SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI TPT DI KOTA SURAKARTA DAN KARANGANYAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI TPT DI KOTA SURAKARTA DAN KARANGANYAR"

Transkripsi

1 SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI TPT DI KOTA SURAKARTA DAN KARANGANYAR Bambang Suhardi Staff Pengajar Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK Berdasarkan indeks LQ, industri TPT di Surakarta dan Karanganyar periode terspesialisasi di kecamatan: Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jaten, Kebakkramat. Spesialisasi industri TPT di Laweyan dan Pasar Kliwon karena faktor sejarah, dan adanya tenaga kerja yang mempunyai keahlian turun menurun dalam membatik. Khusus Pasar Kliwon ditambah adanya kemudahan akses untuk memasarkan produk TPT. Spesialisasi industri TPT di Serengan karena faktor geografis yang berdekatan dengan Laweyan dan Pasar Kliwon. Kecamatan Jaten dan Kebakkramat merupakan kawasan industri, sehingga mempunyai infrastruktur yang baik. Daerah kawasan industri menimbulkan tenaga kerja terlatih. Kondisi ini menjadi daya tarik bagi industri TPT untuk didirikan di daerah tersebut. Konsentrasi spasial industri TPT diketahui dengan cara: pertama, memberikan peringkat untuk seluruh kecamatan di Surakarta dan Karanganyar berdasarkan jumlah tenaga kerja/jumlah industri TPT. Kedua, memakai kriteria jumlah tenaga kerja/jumlah industri untuk mengelompokkan lokasi industri secara spasial. Industri TPT dikelompokkan berdasarkan kriteria tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan menggunakan metode K-Mean Cluster. Ketiga, membuat peta aglomerasi industri TPT dengan menggunakan SIG. Hasilnya sebagai berikut: konsentrasi spasial industri TPT dengan tingkat kepadatan tinggi mengelompok di Jaten, kepadatan sedang mengelompok di Kebakkramat dan Laweyan. Khusus tahun 2004 tingkat kepadatan sedang hanya di Kebakkramat. Kecamatan yang lain masuk kelompok dengan tingkat kepadatan rendah. Kata kunci: Spesialisasi, Konsentrasi Spasial, LQ PENDAHULUAN Kebijakan yang berorientasi spasial dan regional merupakan salah satu faktor kunci yang dapat mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan dalam sektor industri manufaktur (Kuncoro,2002). Pemerintah Indonesia pada tahun 2000, telah memberikan perhatian pada perspektif dan pendekatan cluster atau pendekatan konsentrasi spasial dalam kebijakan nasional dan regional sektor industri manufaktur untuk mendorong spesialisasi produk serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas (Kompas, 19/8/2000). Kuncoro (2002) menyatakan bahwa fenomena konsentrasi spasial da pat ditemukan pada kebanyakan negara berkembang dimana distribusi penduduk dan konsentrasi industri terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Bangkok, New Delhi, Sao Paulo, dan Jakarta. Sistem spasial di kota-kota tersebut ditandai berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam agglomerasi perkotaan. Konsentrasi aktifitas ekonomi secara spasial menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses yang selektif dan hanya terjadi pada kasus tertentu bila

2 dipandang dari segi geografis. Contoh, sebagian besar industri manufaktur di Amerika Serikat terkonsentrasi pada suatu lokasi yang disebut sabuk manufaktur (Krugman, 1991). Konsentrasi spasil industri yang serupa juga ditemukan di kawasan industri Axial belt di Inggris (Kuncoro, 2000). Fenomena serupa juga dapat ditemukan di Jawa Tengah, dimana konsentrasi spasial industri TPT tahun 2004 dan 2006 terjadi di Sukoharjo, kabupaten dan kota Semarang, Karanganyar, kabupaten dan kota Pekalongan, Boyolali, dan kota Surakarta. Perkembangan industri TPT di Jawa Tengah tidak bisa dilepaskan dari kota Surakarta yang lebih dikenal dengan nama kota Solo. Kota Solo merupakan cikal bakal industri TPT di Jawa Tengah. Perkembangan industri TPT di kota Solo mempengaruhi perkembangan industri TPT di daerah eks karesidenan Surakarta, salah satunya Karanganyar. Diskusi dalam makalah ini akan dibatasi dalam konteks spesialisasi dan konsentrasi spasial industri TPT di kota Surakarta dan Karanganyar. Permasalahan yang akan dianalisis dalam makalah ini adalah: mengapa dan dimanakah spesialisasi dan konsentrasi spasial industri TPT terjadi di kota Surakarta dan Karanganyar? METODA Penelitian ini menggunakan metoda eksploratif dalam menjawab permasalahan. Metode ini sangat fleksibel dan tidak terstruktur sehingga memudahkan pencarian ide serta petunjuk mengenai situasi permasalahan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang diperkuat dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam analisis. Data yang digunakan adalah data sekunder dari BPS Jawa Tengah. Data yang dianalisis secara kuantitatif adalah data tenaga kerja industri pengolahan skala besar dan sedang setiap kecamatan di kota Solo dan Karanganyar tahun 2004 dan Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis spesialisasi industri TPT di kota Surakarta dan kabupaten Karanganyar dengan menggunakan indeks location quotient (indeks LQ). Pendekatan ini menyatakan bahwa spesialisasi dalam industri terjadi apabila pangsa industri pada suatu wilayah lebih besar daripada pangsa industri pada wilayah agregat. Untuk mengetahui konsentrasi spasial industri TPT di kota Surakarta dan kabupaten Karanganyar dilakukan dengan cara: Pertama, membuat peringkat kecamatan yang ada di kota Surakarta dan kabupaten Karanganyar berdasarkan jumlah tenaga kerja industri TPT untuk tahun 2004 dan Kedua, menggunakan kriteria jumlah tenaga kerja industri TPT untuk mengelompokkan lokasi industri TPT secara spasial. Penelitian ini menggunakan tiga kriteria pengelompokkan, yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan konsentrasi spasial industri TPT memakai metode K-Mean Cluster (algoritma cluster non hierarchy). Ketiga, menyajikan dalam bentuk peta menggunakan metode Sistem Informasi geografis (SIG). HASIL DAN DISKUSI Berdasarkan analisis indeks LQ, industri TPT di kota Surakarta tahun 2004 dan 2006 terspesialisasi di kecamatan: Serengan, Pasar Kliwon, dan Laweyan. Karena LQ industri TPT di ketiga kecamatan > 1. Dengan nilai LQ lebih dari 1, berarti industri TPT di ketiga kecamatan tersebut mempunyai pangsa yang lebih besar dalam penciptaan kesempatan kerja daripada pangsa industri TPT di kota Surakarta. Kesimpulan ini A-14-2

3 dibuat sesuai dengan pendapat Kuncoro (2002), apabila indeks spesialisasi melebihi 1, artinya industri tersebut memiliki pangsa yang lebih besar dalam penciptaan kesempatan kerja di daerah tersebut daripada pangsa industri tersebut di wilayah regional atau nasional. LQ > 1 juga menunjukkan bahwa industri TPT di ketiga kecamatan merupakan industri unggulan dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian di kecamatan tersebut. Kesimpulan ini dibuat sesuai dengan pendapat Bendavid-Val (1991), yang menyatakan jika LQ suatu industri lebih d ari 1, berarti industri tersebut merupakan industri unggulan, sedangkan LQ kurang dari 1, berarti industri tersebut bukan merupakan industri unggulan, dalam (Kuncoro, 2004). Industri TPT tahun 2004 dan 2006 tidak terspesialisasi di kecamatan Banjarsari dan Jebres. Karena LQ industri TPT di kedua kecamatan < 1. Selain itu industri TPT di kedua kecamatan bukan merupakan industri unggulan. Gambar 1 menunjukkan indeks LQ industri TPT kota Surakarta tahun 2004 dan Indeks LQ TPT 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 1,12 1,17 Laweyan 1,72 1,71 1,66 Serengan 1,27 Pasar Kliwon 0,51 0,48 0,46 0,27 Bajarsari Jebres 0,86 Karanganyar 1,2 1,22 1,24 1,2 1,1 Jaten Kebakkramat Colomadu 0,21 0,07 Gondangrejo 0,63 0,53 Karangpandan 0, Gambar 1 Indeks LQ industri TPT kota Surakarta dan Karanganyar tahun 2004 dan 2006 Sumber: Data diolah Industri TPT di Karanganyar tahun 2004 terspesialisasi di kecamatan Jaten dan Kebakkramat, sedangkan tahun 2006 terspesialisasi di kecamatan: Jaten, Kebakkramat, dan Karanganyar. Industri TPT di kecamatan tersebut merupakan industri unggulan. Spesialisasi industri TPT di kecamatan Laweyan disebabkan dua hal. Pertama, faktor sejarah, dimana sejak jaman Kerajaan Pajang, Laweyan merupakan kota pusat perekonomian. Daerah Laweyan tumbuh sebagai pusat perdagangan, terutama perdagangan lawe atau benang, untuk bahan tenun. Lawe berasal dari pilinan kapas yang saat itu dihasilkan oleh para petani di Pedan, Juwiring, dan Gawok, di selatan pusat Kerajaan Pajang (Majalah Saudagar, 05/2008). Karena faktor sejarah ini yang menyebabkan banyak industri TPT khususnya yang memproduksi batik didirikan di kecamatan Laweyan. Kesimpulan ini dibuat sesuai dengan pendapat Daldjoeni (1997), yang menyatakan munculnya daerah industri disebabkan oleh faktor ekonomis, historis, manusia, politis, dan akhirnya geografis. Kedua, industri batik berasal dari daerah Laweyan. Kondisi ini menyebabkan masyarakat yang tinggal di kecamatan Laweyan memiliki ketrampilan membatik yang bersifat turun temurun. Dengan adanya tenaga kerja yang terspesialisasi pada industri TPT ini, menarik industri-industri TPT baru untuk didirikan di kecamatan Laweyan. Kesimpulan ini dibuat sesuai dengan pendapat peneliti-peneliti sebelumnya. Marshal (1920) menyatakan bahwa ketersediaan tenaga A-14-3

4 kerja spesialis akan menguntungkan bagi industri yang terspesialisasi di daerah tersebut. Jayadinata (1986) menyatakan bahwa industri yang me merlukan keahlian khusus dari para pekerjanya, akan berlokasi di tempat pekerja. Contohnya industri yang menghasilkan kain batik, kain bordir, dan sebagainya. Porter (1990) menambahkan bahwa tenaga kerja yang terspesialisasi merupakan bagian dari faktor yang merupakan determinan dari keunggulan suatu wilayah. Tirasondjaja (1997) menyatakan adanya industri di suatu daerah sekurang-kurangnya menimbulkan tenaga kerja terlatih di daerah itu. Hal ini bisa menarik industri-industri baru terutama yang sejenis untuk didirikan. Spesialisasi industri TPT di kecamatan Pasar Kliwon disebabkan tiga hal. Pertama, faktor sejarah, dimana kampung Kauman merupakan cikal bakal industri batik di kota Surakarta setelah kampung Laweyan. Kondisi ini menarik industri TPT, khususnya yang memproduksi batik didirikan di daerah ini. Kedua, penduduk yang tinggal di daerah ini mempunyai keahlian membatik yang diperoleh secara turun temurun. Dengan adanya tenaga kerja yang terspesialisasi ini menarik industri TPT didirikan di kecamatan Pasar Kliwon. Ketiga, faktor kemudahan akses menjual produk TPT ke Pasar Klewer, sebuah pasar yang menjadi legenda di kota Surakarta. Keberadaan pasar produk TPT yang lain seperti, Pusat Grosir Solo dan Benteng Trade Center juga menjadi daya tarik industri TPT di kecamatan Pasar Kliwon. Kemudahan akses terhadap pasar produk TPT ini yang menarik industri TPT untuk didirikan di kecamatan Pasar Kliwon. Industri TPT dalam hal ini yang memproduksi pakaian jadi akan mendekati pasar, karena mode dapat cepat berubah. Kesimpulan ini sesuai dengan pendapat dari Jayadinata (1986) yang menyatakan industri berhaluan pasar, berlokasi di tempat pemasaran. Hooever (1948) menyatakan lokasi pabrik atau perusahaan dapat saja mendekati pasar ataupun mendekati sumber bahan baku (Daldjoeni, 1997). Spesialisasi industri TPT di kecamatan Serengan terjadi, karena faktor kedekatan geografis dengan kecamatan Laweyan dan Pasar Kliwon. Kesimpulan ini dibuat sesuai dengan pendapat Daldjoeni (1997), yang menyatakan munculnya daerah industri disebabkan oleh faktor ekonomis, historis, manusia, politis, dan akhirnya geografis. Lokasi kecamatan Serengan berada di antara kecamatan Laweyan dan Pasar Kliwon. Perkembangan industri TPT di kecamatan Laweyan dan Pasar Kliwon akan berpengaruh terhadap perkembangan industri TPT di kecamatan Serengan. Karena ada keterbatasan lahan di kecamatan Laweyan dan Pasar Kliwon, maka pada perkembangannya banyak industri TPT yang memindahkan industrinya ke kecamatan Serengan. Industri TPT di kabupaten Karanganyar cenderung terspesialisasi di kecamatan Jaten dan Kebakkramat karena beberapa hal. Pertama, kecamatan Jaten dan Kebakkramat merupakan daerah kawasan industri di kabupaten Karanganyar, sehingga sarana dan prasarana yang ada kondisinya lebih baik dibandingkan kecamatan yang lain. Apalagi kecamatan Jaten dan Kebakkramat ini berada di jalur jalan yang menghubungkan kota Surakarta dengan kota-kota yang ada di propinsi Jawa Timur. Kondisi ini menyebabkan banyak industri (termasuk industri TPT) didirikan di daerah ini. Kedua, kecamatan Jaten dan Kebakkramat merupakan daerah kawasan industri, sehingga menimbulkan tenaga kerja yang terlatih (khususnya untuk industri TPT) di kecamatan Jaten dan Kebakkramat. Hal ini bisa menarik industri-industri TPT yang lain untuk didirikan di kecamatan Jaten dan Kebakkramat. Kesimpulan ini sesuai dengan pandangan Tirasondjaja (1997) menyatakan adanya industri di suatu daerah sekurang - kurangnya menimbulkan tenaga kerja terlatih di daerah itu. Hal ini bisa menarik industri-industri baru terutama yang sejenis untuk didirikan. Pendapat lain dikemukakan A-14-4

5 Djojodipuro (1992), yang menyatakan daerah yang memiliki infrastruktur (jalan, sumber energi, sarana telekomunikasi) yang baik, akan menjadi daya tarik bagi industri untuk didirikan di daerah tersebut. Daerah konsentrasi spasial industri TPT di kota Surakarta dan Karanganyar dapat diidentifikasi dengan SIG. Pertama, dengan membuat peringkat kecamatan di kota Surakarta dan Karanganyar berdasarkan jumlah tenaga kerja industri TPT tahun 2004 dan 2006 seperti Tabel 1. Tabel 1. Peringkat Kecamatan Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Industri TPT Tahun No Kecamatan Jumlah Tenaga Kerja Tahun No Kecamatan Jumlah Tenaga Kerja Jaten Jaten Kebakkramat Kebakkramat Laweyan Laweyan Serengan Serengan Gondangrejo Gondangrejo Banjarsari Pasar Kliwon Jebres Banjarsari Pasar Kliwon Jebres Colomadu Karanganyar Karanganyar Colomadu Karangpandan 20 Sumber: Data diolah dari BPS Propinsi Jawa Tengah ( ) Hasil pemeringkatan selama dua tahun pengamatan, menunjukkan aktifitas industri TPT skala besar dan sedang tidak merata secara geografis atau dengan kata lain kepadatan industri TPT hanya terjadi pada kecamatan-kecamatan tertentu saja. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis grafis (Gambar 2.a dan 2.b) yang memperlihatkan histogram yang mempunyai nilai skewness positif. Skewness positif menunjukkan bahwa industri TPT dengan jumlah tenaga kerja yang besar, hanya terdapat pada sebagian kecil kecamatan. Tahun 2004 Tahun Jumlah Kecamatan Jumlah Kecamatan Mean = Std. Dev. = N = Jumlah Tenaga Kerja a Jumlah Tenaga Kerja Gambar 2.a dan 2.b Distribusi jumlah tenaga kerja industri TPT di kota Surakarta dan kabupaten Karanganyar tahun 2004 dan b Mean = Std. Dev. = N = 11 A-14-5

6 Kedua, menggunakan kriteria jumlah tenaga kerja (tahun pengamatan 2004 dan 2006) untuk mengelompokkan lokasi industri TPT secara spasial. Langkah selanjutnya menampilkan dalam bentuk peta. Industri TPT akan dikelompokkan dengan menggunakan tiga kriteria yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan konsentrasi spasial industri TPT memakai metode K-Mean Cluster (algoritma cluster non hierarchy). Hasil pengelompokkan industri TPT dengan tingkat kepadatan tenaga kerja tinggi pada tahun 2004 dan 2006 terkonsentrasi di kecamatan Jaten. Konsentrasi spasial industri TPT dengan tingkat kepadatan sedang tahun 2004 mengelompok di kecamatan Kebakkramat, sedangkan tahun 2006 mengelompok di Kebakkramat dan Laweyan. Konsentrasi spasial industri TPT dengan tingkat kepadatan rendah mengelompok di kecamatan: Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres, Banjarsari, Karanganyar, Colomadu, dan Gondangrejo. Untuk tahun 2006 ditambah kecamatan Karangpandan. Gambar 3.a dan 3.b menunjukkan peta aglomerasi industri TPT di kedua daerah. a b Gambar 3. Peta Aglomerasi Industri TPT Kota Surakarta dan Karanganyar Tahun 2004 dan 2006 Faktor yang menyebabkan konsentrasi spasial industri TPT mengelompok di kecamatan Jaten dan Kebakkramat. Pertama, industri TPT di kabupaten Karanganyar terspesialisasi di kecamatan Jaten dan Kebakkramat. Dengan adanya spesialisasi A-14-6

7 industri TPT akan mendorong berkumpulnya tenaga kerja yang terspesialisasi di kecamatan Jaten dan Kebakkramat. Kondisi ini menjadi daya tarik bagi industri-industri yang lain terutama industri TPT untuk didirikan di kedua kecamatan ini. Kedua, konsentrasi spasial industri TPT di kecamatan Jaten dan Kebakkramat terjadi, karena adanya pertukaran input antar industri TPT di kedua kecamatan ini. Produk industri TPT di kecamatan Jaten dan Kebakkramat meliputi: benang, kain tekstil, dan pakaian jadi. Industri TPT yang menghasilkan kain tekstil membutuhkan input dari industri TPT yang memproduksi benang, sedangkan industri TPT yang menghasilkan pakaian jadi membutuhkan input dari industri TPT yang memproduksi kain tekstil. Ketiga, kecamatan Jaten dan Kebakkramat merupakan daerah industri di kabupaten Karanganyar. Kondisi ini menyebabkan infrastruktur yang mendukung perkembangan industri di kedua kecamatan kondisinya lebih baik dibandingkan kecamatan yang lain. Apalagi letak daerah industri di kecamatan Jaten dan Kebakkramat ini berada di jalur utama yang menghubungkan kota Surakarta dengan kota-kota yang ada di propinsi Jawa Timur. Dengan adanya infrastruktur yang baik inilah yang menyebabkan banyak industri (termasuk industri TPT) didirikan di kecamatan Jaten dan Kebakkramat. Konsentrasi spasial industri TPT di kecamatan Laweyan disebabkan adanya faktor sejarah asal mula industri batik di kota Surakarta. Industri batik berasal dari daerah Laweyan, sehingga di daerah ini banyak dijumpai tenaga kerja yang mempunyai kemampuan membatik yang dipelajari secara turun temurun. Dengan adanya tenaga kerja yang terampil dalam membatik ini mendorong industri-industri TPT baru untuk didirikan dan terkonsentrasi di kecamatan ini. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Industri TPT di kota Surakarta tahun 2004 dan 2005 terspesialisasi di kecamatan Serengan, Pasar Kliwon, dan Laweyan. Industri TPT di kecamatan ini merupakan industri unggulan dan layak untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian di kecamatan tersebut. 2. Industri TPT di Karanganyar tahun 2004 terspesialisasi di kecamatan Jaten dan Kebakkramat, sedangkan tahun 2006 selain terspesialisasi di kedua kecamatan tersebut juga terspesialisasi di kecamatan Karanganyar. 3. Konsentrasi spasial industri TPT dengan tingkat kepadatan tenaga kerja tinggi tahun 2004 dan 2006 mengelompok di Jaten. Konsentrasi spasial industri TPT dengan tingkat kepadatan tenaga sedang tahun 2004 mengelompok di Kebakkramat, sedangkan tahun 2006 mengelompok di Kebakkramat dan Laweyan. 4. Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan industri TPT terspesialisasi di suatu daerah. Antara lain faktor: sejarah, tenaga kerja yang terspesialisasi, geografis, kemudahan akses menjual produk TPT, dan adanya daerah industri. 5. Konsentrasi spasial industri TPT di Jaten dan Kebakkramat disebabkan adanya: spesialisasi industri TPT, pertukaran input antar industri TPT, dan adanya infrastruktur yang mendukung perkembangan industri TPT. Sedangkan konsentrasi spasial industri TPT di Laweyan lebih disebabkan karena faktor sejarah. DAFTAR PUSTAKA Kompas. (2000). Kebijakan Nasional Sektor Industri: Aglomerasi dengan Kemitraan [2000, 19 Agustus] A-14-7

8 Krugman, P. (1991). Geography and trade. Cambridge : MIT Press Kuncoro, M. (2000). Beyond Agglomeration and Urbaniz ation. Gadjah Mada International Journal of Business. September Vol.2.No.3, pp Kuncoro, M. (2002). Analisis Spasial dan Regional. Yogyakarta: AMP YKPN Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga Lafourcade, M. and Mion, G. Concentration, Spatial Clustering and Size of Plants: Disentanging the Sources of Co-location Externalities. CORE Working Paper. Marshal, A. (1920). Principles of Economics. London: Mcmillan Porter, M.E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press. A-14-8

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori Pengertian Konsentrasi Spasial

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori Pengertian Konsentrasi Spasial 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengertian Konsentrasi Spasial Konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses yang selektif dan hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu strateginya adalah melalui

I. PENDAHULUAN. yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu strateginya adalah melalui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu strateginya adalah melalui pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan sektor perdagangan di perkotaan merupakan basis utama, hal ini dikarenakan kegiatan penghasil barang lebih dibatasi dalam perkotaan. Kota umumnya

Lebih terperinci

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT 5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan sesuatu yang wajar pada awal proses pembangunan baru dimulai terutama di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di suatu wilayah mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kelahiran-kematian, migrasi dan urbanisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju perkembangan sistem teknologi informasi di era globalisasi ini berjalan dengan pesat seiring dengan kebutuhan manusia akan informasi. Lahirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan pengelolaan sumberdaya wilayah secara mandiri. Kebijakan tersebut membuka

Lebih terperinci

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : TITIS WULANDARI

Lebih terperinci

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA Wiwit Rahayu, Nuning Setyowati 1) 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret email: wiwit_uns@yahoo.com

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR Yuniar Irkham Fadlli, Soedwiwahjono, Ana Hardiana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Eko Budi Santoso 1 * Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, * Email : eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Kota-kota besar di

Lebih terperinci

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI MANUFAKTUR DENGAN TINJAUAN EMPIRIS DI KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI MANUFAKTUR DENGAN TINJAUAN EMPIRIS DI KABUPATEN SUKOHARJO ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI MANUFAKTUR DENGAN TINJAUAN EMPIRIS DI KABUPATEN SUKOHARJO Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin modern ini pembangunan pesat terjadi pada berbagai bidang yang memberikan kemajuan pada sektor ekonomi, kesehatan, teknologi maupun berbagai

Lebih terperinci

Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki)

Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki) JURNAL TKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-31 Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan

Lebih terperinci

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D 097 460 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta

Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta Luas wilayah Kota Surakarta 44,04 km 2 dan terletak di Propinsi Jawa Tengah (central java) yang terdiri ata satu) kelurahan, 606 (enam ratus enam) Rukun Warga (RW) serta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KONSENTRASI SPASIAL PENGUATAN USAHA KECIL MENENGAH (Kasus Industri Kecil Menengah di Pantura Jawa Tengah)

PENGEMBANGAN MODEL KONSENTRASI SPASIAL PENGUATAN USAHA KECIL MENENGAH (Kasus Industri Kecil Menengah di Pantura Jawa Tengah) PENGEMBANGAN MODEL KONSENTRASI SPASIAL PENGUATAN USAHA KECIL MENENGAH (Kasus Industri Kecil Menengah di Pantura Jawa Tengah) Semarang, 12 Mei 2010 Tim Peneliti: Darwanto, S.E, M.Si. (NIP. 19781108 200812

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. terhadap perekonomian kota surakarta. Analisis

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. terhadap perekonomian kota surakarta. Analisis 64 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan real estat Kota Surakarta berdasarkan besaran, sebaran dan pola pergerakannya serta dampaknya terhadap

Lebih terperinci

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung Prosiding Ilmu Ekonomi ISSN: 2460-6553 Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung 1 Siti Laila Aprilia, 2 Ria Haryatiningsih, 3 Noviani 1,2,3 ProdiIlmu Ekonomi, Fakultas IlmuEkonomidanBisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami dinamika. Dinamika pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2016 cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara. dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara. dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era pasar bebas dimana situasi pasar yang semakin kompetitif serta penuh dengan ketidakpastian, setiap akan dihadapkan pada persaingan yang ketat. Hal ini yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2010-2013 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Diajukan Oleh: Latif Widiyanti NIM

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR. Oleh: FAHRIAL FARID L2D

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR. Oleh: FAHRIAL FARID L2D IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR Oleh: FAHRIAL FARID L2D 098 429 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN, POLA PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN SPASIAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN SKRIPSI

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN, POLA PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN SPASIAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN SKRIPSI ANALISIS SEKTOR UNGGULAN, POLA PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN SPASIAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2007-2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh :

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN KINERJA PELAYANAN KANTOR POS DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2012

ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN KINERJA PELAYANAN KANTOR POS DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN KINERJA PELAYANAN KANTOR POS DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 Anggraini Putri P D 1,* Sugiyanto 2 Rita Noviani 2 1 Program Pendidikan Geografi P.IPS FKIP UNS 2 Dosen Program

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 1 (2) (2012) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MELALUI ANALISIS SEKTOR BASIS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri batik merupakan sektor industri kreatif yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDB Indonesia. Selain itu, produk batik telah diakui dunia sebagai salah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengembangkan penelitian yang berkaitan. telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. mengembangkan penelitian yang berkaitan. telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP Bagian ini berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang diterangkan dari hasil penelitian dan pembahasan untuk membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran dinyatakan efektif jika proses pembelajaran sudah sesuai dengan tujuan dan mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Surakarta terletak antara BT BT dan. lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Kota Surakarta terletak antara BT BT dan. lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta terletak antara 110 0 45 14 BT - 110 0 45 35 BT dan 7 0 36 LS -7 0 56 LS. Kota Surakarta yang terkenal dengan sebutan Solo ini merupakan salah

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. regional merupakan pelaksanaan dari pembangunan nasional pada wilayah

BAB I PENDAHULUAN. regional merupakan pelaksanaan dari pembangunan nasional pada wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang terjadi mengharuskan Indonesia dituntut untuk siap bersaing dengan negara-negara lain. Agar mampu bersaing Indonesia harus memantapkan terlebih

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI REGIONAL UKM DI INDONESIA

ANALISIS KONSENTRASI REGIONAL UKM DI INDONESIA ANALISIS KONSENTRASI REGIONAL UKM DI INDONESIA Oleh : FANNY ARIANTY 07951003 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS KONSENTRASI REGIONAL UKM DI INDONESIA Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap daerah di wilayah negaranya. Dalam pembangunan perekonomian di suatu

BAB I PENDAHULUAN. setiap daerah di wilayah negaranya. Dalam pembangunan perekonomian di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara di dunia tentu memiliki tujuan atau keinginan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi. Untuk mencapai tujuan itu pemerintah pada suatu negara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN SRAGEN

IDENTIFIKASI KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN SRAGEN IDENTIFIKASI KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN SRAGEN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik)

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik) TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik) 1 Merkantilisme suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan sub sistem dari pembangunan nasional, sehingga adanya keterikatan antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri dan Kota adalah dua hal yang saling berkaitan. Hal ini disebabkan sektor industri merupakan salah satu indikator suatu daerah telah maju atau bisa disebut

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SEMARANG

SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SEMARANG SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SEMARANG Agustina Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Dra. Hj. Tri Wahyu Rejekiningsih, Msi Dosen Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi Indonesia telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berlangsung secara terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

Industri Unggulan Daerah dalam Perspektif Aglomerasi dan Daya Saing

Industri Unggulan Daerah dalam Perspektif Aglomerasi dan Daya Saing Fokus Industri Unggulan Daerah dalam Perspektif Aglomerasi dan Daya Saing Dr. Alla Asmara, SPt, MSi Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Astri Fikanti Zuliastri,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua 42 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN (Studi Kasus: Pembangunan Kawasan Sentra Industri Mebel Kecamatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980an. Berbeda dalam kasus industri berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 1 (2) (2012) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN KEKUATAN AGLOMERASI INDUSTRI KECIL MAKANAN OLAHAN DI KABUPATEN SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah dalam skala nasional cenderung berorientasi pada sistem top down yang di dalam penerapannya memiliki berbagai kekurangan. Menurut Wahyuni (2013),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN PRIORITAS WILAYAH INDUSTRI DI KABUPATEN KUBU RAYA. Priskha Caroline

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN PRIORITAS WILAYAH INDUSTRI DI KABUPATEN KUBU RAYA. Priskha Caroline SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN PRIORITAS WILAYAH INDUSTRI DI KABUPATEN KUBU RAYA Priskha Caroline Program Studi Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Priskha09023@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 26 ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI (Studi Kasus : Zona Industri Palur Kabupaten Karanganyar) TUGAS AKHIR Oleh : HESTI MAHARANI L2D

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi Oleh: SETYO EDI UTOMO 201010180311057 ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ilmu Geografi dalam hal pendekatannya menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan keruangan, pendekatan ekologi, dan pendekatan kompleks wilayah. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM), sumber daya alam (SDA), teknologi, sosial budaya dan lain-lain. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM), sumber daya alam (SDA), teknologi, sosial budaya dan lain-lain. Oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara atau suatu daerah tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor yang saling berinteraksi antara lain, sumber daya manusia (SDM), sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk menciptakan kesinambungan seluruh komponen masyarakat sehingga secara bersama-sama mampu membawa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang yang sampai saat ini masih berkembang diberbagai wilayah di Indonesia. Kain batik dikenakan sebagai ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pada Seminar dan Lokakarya Geografi tahun 1988 yang diprakarsai oleh Ikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pada Seminar dan Lokakarya Geografi tahun 1988 yang diprakarsai oleh Ikatan II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Pada Seminar dan Lokakarya Geografi tahun 1988 yang diprakarsai oleh Ikatan Geograf Indonesia (IGI) sepakat merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting.

Lebih terperinci

PASAR SANDANG PEKALONGAN

PASAR SANDANG PEKALONGAN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR SANDANG PEKALONGAN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NUR HUDANTO L2B 000 256

Lebih terperinci

KAJIAN KETERSEDIAAN DAN POLA DISTRIBUSI FASILITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEDERAJAT DI KABUPATEN KARANGANYAR

KAJIAN KETERSEDIAAN DAN POLA DISTRIBUSI FASILITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEDERAJAT DI KABUPATEN KARANGANYAR KAJIAN KETERSEDIAAN DAN POLA DISTRIBUSI FASILITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEDERAJAT DI KABUPATEN KARANGANYAR Mukmin Al Kahfi mukminalkahfi@gmail.com Dyah Widiyastuti dwidiyastuti@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan pusat dari segala kegiatan yang terdapat di suatu wilayah, baik kegiatan pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pelayanan, jasa, industri dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor Industri merupakan sektor yang menjadi mesin pertumbuhan bagi sebuah perekonomian. Industiralisasi dianggap sebagai strategi sekaligus obat bagi banyak Negara.

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut :

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian judul Judul yang kami ajukan untuk Tugas Akhir ini adalah: Solo Sky City Untuk dapat mengetahui pengertian judul di atas, maka diuraikan lebih dahulu pengertian atau definisi

Lebih terperinci

CVw = 3. Analisis penentuan subsektor unggulan perekonomian daerah, dengan teknik analisis Location Quotient ( LQ ).

CVw = 3. Analisis penentuan subsektor unggulan perekonomian daerah, dengan teknik analisis Location Quotient ( LQ ). 1 Analisis Kinerja Perekonomian Propinsi Jambi 2009 ( Kab. Batang Hari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, Tebo, Kota Jambi, Kota Sungai Penuh ) Oleh : Bhian Rangga Prodi Geografi FKIP UNS A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Secara

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan

BAB I PEDAHULUAN. geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan 1 BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang di rancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yaitu memajukan

Lebih terperinci

KAJIAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH. Sintha Prameswari Santosa

KAJIAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH. Sintha Prameswari Santosa KAJIAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH Sintha Prameswari Santosa sintha.prameswari.s@mail.ugm.ac.id Sudrajat sudrajat@ugm.ac.id Abstract As a strategic food

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RICI SUSANTO L2D 099 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kawasan Resapan Terhadap Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR K Prodi Geografi FKIP UNS

Analisis Dampak Kawasan Resapan Terhadap Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR K Prodi Geografi FKIP UNS Analisis Dampak Kawasan Resapan Terhadap Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR K 5410012 Prodi Geografi FKIP UNS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya air merupakan

Lebih terperinci

Konsentrasi Spasial Industri Kecil Dan Kerajinan Rumah Tangga Di Kabupaten Tuban Tahun

Konsentrasi Spasial Industri Kecil Dan Kerajinan Rumah Tangga Di Kabupaten Tuban Tahun Konsentrasi Spasial Industri Kecil Dan Kerajinan Rumah Tangga Di Kabupaten Tuban Tahun 2009-2012 SKRIPSI Oleh: RISKY ANGGA PRAMUJA 201010180311035 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perikanan merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

BAB 2 KAJIAN LITERATUR BAB 2 KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan

Lebih terperinci