BAB 4 DANA DEKONSENTRASI DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 DANA DEKONSENTRASI DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH"

Transkripsi

1 64 BAB 4 DANA DEKONSENTRASI DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 4.1 Alokasi dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional: Dalam Dokumen Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun , dinyatakan bahwa fungsi pembiayaan pendidikan dalam kerangka desentralisasi dan otonomi pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan urusan pendidikan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa sektor pendidikan adalah salah satu sektor yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Kementerian Pendidikan Nasional sebagai bagian pemerintah pusat akan membantu provinsi dan kabupaten/kota dalam pembiayaan pembangunan sektor pendidikan melalui tiga pola pendanaan DAK, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, sampai pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan secara mandiri. Dana dekonsentrasi Departemen Pendidikan Nasional diberikan kepada pemerintah provinsi untuk membiayai pelaksanaan kewenangan pusat yang dijalankan oleh pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah di daerah dalam rangka pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan, termasuk kegiatan evaluasi, akreditasi, sertifikasi dan pengembangan kapasitas 19. Dana tugas pembantuan bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan pemerintah yang ditugaskan kepada daerah. Pelaksanaan kewenangan yang harus dilaksanakan tersebut berupa kegiatan fisik, dijalankan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ditetapkan oleh gubenur, bupati/walikota. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan urusan pendidikan, seperti yang direncanakan dalam Rencana Strategis tahun Kementerian Pendidikan nasional, dibuat skenario pendidikan yang dapat menjelaskan langkah-langkah yang harus dicapai selama 19 Restra Depdiknas, - Depdiknas/Renstra - Depdiknas.doc 64

2 65 kurun waktu , seperti yang digambarkan dalam Tabel dibawah ini: Tabel Skenario Pendanaan Pendidikan Nasional tahun Keterangan Pertumbuhan Ekonomi (APBN 2006 dan RPJM, dalam %) 5,7 6,2 6,7 7,2 7,6 2 Inflasi (APBN 2006 dan RPJM, dalam %) PDB (dalam trilyun Rp) 2647, , , , ,21 4 Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN (dalam trilyun Rp) 411,67 427,60 479,06 534,09 591,92 5 Belanja Pemerintah Daerah dalam APBN (dalam trilyun Rp) 153,40 220,07 246,56 274,88 304,64 6 Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Pusat (Kesepakatan DPR RI dengan Pemerintah, persentase terhadap belanja 9, ,7 17,4 20,1 pemerintah pusat) 7 Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Daerah (perkiraan, termasuk gaji guru, persentase terhadap belanja pemerintah daerah) 20, Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah 8 Pusat (Kesepakatan DPR RI dengan 42,79 76,75 Pemerintah, termasuk gaji guru, dlm 56,81 100,21 127,34 trilyun Rp) Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah 9 Daerah (Perkiraan, termasuk gaji guru, 46,5 48,42 59,17 71,47 85,30 dalam trilyun Rp) 10 Total Anggaran Sektor pendidikan (dalam trilyun Rp) 89,29 105,23 135,92 171,68 212,64 11 Persentase Anggaran Sektor Pendidikan terhadap PDB 3,37 3,46 3,99 4,52 5,05 Sumber data: Kementerian Pendidikan Nasional Tabel di atas menjelaskan bahwa dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang dicanangkan pada RPJMN , total anggaran pendidikan pada tahun 2009 akan mencapai 212,64 triliun atau setara dengan 5,5% dari PDB pada tahun yang sama. Anggaran sektor pendidikan pada pemerintah pusat pada tahun 2009 akan mencapai 127,34 triliun, sedangkan anggaran sektor pendidikan pada pemerintah daerah akan mencapai 85,30 triliun. Persentase anggaran sektor pendidikan pemerintah pusat terhadap belanja pemerintah pusat, tumbuh sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR yaitu dari 9,3% pada tahun 2005 menjadi 20,1% pada tahun 2009 dan ini untuk memenuhi UUD 1945 pasal 31 ayat (4) perihal 20 % anggaran pendidikan.

3 66 Skenario pendidikan yang tercantum dalam Renstra tahun kementerian Pendidikan Nasional ini, sejalan dengan apa yang dilakukan pemerintah dalam mengalokasikan belanja pendidikan. Yaitu menaikan anggaran sektor pendidikan pemerintah pusat untuk memenuhi UUD 1945 pasal 31 ayat (4) tentang wajib belajar pendidikan dasar dan menengah, dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sejak tahun 2004 pembiayaan pendidikan terus diupayakan ditingkatkan secara signifikan untuk secara bertahap mencapai 20 persen dari APBN dan APBD. Dengan peningkatan pembiayaan pendidikan tersebut penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diharapkan dapat tercapai. Tabel Perkembangan Alokasi Anggaran Fungsi Pendidikan dalam APBN Periode (miliar rupiah) Tahun Alokasi Belanja Persentase terhadap Pendidikan Belanja Negara ,60 8, ,50 10, ,10 10, ,10 18, ,50 20,00 Sumber : APBN TA , data diolah persentase Tahun Grafik 4.1.1: Persentase alokasi belanja pendidikan terhadap Belanja Negara Tahun Sumber: APBN setelah diolah Tabel dan Grafik menunjukkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan belanja pendidikan sesuai dengan amanat UUD 45 untuk mengalokasikan belanja pendidikan yang semakin lama semakin besar, naik

4 67 sangat signifikan pada tahun sebesar 8 % (dari 10,50 % menjadi 18,50 %), sampai sebesar 20 % dari total belanja nasional pada tahun Dikaitkan dengan kebijakan pemerintah untuk menaikkan total belanja pendidikan, apakah kenaikan alokasi belanja pendidikan tersebut mempengaruhi kegiatan pemerintah yang dapat didekonsentrasikan? Grafik menunjukkan gambaran total dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional yang dialokasikan ke 33 provinsi di Indonesia kurun waktu : 5 5 Rupiah (dalam trilyun NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Riau Kepulauan Jambi Sumatera Selatan Bangka belitung Bengkulu Lampung Dki Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat KalTeng KalSel Kalimantan Timur Provinsi Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Bali NTB NTT Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat Grafik 4.1.2: Alokasi dana dekonsentrasi Kementerian Diknas per provinsi Sumber data: DJPK setelah diolah Grafik di atas menunjukkan kenaikan dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional yang meningkat di 33 provinsi setiap tahunnya selama kurun waktu

5 68 Rupiah (Trilyun) Tahun Series1 Grafik 4.1.3: Trend dana dekonsentrasi Kementerian Diknas Sumber data: DJPK setelah diolah Grafik tersebut menunjukkan trend kenaikan total dana dekonsentrasi Kementrian Pendidikan Nasional yang dialokasikan ke 33 Provinsi setiap tahun selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun Tabel Perbandingan alokasi belanja pendidikan dan dana dekonsentrasi kementerian Pendidikan Nasional tahun : Tahun Alokasi Belanja Alokasi dana % terhadap dekonsentrasi belanja Pendidikan Kemdiknas pendidikan , ,71 27, , ,30 40, , ,28 32, , ,65 13, , ,92 15,60 Sumber: DJPK setelah diolah Tabel menunjukkan bahwa pemerintah telah melaksanakan amanat UUD 45 untuk mengalokasikan belanja pendidikan yang semakin lama semakin besar, sementara alokasi dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional dibandingkan dengan belanja pendidikan turun jauh secara persentase pada tahun 2006, 2007 dan 2008 dan baru naik sedikit pada tahun 2009, walaupun secara nominal alokasi dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional setiap tahunnya naik kecuali tahun 2007 turun sedikit dari tahun 2006.

6 69 persentase Tahun Grafik Persentase Alokasi Dana Dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional terhadap Belanja pendidikan. Sumber: DJPK setelah diolah Grafik menunjukkan alokasi dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional dibandingkan dengan belanja pendidikan menurun mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, kemudian naik kembali sedikit pada tahun Rupiah (Trilyun) Tahun Alokasi belanja pendidikan Alokasi dana dekon Kemdiknas Grafik : Perbandingan Alokasi Dana Dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional terhadap Belanja pendidikan. Sumber: DJPK setelah diolah Grafik menunjukkan kenaikan alokasi dana dekon tahun 2005 sampai tahun 2007 selaras dengan kenaikan belanja pendidikan. Tapi pada tahun 2008 dan tahun 2009 belanja pendidikan mengalami kenaikan pesat dan kenaikan alokasi dana dekonsentrasi tidak lagi selaras dengan kenaikan belanja pendidikan. Kenaikan belanja pendidikan tersebut terjadi sesuai dengan amanat UUD 45

7 70 tentang biaya pendidikan yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD serta Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor : 13/PUU-VI/2008 yang menyatakan bahwa Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20% untuk pendidikan, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran Sedangkan dana dekonsentrasi di bidang pendidikan yang ditujukan untuk melaksanakan urusan pemerintah di daerah yang meliputi kegiatan penyusunan kebijakan, pedoman, sosialisasi, pengawasan, dan monitoring serta evaluasi pelaksanaan, kenaikannya tergantung pada kegiatan yang terkait dengan urusan pemerintah di daerah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan antara alokasi dana dekonsentrasi dengan alokasi belanja pendidikan. Namun dilihat dari dampak keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan anggaran pendidikan dan adanya PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan, tampaknya terdapat keterkaitan antara penyelenggaraan dekonsentrasi dengan alokasi dana pendidikan, sebagai berikut: - Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008 tanggal 13 Agustus 2008, menyatakan bahwa pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Persentase anggaran pendidikan dimaksud adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan. Pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi yang melalui beianja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Untuk yang melalui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen

8 71 Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran 69). Sementara untuk anggaran pendidikan yang melalui transfer ke daerah, adalah DBH Pendidikan, DAK Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan. (Imro, 2008). - Adanya kebijakan anggaran 20% dari APBN dan APBD, seperti yang ditetapkan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI , menimbulkan permasalahan alokasi anggaran bagi Kementerian Pendidikan Nasional. Permasalahan dimaksud timbul karena pembagian urusan pemerintahan menyebabkan kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat (Kementerian Pendidikan) menjadi lebih sedikit, sementara dana pendidikan yang harus dikelola meningkat. - Untuk mengatasi permasalahan alokasi dana tersebut satu-satunya kemungkinan yang dapat ditempuh adalah melalui alokasi dana dekonsentrasi, karena alokasi dana dekonsentrasi ini yang dapat menyerap banyak dana. Permasalahan lain yang timbul karena adanya peraturan penyelenggaraan dana dekonsentrasi (PP Nomor 7 tahun 2008) dapat di abaikan mengingat dalam peraturan tersebut tidak disertai sanksi bagi pelaksanaan alokasi dana dekonsentrasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP Nomor 38 Tahun 2007 dan PP Nomor 7 tahun 2008). Berikut gambar yang menunjukkan alokasi dana dekonsentrasi terhadap belanja pendidikan. Gambar di bawah ini menegaskan posisi dana dekonsentrasi yang tidak ada kaitannya dengan belanja pendidikan.

9 72 Persentase Tahun % blj pendidikan dg blj negara % dekon diknas thd belanja pendidikan Grafik Perbandingan persentase alokasi dana dekonsentrasi Kementerian pendidikan Nasional terhadap alokasi Belanja Negara dan persentase Belanja Pendidikan terhadap Belanja Negara. Sumber: DJA dan Kementerian Diknas, setelah diolah. Grafik memperjelas posisi dana dekonsentrasi yang tidak ada kaitannya dengan kebijakan pemerintah menaikkan alokasi belanja pendidikan negara. Tahun 2005 tahun 2007 persentase dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional dengan belanja pendidikan jauh berada di atas persentase belanja pendidikan dengan belanja negara. Tahun 2008 dan tahun 2009 ketika kebijakan pemerintah untuk menaikkan belanja pendidikan sampai minimal 20 %, persentase alokasi dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional dengan belanja pendidikan malah menjadi lebih rendah dari persentase alokasi belanja pendidikan dengan belanja nasional. Hal lainnya, untuk membuktikan bahwa alokasi dana dekonsentrasi hanya dipengaruhi oleh banyak sedikitnya urusan pemerintah di daerah, berikut perbandingan alokasi dana dekonsentrasi dengan PAD provinsi.

10 73 Milyar Rupiah NAD Sumut Sumbar Riau Kep.Riau Provinsi Jambi Sumsel Babel Bengkulu Lampung DKI JKT Jabar Banten Jateng DI Yogya Jatim Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sulbar Sultra Bali NTB NTT Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat PAD Provinsi 2009 Grafik 4.1.7: PAD Provinsi dan Alokasi Dana Dekonsentrasi Provinsi tahun 2009 Dekon Provinsi 2009 Grafik di atas menujukkan posisi PAD yang relatif sama dengan alokasi dana dekonsentrasi, artinya bahwa pada tahun 2009, provinsi-provinsi yang memiliki PAD tinggi juga memperoleh alokasi dana dekonsentrasi yang tinggi, walaupun ada juga provinsi yang PAD-nya tinggi memperoleh alokasi dana dekonsentrasi rendah seperti DKI Jakarta. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa walaupun kemampuan keuangan daerah yang digambarkan melalui PAD mengalami kenaikan, alokasi dana dekonsentrasi dapat meningkat, jika kegiatan yang terkait dengan urusan pemerintah di daerah meningkat. Bahwa amanat yang terkandung dalam PP nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, serta rekomendasi Menteri Keuangan tahun 2010 untuk pelaksanaan dekonsentrasi dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, tidak ada kaitannya dengan alokasi dana dekonsentrasi. Kondisi tersebut juga dapat di artikan bahwa penetapan besarnya alokasi dana dekonsentrasi yang hanya terkait dengan banyaknya kegiatan pemerintah di daerah tersebut sangat bias dan tidak pasti. Artinya untuk menetapkan besarnya alokasi dana dekonsentrasi ke provinsi, tidak ada ketentuan yang dapat digunakan sebagai acuan kecuali kegiatan yang terkait dengan urusan pemerintah. Sesuatu yang bias dan tidak pasti tersebut dapat membuka peluang bagi pihak-pihak yang ingin mengalokasikan dana dekonsentrasi kepada kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

11 74 Makmun (2008) dalam penelitiannya mengenai penyelenggaraan dana dekonsentrasi mengungkapkan bahwa alokasi dana dekonsentrasi yang besar bagi daerah-daerah yang memiliki PAD yang besar, bukan karena adanya peningkatan kegiatan terkait dengan urusan pemerintah, tetapi karena kemampuan daerah tersebut dalam melakukan pendekatan-pendekatan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi dana dekonsentrasi di pemerintah pusat di tingkat kementerian/lembaga terkait. Selain belum adanya acuan yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya alokasi dana dekonsentrasi ke masing-masing provinsi, tidak adanya sanksi terhadap perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan/program yang tidak sesuai dengan ketentuan, juga memicu pengalokasian dana dekonsentrasi tidak pada tempatnya. Sanksi yang tercantum dalam PP Nomor 7 tahun 2008, hanya sanksi atas keterlambatan penyerahan laporan dekonsentrasi. 4.2 Alokasi dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa alokasi dana dekonsentrasi dari Kementerian Pendidikan Nasional merupakan alokasi dana dekonsentrasi terbesar sepanjang tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 pada 33 provinsi di Indonesia. Dari alokasi dana Dekonsentrasi Kementrian Pendidikan Nasional tersebut dalam pelaksanaannya sebagian besar dialokasikan bagi pelaksanaan kegiatan yang termasuk dalam urusan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Menengah (Mandikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional seperti yang tergambar dalam grafik 4.2.1: Dana dekon Mandikdasmen Dana Dekon tahun 2006 tahun 2007 Tahun 2008 Tahun Nangro Aceh Darusala 0 Sumatera Barat Riau Kepulauan Sumatera Selatan Bengkulu Dki Jakarta Banten DI Yogyakarta Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Bali Nusa Tenggara Timu Maluku Utara Irian Jaya Barat Provinsi Grafik 4.2.1: Alokasi dana dekonsentrasi Mandikdasmen (dalam milyar rupiah) Sumber: Dikdasmen, DJPK, setelah diolah

12 75 Tabel 4.2.1: perbandingan alokasi dana dekonsentrasi Mandikdasmen dengan Dana dekonsentrasi Nasional (dalam milyar rupiah) Tahun Total Dekon Mandikdasmen Total dana dekon Diknas % dekon Mandikdasmen/Diknas 0,88 0,82 0,73 0,62 Sumber: Dikdasmen, DJPK, setelah diolah Tabel di atas menunjukkan bahwa 62% - 88 % Dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional dialokasikan untuk kegiatan yang termasuk dalam urusan Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional. Dilihat dari alokasi dana dekonsentrasi untuk kegiatan yang termasuk dalam urusan Ditjen Mandikdasmen yaitu pendidikan dasar sembilan tahun, tampaknya alokasi dana dekonsentrasi ini sejalan dengan kebijakan pendidikan yang ada. Yaitu kebijakan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Kerangka Aksi Dakar pada tahun 2000 mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education for All (EFA) dan Renstra Depdiknas Tahun yang disusun dalam rangka memenuhi komitmen global untuk mempercepat sasaran Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of the Child). Konvensi Hak-hak anak tersebut menyatakan, bahwa: Setiap negara di dunia melindungi dan melaksanakan hak-hak anak tentang pendidikan dengan mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar bagi semua secara bebas (Artikel 28) dan konvensi mengenai hak azasi manusia (HAM) yang menyatakan: Setiap orang berhak atas pendidikan yang bebas biaya, setidaknya pada pendidikan dasar (Dikdas). Sehingga pendidikan dasar harus bersifat wajib. 8 Namun dilihat dari kegiatan dekonsentrasi yang akan dilakukan, yaitu kegiatan yang terkait dengan urusan pemerintah di daerah, maka kenaikan alokasi dana dekonsentrasi tersebut bukan karena adanya kebijakan pendidikan nasional tersebut. Untuk itu akan dilihat penyebab naiknya dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen tersebut. 8 Restra Depdiknas, - Depdiknas/Renstra - Depdiknas.doc

13 76 Alokasi dana dekonsentrasi Ditjen Mndikdasmen diperuntukan bagi peningkatan pendidikan anak usia dini (PAUD), wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (wajardikdas 9 tahun), pendidikan menengah, dan manajemen pelayanan pendidikan. Alokasi untuk masing-masing program tersebut dijelaskan dengan gambaran dalam table dan grafik Rupiah (milyar) Tahun Paud Wajar Dikdas 9 tahun Dikmen Manajemen Pelayanan Grfik 4.2.2, Alokasi dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasman per program, tahun (dalam milyar rupiah) Sumber data: Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional setelah diolah Tabel 4.2.2: Alokasi dana Dekonsentrasi Ditjen Mngt Dikdasmen, 33 Provinsi (dalam milyar rupiah) Tahun No. Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun 3. Pendidikan Menengah Manajemen Pelayanan Pendidikan Total % Wajar dikdas / total 0,89 0,90 0,88 0,89 Sumber data: Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional setelah diolah Tabel dan grafik di atas menjelaskan bahwa prioritas utama dari program-program yang ditetapkan oleh Ditjen Mandikdasmen telah sejalan dengan kebijakan nasional yaitu program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun), serta Renstra Kementerian Pendidikan Nasional yang juga merupakan cerminan konsekuensi dari amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang

14 77 menyatakan bahwa warga negara yang berusian 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya. Berdasarkan hal tersebut, untuk program Wajar Dikdas 9 Tahun tersebut Ditjen Mandikdasmen mengalokasikan dana dekonsentrasi sebesar 88% - 90 % dari total alokasi dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen. Agar dana tersebut digunakan sesuai dengan tujuannya, maka alokasi dana dekonsentrasi tersebut selain harus digunakan untuk kegiatan yang sesuai dengan Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Nasional (Renstra ) yang meliputi kegiatan evaluasi, akreditasi, sertifikasi dan pengembangan kapasitas pendidikan dasar dan menengah, juga harus mengacu pada kegiatan-kegiatan yang menjadi urusan pemerintah terkait dengan pendidikan sesuai dengan PP Nomor 38 tahun Dana Dekonsentrasi kesesuaiannya dengan Renstra Kementerian: Untuk melihat lebih jelas alokasi dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen per provinsi, gambar berikut menunjukkan gambaran alokasi dana dekonsentrasi untuk empat progam yang dijalankan Ditjen Mandikdasmen di 33 provinsi pada tahun 2009:

15 , , ,00 Rupiah (milyar) 2.000, ,00 Pendidikan Anak Usia Dini Wajar Dikdas Sembilan Tahun Pendidikan Menengah Manajemen Pelayanan Pendidikan 1.000,00 500,00 0,00 Nangro Aceh Darusalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Riau Kepulauan Jambi Sumatera Selatan Bangka belitung Bengkulu Lampung Dki Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Provinsi Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat Grafik 4.3.1: Alokasi dana dekonsnetrasi Ditjen Mandikdasmen tahun 2009 per program per provinsi (dalam milyar rupiah) Sumber: Kementerian Diknas, setelah diolah. Dari Grafik di atas terlihat bahwa dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen, pada tahun 2009, sebagian besar dialokasikan pada Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang merupakan program prioritas pada Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional. Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun adalah angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMP yang pada tahun 2009 telah mencapai 98,11 %. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dikatakan bahwa secara program, program Wajar Dikdas sembilan tahun telah tuntas sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam renstra ( ) Kementerian Pendidikan Nasional, bahkan lebih cepat dari komitmen internasional mengenai Education For ALL (EFA) yang dideklarasikan di Dakar pada tahun 2000, yang mewajibkan semua negara menuntaskan wajib belajar 9 tahun paling lambat tahun Namun dikaitkan dengan tujuan pengalokasian dana dekon dalam Renstra ( ) Kementerian Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa Dana dekonsentrasi Kementerian Pendidikan Nasional diberikan kepada pemerintah provinsi untuk membiayai pelaksanaan 20 Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah 2010

16 79 kewenangan pusat yang dijalankan oleh pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah di daerah dalam rangka pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan, termasuk kegiatan evaluasi, akreditasi, sertifikasi dan pengembangan kapasitas dan bersifat non fisik 21, maka kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan dana dekonsentrasi harus sesuai dengan peruntukan dana dekonsentrasi yang ditetapkan dalam Renstra ( ) Kemdiknas tersebut. Berikut gambaran kegiatan yang dilakukan pada tahun 2009 di 33 provinsi yang menggunakan alokasi dana dekonsentrasi Ditmendiknas Kemdiknas (rincian pada lampiran 3) 21 PP nomor 7 tahun 2008

17 80 Tabel : Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk empat program Dimendiknas pada tahun 2009 (Dalam ribuan rupiah): PAUD Perluasan dan Peningkatan Mutu TK Administrasi Kegiatan 1,419,136 Penyelenggaraan Lomba, Sayembara dan Festival 4,529,174 Pemberrian Bantuan social, Alat Olahraga TK 4,510,000 Wajar Dikdas 9 Tahun Pembangunan gedung Perpustakaan dan PSB SD Pengadaan Peralatan Laboratorium IPA Supervisi dan evaluasi Desentralisasi Peningkatan Pendidikan Dasar (ADB) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Perluasan dan Peningkatan Mutu SMP Perluasan dan Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Perluasan dan Peningkatan Mutu PK dan PLK (Tingkat Dasar) Pembangunan SD-SMP Satu Atap Penyediaan Beasiswa Bagi Siswa Miskin Jenjang SMP Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi Jenjang Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Perluasan dan Peningkatan Mutu SMA Perencanaan Peningkatan Mutu dan Evaluasi SMK Beasiswa untuk Siswa Miskin Jenjang Pendidikan Menengah Rehabilitasi Ruang Kelas Jenjang Pendidikan Menengah Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMA Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMK Pembangunan Gedung Pendidikan Manajemen Pelayanan Pendidikan Total Sumber: Kementerian Diknas, setelah diolah Dilihat dari sifat kegiatan dana dekonsentrasi yang non fisik, antara lain berupa: koordinasi, perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, maka pelaksanaan kegiatan alokasi dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen tahun 2009 belum sesuai dengan ketentuan mengenai sifat pendanaan dekonsentrasi. Hal tersebut karena dalam kegiatan dengan alokasi dana dekonsentrasi tahun 2009 terdapat kegiatan fisik sebesar Rp 1,056 trilyun (5,27 % dari dana dekonsentrasi dikdasmen tahun 2009), terdiri dari kegiatan pada program wajar dikdas 9 tahun sebesar Rp 0,636 trilyun dan Pendidikan Menengah sebesar Rp 0,419 trilyun. Selain itu terdapat Bantuan operasional sekolah (BOS) sebesar Rp 16 trilyun (80,42% dari dana

18 81 dekonsentrasi dikdasmen tahun 2009), Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMA & SMK sebesar Rp 0,629 trilyun (3,14 %), Bea siswa SMP, SMA sebesar Rp 0,878 trilyun (4,38 %). Kegiatan-kegiatan tersebut sebagian besar (93,21 % dari alokasi dana dekonsentrasi) bukan merupakan kegiatan non fisik seperti koordinasi, perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, maupun kegiatan dalam rangka pengendalian/ peningkatan mutu pendidikan seperti evaluasi, akreditasi, sertifikasi dan pengembangan kapasitas. Hanya sekitar 6,79 % yang merupakan kegiatan non fisik dan termasuk dalam kegiatan pengendalian/peningkatan mutu pendidikan, yaitu kegiatan penerapan informasi & teknologi, supervisi dan evaluasi, perluasan dan peningkatan mutu, serta manajemen pelayanan pendidikan. Namun kegiatan ini berdasarkan pembagian urusan pemerintahan PP Nomor 38 Tahun 2007, termasuk dalam urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota. Program BOS 22 secara umum bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang bermutu. BOS adalah program pemerintah yang dilaksanakan untuk penyediaan pendanaan bagi biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dll, yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi selama satu tahun. BOS diberikan untuk semua SD, SMP, SMPT dan tempat kegiatan belajar mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, dengan ketentuan besar biaya pertahunnya: - SD/SDLB di kota Rp /siswa - SD/SDLB di kabupaten Rp /siswa 22 Buku Panduan BOS 2010, Ditjenmendikdas Kementerian Pendidikan Nasional

19 82 - SMP/SMPLB/SMPT di kota Rp /siswa - SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten Rp /siswa Dengan pengertian bahwa Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Maka ketentuan mengenai BOS tersebut menunjukkan bahwa program BOS tidak termasuk dalam katagori program/kegiatan dana dekonsentrasi. Selain itu Peraturan Pemerintah 23 Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan antara lain menyatakan bahwa pendanaan biaya nonpersonalia kantor penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah. Pendanaan biaya nonpersonalia kantor penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah. Bedasarkan peraturan pemerintah tersebut maka Kegiatan yang dilakukan dengan dana dekonsentrasi Ditjen Mandiknasmen Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2009 tersebut merupakan kegiatan rutin dinas pendidikan yang termasuk urusan pemerintah daerah dan harus dibiayai oleh daerah. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, khusus untuk kegiatan BOS dengan mengacu pada: - amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya; dan - Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 bidang pendidikan menyatakan Penetapan kebijakan operasional pendidikan di provinsi, kabupaten/kota 23 PP Nomor 48 tahun 2008 paragraf 2 Biaya Nonpersonalia Pasal 26

20 83 sesuai dengan kebijakan nasional menjadi urusan pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/kota. - pola Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan pelaksanaan kebijakan khusus yang menjadi prioritas nasional dan dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar nasional yang diharapkan; - Program BOS merupakan program yang sesuai dengan prioritas nasional; maka program BOS lebih tepat dilaksanakan melalui pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) daripada alokasi dana dekonsentrasi. Namun karena melalui pola DAK diperlukan dana pendamping dari pemerintah daerah, dan dana APBD sudah sangat terbatas untuk kebutuhan dasar (pembayaran gaji pegawai), maka dengan kondisi tersebut, walaupun pemerintah daerah akan lebih merasa memiliki kegiatan tersebut, kemungkinan untuk dapat berjalannya program BOS menjadi tidak pasti. Untuk dapat memastikan bahwa program BOS yang merupakan kebijakan nasional dapat berjalan dengan baik, pendanaan untuk program tersebut sebaiknya di serahkan langsung ke daerah, baik melalui transfer pemerintah pusat ataupun skema pendanaan lainnya yang tidak membebani pemerintah daerah, tetapi juga tidak menyalahi peraturan yang telah ditetapkan. 4.4 Alokasi dana dekonsentrasi, kesesuaian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007: Seperti telah dikemukakan pada bab-bab di atas bahwa tujuan dari pengalokasian dana dekonsentrasi adalah menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan urusan pemrintah di daerah, atau dengan kata lain adalah bahwa kegiatan dekonsentrasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan urusannya. Berikut gambaran urusan pemerintah sesuai dengan PP nomor 38 tahun 2007:

21 84 Tabel 4.4.1: Pembagian urusan pemerintahan berdasarkan PP Nomor 38 tahun 2007 Sub Bidang/sub-sub bidang 1.Kebijakan: 1.1.Kebijakan & standar 2.Pembiyaaan 3.Kurikulum 4.Sarana prasarana & 5.Pendidikan & tenaga kependidikan 6.Pengendalian mutu pendidikan: 6.1.Penilaian hasil belajar Pemerintah -Penetapan kebijakan nasional - Koordinasi antar provinsi - Perencanaan strategis diknas - Pengemb & pentap std diknas - Sosialisasi std diknas - Penetapan pedoman pengelolaan & penyelenggaraan dikpaud, Dikdasmen, dikti & non formal - Penetapan kebijakan pendidikan bertaraf int & keunggulan muatan lokal - Pengemb did informasi mngt diknas - penetapan pedoman pembiayaan pendidikan paud, dikdasmen, non fromal - Pembiayaan penjaminan mutu pendidikan -Penetapan kerangka dasar & struktur kurikulum pendidikan paud, dikdasmen, non formal - sosialisasi kerangka dasar & struktur kurikulum - Penetapan std isi dan kompetensi dikdasmen - Pengembangan model kurikulum paud, dikdasmen & non formal - Sosialisasi - Pengawasan pelaksanaan -Monev pelaks & pemenuhan std nasional sarpras pendidikan -Pengawasan pendayagunaan bantuan sarpras pendidikan - Penetapan stand buku - Perencanaan kebutuhan dan pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan secara nasional. - Pemindahan pendidikan & tenaga pendidik antar prov - Peningkatan kesejahteraan - Sertifikasi pendidikan - Penetapan pedoman, bahan ujian, pengendalian pemeriksaan, dan penetapan kriteria kelulusan ujian nasional. - Pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal. - Koordinasi, fasilitasi, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan ujian nasional. - Penyediaan blanko ijazah dan/atau sertifikat ujian nasional. - Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian nasional Evaluasi -Penetapan pedoman evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan. - Pelaksanaan evaluasi nasional terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan. - Penetapan pedoman evaluasi pencapaian standar nasional pendidikan. - Pelaksanaan evaluasi pencapaian standar nasional pendidikan. 6.3 Akreditasi - Penetapan pedoman akreditasi pendidikan jalur pendidikan formal dan non formal. - Pelaksanaan akreditasi pendidikan jalur pendidikan formal dan nonformal 6.4 Penjaminan mutu - Penetapan pedoman penjaminan mutu satuan pendidikan. - Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan dalam pelaksanaan penjaminan mutu untuk memenuhi standar nasional pendidikan. - Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional. - Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu satuan pendidikan skala nasional Sumber data: PP Nomor 38 Tahun 2007 setelah diolah - Program/kegiatan Dilihat dari pembagian urusan pemerintah pada tabel di atas, secara umum kegiatan yang terkait dengan urusan pemerintah adalah penetapan kebijakan,

22 85 perencanaan, koordinasi monitoring dan evaluasi pembiayaan dan sarana, prasarana pendidikan sesuai standar nasional. Berdasarkan pembagian urusan tersebut, maka kegiatan dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2009 yang dilakukan di seluruh provinsi/33 Provinsi (tabel 4.3.1), harus sesuai dengan pembagian urusan pemerintah seperti pada tabel Tabel berikut menggambarkan kegiatan dekonsentrasi yang dialokasikan dari dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2009 dibandingkan dengan pembagian urusan pemerintah. Gambaran secara rinsi perbandingan kegiatan dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen terhadap pembagian urusan pemerintahan PP Nomor 38 tahun 2007 pada lampiran 4.3.2:

23 86 Tabel 4.4.2: Perbandingan Kegiatan dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen terhadap Pembagian urusan Pemerintahan: Program/ Kegiatan Nilai Pemerintah pusat Pemda Provinsi Pemerintahan Daerah kabupaten/kota PAUD Nihil Nihil Perluasan dan Peningkatan Mutu TK Nihil Nihil Sub Bidang 6. Pengendaliaan Mutu, Sub Sub Bidang 4. Penjaminan mutu 2.a. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar nasional pendidikan. Penyelenggaraa n Lomba, Sayembara dan Festival Nihil Nihil Sub Bidang 2, Pembiayaan, b. Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya. Wajar Dikdas 9 Tahun Nihil Nihil Sub Bidang 2, Pembiayaan, b. Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya. Supervisi dan evaluasi Nihil Nihil Sub Bidang 6 Pengendalian mutu pendidikan, sub Sub Bidang 2 evaluasi 2.a. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar nasional pendidikan. Pendidikan Menengah Nihil Nihil Sub Bidang 2, Pembiayaan, b. Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya. Perencanaan Peningkatan Mutu dan Evaluasi SMK Nihil Nihil Sub Bidang 1 Kebijakan, Sub Sub bidang 1, Kebijakan dn standar, c. Perencanaan operasional program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai dengan perencanaan strategis tingkat provinsi dan nasional. Beasiswa untuk Siswa Miskin Jenjang Pendidikan Menengah Nihil Nihil Sub Bidang 2, Pembiayaan, b. Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya. Manajemen Pelayanan Pendidikan Perencanaan dan Pengendalian Dikdasmen Nihil Nihil Nihil Nihil Sub Bidang 1 Kebijakan, Sub Sub bidang 1, Kebijakan dn standar, c. Perencanaan operasional program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai dengan perencanaan strategis tingkat provinsi dan nasional. Monitoring dan Pengawasan Pelaksanaan Program dan Kegiatan Nihil Nihil 1.a. Pengawasan terhadap pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal. Total Nihil Nihil Sumber: PP Nomor 38 Tahun 2007 dan Ditjen Mandikdasmen, setelah diolah.

24 87 Tabel tersebut menggambarkan bahwa secara keseluruhan kegiatan dekonsentrasi Ditjen Mandikdasmen merupakan kegiatan yang menjadi urusan Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dan tidak ada kegiatan yang terkait dengan urusan pemerintah. Artinya bahwa, pelaksanaan alokasi dana dekonsentrasi Ditjen Mandikdasman Kementerian Pendidikan Nasional, tidak sesuai dengan tujuan pengalokasisan dana dekonsentrasi, untuk membantu pelaksanaan urusan pemerintah di daerah. Meskipun peraturan mengenai penyelenggaraan dana dekonsentrasi dan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sudah jelas, dan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional telah mencantumkan dengan tegas penggunaan alokasi dana dekonsentrasi harus terkait dengan urusan pemerintah, tetapi pelaksanaan alokasi dana dekonsentrasi tetap seperti ketika peraturan mengenai penyelenggaraan maupun pembagian urusan pemerintah belum ada, seperti yang dikemukakan pada evaluasi-evaluasi/ kajian terdahulu. Ketidak patuhan penyelenggara pemerintahan terhadap peraturan yang ada tersebut disebabkan oleh tidak adanya sanksi atas ketidak patuhan yang dilakukan terhadap penggunaan dana dekonsentrasi, seperti yang telah dikemukakan pada bab terdahulu. Sanksi yang dikenakan dalam PP Nomor 7 Tahun 2008 adalah sanksi atas keterlambatan penyusunan laporan dekonsentrasi saja, yaitu penundaan pencairan dana dekonsentrasi untuk triwulan berikutnya dan penghentian alokasi dana dekonsentrasi tahun berikutnya. Pemberian sanksi yang ada tersebut sangat tidak tepat, mengingat dana dekonsentrasi ini disediakan untuk melaksanakan urusan pusat di daerah. Artinya. Sanksi seperti itu hanya akan membuat urusan pemerintah tidak dapat dijalankan, sementara pemerintah daerah yang tidak menjalankan perintah pemerintah pusat ataupun ataupun pemerintah yang tidak merencanakan alokasi dana dekonsentrasi sesuai dengan ketentuan, tidak dikenakan sanksi apa-apa. Untuk itu sanksi yang seharusnya diberikan atas keterlambantan penyusunan laporan dan atas kesalahan penggunaan dana dekonsentrasi adalah denda yang harus dibayar oleh pemerintah daerah dan/atau kementerian/lembaga sebagai pihak perencana. Selain itu kurangnya pemahaman juga dapat menjadi penyebab ketidak patuhan, seperti yang dikemukakan pada evaluasi/kajian terdahulu.

25 88 Jika dengan kondisi demikian, kondisi dimana dana dekonsentrasi tidak digunakan untuk menjalankan urusan pemerintah, tetapi urusan pemerintah secara keseluruhan tidak terganggu dan tujuan-tujuan nasional tetap dapat tercapai, maka pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah kegiatan yang terkait dengan urusan pemerintah tersebut, sebetulnya sudah dilaksanakan oleh pemerintah pusat sendiri atau telah dilaksanakan melalui skema pendanaan lain (DAK), sehingga tidak perlu pelimpahan wewenang kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tersebut. Sehingga dana dekonsentrasi yang meningkat setiap tahunnya tersebut tidak diperlukan lagi, dan seyogyanya ditiadakan atau diganti dengan skema pendanaan lain.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 89 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN 5.1.1 Kebijakan pendidikan Sistem pendidikan di Indonesia, secara kebijakan maupun berdasarkan pengukuran desentralisasi dari OECD (1995), sudah dapat dikatakan

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Hasil Pembahasan Pra-Musrenbangnas dalam Penyusunan RKP 2014

Hasil Pembahasan Pra-Musrenbangnas dalam Penyusunan RKP 2014 Hasil Pembahasan Pra-Musrenbangnas dalam Penyusunan RKP 2014 Deputi Menteri Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan

Lebih terperinci

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

PROGRAM PENUNTASAN REHABILITASI SEKOLAH RUSAK

PROGRAM PENUNTASAN REHABILITASI SEKOLAH RUSAK PROGRAM PENUNTASAN REHABILITASI SEKOLAH RUSAK Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2011 1 1 Penuntasan Pendidikan Dasar Sembilan

Lebih terperinci

Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013

Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 DAFTAR ISI 1 Pengertian, Kebijakan,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM SOSIALISASI

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 103 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

Pengelolaan Pendidikan Menengah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017

Pengelolaan Pendidikan Menengah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017 Pengelolaan Pendidikan Menengah SMA dan SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017 Pengelolaan Pendidikan 1. PAUD 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. SMK 6. PK

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci

Kebijakan dan Program DAK Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Dan Rencana Tahun 2014

Kebijakan dan Program DAK Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Dan Rencana Tahun 2014 Kebijakan dan Program DAK Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Dan Rencana Tahun 2014 Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 DAFTAR ISI 1 KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA DIREKTORAT FASILITASI DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii 1 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2014 KATA PENGANTAR Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001 menunjukkan fakta bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Pelimpahan. Sebagian Urusan. Dekonsentrasi PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009

BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009 BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009 5.1.Pendahuluan Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 adalah dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PERMEN/M/2010 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP LATAR BELAKANG Taman Kanak-kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan anak usia dini jalur formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai masuk pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1292, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Dekonsentrasi. Kegiatan. Anggaran. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 315, 2016 BAPPENAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Pelimpahan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017

PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017 PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017 PELAKSANAAN PENYALURAN 1. Penyaluran melalui KPPN dilaksanakan berdasarkan PMK nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan PMK nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai jenjang terakhir dalam program Wajib Belajar 9 Tahun Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan No.1161, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan Perpusnas. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

BAB 3 DEKONSENTRASI DI INDONESIA

BAB 3 DEKONSENTRASI DI INDONESIA 36 BAB 3 DEKONSENTRASI DI INDONESIA 3.1 Sejarah dekonsentrasi di Indonesia Pada masa kekuasaan presiden kedua RI, Soeharto yang berlangsung dari tahun 1965 sampai 1999 (orde baru), sistem kepemerintahan

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 Workshop Perencanaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2015

Lebih terperinci

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

DATA INSPEKTORAT JENDERAL DATA INSPEKTORAT JENDERAL 1. REALISASI AUDIT BERDASARKAN PKPT TAHUN 2003-2008 No. Tahun Target Realisasi % 1 2 3 4 5 1 2003 174 123 70,69 2 2004 174 137 78,74 3 2005 187 175 93,58 4 2006 215 285 132,55

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2016 KEMEN-KUKM. Anggaran. Dekonsentrasi. Pelaksanaan. Pedoman. Tahun 2016 PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 /PER/M.KUKM/XII/2015

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Oleh : Drs Bambang Setiawan, MM 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasal 3 UU no 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM DAN ALOKASI DAK TA 2014

KEBIJAKAN UMUM DAN ALOKASI DAK TA 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM DAN ALOKASI DAK TA 2014 Disampaikan pada: Rapat Konsolidasi DAK Bidang Dikmen TA 2014 Nusa Dua, 28 November 2013 AGENDA PAPARAN 1. Postur Dana Transfer

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1712, 2016 PERRPUSNAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

DIALOG NASIONAL APEKSI MEI 2016

DIALOG NASIONAL APEKSI MEI 2016 IMPLEMENTASI UU NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT KONKUREN PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 1. Politik Luar Negeri; 2. Pertahanan; 3. Keamanan; 4.

Lebih terperinci

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 Penilaian Status Capaian Pelaksanaan Kegiatan/ Program Menurut e-monev DJA CAPAIAN KINERJA

Lebih terperinci

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah deddyk@bappenas.go.id Abstrak Tujuan kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

2015, No dan Usaha Kecil dan Menengah yang dilaksanakan dan dikelola secara efisien, efektif, berdaya guna dan berhasil guna yang dikelola Satua

2015, No dan Usaha Kecil dan Menengah yang dilaksanakan dan dikelola secara efisien, efektif, berdaya guna dan berhasil guna yang dikelola Satua BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.236, 2015 KEMENKOP-UKM. Pedoman. Kegiatan. Anggaran Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR/PER/M.KUKM/II/2015

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN disampaikan pada: Sosialisasi

Lebih terperinci

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014 HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 08 /Per/M.KUKM/XII/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 08 /Per/M.KUKM/XII/2010 TENTANG MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 08 /Per/M.KUKM/XII/2010 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013 DIREKTUR PUPUK DAN PESTISIDA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Pada Konsolidasi Hasil Pembangunan PSP

Lebih terperinci

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.917, 2011 BAPPENAS. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N No.1764, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ANRI. Dekonsentrasi. TA 2017. Dana. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 123 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I 1 KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh penyerapan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1043, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsentrasi. PERATURAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

Lebih terperinci

Disabilitas. Website:

Disabilitas. Website: Disabilitas Konsep umum Setiap orang memiliki peran tertentu = bekerja dan melaksanakan kegiatan / aktivitas rutin yang diperlukan Tujuan Pemahaman utuh pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan

Lebih terperinci

MENATA ULANG INDONESIA Menuju Negara Sejahtera

MENATA ULANG INDONESIA Menuju Negara Sejahtera MENATA ULANG INDONESIA Menuju Negara Sejahtera Ironi Sebuah Negara Kaya & Tumbuh Perekonomiannya, namun Kesejahteraan Rakyatnya masih Rendah KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA Jl Condet Raya no 9, Al

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. No.522, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

BAB VI KERANGKA IMPLEMENTASI

BAB VI KERANGKA IMPLEMENTASI BAB VI KERANGKA IMPLEMENTASI Guna mendukung keberhasilan yang terukur implementasi program-program pendidikan nasional perlu diatur beberapa hal pendukung sebagai berikut : (i) Strategi Pendanaan Pendidikan;

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.1-/216 DS286-9928-784-242 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar,

Lebih terperinci

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 1 Pembahasan 1. Makna Ekonomi Politik 2. Makna Pemerataan 3. Makna Mutu 4. Implikasi terhadap

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.1-/215 DS8665-5462-5865-5297 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.834 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DAN USULAN PENYEMPURNAAN PROGRAM PRO-RAKYAT

PELAKSANAAN DAN USULAN PENYEMPURNAAN PROGRAM PRO-RAKYAT PELAKSANAAN DAN USULAN PENYEMPURNAAN PROGRAM PRO-RAKYAT BAMBANG WIDIANTO DEPUTI BIDANG KESRA KANTOR WAKIL PRESIDEN RI APRIL, 2010 KLASTER 1: PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERSASARAN KELUARGA/RUMAH

Lebih terperinci

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN SELAKU SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM NASIONAL

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 1 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 TRIWULAN III KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin

Lebih terperinci

6. Tanggung jawab terhadap kebenaran alokasi yang tertuang dalam DIPA Induk sepenuhnya berada pada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

6. Tanggung jawab terhadap kebenaran alokasi yang tertuang dalam DIPA Induk sepenuhnya berada pada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. -,.. DS:598-75-3511-324 Jakarta. 7 Desember 215 A.N MENTERI KEUANGAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN / rv ASKOLANI NIP.19666111992211 t SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS 148 Statistik Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Deskriptif Statistik Guru PAIS A. Tempat Mengajar Pendataan Guru PAIS Tahun 2008 mencakup 33 propinsi. Jumlah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 Tahun 2007 TANGGAL : 9 Juli 2007 A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN 1. Kebijakan 1. Kebijakan dan Standar 1.a. Penetapan kebijakan

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN 1. Kebijakan 1. Kebijakan dan Standar 1.a. Penetapan kebijakan

Lebih terperinci