENHUT-II/2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL DARI HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from th file MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.51/Menhut-II/2006 TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU) UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL DARI HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan terhadap

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG LEGALITAS DAN PEREDARAN HASIL KAYU HUTAN HAK/RAKYAT BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG LEGALITAS DAN PEREDARAN HASIL KAYU HUTAN HAK/RAKYAT BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG LEGALITAS DAN PEREDARAN HASIL KAYU HUTAN HAK/RAKYAT BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa hasil kayu hutan hak/rakyat di

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

4. Pemilik Industri Rumah Tangga/Pengrajin terhadap produk kayu yang diproduksinya, termasuk produk kayu yang diolah dari kayu bongkaran/kayu bekas (d

4. Pemilik Industri Rumah Tangga/Pengrajin terhadap produk kayu yang diproduksinya, termasuk produk kayu yang diolah dari kayu bongkaran/kayu bekas (d Lampiran. 3.9. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor : P.14/PHPL/SET/4/2016 Tanggal : 29 April 2016 Tentang : Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

Konsumsi Kayu. Tonny Soehartono

Konsumsi Kayu. Tonny Soehartono Konsumsi Kayu 62 Tonny Soehartono Bab 7 Konsumsi Kayu di Pulau Jawa Kebutuhan Kayu di Pulau Jawa Kayu dalam berbagai bentuk dan produk tidak terpisahkan dari kehidupan dan budaya manusia, baik pada tingkat

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut.

Lebih terperinci

RESPON PELAKU USAHA HUTAN RAKYAT TERHADAP KEBIJAKAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL KAYU

RESPON PELAKU USAHA HUTAN RAKYAT TERHADAP KEBIJAKAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL KAYU RESPON PELAKU USAHA HUTAN RAKYAT TERHADAP KEBIJAKAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL KAYU (Studi Kasus di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor) IKHSAN ARIEF RIFA I DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN DAN ATAU

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Karacak 1. Letak dan Luas Desa Karacak Desa Karacak secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dengan orbitasi

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU (IPHHK) DI PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU (IPHHK) DI PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU (IPHHK) DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TUMUR, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN DAN ATAU PEMUNGUTAN KAYU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang

Lebih terperinci

Kajian Penyempurnaan Pedoman Penatausahaan Hasil Hutan Di Hutan Hak/Rakyat (Kasus Di Provinsi Jawa Barat) Oleh Epi Syahadat dan Apul Sianturi

Kajian Penyempurnaan Pedoman Penatausahaan Hasil Hutan Di Hutan Hak/Rakyat (Kasus Di Provinsi Jawa Barat) Oleh Epi Syahadat dan Apul Sianturi Kajian Penyempurnaan Pedoman Penatausahaan Hasil Hutan Di Hutan Hak/Rakyat (Kasus Di Provinsi Jawa Barat) Oleh Epi Syahadat dan Apul Sianturi Ringkasan Penatausahaan hasil hutan dan pelaksanaannya oleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009 Tentang PENGGANTIAN NILAI TEGAKAN DARI IZIN PEMANFAATAN KAYU DAN ATAU DARI PENYIAPAN LAHAN DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN DENGAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DI LUAR KAWASAN HUTAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.45/MENHUT-II/2007 TENTANG TATA CARA IZIN PERALATAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DAN BUKAN KAYU

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PELANGGARAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN, IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DAN IZIN USAHA INDUSTRI

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 18 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 18 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 18 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN

Lebih terperinci

2. Undang -undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; 3. Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

2. Undang -undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; 3. Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 13.1/Kpts-II/2000 TANGGAL 6 NOVEMBER 2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEREDARAN DAN PEMASARAN HASIL HUTAN MENTERI KEHUTANAN, a. bahwa berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

Oleh / By : 1) Epi Syahadat & Subarudi. Key words : Private forests, wood administration system, utilization, circulation, transportation

Oleh / By : 1) Epi Syahadat & Subarudi. Key words : Private forests, wood administration system, utilization, circulation, transportation KAJIAN DAMPAK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.51/2006 TERHADAP EFEKTIFITAS PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI HUTAN RAKYAT (Study on the Implementation Impact of Forestry Minister Regulation

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KABUPATEN BOGOR DALAM MENDUKUNG KABUPATEN BOGOR TERMAJU DI INDONESIA

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KABUPATEN BOGOR DALAM MENDUKUNG KABUPATEN BOGOR TERMAJU DI INDONESIA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KABUPATEN BOGOR 204-208 DALAM MENDUKUNG KABUPATEN BOGOR TERMAJU DI INDONESIA Ir. Siti Nurianty, MM Kadistanhut Kab.Bogor Keberadaan hutan rakyat selain sudah menjadi tradisi atau

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA th file Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 128/Kpts-II/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, PEMBAYARAN DAN PENYETORAN DANA REBOISASI

Lebih terperinci

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR 7.1 Komoditas Unggulan di Kecamatan Pamijahan Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) terhadap komoditas pertanian di Kabupaten Bogor yang menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 42 ayat (8)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 46/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN

PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN KEMENTERIAN KEHUTANAN PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN J a k a r t a PERATURAN KEPALA PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN NOMOR : P. 01 /P2H-2/2012 TENTANG PEDOMAN PERMOHONAN PINJAMAN UNTUK PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.31/MENHUT-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.55/MENHUT- II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 101 108 ISSN 2407-9049 EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Marketing eficient

Lebih terperinci

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 25 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. IUPHHK. Hutan Tanaman Rakyat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur. No.142, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENHUT-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanaman semusim yang sering disertai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Para Aktor Dalam rantai nilai perdagangan kayu sengon yang berasal dari hutan rakyat, terlibat beberapa aktor (stakeholder) untuk menghasilkan suatu produk jadi

Lebih terperinci

KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI CIAMIS JAWA BARAT

KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI CIAMIS JAWA BARAT KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI CIAMIS JAWA BARAT Oleh : Epi Syahadat Ringkasan Penatausahaan hasil hutan dan pelaksanaannya oleh petugas/instansi di daerah asal dan tujuan peredaran kayu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik BUPATI KLATEN PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERCEPATAN PELAKSANAAN STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di KTH Girimukti Pengelolaan hutan rakyat dapat dikelompokkan ke dalam tiga sub sistem, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016

Lebih terperinci

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah. V. HASIL PENGAMATAN 5.1 Karakteristik Responden Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah. Responden petani berjumlah

Lebih terperinci

KAJIAN PENYEMPURNAAN PERATURAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN

KAJIAN PENYEMPURNAAN PERATURAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAJIAN PENYEMPURNAAN PERATURAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN Oleh: Epi Syahadat & Apul Sianturi 1) ABSTRAK Permasalahan dalam pelaksanaan penatausahaan hasil hutan masih belum terselesaikan dengan baik hingga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 251 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 251 TAHUN 2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 251 TAHUN 2006 TENTANG PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN RENCANA KERJA LIMA TAHUN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KE VIII ATAS NAMA PT. TELAGA MAS KALIMANTAN

Lebih terperinci

2011, No c. bahwa dalam rangka menjamin kepastian terhadap calon pemegang izin pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Menter

2011, No c. bahwa dalam rangka menjamin kepastian terhadap calon pemegang izin pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Menter BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.384, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Kemasyarakatan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.52/Menhut-II/2011 TENTANG PERUBAHAN KETIGA

Lebih terperinci

PELAYANAN PUBLIK DAN SYARAT-SYARAT PENGAJUAN KEGIATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

PELAYANAN PUBLIK DAN SYARAT-SYARAT PENGAJUAN KEGIATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR Dinas Kehutanan VISI DAN MISI VISI : Visi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir adalah : Terwujudnya Hutan yang Lestari dan Kebun yang Produktif MISI : Berdasarkan Visi yang telah

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengendalian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Analisis Model Transport Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku IPHHK Jawa Timur

Lampiran 1 Hasil Analisis Model Transport Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku IPHHK Jawa Timur Lampiran 1 Hasil Analisis Model Transport Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku IPHHK Jawa Timur GAMS Rev 145 x86/ms Windows 03/15/12 04:32:10 Page 1 G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

KAJIAN PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI HUTAN RAKYAT SEBAGAI DASAR ACUAN PEMANFAATAN HUTAN RAKYAT

KAJIAN PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI HUTAN RAKYAT SEBAGAI DASAR ACUAN PEMANFAATAN HUTAN RAKYAT KAJIAN PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI HUTAN RAKYAT SEBAGAI DASAR ACUAN PEMANFAATAN HUTAN RAKYAT STUDY ON FOREST PRODUCT ADMINISTRATION ORIENTATION IN COMMUNITY FOREST AS A BASIC REFERENCE IN COMMUNITY

Lebih terperinci

2017, No /KUM.1/11/2016 tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya yang Berasal dari Hutan Hak; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahu

2017, No /KUM.1/11/2016 tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya yang Berasal dari Hutan Hak; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahu No.1130, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya. Perubahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2017

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN BERBAGAI JENIS PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN KAYU/IPK TAHAP II KEPADA PT. MERDEKA PLANTATION INDONESIA PADA AREAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN RENCANA KERJA LIMA TAHUN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KE II ATAS NAMA PT. WANA AGUNG ASA UTAMA PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia No.1350, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Penerimaan Negara Bukan Pajak. Tanaman Hutan. Penyetoran. Pemungutan. Pengenaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 248 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 248 TAHUN 2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 248 TAHUN 2006 TENTANG PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN RENCANA KERJA LIMA TAHUN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KE II TAHUN 2006-2010 ATAS NAMA PT. KIANI

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DALAM HUTAN ALAM ATAU DALAM HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci