PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1-1
|
|
- Shinta Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan lahan merupakan wujud nyata dari pengaruh aktivitas manusia terhadap sebagian fisik permukaan bumi. Daerah perkotaan mempunyai kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau perkembangannya, karena seringkali pemanfaatan lahan tidak sesuai dengan peruntukannya dan tidak memenuhi syarat. Perubahan penggunaan lahan yang paling intensif adalah perubahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman dan penggunaan lairmya. Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada makin meningkatnya perubahan penggunaan lahan. Pertumbuhan dan aktivitas penduduk yang tinggi terutama terjadi di daerah perkotaan, sehingga daerah perkotaan pada umumnya mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat. Menurut Miller (1988), sebanyak 43 % penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Sementara menurut Simmond (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta hektar lahan hijau (pertanian, kehutanan, perkebunan, dan lain-lain) telah berubah peruntukannya menjadi lahan perkotaan. Adanya perubahan penggunaan lahan tersebut dilihat dari aspek ekonomi pertanian merupakan ancaman terhadap ketahanan pangan penduduk dan dilihat dari aspek lingkungan hal itu merupakan ancaman terhadap daya dukung lingkungan. Makin banyaknya penduduk kota akibat pertumbuhan alami maupun migrasi berimplikasi pada makin besamya tekanan penduduk atas lahan kota, karena kebutuhan lahan untuk tempat tinggal mereka dan lahan untuk fasilitas-fasilitas lain sebagai pendukungnya yang semakin meningkat. Hal ini menjadi persoalan besar bagi perencana, pengelola kota maupun penduduk sendiri. Bagi para perencana dan pengelola kota dinamika pertumbuhan penduduk yang cepat dan tuntutan pengaturan penggunaan lahan kota yang terbatas tetapi selalu berubah mendatangkan pekerjaan tersendiri. 1-1
2 Pengaturan terhadap penggunaan lahan pertanian yang produktif merupakan suatu hal yang sangat urgen. Hal ini didasari pemikiran semakin sempitnya lahan untuk kegiatan pertanian, khususnya lahan pertanian pangan, dan ini tentunya akan mengancam keberlangsungan ketersediaan pangan bagi kita. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme yang didasari kaidah-kaidah ilmiah dan tidak melanggar ketentuan yang ada. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN Maksud Kegiatan Maksud kegiatan Studi Penerapan Mekanisme Insentif dan Disinsentif Dalam Mendukung Lahan Pertanian Berkelanjutan ini adalah untuk membuat suatu konsep yang dapat diimplementasikan dalam melindungi keberlanjutan pemanfaatan lahan pertanian, khususnya pertanian pangan Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan Studi Penerapan Mekanisme Insentif dan Disinsentif Dalam Mendukung Lahan Pertanian Berkelanjutan ini adalah sebagai berikut : 1 Mengetahui informasi perubahan penggunaan lahan dilihat dari aspek luas dan jenis penggunaan lahan; 2 Menyusun kebijakan mekanisme insentif dan disinsentif bagi pemanfaatan lahan pertanian, khususnya pertanian pangan; 3 Menyusun kebijakan Landreform dalam pendistribusian pemanfaatan lahan. 1.3 RUANG LINGKUP KEGIATAN Lingkup Wilayah Lingkup wilayah Pekerjaan Studi Penerapan Mekanisme Insentif dan Disinsentif Dalam Mendukung Lahan Pertanian Berkelanjutan adalah Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Lingkup Materi Adapun lingkup materi dari Pekerjaan Studi Penerapan Mekanisme Insentif dan Disinsentif Dalam Mendukung Lahan Pertanian Berkelanjutan adalah sebagai berikut : 1 Terindentifikasi potensi lahan pertanian khususnya pertanian pangan. Potensi lahan dibutuhkan untuk menggambarkan potensi pertanian pangan dalam rangka 1-2
3 pemenuhan kebutuhan pangan lokal Kabupaten Serdang Bedagai 2 Teridentifikasi potensi alih fungsi lahan ke arah pertanian non pangan atau ke arah non pertanian. Potensi alih fungsi lahan akan menggambarkan besaran luasan lahan pertanian yang akan beralih fungsi yang mengakibatkan penurunan produksi sektor pertanian yang akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan. 3 Teridentifikasi faktor-faktor pendukung terjadinya alih fungsi lahan. Faktor-faktor pendukung alih fungsi lahan akan menggambarkan jenis-jenis permasalahan yang terjadi sebagai penyebab alih fungsi lahan serta berapa besar peran suatu faktor pendukung terhadap terjadinya proses alih fungsi lahan. 4 Terindentifikasinya faktor-faktor penghambat alih fungsi lahan. Setelah faktor pendukung diperoleh untuk mengatasi terjadinya alih fungsi lahan perlu diidentifikasi kebutuhan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pertanian, atau kebutuhan lainnya atas lahan tersebut sehingga tidak terjadi alih fungsi lahan 5 Terpetakan potensi lahan pertanian dan potensi alih fungsi lahan serta masalah yang terkait dengan alih fungsi lahan. 6 Teridentifikasi hal hal yang bisa menjadi insentif bagi pemilik lahan untuk mempertahankan fungsi lahan dan disinsentif bagi pemilik lahan sebagai upaya penghambat alih fungsi lahan. 7 Terdisainnya mekanisme pemberian insentif dan disinsentif pada pemilik lahan 1.4 LANDASAN TEORI Teori Alokasi Lahan. Penggunaan lahan merupakan resultante dari interaksi berbagai macam faktor yang menentukan keputusan perorangan, kelompok, ataupun pemerintah. Oleh karena itu proses perubahan penggunaan lahan sifatnya sangat kompleks. Mekanisme perubahan itu melibatkan kekuatan-kekuatan pasar, sistem administratif yang dikembangkan pemerintah, dan kepentingan politik. Peranan pasar dalam proses alokasi penggunaan lahan sudah banyak dipelajari (Chisholm, 1966; Alonso, 1970; Barlowe, 1978) yang mendasarkan pada efisiensi. Oleh karena itu, tingkah laku individual yang dimasukkan dalam mekanisme pasar didasarkan pada nilai penggunaan (utility) yaitu highest and best use. Secara teoritis, sejauhmana efisiensi alokasi sumberdaya lahan dapat dicapai melalui mekanisme pasar, akan tergantung apakah hak pemilikan (ownership) dapat 1-3
4 mengontrol himpunan karakteristik sumberdaya lahan. Himpunan karakteristik ini antara lain adalah : eksternalitas, inkompatibilitas antar alternatif penggunaan, ongkos transaksi, economies of scale, aspek pemerataan, dan keadilan. Dalam prakteknya, pemerintah di sebagian besar negara di dunia memegang peran kunci dalam alokasi lahan. Dengan sangat strategisnya fungsi dan peran lahan tanah dalam kehidupan masyarakat (ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan) maka pemerintah mempunyai legitimasi kuat untuk mengatur kepemilikan/penguasaan tanah. Peran pemerintah dalam alokasi lahan sumberdaya lahan dapat berupa kebijakan yang tidak langsung seperti pajak, zonasi (zoning), maupun kebijakan langsung seperti pembangunan waduk dan kepemilikan lahan seperti hutan, daerah lahan tambang, dan sebagainya. Dengan demikian peranan pemerintah melalui sistem perencanaan wilayah (tata guna) ditujukan untuk: (1) menyediakan sumberdaya lahan untuk kepentingan umum, (2) meningkatkan keserasian antar jenis penggunaan lahan, dan (3) melindungi hak milik melalui pembatasan aktivitas-aktivitas yang membahayakan. Secara garis besar, model tata guna lahan dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, model mikro dimana satuan analisisnya mikro (misalnya perusahaan). Dalam pendekatan ini terdapat empat model yang biasa diacu yaitu: (1) model von Thunen, (2) model Burges, (3) model Hoyt, dan (4) model Weber (Barlowe, 1978; Foust and de Souza, 1978). Kedua, model analitik pendekatan wilayah, dimana unit analisisnya adalah wilayah. Model klasik dari alokasi lahan adalah model Ricardo. Menurut model ini, alokasi lahan akan mengarah pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang lebih tinggi, yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya. Menurut von Thunen nilai land rent bukan hanya ditentukan oleh kesuburannya tetapi merupakan fungsi dari lokasinya. Pendekatan von Thunen mengibaratkan pusat perekonomian adalah suatu kota yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya homogen. Tataguna lahan yang dihasilkan dapat dipresentasikan sebagi cincin-cincin lingkaran yang bentuknya konsentris yang mengelilingi kota tersebut. 1-4
5 Gambar 1.1 Penentuan Locational Rent Function Menurut Model Von Thunen Defenisi Lahan Pertanian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Lahan sawah merupakan salah satu sarana yang penting di dalam pembangunan Sektor Pertanian. Lahan sawah yang ada pada publikasi ini adalah lahan sawah yang terdiri dari lahan sawah irigasi dan sawah bukan irigasi. Pergeseran lahan sawah dapat mempengaruhi produktivitas padi pada khususnya dan sektor pertanian pada umumnya Pengertian Alih Fungsi Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan peggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar-besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar. 9 Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian. 1-5
6 Dalam rangka dilakukannya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan permohonannya melalui mekanisme perijinan. Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat melalui ijin lokasi atau ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Perbedaan dari dua mekanisme tersebut adalah terletak pada luasnya tanah yang dimohon, apabila luas tanah pertanian yang dimohonkan perubahan penggunaannya ke tanah non pertanian kurang dari m3 maka ijin yang diperlukan adalah ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, sedangkan apabila lebih dari m 3 maka ijin yang diperlukan adalah ijin lokasi. Sejak manusia pertama kali menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Konkritnya, lahan difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam (pertanian). Seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penggunaan lahan mulai terusik. Keterusikan ini akhirnya menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan. Perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan, kian waktu kian meningkat. Khusus untuk Indonesia, fenomena ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari, jika tidak diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya, alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Sebetulnya sejumlah perundangundangan telah dibuat dan berbagai peraturan sudah diciptakan, namun semuanya seakan-akan mandul dalampengendalian alih fungsi lahan pertanian. Dengan kata lain, efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi tersebut belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diwujudkan suatu strategi pengendalian alternatif, yaitu yang bertumpu pada partisipasi masyarakat. Secara umum tulisan ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang bertumpu pada partisipasi masyarakat. 1-6
7 Tujuan spesifiknya adalah : 1) Mengidentifikasi keragaan alih fungsi lahan pertanian dan kinerja pengendaliannya; 2) Merekomendasikan strategi alternatif pengendalian alih fungsi lahan, baik strategi peraturan kebijakan maupun strategi partisipasi masyarakat. Di satu sisi, alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Di sisi lainnya, efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diwujudkan suatu strategi pengendalian alternatif yang bertumpu pada partisipasi masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi keragaan alih fungsi lahan pertanian dan kinerja pengendaliannya; dan (2) merekomendasikan strategi alternatif pengendalian alih fungsi lahan, baik strategi peraturan kebijakan maupun strategi partisipasi masyarakat. Strategi peraturan kebijakan mencakup komponen instrument hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. Sementara itu, strategi partisipasi masyarakat ditempuh melalui pemahaman terhadap eksistensi pemangku kepentingan (stakeholder analysis). Dengan kata lain, strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang bertumpu pada partisipasi masyarakat adalah dengan melibatkan peran serta aktif segenap pemangku kepentingan (stakeholders) sebagai entry point perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian (fokus analisis) perundang-undangan dan peraturan yang ada melalui pendekatan sosialisasi dan advokasi. Dua kata kunci dalam strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian adalah holistik dan komprehensif. Dengan kata lain, alih fungsi lahan pertanian harus jadi perhatian semua pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat di dalamnya. Pihak-pihak yang dimaksud merupakan tumpuan dengan dimensi cukup luas, yakni segenap lapisan masyarakat atau pemangku kepentingan (stakeholders) yang berhubungan secara nyata dan tidak nyata dengan alih fungsi lahan pertanian. Sehubungan dengan itu, dasar pemikiran mengenai strategi pengendalian alih fungsi lahan yang bertumpu pada masyarakat ini disajikan pada Gambar
8 Gambar 1.2 Dasar PemikiranStrategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat Dari Gambar 1.2 dapat diperhatikan bahwa terdapat tiga langkah dalam mewujudkan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang bertumpu pada masyarakat. Pertama, titik tumpu (entry point) strategi pengendalian adalah melalui partisipasi segenap pemangku kepentingan. Hal ini cukup mendasar, mengingat para pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan proses alih fungsi lahan pertanian. Kedua, fokus analisis strategi pengendalian adalah sikap pandang pemangku kepentingan terhadap eksistensi peraturan kebijakan seperti instrument hukum (peraturan perundang-undangan), instrumen ekonomi (insentif, disinsentif, kompensasi) dan zonasi (batasan-batasan alih fungsi lahan pertanian). Esensinya, sikap pandang pemangku kepentingan seyogyanya berlandaskan inisiatif masyarakat dalam bentuk partisipasi aksi kolektif yang sinergis dengan peraturan kebijakan, sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat. Ketiga, sasaran (goal) strategi pengendalian adalah terwujudnya pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang selaras dan berkelanjutan. Selanjutnya, fokus perhatian terhadap eksistensi dan partisipasi pemangku kepentingan dapat dicermati dengan metode analisis pemangku kepentingan (stakeholder analysis). Analisis ini berhubungan dengan penilaian kelembagaan dan analisis sosial dalam kerangka sosial kelembagaan. Implementasinya, 1-8
9 analisis pemangku kepentingan merupakan kerangka logis (logical framework) rancangan kegiatan partisipatif Strategi Alternatif Pengendalian Alih Fungsi Lahan 1) Strategi Peraturan Kebijakan Perlu digarisbawahi bahwa penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian boleh dikatakan bersifat multidimensi. Oleh karena itu, upaya pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja. Mengingat nilai keberadaan lahan pertanian bersifat multifungsi, maka keputusan untuk melakukan pengendaliannya harus memperhitungkan berbagai aspek yang melekat pada eksistensi lahan itu sendiri. Hal tersebut mengingat lahan yang ada mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa (service) yang dihasilkan maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya. Sehubungan dengan isu di atas, Pearce and Turner (1990) merekomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi lahan sawah (wetland), yaitu melalui : a) Regulation; Melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan bias melakukan pewilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Dalam tatanan praktisnya, pola ini telah diterapkan pemerintah melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembentukan Tim Sembilan di tingkat kabupaten dalam proses alih fungsi lahan. Sayangnya, pelaksanaan di lapang belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada. b) Acquisition And Management; Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian. 1-9
10 c) Incentive And Charge. Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya. Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada acuan pendekatan pengendalian sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu mampu memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. Instrumen hukum meliputi penerapan perundang-undangan dan peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi mencakup insentif, disinsentif, dan kompensasi. Kebijakan pemberian insentif diberikan kepada pihak-pihak yang mempertahankan lahan dari alih fungsi. Pola pemberian insentif ini antara lain dalam bentuk keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta kemudahan sarana produksi pertanian (Isa, 2006). Sebaliknya, disinsentif diberikan kepada pihak-pihak yang melakukan alih fungsi lahan yang implementasinya berlawanan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Sementara itu, kompensasi ditujukan untuk pihak-pihak yang dirugikan akibat alih fungsi lahan untuk kegiatan pembangunan, atau yang mencegah terjadinya alih fungsi demi kelestarian lahan sebagai sumber produksi pertanian (pangan). Dengan kata lain, penerapan instrumeninstrumen tersebut berkaitan dengan pemberian penghargaan dan sanksi pelanggaran (reward andpunishment). Kebijakan zonasi berhubungan dengan ketatalaksanaan tata ruang wilayah melalui pengelompokan (cluster) lahan menjadi tiga kategori zona pengendalian, yaitu lahan yang dilindungi (tidak boleh dialihfungsikan), alih fungsi terbatas, dan boleh dialihfungsikan. Zonasi diatur berdasarkan kriteria klasifikasi irigasi, intensitas tanam, dan produktivitas lahan sawah. Kriteria irigasi dibedakan atas lahan sawah beririgasi dan nonirigasi. Kriteria intensitas tanam adalah satu hingga dua kali 1-10
11 tanam per tahun, sedangkan kriteria produktivitas yaitu di bawah 4,5 ton/ha/panen. 1.5 SISTEMATIKA LAPORAN Sistematika Laporan Draft Akhir Pekerjaan Studi Penerapan Mekanisme Insentif dan Disinsentif Dalam Mendukung Lahan Pertanian Berkelanjutan adalah: BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang, maksud dan tujuan kegiatan, ruang lingkup kegiatan baik lingkup waktu maupun lingkup materi dari kegiatan penyusunan Studi Penerapan Mekanisme Insentif dan Disinsentif Dalam Mendukung Lahan Pertanian Berkelanjutan. BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN Pada bab ini membahas mengenai tinjauan terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan ketahanan pangan, kebijakan RTRW Kabupaten Serdang Bedagai, kebijakan RPJP Kabupaten Serdang Bedagai dan RPJM Kabupaten Serdang Bedagai BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN Pada bab ini membahas mengenai kondisi fisik Kabupaten Serdang Bedagai serta kondisi pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai. BAB 4 ANALISA Pada bab ini membahas analisa kesesuaian lahan, analisa kependudukan, analisa pergeseran lahan yang beralih fungsi, analisa potensi pertanian padi, analisa terhadap ketersediaan infrastruktur pendukung, analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat petani, analisa terhadap penilaian responden. 1-11
12 BAB 5 KONSEP MEKANISME PENERAPAN INSENTIF DAN DISINSENTIF LAHAN PERTANIAN Pada bab ini mambahas mengenai tujuan penerapan insentif dan disinsentif, kebijakan pemerintah berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah tentang lahan pangan berkelanjutan, serta kebijaksanaan yang ditempuh untuk mempertahankan lahan pangan berkelanjudan, dan mekanisme insentif dan disinsentif. 1-12
II. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih.
[Type text] [Type text] [Type tex[type text] [T KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Studi Penerapan Mekanisme Insentif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas
Lebih terperincifungsi jalan, harga lahan, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan ketersediaan sarana prasarana. C uste s r te I Cluster II
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan yang terjadi di sekitar Jalan Lingkar Utara Kabupaten Pemalang berdasarkan hasil analisis likert antara lain adalah : fungsi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS MAHASISWA. TERHADAP KETAHANAN PANGAN SERTA ALTERNATIF SOLUSI PEMECAHANNYA 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKMP-AI ( ) PKM-GT
HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS MAHASISWA 1. Judul Kegiatan :DAMPAK KONVERSI SAWAH IRIGASI TEKNIS TERHADAP KETAHANAN PANGAN SERTA ALTERNATIF SOLUSI PEMECAHANNYA 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKMP-AI ( ) PKM-GT
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil
Lebih terperinciSTRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS 2006 KATA PENGANTAR Buku Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Lebih terperinciT E S I S. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.
PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH TERHADAP PRODUKSI PANGAN UTAMA DI PROVINSI JAWA TIMUR: SUATU ANALISIS KEBIJAKAN T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan modal dasar bagi pembangunan di semua sektor, yang luasnya relatif tetap. Lahan secara langsung digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN
Lebih terperinciISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN
ISSN 0216-8138 52 DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN Oleh I Ketut Suratha Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali Abstrak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat
Lebih terperinciRencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;
Penataan ruang kota pada dasarnya mencakup kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu dalam Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Kota Sei
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciDAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat... 8 1.4 Ruang Lingkup...
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana
TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Lahan Sawah Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/ menyalurkan air,yang biasanya ditanami padi sawah
Lebih terperinciKABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR
BERITA KABUPATEN CIANJUR DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI CIANJUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN PENCETAKAN SAWAH BARU DI KABUPATEN CIANJUR BUPATI CIANJUR, Menimbang : a.
Lebih terperinciCUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menghadapi tantangan yang berat dan sangat kompleks. Program dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN
PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa
Lebih terperinciRENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA
1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.
Lebih terperinciSTRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN BERTUMPU PADA PARTISIPASI MASYARAKAT
STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN BERTUMPU PADA PARTISIPASI MASYARAKAT Muhammad Iqbal dan Sumaryanto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
Lebih terperinci21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Pontianak, 21 Januari 2017 SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA RAPAT KERJA NASIONAL TAHUNAN PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI) TAHUN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 14 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 14 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA UNTUK PEMANFAATAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR JAMBI,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang
Lebih terperinciSTRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG
STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciSTRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN BERTUMPU PADA PARTISIPASI MASYARAKAT
STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN BERTUMPU PADA PARTISIPASI MASYARAKAT Muhammad Iqbal dan Sumaryanto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada
Lebih terperinciSituasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim
BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Iwan Isa Direktur Penatagunaan Tanah, BPN-RI PENDAHULUAN Produksi pangan dalam negeri menjadi unsur utama dalam memperkuat ketahanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan utama dalam pemenuhan kebutuhan bangan pangan adalah berkurangnya luas lahan karena adanya alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Konversi lahan pertanian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciTugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP
Tugas Akhir PW 09-1333 Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit dikabupaten Siak-Riau Ikhlas Saily NRP 3607 100 027 Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP PROGRAM
Lebih terperinciBUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KABUPATEN TEMANGGUNG
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian lahan lebih luas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, dikenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian lahan lebih luas daripada tanah,
Lebih terperinciIMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA
IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA Oleh: Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc. Direktur Jenderal Penataan Ruang, Dep. Pekerjaan Umum
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
257 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menindaklanjuti ketentuan
Lebih terperinciDAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciBab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi
Lebih terperinciPengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani Pemilik Lahan
Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani Pemilik Lahan di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA INSTITUT
Lebih terperinciDAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI ( Studi Kasus : Di Desa Landangan Kecamatan Kapongan )
DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI ( Studi Kasus : Di Desa Landangan Kecamatan Kapongan ) Oleh : Puryantoro*), Sulistyaningsih**) *). Alumni Fakultas Pertanian Universitas Abdurachman
Lebih terperinciPengendalian pemanfaatan ruang
Assalamu alaikum w w Pengendalian pemanfaatan ruang Surjono tak teknik UB Penyelenggaraan penataan ruang (UU no 26 /2007) PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PENGATURAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Pasal
Lebih terperinciKetentuan Umum Istilah dan Definisi
Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk berarti jumlah kebutuhan menjadi lebih besar, salah satunya kebutuhan pada lahan. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia bermatapencaharian
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk ditinjau dari segi kuantitatif maupun kualitatif dapat dikategorikan sangat tinggi. Pertumbuhan tersebut akan menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi
Lebih terperinciKETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas
KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas I. Pendahuluan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang
Lebih terperinciKEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG
Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciINSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Oleh : Benny Rachman Amar K. Zakaria
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional
Lebih terperinciKAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR SELATAN KOTA SALATIGA
Surabaya, Juli 202, ISSN 2306752 KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR SELATAN KOTA SALATIGA ARI FITRIANTO, ANAK AGUNG GDE KARTIKA 2 DAN PUTU GDE ARIASTITA 3 Mahasiswa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)
Lebih terperinciDAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH
DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH Kasdi Subagyono Pesatnya pembangunan sektor industri, perumahan, transportasi, wisata dan sektor perekonomian lainnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin
Lebih terperinci