PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

Transkripsi

1 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengendalian terhadap peredaran kayu di Kabupaten Lamongan khususnya peredaran kayu hasil hutan yang berasal dari hutan hak di wilayah Kabupaten Lamongan perlu dilakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan perizinannya ; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, maka dalam rangka pengawasan dan pengendalian terhadap hasil hutan dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penatausahaan Hasil Hutan Hak di Kabupaten Lamongan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Diumumkan dalam Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1950) ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419) 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) ; 5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) ;

2 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4206) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453) ; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4695) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 22,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) ; 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/MENHUT-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak ; 15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/MENHUT-II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Hak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/MENHUT-II/2007 ; 16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/MENHUT-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.63/Menhut-II/2006 ; 17. Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Hak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/MENHUT-II/2007 ; 2

3 3 18. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 1988, Nomor 1/C) ; 19. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 55 Tahun 2000 tentang Kawasan Lindung di Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2000 Nomor 1/C). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN dan BUPATI LAMONGAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamongan. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamongan. 4. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan. 5. Dinas Daerah adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lamongan. 6. Kepala Desa/Lurah adalah Kepala Desa/Lurah atau pejabat yang setara yang ditunjuk dan ditetapkan sebagai Pejabat penerbit Dokumen SKAU oleh Kepala Daerah. 7. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 8. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel hak atas tanah, yang lazim disebut hutan rakyat yang diatasnya didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 9. Tanah Masyarakat adalah tanah pekarangan, tanah sawah, tegalan dan lain-lain yang ditanami dan menghasilkan kayu dan bukan kayu dibutktikan dengan alas titel atau hak atas tanah. 10. Hasil hutan yang berasal dari hutan hak adalah hasil hutan kayu yang berasal dari produksi hasil tanaman hutan hak termasuk tanaman yang berasal dari tanah masyarakat dan tanah perkebunan. 11. Kayu Bulat (KB) adalah hasil hutan hak berupa kayu yang merupakan bagian dari pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran diameter 30 cm atau lebih, dan panjang 1,30 m atau lebih. 12. Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah bagian dari pohon yang ditebang menjadi batang dengan ukuran diameter kurang dari 30 cm yang berasal dari produksi hutan hak. 13. Kayu Galian/pendem adalah kayu yang terpendam didalam tanah dengan jangka waktu tertentu. 14. Kayu bongkaran rumah adalah kayu yang berasal dari pembongkaran rumah/bangunan. 15. Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat (LHP-KB) adalah laporan dalam bentuk daftar manual nomor atas jumlah dan nomor batang, jenis kayu panjang diameter dan volume kayu bulat yang diproduksi.

4 16. Daftar Hasil Hutan (DHH) adalah dokumen yang berisi jenis, nomor batang/burdel/ikat/karung, ukuran panjang, diameter/tebal/lebar dan volume/berat hasil hutan yang berasal dari hutan hak sesuai pemeriksaan dan pengukuran yang dilakukan oleh kepala desa/lurah atau aparatnya. 17. Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) adalah surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat. 18. Surat Keterangan Sah Kayu Bulat Kayu Rakyat (SKSKB-KR) adalah dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan yang digunakan untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak selain jenis kayu yang ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2007 tanggal 24 Agustus Pejabat penerbit SKAU adalah Kepala Desa/Lurah atau pejabat yang setara dengan Kepala Desa/Lurah yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dokumen SKAU diwilayah dimana hasil hutan tersebut akan dipungut. 20. Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sah Kayu Bulat Kayu Rakyat (P2SKSKB-KR) adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dibidang kehutanan yang mempunyai kualifikasi sebagai pengawas penguji hasil hutan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. 21. Pengelola Blanko adalah petugas yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang menerima, menyimpan dan mendistribusikan blanko dokumen SKAU dan SKSKB-KR sesuai ketentuan yang berlaku. 22. Pengangkutan Kayu adalah memindahkan kayu dari satu tempat ke tempat lain dengan alat angkut maupun tenaga manusia. 23. Permohonan Ijin Tebang adalah permohonan untuk menebang pohon milik perorangan dan/atau badan hukum yang terletak diluar kawasan hutan. 24. Badan adalah statu bentuk badan yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, kumpulan, firma, kongsi, koperasi, atau organisasi yang sejenisnya, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. BAB II KETENTUAN PERIZINAN Bagian Kesatu Penebangan Pasal 2 (1) Setiap orang atau badan hukum yang akan melakukan penebangan pohon yang tumbuh di tanah milik dan/atau di tanah negara di luar kawasan hutan terlebih dahulu wajib memiliki izin dari Kepala Daerah dan/atau pejabat yang ditunjuk. (2) Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud pada mempunyai masa berlaku 1 (satu) kali dalam jangka waktu tertentu dan dapat diajukan perpanjangan maksimal 2 (dua) kali. (3) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada, setiap orang atau badan yang akan melakukan penebangan kayu harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah melalui Dinas yang membidangi. Pasal 3 (1) Pelaksanaan penebangan pohon oleh pemilik dan disaksikan oleh Tim Komisi Kayu. (2) Dari hasil penebangan dan pengukuran kemudian dibuat Laporan Hasil Penebangan (LHP) yang memuat nomor/jumlah batang, jenis kayu, panjang, diameter dan volume kayu dan disahkan oleh Pejabat Pengesah Laporan Hasil Penebangan (P2LHP) atau Pengawas Penguji Hasil Hutan yang berwenang. 4

5 5 Pasal 4 (1) Setiap orang atau Badan Hukum setelah melakukan penebangan pohon diwajibkan untuk menanam pohon kayu-kayuan sebagai pengganti yang ditebang dengan ketinggian minimal 100 cm dari permukaan tanah, kecuali bila bekas lahan diteban g akan digunakan untuk bangunan, maka tidak perlu diadakan penggantian pohon. (2) Penanaman sebagaimana dimaksud pada paling sedikit 4 (empat) pohon untuk setiap penebangan 1 (satu) pohon. Bagian Kedua Kayu Galian/Pendem Pasal 5 (1) Setiap orang atau Badan Hukum yang akan melakukan pencarian kayu galian/pendem wajib memiliki izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Izin penggalian kayu galian/pendem sebagaimana dimaksud pada mempunyai masa berlaku 1 (satu) kali dalam jangka waktu tertentu dan dapat diajukan perpanjangan maksimal 2 (dua) kali. (3) Untuk memperoleh Izin sebagaimana dimaksud pada, setiap orang atau badan yang akan melakukan penggalian kayu harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah melalui Dinas yang membidangi. Pasal 6 (1) Semua hasil kayu galian/pendem, wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian oleh petugas yang berwenang. (2) Tata cara pemeriksaan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Pengangkutan Pasal 7 (1) Setiap orang atau badan yang akan mengangkut kayu bulat dari kawasan hutan hak, di daerah wajib dilengkapi bersama-sama surat keterangan tanda legalitas dari pejabat yang berwenang. (2) Prosedur dan Tata Cara perolehan Surat keterangan tanda legalitas sebagaimana dimaksud pada diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 8 (1) Setiap orang atau badan berhak untuk melakukan penebangan dan/atau pengangkutan atas kayu hasil hutan hak/perkebunan yang dikuasainya. (2) Penebangan dan/atau pengangkutan atas kayu hasil hutan hak/perkebunan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV PENGAWASAN Pasal 9 (1) Untuk kelancaran dan ketertiban kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 diadakan pengendalian dan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6 6 (2) Pengendalian dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada dilakukan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 10 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada adalah pelanggaran. BAB VI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 11 (1) Selain Penyidik Umum (Polri), Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada adalah a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana ; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana ; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana ; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagai mana dimaksud pada huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana ; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan ; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 14 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

7 7 BAB VIII KET ENTUAN PENUTUP Pasal 15 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 16 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Penebangan Kayu dan Tata Usaha Kayu Rakyat di Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2003 Nomor 5/C) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan. Ditetapkan di Lamongan pada tanggal 31 Juli 2008 BUPATI LAMONGAN ttd, MASFUK

8 8 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN I. UMUM Hutan dan kawasan hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan, termasuk lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting. Kondisi hutan belakangan ini sangat memprihatinkan yang ditandai dengan meningkatnya laju degradasi hutan, kurang berkembangnya investasi dibidang kehutanan, rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya illegal logging dan illegal trade. Selanjutnya dengan diberlakukan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 51/MENHUT- II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang berasal dari hutan hak, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/MENHUT-II/2007, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 16 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Penebangan Kayu dan Tata Usaha Kayu Rakyat perlu untuk disesuaikan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 angka 1 s/d angka 19 angka 20 Jenis-jenis kayu bulat rakyat atau kayu olahan rakyat yang pengangkutannya menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) meliputi akasia, asam candís, durian, ingul/suren, jabon/samama, jati puti, karet, ketapang, kulit Manis, makadamia, mindi, petai, pulpa, sengon dan sungkai. angka 21 Jenis-jenis kayu bulat rakyat atau kayu olahan rakyat yang pengangkutannya menggunakan Surat Keterangan Sah Kayu Bulat Kayu Rakyat meliputi bayur, jati, mahoni, medang, kemiri dan terap/tarok. angka 22 s/d angka 35 Pasal 2 Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk menerbitkan Surat Keterangan Asal Usul Kayu Hak. ayat (3)

9 9 Pasal 3 Tim Komisi Kayu merupakan Tim yang dibentuk oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang diambilkan dari tenaga teknis yang diberi wewenang untuk melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap kayu yang akan ditebang. Pasal 4 Penanaman pohon dimaksudkan untuk menjaga kelestarian fungsi hutan produksi. Pasal 5 Umur rumah/jembatan/perahu minimal 20 (dua puluh) tahun dikhususkan bagi rumah/jembatan/perahu milik Pemerintah Daerah. Pasal 6 Pasal 7 Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk memberikan izin pencarian kayu galian/pendem. Pasal 8 Petugas yang berwenang adalah petugas yang ditunjuk oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kayu galian/pendem. Pasal 9 Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk menerbitkan Surat Keterangan Sah Kayu Bulat Kayu Rakyat (SKSKB-KR). Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12

10 10 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16