BARCODING DNA RANGKONG BADAK SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK SATWA INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BARCODING DNA RANGKONG BADAK SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK SATWA INDONESIA"

Transkripsi

1 BARCODING DNA RANGKONG BADAK SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK SATWA INDONESIA Alivia F.P Pradani *, Sofia Ery Rahayu 2, Dwi Listyorini 2 1) Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang 2) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No.5, Malang, Indonesia * paliviafitriani@yahoo.com ABSTRAK: Burung Rangkong Badak merupakan anggota dari genus Buceros yang mempunyai pelindung kepala berbentuk tanduk yang berwarna orange (Poonswad, 1993a). Saat ini di Indonesia populasi Rangkong Badak semakin menurun, hal ini disebabkan berkurangnya habitat burung akibat deforestasi hutan, berkurangnya makanan tempat bersarang, dan perburuan liar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan burung Rangkong Badak berdasarkan karakter morfologi dan mengetahui sekuen gen Cytochrome-c Oxidase Sub-unit I (COI). Penelitian ini bersifat deskriptif analitik meliputi pengamatan dan pengukuran bagian tubuh dan menganalisis sekuen gen COI. Gen COI diamplifikasi menggunakan primer universal Foward BirdF1 5 -TTC TCC AAC CAC AAA GAG ATT GC AC-3 dan Primer Reverse Bird2 5 - ACT ACA TGT GAG ATG ATT CCG AAT CCA G-3 (Hebert et al., 2004). Analisis genetik menggunakan sofware MEGA6 dengan metode Maximum Likehood (ML), Neighbor Joining (NJ) dan Minimum Evolution (ME) dengan model perhitungan algoritmik parameter Kimura-2. Hasil identifikasi karakter morfologi menunjukan bahwa spesies yang diteliti adalah Rangkong Badak (Buceros rhinoceros). Hasil analisis genetik menggunakan ketiga metode dan BOLD System menunjukkan Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) berkerabat dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) voucher KU Kata Kunci: Rangkong Badak, Karakter Morfologi, DNA Barcode, Cytochrome-c Oxidase Sub-unit I (COI). ABSTRACT: Rhinoceros hornbill is a type the genus Buceros, species which has the character like a horn and have orange protective headgear (Poonswad, 1993). Currently in Indonesia Rhinoceros hornbill population has declined this is due to the reduced area of habitat due to deforestation, reduced food and nesting places, besides more serious threat is poaching. The research focuses to describe the rhinoceros hornbill is based on morphological characters and know the gene sequences Cytochrome c Oxidase Sub-unit I (COI). This is a descriptive exploratory includes observation and measurement parts of Rhinoceros hornbill species identification parameters. COI gene was amplified using universal primers 5'-TTC Foward BirdF1 TCC AAC AAA GAG CAC ATT GC AC-3 'and 5'-Primer Reverse Bird2 ACT ACA TGT GAG CCG AAT CCA ATG ATT G-3' (Hebert et al., 2004). The reconstruction of phylogenetic tree uses MEGA6 sofware using method Maximum likelihood (ML), Neighbor Joining (NJ) and Minimum Evolution (ME) with the algorithmic calculation model parameter Kimura-2. The identification results of morphological characters is known that the species researched were rhinoceros hornbill. The results of genetic analysis using all three methods and BOLD System shows the Rhinoceros hornbill related with Rangkong Papan (Buceros bicornis) KU08011 voucher. Keywords: Rhinoceros hornbill, character morphology, DNA Barcode, Cytochrome-c Oxidase Sub-unit I (COI). 1

2 2 Burung Rangkong Badak adalah anggota dari genus Buceros, spesies yang mempunyai karakter seperti bentuk tanduk dan mempunyai pelindung kepala yang berwarna orange (Poonswad, 1993). Burung Rangkong Badak merupakan salah satu spesies burung terbesar di Asia. Keanekaragaman burung Rangkong di Indonesia saat ini semakin hari populasi makin menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kawasan habitat sebagai akibat deforestasi hutan, berkurangnya makanan, tempat bersarang, dan perburuan burung Rangkong. Di Indonesia terdapat beberapa jenis subspesies dari burung Rangkong Badak yaitu Buceros rhinoceros rhinoceros (Malay & Sumatera), Buceros rhinoceros borneonsis (Borneo), Buceros rhinoceros silvertris (Java) (Aviabase, 2003). Menurut Daftar Merah IUCN (Internasional Union For Conservation of Nature and Natural Resources), burung Rangkong Badak termasuk spesies yang hampir mengalami kelangkaan. CITES juga mengklasifikasikan satwa burung ini ke dalam kategori Appendix II, yaitu sebagai spesies yang dilarang untuk perdagangan komersial internasional karena hampir mengalami kelangkaan, kecuali jika perdagangan tersebut tunduk pada peraturan ketat, sehingga pemanfaatan yang tidak sesuai dapat dihindari (IUCN, 2008). Saat ini di Indonesia dukungan penuh mengenai konservasi burung Rangkong Badak ini telah dilakukan, konservasi dan upaya pelestarian burung Rangkong Badak dilakukan sebagai dukungan untuk melestarikan dan memelihara habitat Rangkong Badak tersebut, salah satu upaya pelestarian burung Rangkong Badak berada di Eco Green Park diantaranya adalah dengan penangkaran dan rehabilitasi burung Rangkong Badak. Hasil observasi di Eco Green Park terdapat beberapa burung Rangkong Badak dan berdasarkan pengamatan morfologi burung Rangkong Badak mempunyai morfologi yang berbeda seperti bentuk paruh, jenis kelamin, warna iris, ukuran tubuh burung Rangkong Badak, sehingga perlu dilakukan pendekatan secara molekular untuk memastikan apakah burung Rangkong Badak di Eco Green satu sub-spesies atau tidak. Selain itu pendekatan secara molekuler dapat digunakan untuk konservasi secara genetik. Sampai saat ini Eco Green Park belum melakukan konservasi secara genetik pada burung Rangkong Badak, strategi konservasi ini merupakan suatu langkah yang digunakan untuk menyelamatkan sumberdaya genetik suatu spesies dari kepunahan, sehingga perlu dilakukannya pendekatan secara molekular dengan teknik DNA barcode. METODE Penelitian ini menggunakan Rangkong Badak berjumlah 2 individu dan mengunakan darah burung Rangkong Badak di Eco Green Park, Jawa Timur dengan bantuan dokter hewan. Penelitian dilakukan berdasarkan tahap pengamatan morfologi yang di lakukan Eco Green Park, Batu Jawa Timur dan Preparasi DNA di Laboratorium Regulasi Jurusan Biologi UM & Laboratorium Bioteknologi Sentral MIPA Universitas Negeri Malang, dan Tahap sekuensing dilakukan di First BASE Laboratories, Malaysia. Penelitian ini dilaksanakan pada

3 RB 2 RB1 3 bulan November 2014-April Alat yang digunakan seperti meteran kain untuk pengamatan morfologi, sedangkan untuk isolasi DNA Centrifuge, waterbath, microcentrifuge tube, high pure filter tube, mesin PCR, cetakan gel agarose, tray, mesin elektroforesis, venojack, microwave oven, Tube berisi Alkohol 96% 3ml, 1,5 PCR tube,, UV transluminator, oven sterilisasi, oven pengering, autoklaf, UV spektrofotometer, refrigerator digunakan untuk PCR dan Elektroforesis. HASIL Hasil Pengamatan Karakter Morfologi Burung Rangkong Badak Identifikasi karakter morfologi burung Rangkong Badak dilakukan dengan mengamati dan mengukur bagian-bagian tubuh yang merupakan parameter identifikasi spesies rangkong. Hasil pengamatan karakter morfologi burung kepala Rangkong Badak ditunjukan dengan Gambar 1.1 dibawah ini A. Balung (casque) B. Paruh C. Iris Gambar 1.1 Karakter Morfologi dan Morfometrik Rangkong Badak bentuk balung (casque) (panah merah), paruh (panah biru) dan iris, (panah kuning). Karakter morfologi balung (casque) pada kedua individu mempunyai warna orange, sedangkan pada paruh keduanya memiliki warna putih, pengamatan morfologi pada iris mempunyai warna yang berbeda, pada Rangkong Badak Individu 1 memiliki warna iris merah, sedangkan pada Rangkong Badak Individu 2 memiliki warna iris putih. Pengukuran morfologi lainnya seperti bulu tubuh, bulu sayap, bulu penutup sayap dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

4 RB 2 RB1 RB 2 RB1 4 D. Bulu Tubuh E. Bulu Sayap Tubuh F. Bulu Penutup Sayap Gambar 2.2 Karakter Morfologi dan Morfometrik Rangkong Badak bentuk Bulu Tubuh (panah ijo) Bulu Sayap Tubuh (panah orange ) dan Bulu Penutup Sayap, (panah ungu). Pada pengamatan morfologi bagian bulu tubuh Rangkong badak individu 1 dan Rangkong Badak Individu 2 memiliki bulu tubuh seluruhnya berwarna hitam, dan pada bagian perut berwarna putih, sedangkan pada bulu penutup sayap tubuh (alula) keduanya memiliki pola warna coklat kehitaman. Hasil pengamatan morfologi ekor dan kaki burung dapat dilihat pada gambar 3.3 G. Ekor H. Kaki Gambar 3.3 Karakter Morfologi dan Morfometrik Rangkong Badak bentuk Ekor (panah biru gelap), Kaki (panah biru muda).

5 5 Pada hasil pengamatan morfologi bentuk ekor pada keduanya memiliki perbedaan pada Rangkong Badak 1 memiliki bentuk ekor yang lengkap memiliki corak pita berwarna hitam dibagian subterminal, sedangkan pada Rangkong Badak individu 2 mempunyai bentuk ekor yang lebih pendek, dikarenakan oleh pihak Eco Green Park ekor burung tersebut digunting. Pada hasil pengamatan morfologi bentuk kaki pada keduanya memiliki 4jari kaki (lengkap) dan mempunyai warna tapak kaki yang berwarna kuning kecoklatan. Pengamatan morfologi burung Rangkong Badak ini juga dilakukan dengan pengukuran morfometrik, hasil pengukuran karakter morfometrik dilakukan pada bagian tubuh tertentu yaitu penimbangan berat badan dan pengukuran dari panjang total tubuh; panjang sayap; rentang sayap; lebar sayap; lebar patagium; panjang ekor; panjang tarsus; diameter tarsus; panjang tapak kaki yang terdiri dari jari bercakar dengan jari tanpa cakar; panjang cakar ruas jari pertama (hallux), kedua (medial), ketiga dan keempat (lateral); panjang paruh ; tingggi paruh; lebar paruh; warna iris; jumlah bulu primer, jumlah bulu sekunder. No Karakter yang diukur Rangkong Badak 1 Hasil Rangkong Badak 2 1 Berat Badan 3,5 Kg 2 Kg 2 Panjang Total Badan 112 cm 82 cm 3 Panjang Sayap 58 cm 43 cm 4 Rentang Sayap 136 cm 86 cm 5 Lebar Sayap 52 cm 37 cm 6 Tinggi Paruh 6,5 cm 6 cm 7 Panjang Balung (Casque) 14 cm 15 cm 8 Panjang Paruh 21 cm 22 cm 9 Jumlah Bulu Primer Jumlah Bulu sekunder Panjang Ekor 40 cm 16 cm 12 Panjang Tarsus 14 cm 12 cm 13 Diameter Tarsus 11 cm 8 cm 14 lebar tapak 4,5 cm 12 cm 15 Panjang tapak kaki tanpa cakar 9 cm 8 cm 16 Panjang Tapak kaki dengan Cakar 11,5 cm 12 cm 17 Panjang Cakar Ruas Jari Pertama (hallux) 6 cm 6 cm 18 Panjang Cakar Ruas Jari Kedua (medial) 8 cm 5 cm 19 Panjang Cakar Ruas jari Ketiga 9 cm 6,5 cm 20 Panjang Cakar Ruas Jari Keempat (lateral) 7 cm 7 cm

6 6 Identifikasi Spesies Berdasarkan DNA Barcode Gen COI Isolasi DNA dari darah burung Rangkong Badak dilakukan hingga memperoleh konsenterasi DNA murni dan cukup untuk melakukan ke tahap selanjutnya yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi gen COI dilakukan dengan menggunakan sepasang primer universal, Panjang gen COI yang berhasil diamplifikasi sebesar ±700 dp. Setelah mendapatkan pita DNA yang sesuai dengan ukuran gen target, langkah selanjutnya yaitu tahap sekuensing untuk melihat susunan basa nukleotida DNA. Data hasil sekuensing berupa kromatogram yang dapat dibaca dengan menggunakan Software Finch TV. Sekuen gen COI burung Rangkong Badak dianalisis menggunakan software DNA baser dilakukan untuk menggabungkan hasil sekuensing Forward dan Reverse sehingga didapatkan sekuen konsensus untuk sampel individu bp dan untuk sampel individu 2 sebesar 800 bp. Selanjutnya, sekuen konsensus dianalisis secara online menggunakan BLAST untuk memastikan sekuen yang di peroleh adalah sekuen gen COI. Sekuen konsensus sampel dibandingkan dengan sekuen spesies-spesies dalam satu genus (Query) yang diperoleh dari BLOD system dan Gen Bank. Berdasarkan analisis dengan menggunakan BLAST, sekuen konsesus yang diperoleh adalah sekuen gen COI. Hal tersebut dibuktikan dari tingkat homologi sekuen sampel dengan sekuen gen COI Buceros bicornis voucher KU08011 yang diperoleh dari Gene Bank sebesar 96%. Sekuen konsensus gen COI Rangkong Badak Individu 1 dan 2 yang diperoleh dianalisis lebih jauh menggunakan Software Clustal X untuk dibandingkan dengan sekuen gen COI spesies lain dalam satu genus dan satu famili yaitu Buceros bicornis voucher GBIR , Buceros hydrocorax voucher USNME151-11, Penelopides panini voucher USNME150-11, Pitta erythrogaster voucher PBB049-12, Polytelis alexandrae voucher NZPBD Data spesies-spesies tersebut didapat dari BLOD system dan Gene Bank. Hasil alignment menunjukkan bahwa sekuen gen COI sampel memiliki domain-domain yang conserved dengan semua sekuen spesies pembanding hingga sepanjang 24 basa pada nomor , 11 basa pada nomor Hasil analisis ini menunjukkan adanya tingkat mutasi yang cukup tinggi dengan ditemukannya yang mengalami transisi dan transversi. Hasil aligment tersebut kemudian digunakan untuk membuat rekontruksi topologi pohon filogenetik dengan menggunakan software MEGA 6, Rekontruksi topologi pohon filogenetik dibuat dengan metode Maximum Likehood (ML), Neighbor Joining (NJ), dan Minimum Evolution (ME), dilakukan untuk mengetahui posisi filogenetik burung Rangkong badak diantara spesies pembanding yang berada dalam satu genus dan family dengan sampel. Hasil rekontruksi topologi pohon filogenetik dengan metode Maximum Likehood ( ML) menunjukkan bahwa terdapat dua clade dalam satu cluster yaitu clade yang merupakan kelompok monofiletik terdiri dari spesies Rangkong badak

7 7 1 & 2 dengan nilai boostrap 99 dan clade kedua merupakan posisi spesies pembanding dengan nilai boostrap 100. Rekontruksi Topologi Pohon Filogenetik dengan Menggunakan Metode Maximum Likehood (ML), Neightboor Joining (NJ), Maximum Evolution (ME) dengan nilai boostrap kali Ulangan. Angka pada Cabang Menunjukkan Nilai Boostrap. Berdasarkan analisis menggunakan metode NJ rekontruksi topologi filogenetik dihasilkan tidak adanya perbedaan dengan metode ML sebelumnya, hal yang membedakan pada nilai boostrap nya. Sampel yang diteliti berada dalam satu clade dengan nilai boostrap 99 tetapi keduanya dalam satu cluster, Nilai boostrap pada kelompok monofiletik yaitu 100. Rekontruksi topologi filogenetik dengan menggunakan metode ME (Minimum Evolution) Sampel Rangkong badak individu 1 & 2, berada dalam satu clade dengan nilai boostrap 100, dan berada dalam satu cluster dengan speseies pembanding Buceros bicornis dengan nilai boostrap 99. Hasil rekontruksi pohon filogenetik yang dianalisis secara online berdasarkan BOLD system menunjukkan bahwa burung Rangkong Badak sampel individu 1 & 2 berada dalam clade yang sama dengan Buceros bicornis voucher KU0801. Berdasakan Indeks similaritas BOLD system Rangkong Badak Individu 1 dan Individu 2 dengan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis) voucher GBIR dan ROMC menunjukkan hasil yang sama, yaitu 99,81% dan 100%. Jarak genetik sampel burung Rangkong Badak individu 1 dan sampel burung Rangkong Badak individu 2 menunjukkan hasil yang sama pada ketiga metode ML,NJ, ME yaitu 0,030/ ±3% Selain itu indeks similaritas menunjukkan hasil yang sama pada setiap metode. Nilai indeks similaritas sampel burung Rangkong Badak individu 1 dan burung Rangkong Badak individu 2 sebesar

8 8 96,9% sedangkan dengan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis) KU08011 dengan metode ML, NJ, ME yaitu 96,9%. Jarak genetik dan indeks similaritas menunjukkan hasil berbanding terbalik, jadi semakin kecil jarak genetik maka semakin tinggi indeks similaritasnya dan begitu sebaliknya. PEMBAHASAN Hasil identifikasi morfologi menunjukan bahwa kedua individu Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) yang mempunyai ciri iris berwarna merah pada jantan dan putih pada betina. Ciri tersebut sesuai dengan deskripsi dari (Poonswad, 1993). Tarsus berwarna kuning, mempunyai pelindung kepala yang disebut casque, dahi, tenggorokan berwarna hitam, bagian perut hingga tungging berwarna putih, pada bagian ekor didominasi warna putih dan terdapat pita hitam subterminal, burung Rangkong badak memiliki sayap sepenuhnya berwarna hitam. Jika dibandingkan dengan spesies pembanding yang berkerabat dekat yaitu Rangkong Papan (Buceros bicornis), terdapat perbedaan karakter morfologi diantara keduanya. Rangkong Papan (Buceros bicornis) memiliki ukuran mulai cm dan menampilkan lebar sayap cm, rata-rata mencapai berat badan 3 kg, Tubuh, kepala, dan sayap terutama hitam, perut dan leher berwarna kuning. Ekor putih dan dilintasi oleh pita hitam subterminal, casque dan paruh berwarna kuning, tenggorokan berwarna kuning, pada sayap tidak sepenuhnya berwarna hitam, terdapat juga pita warna putih, sedangkan perut dan tungging didominasi dengan warna putih (Beauti of Birds, 2015) (Gb.5.1) Hasil analisis morfologi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) pada bagian warna sayap atas. Pada Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) sayap berwarna hitam sepenuhnya, sedangkan pada Rangkong Papan (Buceros bicornis) terdapat pita putih di tengah dan di pinggir, bulu ekor kedua jenis ini, terdapat juga kesamaan, didominasi warna putih dan terdapat pita hitam pada bagian subterminal. Untuk mengetahui kekerabatan kedua jenis tersebut dan jenis yang lain dilakukannya adanya kajian tentang filogenetik.

9 9 Gambar 5.1 Morfologi dari Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) (A), Ragnkong Papan (Buceros bicornis) (B). (Gambar A : dokumentasi pribadi 2015, Gambar B: beautyofbirds.com) Analisis filogenetik burung Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) dilakukan dengan pembuatan rekontruksi topologi pohon filogenetik d menggunakan metode Maximum Likelihood (ML), Neighbor Joining (NJ), Minimum Evolution (ME). Hasil rekonstruksi dari ketiga metode tersebut menunjukkan bahwa posisi Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) satu clade dengan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis). Hasil rekontruksi topologi pohon filogenetik dari ketiga metode tersebut tidak berbeda, hanya berbeda pada nilai boostrap saja. Secara berurutan nilai boostrap dari metode ME berbeda dengan nilai boostrap MJ dan NJ. Kelompok monofilogenetik pada MJ,NJ adalah 100, sedangkan pada ME yaitu 99 nilai boostrap nya. Analisis jarak genetik (Pairwise distance) dapat menunjukkan jarak genetik anatara sampel dengan masing-masing individu yang menjadi spesies pembanding. Jarak genetik antara burung Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) dan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis) voucher KU08011 sebesar 0,030/ ±3% dan bisa dikatakan merupakan satu spesies (intraspesies), jika lebih dari ±3% maka dikatakan interspesies atau beda spesies (interspesies), selain itu indeks similaritas burung Rangkong Badak individu 1 dengan burung Rangkong Badak 2 sebesar 96,9%, Rangkong Badak individu 1 dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) sebesar 96,6%, sedangkan dengan burung Rangkong Badak Individu 2 dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) sebesar 93,6%. Hasil analisis dengan menggunakan BOLD System menunjukkan Rangkong Badak satu cluster dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) voucher GBIR dan ROMC199-07, hasil analisis rekonstruksi topologi filogenetik, jarak genetik dan BOLD system semakin memperkuat posisi sampel Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) kedua sampel yang merupakan sister spesies dari Rangkong Papan voucher GBIR dan ROMC Hasil

10 10 perbandingan sekuen burung Rangkong Badak dengan spesies pembanding, menunjukkan adanya karakter automorfi yang merupakan karakter yang hanya dimiliki oleh Rangkong Badak. Karakter automorfi ini ditunjukkan pada basa nomor 293 (A), dan basa 360 (C). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) yang diteliti merupakan satu spesies kemungkinan juga keduanya merupakan subspesies, namun saat ini belum bisa dilihat sampai tingkat subspesies karena tidak ada referensi mengenai gen COI Rangkong Badak (Buceros rhinoceros), oleh karena itu perlu adanya analisis sekuen burung Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) dengan menggunakan gen mitokondria lainnya misalnya gen 16S, Cytochrome-B, dan D-loop. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kedua sampel adalah burung Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) jantan dan betina. Oleh karena itu dapat dipelihara dalam satu kandang untuk memperbanyak keturunannya agar tetap lestari populasi dan genetiknya. Berdasarkan hasil analisis kekerabatannya diketahui burung Rangkong Badak sampel berkerabat dekat dengan burung Rangkong Papan, untuk menghindari terjadinya pencampuran gen dari kedua spesies burung maka dalam pemeliharaanya sebaiknya dipisah dalam kandang yang berbeda. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil identifikasi karakter morfologi dan morfometrik, burung yang diteliti merupakan spesies Buceros rhinoceros (Rangkong Badak). Analisis genetik dengan metode Maximum Likehood (ML), Neighboor Joining (NJ), Maximum Evolution (ME) dan BOLD system menunjukan hasil bahwa burung Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) berkerabat dekat dengan burung Rangkong Papan (Bucheros bicornis) voucher GBIR dan ROMC Saran Sebaiknya ada penelitian lanjutan mengenai morfometri dan sekuen burung Rangkong Badak ditempat lainnya menggunakan gen COI dengan jumlah individu yang lebih banyak lagi. Selain itu, perlu adanya analisis sekuen burung Rangkong Badak menggunakan gen lain sebagai pendukung seperti gen Cytochrom-B untuk lebih memastikan filogenetik burung Rangkong Badak dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) sampai ketingkat sub-spesies.

11 11 DAFTAR RUJUKAN Anggraini, K., M. Kinnaird & T. O Brien The Effect of Fruit Availability and Habitat Disturbance on An Assemblage of Sumatran Hornbill. Bird Conservation International 10: Aviabase, The world bird database, eoc.org/species.jsp?avibaseid=0d3d9303b6aeb120, diakses pada tanggal 2 Februari BirdLife International Species factsheet: Buceros rhinoceros. The IUCN Red List of Threatened Species. Version International Union for Conservation of Nature. Brinkmand, F. and D. liepie Phylogenetic Analysis. In: Bioinformatics: A Practical Guide to the Analisys of Gene and Protein. Baxevanis, A.D. and B.F.F. Ouellette (Eds.). John Willey & Sons. pp Chumatphong S,. Ponglikitmongkol M,. Charoennitikul W., Mudsri. S. & Poonswad. P Hybridisation in the Wild Between The Great Hornbill (Buceros Bicornis) and the Rhinoceros Hornbill (Buceros rhinoceros) in Thailand and its Genetic Assessment. The Bulletin of Zoology, National University of Singapore. Hebert, P.D. N, Ratnasingham, S. & de Waard, J.R Barcoding animal life: cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species. Proc R Soc 270: IUCN, IUCN Red List of Threatened Species. Downloaded from (diakses pada tanggal 8 Feb.2015). Poonswad, P., Identification of Asian hornbills. In: Poonswad, P. & A. C. Kemp (eds.), Manual to the Conservation of Asian Hornbills. Hornbill Project Thailand, Bangkok. Pp Shannaz J, & Rudyanto Burung-Burung Terancam Punah di Indonesia. Jakarta: PHPA/Birdlife International-Indonesian programme. Sulandari, S., Sutrisno, H., Irham, M., Arida, E.A., Haryoko, T., Fitriana, Y.S., Dharmayanthi, A.B. & Natalia, I DNA Barcode Fauna Indonesia. Jakarta: Kencana. The Raffles Bulletin of Zoology An International Journal of Southeast Asian Zoology. Vol 61 (1): 349 Waugh J DNA Barcoding in Animal Species: Progress, Potential and Pitfalls. BioEssays, 29:

I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati.

I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian molekuler DNA Barcode dapat memberi banyak informasi diantaranya mengenai penataan genetik populasi, hubungan kekerabatan dan penyebab hilangnya keanekaragaman

Lebih terperinci

BARCODING ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi) BERDASARKAN GEN CYTOCHROME-B SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK

BARCODING ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi) BERDASARKAN GEN CYTOCHROME-B SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK BARCODING ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi) BERDASARKAN GEN CYTOCHROME-B SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK Dina Ayu Valentiningrum 1, Dwi Listyorini 2, Agung Witjoro 3 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri

Lebih terperinci

STUDI FILOGENETIK ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) BERDASARKAN DNA BARCODING CYTOCHROME-C OXCIDACE SUB UNIT I (COI)

STUDI FILOGENETIK ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) BERDASARKAN DNA BARCODING CYTOCHROME-C OXCIDACE SUB UNIT I (COI) 9-078 STUDI FILOGENETIK ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) BERDASARKAN DNA BARCODING CYTOCHROME-C OXCIDACE SUB UNIT I (COI) The Phylogenetic Study of The White-bellied Sea Eagle (Haliaeetus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Analisis Filogenetik Nannophya pygmaea (Odonata: Libellulidae)

Analisis Filogenetik Nannophya pygmaea (Odonata: Libellulidae) Analisis Filogenetik Nannophya pygmaea (Odonata: Libellulidae) Trina E. Tallei Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi, Manado, Indonesia Email: trina@daad-alumni.de

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

PAYUNG PENELITIAN LABORATORIUM REGULASI GENETIK TAHUN

PAYUNG PENELITIAN LABORATORIUM REGULASI GENETIK TAHUN D. Listyorini. Lab.Reg.Gen.2014-2019. Hal. 1/6 PAYUNG PENELITIAN LABORATORIUM REGULASI GENETIK TAHUN 2014 2019 No Tema Sub Tema/Judul Tahun Pelaksanaan 1 Regulasi Kanker dengan Gen Wnt5a 1. Skrining keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER (Amplification of Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) Gene from Shark Fin Samples

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

Kolokium Liliani Isna Devi G

Kolokium Liliani Isna Devi G Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

Kolokium Liliani Isna Devi G

Kolokium Liliani Isna Devi G Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

PENGENALAN KUCING CONGKOK (Prionailurus bengalensis) BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA di TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (TNWK)

PENGENALAN KUCING CONGKOK (Prionailurus bengalensis) BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA di TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (TNWK) PENGENALAN KUCING CONGKOK (Prionailurus bengalensis) BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA di TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (TNWK) Garnis Widiastuti 1, Elly Lestari Rustiati 1, Jani Master 1, Agus Subagyo 2, Muhammad

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2016. Preparasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Fakultas Teknobiologi

Lebih terperinci

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Visualisasi elektroforesis hasil PCR (kiri) dan Sekuen Gen Hf1-exon 1 Petunia x hybrida cv. Picotee Rose yang berhasil diisolasi.

Gambar 1. Visualisasi elektroforesis hasil PCR (kiri) dan Sekuen Gen Hf1-exon 1 Petunia x hybrida cv. Picotee Rose yang berhasil diisolasi. GTGGCCGGTGATCGG-3 ) dan reverse (5 -CCGATATGAGTCGAGAGGGCC-3 ). Hasil PCR dicek dengan elektroforesis pada agarose 1,5%. Sekuensing gen target dilakukan di 1st Base Malaysia. Hasil sekuensing berupa elektroferogram

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT (Population Of Bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb) In The Area Of Sungai

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

G091 ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK

G091 ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK G091 ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK Handayani, Dedy Duryadi Solihin, Hadi S Alikodra. Universitas Islam Assyafiiyah Jakarta Timur Institut Pertanian Bogor Email:- ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan tanaman, hewan dan mikroorganisme, termasuk

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat. LOVEBIRD Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves Order : Psittaciformes Superfamily : Psittacoidea Family : Psittaculidae Subfamily : Agapornithinae Genus : Agapornis Species: 1. Agapornis Personatus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

STATUS TAKSONOMI IKAN NOMEI DARI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN UTARA BERDASARKAN GEN 16S rrna SEBAGAI UPAYA KONSERVASI IKAN LAUT LOKAL INDONESIA

STATUS TAKSONOMI IKAN NOMEI DARI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN UTARA BERDASARKAN GEN 16S rrna SEBAGAI UPAYA KONSERVASI IKAN LAUT LOKAL INDONESIA Status Taksonomi Ikan Nomei ( Endik Deni Nugroho dan Dwi Anggorowati Rahayu) STATUS TAKSONOMI IKAN NOMEI DARI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN UTARA BERDASARKAN GEN 16S rrna SEBAGAI UPAYA KONSERVASI IKAN LAUT

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel : 19-20 November KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA Yusrina Avianti Setiawan 1), Muhammad Kanedi 1), Sumianto 2), Agus Subagyo 3), Nur Alim

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi Taksonomi atau sistematik adalah hal yang penting dalam klasifikasi organisme dan meliputi beberapa prosedur seperti identifikasi dan penamaan. Sekarang dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan

Lebih terperinci

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti)

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) ) terbagi menjadi sembilan subspesies yang tersebar di Asia, mulai dari daratan Turki hingga ke Rusia dan Indonesia. Namun saat ini hanya tersisa enam subspesies harimau saja di dunia. Tiga subspesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pimpinella pruatjan Molkenb. (Apiaceae) atau yang dikenal dengan nama purwoceng. P. pruatjan sebagai tanaman herba komersial berkhasiat obat yaitu sebagai afrodisiak, diuretik

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Depik, eas, dan relo; yang manakah Rasbora tawarensis?

Depik, eas, dan relo; yang manakah Rasbora tawarensis? Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):93-98 CATATAN SINGKAT Depik, eas, dan relo; yang manakah Rasbora tawarensis? [Depik, eas, and relo; which one is Rasbora tawarensis?] Z.A. Muchlisin Jurusan Budi Daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Burung beo (Gracula religiosa Linnaeus 1758) merupakan salah satu satwa yang banyak digemari masyarakat, karena kepandaiannya dalam menirukan ucapan-ucapan manusia ataupun suara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER SIRIP IKAN HIU YANG DIDAPAT DARI PENGUMPUL SIRIP DI MINAHASA

IDENTIFIKASI MOLEKULER SIRIP IKAN HIU YANG DIDAPAT DARI PENGUMPUL SIRIP DI MINAHASA IDENTIFIKASI MOLEKULER SIRIP IKAN HIU YANG DIDAPAT DARI PENGUMPUL SIRIP DI MINAHASA (Molecular Identification of Shark Fins Collected from Fins Collectors in Minahasa) Maratade Mopay 1*, Stenly Wullur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

Kelimpahan dan Distribusi Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) di Kawasan PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan, Sumatera Barat

Kelimpahan dan Distribusi Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) di Kawasan PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan, Sumatera Barat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Kelimpahan dan Distribusi Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) di Kawasan PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan, Sumatera Barat Rahma Fitry

Lebih terperinci

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PENGATURAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI DI INDONESIA DAN DI AUSTRALIA DIKAITKAN DENGAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik Pulau Bali yang sekarang penyebarannya terbatas hanya di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Burung ini dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung paruh bengkok termasuk diantara kelompok jenis burung yang paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok yang ada di Indonesia dikategorikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah Penelitian...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh adalah salah satu jenis burung yang hidup secara liar dan keberadaannya di alam bebas dan terbuka. Burung ini biasanya ditemukan dengan cara diburu di hutan-hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

DNA BARCODE DAN ANALISIS FILOGENETIK MOLEKULER BEBERAPA JENIS BIVALVIA ASAL PERAIRAN SULAWESI UTARA BERDASARKAN GEN COI

DNA BARCODE DAN ANALISIS FILOGENETIK MOLEKULER BEBERAPA JENIS BIVALVIA ASAL PERAIRAN SULAWESI UTARA BERDASARKAN GEN COI DNA BARCODE DAN ANALISIS FILOGENETIK MOLEKULER BEBERAPA JENIS BIVALVIA ASAL PERAIRAN SULAWESI UTARA BERDASARKAN GEN COI (The DNA Barcode and molecular phylogenetic analysis several Bivalve species from

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) Kode/Nama Rumpun Ilmu: 307/Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) KLONING DAN ANALISIS SEKUEN DBLβC2-VAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Posisi geografis yang terletak di antara dua benua dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori dasar yang dijadikan sebagai landasan dalam penulisan tugas akhir ini. 2.1 Ilmu Bioinformatika Bioinformatika merupakan kajian yang mengkombinasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0 BT-141 0 BT, diantara benua Asia dan Australia. Posisi geografis tersebut menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

GENETIKA POPULASI Manta alfredi (Krefft, 1868) ANTARA RAJA AMPAT, PULAU KOMODO DAN NUSA PENIDA BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA

GENETIKA POPULASI Manta alfredi (Krefft, 1868) ANTARA RAJA AMPAT, PULAU KOMODO DAN NUSA PENIDA BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA Foto : Toufan GENETIKA POPULASI Manta alfredi (Krefft, 1868) ANTARA RAJA AMPAT, PULAU KOMODO DAN NUSA PENIDA BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA Toufan Phardana 1), Yuli Naulita 1), Beginer Subhan 1), Hawis Madduppa

Lebih terperinci

ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA.

ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA. ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah Negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat banyak. Salah satunya adalah keanekaragaman jenis satwanya. Dari sekian banyak keanekaragaman

Lebih terperinci

MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA

MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA NEWSLETTER [CLICK TO TYPE THE PHOTO CREDIT] 2013 MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA Badak Jawa yang memiliki nama latin Rhinoceros sondaicus merupakan salah satu hewan yang dijamin oleh Undang-undang di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

KELIMPAHAN DAN POLA DISTRIBUSI BURUNG RANGKONG (BUCEROTIDAE) DI KAWASAN PT. KENCANA SAWIT INDONESIA (KSI), SOLOK SELATAN, SUMATERA BARAT

KELIMPAHAN DAN POLA DISTRIBUSI BURUNG RANGKONG (BUCEROTIDAE) DI KAWASAN PT. KENCANA SAWIT INDONESIA (KSI), SOLOK SELATAN, SUMATERA BARAT KELIMPAHAN DAN POLA DISTRIBUSI BURUNG RANGKONG (BUCEROTIDAE) DI KAWASAN PT. KENCANA SAWIT INDONESIA (KSI), SOLOK SELATAN, SUMATERA BARAT Rahma Fitry Nur 1) *, Wilson Novarino 2), Jabang Nurdin 1) 1) Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FILOGENETIK KURA-KURA (Cuora amboinensis) DI DAERAH SULAWESI BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA (Cytochrome c Oxidase Sub Unit 1)

ANALISIS FILOGENETIK KURA-KURA (Cuora amboinensis) DI DAERAH SULAWESI BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA (Cytochrome c Oxidase Sub Unit 1) ANALISIS FILOGENETIK KURA-KURA (Cuora amboinensis) DI DAERAH SULAWESI BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA (Cytochrome c Oxidase Sub Unit 1) (PHYLOGENETIC ANALYSIS OF TURTLE S (Cuora amboinensis) IN SULAWESI BASED

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Deteksi Gen Target E6 HPV 18 Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengidentifikasi variasi molekuler (polimorfisme) gen E6 HPV 18 yang meliputi variasi urutan

Lebih terperinci

Uji Palatabilitas Pakan pada Burung Rangkong di Penangkaran Taman Rusa. Feed Palatability Test on Hornbill in Taman Rusa

Uji Palatabilitas Pakan pada Burung Rangkong di Penangkaran Taman Rusa. Feed Palatability Test on Hornbill in Taman Rusa Uji Palatabilitas Pakan pada Burung Rangkong di Penangkaran Taman Rusa Feed Palatability Test on Hornbill in Taman Rusa Nanda Yustina, Abdullah, Devi Syafrianti Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

Kryptopterus spp. dan Ompok spp. TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai

Lebih terperinci