BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman komersial di daerah tropis yang terdapat di Pantai Barat Afrika, wilayah tropis Amerika Latin, Pasifik Selatan, dan Asia Tenggara serta Indonesia. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki peranan penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia (Corley dan Tinker, 2003). Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas perkebunan dengan nilai ekspor tinggi sebagai penghasil devisa negara sesudah minyak dan gas bumi. Tingginya nilai ekspor kelapa sawit dibandingkan dengan minyak dan gas bumi di Indonesia dikarenakan tanaman kelapa sawit cocok ditanam pada daerah lintang tengah memiliki nilai produksi yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil produksi kelapa sawit yang berada jauh dari lintang tengah. Hal tersebut terkait dengan faktor kesesuaian lahan kelapa sawit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan nilai produksi kelapa sawit. Prospek industri perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir. Keragaman minyak kelapa sawit sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan memungkinkan prospeknya lebih cerah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lain (Lubis, 1992). Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Negara Indonesia berada diurutan pertama sebagai produsen utama minyak sawit dunia dari tahun dengan total nilai volume pada tahun 2014 sebesar ton. Hasil perkebunan kelapa sawit sangat mendukung sistem industri di dalam negeri. Hasil yang diperoleh dari perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positif bagi negara. Negara memperoleh Rp. 28,3 triliun dari pajak ekspor atau bea keluar hasil perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 sebesar 25%. Data Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), menunjukan hasil selama 21 tahun terakhir luas area dan produksi kelapa sawit mengalami peningkatan dari tahun Tahun 1994 luas kelapa sawit sebesar hektar menjadi hektar pada tahun Total nilai produksi pada tahun 1994 sebesar ton berubah menjadi tahun ton pada tahun Luas area

2 Produksi Ton/Ha kelapa sawit yang terus mengalami peningkatan secara langsung mempengaruhi hasil produksi tanaman kelapa sawit. Hasil estimasi produksi kelapa sawit secara ekonomi dijadikan sebagai tolak ukur dalam keberhasilan pengusahan tanaman kelapa sawit (Harahap, dkk., 2000). Gambar 1.1. menunjukan peningkatan luas area dan produksi total tanaman kelapa sawit dari Gambar 1.1. Grafik Luas Area Perkebunan dan Produksi Tahun Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014 Perkembangan industri kelapa sawit yang terus meningkat secara langsung terkait dengan perkembangan eskpor dan impor minyak kelapa sawit. Perkembangan ekspor minyak kelapa sawit berdasarkan Badan Pusat Statistik (2014), Negara Indonesia menjangkau lima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa. Perkembangan impor minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2014 lima negara sebagai pengimpor yakni India, Belanda, Italia, Singapura, dan Spanyol. Perkembangan industri kelapa sawit cukup signifikan berkembang di pulau besar Indonesia. Perkembangan industri kelapa sawit menurut Badan Pusat Statistik (2014), tersebar di seluruh provinsi Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Selain itu, juga terdapat di Provinsi Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Papua, dan Papua Barat yang secara total mencakup 24 provinsi di seluruh Indonesia. Perkembangan industri kelapa sawit di Pulau Sumatera telah menyebar di beberapa provinsi. Tahun Luas (Ha) Produksi (Ton) Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang mengembangkan industri kelapa sawit dengan luas total perkebunan sawit sebesar 290,633 hektar, baik perkebunan milik rakyat, perkebunan besar pemerintah, maupun perkebunan besar swasta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2

3 Luas (Ha) 2014). Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang paling luas jika dibandingkan dengan komoditi kelapa, teh, kakao, gula, kopi, tebu, dan tembakau (Gambar 1.2) Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao Tebu Teh Tembakau Komoditi Perkebunan Gambar 1.2. Grafik Luas Komoditi Perkebunan di Provinsi Bengkulu Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014 Perkembangan komoditi kelapa sawit secara langsung berkaitan dengan perkebunan besar baik milik negara maupun milik swasta serta perkebunan rakyat berskala kecil (plasma). Kehadiran investor perusahaan kelapa sawit secara langsung mempengaruhi luas area perkebunan. Perkebunan kelapa sawit PT. Mutiara Sawit Seluma menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), merupakan salah satu perusahaan swasta dengan luas perkebunan menurut ART ± hektar, sedangkan untuk luas perkebunan inti sebesar 2.763,76 Ha dan perkebunan plasma sebesar 741,48 Ha. Perkebunan PT. Mutiara Sawit Seluma telah memiliki izin sertifikasi berupa izin usaha perkebunan kelapa sawit yang telah ditetapkan menurut IUP No.423 pada tanggal 12 Agustus tahun 2008 dan perpanjangan izin lokasi No.244 pada tanggal 5 April Luas area perkebunan kelapa sawit maka secara langsung terkait dengan hasil produktivitas. Produksi merupakan bagian penting bagi suatu perusahaan perkebunan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan manajemen perkebunan. Pentingnya estimasi produksi kelapa sawit dalam suatu perkebuan dikarenakan kontrak pembelian kelapa sawit telah dilakukan enam bulan sebelum diserahkan ke pembeli, sehingga diperlukan prakiraan produksi hasil perkebunan kelapa sawit (Syakir, 2007). Proses perhitungan dilakukan di PT. Mutiara Sawit Seluma dengan cara peramalan yakni survei langsung lapangan. Perhitungan produksi cara peramalan dilakukan berdasarkan hasil produksi kelapa sawit enam bulan kedepan. Sistem perhitungan yang dilakukan dengan mempertimbangkan 3 hal 3

4 yang terkait dengan produksi. Pertama, melakukan sensus untuk memperoleh rata-rata jumlah tandan per pohon dari seluruh tandan yang akan dipanen. Kedua, melakukan sensus berat rata-rata tandan buah dari data pabrik dengan data dari krani buah, dan ketiga menghitung persentase minyak terhadap berat tandan. Waktu yang diperlukan dalam proses estimasi prouduksi tergantung dari luasan perkebunan. Proses estimasi produksi kelapa sawit dengan cara peramalan memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang relatif besar apabila diterapkan pada area yang luas. Semakin berkembangnya aplikasi teknologi di era globalisasi maka diperlukannya suatu teknologi yang dijadikan sebagai pertimbangan selanjutnya dalam melakukan perhitungan estimasi produksi kelapa sawit. Aplikasi penginderaan jauh dapat dijadikan sebagai motode alternatif dalam mempercepat proses pengumpulan data mengenai produksi dan produktivitas tanaman kelapa sawit. Kemampuan panjang gelombang spektral citra dapat dikembangkan untuk mendeteksi dan mengukur parameter melalui panjang gelombang atau spektral objek tanaman secara spasial. Objek vegetasi memiliki nilai pantulan yang berbeda antara objek vegetasi lainnya. Berbeda jenis vegetasi dimungkinkan mempengaruhi nilai patulan spektral yang dihasilkan, sama halnya dengan pantulan spektral dari tanaman kelapa sawit. Perhitungan estimasi produksi melalui pendekatan nilai spektral berdasarkan dari hasil dari transformasi indeks vegetasi pada citra SPOT-5. Masing-masing transformasi nilai memiliki nilai rentang yang berbeda. Nilai indeks vegetasi menunjukan banyaknya vegetasi dan nilai kehijauan dari objek vegetasi itu sendiri. Nilai indeks vegetasi tersebut secara tidak langsung dapat menonjolkan aspek kerapatan vegetasi. Penelitian ini terkait dengan ekstraksi informasi dari citra satelit dan data lapangan sebagai proses dari perhitungan produktivitas tanaman kelapa sawit di lapangan. Selain itu, juga dilakukan analisis korelasi dan regresi untuk membangun model dari produksi kelapa sawit. Menurut Chemura, dkk (2015) penggunaan data penginderaan jauh telah dikembangkan dalam berbagai aspek manajemen produksi kelapa sawit seperti deteksi penyakit (Santoso, dkk., 2011 ; Shafri, dkk., 2011), perhitungan jumlah pohon (Shafri, dkk., 2011), estimasi biomassa (Morel, dkk., 2012; Thenkabail, dkk., 2004), dan penentuan usia tanaman kelapa sawit (Mc Morrow, 2000), serta 4

5 estimasi hasil produksi (Santoso, 2009; Wiratmiko, 2014). Perkembangan data penginderaan jauh di bidang perkebunan telah diterapkan menggunakan citra satelit dengan berbagai multiresolusi spasial, baik dengan resolusi spasial tinggi, sedang, maupun rendah. Citra yang digunakan untuk melakukan perhitungan estimasi produksi di PT. Mutiara Sawit Seluma menggunakan citra SPOT-5 yang mempertimbangkan luas area dari perkebunan. Citra SPOT-5 memiliki resolusi 5 meter (pankromatik) dan 10 meter (multispektral) yang mampu mengindentifikasi tanaman kelapa sawit untuk tujuan memperoleh nilai estimasi produksi di lapangan. Kemampuan SPOT-5 memiliki panjang gelombang visibel (hijau dan merah) dan inframerah dekat yang peka terhadap obyek vegetasi diharapkan dapat memberikan hasil produksi yang akurat di lapangan. Algoritma yang digunakan dalam pendekatan kajian spasial vegetasi menggunakan transformasi indeks vegetasi yang melibatkan beberapa saluran pada citra SPOT5. Metode transformasi indeks vegetasi terkait dengan algoritma dari pantulan spektral dan parameter tanaman. Secara tidak langsung indeks vegetasi dapat menonjolkan beberapa aspek diantaranya kerapatan vegetasi, pertumbuhan vegetatif, indeks luas daun (leaf area index), dan konsentrasi klorofil (Danoedoro, 2012). Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dalam mengestimasi produksi tanaman kelapa sawit di lahan perkebunan yang relatif luas. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka dapat ditarik permasalahan sebagai berikut : Teknologi penginderaan jauh untuk perkebunan kelapa sawit dapat diaplikasikan di bidang perkebunan untuk memperoleh hasil estimasi produksi di PT. Mutiara Sawit Seluma. Perhitungan estimasi produksi tanaman kelapa sawit di PT. Mutiara Sawit Seluma dilakukan dengan cara peramalan survei langsung di lapangan. Perkembangan teknologi penginderaan jauh dapat dijadikan sebagai alternatif untuk memperoleh data produksi kelapa sawit. Teknologi penginderaan jauh dapat memberikan hasil estimasi produksi secara cepat dan akurat pada area perkebunan yang relatif luas sehingga dimungkinkan lebih unggul dalam hasil perhitungan estimasi produksi tanaman kelapa sawit. Apabila dibandingkan 5

6 dengan cara peramalan yang cenderung lebih sulit apabila diterapkan pada area yang luas karena proses perhitungannya dilakukan secara terestris. Aplikasi penginderaan jauh dijadikan sebagai metode alternatif untuk mendapatkan hasil produksi dan produktivitas yang tepat, akurat, dan optimal secara langsung di lapangan. Data penginderaan jauh yang digunakan yakni citra SPOT-5 untuk menghasilkan data produksi berdasarkan kemampuan analisis spektral citra. Aplikasi penginderaan jauh dengan menggunakan citra SPOT-5 telah banyak digunakan dalam memberikan konstribusi informasi di bidang perkebunan seperti mengidentifikasi luas daun, penutup tanah, biomassa, jenis tanah, kandungan hara, dan tingkat produksi tanaman. Teknologi penginderaan jauh untuk memproleh data estimasi produksi dengan menggunakan metode transformasi indeks vegetasi. Transformasi indeks vegetasi dapat memberikan hasil produksi tanaman kelapa sawit secara spasial dengan mempertimbangkan keadaan tutupan vegetasi. Berdasarkan dari uraian permasalahan sebelumnya, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang terjadi di daerah penelitian yaitu : 1. Bagaimana kemampuan pantulan spektral citra SPOT-5 untuk mengidentifikasi tanaman kelapa sawit di PT. Mutiara Sawit Seluma? 2. Bagaimana estimasi produksi tanaman kelapa sawit di PT. Mutiara Sawit Seluma berdasarkan analisis citra SPOT-5? 3. Bagaimana akurasi hasil estimasi produksi citra SPOT-5 terhadap data estimasi produksi di lapangan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengkaji kemampuan citra SPOT-5 untuk mengidentifikasi kelapa sawit di PT. Mutiara Sawit Seluma 2. Mengestimasi produksi kelapa sawit berdasarkan analisis citra SPOT-5 3. Mengkaji akurasi dan ketelitian hasil estimasi kelapa sawit berdasarkan analisis citra SPOT-5 6

7 1.4 Penelitian Sebelumnya Penelitian di bidang perkebunan menggunakan aplikasi penginderaan jauh saat ini sudah mulai berkembangan. Pemanfaatan data penginderaan jauh baik resolusi tinggi, sedang, maupun rendah telah cukup banyak digunakan dalam mengekstraksi data perkebunan. Citra yang dapat dimanfaatkan untuk mengekstraksi data perkebunan yakni salah satunya citra SPOT-5 dengan resolusi spasial 10 meter (multispektral) dan 5 meter (pankromatik). Citra SPOT-5 apabila diaplikasikan dalam bidang perkebunan dimungkinkan dapat mengidentifikasi vegetasi salah satunya melakukan perhitungan estimasi produksi. Kemampuan dari citra SPOT-5 dengan resolusi menengah dianggap dapat mengidentifikasi tanaman kelapa sawit berdasarkan dari pantulan spektral terhadap objek tanaman kelapa sawit. Pantulan dan pancaran obyek daun berbedabeda ketebalan, spesies, bentuk kanopi, umur daun, kandungan hara daun, dan status lengas daun (Susetyo dan Setiono, 2013). Vegetatif tanaman kelapa sawit memiliki akar serabut, batang yang tidak bercabang yang termasuk kedalam tanaman monokotil daun dengan daun berbentuk pelepah bersirip genap dan tulang sejajar. Jarak tanam kelapa sawit di lapangan dipengaruhi oleh jenis tanah dan kesuburannya, kemiringan lereng, dan varietas tanaman (Syakir, 2010). Tabel 1.1 menunjukan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian estimasi produksi dan tanaman kelapa sawit. 7

8 Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya untuk Estimasi Produksi Nama Penulis Santoso (2009) (Tesis) Wiratmiko (2014) (Tesis) Judul Tujuan Metode Hasil Pemanfaatan Citra Quickbird dan Sistem Infromasi Geografis (SIG) untuk Zonasi Areal Tanaman Kelapa Sawit yang Terserang Penyakit Busuk Pangkal Batang (Gonoderma boninense) Studi Kasus Di Kebun Dolok Ilir PT. Perkebunan Nusantara IV (Sumatera Utara) Identifikasi ciri-ciri tanaman kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal batang menggunakan transformasi matematis dan pembedaan areal kelapa sawit dan nonsawit (segmentasi) sebaran serangan penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit) menggunakan citra Quickbird Penggunanaan Citra Mengkaji kemampuan Worldview-2 untuk Estimasi citra Worldview-2 dalam Poroduksi Tanaman Kelapa estimasi produksi Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) tanaman kelapa sawit sebagai Implementasi yang diintegrasikan Pertaniana Presisi (Studi Unit dengan faktor lingkungan Kebun Adolina, PT. untuk mendukung Perkebunan Nusantara 1V, pertanian presisi Kabupaten Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara) Transformasi indeks vegetasi matematis ARVI, GBNDVI, GNDVI, NDVI, SAVI, dan SR Teknik segmentasi zonasi areal tanaman kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal NDVI, SAVI, TSAVI, EVI, GNDVI, Red Edge NDVI, dan CI Ketelitian indentifikasi kerapatan : a. ARVI dan GVNDVI (kerapatan rendah) umur tanaman 21 tahun. Akurasi: 66,67%, b. SR mampu (kerapatan sedang) umur tanaman 16 tahun. Akurasi : 61,90%, c. BNDVI (kerapatan rendah) umur tanaman 10 tahun. Akurasi: 58,82%. Ketelitian pemetaan kondisi tanaman rapat umur tahun: 34,78%, Ketelitian teknik segmentasi zonasi areal kelapa sawit terkena busuk pangkal batang tanaman yang mati: 84,31%. Estimasi produksi melalui pendekatan indeks vegetasi yang diintegrasikan dengan faktor lingkungan yang mempengaruhi tanaman kelapa sawit 8

9 Murti (2014) (Disertasi) Chemura, dkk (2015) (Jurnal) Pemodelan Spasial untuk Estimasi Produksi Padi dan Tembakau Bedasarkan Citra Multiresolusi Penentuan Usia Kelapa Sawit Berdasarkan Proyeksi Mahkota Terdeteksi Dari Multispektral Data Penginderaan Jauh Worldview-2 : Kasus Kabupaten Ejisu-Juaben, Ghana Menyusun model spasial untuk estimasi produksi tanaman pertanian yang meliputi: padi dan tembakau Penentuan usia kelapa sawit berdasarkan metode segmentasi dari proyeksi mahkota Pemodelan spasial berdasarkan pendekatan spektral dan spasialekologis dari citra penginderaan jauh yang mengkaitkan nilai transformasi indeks vegetasi dengan produktivitas lapangan Metode OBIA untuk mebedakan umur tanaman kelapa sawit Ketelitian interpretasi lahan pertanian sebagai basis perhitungan estimasi perhitungan estimasi produksi berkisar 89,36%-95,00%. Ketelitian hasil estimasi produksi pertanian lebih dari 85%. Ketelitian delineasi daerah mahkota kelapa sawit dihasilkan sebesar 80,6%. 9

10 Soetyowati (2015) (Skripsi) Dwinita (2016) (Skripsi) Aplikasi Citra SPOT-6 Berbasis Transformasi Indeks Vegetasi untuk Estimasi Produksi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit PT. Tunggal Perkasa Platinum, Air Molek, Kabupaten Idragiri Hulu, Provinsi Riau, Sumatera) Pemanfaatan Citra SPOT-5 untuk Estimasi Produksi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) (Lokasi Unit Kebun PT. Mutiara Sawit Seluma, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu) Model Estimasi produksi kelapa sawit dan menentukan parameter atau variabel yang berpengaruh dalam produksi kelapa sawit menggunakan Citra SPOT-5 Estimasi produksi kelapa sawit berdasarkan analisis citra SPOT-5 Metode penenelitian menggunakan transformasi indeks vegetasi matematis NDVI, ARVI, BNDVI, CI GREEN, GBNDVI, MSAVI, PANNDVI, dan WDRVI Transformasi indeks vegetasi: NDVI, GNDVI, dan SAVI untuk mendapatkan hasil estimasi produksi Ketelitian identifikasi kelapa sawit sangat tinggi 99,46%. Parameter yang berpengaruh yakni indeks umur dan indeks vegetasi. Hasil regresi transformasi NDVI, ARVI, BNDVI, CIGREEN, GBNDVI, dan WDRVI dengan R 0,8, sedangkan MSAVI2 dan WDRVI regresi sebesar R 0,7. Ketelitian estimasi NDVI, PANNDVI, dan WDRVI sebesar 80%, sedangkan ARVI, BNDVI, CIGREEN, GBNDVI, dan MSAVI2 sebesar 75%. Hasil uji akurasi SE NDVI : 3,24, GNDVI : 5,64, dan SAVI : 3,80. Uji ketelitian produktivitas kelapa sawit NDVI : 81%, GNDVI 72%, dan SAVI 68,69%. 10

11 Terdapat beberapa perbedaan dan persamaan dari penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya berdasarkan dari Tabel 1.1 terkait jenis tanaman yang dianalisis, data citra, dan metode. Penelitian dilakukan menggunakan citra SPOT-5 dengan mempertimbangkan resolusi spasial dan luasan dari perkebunan kelapa sawit. Lokasi penelitian yang terdapat di Provinsi Bengkulu yang berada di perkebunan kelapa sawit yakni PT. Mutiara Sawit Seluma yang merupakan perkebunan besar milik swasta yang belum pernah dilakukan penelitian mengenai estimasi produksi tanaman kelapa sawit. Metode yang digunakan yakni transformasi indeks vegetasi berdasarkan dari analisis citra SPOT-5. Terdapat beberapa persamaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian Santoso (2009), metode yang digunakan yakni transformasi indeks vegetasi lain seperti NDVI, GNDVI, dan SAVI dan objek vegetasi tanaman yang diidentifikasi yakni tanaman kelapa sawit. Wiratmiko (2014), menggunakan metode transformasi NDVI dan SAVI dan objek vegetasi tanaman yang diidentifikasi yakni tanaman kelapa sawit. Murti (2014), menggunakan analisis transformasi indeks vegetasi untuk melakukan analisis produksi tanaman metode indeks yang digunakan NDVI dan SAVI. Chemura (2015), melakukan penelitian terhadap tanaman kelapa sawit dengan mengunakan data penginderaan jauh untuk menghasilkan perbedaan umur tanaman kelapa sawit. Soetyowati (2015) menggunakan metode transformasi indeks vegetasi NDVI. Selain terdapat persamaan diatas juga terdapat perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya yakni Santoso (2009), lokasi penelitian terdapat di perkebunan kelapa sawit Dolok Ilir PT. Perkebunan Nusantara IV, Sumatera Utara. Metode lain yang digunakan transformasi indeks vegetasi GBNDVI dan SR. Data yang digunakan citra Quickbird serta identifikasi penelitian terkait tanaman kelapa sawit yang terserang panyakit busuk pangkal. Wiratmiko (2014), lokasi penelitian Kebun Adolina, PT. Perkebunan Nusantara 1V, Kabupaten Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara. Metode lain yang digunakan TSAVI, EVI, Red Edge, dan CI, data yang digunakan yakni Worldview-2. Murti (2014) lokasi penelitian di Kabupaten 11

12 Temanggung, Kabupataen Wonosobo, dan Kabupaten Sragen. Objek vegetasi yang dikaji tanaman tembakau di Kabupaten Temanggung dan Tanaman padi di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Sragen. Metode yang digunakan menggunakan data citra penginderaan jauh multiresolusi yakni Landsat 7 ETM+, ASTER, dan ALOS. Chemura, dkk (2015), lokasi penelitian berada di Kabupaten Ejisu-Juaben, Ghana. Metode yang digunakan merupakan metode OBIA untuk membedakan mahkota kelapa sawit sesuai umur, sedangkan citra yang digunakan merupakan citra Worldview-2 tahun perekaman Setyowati (2015), lokasi penelitian terdapat di perkebunan kelapa sawit PT. Tunggal Perkasa Platinum, Air Molek, Kabupaten Idragiri Hulu, Provinsi Riau, Sumatera. Citra yang digunakan SPOT-6, sedangkan metode yang digunakan BNDVI, CIGREEN, GBNDVI, MSAVI, PANNDVI, dan WDRVI. 1.5 Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data estimasi produksi dari penelitian dapat digunakan sebagai informasi bagi instansi terkait dengan penyediaan data produksi kelapa sawit untuk mempertimbangkan manajemen hasil produksi kelapa sawit selanjutnya 2. Memberikan pemahaman aplikasi peginderaan jauh dalam memperoleh hasil estimasi produksi tanaman kelapa sawit dalam manajemen dan pengelolaan kebun di PT. Mutiara Sawit Seluma 3. Mengembangkan dan menganalisis aplikasi penginderaan jauh dalam memperoleh data estimasi produksi secara cepat dan akurat pada tanaman kelapa sawit berdasarkan analisis citra SPOT-5 di PT. Mutiara Sawit Seluma 12

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 237.641.326 juta jiwa, hal ini juga menempatkan Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Tanaman kelapa sawit awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditas unggulan Negara Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2014), perkebunan teh di Indonesia mencapai 121.034 Ha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal. DAFTAR ISI Halaman Judul... No Hal. Intisari... i ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis tinggi karena merupakan tumbuhan penghasil minyak maupun bahan bakar yang banyak dibutuhkan. Perkebunannya menghasilkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

Sarono Sigit Heru Murti B.S

Sarono Sigit Heru Murti B.S ESTIMASI PRODUKSI PADI DENGAN MENGGUNAKAN NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEXS) PADA LAHAN SAWAH HASIL SEGMENTASI CITRA ALOS DI KABUPATEN KARANGANYAR Sarono sarono34@gmail.com Sigit Heru Murti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu penginderaan jauh berkembang sangat pesat dari masa ke masa. Teknologi sistem sensor satelit dan berbagai algoritma pemrosesan sinyal digital memudahkan pengambilan

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional BAB II TEORI DASAR 2.1 Ketahanan Pangan Nasional Program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, namun belum terlihat indikasi penurunan konsumsi beras penduduk Indonesia. Indikasi ini bahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Perkebunan Nusantara atau biasa disebut sebagai PTPN merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewenangan untuk mengelola perkebunan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan posisi geografis diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka (open pit mining) dengan teknik back filling. Sistem ini merupakan metode konvensional

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

Heratania Aprilia Setyowati Sigit Heru Murti B.S.

Heratania Aprilia Setyowati   Sigit Heru Murti B.S. APLIKASI CITRA SPOT-6 BERBASIS TRANSFORMASI INDEKS VEGETASI UNTUK ESTIMASI PRODUKSI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis jacq) (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit PT. Tunggal Perkasa Plantations, Air Molek, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negeri agraris yaitu negara dengan mata pencaharian utama adalah bertani. Makin berkembangnya bidang teknologi dan kesehatan sepuluh tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sawah merupakan media atau sarana untuk memproduksi padi. Sawah yang subur akan menghasilkan padi yang baik. Indonesia termasuk Negara agraris yang sebagian wilayahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi

I. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu produk pertanian unggulan Provinsi Lampung dengan jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi juga merupakan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa antara masyarakat di suatu negara dengan masyarakat di negara lain. Indonesia termasuk salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara I.PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara untuk membiayai pembangunan adalah ekspor nonmigas, yang mulai diarahkan untuk menggantikan pemasukan dari

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mendatangkan hasil dalam bidang pertanian. tanaman yang diusahakan yaitu tanaman pangan, hortikultura dan tanaman

I. PENDAHULUAN. untuk mendatangkan hasil dalam bidang pertanian. tanaman yang diusahakan yaitu tanaman pangan, hortikultura dan tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang merupakan salah satu modal utama untuk mendatangkan hasil dalam bidang pertanian. Dalam bidang pertanian tanaman yang diusahakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

HASIL HUTAN YANG DIABAIKAN : SAGU NASIBMU KINI

HASIL HUTAN YANG DIABAIKAN : SAGU NASIBMU KINI 18 OPINI HASIL HUTAN YANG DIABAIKAN : SAGU NASIBMU KINI Oleh: Isnenti Apriani (FWI) Indonesia memiliki letak geografis yang strategis, selain memiliki tutupan hutan alam yang masih rapat yaitu seluas 82,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN JENIS IZIN USAHA PERKEBUNAN Izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) diberikan kepada pelaku usaha dengan luasan 25 hektar atau lebih; Izin usaha perkebunan pengolahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=73776&lokasi=lokal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ditinjau dari letak geografisnya, Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang kaya serta tanah yang subur, sehingga pemerintah

Lebih terperinci