BAB III SOLUSI BISNIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SOLUSI BISNIS"

Transkripsi

1 BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Unit Usaha Penyertaan Modal pada BPR di Koperasi XYZ ini mengalami masalah dimana hampir semua BPR mengalami kerugian. Oleh karena itu, Koperasi harus dihadapkan pilihan, apakan Koperasi tetap melakukan investasi pada seluruh BPR yang telah ada atau justru mulai melakukan perampingan dengan memilih berinvestasi pada BPR yang dinilai potensial berkembang dan menghasilkan profit yang tinggi. Untuk mencapai sebuah keputusan tersebut Koperasi sebaiknya menganalisis penilaian kinerja BPR dengan beberapa metode, yang diharapkan bisa mendapatkan gambar yang menyeluruh dari keadaan kinerja BPR-BPR tersebut. Metode-metode yang digunakan untuk menganalisis adalah Metode CAMEL, Metode Matriks BCG dan Metode EVA. Masing-masing metode akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya. Berikut ini adalah diagram alir dari metoda yang dilakukan pada proyek akhir ini: 23

2 24 Gambar 3.1 Diagram Alir Proyek Akhir

3 Pada Diagram Alir diatas dapat dilihat, bahwa hasil dari proyek akhir akan terdapat 3 kelompok BPR yaitu BPR Sehat & Bisa Berkembang, BPR Cukup/Kurang Sehat Namun Bisa Berkembang serta BPR Yang Tidak Sehat dan Tidak Bisa Berkembang. Dalam kelompok yang pertama yaitu Kelompok BPR yang Sehat & Bisa Berkembang adalah Kelompok dimana BPR memiliki penilaian yang selalu baik dari hasil ketiga metoda yang dilakukan. Dari hasil ketiga metoda BPR tidak memiliki hasil yang negatif atau nilai yang kecil atau tidak memilki portfolio yang buruk. Sehingga nantinya BPR merupakan BPR yang sebaiknya tetap dipertahankan oleh Koperasi XYZ. Dalam kelompok yang kedua yaitu Kelompok BPR yang Cukup/Kurang Sehat Namun Bisa Berkembang adalah Kelompok dimana BPR memiliki nilai yang tidak selalu baik atau fluktuatif. Namun dari pergerakan nilai yang fluktuatif atau tidak stabil terdapat kecenderungan nilai/grafik yang naik, sehingga diharapkan nanti BPR yang masuk ke kelompok terus mengalami perkembangan yang baik. BPR yang masuk di dalam Kelompok ini, sebaiknya tetap dipertahankan dan tetap dilakukan pengawasan sehingga BPR bisa tetap melakukan kinerja yang baik. Dalam kelompok yang terakhir yaitu Kelompok BPR yang Tidak Sehat dan Tidak Bisa Bekembang adalah Kelompok dimana BPR memiliki nilai yang tidak baik terus menerus. Sehingga bisa disimpulkan bahwa BPR yang masuk ke dalam kelompok ini sebaiknya dilepas atau dilakukan penarikan investasi Penilaian Tingkat Kesehatan dengan Metode CAMEL Metode CAMEL adalah metode yang menganalisa faktor kesehatan suatu bank dari faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas serta likuiditas. Metode ini sudah lama diterapkan dan telah menjadi dasar suatu bank dapat disebut sehat atau tidak. Metode ini diperkenalkan pada publik pada tahun 1997, sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia pada waktu itu. 25

4 Pada metoda CAMEL terdapat beberapa langkah yang dilakukan, yaitu pertama dengan melakukan penentuan rasio serta kriteria, dimana dalam tahap ini rasio serta kriteria-kriterianya telah ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu kriteria permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas. Pada tahap kedua yaitu pembobotan, dimana dalam tahap ini masing-masing kriteria memiliki nilai bobot tersendiri. Setelah dilakukan perhitungan CAMEL, selanjutnya BPR ini akan dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang selanjutnya akan dilakukan analisis. Berikut ini adalah diagram alir dari metoda CAMEL: 26

5 Gambar 3.2 Diagram Alir Metoda CAMEL 27

6 Selanjutnya akan dijelaskan bagaimana menghitung tingkat kesehatan suatu bank, karena Koperasi melakukan penyertaan modal di 27 BPR, maka sebaiknya diambil salah satu contoh perhitungannya pada BPR BDT-6 yang Laporan Keuangan serta Laporan Kinerjanya terlihat pada gambar dibawah ini: Tabel 3.1 Laporan Keuangan BPR BDT-6 28

7 Tabel 3.2 Laporan Kinerja BPR BDT Faktor Permodalan Dari faktor permodalan, suatu BPR diwajibkan memenuhi syarat yaitu memiliki modal minimal sejumlah 8% dari ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko). Jika suatu BPR memiliki nilai lebih dari 8% maka BPR tersebut bisa dikelompokkan menjadi BPR yang sehat, namun jika faktor permodalan memiliki nilai berkisar antara 29

8 7,9% sampai 8% dapat dikelompokkan kurang sehat dan bagi BPR yang memiliki nilai lebih kecil dari 7,9%, maka BPR tersebut berhak mendapatkan predikat tidak sehat pada faktor permodalan. 2005: Berikut ini adalah cara menghitung Faktor Permodalan pada BPR BDT-6 tahun Tabel 3.3 Perhitungan Kebutuhan Modal Minimum 30

9 Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa BPR BDT-6 memiliki nilai ratio modal yang tinggi yaitu 16,22%, jauh diatas syarat minimal modal yang dimiliki oleh BPR yaitu 8% dari ATMR. Sehingga dari rasio modal BPR BDT-6 ini memiliki nilai 100, dan BPR BDT-6 mendapatkan predikat sehat dari sektor permodalan. Faktor permodalan ini memiliki bobot sebesar 30% pada penilaian akhir nantinya Faktor Kualitas Aktiva Produktif Faktor kualitas aktiva produktif terbagi menjadi dua yaitu rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan dan rasio Penyisisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Masing-masing memiliki bobot 25% dan 5% pada penilaian akhir. Masing-masing juga memiliki nilai kredit minimum 0 dan maksimum 100. Berikut ini adalah tabel bobot kredit dan predikat kesehatan Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan serta rasio PPAP. Tabel 3.4 Bobot Nilai Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan Tabel 3.5 Bobot Nilai Rasio PPAPYD Dari Faktor Aktiva Produktif ini bisa dilihat apakah suatu bank dapat memberikan aktiva yang produktif, makin banyak aktiva yang tidak produktif maka BPR tersebut harus menyediakan lebih banyak dana untuk PPAP karena intinya PPAP adalah dana yang disiapkan oleh BPR untung menanggung resiko dari macetnya kredit yang diberikan kepada nasabah. Berikut ini merupakan tabel untuk melakukan perhitungan Faktor Kualitas Aktiva Produktif dari BPR BDT-6: 31

10 Tabel 3.6 Perhitungan Kualitas Aktiva Produktif Dari perhitungan aktiva produktif dapat dilihat bahwa kredit yang diberikan BPR BDT-6 ini banyak mengalami kredit macet sehingga, PPAP yang wajib dibentuk oleh BPR ini pun makin tinggi, namun BPR ini hanya bisa membentuk senilai Rp dari Rp ,- yang wajib dibentuk. Dari rasio Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan BPR BDT-6 juga tidak menunjukkan angka yang baik. BPR ini memiliki nilai 25,07% yang jauh dari batas predikat sehat yaitu antara 7,5% sampai 10,35%. Karena BPR ini memiliki nilai diatas batas maksimum rasio maka nilai kredit yang diberikan adalah nol. 32

11 Faktor Manajemen Dalam penilaian faktor manajemen, terdapat dua komponen yaitu penilaian atas manajemen umum dan penilaian atas manajemen resiko yang masing-masing memiliki bobot 10%. Pada penilaian faktor manajemen ini, BPR diberikan sejumlah pertanyaan mengenai manajemen secara umum maupun manejemen resikonya. Terdapat 25 pertanyaan untuk manajemen umum dan 15 pertanyaan untun menajemen resiko. Berikut ini adalah contoh tabel penilaia atas manajemen umum dan manajemen resiko: Tabel 3.7 Penilaian Atas Manajemen Umum 33

12 Tabel 3.8 Penilaian Atas Manajemen Resiko Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada manajemen umum BPR ini memiliki nilai 18 poin sedangkan untuk manajemen resiko memiliki nilai 20, sehingga 34

13 total nilai untuk faktor manajemen BPR BDT-6 adalah 38. Berapakah nilai kredit yang pantas diberikan kepada BPR ini dengan hasil tersebut. Berikut ini adalah tabel bobot nilai kredit dan predikat kesehatan faktor Manajemen: Tabel 3.9 Bobot Nilai Kredit dan Predikat Kesehatan Faktor Manajemen Dari tabel diatas, dengan BPR BDT-6 yang hanya memiliki 38 point maka dapat disimpulkan bahwa dari faktor manajemen lagi-lagi BPR ini mendapatkan kelompok tidak sehat Faktor Rentabilitas Pada faktor rentabilitas juga memiliki dua buah komponen yaitu komponen Rasio Laba sebelum pajak terhadap Volume usaha dan komponen Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Faktor Rentabilitas memiliki bobot 10% dalam perhitungan dan masing-masing komponen ini memiliki bobot 5%. Berikut ini adalah perhitungan komponen rasio laba sebelum pajak terhadap volume usaha dan tabel nilai kredit dan predikat: 35

14 Tabel 3.10 Rasio Laba Terhadap Asset (ROA) Tabel 3.11 Nilai Kredit dan Predikat Rasio Laba Sebelum Pajak Terhadap Volume Usaha Dari perhitungan ROA dan melihat tabel nilai kredit dari rasio Laba sebelum pajak terhadap volume usaha, maka BT BDT-6 ini untuk ketiga kali mendapatkan predikat yang tidak sehat. Hal ini dilihat bahwa nilai rasio tersebut minus yang berarti BPR ini mengalami kerugian sebesar 26,10%, sehingga nilai kredit yang diberikan adalah nol. Komponen selanjutnya adalah rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Berikut ini adalah perhitungan dan tabel nilai kredit rasio tersebut: 36

15 Tabel 3.12 Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional Tabel 3.13 Nilai Kredit dan Predikat Rasio Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional Dari penilai tabel diatas, BPR ini memiliki nilai rasio BOPO hingga 830,85%, yang artinya BPR ini memiliki biaya operasional yang jauh melebihi pendapatannya sehingga bisa dipastikan mengapa pada rasio sebelumnya BPR ini mengalami kerugian. Karena nilai rasio BOPO yang mendapatkan kelompok tidak sehat maka nilai kredit dari rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional adalah nol Faktor Likuiditas Faktor terakhir pada penilaian dengan metode CAMEL adalah faktor likuiditas. Pada faktor ini dapat dilihat tingkat kelikuidtan suatu BPR. Faktor likuiditas ini juga terbagi menjadi dua komponen yaitu komponen rasio alat likuid terhadap hutang lancar serta komponen kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Yang dimaksud dengan alat likuid adalah kas dan penanaman dana BPR pada bank lain dalam bentuk giro dan tabungan yang sebelumnya telah dikurangi dengan tabungan bank lain pada bank. Berikut ini adalah tabel perhitungan rasio alat likuid terhadap hutang lancar dan tabel perhitungan rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank: 37

16 Tabel 3.14 Perhitungan Rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar Tabel 3.15 Perhitungan Rasio Kredit terhadap Dana yang diterima Bank Dapat dilihat pada tabel bahwa BPR BDT-6 ini memiliki nilai yang bagus pada rasio hutang lancar. Hal ini berarti BPR BDT-6 ini masih sanggup menbayar kewajibannya atau hutang jangka pendeknya. Dari Rasio kredit terhadap dana yang diterima bank, BPR ini juga memiliki nilai yang bagus, karena pinjaman yang diberikan kepada nasabah masih mencukupo dari dana yang diterima oleh BPR itu sendiri. 38

17 Untuk melihat nilai kredit dari masing-masing rasio, berikut ini adalah tabel nilai kredit dan predikat dari rasio Alat Likuid terhadap hutang lancar dan rasio Kredit terhadap dana yang diterima: Tabel 3.16 Nilai Kredit dan Predikat Rasio Alat Likuid Terhadap Hutang Lancar Tabel 3.17 Nilai Kredit dan Predikat Rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima Nilai CAMEL Setelah melakukan perhitungan dari beberapa faktor, selanjutnya faktor tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan total nilai CAMEL. Hasil penilaian Tingkat Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi emapt seperti yang dijelaskan pada tabel dibawah ini: Tabel 3.18 Nilai Pengelompokan CAMEL Kelompok Nilai Kredit Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat 0 50 Berikut ini merupakan penilaian tingkat kesehatan BPR BDT-6 yang sebelumnya faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas serta likuiditasnya telah dihitung. 39

18 Tabel 3.19 Penilaian Keseluruhan. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa BPR BDT-6 ini memiliki nilai yang rendah yaitu 45,42 sedangkan suatu BPR dikelompokkan sehat jika memiliki nilai lebih dari 81. Jika kita lihat lebih lanjut, BPR ini memilki nilai kredit yang penuh dikelompok permodalan serta likuiditas namun mendapatkan nilai rendah di kualitas aktiva produktif, manajemen serta rentabilitas. Berarti BPR ini tidak dapat melakukan secara optimal dana yang didapatkan, hal ini bisa dilihat dari tingginya nilai kredit yang dikelompokkan macet seperti yang kita lihat pada perhitungan aktiva produktif Nilai CAMEL Keseluruhan Untuk melihat kinerja seluruh BPR 3 tahun belakang, berikut ini adalah tabel perhitungan nilai CAMEL 27 BPR pada tahun 2004, 2005 dan

19 Tabel 3.20 Penilaian CAMEL BPR Tahun

20 42 Tabel 3.21 Penilaian CAMEL BPR Tahun 2005

21 Tabel 3.22 Penilaian CAMEL BPR Tahun

22 3.1.2 Penilaian dengan Metode Boston Consulting Group Matrix Metode Boston Consulting Group Matriks merupakan metode dimana jenis usaha dibagi menjadi empat kuadran yaitu, Star, Cash cow, Qeustion Mark dan Dog. Matriks ini memiliki koordinat y yang diwakilkan dengan tingkat kemampuan suatu perusahaan berkembang, sedangkan pada koordinat x diwakilkan oleh nilai relative market share terhadap kompetitor terbesar. Masing-masing kelompok ini memiliki karakterisktik dari tersendiri. Untuk kelompok Star adalah dimana suatu usaha atau bisnis memiliki nilai growth yang tinggi serta nilai relatif market share yang tinggi pula. High? Growth Low Gambar 3.3 Matriks BCG Namun dalam penerapan matriks BCG pada penilaian kinerja BPR tidak berdasarkan market share namun berdasarkan profit yang dihasilkan oleh masingmasing BPR. Dengan ini Koperasi bisa melihat BPR mana yang mengalami pertumbuhan yang baik serta juga mengalami profit. Sebaliknya juga, Koperasi dapat juga mengetahui BPR mana saja yang mengalami kemunduran dan kerugian, sehingga Koperasi pada akhirnya dapat menentukan BPR mana saja yang pantas dilakukan penyertaan modal. 44

23 Group: Berikut ini adalah diagram alir dari analisis metoda Matriks Boston Consulting Gambar 3.4 Diagram Alir Metoda Matriks BCG Dalam metoda Matriks BCG, perhitungan matriks dilakukan dengan menentukan koordinat dari matriks tersebut. Pada proyek akhir ini, koordinat matriks ini adalah tingkat growth dari masing-masing BPR serta profit masing-masing BPR. 45

24 Selanjutnya akan digambarkan pada masing-masing BPR selama 3 tahun berturut-turut pergerakan BPR pada matriks tersebut, dan selanjutnya akan dilakukan pengelompokan pada masing-masing BPR. Berikut ini adalah gambar matriks BCG yang menggambarkan keadaan BPR pada tahun 2004: Gambar 3.5 Matriks BCG BPR tahun 2004 Pada gambar diatas bisa dilihat hampir sebagian besar BPR terdapat pada kuadran Star yang merupak pertanda baik, berarti BPR berkembang serta juga memiliki profit. Baiknya kinerja BPR hampir seluruhnya juga terbukti dengan adanya 4 BPR yang masuk ke dalam kuadran Cash cow. Lalu sedikit juga jumlah BPR yang masuk ke 46

25 dalam kuadran yang bermasalah seperti Dog memberikan arti bahwa investasi Koperasi pada penyertaan modal BPR tidak sia-sia. Namun diantar banyak BPR yang mengalami kinerja yang baik, ada satu BPR yang letaknya mencuri perhatian yaitu BPR BDT-6, dimana letaknya sangat diujung dari kuadran Dog, yang berarti juga ia memilki kerugian yang sangat tinggi namun tidak mengalami perkembangan dari segi assetnya. Hal ini perlu ditinjau lebih lanjut oleh Koperasi mengenai kinerja yang sebenarnya dari BPR BDT-6 ini. Berikut ini adalah gambar Matriks BCG yang menggambarkan keadaan BPR pada tahun 2005: Gambar 3.6 Matriks BCG BPR pada tahun

26 Pada tahun 2005 mulai terjadi pergerakan di dalam matriks ini, banyak BPR- BPR yang tadinya di dalam kuadran Star pindah ke kuadran dog dan question mark. Hal ini sangat jelas terlihat karena banyak BPR yang tidak mengalami perkembangan dan diikuti oleh profit yang menurun bahkan merugi. Pada tahun ini terlihat menghilangnya BPR yang masuk kedalam kuadran Cash cow yang pada tahun lalu terdapat 4 BPR. Pada tahun ini banyak BPR yang berada di dalam kuadran Dog mencapai 10 BPR, BPR-BPR ini tidak mengalami perkembangan dan tidak mendapatkan profit. Berikut ini adalah gambar Matriks BCG yang menggambarkan keadaan BPR pada tahun 2006: Gambar 3.7 Matriks BCG BPR Tahun

27 Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa hampir seluruh BPR berada di dalam kuadran question mark yang berarti juga perlu ditanyakan. BPR-BPR ini mengalami kenaikan dalam asset namun tidak memperoleh profit, sehingga kenaikan asset berbanding terbalik dengan penurunan profit. Pada matriks diatas juga bisa dilihat bahwa hanya 4 BPR yang berada di dalam kuadran star dan masih banyak juga BPR yang berada di dalam kuadran dog. Hal ini sebaiknya menjadi perhatian khusus bagi Koperasi terhadap BPR-BPR dimana mereka menginvestasikan dana mereka Penilaian dengan Metode Economic Added Value EVA atau Economic Added Value merupakan suatu metode yang populer pada akhir tahun 1980an, yang dipopulerkan oleh Stern Stewart & Co. Menurut Stern EVA merupakan indikator internal yang mengukur tingkat kekayaan para pemegang saham yang diciptakan atau dimusnahkan oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Dengan metode EVA, sebuah perusahaan dapat mengukur seberapa efisien operasional suatu perusahaan menggunakan modal untuk menciptakan nilai tambah. Berikut ini adalah diagram alir Metoda EVA: 49

28 Gambar 3.8 Diagram Alir Metoda EVA Jika nilai EVA menunjukkan nilai positif, berarti tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan melebihi tingkat biaya modal. Namun jika EVA menunjukkan nilai negatif berarti tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan rendah yang berarti terjadi ketidakefisienan kegiatan operasional di dalam 50

29 perusahaan tersebut. Untuk menentukan nilai EVA dapat dihitung dengan menggunakan rumus: EVA = Net Operating Profit After Tax - (Equity Capital x % Cost of Equity Capital) Dari singkatan NOPAT itu sendiri, NOPAT adalah Laba bersih dari operasi setelah pajak, dimana laba tersebut didapatkan dari operasional suatu perusahaan setelah pajak, namun laba tersebut belum membiayai biaya-biaya dan masukan-masukan pembukuan yang bukan tunai. Dalam menghitung % Cost of Equity Capital, dilakukan perhitungan CAPM (Capital Asset Pricing Model). Metode CAPM adalah metoda yang biasanya digunakan untuk mengukur cost of equity dari perusahaan yang telah go public. Berikut ini adalah Rumus CAPM: Kj = Rf + ß (Rm Rf) Dimana: Kj = Required Return on Common Stock Rf = Risk Free Rate Return ß = Koefisien beta/ tingkat keelastisan perusahaan terhadap pasar Rm = Return Market / Tingkat Pengembalian Pasar Data pertama yang kita perlukan adalah nilai koefisien Beta yang merupakan nilai keelastisan perusahaan terhadap pasar. Namun nilai koefisien Beta hanya dimiliki oleh perusahaan yang telah memiliki saham atau go public. BPR merupakan bank yang kecil yang belum go public, oleh karena itu untuk mendapatkan nilai koefisien beta dalam perhitungan ini digunakan nilai koefisien beta Bank yang telah go public. Dari seluruh bank yang telah go public akan dipilih 3 bank yang memiliki asset terendah yang telah go public lebih dari 3 tahun ke belakang. Bank yang terpilih adalah Bank Artha Niaga Kencana Tbk, Bank Kesawan Tbk, Bank Victoria International Tbk. Selanjutnya nilai beta yang digunakan adalah nilai rata-rata dari nilai beta ketiga bank ini. Untuk melihat profil dari masing-masing bank dapat dilihat pada lampiran. 51

30 Suku Bunga Bank Indonesia digunakan sebagai Risk Free Rate dalam perhitungan ini. Nilai SBI yang digunakan untuk perhitungan tahun 2006 adalah SBI 7 Desember 2006 senilai 9,75%, untuk tahun 2005, SBI 6 Desember 2005 yang senilai 12,75%, dan SBI untuk tahun 2004 senilai 13%. Data tersebut didapatkan dari situs resmi Bank Indonesia. Untuk menghitung nilai Risk Premium diperlukan nilai IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) setiap tahunnya. Nilai IHSG yang digunakan adalah nilai kenaikan IHSG pada setiap tahunnya. Nilai ini bisa didapat dari publikasi resmi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta pada setiap akhir tahun. Pada tahun 2004 Risk Premium memiliki nilai 31.6%, pada tahun 2005 bernilai 3.64% dan pada tahun %. Pada tahun 2006 nilai Risk Premium Sangat tinggi karena IHSG mengalami kenaikan yang sangat drastis namun SBI mengalami penurunan sampai 9.75%. Surat resmi publikasinya BEJ dapat dilihat pada lampiran. Berikut ini adalah contoh perhitungan dari EVA: Tabel 3.23 Perhitungan EVA 52

31 Tabel diatas merupakan salah satu perhitungan EVA BPR pada tahun dapat dilihat BPR ini memiliki nilai minus yang berarti BPR tidak memberikan value added kepada koperasi selaku pemberi investasinya. Selain itu net income yang dimiliki oleh BPR juga terlalu kecil tidak melebihi dari Risk Free Rate dan nilai koefisien beta yang cukup besar sehingga tidak bisa menghasilkan nilai EVA yang positif. Berikut ini adalah tabel nilai EVA dari keseluruhan BPR yang dimiliki Koperasi: Tabel 3.24 Tabel EVA BPR Keseluruhan 53

32 3.2 Analisis Solusi Bisnis Setelah melakukan perhitungan kinerja dengan menggunakan tiga metode, dilakukan analisis dari masing-masing metode. Diharapkan dengan analisis ini, mempermudah dalam pengambilan keputusan untuk memilah BPR yang baik dengan BPR yang mengalami kemunduran serta terus merugi. Hasil dari masing-masing analisis dari masing-masing metode, selanjutnya akan melakukan analisis keseluruhan. Dari analisis secara keseluruhan, didapatkan pengelompokkan BPR yang terdiri dari BPR yang sehat dan bisa berkembang, BPR yang kurang sehat dan bisa berkembang serta BPR yang tidak sehat serta tidak bisa berkembang Analisis Metode CAMEL Dari perhitungan CAMEL pada BPR tahun 2004 sampai 2006 dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat serta tidak sehat. Pada tahun 2004, di rayon Bodetabek terdapat 5 bank kelompok sehat, 1 BPR kelompok kurang sehat dan 1 BPR kelompok tidak sehat. Sedangkan pada rayon Bandung, Yogyakarta, Surakarta dan Padang semua BPR mendapatkan kriteria sehat, sedangkan pada Rayon Semarang terdapat 2 BPR yang mendapatkan kelompok sehat dan 2 mendapatkan kelompok kurang sehat. Pada Rayon Medan juga, terdapat 1 BPR yang sehat dan 1 BPR yang tidak sehat. Berikut ini adalah tabel pengelompokan BPR dengan metode CAMEL pada tahun 2004: Tabel 3.25 Pengelompokkan BPR tahun 2004 Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat 22 BPR BDT-1, BDT-2, BDT-3, BDT-5, BDT-7, BDG-1, BDG-2, BDG-3, YGY-1, YGY-2, YGY-3, YGY-4, YGY-5, YGY-6, SKT-1, SKT-2, SKT-3, SKT-4, PDG-1, SMR-1, SMR-4, dan MDN-1 Cukup Sehat - - Kurang Sehat 3 BPR BDT-4, SMR-2, dan SMR-3. Tidak Sehat 2 BPR BDT-6 dan MDN-2 Pada tahun 2005, jumlah BPR yang sehat turun drastis dari 22 BPR menjadi hanya 5 BPR, banyak BPR yang pindah menjadi kelompok cukup sehat dan kurang 54

33 sehat. Hal ini mungkin dilatarbelakangi, dengan sebagian besar saham BPR dibeli oleh pihak Z. Masuknya pihak Z, banyak kasus-kasus perbankan pun diungkap sehingga kinerja sesungguhnya dari BPR-BPR ini pun terungkap. Berikut ini adalah tabel pengelompokan BPR untuk tahun 2005: Tabel 3.26 Pengelompokan BPR Tahun 2005 Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat 5 BPR BDG-3, SKT-1, SKT-2, SKT-4, dan SMR-4 Cukup Sehat 6 BPR BDT-3, BDG-1, SMR-1, YGY-3, YGY-6, dan PDG-1 Kurang Sehat 9 BPR BDT-1, BDT-2, BDT-4, BDT-7, BDG-2, YGY-2, YGY-4, YGY-5 dan MDN-1 Tidak Sehat 7 BPR BDT-5, BDT-6, SMR-3, SMR-4, YGY-1, SRK-3, dan MDN-2 Pada tahun 2006, jumlah yang sehat pun makin berkurang, menjadi tinggal 1 BPR saja, banyak BPR yang masuk ke dalam kelompok kurang sehat, namun juga ada beberapa BPR yang sebelumnya masuk pada kelompok kurang sehat pindah ke kelompok cukup sehat. Jumlah BPR kelompok tidak sehat naik menjadi 9 BPR, hal ini menunjukka secara umum bahwa masih kurang baiknya kinerja secara keseluruhan dari BPR-BPR ini. Berikut ini adalah tabel pengelompokan BPR pada tahun Tabel 3.27 Tabel Pengelompokan BPR Tahun 2006 Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat 1 BPR BDG-3, Cukup Sehat 4 BPR SMR-2, SMR-3, YGY-1, dan MDN-1 Kurang Sehat 13 BPR BDT-1, BDT-2, BDT-3, BDT-4, BDT-6, BDT-7, SMR-1, YGY-2, YGY-5, SRK-1, SRK-2, SRK-3, dan MDN-2 Tidak Sehat 9 BPR BDT-5, BDG-1, BDG-2, SMR-4, YGY-3, YGY-4, YGY-6, SRK-2, dan PDG-1 Dalam 3 tahun, hasil pengelompokan menunjukkan hasil yang berbeda dan tidak adanya kekonsistenan, sedangkan akhir dari analisis ini adalah memberikan suatu keputusan BPR mana yang harus dilepas dari Koperasi. Oleh karena itu diperlukan 55

34 analisis grafik dari penilaian CAMEL selama 3 tahun, dari analisi grafik ini, kita bisa lihat BPR mana yang dalam kelompok sehat dan bisa berkembang, BPR mana yang cukup/kurang sehat namun bisa berkembang dan BPR mana yang layak dilepas oleh BPR. Selanjutnya BPR-BPR ini akan dikelompokkan menjadi 3 Kelompok yaitu: 1. Kelompok Sehat dan Bisa Berkembang Kelompok ini terdiri dari BPR yang memiliki grafik nilai yang baik selama 3 tahun berturut-turut, walaupun mengalami penurunan namun nilai CAMELnya termasuk kelompok sehat atau memiliki nilai CAMEL lebih dari 81 point. 2. Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang Kelompok ini terdiri dari BPR yang memiliki grafik nilai yang mengalami penurunan maupun kenaikan. Kelompok ini memiliki BPR yang mengalami penurunan selama 2 tahun berturut-turut namun pada tahun ketiga mengalami perbaikan atau kenaikan nilai atau BPR yang mengalami nilai yang stabil pada level nilai sedang yaitu berkisar antara 51 sampai 80 point 3. Tidak Sehat dan Tidak Bisa Berkembang Kelompok ini terdiri dari BPR yang memiliki grafik yang terus menurun selama 3 tahun berturut-turut, dan BPR yang memiliki nilai dibawah 51 point. 56

35 Berikut ini adalah grafik nilai CAMEL selama 3 tahun tiap BPR dipisahkan menurut rayon: 1. Rayon Bodetabek BPR BDT-1 BPR BDT Gambar 3.9 BPR BDT-1 Gambar 3.10 BPR BDT-2 BPR BDT-3 BPR BDT Gambar 3.11 BPR BDT-3 Gambar 3.12 BPR BDT-4 BPR BDT-5 BPR BDT Gambar 3.13 BPR BDT-5 Gambar 3.14 BPR BDT-6 BPR BDT Gambar 3.15 BPR BDT-7 57

36 Dari ketujuh gambar grafik ini dapat dilihat bahwa ada beberapa BPR yang mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut, namun ada juga BPR yang mengalami penurunan namun bisa mengalami peningkatan lagi walaupun hanya sedikit. Jika BPR mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut maka BPR tersebut dikelompokkan menjadi BPR yang tidak sehat dan tidak berkembang. Namun walaupun pada kelompok kurang sehat namun menunjukkan peningkatan, BPR akan dimasukkan ke dalam kelompok yang bisa berkembang. Dari analisis grafik, maka pada rayon ini pengelompokan BPR menjadi: Tabel 3.28 Pengelompokan BPR Rayon Bodetabek Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang - - Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang 3 BPR BDT-2, BDT-4 dan BDT-6 Tidak Sehat dan Tidak Bisa Berkembang 4 BPR BDT-1, BDT-3, BDT-5 dan BDT-7 2. Rayon Bandung BPR BDG-1 BPR BDG Gambar 3.16 BPR BDG-1 Gambar 3.17 BPR BDG-2 BPRBDG Gambar 3.18 BPR BDG-3 58

37 Dari ketiga grafik diatas, dapat dilihat bahwa hanya BPR BDG-3 saja yang masuk ke kelompok sehat dan berkembang, 2 BPR lainnya masuk ke dalam kelompok tidak sehat dan tidak berkembang. Hal ini bisa dilihat BDG-1 mengalami penurunan drastis pada tahun 2006 walau pada tahun 2005 sempat dinilai BPR yang sehat. BPR BDG-2 dari grafik dapat dilihat bahwa BPR tersebut mengalami penurunan secara konstan dari tahun ke tahun. Berikut ini tabel pengelompokan BPR pada rayon Bandung: Tabel 3.29 Pengelompokan BPR Rayon Bandung Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang 1 BPR BDG-3 Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang - - Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 2 BPR BDG-1 dan BDG-2 3. Rayon Semarang BPR SMR-1 BPR SMR Gambar 3.19 BPR SMR-1 Gambar 3.20 BPR SMR-2 BPR SMR-3 BPR SMR Gambar 3.21 BPR SMR-3 Gambar 3.22 BPR SMR-4 59

38 Dari keempat gambar grafik ini dapat dilihat bahwa ada beberapa BPR yang mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut, namun ada juga BPR yang mengalami penurunan namun bisa mengalami peningkatan lagi yang cukup signifikan. Jika BPR mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut maka BPR tersebut dikelompokkan menjadi BPR yang tidak sehat dan tidak berkembang. Namun walaupun pada kelompok kurang sehat namun menunjukkan peningkatan, BPR akan dimasukkan ke dalam kelompok yang bisa berkembang. Dari analisis grafik, maka pada rayon ini pengelompokan BPR menjadi: Tabel 3.30 Pengelompokan BPR Rayon Semarang Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang - - Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang 2 BPR SMR-2 dan SMR-3 Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 2 BPR SMR-1 dan SMR-4 4. Rayon Yogyakarta BPR YGY-1 BPR YGY Gambar 3.23 BPR YGY-1 Gambar 3.24 BPR YGY-2 BPR YGY-3 BPR YGY Gambar 3.25 BPR YGY-3 Gambar 3.26 BPR YGY-4 60

39 BPR YGY-5 BPR YGY Gambar 3.27 BPR YGY-5 Gambar 3.28 BPR YGY-6 Dari keenam gambar grafik ini dapat dilihat bahwa ada 3 BPR yang mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut, namun hanya ada 1 BPR yang mengalami penurunan namun bisa mengalami peningkatan lagi yang cukup signifikan sehingga bisa masuk ke kelompok yang sehat dan bisa berkembang. Jika BPR mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut maka BPR tersebut dikelompokkan menjadi BPR yang tidak sehat dan tidak berkembang. Namun walaupun pada kelompok kurang sehat namun menunjukkan peningkatan, BPR akan dimasukkan ke dalam kelompok yang bisa berkembang. Dari analisis grafik, maka pada rayon ini pengelompokan BPR menjadi: Tabel 3.31 Pengelompokan BPR Rayon Yogyakarta Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang 1 BPR YGY-1 Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang 2 BPR YGY-3, YGY-5 Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 3 BPR YGY-2, YGY-4 dan YGY-6 5. Rayon Surakarta BPR SRK-1 BPRSRK Gambar 3.29 BPR SRK-1 Gambar 3.30 BPR SRK-2 61

40 BPR SRK-3 BPR SRK Gambar 3.31 BPR SRK-3 Gambar 3.32 BPR SRK-4 Dari keenam grafik diatas terdapat 1 BPR yang mengalami peningkatan jumlah nilai CAMEL, yaitu BPR SRK-3. Sedangkan BPR SRK-1 dan SRK-4 mengalami penurunan selama 3 berturut-turut, namun nilai CAMEL mereka masuk kedalam kelompok cukup sehat, dimana nantinya diharapkan bisa mengalami kenaikan sehingga kedua BPR tersebut masuk kedalam kelompok kedua yaitu, BPR yang cukup/kurang sehat dan bisa berkembang. Berikut ini tabel pengelompokan BPR pada rayon Surakarta: Tabel 3.32 Pengelompokan BPR Rayon Surakarta Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang - - Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang 3 BPR SRK-1, SRK-3 dan SRK-4 Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 1 BPR SRK-2 6. Rayon Padang BPR PDG Gambar 3.33 BPR PDG-1 62

41 Dari grafik diatas terlihat BPR PDG-1 yang mengalami penurunan selama 3 tahun berturut-turut. Penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006 yang turun hampir 60 point. Hal ini membuat BPR PDG-1 masuk kedalam kelompok tidak sehat dan tidak berkembang, dilihat dari jumlah point terakhir, dapat dirasakan akan membutuhkan kinerja yang sangat baik untuk masuk ke kelompok kurang sehat. Berikut ini tabel pengelompokan BPR pada rayon Padang: Tabel 3.33 Pengelompokan BPR Rayon Padang Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang - - Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang - - Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 1 BPR PDG-1 7. Rayon Medan BPR MDN-1 BPR MDN Gambar 3.34 BPR MDN-1 Gambar 3.35 BPR MDN-2 Dari kedua grafik diatas dapat terlihat bahwa kedua BPR di dalam rayon ini mengalami kenaikan walaupun pada BPR MDN-1 sempat mengalami penurunan. Jika kita melihat BPR MDN-2, BPR tersebut mengalami kemajuan cukup pesat, perlahan namun pasti BPR MDN-2 terus menanjak. Walaupun saat ini BPR-MDN-2 masuk ke dalam kelompok kurang sehat, namuan dengan mengalami kemajuan 3 tahun ke belakang, maka BPR MDN-2 masuk kedalam kelompok yang bisa berkembang. Berikut ini tabel pengelompokan BPR pada rayon Medan: 63

42 Tabel 3.34 Pengelompokan BPR Rayon Medan Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang - - Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang 2 BPR MDN-1 dan MDN-2 Tidak Sehat dan Tidak Berkembang - - Setelah melakukan pengelompokkan pada masing-masing rayon, selanjutnya pengelompokkan itu digabungkan, sehingga Koperasi dapat melihat secara keseluruhan analisis dari Metode CAMEL ini. Secara keseluruhan terdapat 14 BPR yang masuk ke dalam kelompok Tidak Sehat dan Tidak Berkembang, jumlah ini adalah setengah dari jumlah BPR yang modalnya disertakan oleh Koperasi. Hal ini berarti setengah dari investasi Koperasi di BPR mengalami kerugian. Sebaliknya BPR yang dimasukkan kedalam kelompok sehat dan berkembang hanya 2 BPR saja, dan sisanya masuk kedalam kelompok Cukup/Kurang sehat namun bisa berkembang. Untuk lebih jelas melihat analisis CAMEL secara keseluruhan, berikut ini adalah Tabel Pengelompokkan BPR seluruhnya: Tabel 3.35 Pengelompokan BPR Seluruhnya Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang 2 BPR BDG-3 dan YGY-1 Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 12 BPR BDT-2, BDT-4, BDT-6, SMR-2, SMR-3, YGY-3, YGY-5, SRK-1, SRK-3, SRK-4, MDN-1, dan MDN-2 13 BPR BDT-1, BDT-3, BDT-5, BDT-7, BDG-1, BDG-2, SMR-1, SMR-4, YGY-2, YGY-3, YGY-4, YGY-6, SRK-2, dan PDG-1 Dari metode CAMEL ini, Koperasi disarankan untuk menarik investasi nya pada BPR-BPR yang masuk ke dalam kelompok Tidak Sehat dan Tidak Berkembang. Karena ke empat belas BPR tersebut dinilai akan mengalami kerugian secara terus menerus dan bisa membuat Koperasi merugi lebih banyak dimasa depan. 64

43 3.2.2 Analisis Metode Boston Consulting Group Pada analisis metode Boston Consulting Group ini dilihat pergerakan masingmasing BPR tiap tahunnya, dilihat sampai mana ia berpindah, dan kemungkinan untuk pindah ke kuadran yang baik. 1. BPR BDT-1 Gambar 3.36 Matriks BCG BDT-1 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa BPT BDT-1 ini masuk ke dalam kelompok question mark yang berarti ia memiliki growth namun mengalami kerugian. Ia bisa berpindah masuk kedalam kelompok star bila ia tetap mempertahankan growth dan menutupi kerugian yang terjadi. Kemungkinan ini bisa terjadi karena bisa dilihat nilai kerugiannya cukup rendah. Maka, BPR ini dinilai cukup sehat dan bisa berkembang 65

44 2. BPR BDT-2 Gambar 3.37 Matriks BCG BDT-2 Gambar diatas dapat dilihat BDT-2 ini mengalami pergerakan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti sistem kinerja dari BPR ini masih belum stabil atau mungkin ada beberapa faktor lain yang membuat ia memiliki growth yang tinggi namun pada sisi lain ia memiliki kerugian yang tinggi juga. Untuk berpindah ke dalam kuadran star, BPR ini tampaknya memerlukan kerja keras untuk menghilangkan kerugian yang tinggi tersebut dan mempertahan growth yang ia punya. Maka BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 3. BPR BDT-3 Gambar diatas dapat dilihat BDT-3 ini mengalami pergerakan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti sistem kinerja dari BPR ini masih belum stabil atau mungkin ada beberapa faktor lain yang membuat ia memiliki growth yang tinggi namun pada sisi lain ia memiliki kerugian yang tinggi juga. Untuk berpindah ke dalam kuadran star, BPR ini tampaknya memerlukan sedikit kerja keras dengan 66

45 menghilangkan kerugian yang tidak cukup besar. Maka BPR ini dinilai kurang sehat dan bisa berkembang. Gambar 3.38 Matriks BCG BDT-3 4. BPR BDT-4 Gambar dibawah dapat dilihat BDT-4 ini mengalami pergerakan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Namun pergerakan yang signifikan ini menunjukkan hasil yang positif dimana dari tahun ke tahun ia mengalami pengurangan kerugian dan growth yang cenderung stabil. Diharapkan BPR BDT-4 ini dapat berpindah ke dalam kuadran star, BPR ini tampaknya memerlukan sedikit kerja keras dengan menghilangkan kerugian yang tidak cukup besar. Maka BPR ini dinilai kurang sehat dan bisa berkembang. 67

46 Gambar 3.39 Matriks BCG BDT-4 5. BPR BDT-5 Gambar 3.40 Matriks BCG BDT-5 68

47 Dari gambar diatas terlihat jelas BPR ini mengalami penurunan kinerja yang sangat drastis dan tampaknya akan sangat berat bagi BPR ini kembali ke kuadran star. BPR ini mengalami penurunan kinerja maupun profit yang pada akhirnya BPR ini masuk ke dalam kuadran yang dog. Maka, BPR ini tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 6. BPR BDT-6 Gambar 3.41 Matriks BCG BDT-6 Dari gambar diatas dapat diihat jika BPR ini tidak mengalami kemajuan yang berarti dan selalu mengalami kerugian yang tinggi. Ini berarti kinerja dari BPR ini sangat buruk jika dibandingkan dengan yang lain. Maka, BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 7. BPR BDT-7 Gambar dibawah dapat dilihat BDT-7 ini mengalami pergerakan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Namun pergerakan yang signifikan ini menunjukkan hasil yang kurang baik, BPR ini makin lama makin mengalami kerugian yang makin bertambah. Diharapkan BPR BDT-7 ini dapat berpindah ke dalam kuadran star, BPR 69

48 ini tampaknya memerlukan kerja keras dengan menghilangkan kerugian yang cukup besar. Maka, BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. Gambar 3.42 Matriks BCG BDT-7 8. BPR BDG-1 Dari gambar dibawah terlihat jelas BPR ini mengalami penurunan kinerja yang sangat drastis dan tampaknya akan sangat berat bagi BPR ini kembali ke kuadran star. Karena mereka tidak mengalami growth dari tahun ke tahun dan terus mengalami kerugian yang makin bertambah. Maka, BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 70

49 Gambar 3.43 Matriks BCG BDG-1 9. BPR BDG-2 Dari gambar dibawah terlihat jelas BPR ini mengalami penurunan kinerja yang sangat drastis dan tampaknya akan sangat berat bagi BPR ini kembali ke kuadran star. Karena mereka tidak mengalami growth dari tahun ke tahun dan terus mengalami kerugian yang makin bertambah. Maka BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 71

50 Gambar 3.44 Matriks BCG BDG BPR BDG-3 Sejauh ini, BPR BDG-3 ini lah tetap bertahan di kuadran star. Walaupun BPR ini tidak memiliki nilai growth yang cukup tinggi, namun BPR ini dapat menghasilkan growth yang tinggi. BPR ini memiliki kinerja yang baik dan sebaiknya mempertahankan agar BPR ini tetap dalam kuadran star dengan meningkatkan profit serta terus berkembang. Maka, BPR ini dinilai cukup sehat dan bisa berkembang. 72

51 Gambar 3.45 Matriks BCG BDG BPR SMR-1 Pada gambar dibawah bisa dilihat bahwa BPR ini mengalami penurunan profit serta tidak mengalami growth. Namun BPR ini setidaknya masih memiliki nilai plus karena BPR ini masih di dalam kuadran star, dan ada baiknya BPR ini mulai waspada terhadap hasil kinerja karena BPR ini sangat berpotensial untuk pindah ke kuadra question mark atau pun ke kuadran dog karena posisi terakhirnya ada garis dimana nilai profit sama dengan nol. Namun BPR ini dinilai sehat dan bisa berkembang 73

52 . Gambar 3.46 Matriks BCG SMR BPR SMR-2 BPR ini mengalami kerugian terus menerus namun mengalami growth yang cukup signifikan terutama pada tahun Sebaiknya pada BPR ini dilakukan sistem kerja yang lebih baik. Dan tampaknya akan sulit untuk BPR ini berpindah ke kuadra star, mengingat kerugian mereka yang cukup tinggi. Maka, BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 74

53 Gambar 3.47 Matriks BCG SMR BPR SMR-3 Gambar 3.48 Matriks BCG SMR-3 75

54 BPR ini mengalami kerugian terus menerus namun mengalami growth walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun Pada tahun 2006 BPR ini mengalami peningkatan dengan berhasil mengurangi kerugian dan menaikkan nilai growth dari BPR ini. Sebaiknya pada BPR ini tetap menjaga kinerjanya dan berusaha menghilangkan hutang sehingga mereka bisa berpindah masuk ke kuadran star. Maka, BPR ini dinilai kurang sehat dan bisa berkembang. 14. BPR SMR-4 BPR ini mengalami pengurangan dalam jumlah profit dari tahun ke tahun. Tahun 2004 dan 2005 BPR ini bisa dikelompokkan BPR yang sehat karena memiliki growth yang positif dan profit. Pada tahun 2006 BPR ini memiki growth yang positif namun negatif dalam profit. Diharapkan BPR ini bisa mengurangi loss mereka karena tidak dalah jumlah besar dan mempetahankan growth mereka. Maka, BPR ini dinilai kurang sehat tapi dinilai bisa berkembang. Gambar 3.49 Matriks BCG SMR-4 76

55 15. BPR YGY-1 BPR ini mengalami kerugian selama 2 tahun berturut namun mengalami growth yang positif selama 3 tahun kebelakang. Dikhawatirkan pada tahun berikutnya BPR ini akan mengalami loss yang lebih besar melihat pergerakan BPR ini cenderung menuju ke kuadran kanan. Maka, BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. Gambar 3.50 Matriks BCG YGY BPR YGY-2 BPR ini mengalami growth yang positif pada tahun 2005 namun mengalami penurunan pada tahun Dari matriks diatas bisa dilihat jug bahwa BPR ini mengalami kerugian yang terus bertambah. Sehingga bisa dinilai bahwa BPR ini tidak sehat dan tidak bisa berkembang karena melihat grafik yang cenderung menuju ke kuadran dog. Maka, BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 77

56 Gambar 3.51 Matriks BCG YGY BPR YGY-3 BPR ini mengalami pergerakan yang cukup kecil, hal ini dapat dilihat dari nilai growth mereka. Walaupun cenderung menurun namun BPR ini bisa mempertahankan untuk tidak mengalami kerugian yang besar. BPR ini memiliki kesempatan untuk lebih baik jika mereka mengurangi kerugian mereka dan mencoba menaikkan nilai growth mereka. Maka, BPR ini dinilai cukup sehat dan bisa berkembang. 78

57 Gambar 3.52 Matriks BCG YGY BPR YGY-4 BPR ini mengalami pergerakan yang signifikan terutama dari tahun 2004 menuju tahun BPR ini mengalami kerugian yang begitu besar dan mengalami penurunan growth yang tinggi juga. Namun pada tahun 2006 mereka berhasil menaikkan nilai growth mereka namun tidak berhasil menghilangkan kerugian mereka. BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 79

58 Gambar 3.53 Matriks BCG YGY BPR YGY-5 Gambar 3.54 Matriks BCG YGY-5 80

59 BPR ini sempat mengalami pergerakan yang sangat drastis karena mengalami kerugian yang sangat besar yang membuat mereka berada di dalam kuadra dog, namun pada tahun 2006 BPR ini bisa memperbaiki kinerja mereka dengan menghasilkan profit yang besar. Sehingga BPR ini dinilai BPR yang sehat dan bisa berkembang. 20. BPR YGY-6 BPR ini mengalami pergerakan tidak stabil, pada tahun 2005 BPR ini mengalami kemunduran sehingga BPR ini pun masuk kedalam kuadran dog. Jika dilihat dari segi profit, BPR ini memiliki kerugian yang tidak begitu besar, sehingga diharapkan BPR ini bisa berkembang walaupun dinilai kurang sehat. Gambar 3.55 Matriks BCG YGY BPR SRK-1 BPR ini tidak mengalami pergerakan yang begitu berarti namun cenderung stabil dalam kenaikan growth maupun loss. Sehingga dapat disimpulkan jika BPR ini kedepannya bisa menjadi BPR yang memiliki growth yang tinggi namun tidak memiliki profit. BPR ini dinilai tdak sehat dan tidak bisa berkembang. 81

60 Gambar 3.56 Matriks BCG SRK BPR SRK-2 Gambar 3.57 Matriks BCG SRK-2 82

61 BPR ini juga tidak mengalami pergerakan yang signifikan dan dapat disimpulkan jika BPR ini cenderung terus mengalami kerugian. Sehingga BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 23. BPR SRK-3 Gambar 3.58 Matriks BCG SRK-3 BPR ini mengalami pengurangan dalam jumlah profit dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 menuju 2006 BPR ini bisa dikelompokkan BPR yang sehat karena memiliki growth yang positif namun tidak dalam profit, BPR ini terus mengalami penurunan profit.. Pada tahun 2006 BPR ini memiki growth yang positif namun negatif dalam profit. Diharapkan BPR ini bisa mengurangi loss mereka karena tidak dalah jumlah besar dan mempetahankan growth mereka. BPR kurang sehat dan dinilai tidak bisa berkembang BPR SRK-4 BPR ini cenderung mengalami pergerakan yang stabil dalam growth namun pada profit BPR ini terus mengalami kerugian. Kerugian BPR ini pun makin bertambah pada tahun 2006 dan patut diwaspadai karena BPR ini berpotensial untuk pindah ke 83

62 kuadran yang lebih tidak baik yaitu kuadra dog. Sehingga BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. Gambar 3.59 Matriks BCG SRK BPR PDG-1 BPR ini juga mengalami kerugian terus menerus, namun mengalami pergerakan yang stabil pada kenaikan growth. Growth yang paling tinggi dialami pada tahun 2006 mencapai lebih dari 1. Sebaiknya BPR ini mulai mencoba meningkat profit mereka. BPR ini dinilai tidak sehat dan tidak bisa berkembang. 84

63 Gambar 3.60 Matriks BCG PDG BPR MDN-1 Gambar 3.61 Matriks BCG MDN-1 85

64 BPR ini mengalami pengurangan dalam jumlah profit dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 menuju 2006 BPR ini bisa dikelompokkan BPR yang sehat karena memiliki growth yang positif namun tidak dalam profit, BPR ini terus mengalami penurunan profit.. Pada tahun 2006 BPR ini memiki growth yang positif namun negatif dalam profit. Diharapkan BPR ini bisa mengurangi loss mereka karena tidak dalah jumlah besar dan mempetahankan growth mereka. BPR kurang sehat dan dinilai tidak bisa berkembang. 27. BPR MDN-2 Dari gambar dibawah dapat diihat jika BPR ini tidak mengalami kemajuan yang berarti dan selalu mengalami kerugian yang tinggi. Ini berarti kinerja dari BPR ini sangat buruk jika dibandingkan dengan yang lain. BPR ini tidak sehat dan tidak bisa berkembang. Gambar 3.62 Matriks BCG MDN-2 86

65 Setelah melakukan analisa disetiap BPR makan didapatkan analisa keseluruhan dari metoda ini. Analisa Keseluruhan dari Matriks BCG dapat dikelompokkan sebagai berikut: Tabel 3.36 Pengelompokkan Metoda BDG Matriks Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang 2 BPR SMR-1, BDG-3 Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 8 BPR BDT-1, BDT-3, BDT-4, SMR-3, SMR-4, YGY-3, YGY-5, YGY-6 17 BPR BDT-2, BDT-5, BDT-6, BDT-7, BDG-1, BDG-2, SMR-2, YGY-1, YGY-2, YGY-4, SRK-1, SRK-2, SRK-3, SRK-4, PDG-1, MDN-1, dan MDN Analisis Metode Economic Added Value Selama tiga tahun berturut-turut hampir seluruh EVA BPR-BPR ini memiliki nilai yang negatif. Ini berati hampir seluruh BPR ini tidak memberika added value ke koperasi. Pada tahun 2004 masih cukup banyak EVA yang bernilai postif namun pada tahun berikutnya semua bernilai negatif. Jika dirata-ratakan, nilai eva seluruhnya adalah negatif. Faktor utama yang membuat EVA negatif adalah banyak BPR-BPR yang mengalami kerugian yang cukup besar selain itu nilai beta yang diambil juga merupakan nilai eva bank yang memiliki asset yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan BPR yang hanya bank kecil dan berasset kecil. Dari analisis metoda EVA ini semua BPR yang dimiliki oleh koperasi dinilai tidak memiliki added value dan sebaiknya koperasi berhenti melakukan investasi pada seluruh BPR-BPR ini. Dalam pengelompokan, seluruh BPR masuk kedalam kelompok tidak sehat dan tidak berkembang. Untuk melihat nilai-nilai EVA disetiap BPR berikut ini adalah tabel nilai EVA: 87

66 88 Tabel 3.37 Nilai EVA Seluruh BPR

67 3.2.4 Kesimpulan Untuk melihat hasil keseluruhan, berikut ini ditampilkan lagi hasil kesimpulan masing-masing metoda dalam menganalisa kinerja BPR. Pada Metoda CAMEL, terdapat 2 BPR yang masuk dalam kelompok sehat dan bisa berkembang yaitu BPR BDG-3 dan YGY-1. BPR ini harus tetap dipertahankan oleh Koperasi. BPR-BPR yang masuk ke dalam kelompok selanjutnya, kelompok Cukup/Kurang Sehat Namun Bisa Berkembang, merupakan BPR yang juga bisa tetap dipertahankan oleh Koperasi namun dengan beberapa catatan dimana BPR yang berada di kelompok ini perlu mengalami suatu perbaikan agar kinerja dari BPR ini bisa terus meningkat dan menghasilkan profit yang besar bagi Koperasi. BPR yang masuk ke dalam kelompok terakhir atau kelompok yang paling buruk, merupakan BPR-BPR yang tidak memiliki kinerja terburuk dari seluruh BPR yang dimiliki oleh Koperasi. Oleh karena itu, sebaiknya Koperasi melepaskan penyertaan modal kepada BPR-BPR yang masuk ke dalam kelompok terakhir ini. Berikut ini adalah Tabel Nilai CAMEL Keseluruhan: Tabel 3.38 Nilai CAMEL Keseluruhan Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang 2 BPR BDG-3 dan YGY-1 Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 11 BPR BDT-2, BDT-4, BDT-6, SMR-2, SMR-3, YGY-5, SRK-1, SRK-3, SRK-4, MDN-1, dan MDN-2 14 BPR BDT-1, BDT-3, BDT-5, BDT-7, BDG-1, BDG-2, SMR-1, SMR-4, YGY-2, YGY-3, YGY-4, YGY-6, SRK-2, dan PDG-1 Pada Metoda Boston Consulting Group, terdapat dua BPR yang masuk kedalam kelompok BPR yang Sehat dan Berkembang, jumlah sama dengan Metode CAMEL diatas. Namun pada Metoda BCG ini, BPR yang masuk ke dalam kelompok Tidak Sehat dan Tidak Bisa Berkembang lebih banyak dibandingkan dengan metode sebelumnya. Koperasi sebaiknya melepaskan penyertaan modalnya kepada BPR-BPR yang masuk kedalam kelompok yang tidak sehat.. Berikut ini adalah Tabel Nilai Matriks BCG Keseluruhan: 89

68 Tabel 3.39 Nilai Matriks BCG Keseluruhan Kelompok Jumlah BPR Nama BPR Sehat & Bisa Berkembang 2 BPR SMR-1, BDG-3 Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang Tidak Sehat dan Tidak Berkembang 8 BPR BDT-1, BDT-3, BDT-4, SMR-3, SMR-4, YGY-3, YGY-5, YGY-6 17 BPR BDT-2, BDT-5, BDT-6, BDT-7, BDG-1, BDG-2, SMR-2, YGY-1, YGY-2, YGY-4, SRK-1, SRK-2, SRK-3, SRK-4, PDG-1, MDN-1, dan MDN-2 Pada metoda Economic Added Value (EVA) seluruh nilai EVA BPR adalah negatif, hal ini menunjukkan buruknya kinerja dari seluruh BPR. Dikarenakan seluruh nilai EVA adalah negatif maka untuk menghasilkan pengelompokkan BPR, metoda EVA tidak menjadi bahan pertimbangan. Namun EVA tetap menjadi suatu analisa tersendiri bagi Koperasi untuk melakukan investasi selanjutnya. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa untuk melakukan pengelompokkan akhir dari seluruh BPR ini merupakan kesimpulan analisa dari kedua metoda yaitu metoda CAMEL dan metoda Matriks BCG. Dari kedua metoda ini dapat ditarik kesimpulan, BPR yang memiliki kinerja yang baik serta tetap mengalami keuntungan serta BPR mana saja yang mengalami kerugian terus menerus. Namun jika dilihat lebih teliti, kedua metoda ini tidak memiliki hasil yang sama persis. Untuk melakukan pengelompokan akhir maka digunakan pengelompokan dengan melakukan sistem pengelompokkan irisan. Bagi BPR yang selalu masuk ke dalam kelompok Sehat dan Bisa Berkembang di kedua metoda maka di hasil akhir akan masuk ke dalam kelompok Sehat dan Bisa Berkembang. BPR yang selalu masuk dalam kelompok Tidak Sehat dan Tidak bisa berkembang pada kedua metoda maka di hasil akhirnya nanti akan masuk ke dalam kelompok Tidak Sehat dan Tidak Bisa Berkembang. BPR yang tidak masuk kedalam dua kelompok diatas akan masuk ke dalam kelompok BPR Cukup/Kurang Sehat namun Bisa Berkembang. Dibawah ini merupakan kesimpulan dari kedua metoda, Koperasi disarankan untuk tidak lagi melakukan penyertaan modal kepada BPR-BPR yang masuk kedalam Kelompok ketiga, Kelompok Tidak Sehat dan Tidak Bisa Berkembang, yaitu kepada 90

ANALISA INVESTASI KOPERASI XYZ PADA BANK-BANK PERKREDITAN RAKYAT PROYEK AKHIR. Oleh: MELISSA SURYANINGTYAS NIM:

ANALISA INVESTASI KOPERASI XYZ PADA BANK-BANK PERKREDITAN RAKYAT PROYEK AKHIR. Oleh: MELISSA SURYANINGTYAS NIM: ANALISA INVESTASI KOPERASI XYZ PADA BANK-BANK PERKREDITAN RAKYAT PROYEK AKHIR Oleh: MELISSA SURYANINGTYAS NIM: 29105330 Program Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penulisan karya akhir ini menggunakan metode studi kepustakaan, dimana data diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang dianalisis, buku-buku, internet, surat kabar, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan data-data keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Objek penelitian dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut dunia usaha untuk terus selalu mengikuti perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. menuntut dunia usaha untuk terus selalu mengikuti perubahan-perubahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kondisi perekonomian dunia yang semakin cepat perkembangannya menuntut dunia usaha untuk terus selalu mengikuti perubahan-perubahan yang ada. Dengan mengikuti

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Situmorang (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Econonic Value Added dan Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham Perusahaan Properti Yang terdaftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan. Data sekunder yaitu laporan keuangan publikasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Penilaian Kinerja Informasi akuntansi sangat bermanfaat untuk menilai pertanggungjawaban kinerja manager karena penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang kian pesat saat ini menyebabkan persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Setiap perusahaan harus berjuang untuk tetap bertahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Economic Value Added (EVA) 1. Definisi Economic Value Added (EVA) EVA menurut John D.Martin et al (2010:44), menyatakan bahwa: Nilai Tambah Ekonomi (Economic Value Added EVA),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.

BAB III METODE PENELITIAN. data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan. 52 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dari berbagai literatur, catatan, artikel, penelitian terdahulu dari dokumen,

Lebih terperinci

Tabel. IV.1 RKAP Asuransi Jasindo

Tabel. IV.1 RKAP Asuransi Jasindo BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 RKAP PT ASURANSI JASINDO 2003 2007 Di bawah ini adalah Tabel IV.1 yang berisikan nilai nilai RKAP dari PT. Asuransi Jasindo selama tahun 2003 hingga tahun 2007.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini laju pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh dua elemen penting yaitu globalisasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan persaingan diantara perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek penelitian untuk penelitian ini adalah PT Mandom Indonesia, Tbk. PT Mandom Indonesia Tbk, dahulu bernama PT Tancho Indonesia, Tbk, didirikan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kinerja Keuangan Perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kinerja Keuangan Perusahaan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun

Lebih terperinci

kapitalisasi pasar BEJ sehingga pergerakan transaksi perusahaan yang Obyek penelitian adalah perusahaan - perusahaan go publik yang

kapitalisasi pasar BEJ sehingga pergerakan transaksi perusahaan yang Obyek penelitian adalah perusahaan - perusahaan go publik yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Obyek penelitian Obyek penelitian adalah perusahaan - perusahaan go publik yang terdaftar di BEJ 3.2. Populasi dan Sampel Bagi perusahaan yang belum go pubilk metode EVA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu: PT Bank Mandiri dan PT Bank Rakyat Indonesia. Analisis

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Dalam menjalankan penyertaan modal kepada Bank-Bank Perkreditan Rakyat, Koperasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain adalah Kondisi Internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan sarana untuk melakukan investasi yaitu memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan sarana untuk melakukan investasi yaitu memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana untuk melakukan investasi yaitu memungkinkan para pemodal (investor) untuk melakukan diversifikasi investasi, membentuk portofolio sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Menurut Ari (2005) pengukuran kinerja keuangan menggunakan metode economic value added (EVA) menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peneliti terdahulu yang digunakan adalah adalah penelitian yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peneliti terdahulu yang digunakan adalah adalah penelitian yang dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Peneliti terdahulu yang digunakan adalah adalah penelitian yang dilakukan oleh Sony siswanto (2012) dengan tujuan penelitian mengetahui Evaluasi kinerja

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. antara PT. Indocement Tunggal Prakarsa dan PT. Semen Gresik. Hasil penelitian

BAB II URAIAN TEORITIS. antara PT. Indocement Tunggal Prakarsa dan PT. Semen Gresik. Hasil penelitian BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Hamonangan (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Analisis EVA dan MVA antara PT. Indocement Tunggal

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED Moses L. Singgih e-mail: moses@ie.its.ac.id Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya Kampus ITS, Keputih, Sukolilo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan perusahaan dan merupakan salah satu sumber informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan perusahaan dan merupakan salah satu sumber informasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Analisis keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan perusahaan dan merupakan salah satu sumber informasi yang penting disamping

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdapat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdapat BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdapat di www.idx.co.id. Periode laporan keuangan dan laporan tahunan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Simanjuntak (2005) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Harga Saham pada Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diawali oleh perubahan sistem ekonomi komunis ke sistem ekonomi pasar.

BAB 1 PENDAHULUAN. diawali oleh perubahan sistem ekonomi komunis ke sistem ekonomi pasar. 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha faktor yang paling utama dalam menjamin kelangsungan usaha adalah modal. Untuk itu perusahaan sangat membutuhkan sumber dana sebagai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 123 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan Capital Adequacy

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya Kampus ITS, Keputih, Sukolilo, Surabaya, Indonesia e-mail:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Obyek Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Indonesian Stock Exchange (IDX) atau dari BEI (Bursa Efek Indonesia) dari tahun 2006 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Laporan Keuangan Umumnya sistem laporan akuntansi disusun dengan memperhatikan tujuan dan kegunaan dari laporan tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan (different report

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peran perbankan dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peran perbankan dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran perbankan dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif dalam menunjang kegiatan pembangunan regional atau nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Dan Gambaran dari Populasi (Obyek) Penelitian

BAB 3 METODA PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Dan Gambaran dari Populasi (Obyek) Penelitian BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Dan Gambaran dari Populasi (Obyek) Penelitian Jenis penelitian yang saya lakukan ini adalah jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan

Lebih terperinci

kinerja keuangan, diperlukan tolak ukur tertentu.

kinerja keuangan, diperlukan tolak ukur tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang investor dalam melakukan investasi tentu akan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki kinerja yang baik. Kinerja yang baik menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Laporan Keuangan 41

DAFTAR ISI. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Laporan Keuangan 41 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 7 Tujuan Penelitian 10 Manfaat Penelitian 10 Ruang Lingkup Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam studi kasus ini adalah data sekunder yang didapat dari PT.Kimia Farma Tbk, Bursa Efek Indonesia (BEI), www.kimiafarma.co.id

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan hal yang sangat membantu terhadap suatu keputusan yang diambil karena kinerja keuangan akan menunjukan

Lebih terperinci

Cost of Equity Cost of Preferred Stock Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang (WACC)

Cost of Equity Cost of Preferred Stock Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang (WACC) DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR & GRAFIK... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut baik perusahaan dagang, jasa, maupun manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut baik perusahaan dagang, jasa, maupun manufaktur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan perusahaan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dengan judul ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG GO PUBLIC DI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KASUS

BAB IV ANALISIS KASUS BAB IV ANALISIS KASUS 4.1. Latar Belakang Kasus Pada tahun 2009 PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (Bank Danamon) menuntaskan akuisisi terhadap PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (Adira Finance) menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tertentu untuk mencapai suatu tingkat pengembalian (rate of return) yang. dan dampaknya terhadap harga surat berharga tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI. tertentu untuk mencapai suatu tingkat pengembalian (rate of return) yang. dan dampaknya terhadap harga surat berharga tersebut. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Valuasi II.1.1 Konsep Investasi merupakan suatu komitmen penempatan dana pada periode waktu tertentu untuk mencapai suatu tingkat pengembalian (rate of return) yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena banyak sekali menimbulkan permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Salah satu permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa nilai EVA PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Pada periode

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa nilai EVA PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Pada periode BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dan hasil analisis pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa nilai EVA PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Pada periode penelitian telah mengalami peningkatan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun objek penelitian dalam penelitian ini adalah saham-saham yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun objek penelitian dalam penelitian ini adalah saham-saham yang 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Adapun objek penelitian dalam penelitian ini adalah saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) yang diperdagangkan di Bursa Efek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang terus berkelanjutan. Pada akhir tahun 1997, suku bunga untuk jangka waktu bulanan di Bank

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) PADA PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) PADA PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK. ANALISIS KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) PADA PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK. PERIODE 2010-2012 Nama : Anita Lestari NPM : 20210888 Jurusan : Akuntansi Pembimbing

Lebih terperinci

2.4. Hipotesis Penelitian Bursa Efek Jakarta Kelompok Industri Makanan dan Minuman

2.4. Hipotesis Penelitian Bursa Efek Jakarta Kelompok Industri Makanan dan Minuman DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN.... x I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi Masalah... 10 1.3. Pembatasan Masalah... 12 1.4 Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saham yang ada di BEI, Jakarta Islamic Index (JII) adalah satu-satunya yang. beroperasi berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. saham yang ada di BEI, Jakarta Islamic Index (JII) adalah satu-satunya yang. beroperasi berdasarkan prinsip syariah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Index harga saham merupakan indikator perdagangan saham yang dibuat berdasarkan rumusan tertentu mencerminkan tingkat aktivitas dan fluktuasi sebuah bursa efek.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN 41

DAFTAR ISI. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN 41 DAFTAR ISI. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN 41 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. dilakukan melalui berbagai kebijakan di bidang perbankan tujuan utamanya

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. dilakukan melalui berbagai kebijakan di bidang perbankan tujuan utamanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Didalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 yang dikeluarkan pada tanggal 10 November 1998 tentang perubahan dari Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Economic Value Added (EVA) Economic Value Added (EVA) merupakan sebuah metode pengukuran nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatannya selama periode tertentu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskreptif pada perusahaan, yaitu dengan cara menganalisis data-data

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskreptif pada perusahaan, yaitu dengan cara menganalisis data-data 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan metode deskreptif pada perusahaan, yaitu dengan cara menganalisis data-data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Fundamental Teori fundamental adalah teori yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teori ini menitikberatkan pada rasio finansial

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik BAB III PEMBAHASAN A. Laporan Keuangan Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum tentang status

Lebih terperinci

Raden Muh. Adlan Rahim

Raden Muh. Adlan Rahim PENERAPAN ECONOMIC VALUE ADDED DALAM PENILAIAN KINERJA PERUSAHAAN PADA PT. ASTRA OTOPARTS Tbk. (Periode Akuntansi 2012-2014) Raden Muh. Adlan Rahim 25212843 Latar Belakang Perusahaan Otomotif Kinerja Keuangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kemauan para usahawan untuk memanfaatkan peluang yang ada semaksimal

PENDAHULUAN. kemauan para usahawan untuk memanfaatkan peluang yang ada semaksimal I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat diikuti oleh perkembangan bisnis dan kemauan para usahawan untuk memanfaatkan peluang yang ada semaksimal mungkin. Hal ini menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di bab-bab sebelumnya, maka dapat di ambil simpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan Capital Adequacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi kerja yang dapat meningkatkan kualitas pekerjaan bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi kerja yang dapat meningkatkan kualitas pekerjaan bagi kelangsungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penilaian kinerja terhadap suatu perusahaan merupakan suatu tahap evaluasi kerja yang dapat meningkatkan kualitas pekerjaan bagi kelangsungan aktivitas perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Kerangka pikir EVA sederhana yaitu suatu perusahaan dikatakan dapat

BAB III METODOLOGI. Kerangka pikir EVA sederhana yaitu suatu perusahaan dikatakan dapat BAB III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pikir EVA Kerangka pikir EVA sederhana yaitu suatu perusahaan dikatakan dapat meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya bila tingkat pengembaliannya lebih besar daripada biaya

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN 2010 2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 27 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Initial Public Offering (IPO) adalah proses pertama suatu perusahaan berubah statusnya yaitu dari perusahaan milik perorangan menjadi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan keuntungan, yang mengakibatkan turunnya tingkat return saham. Grafik LQ45 Periode sampai

BAB I PENDAHULUAN. penurunan keuntungan, yang mengakibatkan turunnya tingkat return saham. Grafik LQ45 Periode sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis ekonomi global di amerika pada tahun 2008 yang memberikan dampak yang besar pada perekonomian di Indonesia yaitu penurunan nilai saham pada

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan Sesudah Akuisisi IV.1.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk dengan menggunakan Rasio Keuangan IV.1.1.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Bank 2.1.1 Pengertian Bank Para ahli dalam bidang perbankan memberikan definisi mengenai bank yang berbeda-beda, tetapi mempunyai tujuan yang sama. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Bank 1. Pengertian Bank Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan perekonomian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penulis menggunakan konsep metode EVA dan FVA untuk mengukur kinerja

BAB III METODOLOGI. Penulis menggunakan konsep metode EVA dan FVA untuk mengukur kinerja BAB III METODOLOGI 3.1 Kerangka Konseptual Penulis menggunakan konsep metode EVA dan FVA untuk mengukur kinerja keuangan perusahan-perusahaan go public yang bergerak pada industri perkebunan untuk periode

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. 2.1 Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan. dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:415).

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. 2.1 Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan. dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:415). BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Langkah pertama dalam memulai pengukuran kinerja keuangan lebih dalam, alangkah baiknya kita mengetahui tentang kinerja terlebih dahulu.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai analisis perbandingan kinerja keuangan pada Bank Muamalat Indonesia dan Bank Muamalat Malaysia Berhad, maka penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pekerjaan bagian pembukuan. Selanjutnya laporan keuangan tersebut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pekerjaan bagian pembukuan. Selanjutnya laporan keuangan tersebut untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laporan Keuangan Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari pekerjaan bagian pembukuan. Selanjutnya laporan keuangan tersebut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor perbankan. Hal ini antara lain dipicu pengalaman negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor perbankan. Hal ini antara lain dipicu pengalaman negara-negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 telah berakibat sangat berat bagi perekonomian nasional. Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD. BPR BANK KLATEN

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD. BPR BANK KLATEN ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD. BPR BANK KLATEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : ELY YULIASTUTI NIM. B 100 110 028 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Penilaian kesehatan bank yang dilakukan berdasarkan metode CAMEL mengandung lima unsur komponen yaitu: faktor permodalan (capital), faktor kualitas aktiva produktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT. Bank Central Asia, Tbk merupakan salah satu bank go public di Indonesia, yang secara periodik wajib menyampaikan laporan keuangannya. Pengukuran kinerja

Lebih terperinci

Berikut Diagram Struktur Organisasi dari Koperasi XYZ: Gambar 1.1 Struktur Organisasi Koperasi XYZ

Berikut Diagram Struktur Organisasi dari Koperasi XYZ: Gambar 1.1 Struktur Organisasi Koperasi XYZ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Berdasarkan UU Republik Indonesia No.25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Bab II Pasal 3, Koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dananya untuk investasi dengan harapan akan menerima keuntungan di masa yang

II. LANDASAN TEORI. dananya untuk investasi dengan harapan akan menerima keuntungan di masa yang II. LANDASAN TEORI 2.1 Investasi Dalam manajemen keuangan terdapat tiga keputusan yaitu keputusan investasi, keputusan pembiayaan dan keputusan dividen. Dari ketiga keputusan tersebut, keputusan invetasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI vi. Halaman Judul...i Halaman Pernyataan..ii Persetujuan Pembimbing..iii KATA PENGANTAR..iv ABSTRAK..v

DAFTAR ISI vi. Halaman Judul...i Halaman Pernyataan..ii Persetujuan Pembimbing..iii KATA PENGANTAR..iv ABSTRAK..v ABSTRAK Untuk melakukan penilaian kinerja perusahaan, diperlukan alat bantu. Salah satu alat bantu yang sekarang cukup populer adalah pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan Economic Value Added (EVA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 117 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dari hipotesis yang diajukan sebagai berikut : Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab 4 yaitu penilaian kinerja keuangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk yang akan dibandingkan dengan rata-rata

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

III.METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder 38 III.METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif karena menghitung nilai dengan desain kausal yang menyatakan hubungan sebab-akibat dan berpengaruh. Metode kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis moneter sebagai akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE 2010-2012 DOSEN PEMBIMBING : Rini Tesniwati, SE., MMSi Galih Pangestu 22210924 3EB06 Latar Belakang Menurut UU RI No 10 1998 tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Return on Assets (ROA) Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui Return on Assets (ROA). Return on Assets (ROA) digunakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan pada bab IV, serta berdasarkan teori yang mendasari penelitaian ini, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Dividen Dividen merupakan aliran tunai bersih bebas yang didistribusikan perusahaan kepada pemilik saham. Dividen tunai yang diharapkan merupakan variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Telah melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perbandingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Telah melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perbandingan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini berdasarkan atas penelitian-penelitian yang terdahulu, natara lain : 1.1.1 Penelitian Raja Lambas (2005) Telah melakukan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan alokasi dana ke dalam berbagai bentuk kesempatan. investasi, memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan alokasi dana ke dalam berbagai bentuk kesempatan. investasi, memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang. Kebijakan alokasi dana ke dalam berbagai bentuk kesempatan investasi, memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk rentabilitas suatu Bank. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran dan yang tidak kalah pentingnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai investasi pada masa yang akan datang. Tujuan utama kegiatan investasi

BAB I PENDAHULUAN. nilai investasi pada masa yang akan datang. Tujuan utama kegiatan investasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan suatu kegiatan menempatkan sejumlah dana selama periode tertentu dengan harapan memperoleh penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi

Lebih terperinci

PENGENALAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CAMEL

PENGENALAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CAMEL KOMPUTER LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN PENGENALAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CAMEL Rowland Bismark Fernando Pasaribu UNIVERSITAS GUNADARMA PERTEMUAN 10 dan 11 EMAIL: rowland dot pasaribu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang didapatkan secara tidak langsung dari nara sumbernya, dengan runtun

BAB III METODE PENELITIAN. yang didapatkan secara tidak langsung dari nara sumbernya, dengan runtun 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu jenis data yang didapatkan secara tidak langsung dari nara sumbernya, dengan runtun waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh pada seluruh aspek di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh pada seluruh aspek di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Bank Dalam suatu negara, peranan bank sangat mempengaruhi keadaan di dalam negara tersebut, khususnya dalam segi perekonomian yang dapat berpengaruh pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Budget Budget adalah ungkapan kuantitatif dari rencana yang ditujukan oleh manajemen selama periode tertentu dan membantu mengkoordinasikan apa yang dibutuhkan untuk diselesaikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai analisis Kesehatan Bank terhadap Harga Saham pada Perbankan BUMN Go Public periode tahun 2007-2011,

Lebih terperinci

Menurut Marrie Muhamad Mantan Menteri Keuangan mengatakan bahwa ada dua pihak yang kontra-privatisasi, dan pihak yang pro-privatisasi. Pihak yang kont

Menurut Marrie Muhamad Mantan Menteri Keuangan mengatakan bahwa ada dua pihak yang kontra-privatisasi, dan pihak yang pro-privatisasi. Pihak yang kont ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PT BANK RAKYAT INDONESIA (Persero) Tbk dan PT BANK MANDIRI (Persero) Tbk SEBELUM DAN SETELAH PRIVATISASI ABSTRAK Sampai saat ini Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan stabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan stabilitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan stabilitas ekonomi suatu negara. Sebab sektor perbankan mempunyai tugas utama sebagai lembaga penghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan. ROA merupakan salah satu indikator untuk mengukur

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan. ROA merupakan salah satu indikator untuk mengukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era persaingan yang sangat ketat, keunggulan kompetitif telah berkembang dan melibatkan pada pentingnya kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu sangat

Lebih terperinci