PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN"

Transkripsi

1 PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 RINGKASAN IWAN GUNAWAN. Perlakuan Sterilisasi Eksplan Anggrek Kuping Gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) dalam Kultur In vitro. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan AGUS HIKMAT. Kerusakan hutan di Indonesia yang sampai saat ini masih banyak terjadi, akan mengancam kelestarian anggrek alam yang ada. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka tidak mustahil anggrek alam Indonesia lambat laun akan punah. Salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek alam adalah melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan. Dengan kultur jaringan, dapat melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan pelestarian anggrek yang tidak dapat dilakukan secara konvensional. Tahap awal dalam keberhasilan kegiatan kultur jaringan adalah sterilisasi eksplan. Apabila kegiatan sterilisasi ini tidak berhasil, maka kegiatan selanjutnya tidak bermanfaat. Kesulitan pelaksanaan sterilisasi terjadi apabila eksplan berasal dari lapang, eksplan terbatas, dan tidak ada informasi dari penelitian yang pernah dilakukan (tanaman baru). Eksplan yang berasal dari lapang banyak mengandung kotoran atau mikroorganisme-mikroorganisme yang membuat tanaman sangat rentan kontaminasi baik eksternal (permukaan) maupun internal (bagian dalam jaringan). Untuk tanaman baru perlu dilakukan ekplorasi dengan perlakuan khusus seefektif dan seefisen mungkin, apalagi eksplan yang digunakan terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan tahap awal untuk mencoba melestarikan spesies anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) yang terancam punah dan sudah masuk dalam CITES Apendiks II melalui perlakuan sterilisasi eksplan dalam kultur in vitro. Perlakuan sterilisasi eksplan ada dua macam, yaitu secara mekanik dan secara kimia. Perlakuan sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu secara kimia. Bahan kimia yang digunakan meliputi fungisida, bakterisida, bayclin, HgCl 2, antibiotik, dan alkohol. Banyaknya faktor penyebab tingkat kontaminasi, menyulitkan penentuan suatu prosedur standar sterilisasi yang berlaku untuk semua tanaman. Percobaan dilakukan sebanyak 11 kali perlakuan dengan jumlah ulangan 30 per perlakuan kecuali pada perlakuan ke-11 jumlah ulangan sebanyak 70. Dari ke sebelas perlakuan sterilisasi tersebut, maka puncak kontaminasi paling lama yaitu 30 HSI, kontaminasi bakteri paling sedikit yaitu sebanyak 3%, dan jumlah browning paling sedikit yaitu 0% pada perlakuan sterilisasi menggunakan fungisida dan bakterisida 5 g/l selama 30 menit, bayclin 10% selama 10 menit, dan alkohol 70% selama 5 menit (FBByA 1). Untuk kontaminasi jamur paling sedikit yaitu sebanyak 10%, sumber kontaminasi pada eksplan paling sedikit yaitu sebanyak 17%, dan sumber kontaminasi pada media paling sedikit yaitu 0% pada perlakuan sterilisasi menggunakan HgCl % selama 1 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 2 menit (HByBy 3). Sedangkan pada perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 1 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 5 menit dengan pembilasan yang berkali-kali dan media yang mengandung ZPT (HByBy 4), sebanyak 41% eksplan masih hidup. Kata kunci : anggrek kuping gajah, Apendiks II, kultur jaringan, sterilisasi.

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perlakuan Sterilisasi Eksplan Anggrek Kuping Gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) dalam Kultur In vitro adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2007 Iwan Gunawan NIM E

4 Judul Skripsi Nama NIM : Perlakuan Sterilisasi Eksplan Anggrek Kuping Gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) dalam Kultur In vitro : Iwan Gunawan : E Menyetujui : Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Ir. Edhi Sandra, MSi Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal Lulus : 16 Maret 2007

5 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua. Hanya dengan ijin dan ridha-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang dilaksanakan selama enam bulan dari September 2006 sampai Februari 2007 dengan judul Perlakuan Sterilisasi Eksplan Anggrek Kuping Gajah (Bulbophyllum Beccarii Rchb.f) dalam Kultur In vitro. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Bapak Ir. Edhi Sandra, MSi. dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F. selaku pembimbing, Bapak Dr. Ir. Hardjanto, MS. sebagai penguji wakil Departemen Manajemen Hutan dan Bapak Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan sebagai penguji wakil Departemen Hasil Hutan. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada staf dan pegawai Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak, dan seluruh keluarga, keluarga besar Paserasa Seroja Putih, serta saudara- saudaraku KSH 39 atas segala do a dan dukungannya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi di masa yang yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Maret 2007 Penulis

6 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 27 Juli 1982 sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Burhanudin dan Ooy. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Rimba Madya Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai ketua UKM IPB Paserasa Seroja Putih tahun dan masih aktif sebagai anggota keluarga besar, anggota UKM IPB Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman , anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Forestra tahun 2003 s.d 2005 yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA). Pada tahun 2004 penulis bergabung dalam Tim Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI 2004) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, dan di tahun yang sama melaksanakan kegiatan magang mandiri di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Pada tahun 2005 penulis bergabung dalam Tim Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI 2005) di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat. Pada tahun penulis dipercaya sebagai asisten dosen mata kuliah Konservasi Tumbuhan Obat dan Konservasi Tumbuhan Langka serta aktif dalam kegiatan pelatihan kultur jaringan di Unit Kultur Jaringan Lab. Konservasi Tumbuhan, DKSHE. Selain itu, di tahun 2005 penulis juga melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Ciamis, CA Leuweung Sancang, dan CA/TWA Kawah Kamojang BKSDA Jabar II. Pada tahun 2006 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul Perlakuan Sterilisasi Eksplan Anggrek Kuping Gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) dalam Kultur In vitro dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, Msi. dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F.

7 iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.... i DAFTAR TABEL.... v DAFTAR GAMBAR.... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggrek Kuping Gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f ) Taksonomi Morfologi Habitat dan Ekologi Penyebaran Kultur Jaringan Pengertian Kultur Jaringan Kultur Jaringan Anggrek Media Kultur Lingkungan Tumbuh dalam Kultur Jaringan Zat Pengatur Tumbuh Kultur Jaringan sebagai Pelengkap Penyimpanan Plasma Nutfah Manfaat Kultur Jaringan Eksplan Sterilisasi Eksplan BAB III METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan... 16

8 iv Alat-Alat Jenis Data Data Sekunder Data Primer Pelaksanaan Penelitian Sterilisasi Pembuatan Media Penanaman Pengamatan Analisa Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Sterilisasi Eksplan Pembentukan Kalus Tingkat Kontaminasi Masalah dalam Kultur Jaringan dan Pengendaliannya BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

9 v DAFTAR TABEL No Halaman 1. Eksplan tanpa perlakuan sterilisasi di laminar air flow cabinet (Kontrol) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan fungisida dan bakterisida 5 g/l selama 30 menit, bayclin 10% selama 10 menit, dan alkohol 70% selama 5 menit (FBByA 1) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan fungisida dan bakterisida 5 g/l selama 30 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan alkohol 70% selama 1 menit (FBByA 2) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan antibiotik 5 g/l selama 4 jam dan alkohol 70% selama 7 menit (AnAl) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan bayclin 25%, 20%, dan 10% masing-masing selama 7 menit (3By 1) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan bayclin 25%, 20%, dan 5% masing-masing selama 7 menit (3By 2) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 10 menit (HgCl) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 5 menit, bayclin 10% selama 10 menit, dan bayclin 10% selama 5 menit (HByBy 1) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 5 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 5 menit (HByBy 2) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 1 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 2 menit (HByBy 3) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 1 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 5 menit (HByBy 4)... 35

10 vi DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) Bagian-bagian anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) Eksplan mati karena bahan sterilan Grafik tingkat kontaminasi jamur Grafik tingkat kontaminasi bakteri a. Jamur hitam b. Jamur putih c. Jamur merah d. Bakteri Kecendrungan resiko kontaminasi Grafik tingkat sumber kontaminasi pada media Grafik tingkat sumber kontaminasi pada eksplan Kontaminan yang menyerang bagian dalam jaringan daun Browning (pencoklatan)... 42

11 vii DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Nama-nama bahan kimia untuk sterilisasi permukaan eksplan beserta kisaran konsentrasi dan lama perendamannya Pembuatan larutan stock MS (Murashige dan Skoog) Skema pembuatan media MS volume satu liter Tingkat kontaminasi pada seluruh perlakuan sterilisasi permukaan eksplan Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 5 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 5 menit (HByBy 2) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 1 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 2 menit (HByBy 3) Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl % selama 1 menit, bayclin 10% selama 7 menit, dan bayclin 10% selama 5 menit (HByBy 4)... 55

12 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga anggrek mempunyai lebih banyak spesiesnya daripada keluarga tumbuhan bunga-bungaan lainnya. Para ahli tumbuh-tumbuhan berkeyakinan anggrek mempunyai kurang lebih spesies dari 750 genus yang berbeda yang tersebar di seluruh dunia, dan sekitar 5000 spesies terdapat di hampir semua pulau di Indonesia. Kalimantan, Papua, Sumatera, dan Jawa termasuk pulau-pulau yang terkenal di dunia karena kekayaan anggreknya (Darmono 2003; Rudhy 2006). Kalimantan memiliki kawasan hutan sangat luas dan berpotensi sebagai tempat tersebarnya plasma nutfah. Salah satu potensi plasma nutfah yang tidak ternilai harganya adalah anggrek. Berbagai spesies anggrek dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di hamparan belantara khatulistiwa ini. Diperkirakan hutan Kalimantan menyimpan spesies anggrek. Khususnya yang tumbuh di Kalimantan Barat diantaranya dari genus Dimorphorchis, Paphiopedillum, Phalaenopsis, Dendrobium, Ceologyne, Eria, Grammatophyllum, Aerides dan spesies Bulbophyllum beccarii Rchb.f. (Equator Online Development Team 2002). Genus Dendrobium dan Phalaenopsis merupakan anggrek komersial yang menguasai pasar anggrek lebih dari 80 % (Setiawan 2005). Di antara spesies-spesies anggrek yang ada, anggota Bulbophyllum merupakan genus yang paling besar (Hawkes 1965). Namun, di Kalimantan Barat spesies B. beccarii atau nama lokalnya anggrek kuping gajah merupakan salah satu anggrek alam yang sekarang terancam punah dan spesies ini sudah masuk dalam CITES Apendiks II (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Kekayaan spesies anggrek yang dimiliki ini merupakan potensi yang sangat berharga bagi keanekaragaman sumber daya genetik anggrek di Indonesia. Namun sangat disayangkan, keanekaragaman anggrek tersebut terancam kelestariannya karena maraknya penebangan hutan dan konversi hutan. Penyebab lain adalah banyaknya pencurian terselubung oleh orang asing terhadap anggrekanggrek asli alam dengan dalih kerjasama dan sumbangan dana penelitian. Sementara itu, hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan

13 2 pengembangan dan pemanfaatan spesies anggrek alam. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka tidak mustahil spesies anggrek alam Indonesia lambat laun akan punah. Salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek alam adalah melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan. Dengan kultur jaringan, dapat melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan pelestarian anggrek yang tidak dapat dilakukan secara konvensional. Dengan kultur jaringan juga dapat dilakukan perbanyakan anggrek dengan jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, bisa dihasilkan anggrek yang memiliki sifat sama dengan induknya dan pertumbuhannya relatif seragam (Sandra 2003). Dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan tumbuhan, banyak sekali masalah-masalah yang muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Salah satu gangguan yang sering terjadi dalam kegiatan kultur adalah berasal dari bahan tumbuhan. Misalnya, tumbuhan berasal dari alam/lapang, kondisi tumbuhan yang terserang penyakit, dan bahan yang tersedia terbatas. Tumbuhan yang berasal dari lapang sudah pasti mengandung debu, kotoran, dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya dan bahkan bisa pada bagian dalam jaringan. Kontaminan yang berasal dari lingkungan tersebut bisa mengakibatkan tumbuhan terserang penyakit. Kondisi tumbuhan yang terserang penyakit atau terkontaminasi mikroorganisme baik eksternal (permukaan) maupun internal (bagian dalam jaringan), tidak mudah untuk dilakukan pengkulturan. Kesulitan perbanyakan tumbuhan yang terkontaminasi mikroorganisme dengan kultur jaringan, yaitu bagaimana mematikan atau menghilangkan mikroorganisme dengan bahan sterilian tanpa mematikan tumbuhan (eksplan) (Darmono 2003; Santoso dan Nursandi 2002). Menurut Gunawan (1987) bahan-bahan sterilisasi yang biasa digunakan umumnya bersifat toksik terhadap jaringan. Permasalahan lain yang sering terjadi pada kegiatan kultur jaringan adalah peristiwa browning (pencoklatan). Menurut Sandra (2003), setiap tumbuhan akan mengeluarkan larutan fenol yang akan bereaksi dengan udara (oksigen) sehingga menghasilkan larutan berwarna coklat yang disebut quinon. Larutan yang berwarna coklat tersebut jika terakumulasi pada media akan meracuni eksplan.

14 3 Di Indonesia perbanyakan anggrek kuping gajah belum pernah dilakukan, khususnya dengan teknik kultur jaringan. Sehingga, berbagai informasi mengenai perbanyakan anggrek dengan kultur jaringan ini belum ada. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian awal dalam upaya memperbanyak anggrek kuping gajah melalui kultur jaringan. Menurut Wetherell (1982), tahap awal yang harus dilakukan dalam kegiatan kultur jaringan adalah sterilisasi eksplan. Sterilisasi ini dilakukan untuk mensucihamakan dan membebaskan eksplan dari mikroorganisme, sehingga bisa ditumbuhkan dalam media kultur dengan kondisi yang aseptik. Menurut Sandra dan Medi (2002), sterilisasi merupakan permasalahan utama yang menentukan keberhasilan kultur jaringan, terutama sterilisasi eksplan yang berasal dari luar atau lapang. Jika sterilisasi gagal maka kegiatan selanjutnya tidak bermanfaat. 1) 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh dari beberapa perlakuan sterilisasi terhadap eksplan anggrek kuping gajah dalam kultur in vitro. 1.3 Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal mengenai sterilisasi eksplan yang sesuai, sehingga ke depan bisa dilakukan penelitian kultur jaringan dengan tujuan pengembangan ke arah pemuliaan dan perbanyakan. Setelah perbanyakan berhasil dilakukan maka diharapkan dapat merubah/menghapus status anggrek kuping gajah dari CITES Apendiks II atau Genting (Endangered) menjadi CITES Non Apendiks. 1) Sandra, E. dan L. Medi. Garis Besar Bahan Kuliah Pelatihan Kultur Jaringan. Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor, 2002, hal 16.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggrek Kuping Gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) Taksonomi Taksonomi dari anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Klas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida : Asparagales : Orchidaceae : Bulbophyllum : Bulbophyllum beccarii Gambar 1 Anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) Sumber : The Wikimedia Foundation Inc Morfologi Anggrek kuping gajah merupakan tumbuhan pemanjat sempurna dan termasuk jenis efipit. Diameter umbi batang semu (rhizome) mencapai cm, gemuk, memanjat dengan bentuk melingkar (spiral) di pohon. Akar banyak sepanjang rhizome dengan diameter 1-3 mm. Umbi semu (pseudobulbs) panjangnya cm secara terpisah. Daun panjangnya bisa mencapai x cm. Tangkai bunga panjangnya x 7-14 cm dengan dihiasi banyak bunga yang rapat. Bunga 2 x 1.5 cm dengan bau yang kurang sedap, berwarna ungu kehitam-hitaman. Bakal buah panjangnya 2-3 cm. Kelopak tengah panjangnya 1.2 x cm. Kelopak sisi kiri panjangnya x cm triangular-ovate. Tajuk bunga panjangnya x cm. Bibir bunga cm, 0.3 lebar pada dasar. Tiang mercu bunga mm, pollen berjumlah empat (Handoyono dan Prasetya 2006; Hawkes 1965; Wood 1997). Untuk bagian-bagian anggrek dapat dilihat pada Gambar 2.

16 5 Gambar 2 Bagian-bagian anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) Keterangan gambar : A. Akar G. Bibir bunga (lip) B. Daun H. Bakal buah (pedicel with ovary) C. Bunga I. Tiang mercu bunga (column) D. Kelopak tengah (dorsal sepal) J. Tudung kepala sari (anther-cap) E. Kelopak sisi kiri (lateral sepal) K. Polen (pollinia) F. Tajuk bunga (petal) Habitat dan Ekologi Anggrek kuping gajah tumbuh di hutan tanah podsol bersama genus Dacrydium, Rhododendron, Tristania, dan lain-lain; hutan rawa tanah gambut bersama spesies Shorea albida, hutan dataran rendah Dipterocarpaceae dengan ketinggian 600 m dpl, serta di hutan kerangas (Chan et. al. 1994; Hawkes 1965; Wood 1997) Penyebaran Anggrek kuping gajah tersebar di Brunei, Borneo (Kalbar) merupakan spesies endemik, Sabah (di daerah Nabawan bagian atas sungai Kinabatangan), dan Sarawak (Taman Nasional Bako, distrik Betong, hutan Saribas) (Chan et. al. 1994; Handoyono dan Prasetya 2006; Hawkes 1965; Wood 1997).

17 6 2.2 Kultur Jaringan Pengertian Kultur Jaringan Kultur jaringan (tissue culture) adalah suatu teknik mengisolasi bagianbagian tanaman (sel, sekelompok sel, jaringan, organ, protoplasma, tepung sari, ovari dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap yang mempunyai sifat sama seperti induknya dalam suatu lingkungan yang aseptik (bebas hama dan penyakit). Selanjutnya Teknik ini juga disebut kultur in vitro (in vitro culture) yang artinya kultur di dalam wadah gelas (Nugroho dan Sugito 2002; Wattimena et al. 1992). Menurut Albert et al. (1994) pakar biokimia dan pakar biologi berpendapat bahwa in vitro mengacu pada reaksi-reaksi biokimia yang berlangsung di luar sel hidup. Sedangkan in vivo mengacu ke reaksi-reaksi yang berlangsung dalam sebuah sel hidup. Menurut Wetherell (1982) bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah dalam suatu kultur (in vitro). Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini, memiliki kemampuan untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan dalam upayanya untuk bisa tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi tumbuhan yang utuh. Dengan kata lain bahwa di dalam masingmasing sel tumbuhan mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan pada lingkungan yang sesuai. Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi. Kultur jaringan terdiri atas beberapa tahap kegiatan. Profesor Murashige dari Universitas California membagi kultur in vitro dalam tiga tahap. Tahap I yang juga di sebut sebagai tahap persiapan eksplan, di mana eksplan disucihamakan dan dibebaskan dari mikroorganisme, selanjutnya ditumbuhkan dalam media kultur dengan kondisi yang aseptik. Tahap II yaitu tahap penggandaan propagul dengan cara meningkatkan jumlah cabang asiler ataupun pembentukan tunastunas baru. Tahap III adalah tahap pendewasaan lebih lanjut dari calon tanaman dengan merangsang pembentukan akar dan pertumbuhan (aklimatisasi). Tahap III ini juga disebut sebagai tahap penyesuaian atau tahap pra tanam (Wetherell 1982). Tahapan-tahapan ini kemudian disempurnakan oleh Deberg dan Maena (1981)

18 7 dalam Wattimena et al.(1992) menjadi 5 tahap, yaitu: 1) Seleksi tanaman induk, 2) Pemantapan kultur aseptik, 3) Produksi propagul, 4) Persiapan planlet sebelum diaklimatisasi, dan 5) Aklimatisasi planlet. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam kultur jaringan dapat digolongkan menjadi 4 golongan utama, yaitu: 1. Genotipe dari sumber bahan tanaman yang digunakan 2. Media, mencakup tentang komponen penyusun media dan juga zat pengatur tumbuh tanaman yang digunakan 3. Lingkungan tumbuh tanaman yaitu keadaan fisik tempat kultur ditumbuhkan 4. Fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan. Kempat faktor tersebut dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya (Wattimena et al. 1992) Kultur Jaringan Anggrek Penelitian kultur jaringan anggrek yang pertama kali dipublikasikan adalah hasil percobaan George Morel pada tahun 1960 yang dilakukan untuk mendapatkan tanaman Cymbidium bebas virus (Bergman 1972 dalam Wattimena et al.1986). Sejak dipublikasikannya percobaan tersebut, pemakain kultur jaringan untuk perbanyakan vegetatif anggrek semakin pesat perkembangannya (Wattimena et al.1986). Pada tahun 1964, sebuah perusahaan anggrek di Perancis berhasil memproduksi klon-klon anggrek secara komersial. Perusahaan tersebut juga menggunakan istilah mericlon bagi tanaman anggrek hasil perbanyakan lewat kultur jaringan seperti yang disarankan oleh Gordon Dilon sebelumnya (Bertsch 1967 dalam Wattimena et al.1986) Media Kultur Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon (gula),

19 8 vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel 1991). Media hara dapat berbentuk padat, semi padat dan cair (Wattimena et al. 1992). Komposisi formulasi dari suatu media, harus mengandung nutrien esensial makro dan mikro serta sumber tenaga. Zat-zat tersebut bisa dicampur sendiri dari bahan dasarnya atau diperoleh sudah dalam bentuk campuran. Biasanya ditambah zat pengatur tumbuh, seperti hormon-hormon dan penyangga misalnya agar. Banyak formulasi media yang ada, masing-masing berbeda dalam hal kuantitas maupun kualitas komponennya. Dari sekian banyak formulasi yang ada, beberapa buah diantaranya telah sering dipakai. Antara lain seperti yang telah dikemukakan oleh Toshio Murashige dan dipublikasikan oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962 (Wetherell 1982). Media yang dipakai dalam kultur jaringan telah banyak dikembangkan oleh beberapa peneliti. Di dalam media tersebut biasanya terkandung senyawasenyawa kimia yang diperlukan oleh jaringan tanaman (Drew 1980 dalam Wattimena et al.1986). Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam media disusun dalam perimbangan tertentu. Perimbangan yang tepat dari senyawa penyusun tersebut perlu dan menentukan tipe pertumbuhan yang akan terbentuk dari eksplan yang ditanam (Drew 1980; Murashige 1977a dalam Wattimena et al.1986). Setiap media kultur mempunyai kespesifikan yang tertentu. Media Murashige dan Skoog (MS) merupakan media kultur yang umum digunakan para ahli karena dapat dipakai untuk mengulturkan berbagai macam tanaman, termasuk anggrek. Sementara itu, media Vacin dan Went (VW) merupakan media kultur yang khusus dipergunakan untuk anggrek (Sandra 2003). Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat, kalium, dan amoniumnya yang tinggi (Wetter dan Constabel 1991). Dewasa ini beberapa media kultur jaringan dapat dibeli dalam bentuk bubuk yang telah dipersiapkan. Tergantung dari jenisnya, media kultur jaringan ada yang hanya mengandung garam mikro serta vitamin, ada juga yang lengkap sampai hormon dan gula (Nugroho dan Sugito 2002).

20 Lingkungan Tumbuh dalam Kultur Jaringan Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam lingkungan tumbuh kultur jaringan yaitu cahaya, temperatur, dan keadaan udara ruang kultur. Dari penelitian yang ada dapat menunjukkan bahwa pada umumnya cahaya dapat memperbaiki pertumbuhan. Dengan adanya cahaya dapat dihasilkan tanaman yang hijau dan berdaun normal (Murashige 1977b dalam Wattimena et al.1986). Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan organogenesis. Pembentukan kalus maksimum sering terjadi di tempat yang lebih gelap (Hendaryono dan Wijayani 1994). Menurut Wetherell (1982) bahwa sebagai sinar tiruan yang banyak disukai dalam penumbuhan tanaman adalah lampulampu fluorensi. Hal ini disebabkan lampu-lampu jenis itu selain mampu memancarkan sinar yang lebih merata, juga mempunyai kemampuan mengubah energi listrik menjadi energi cahaya yang tiga kali lebih besar daripada lampu biasa. Kekuatan penyinaran lampu fluorensi antara foot candle ( lux). Bila dipakai lampu fluorensi putih standar digunakan lampu yang berkekuatan 40 watt, dengan jarak cm dari rak kultur. Waktu penyinaran yang paling baik berlangsungnya foto periode selama 16 jam. Temperatur ruang kultur terdiri dari suhu dan kelembaban relatif. Suhu ruang kultur biasanya dijaga berkisar antara C. Pada beberapa tanaman, temperatur ruangan berpengaruh pada proses morfogenesis yang terjadi dari jaringan yang ditanam (Wattimena et al.1986). Suatu kondisi dimana suhu yang dibuat berbeda untuk periode (masa) gelap dan periode terang, dengan membuat suhu pada periode gelap lebih rendah dari periode terang berpengaruh baik bagi beberapa spesies (Wetherell 1982). Suatu wadah kultur yang tertutup rapat akan jenuh oleh uap air. Bila kelembaban ruangan udara rendah, penguapan air dari media kultur akan terlalu besar. Dalam hal ini kelembaban ruang kultur perlu dinaikan, tetapi kelembaban ruang kultur yang tinggi akan menyebabkan terjadinya terjadinya pertumbuhan mikroba diluar wadah kultur dan alat-alat (Wetherell 1982). Kelembaban relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH pada keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi khusus (Hendaryono dan Wijayani 1994).

21 10 Keadaan udara ruang kultur berpengaruh terhadap perkembangan kultur jaringan yang dilakukan. Gas-gas yang dikeluarkan oleh jaringan tanaman misalnya etilen, akan terkumpul dalam botol kultur dan dapat menghambat pertumbuhan jaringan. Sedangkan keadaan udara ruang kultur di luar botol jika tidak bersih dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada kultur yang disimpan (Wattimena et al.1986). Menurut Wetherell (1982) bahwa udara dalam ruang kultur perlu dijaga supaya tetap bersih dan bebas dari debu. Terutama karena adanya pertukaran udara dalam wadah kultur dengan udara dalam ruang kultur. Supaya dapat terjadi pertukaran udara yang bebas dari debu, maka diperlukan terjadinya aliran udara yang bertekanan dari dalam ke luar. Tanaman in vitro sangat peka terhadap polusi, gas-gas, dan lain-lain. Maka perlu juga diperhatikan bahwa tanaman harus terhindar dari pengaruh asap, gas yang berasal dari cat, etilen, belerang oksida, ozon, dan polutan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan. 2.3 Zat Pengatur Tumbuh Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapt mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas serta pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Zat pengatur tumbuh angat diperlukan sebagai komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam media, pertumbuhan sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan kalus dan organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh tersebut. Menurut Wattimena et al.(1992) dan BPPK DEPHUT (1994) zat pengatur tumbuh auksin mempunyai peran mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukan akar, pembungaan pada Bromeliaceae, pembentukan buah partenokarpi, pembentukan bunga betina pada tanaman diocious, dominan apikal, respon tropisme, serta menghambat pengguguran daun, bunga dan buah.

22 11 Menurut Weherell (1982) peran auksin dalam kultur jaringan yang pertama adalah merangsang pertumbuhan pucuk-pucuk baru, dan yang kedua adalah merangsang pembentukan akar. Zat pengatur tumbuh auksin seperti 2.4- Dikloro fenoksiasetat (2.4-D) dan Naftalen Asam Asetat (NAA) merupakan jenis zat pengatur tumbuh yang stabil dibandingkan dengan Indol Asam Asetat (IAA). 2.4 Kultur Jaringan sebagai Pelengkap Penyimpanan Plasma Nutfah Langkah pertama menuju konservasi in vitro adalah penyimpanan plasma nutfah (Benson 1999). Menurut Suryowinoto (1996), plasma nutfah adalah tanaman yang dahulu pernah dapat memenuhi kebutuhan manusia, tanaman yang sekarang ada dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan tumbuhtumbuhan yang diperkirakan nantinya akan berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dipusat-pusat penyimpanan plasma nutfah disimpan biji-biji, bagian vegetatif seperti akar rimpang, umbi atau bagian lain, disimpan selama berbulanbulan atau bertahun-tahun, tergantung macam tanamannya untuk nantinya dapat ditumbuhkan kembali seperti sediakala. Setelah bioteknologi maju pesat terutama dalam kultur in vitro, maka mulai muncul pemikiran untuk memakai hasil kultur jaringan untuk bahan plasma nutfah yang dipreservasi. Untuk cryopreservation dapat dipakai hasil-hasil kultur jaringan, antara lain plantula, kalus, protocorm like bodies (plb), embryoid, hasil kultur sel, protoplas, meristem ujung yang bebas infeksi virus. 2.5 Manfaat Kultur Jaringan Menurut Darmono (2003); Hendaryono dan Wijayani (1994); serta Sandra dan Medi (2002) manfaat yang bisa didapatkan dari kultur jaringan adalah sebagai berikut : 1. Bibit dapat diperbanyak dalam jumlah besar dan relatif cepat. 2. Bibit unggul, cepat berbuah serta tahan hama dan penyakit. 3. Seragam atau sama dengan induknya, tetapi dapat juga menimbulkan keberagaman. 4. Efisiensi tempat dan waktu. 5. Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara kontinyu. 6. Untuk skala besar biaya lebih murah. 7. Cocok untuk tanaman yang sulit beregenerasi.

23 12 8. Menghasilkan tanaman bebas virus. 9. Menghasilkan bahan bioaktif/metabolit sekunder tanpa menanam di luar atau di lapang. 10. Kultur jaringan sesuai dengan program pemuliaan konvensional seperti penyelamatan embrio. 11. Produksi bahan-bahan sekunder dapat melalui kultur sel, jaringan, dan organ, misalnya produksi papain dari pepaya. 12. Proses tukar-menukar plasma nutfah menjadi lebih mudah. 13. Plasma nutfah bisa disimpan dalam bentuk sel-sel yang kompeten dalam regenerasi. 1) 2.6 Eksplan Eksplan adalah potongan/bagian jaringan yang diisolasi dari tanaman yang digunakan untuk inisiasi suatu kultur in vitro (Sandra dan Karyaningsih 2000). 2) Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) bahwa ekplan yang dipilih harus merupakan bagian-bagian tanaman yang mempunyai sel aktif membelah (sel meristem), karena pada bagian-bagian sel ini mengandung hormon tanaman yang baik untuk membantu pertumbuhan. Pengambilan eksplan dari jaringan dewasa (in deferensiasi) dalam waktu lama tidak akan terbentuk kalus, sebab kemampuan untuk membentuk jaringan tidak ada. Meskipun dari tanaman dewasa ini terjadi penambahan volume, tetapi tidak terjadi penambahan sel sebab tidak mengalami pembelahan sel. Sedangkan pada jaringan meristem akan terjadi penambahan sel. Pada prinsipnya eksplan dapat diambil dari semua bagian tanaman baik dari jaringan akar, batang, dan daun. Biasanya sebagai bahan eksplan dipilih bagian-bagian jaringan yang belum banyak mengalami perubahan bentuk dan kekhususan fungsi atau dipilih bagian-bagian yang bersifat meristematik (Majnu 1975 dalam Wattimena et al.1986). Pemakain tunas pucuk, tunas samping, tunas bunga, daun bunga, daun, cabang muda, akar, umbi, bagian-bagian embrio, anther, dan beberapa bagian lainnya sering dilakukan dalam kultur jaringan beberapa tanaman tertentu (Haramaki dan Heuser 1980 dalam dalam Wattimena et al.1986). Ukuran eksplan yang dipakai bervariasi tergantung tujuan pembiakannya. Eksplan ukuran besar lebih mudah terkontaminasi, sedangkan yang kecil lebih sedikit kemungkinannya terkena kontaminasi. Namun, eksplan 2) Sandra, E. dan I. Karyaningsih Panduan Teknis Pelatihan Kultur Jaringan. Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor, 2000, hal 1.

24 13 yang kecil mempunyai persentase kematian jaringan yang tinggi dibandingkan eksplan yang lebih besar. Menurut Sandra (2003) bahwa secara teori setiap bagian anggrek bisa digunakan sebagai eksplan sepanjang bagian tanaman tersebut masih hidup. Perbedaannya adalah tingkat kesulitannya. Bagian-bagian tanaman anggrek yang bisa dijadikan eksplan seperti biji anggrek, tunas pucuk, meristem pucuk dan lateral, meristem akar, jaringan muda anggrek (daun muda, tangkai bunga muda, atau bunga muda), jaringan dewasa anggrek, dan jaringan tua anggrek. Bagian yang sering digunakan sebagai eksplan adalah bagian meristem atau bagian anggrek yang masih muda. 2.7 Sterilisasi Eksplan Menurut Sandra dan Karyaningsih (2000), sterilisasi adalah proses untuk mematikan atau menonaktifkan spora dan mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan lagi berkembang biak atau menjadi sumber kontaminan selama proses perkembangan berlangsung. 2) Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) sterilisasi eksplan dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu secara mekanik dan secara kimia. Sterilisasi eksplan secara mekanik digunakan untuk eksplan yang keras (misalnya tebu, biji salak, dan sebagainya) atau berdaging (misalnya wortel, umbi, dan sebagainya), yaitu dengan membakar eksplan tersebut di atas lampu spiritus sebanyak tiga kali. Sedangkan sterilisasi eksplan secara kimia digunakan untuk eksplan yang lunak (jaringan muda) seperti daun, tangkai daun, anther, dan sebagainya. Bahan-bahan kimia yang sering digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan antara lain: 1. Sodium hipoklorit Nama dagangnya adalah clorox dan bayclin. Konsentrasi untuk sterilisasi tergantung dari kelunakan eksplan, dapat 5%-20% dan waktunya antara 5-10 menit. 2. Mercuri klorit Nama dagangnya adalah sublimat 0.05%. Penggunaan bahan kimia ini harus hati-hati karena bersifat racun. Cara perlakuan sterilisasinya sama dengan clorox, hanya waktunya lebih pendek karena sublimat bersifat keras.

25 14 3. Alkohol 70% Alkohol lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk alkohol 95%. Jamur biasanya mati dengan alkohol 70%, sedangkan dengan alkohol 95% masih tetap hidup. Dari ketiga bahan kimia tersebut, perlakuan sterilisasinya biasanya dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. Untuk perlakuan sterilisasi di luar laminar air flow cabinet biasanya menggunakan fungisida dan bakterisida. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan/jamur. Fungisida yang digunakan untuk sterilisasi merupakan fungisida sistemik. Fungisida sistemik adalah senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada tanaman akan bertranslokasi ke bagian lain. Merek dagang fungisida sistemik yang bisa digunakan antara lain benlet, previcur N, derosal 500 EC. Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah bakteri. Merek dagang bakterisida sistemik yang bisa digunakan antara lain streptomycine (Wudianto 2002). Deterjen (rinso) digunakan untuk mencuci eksplan sekaligus menghilangkan mikroba-mikroba yang menempel pada permukaan eksplan. Pencucian biasanya menggunakan deterjen secukupnya selama 3-7 menit. Pencucian yang terlalu lama atau buih deterjen yang terlalu kental dapat merusak jaringan (Hendaryono dan Wijayani 1994). Menurut Sandra (2003), prinsip dasar sterilisasi eksplan adalah mensterilkan eksplan dari berbagai mikroorganisme, tetapi eksplannya tidak ikut mati. Setiap tanaman memerlukan perlakuan khusus sehingga sebelum mengulturkan tanaman baru perlu melakukan percobaan sterilisasi. Sebagai patokan, konsentrasi bahan dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi eksplan sebagai berikut : 1. Sterilisasi Ringan Eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10

26 15 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali. 2. Sterilisasi Sedang Eksplan direndam dalam HgCl mg/l selama 7 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali. 3. Sterilisasi Keras Eksplan direndam dalam HgCl mg/l selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam alkohol 90% selama 15 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali. Menurut Gunawan (1987) ada sekitar sepuluh jenis bahan yang digunakan dalam sterilisasi permukaan, yaitu kalsium hipoklorit, natrium hipoklorit, hidrogen peroksida, gas klorin, perak nitrat, merkuri klorid, betadin, fungisida, antibiotik, dan alkohol. Untuk bahan-bahan kimia sterilan lebih lengkapnya bisa dilihat di lampiran 1. Masalah yang sering mengganggu dalam pekerjaan in vitro adalah membuat dan menjaga kondisi aseptik, baik kondisi lingkungan maupun kondisi eksplannya. Oleh karena itu bila memindah-tanamkan bagian tanaman dari satu wadah ke wadah yang lain, jangan menyentuh permukaan bagian dalam dari wadah dengan tangan atau bagian alat yang tidak steril (Wetherell 1982). Menurut Gunawan (1987), setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi permukaan yang berbeda, tergantung dari : 1. Jenis tanamannya. 2. Bagian tanaman yang dipergunakan. 3. Morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak). 4. Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang). 5. Musim waktu mengambil (musim hujan atau kemarau). 6. Umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa). 7. Kondisi tanamannya (sehat atau sakit).

27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama enam bulan dari bulan September 2006 sampai Februari Bahan dan Alat Penelitian Bahan a. Bahan Media Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS lengkap (Murashige dan Skoog) dan 1/2MS yang telah dimodifikasi dengan penambahan vitamin, asam amino dan sukrosa. Media 1/2MS adalah media MS yang jumlah konsentrasi penggunaanya setengah dari jumlah konsentrasi yang sebenarnya, kecuali jumlah agar dan gula (sukrosa) dalam satu liter. b. Bahan Eksplan Bahan eksplan yang digunakan adalah daun tumbuhan anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) dari tanaman koleksi pribadi Bapak Ir. Edhi Sandra, MSi. c. Bahan Sterilisasi Bahan sterilisasi yang digunakan adalah alkohol 70%, HgCl 2 0,01%, bayclin 25%, 15%, 10%, 5%, bakterisida, fungisida, antibiotik, betadin, dan air steril Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi botol kultur, alumunium foil, petridish, pembakar spiritus, pisau, scalpel, pinset, gelas piala, erlenmayer, pipet, Ph meter, autoklaf, neraca analitik, stirer, laminar air flow cabinet, oven, plastik, sprayer, karet, dan ruang kultur.

28 Jenis Data Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan melalui studi pustaka dari berbagai literatur. Data sekunder tersebut meliputi data sosok anggrek kuping gajah, kultur jaringan, bahan sterilisasi, dan zat pengatur tumbuh Data Primer Data primer dalam penelitian ini yaitu pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan dan pertumbuhan eksplan. 3.4 Pelaksanaan Penelitian Sterilisasi a. Sterilisasi Lingkungan Kerja (Alat Penabur) Sebelum digunakan, laminar air flow cabinet harus disterilkan dengan menggunakan hand sprayer berisi alkohol 70%. Setelah laminar air flow cabinet disemprot, kemudian dibiarkan terlebih dahulu ± 10 menit, baru kemudian boleh digunakan. b. Sterilisasi Alat-alat dan Media Kultur Alat-alat dissecting-set dan glass ware yang akan digunakan untuk kultur jaringan, setelah dicuci dan dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas koran dan disterilisasi di dalam autoklaf dengan suhu C, tekanan psi, lama sterilisasi menit. Botol-botol eksplan yang sudah berisi media kemudian disterilisasi. Sterilisasi media lebih sedikit waktunya, yaitu menit tetapi suhu dan tekanannya sama. c. Sterilisasi Air Air steril berasal dari air ledeng, tetapi harus diendapkan kotorannya terlebih dahulu. Kemudian air tersebut dimasukkan kedalam botol kultur kosong sesuai kebutuhan dan ditutup. Setelah itu diautoklaf dengan suhu C, tekanan psi, lama sterilisasi menit. d. Sterilisasi eksplan Perlakuan sterilisasi eksplan yang digunakan terdiri dari 11 macam. Sebelum dilakukan perlakuan sterilisasi, bahan eksplan dicuci bersih dengan air

29 18 ledeng. Kemudian dibersihkan dengan deterjen (rinso) sambil digosok menggunakan spon, lalu dicuci lagi dengan air ledeng. Setelah itu daun dibilas lagi dengan air steril satu kali. Pencucian ini dilakukan diluar laminar air flow cabinet. Selanjutnya, dilakukan sterilisasi pada eksplan menggunakan bahan sterilan di dalam laminar air flow cabinet dengan macam perlakuan sebagai berikut: 1. Pada perlakuan ini eksplan yang sudah dicuci kemudian langsung dilakukan proses penanaman. Hal ini dilakukan sebagai kontrol atau perbandingan hasil dengan perlakuan sterilsasi menggunakam bahan kimia sterilan. 2. Daun direndam dalam larutan bakterisida + fungisida 500 mg/l selama 30 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan alkohol 70% selama 5 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali. 3. Daun direndam dalam larutan bakterisida + fungisida 500 mg/l selama 30 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan alkohol 70% selama 1 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali 4. Daun direndam dalam larutan antibiotik sebanyak 500 mg/l selama 4 jam, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan alkohol 70% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali. 5. Daun direndam dalam larutan bayclin 25% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 20% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 7 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 6. Daun direndam dalam larutan bayclin 25% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 20% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun

30 19 direndam dalam larutan bayclin 5% selama 7 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 7. Daun direndam dalam larutan HgCl % selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali. 8. Daun direndam dalam larutan HgCl % selama 5 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 5 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 9. Daun direndam dalam larutan HgCl % selama 5 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 5 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 10. Daun direndam dalam larutan HgCl % selama 1 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 2 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 11. Daun direndam dalam larutan HgCl % selama 1 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10% selama 5 menit, lalu dibilas air steril tiga kali. Dari ke sebelas perlakuan sterilisasi tersebut, beberapa perlakuan sterilisasi dilakukan dalam waktu yang tidak serentak atau terpisah. Hal ini berkaitan dengan proses penanaman yang tidak mungkin dilakukan semuanya dalam satu waktu Pembuatan Media Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS lengkap dan 1/2MS (Murashige dan Skoog) dengan ZPT dan tanpa ZPT. Langkah awal adalah dengan pembuatan larutan induk (stok) yang terdiri dari larutan induk makro,

31 20 larutan induk mikro, larutan vitamin dan larutan induk Fe-EDTA (lampiran 2). Pembuatan larutan induk (stok) bertujuan untuk efisiensi waktu dan kemudahan pekerjan. Adapun tahapan dalam pembuatan media MS lengkap dalam satu liter air adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan air 500 ml dalam gelas piala volume 1000 ml. 2. Menambahkan larutan stock yang sudah disiapkan ke dalam gelas piala. Terdiri dari larutan A sebanyak 20 ml, larutan B sebanyak 20 ml, larutan C sebanyak 5 ml, larutan D sebanyak 5 ml, larutan E sebanyak 5 ml, larutan F sebanyak 5 ml, vitamin sebanyak 5 ml, dan Myo-inositol sebanyak 10 ml. Sedangkan untuk media 1/2MS, terdiri dari larutan A sebanyak 10 ml, larutan B sebanyak 10 ml, larutan C sebanyak 2.5 ml, larutan D sebanyak 2.5 ml, larutan E sebanyak 2.5 ml, larutan F sebanyak 2.5 ml, vitamin sebanyak 2.5 ml, dan Myo-inositol sebanyak 5 ml. Media 1/2MS hanya berbeda dalam jumlah larutan stock yang dimasukan. 3. Menimbang dan memasukkan 30 gram gula pasir. 4. Menambahkan volume larutan mendekati 1000 ml. Kemudian mengukur ph pada kisaran , bila terlalu asam ditambah NaOH dan bila terlalu basa ditambah HCl. 5. Menimbang dan memasukankan agar-agar sebanyak 7 gram, lalu dipanaskan sambil diaduk dengan stirer. 6. Menuangkan media ke dalam botol sebanyak ± 20 ml, kemudian tutup dengan tutup botol plastik. 7. Tahapan terakhir adalah mensterilkan media dalam autoklaf dengan suhu C, tekanan psi selama 20 menit. Lalu, media didinginkan dan disimpan dalam ruangan inkubasi. Media baru bisa dipakai minimal setelah 3 hari untuk mengetahui ada tidaknya kontaminansi. Skema pembuatan media MS dapat dilihat di lampiran Untuk media yang menggunakan zat pengatur tumbuh sebelum dituangkan ke dalam botol, media ditambahkan 2.4-D sebanyak 2 mg/l dan NAA sebanyak 0.5 mg/l.

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jack.) Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Nigeria di Afrika Barat, kemudian menyebar ke Amerika Selatan dan sampai kesemenanjung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kultur Jaringan Kultur jaringan (tissue culture) adalah suatu teknik mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, sekelompok sel, jaringan, organ, protoplasma, tepung sari, ovari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya keanekaragaman tanaman khususnya anggrek. Anggrek yang ada di Indonesia dikategorikan terbesar kedua didunia setelah

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kuliah 11 KULTUR JARINGAN GAHARU Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi KULTUR JARINGAN Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan? Teknik menumbuhkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur Jaringan Tanaman Kopi Rina Arimarsetiowati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dalam

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai bentuk dan penampilan yang indah (Iswanto, 2002). Tanaman

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan 13 I. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Univeristas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya seperti

Lebih terperinci

TEKNIK STERILISASI DAN RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK Phalaenopsis sp. DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2i-P SECARA IN VITRO

TEKNIK STERILISASI DAN RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK Phalaenopsis sp. DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2i-P SECARA IN VITRO TEKNIK STERILISASI DAN RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK Phalaenopsis sp. DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2i-P SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: NI PUTU ANJANI 0605105002 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

Tentang Kultur Jaringan

Tentang Kultur Jaringan Tentang Kultur Jaringan Kontribusi dari Sani Wednesday, 13 June 2007 Terakhir diperbaharui Wednesday, 13 June 2007 Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB). Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011 BAB III METODE PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 0 Maret 0 yang berlokasi di Laboratorium Genetika dan Fisiologi Kultur Jaringan (Genetic and Physiology

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Maret

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO (TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN) Disusun Oleh : Puji Hanani 4411413023 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2011 hingga Maret 2012.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus. 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 STUDI 1: REGENERASI TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI KALUS YANG TIDAK DIIRADIASI SINAR GAMMA Studi ini terdiri dari 3 percobaan yaitu : 1. Percobaan 1: Pengaruh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri dari 2 percobaan yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi BA dan varietas pisang (Ambon Kuning dan Raja Bulu)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B1 12 067 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN Petunjuk Praktikum KULTUR JARINGAN TUMBUHAN SBG 147. Disusun Oleh : Victoria Henuhili victoria@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB 3 BAHAN DAN METODA BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2007 di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Induk Dinas Pertanian Sumatera

Lebih terperinci

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO PKMP-3-3-1 RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO Eva azriati, Asmeliza, Nelfa Yurmita Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi yang memenuhi persyaratan bagi pertumbuhan berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan atas berbagai pertimbangan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan RAL (Rancangan acak lengkap) dengan 1 media pembanding

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan RAL (Rancangan acak lengkap) dengan 1 media pembanding BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan acak lengkap) dengan 1 media pembanding Vancient went,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji III. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri 4 percobaan yaitu : I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. II. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji anggrek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus dan 20.000 species. Kedudukan tanaman ini dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai Divisi Spermatophyta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, yang sangat banyak menarik perhatian konsumen. Selain mempunyai nilai estetika yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan ANGGOTA KELOMPOK 1: Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nur Izzatul Maulida 115040201111339 KELAS L PROGRAM

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek, Kebun Raya Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

Tugas Akhir - SB091358

Tugas Akhir - SB091358 Tugas Akhir - SB091358 EFEKTIVITAS META-TOPOLIN DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO STROBERI (Fragaria ananassa var. DORIT) PADA MEDIA MS PADAT DAN KETAHANANNYA DI MEDIA AKLIMATISASI Oleh Silvina Resti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Coelogyne asperata dan Coelogyne pandurata Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropika yang sampai saat ini dikenal sebagai tipe

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan. klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae;

TINJAUAN PUSTAKA. Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan. klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae; TINJAUAN PUSTAKA Pisang Barangan Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae; Filum : Magnoliophyta; Kelas : Magnoliopsida;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Jenis Tumih 2.1.1 Taksonomi Tumih mempunyai nama daerah marapat (Dayak, Ngaju, Kalimantan), perepat (Palembang), perepat darat (Belitung) dan teruntum batu (Bangka)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 1 PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Arya Widura Ritonga ( A24051682 ) Agronomi dan Hortikultura 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kultur

Lebih terperinci

Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Paramita Cahyaningrum Kuswandi (Email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 2 BIOTEKNOLOGI 1. PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI 2. METODE-METODE YANG DIGUNAKAN 3. MANFAAT BIOTEKNOLOGI DI BIDANG USAHA TANAMAN HIAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat keanekaragaman anggrek yang sangat tinggi dan diperkirakan ada sekitar 6 000 jenis

Lebih terperinci