BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH PROVINSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH PROVINSI"

Transkripsi

1 V-1 BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH PROVINSI BAB V Penetapan Kawasan Strategis Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Sosial dan Budaya Kawasan Strategis dari sudut Kepentingan Pendayagunaan SDA dan/atau Teknologi Tinggi Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH PROVINSI 5.1 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap: a. Tata ruang di wilayah sekitarnya; b. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau c. Peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kawasan strategis provinsi merupakan bagian wilayah provinsi yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis provinsi lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis provinsi akan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata ruang kawasan strategis. a. b. c. Kawasan strategis provinsi ditetapkan dengan kriteria: a. Memperhatikan faktor-faktor di dalam tatanan ruang wilayah provinsi yang memiliki kekhususan; Kawasan strategis provinsi berfungsi: b. Untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa terakomodasi dalam rencana struktur ruang dan rencana pola ruang; Memperhatikan Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang berada di wilayah provinsi; c. Dapat berhimpitan dengan kawasan strategis nasional, namun harus memiliki kepentingan/kekhususan yang berbeda serta harus ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi yang jelas; d. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi yaitu merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki: Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah provinsi yang dinilai mempunyai pengaruh sangat penting terhadap wilayah provinsi bersangkutan; dan Sebagai dasar penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi. Kawasan strategis provinsi ditetapkan berdasarkan: a. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; b. Nilai strategis dari aspek-aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan; c. Kesepakatan para pemangku kebijakan yang ditetapkan; d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah provinsi; dan e. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. kepentingan berdasarkan 1) Potensi ekonomi cepat tumbuh; 2) Sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi; 3) Potensi ekspor; 4) Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; 5) Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; 6) Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan; atau 7) Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi.

2 V - 2 e. Dapat merupakan kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam wilayah provinsi; f. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya antara lain kawasan yang: 1) Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya; 2) Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya; 3) Merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan; 4) Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya; 5) Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau 6) Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial. g. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi di wilayah provinsi, antara lain: 1) Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir; 2) Memiliki sumber daya alam strategis; 3) Memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa; 4) Memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau 5) Memiliki fungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. h. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, seperti halnya kawasan yang: 1) Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati; 2) Merupakan kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; 3) Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian; 4) Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; 5) Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; 6) Merupakan kawasan rawan bencana alam; atau 7) Merupakan kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan. i. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis lainnya yang sesuai dengan kepentingan pembangunan wilayah provinsi. Kawasan Strategis yang terdapat di Provinsi Jawa Timur terdiri dari: 1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi 2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan 3. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya 4. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan SDA dan/atau teknologi tinggi 5. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan 5.2 KAWASAN STRATEGIS DARI SUDUT KEPENTINGAN EKONOMI Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi diidentifikasi melalui penentuan sektor-sektor ekonomi kunci Jawa Timur, sektorsektor unggulan yang dimiliki oleh setiap kabupaten/kota, preferensi investasi di masing-masing kabupaten/kota, serta pengembangan kebijakan infrastruktur pendukung pengembangan wilayah. Kemudian diidentifikasi juga karakteristik tingkat perkembangan masing-masing kabupaten/kota. Arah pengembangan ekonomi Provinsi Jawa Timur lebih jelas dijabarkan melalui penentuan kawasan-kawasan strategis ekonomi dengan melihat posisi tingkat perkembangan setiap kabupaten/kota, prioritas sektor unggulan apa yang dikembangkan di kawasan tersebut berdasar sektor kunci Jawa Timur, serta kebutuhan infrastruktur pendukung wilayahnya. Prioritas investasi jangka pendek dan jangka panjang serta potensi kerja sama antardaerah menjadi input untuk menetapkan fokus sektor pada setiap kawasan strategis yang dikembangkan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN (Lampiran X) telah ditetapkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dari sudut kepentingan ekonomi di Jawa Timur yaitu Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Adapun kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang ditetapkan di tingkat Provinsi berupa Kawasan Strategis Provinsi (KSP) meliputi:

3 V Kawasan Industri Berteknologi Tinggi/High Tech Industrial Park (HTIP) High Tech Industrial Park (HTIP) dikembangkan sebagai kawasan industri yang mempunyai jenis bidang kegiatan khusus yaitu kegiatan industri yang menghasilkan produk dan/atau inovasi proses produksi berteknologi tinggi (canggih). Aktivitas utama suatu HTIP adalah aktivitas industri berteknologi tinggi. Kawasan industri khusus ini ditetapkan di kawasan dengan karakteristik perkembangan wilayah yang tinggi, yaitu di Kota Surabaya dan Sidoarjo. High Tech Industrial Park (HTIP) terdiri atas Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya yang pengembangannya ke arah perindustrian Brebek di Sidoarjo. Lebih lanjut pengembangan HTIP juga mempertimbangkan aspek lingkungan khususnya pencegahan terhadap risiko pencemaran, mengingat penetapan lokasinya berada di wilayah perkotaan. Dengan demikian, maka pengembangan HTIP perlu juga mengakomodasi konsep ecological industrial estate. Dalam pengembangannya, konsep HTIP menekankan pentingnya inovasi teknologi sehingga aktivitas research and development dan kerjasama institusional dengan lembaga penelitian/ akademis menjadi aktivitas utama. Secara garis besar aktivitas utama HTIP berorientasi pada 2 hal pokok yaitu: a. Industri dengan fokus utama mengenalkan dan mempromosikan teknologi tinggi dan teknik-teknik pengolahan yang lebih tinggi; contohnya dalam bidangbidang sebagai berikut: 1. Industri Elektronik Tingkat Lanjut (Advanced Electronic Industries) 2. Pengolahan Alat Medis dan Pengetahuan Saintifik (Manufacture of Medical and Scientific Instruments) 3. Aplikasi Alat Optik dan Optik Elektrik (Optical and Electro Optical Application) 4. Bioteknologi (Biotechnology) 5. Tes Produk dan Pelayanan Analisis (Product Testing and Analysis Services) 6. Bahan Tingkat Lanjut (Advanced Materials) 7. Pelayanan Kontrak Riset dan Pengembangan (Contract R and D Services) 8. Kontrol terhadap Proses Pengolahan dan Otomatisasi Peralatan (Manufacture of Process control and Automation Equipments) b. Industri yang berorientasi research and development, dan berkolaborasi dengan universitas dan institutsi-institusi penelitian publik. 2. Kawasan Ekonomi Unggulan (KEU) Kawasan ini diprioritaskan untuk mengakomodasi kecenderungan meningkatkan transaksi global. Kawasan ini dikembangkan dengan tujuan utama untuk meningkatkan ekspor komoditas dan produksi utama serta mempermudah impor bahan baku untuk proses produksi di tanah air. Kawasan ini perlu didukung oleh Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri, Zona Pengembangan Teknologi, dan zona ekonomi lainnya seperti Zona Perdagangan dan Zona Pelayanan. Zona Industri yang terintegrasi dengan kawasan ini terutama industri yang bersifat pengembangan industri dasar dan manufaktur, terutama yang berorientasi pada sumberdaya lokal. Potensi industri ini dikembangkan dengan melihat potensi ekonomi unggulan lokal (sektor kunci di masing-masing kabupaten/kota), keterkaitan antarindustri dan input/output antarsektor; merupakan industri yang berorientasi menggunakan sumberdaya dan material teknis secara lokal dan mengembangkan keterkaitan antarindustri dengan dukungan infrastruktur wilayah. Selain itu, untuk mendukung ekonomi lokal, perlu disediakan Zona Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mendorong linkage mereka dalam proses industri. Kawasan pengembangan ekonomi unggulan direncanakan dengan tidak hanya memberikan insentif fiskal sebagai daya tarik, tetapi juga dengan memberikan berbagai insentif non fiskal seperti penyederhanaan birokrasi, kelonggaran bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, serta pelayanan yang efisien dan tertib (pelayanan terpadu satu pintu) di dalam kawasan. Kawasan pengembangan ekonomi unggulan berupa Industri Perhiasan Gemopolis di Sidoarjo. Kawasan ini merupakan kawasan produksi perhiasan emas yang menjadi proyek percontohan (pilot project) di Jawa Timur dan akan mendukung kegiatan-kegiatan atau event tahunan bersifat pariwisata di Jawa Timur. Kawasan ini sekaligus juga merupakan pusat koleksi, distribusi, dan outlet produk perhiasan emas. Kawasan pengembangan ekonomi unggulan yang didukung oleh infrastruktur pelabuhan utama (regional internasional) adalah Lamongan Integrated Shorebase (LIS) dan sekitarnya di Lamongan, Pelabuhan Tanjung Bulupandan dan sekitarnya di Bangkalan, Pelabuhan Sendang Biru dan sekitarnya di Malang, Pelabuhan Teluk Lamong dan sekitarnya di Gresik dan Kota Surabaya. Dalam rangka memudahkan pemahaman, maka distribusi lokasi pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi digambarkan secara terpisah menjadi 4 bagian peta yaitu bagian A, bagian B, bagian C, dan bagian D sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan. Pengembangan HTIP, Kawasan Ekonomi Unggulan (KEU), Koridor Metropolitan digambarkan pada Peta 5.1 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Ekonomi Bagian A.

4 V-4 3. Kawasan Agropolitan Kawasan Agropolitan meliputi: Sistem Agropolitan Wilis, Sistem Agropolitan Bromo-Tengger-Semeru, Sistem Agropolitan Ijen, dan Sistem Agropolitan Kepulauan Madura. a. Sistem Agropolitan Wilis meliputi: Kota Madiun, Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Pusat industri pengolahan produk terdiri dari: Industri pengalengan, pengeringan, dan kripik buah di Madiun. Input terutama berasal dari Magetan dan Ponorogo. Industri pengolahan kayu di Ponorogo. Input terutama berasal dari Ngawi Industri alas kaki dan barang dari kulit di Magetan. Input terutama berasal dari Magetan dan Pacitan. Industri yang potensial dikembangkan dalam masa mendatang, yaitu Industri Pupuk di Ngawi, dengan input terutama dari Trengalek dan Blitar. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri pakan ternak di Ngawi, dengan input terutama berasal dari Ponorogo, Magetan, Madiun, dan Pacitan. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri pemotongan hewan dan pengolahannya di Magetan. Input terutama berasal dari Madiun dan Trenggalek. Industri pengolahan makanan dan minuman hasil kelapa, kopi, dan cengkeh, industri minyak kelapa, dan industri pupuk serta pengembangan minyak atsiri di / Kota Madiun dengan input dari Pacitan, Ponorogo, Ngawi, dan Magetan.

5 V - 5 Tabel 5. 1 Pengembangan Sistem Agropolitan Willis Struktur Agropolitan Outlet / Pusat Distribusi Internasional Pusat Koleksi Wilayah Kota Surabaya SISTEM AGROPOLITAN WILLIS Sub Sektor Unggulan Penghasil Komoditas Utama Prasarana/ S arana Pelabuhan Tanjung Perak Kota Madiun Terminal Kargo Madiun Kemungkinan Pengembangan Jangka Pendek Jangka Panjang Penghasil/ Pengumpul Bahan Baku Madiun Magetan Ngawi Ponorogo Pacitan Kehutanan (1) Bahan Makanan (10) Bahan Makanan (9) Peternakan (9) Bahan Makanan (3) Kehutanan (3) Kehutanan (8) Perkebunan Dagangan Dolopo(Desa Suluk, Bader, Candu Mulyo, Dolopo, Doho, Ketawang, dan Bangunsari) Kebonsari Geger Sukomoro tebu; kakao; sapi potong; ikan kolam (gurame, nila, lele, lobster air tawar); buah eksotik tropis (jambu biji, jambu air, nangka, pepaya, jeruk, duku, mangga, pisang, semangka, rambutan, dan durian). jeruk Paron, padi, kedelai, sapi Ngrambe (Desa Paron, Kendal Sine, Jogorogo, Ngrambe) Ngebel padi, ubi kayu, cengkeh, kopi, kakao, panili, ikan kolam (nila, lele), manggis, durian, jeruk, mangga, cabe, dan kacang panjang. Bandar Nawangan Kelapa, kopi, cengkeh Pengembangan baru: jalan tol, jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan strategis nasional Industri gula Eksport biji kakao Industri coklat Industri pupuk organik Daging sapi regional dan ekspor Industri pengalengan buah, Industri abon pengeringan buah, kripik Industri pengasapan daging buah di Madiun dengan Industri pengeringan/dendenginput lokal, dan input dari daging kabupaten sekitarnya _ > Pengolahan ikan regional SEKTOR PERKEBUNAN Pemasaran buah segar regional Industri pengalengan buah Industri pengeringan buah/kripik buah Pemasaran buah segar regional Industri pengolahan alas Industri pengalengan buah kaki dan barang dari kulit Industri pengeringan buah/kripik di Magetan _ > buah sektor TEKSTIL, BARANG KULIT, ALAS KAKI Daging sapi regional dan ekspor Industri abon Industri pengasapan daging Industri pengeringan/dendeng daging Industri pupuk Beras regional dan nasional Beras ekspor Industri tepung beras Industri snack panganan beras Industri tahu, tempe, kecap Industri pemotongan hewan dan pengolahannya di Magetan _ > SEKTOR PETERNAKAN Industri pupuk dan pakan ternak di Ngawi dengan input lokal dan kabupaten sekitarnya _ > SEKTOR INDUSTRI PUPUK, KIMIA, DAN BARANG DARI KARET Industri pakan ternak Industri barang dari kayu Ekspor kayu Ekspor cengkeh, kopi, kakao, danindustri pengolahan mebel Industri pengolahan panili di Ponorogo _ > bubuk cengkeh, kopi, Industri bubuk kopi dan kakao/ SEKTOR INDUSTRI kakao, panili di coklat BARANG DARI KAYU DAN Ponorogo Industri panili HASIL HUTAN Pemasaran regional/nasional Pengolahan ikan regional Pemasaran buah segar regional Industri pengalengan buah Industri pengeringan buah/kripik buah Industri saos Industri barang dari kayu Ekspor kayu Industri pengolahan makananindustri pengolahan Industri pupuk, minyak dan minuman makanan dan minuman di kelapa, minyak atsiri di Industri minyak kelapa Madiun Madiun Industri pupuk Industri minyak atsiri Sumber: Hasil Analisa

6 V - 6 b. Sistem Agropolitan Bromo-Tengger-Semeru meliputi: Malang, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Pusat industri pengolahan produk terdiri dari: Industri pengolahan makanan (kripik pisang, kentang) di Lumajang. Industri yang potensial dikembangkan dalam masa mendatang, yaitu industri pupuk di Probolinggo, dengan input terutama dari Lumajang. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri pengolahan hasil ikan di Probolinggo. Tabel 5.2 Pengembangan Sistem Agropolitan Bromo-Tengger-Semeru SISTEM AGROPOLITAN BROMO-TENGGER-SEMERU Struktur Agropolitan Outlet/Pusat Distribusi Internasional Pusat Distribusi Pusat Koleksi Penghasil/ Pengumpul Bahan Baku Sumber: Hasil Analisa Wilayah Malang/Kota Surabaya Sidoarjo Pasuruan Lumajang Probolinggo Sub Sektor Unggulan Penghasil Komoditas Utama Prasarana/Sarana Kemungkinan Pengembangan Jangka Pendek Pasar Agribisnis Pelabuhan Sendang Biru Pelabuhan Tanjung Perak Pasar Agrobis Pasar Perkebunan (10) Kehutanan (10) Perikanan (6) Bahan Makanan (4) Senduro, Pasrujambe (Desa Kandang tepus, Kandangan, Parjosari), Pronojiwo Burno, pisang agung Jalan arteri Primer semeru, pisang Jalan kolektor Primer mas kirana, manggis, kentang, kubis, bawang daun, wortel, kopi, sapi perah, kambing PE. Limbah pertanian untuk input bahan baku untuk pupuk organik Jangka Panjang Industri makanan dan minuman: kripik pisang, kripik kentang, bubuk kopi, Industri pengolahan Industri pupuk di pengolahan daging makanan (kripik pisang, Probolinggo kentang) di BL: Lumajang Lumajang, Cluster IV: Banyuwangi, Bondowoso Bantaran Industri makanan pengolahan hasil ikan di Kab. Probolinggo BL: Banyuwangi, (Cluster IV) Situbondo

7 V - 7 c. Sistem Agropolitan Ijen meliputi: Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi. Pusat industri pengolahan produk terdiri dari: Industri pembudidayaan jamur di Banyuwangi, dengan input terutama berasal dari Lumajang. Industri budi daya tanaman hias di Jember, dengan input terutama berasal dari Lumajang. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri pupuk di Probolinggo dengan input terutama dari Lumajang, Banyuwangi, dan Bondowoso. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri makanan pengolahan ikan di Probolinggo, dengan input terutama dari Banyuwangi dan Situbondo. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri pengolahan bahan makanan di Bondowoso dengan input terutama berasal dari Probolinggo. Tabel 5.3 Pengembangan Sistem Agropolitan Ijen Struktur Agropolitan Outlet Pusat Distribusi Pusat Koleksi Penghasil / Pengumpul Bahan Baku Sumber: Hasil Analisa Wilayah Kota Surabaya Jember Jember Situbondo Bondowoso Jember Banyuwangi SISTEM AGROPOLITAN IJEN Sub Sektor Unggulan Penghasil Komoditas Utama Prasarana/Sarana Kemungkinan Pengembangan Jangka Pendek Pelabuhan Tanjung Perak Pasar Agrobis Pasar Perikanan (8) Panarukan ikan laut, perikanan Jalan arteri primer, Industri pengalengan ikan, Perkebunan Jalan kolektor primer Industri makanan berbahan (6) ikan (bakso, sosis, siomay, kerupuk, dll) Bahan Makanan (2) Perkebunan (3) Peternakan (8) Perkebunan (2) Perikanan (5) Perkebunan (5) Peternakan (4) Cerme ternak hewan Jenggawah tembakau Tembakau untuk ekspor Industri rokok Bangorejo (Bangorejo, Sambirejo, Sambimulyo) jagung, jeruk siam, nanas, kelapa, kapuk randu, jati, sapi potong, ayam petelur. Industri berbasis makanan danindustri budi daya minuman jamur di Banyuwangi Limbah pertanian untuk industri pupuk dan pakan ternak di Banyuwangi Industri makanan berbasis daging Industri makanan berbasis jagung dan kelapa Industri bahan kasur kapuk Industri budi daya jamur dari limbah bubuk kayu sebagai media jamur Industri tanaman hias Jember PERKEBUNAN BL: Lumajang (CL III) Jangka Panjang Industri pengolahan bahan makanan di Bondowoso BL ;. Probolinggo (CL III)

8 V - 8 d. Sistem Agropolitan Kepulauan Madura Sistem Agropolitan Kepulauan Madura meliputi: Bangkalan, Sumenep, Pamekasan, Sampang. Pusat industri pengolahan produk terdiri dari: Industri pengolahan bahan makanan dan hasil ternak di Pamekasan. Input terutama berasal dari Sampang dan Sumenep. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri kimia bahan obat dan kosmetik di Bangkalan, dengan input terutama berasal dari Sumenep dan Pamekasan. Industri yang potensial dikembangkan di masa mendatang, yaitu industri pengolahan ikan di Sumenep, dengan input terutama berasal dari Pamekasan dan Sampang. Tabel 5. 4 Pengembangan Sistem Agropolitan Kepulauan Madura Struktur Agropolitan Wilayah Sub Sektor Unggulan SISTEM AGROPOLITAN KEPULAUAN MADURA Penghasil Komoditas Utama Prasarana/ S arana Outlet Kota Surabaya Pelabuhan Tanjung Perak Pusat Distribusi Pusat Koleksi Penghasil / Pengumpul Bahan Baku Bangkalan Bangkalan Bangkalan Sumenep Kemungkinan Pengembangan Jangka Pendek Pelabuhan Kamal Pelabuhan Kamal Kehutanan (6) Perikanan (1) Perkebunan (1) Socah, Burneh, Bangkalan (Desa Jaddih, Kebun, Keleyen, Bilaporah) Gending dan Lenteng kacang tanah, Jalan arteri primer, jagung, Jalan kolektor rambutan, salak, primer jambu mente, melinjo, sapi potong, ayam potong, bunga melati Tanaman obat sebagai input industri farmasi Jangka panjang Industri kimia bahan obat dan kosmetik di Bangkalan dengan input lokal dari Kab Sumenep dan Pamekasan Industri pengolahanindustri pengolahan Ikan bahan makanan dandi Sumenep peternakan di Kab. BL: Pamekasan dengan Pamekasan, input dari Sampang Sumenep, Pamekasan, Sampang Industri jamu di Pamekasan Pamekasan Sampang Perikanan (3) Bahan Makanan (5) Perkebunan (8) Peternakan (2) Perikanan (2) Bahan Makanan (7) Peternakan (6) Kehutanan (4) Waru, Pengantenan, Pakong(Desa Sumberwaru, Tlagah, Bendungan, Pamoroh) Sampang, Banyuates Tembakau, Cabe Jamu, Padi, Jagung, Sapi Potong, Kambing, Unggas, Emponempon (Jahe, Lengkuas, Kunyit, Kencur, Temu Ireng, Laos, Temulawak). Sumber: Hasil Analisa

9 V Kawasan Agroindustri Kawasan Agroindustri Gresik dan Lamongan (Gelang) Utara meliputi Gresik dan Lamongan. Pusat Industri pengolahan produk terdiri dari: industri pengolahan tanaman hortikultura di Gresik. industri obat kosmetik dan pupuk di Gresik. industri pengolahan ikan laut di Lamongan. Tabel 5.5 Pengembangan Sistem Agroindustri Gresik dan Lamongan (Gelang) Utara Struktur Agropolitan Outlet/Pusat Distribusi Internasional Pusat Distribusi Pusat Koleksi Penghasil/Pengu mpul Bahan Baku Sumber: Hasil Analisa Wilayah Kota Surabaya Gresik Gresik Lamongan Gresik Lamongan Sub Sektor Unggulan Penghasil SISTEM AGROPOLITAN GELANG UTARA Komoditas Utama Prasarana/ Sarana Pelabuhan Tanjung Perak Kemungkinan Pengembangan Jangka Pendek Pelabuhan khusus industri agrobis Perkebunan hortikultura (10) Perikanan Panceng Dukuh Paciran, Brondong mangga, nangka, pisang, semangka, rambutan, cabai, tomat, mentimun/krai, kacang panjang, terong Jalan arteri primer, Jalan kolektor primer, Sumber daya air Industri makanan dan minuman Industri obat dan kosmetik Industri pupuk Jangka Panjang Industri pengolahan Industri pupuk di makanan di Gresik Gresik Industri obat dan kosmetik di Gresik Industri makanan pengolahan hasil ikan di Lamongan 5. Kawasan Metropolitan Pengembangan koridor metropolitan merupakan perwujudan dari visi pengembangan metropolitan di Jawa Timur. Pengembangan koridor metropolitan ini berfokus pada pemantapan sektor industri, perdagangan dan jasa komersial. Pengembangan kegiatan di sektor ini tidak terlepas dari kekuatan ekonomi utama/unggulan masing-masing kabupaten/ kota. Pengembangan kawasan koridor metropolitan meliputi: Pusat Nasional dan internasional yaitu Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di Bangkalan, Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di Kota Surabaya, Kawasan Pusat Bisnis (Central Bussines District/CBD) Surabaya, High Tech Industrial Park (HTIP) di Kota Surabaya dan Sidoarjo, Kawasan Industri Gempol di Pasuruan, Kawasan Komersial di Lawang di Malang dan Perkotaan Malang, Kawasan Pusat Bisnis (Central Bussines District/CBD) Kota Malang, dan pusat pariwisata di Kota Batu. Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Agroindustri digambarkan pada Peta 5.2 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Ekonomi Bagian B.

10 V Kawasan Perbatasan Dalam menunjang pengembangan ekonomi wilayah perbatasan dikembangkan kerjasama regional baik antarprovinsi maupun antarkabupaten/kota. Kawasan Perbatasan antarprovinsi yaitu Provinsi Jawa TimurJawa Tengah-DI Yogyakarta dilakukan melalui kerjasama regional meliputi: Kawasan Perbatasan antarkabupaten/kota meliputi Gerbangkertosusila dan segitiga emas pertumbuhan Tuban Lamongan-Bojonegoro Pengembangan Kawasan Perbatasan digambarkan pada Peta 5.3 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Ekonomi Bagian C. 1) Ratubangnegoro ( Blora, Tuban, Rembang, dan Bojonegoro) 2) Karismapawirogo ( Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Magetan, Pacitan, Ngawi, dan Ponorogo) 3) Pawonsari ( Pacitan, Wonogiri, dan Wonosari) 4) Golekpawon ( Ponorogo, Trenggalek, Pacitan, dan Wonogiri)

11 V - 11 Sedangkan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi selain yang telah disebutkan di atas, juga berupa kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam wilayah provinsi, yang nantinya berpengaruh terhadap pemerataan ekonomi wilayah provinsi atau mengurangi disparitas antarwilayah. Dengan demikian maka diharapkan pengembangan kawasan tertinggal tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah ekonomi Jawa Timur secara keseluruhan sehingga kawasan ini dianggap strategis dari sudut kepentingan ekonomi. tinggi dikategorikan sebagai kawasan tertinggal. Wilayah yang termasuk kategori kawasan tertinggal dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah desa-desa tertinggal yang tersebar di Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Situbondo, dan Bondowoso. Penetapan kawasan tertinggal digambarkan pada Peta 5.4 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Ekonomi Bagian D. 7. Kawasan Tertinggal Pada dasarnya kawasan tertinggal adalah suatu kawasan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri sesuai dengan standar taraf hidup, disebabkan kemiskinan secara struktural dan natural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan karena struktur sosial sedangkan kemiskinan natural karena faktor alam yang tidak seimbang antara rasio jumlah penduduk dengan daya dukung alam. Penetapan kawasan tertinggal ditentukan melalui perhitungan tingkat ketertinggalan wilayah relatif terhadap keseluruhan wilayah Jawa Timur. /kota dengan proporsi tingkat desa tertinggal

12 V KAWASAN STRATEGIS DARI SUDUT KEPENTINGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN Kriteria penetapan kawasan strategis pertahanan dan keamanan (hankam) mengikuti penetapan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan penyesuaian dengan kondisi Provinsi Jawa Timur dengan pertimbangan keamanan dan stabilitas regional. Adapun kriteria berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu kawasan perbatasan negara, pulau kecil terdepan, dan kawasan latihan pertahanan keamanan. Jawa Timur memiliki pulau terluar yang secara nasional ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Didalam Peraturan Pemerintah nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional telah ditetapkan Kawasan Strategis Nasional di Jawa Timur dari sudut kepentingan hankam adalah kawasan pulau kecil terluar/perbatasan Negara RI di Provinsi Jawa Timur meliputi: a. Pulau Barung di Gumukmas Jember dengan luas sekurang-kurangnya 8.008,83 Ha; b. Pulau Panehan di Munjungan Trenggalek dengan luas sekurang-kurangnya 15,55 Ha; dan c. Pulau Sekel di Munjungan Trenggalek dengan luas sekurang-kurangnya 14,11 Ha. Penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan digambarkan pada Peta 5.5 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan.

13 V KAWASAN STRATEGIS DARI SUDUT KEPENTINGAN SOSIAL DAN BUDAYA Penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya yang berada dalam lingkup pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP adalah: a. Mojopahit Park di Mojokerto. b. Bromo-Tengger-Semeru beserta pemukiman adat suku Tengger di Lumajang, Malang, Pasuruan, dan Probolinggo. terhadap wilayahnya (ruang spasial), dan terhadap investasi ekonomi (bisnis pariwisata). Penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya digambarkan pada Peta 5.6 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Sosial dan Budaya. Pengelolaan terhadap kawasan strategis ini juga perlu dipertimbangkan aspek apresiasi nilai seni/budaya bernilai tinggi yang menghasilkan peluang ekonomi. Dengan demikian, pengelolaan kawasan strategis harus melibatkan berbagai pihak dengan pembagian peran dan kepentingan yang jelas, yakni pihak yang berkepentingan terhadap nilai seni/budayanya (benda/objeknya),

14 V KAWASAN STRATEGIS DARI SUDUT KEPENTINGAN PENDAYAGUNAAN SDA DAN/ATAU TEKNOLOGI TINGGI Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional telah ditetapkan Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan Pendayagunaan SDA dan/ atau teknologi tinggi di Jawa Timur, yaitu KSN Stasiun Pengamat Dirgantara Watukosek di Pasuruan. Adapun rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP terdiri dari: 1. Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi, meliputi: Sidoarjo dan sekitarnya, Gresik dan sekitarnya, Tuban dan sekitarnya, Bangkalan dan sekitarnya, Bojonegoro dan sekitarnya, dan Sumenep dan sekitarnya. 2. Kawasan Pembangkit PLTG, PLTU, dan PLTD meliputi Paiton di Probolinggo, Singosari di Gresik, Lekok di Pasuruan, Tanjung Awar-awar di Tuban, dan Ngadirojo di Pacitan. 3. Kawasan pengembangan potensial panas bumi meliputi Argopuro di Bondowoso, Jember, Probolinggo, dan Situbondo; Belawan-Ijen di Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo; Cangar di Kota Batu; Gunung Arjuno Welirang di Malang, Mojokerto, dan Pasuruan; Telaga Ngebel di Madiun dan Ponorogo; dan Tiris (Gunung Lamongan) di Lumajang dan Probolinggo. Penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan SDA dan/atau Teknologi Tinggi digambarkan pada Peta 5.7 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Sumber Daya Alam dan/atau Teknologi Tinggi.

15 V KAWASAN STRATEGIS DARI SUDUT KEPENTINGAN FUNGSI DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN Penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan digambarkan pada Peta 5.8 Rencana Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup. Kawasan strategis yang memiliki kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan yaitu kawasan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup dan juga kawasan yang diakui sebagai warisan dunia. Kawasan lindung atau kawasan konservasi tidak dapat dialihfungsikan, kawasan tersebut digunakan sebagai pelestarian sumber daya alam yang sekaligus menjadi kawasan perlindungan bawahan. Kawasan lindung prioritas merupakan kawasan yang diutamakan dalam upaya mengembangkan dan membudidayakan tanaman keras. Rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup pemerintah provinsi sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yakni Wilayah Sungai (WS) Bengawan Solo dan WS Brantas.

16 V PEMBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH PROVINSI Pembagian kewenangan dalam pengelolaan kawasan strategis antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi perlu dipertegas karena adanya overlapping atau pertampalan wilayah pada Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Provinsi. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan kawasan strategis meliputi pelaksanaan KSN Gerbangkertosusila, KSN kawasan pengamat dirgantara di daerah Watukosek di Pasuruan, KSN kawasan pulau kecil terluar/perbatasan Negara Republik Indonesia di Provinsi Jawa Timur yang meliputi Pulau Barung, Pulau Sekel, dan Panehan. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam pengelolaan KSP meliputi penetapan, perencanaan, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang KSP Gerbangkertosusila meliputi: a. Kawasan Industri Berteknologi Tinggi (High Tech Industrial Park/HTIP) SIER Berbek di Kota Surabaya dan Sidoarjo; b. Kawasan Ekonomi Unggulan (KEU) berupa Lamongan Integrated Shorebase (LIS) dan sekitarnya di Lamongan, Pelabuhan Tanjung Bulupandan dan sekitarnya di Bangkalan, Pelabuhan Teluk Lamong dan sekitarnya di Gresik dan Kota Surabaya, dan Industri Perhiasan Gemopolis di Sidoarjo; c. Kawasan Agroindustri Gresik dan Lamongan (Gelang) Utara; d. Kawasan Metropolitan berupa Kawasan di Kaki Jembatan Suramadu di Bangkalan, Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di Kota Surabaya, Kawasan Pusat Bisnis (Central Bussines District/CBD) Surabaya, High Tech Industrial Park (HTIP) SIER Brebek di Kota Surabaya dan Sidoarjo; e. Kawasan Perbatasan antarkabupaten/kota meliputi Gerbangkertosusila dan segitiga emas pertumbuhan Tuban Lamongan-Bojonegoro; f. Mojopahit Park di Mojokerto; g. Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi, meliputi: Sidoarjo dan sekitarnya, Gresik dan sekitarnya, Tuban dan sekitarnya, Bangkalan dan sekitarnya; dan

17 V - 17 h. Kawasan Pembangkit PLTG, PLTU, dan PLTD meliputi Singosari di Gresik, Tanjung Awar-awar di Tuban. Adapun jenis kewenangan pemerintahan tersebut akan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana pada pasal-pasalnya telah menjelaskan mengenai pembagian kewenangan tersebut, yaitu: Pasal 8 (Wewenang Pemerintah Pusat) meliputi: 1. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional 2. Kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasian kerja sama penataan ruang antarprovinsi. Pasal 10 (Wewenang Pemerintah Daerah Provinsi) Dalam pelaksanaan wewenang pemerintah provinsi: 1. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci, arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi untuk pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi, petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang. 2. Melaksanakan standar pelayanan bidang penataan ruang. Pemerintah daerah provinsi melaksanakan: 1. Penetapan kawasan strategis provinsi 2. Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi 3. Pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi 4. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi 5. Pelaksanaan pemanfaatan dan pengendalian kawasan strategis provinsi dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/ kota melalui tugas pembantuan. Pasal 13 Pemerintah pusat menyelenggarakan pembinaan penataan ruang kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat yang dilakukan melalui: 1. Koordinasi pelenggaraan penataan ruang; 2. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang penataan ruang; 3. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksaan penataan ruang; 4. Pendidikan dan pelatihan; 5. Penelitian dan pengembangan; 6. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang; 7. Penyebarluasan informasi penataan ruang, kepada masyarakat; dan 8. Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH 5.1. Prioritasdan Arah Kebijakan RKPD Tahun 2013 5.1.1. Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 316 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 5.1 Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral untuk mewujudkan harmonisasi

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS BAB 5 PENETAPAN Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR Universitas Brawijaya, 5 November 2014 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

Kawasan strategis wilayah kabupaten ditetapkan berdasarkan: 1. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; 2. Nilai strategis dari aspek-

Kawasan strategis wilayah kabupaten ditetapkan berdasarkan: 1. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; 2. Nilai strategis dari aspek- BAB V KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN SIJUNJUNG 5.1. PROSES PENETAPAN KAWASAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN SIJUNJUNG 5.1.1 Fungsi, Dasar dan Kriteria Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Kawasan strategis

Lebih terperinci

BAB - V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB - V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS BAB - V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS 5.1 Dasar Perumusan Rencana Kawasan Strategis Kabupaten 5.1.1 Fungsi, Dasar dan Kriteria Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur Disampaikan dalam Acara: World Café Method Pada Kajian Konversi Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Surabaya, 26 September 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

LUAS AREAL DAN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KABUPATEN TAHUN 2010. Jumlah Komoditi TBM TM TT/TR ( Ton ) (Kg/Ha/Thn)

LUAS AREAL DAN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KABUPATEN TAHUN 2010. Jumlah Komoditi TBM TM TT/TR ( Ton ) (Kg/Ha/Thn) Hal : 35 KAB. GRESIK 1 Tebu 0 1,680 0 1,680 8,625 5,134 2 Kelapa 468 2,834 47 3,349 3,762 1,327 3 Kopi Robusta 12 231 32 275 173 749 4 Jambu mete 33 101 32 166 75 744 5 Kapok Randu 11 168 2 181 92 548

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010

RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 200 KODE PERMEN 2 05 000 2 Kelautan dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani Dinas 2.400.000 Fasilitasi Program Anti Kemiskinan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2015 230 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2015 5.1 Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral untuk mewujudkan harmonisasi

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 BAB V RENCANA KAWASAN STRATEGIS PROVINSI 5.1. Lokasi dan Jenis Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat penetapan Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Berikut dijelaskan tentang tugas pokok dan fungsi, profil, visi misi, dan keorganisasian Badan Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 1 Latar Belakang Saat ini, pembangunan pertanian terutama tanaman pangan dan hortikultura memasuki pada tahap-3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM Bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

RENCANA PENGADAAN BARANG/JASA SUMBER DANA : DPA APBD SKPD DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012

RENCANA PENGADAAN BARANG/JASA SUMBER DANA : DPA APBD SKPD DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012 RENCANA PENGADAAN BARANG/JASA SUMBER DANA : DPA APBD SKPD DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012 URAIAN JENIS PEKERJAAN / KEGIATAN VOLUME SATUAN HARGA SATUAN HARGA TOTAL PAKET LELANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG TIM PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA INVESTASI NON PMDN / PMA PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN JAWA TIMUR. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN JAWA TIMUR. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN JAWA TIMUR Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember http://adamjulian.net Daftar Pustaka Rudi Wiboyo dan Subiyono, 2005. Agribisnis Tebu. Perhepi. Jakarta Rudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 13 ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN 2.1. Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Gambar 2.1. Bawang Merah

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI LIMA TAHUNAN

III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI LIMA TAHUNAN III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROINSI LIMA TAHUNAN No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber A Program Utama Pengembangan Wilayah 1 Pengembangan kerjasama

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah menerapkan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuat kebijakannya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN BIROKRASI AKUNTABEL, EFEKTIF DAN EFISIEN

MEWUJUDKAN BIROKRASI AKUNTABEL, EFEKTIF DAN EFISIEN MEWUJUDKAN BIROKRASI AKUNTABEL, EFEKTIF DAN EFISIEN 1 3 S A S A R A N R E F O R M A S I B I R O K R A S I Pemerintah yang bersih, akuntabel, dan berkinerja tinggi Pemerintah yang efektif dan efisien Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

MATRIKS RENCANA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 MATRIKS RENCANA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 I. VISI No 1. URAIAN VISI sebagai pusat industri dan perdagangan terkemuka, berdaya saing global dan berperan sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2016

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2016 97 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2016 5.1 Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral untuk mewujudkan harmonisasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR

DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR NO. KABUPATEN/KOTA JML PERATURAN DAERAH PEMBATALAN PERATURAN BUPATI/ PERATURAN WALIKOTA KEPUTUSAN GUBERNUR

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Nomor : KT.304/ 689 /MJUD/XI/2014 Surabaya, 20 Nopember 2014 Lampiran : - Perihal : Awal Musim Hujan 2014/2015 Prov. Jawa Timur.

Nomor : KT.304/ 689 /MJUD/XI/2014 Surabaya, 20 Nopember 2014 Lampiran : - Perihal : Awal Musim Hujan 2014/2015 Prov. Jawa Timur. BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8667540 Pes. 104, Fax. 031-8673119 E-mail : meteojuanda@bmg.go.id

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 109 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 109 TAHUN 2016 3 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB II. PROFIL PT PLN (Persero) DISTRIBUSI JAWA TIMUR. 2.1 Sejarah dan perkembangan Sejarah PLN

STIKOM SURABAYA BAB II. PROFIL PT PLN (Persero) DISTRIBUSI JAWA TIMUR. 2.1 Sejarah dan perkembangan Sejarah PLN BAB II PROFIL PT PLN (Persero) DISTRIBUSI JAWA TIMUR 2.1 Sejarah dan perkembangan 2.1.1 Sejarah PLN Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN 2008-2012 PADA MASING-MASING DAS (BRANTAS, SOLO DAN SAMPEAN) No Kabupaten Luas Wilayah Lahan Kritis Luar Kawasan Hutan (Ha) Ket. (Ha)

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Profil Provinsi Jawa Timur Jawa Timur sudah dikenal sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, baik dari

Lebih terperinci

BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Provinsi

BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Provinsi III -- 1 III BAB III BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi

Lebih terperinci

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO 2 Penjelasan Umum Sensus Ekonomi 2016 Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan (kecuali

Lebih terperinci

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN 0 1 2 3 5 8 11 DAFTAR ISTILAH PENDAHULUAN KEDUDUKAN RENCANA RINCI MANFAAT DAN FUNGSI RENCANA RINCI BENTUK ALTERNATIF RENCANA RINCI TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS MODUL 2 DESKRIPSI SINGKAT Bentuk alternatif

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

ROAD MAP DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN

ROAD MAP DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN ROAD MAP DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA JAWA TIMUR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 109 ROAD MAP DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 2032 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU JAWA-BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU JAWA-BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU JAWA-BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Jawa Timur Perekonomian di berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur terbentuk dari berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci