BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang serta penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan permasalahan identifikasi jenis file, serta metode Distributed Autonomous Neuro-Gen Learning Engine Forensik Digital Forensik adalah pengaplikasian ilmu pengetahuan dalam menentukan kriminal sesuai hukum oleh pihak berwenang pada sistem pengadilan (Saferstein, 1998). Salah satu cabang dari forensik adalah forensik digital, dimana forensik digital memiliki ruang lingkup pengolahan, pemulihan serta investigasi pada materi yang ditemukan pada perangkat digital terutama pada tindak kejahatan yang berkaitan dengan komputer (Reith, et al. 2010). Secara umum proses forensik pada forensik digital terdiri atas pengambil alihan perangkat, akusisi data, analisis data dan penyusunan laporan sebagai bukti kolektif (Adams, 2012). Berdasarkan perangkat digital yang terkait, secara teknis forensik digital dibagi atas beberapa cabang, yakni: forensik komputer, forensik jaringan, forensik analisis data dan forensik perangkat mobile. Identifikasi file adalah salah satu tahapan yang dilakukan dalam proses analisis data dalam forensik komputer. Dimana, forensik komputer adalah cabang dari forensik digital yang berkaitan media komputer. Pada forensik komputer dilakukan pemeriksaan media digital sesuai dengan proses forensik dengan tujuan mengidentifikasi, mendapatkan, menjaga, memulihkan, menganalisis dan mepresentasikan informasi dari data yang tersimpan secara elektronik pada media komputer (Noblett, et al. 2000).

2 Dokumen Dokumen adalah representasi pengetahuan yang digambarkan atau dituliskan pada secarik kertas (Buckland, 1998). Dokumen berasal dari kata Documentum pada bahasa Latin yang memiliki arti pelajaran. Dokumen pada masa lalu merujuk pada tulisan yang digunakan sebagai bukti pada pengadilan. Pada jaman sekarang, dokumen merujuk pada file yang berisi text, berikut dengan struktur serta desain dan gambar tambahan File File komputer atau file adalah kumpulan data atau informasi berupa huruf, angka maupun karakter khusus yang ditandai dengan sebuah nama file. Seluruh data dan informasi yang ada dalam sebuah komputer tersimpan dalam bentuk file. Berdasarkan isi informasi yang disimpan, file dibagi atas beberapa jenis file seperti: text file yang menyimpan informasi berupa text (tulisan), file citra yang menyimpan informasi berupa gambar, dan file program yang menyimpan program. File komputer dapat dianggap bagaikan dokumen kertas yang digunakan serta disimpan pada kantor. Sebuah file secara umum terdiri atas tiga bagian, yakni: file header (head), file body, file trailer (tail). File header adalah sebuah signature yang diposisikan pada awal sebuah file sehingga, sistem operasi serta perangkat lunak lainnya mengetahui apa yang menjadi isi atau konten dari file. File body adalah konten dari file yang merupakan informasi atau data yang disimpan oleh file. File trailer adalah bagian penutup dari sebuah file yang menandai akhir dari sebuah file. Tergantung pada jenis datanya, metadata atau informasi mengenai struktur serta penjelasan dari data biasanya terdapat pada file header, tetapi bisa juga ditemukan pada file trailer Identifikasi format file Format file adalah sebuah standard untuk meyimpan file komputer pada media penyimpanan, dimana format file menentukan bagaimana byte-byte yang menyusun

3 9 sebuah file diatur dan disusun. File dengan jenis yang berbeda akan mempunyai format file yang berbeda. Identifikasi jenis file adalah proses mengetahui format file dari sebuah file tertentu, sehingga dapat diketahui jenis, tujuan serta kegunaan dari file tersebut. Identifikasi format file dilakukan oleh sistem operasi berdasarkan ekstensi dari file ataupun berdasarkan metadata yang tersimpan pada file. Beberapa teknik yang digunakan untuk melakukan identifikasi jenis file (Hickok, et al. 2005): 1. Identifikasi jenis file berdasarkan ekstensi nama file Identifikasi file berdasarkan ekstensi nama file adalah metode identifikasi file yang paling sederhana dan naif. Ekstensi nama file adalah kumpulan karakter setelah tanda. (titik) terakhir pada nama file. Identifikasi jenis file melalui ekstensi nama file dilakukan hanya dengan melihat ekstensi dari nama file yang ada. Sebagai contoh, sebuah file dengan nama file x.doc akan memiliki ekstensi doc dan segera dikenali sebagai sebuah file dokumen dengan melihat ekstensi nama file doc. Karena identifikasi file hanya dilakukan melihat dari ekstensi nama file, identifikasi jenis file dapat dilakukan tanpa membaca file, sehingga identifikasi dengan metode ini dapat dilakukan dengan sangat cepat. Metode ini merupakan metode yang populer digunakan oleh file browser pada sistem operasi seperti Windows, Mac OS X, serta Linux dalam melakukan identifikasi dari file. 2. Identifikasi jenis file berdasarkan Magic Bytes Magic bytes atau dikenal juga dengan sebutan magic number adalah kumpulan byte-byte pada sebuah file yang dapat digunakan sebagai pembeda antar jenis file yang berbeda. Magic bytes biasa terletak pada bagian file header pada sebuah file, tetapi bisa juga terletak pada bagian file lain seperti file trailer. Selain sebagai pembeda antar jenis file, magic bytes juga dapat memberikan infromasi tambahan mengenai versi aplikasi yang digunakan untuk membuat file sehingga magic bytes juga dapat digunakan untuk membedakan file yang dibuat dengan aplikasi yang sama tetapi dengan versi yang berbeda. Identifikasi jenis file dengan metode ini diimplementasikan oleh perintah file() pada sistem operasi berbasis UNIX untuk menentukan apakah sebuah file yang dapat dieksekusi ataupun file dengan jenis lain (Darwin, 1999).

4 10 Identifikasi jenis file berdasarkan magic bytes sedikit lebih lambat dibandingkan melakukan identifikasi berdasarkan ekstensi nama file, karena sebuah file harus dibuka terlebih dahulu dan beberapa byte awal dari file tersebut. Beberapa byte awal yang dibaca kemudian dibandingkan dengan magic bytes dari jenis-jenis file yang diketahui sehingga didapatkan hasil identifikasi jenis file. Tabel 2.1. menunjukkan magic bytes untuk beberapa jenis file dokumen. Penggunaan magic bytes dalam identifikasi jenis file memiliki beberapa kelemahan (Hickok, et al. 2005), yakni: identifikasi jenis file berdasarkan magic bytes hanya berlaku untuk file yang memiliki magic bytes, contoh file yang tidak memiliki magic bytes adalah file dengan ekstensi txt (file text) dan html (file hypertext markup language); tidak adanya standard, bahkan untuk jenis file yang sama, dalam pembuatan jenis file tertentu, sebagai contoh sebuah file citra dengan ekstensi jpg bisa memiliki magic bytes FF D8 FF FE 00 ataupun FF D8 FF E0 00, dan keduanya merupakan file citra jpg yang valid; dan adanya kemungkinan kesalahan identifikasi secara kebetulan, sebagai contoh, sebuah file pdf, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. memiliki magic bytes atau ASCII %PDF, apabila dilakukan identifikasi jenis file berdasarkan magic bytes terhadap sebuah file txt yang kebetulan dimulai dengan tulisan %PDF, maka file txt tersebut akan dikenali sebagai sebuah file pdf. Table 2.1. Daftar magic bytes untuk beberapa jenis file dokumen Hex ASCII Ekstensi Jenis file %PDF PDF, FDF Adobe Portable Document Format and Forms Document file D0 CF 11 E0 A1 B1 1A E1 ÐÏ.à ±.á DOC, DOT, PPS, PPT, Microsoft Office applications (Word, Powerpoint, Excel, Wizard) XLA, XLS, WIZ 50 4B PK... DOCX, PPTX, XLSX Microsoft Office Open XML Format (OOXML) Document 7B 5C {\rtf1 RTF Rich text format word processing file

5 11 3. Identifikasi jenis file berdasarkan distribusi karakter. Metode terakhir yang dapat digunakan dalam identifikasi jenis file adalah berdasarkan distribusi karakter yang terdapat pada sebuah file. Konten atau isi dari sebuah file adalah urutan byte-byte, dimana satu byte terdiri atas delapan bit, sehingga satu byte akan memiliki kemungkinan nilai sebanyak 2 8 atau 256, yakni 0 sampai dengan 255. Pada metode ini dihitung frekuensi kemunculan dari setiap kemungkinan 256 nilai dari sebuah file dan kumpulan frekuensi dari setiap byte disebut dengan byte frequency distribution (BFD) atau distribusi frekuensi byte. Identifikasi file berdasarkan distribusi karakter dikenal juga dengan nama metode histogram, dimana BFD merupakan histogram byte dari sebuah file. Sebuah BFD merupakan sebuah tabel dengan 256 nilai dimana setiap nilai merupakan frekuensi kemunculan dari nilai yang direpresentasikan oleh sebuah file (Sencar, et al. 2012). Identifikasi file berdasarkan distribusi karakter dapat dilakukan karena untuk file yang berbeda dengan jenis file yang sama, akan ada beberapa frekuensi byte yang memiliki kemunculan lebih banyak dari frekuensi byte yang lain. Sebagai contoh, pada sebuah file html, representasi byte dari karakter /, < dan > akan memiliki kemunculan yang lebih banyak dibandingkan jenis file lainnya, sehingga sebuah file dengan frekuensi kemunculan representasi byte dari karakter /, < dan > lebih banyak dibandingkan frekuensi byte karakter lain memiliki kemungkinan yang besar merupakan sebuah file html (Sencar, et al. 2012). Pada gambar 2.1. dan gambar 2.2. dapat dilihat file yang berbeda dengan jenis file yang sama cenderung memiliki distribusi frekuensi yang mirip dan dengan membandingkan gambar 2.1. dengan gambar 2.2. dapat dilihat bahwa file dengan jenis file yang berbeda memiliki distribusi frekuensi byte yang berbeda.

6 12 Gambar 2.1. Distribusi Frekuensi untuk dua file rtf yang berbeda (McDaniel, 2001) Gambar 2.2. Distribusi Frekuensi untuk dua file gif yang berbeda (McDaniel, 2001) Beberapa kelemahan dari identifikasi jenis file berdasarkan distribusi karakter adalah adanya beberapa jenis file yang tidak mempunyai distribusi karakter yang spesifik, kemungkinan terjadinya kesalahan identifikasi disebabkan konten file yang unik ataupun tidak normal, serta kecepatan identifikasi yang lebih lambat dibandingkan identifikasi jenis file berdasarkan ekstensi nama file dan magic bytes. Identifikasi file berdasarkan distribusi karakter memiliki akurasi yang cukup rendah, yakni 27,5% (McDaniel, 2001). Pada penelitian lain, (Amirani, et al. 2008) menggunakan BFD sebagai fitur dari sebuah file dan melakukan ekstraksi fitur menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dan melakukan klasifikasi jenis file menggunakan Multi-Layer Perceptron. BFD juga digunakan bersamaan dengan Neural Network atau jaringan saraf tiruan dalam mengidentifikasi jenis file (Harris, 2007).

7 File Forgery Dalam menyembunyikan file-file dokumen yang dapat menjadi bukti tindak kejahatan, pelaku tindak kejahatan sering kali menggunakan teknik-teknik anti-forensik, yakni sekumpulan teknik pemalsuan serta penghancuran yang digunakan untuk memanipulasi proses forensik (Harris, 2007). Salah satu teknik anti-forensik yang paling sering digunakan adalah file forgery atau pemalsuan file. Pemalsuan file adalah teknik pemalsuan suatu file sehingga jenis file sebenarnya serta kegunaan dari file tersebut tidak lagi dapat dikenali dengan mudah. Pemalsuan file dapat dilakukan dengan cara: 1. Pengubahan ekstensi file Pemalsuan file dapat dilakukan dengan sangat mudah dengan melakukan pengubahan ekstensi nama file yang terdapat pada nama file. Pengubahan ekstensi file dari nama file secara langsung akan mengakibatkan file browser secara umum menjadi tidak dapat mengenali jenis file sebenarnya dari file yang telah diubah ekstensinya tersebut. Hal ini dikarenakan file browser pada sistem operasi secara umum mengenali jenis dari sebuah file hanya dari ekstensi file yang terdapat pada nama file. Sebagai contoh: seorang pelaku tindak kejahatan dapat memalsukan sebuah file dokumen Microsoft Word dengan ekstensi doc dengan cara mengubah ekstensi nama file dari file tersebut menjadi jpg. Hal ini akan mengakibatkan file browser mengenali file tersebut sebagai sebuah file citra dengan ekstensi jpg, bukan lagi sebagai sebuah file dokumen. 2. Pengubahan Magic Bytes Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, magic bytes adalah kumpulan beberapa byte pada awal sebuah file, dimana magic bytes untuk setiap jenis file adalah berbeda, sehingga magic bytes dapat digunakan sebagai salah satu indikasi yang menunjukkan jenis file sebenarnya dari sebuah file. Akan tetapi, magic bytes dapat dengan mudah diedit menggunakan hex editor ataupun tools lainnya. Mengubah magic bytes dari suatu file akan mengakibatkan algoritma yang melakukan pengecekan magic bytes untuk menentukan jenis file, tidak dapat menentukan jenis file sebenarnya dari file secara tepat. Sebagai contoh, sebuah

8 14 file dokumen RTF (Rich Text Format) mempunyai magic bytes 7B 5C , apabila magic bytes ini diubah menjadi yang merupakan magic bytes dari file dokumen PDF, maka algoritma yang melakukan identifikasi jenis file berdasarkan magic bytes akan mengenali file RTF tersebut sebagai sebuah file PDF. Pemalsuan file dapat dengan mudah dilakukan dengan mengubah indikator yang menunjukkan jenis file dari sebuah file, seperti ekstensi file dan magic bytes, Sehingga diperlukan suatu metode untuk melakukan identifikasi jenis file sebenarnya berdasarkan konten atau isi dari file Normalisasi Pada bidang analisis data, penggunaan satuan ukuran dapat mempengaruhi hasil dari analisis yang didapatkan. Sebagai contoh, penggunaan ukuran meter pada pengukuran panjang akan memberikan hasil yang berbeda dengan pengukuran panjang menggunakan ukuran inci. Normalisasi data adalah metode statistika yang digunakan untuk mengatur nilai yang diukur pada suatu skala menjadi nilai pada skala berbeda yang lebih umum sehingga seluruh atribut dari data memiliki jangkauan nilai yang sama (Han, et al. 2011). Pada normalisasi, data ditransformasi sehingga memiliki jangkuan [-1,0, 1,0] ataupun [0,0, 1,0]. Normalisasi merupakan proses yang sangat penting terutama pada implementasi algoritma jaringan saraf tiruan, karena perbedaan bobot dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan. Berikut beberapa rumus yang dapat digunakan dalam normalisasi data (Han, et al. 2011): 1. Min-max Normalization Normalisasi min-max melakukan transformasi linear terhadap data asli, dengan menggunakan persamaan berikut: v' v min new _ max A new _ min A new _ min A i A i (2.1) max A min A

9 15 dimana v i merupakan nilai hasil normalisasi dengan jangkauan [new_min A, new_max A ]; v i merupakan nilai sebelum normalisasi; min A adalah nilai minimum dari data asli; max A adalah nilai maksimum dari data asli; new_min A adalah nilai minimum baru untuk data hasil normalisasi; new_max A adalah nilai maksimum baru untuk data hasil normalisasi. Normalisasi ini tetap menjaga keterhubungan antara nilai data yang sebenarnya. 2. Z-score Normalization Normalisasi z-score atau disebut juga normalisasi zero-mean, dimana nilai dari data dinormalisasi berdasarkan nilai mean dan nilai standard deviasi degan rumus: v v A i ' i (2.2) A dimana v i merupakan nilai hasil normalisasi; v i merupakan nilai sebelum normalisasi; A merupakan nilai rata-rata dari data asli; A merupakan nilai akar dari varian atau standard deviasi dari data sebenarnya. 3. Decimal Scaling Normalisasi decimal scaling dilakukan dengan menggeser nilai titik decimal dari seluruh nilai data. Banyak penggeseran titik desimal bergantung pada nilai maksimum dari data sebenarnya. Berikut rumus yang digunakan pada decimal scaling: vi v' i (2.3) j 10 dimana v i merupakan nilai hasil normalisasi; v i merupakan nilai sebelum normalisasi; j adalah bilangan bulat terkecil sehingga nilai maksimum dari absolut v i adalah lebih kecil dari satu (max( v i ) < 1).

10 Companding Function Companding merupakan sebuah metode kuantisasi pada bidang telekomunikasi dalam pengiriman signal (Bosi, et al. 2003). Companding function atau disebut juga fungsi kompresi dan ekspansi, dimana kata companding merupakan gabungan dari dua kata compressing dan expanding. Fungsi kompresi dan ekspansi digunakan untuk memetakan sebuah input x pada nilai y dengan persamaan y = c(x), dimana nilai y akan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan x dan c adalah companding function (Bosi, et al. 2003). Fungsi kompresi dan ekspansi biasanya bersifat nonsimetris diantara garis x=0, sehingga nilai negatif tetap dimetakan pada nilai negatif. Fungsi ini akan memetakan nilai dengan jangkauan [0,0, 1,0] tetap pada jangkauan [0,0, 1,0], tetapi dengan nilai varian lebih tinggi. Terdapat dua aturan companding yang digunakan secara luas, yakni: A-Law Companding yang digunakan di Eropa dan µ-law Companding yang digunakan di Amerika Utara (Manassah, 2012). Kedua fungsi kompresi dan ekspansi A-Law Companding dan µ-law Companding dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut: 1 y x (2.4) dimana y adalah nilai setelah kompresi dan ekspansi; x adalah nilai sebelum kompresi dan ekspansi; β merupakan sebuah konstanta dengan nilai 1.5, yang merupakan nilai paling optimum dalam fungsi kompresi dan ekspansi untuk identifikasi file (McDaniel, 2001) Ekstraksi Fitur menggunakan Principal Component Analysis Ekstraksi fitur adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi dimensionalitas dari kumpulan fitur input yang dimiliki (Roweis, et al. 2000). Apabila sebuah algoritma harus melakukan proses terhadap input data dengan jumlah yang sangat besar, akan terdapat kemungkinan algoritma tersebut akan memerlukan waktu yang lama untuk menghasilkan output serta memerlukan memori yang cukup besar. Selain itu, dalam input data dengan jumlah yang sangat besar tersebut mungkin terdapat data yang

11 17 redundan, sehingga diperlukan reduksi dimensionalitas dari input data untuk menghilangkan data yang redundan tersebut. Ekstraksi fitur dilakukan dengan melakukan transformasi data input menjadi kumpulan fitur yang disebut fitur hasil ekstraksi dengan tidak mengurangi informasi yang terkandung pada data input. Alasan lain melakukan ekstraksi fitur adalah untuk mengurangi memori serta kekuatan komputasi yang diperlukan dalam memproses data. Salah satu teknik yang umum digunakan dalam ekstraksi fitur adalah Principal Components Analysis (PCA). PCA telah diimplementasikan dalam pengenalan wajah (Morizet, 2007) serta dalam peningkatan kemampuan model prediktif (Vivanco, 2008). PCA adalah sebuah teknik statistika yang melakukan transformasi terhadap himpunan asli sekumpulan variabel menjadi himpunan variabel yang lebih kecil dan tidak saling berkorelasi tetapi tetap mampu merepresentasikan informasi yang terdapat pada himpunan variabel asli (Dunteman, 1989). Himpunan variabel yang lebih kecil dan tidak saling berkorelasi ini disebut juga dengan principal components. Adapun tujuan utama dari PCA adalah untuk mengurangi dimensionalitas dari data asli, sehingga data akan lebih mudah dimengerti dan digunakan dalam analisis lebih jauh. Metode PCA akan mencoba untuk mencari sebuah dataset yang mampu mendeskripsikan dataset asli dengan tetap menjaga informasi yang tersimpan sebanyak mungkin (Amirani, et al. 2008). Misalkan X = {x n R d n = 1, 2,..., N} merepresentasikan sebuah dataset dengan dimensi d, PCA akan menghasilkan sebuah dataset Z, dimana Z = {z n R k n = 1, 2,..., N} dengan dimensi k, dimana nilai k adalah lebih kecil dari d. Langkah-langkah yang dilakukan dalam PCA terdiri atas (Jolliffe, 2002): 1. Lakukan normalisasi Z-score pada setiap dimensi data yang ada menggunakan rumus 2.2. Tahap ini akan menghasilkan sebuah dataset dengan mean atau ratarata bernilai nol. 2. Komputasikan nilai matriks kovarian menggunakan rumus: 1 T X X (2.5) m

12 18 dimana adalah matriks kovarian; m merupakan banyak data pada dataset; X adalah dataset asli yang disusun dalam bentuk matriks dengan setiap kolom merupakan fitur, dan setiap baris merupakan kumpulan fitur untuk satu objek; X T merupakan transpos dari matriks X. Apabila data asli memiliki dimensi d maka hasil dari matriks kovarian adalah sebuah matriks dengan ukuran dxd. 3. Kalkulasikan nilai dari eigenvalue serta eigenvector dari matriks kovarian, serta urutkan eigenvector sesuai dengan nilai eigenvalue yang dimiliki secara menurun (eigenvector dengan nilai eigenvalue yang lebih tinggi berada pada sisi kiri matriks). Eigenvalue dan eigenvector merupakan vector-vector yang mengkarakterisasikan data. 4. Pilih komponen dari eigenvector dan membentuk sebuah vektor fitur U. Apabila dimiliki data awal dengan dimensi d, maka akan didapatkan eigenvector sebanyak d, sehingga apabila dari d eigenvector tersebut dipilih k eigenvector, maka akan dihasilkan data hasil PCA dengan dimensi k. Pemilihan eigenvector dilakukan berdasarkan nilai eigenvalue yang dimiliki oleh eigenvector. Apabila dipilih eigenvector dengan nilai eigenvalue rendah, maka informasi yang tersimpan pada data asli akan berkurang pada data hasil PCA, karena eigenvector dengan eigenvalue rendah menunjukkan data yang direpresentasikan pada vektor tersebut kurang signifikan, tetapi apabila dipilih eigenvector dengan nilai eigenvalue tinggi, maka informasi data asli tetap akan terjaga pada data hasil PCA. Penentuan nilai dimensi k untuk dataset hasil PCA biasanya ditentukan dengan memperhitungkan nilai retain rate. Retain rate adalah persentase informasi yang direpresentasikan oleh data asli dan tetap terjaga pada data hasil PCA. Pemilihan nilai dimensi k pada umumnya dipilih dengan menjaga retain rate pada 0,99, atau dengan kata lain hampir seluruh informasi pada data asli tetap dapat direpresentasikan oleh data hasil PCA. Secara teknis hal ini dapat dilakukan dengan memilih nilai k terkecil yang memenuhi persamaan berikut: k i1 m i1 S i Si 0,99 (2.6)

13 19 dimana S i adalah eigenvalue pada posisi ke-i dengan eigenvector serta eigenvalue telah diurutkan secara menurun. Seluruh nilai dari eigenvector yang dipilih kemudian disusun menjadi sebuah matriks vektor fitur U, dimana setiap eigenvector yang dipilih akan menjadi kolom dari matriks vektor fitur U. 5. Hitung nilai dari dataset final dengan menggunakan rumus Z T U X (2.7) dimana Z merupakan dataset hasil PCA dalam bentuk matriks; U adalah matriks vektor yang didapatkan pada tahap sebelumnya; X adalah matriks dataset asli Artificial Neural Network Artificial Neural Network atau jaringan saraf tiruan dapat didefinisikan sebagai sebuah model logika yang berdasarkan otak manusia. Sebuah jaringan saraf tiruan memodelkan otak dengan menggunakan sejumlah neuron yang sederhana dan saling terkoneksi dengan sebuah nilai bobot yang meneruskan signal dari satu neuron menuju neuron lainnya (Negnevitsky, 2005). Setiap neuron akan menerima sejumlah input melalui hubungannya, kemudian neuron tersebut akan menghasilkan satu output, sesuai dengan nilai bobot yang pada hubungan tersebut, kemudian diteruskan kembali ke neuron yang lain. Setiap neuron pada jaringan saraf tiruan akan tersusun dalam beberapa layer atau lapisan. Secara umum, sebuah jaringan saraf tiruan terdiri atas tiga layer, yakni: input layer yang merupakan node-node yang menerima signal input, middle layer atau sering disebut juga dengan hidden layer yang terdiri atas node yang menghubungkan node pada input layer menuju ke output layer, dan output layer yang merupakan node-node yang menghasilkan signal output. Pembelajaran pada jaringan saraf dilakukan dengan melakukan penyesuaian nilai bobot yang digunakan untuk meneruskan nilai dari satu neuron menuju neuron lain. Arsitektur umum dari sebuah jaringan saraf tiruan dapat dilihat pada gambar 2.3.

14 20 Gambar 2.3. Arsitektur umum sebuah jaringan saraf tiruan (Negnetvisky, 2005) Penentuan output dari sebuah neuron ditentukan menggunakan sebuah fungsi yang disebut dengan fungsi aktivasi. Ada beberapa jenis fungsi aktivasi yang bisa digunakan dalam menentukan output dari sebuah neuron dengan empat fungsi aktivasi yang secara umum digunakan (Negnetvisky, 2005), yakni: step function, sign function, sigmoid function dan linear function. Masing-masing fungsi aktivasi beserta grafik yang menggambarkan fungsi dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4. Fungsi aktivasi dari sebuah neuron (Negnetvisky, 2005) Step function dan sign function atau disebut juga fungsi pembatasan kasar, dimana kedua fungsi ini secara umum digunakan pada permasalahan klasifikasi dan pengenalan pola. Sigmoid function mengubah input yang memiliki jangkauan nilai [-, ] menjadi output dengan jangkauan nilai [0,0, 1,0]. Fungsi ini digunakan pada jaringan propagasi balik. Linear activation function menyediakan sebuah output yang

15 21 sama dengan input yang diterima oleh neuron dan fungsi ini biasanya digunakan pada pendekatan linear Kelemahan Artificial Neural Network Adapun beberapa kelemahan dari jaringan saraf tiruan pada saat diterapkan pada proses evolusi yang kompleks (Kasabov, 2007): 1. Kesulitan dalam memilih arsitektur dari sistem, dimana jaringan saraf tiruan biasanya memiliki arsitektur yang tetap (jumlah neuron serta koneksi tetap). Hal ini mengakibatkan sistem akan susah beradaptasi terhadap data yang belum diketahui distribusinya, Selain itu, arsitektur yang tetap juga menyebabkan jaringan saraf tiruan untuk melakukan pembelajaran untuk waktu yang panjang. 2. Dalam mempelajari data yang baru, jaringan saraf tiruan akan melupakan pengetahuan lama yang telah dipelajarinya. Fenomena ini dikenal dengan sebutan catastrophic forgetting. 3. Pelatihan sebuah jaringan saraf tiruan akan memerlukan banyak iterasi serta propagasi data melalui struktur jaringan saraf tiruan, sehingga diperlukan waktu pelatihan yang lama dalam melatih sebuah jaringan saraf tiruan. 4. Kurangnya fasilitas representasi pengetahuan pada jaringan saraf tiruan, dimana jaringan saraf tiruan mampu menagkap parameter statistik, tetapi tidak dapat memfasilitasi ekstraksi aturan evolusi secara berarti. Permasalahan ini juga dikenal dengan sebutan black box problem Multilayer Perceptron Multilayer perceptron adalah sebuah jaringan saraf tiruan dengan satu atau lebih hidden layer. Multilayer perceptron terdri atas input layer, satu atau lebih hidden layer dan output layer. Gambar 2.5. menunjukkan arsitektur dari sebuah Multilayer perceptron dengan dua hidden layer. Untuk menentukan output pada sebuah Multilayer perceptron digunakan fungsi aktivasi sigmoid function sesuai dengan rumus yang terlihat pada gambar 2.4.

16 22 Gambar 2.5. Arsitektur Multilayer perceptron dengan dua hidden layer (Negnetvisky, 2005) Salah satu algoritma yang digunakan dalam pelatihan multilayer perceptron adalah back-propagation training algorithm atau algoritma pelatihan propagasi balik, dimana tahapan yang dilakukan algorima ini dapat dilihat sebagai berikut (Negnetvisky, 2005): 1. Inisialisasi Berikan nilai acak pada setiap bobot yang menghubungkan seluruh neuron yang ada dengan distribusi yang merata dan dengan jangkauan yang kecil (Haykin, 1999), sesuai rumus: 2,4 2,4, F i F i (2.8) dimana F i adalah banyak input dari neuron i pada jaringan. 2. Aktivasi Aktivasi dari jaringan saraf tiruan dilakukan dengan mengaplikasikan input x 1 (p), x 2 (p),..., x n (p) dan output yang diharapkan y d1 (p), y d2 (p),..., y dn (p), dengan p adalah jumlah perulangan yang sudah dilakukan dan p memiliki nilai awal 0. a. Kalkulasikan output sebenarnya dari setiap neuron pada hidden layer, dengan rumus:

17 23 n y j ( p) sigmoid xi ( p). wij ( p) (2.9) i1 dimana n adalah banyak input dari neuron j pada hidden layer dan sigmoid adalah fungsi aktivasi sigmoid. b. Kalkulasikan output sebenarnya dari setiap neuron pada output layer dengan rumus: m yk ( p) sigmoid x jk ( p). w jk ( p) (2.10) i1 dimana m adalah banyak input dari neuron k pada output layer dan sigmoid adalah fungsi aktivasi sigmoid. 3. Pelatihan bobot Lakukan update atau pembaruan nilai dari setiap bobot pada jaringan saraf tiruan dengan melakukan propagasi balik terhadap error pada output layer. a. Hitung error pada setiap neuron pada output layer dengan rumus: ( p) y ( p) y ( p) (2.11) k k dk kemudian hitung perbaikan bobot menggunakan rumus: w jk ( p). y ( p). ( p). w ( p 1) (2.12) j k jk dimana α adalah sebuah konstanta yang menentukan kecepatan pembelajaran dari algoritma propagasi balik dan disebut dengan learning rate; µ adalah sebuah konstanta yang menentukan besar perubahan update dari bobot dan disebut dengan momentum. Lakukan update untuk setiap bobot yang terhubung dengan neuron pada output layer menggunakan rumus: w jk ( p 1) w ( p) w ( p) (2.13) jk b. Hitung error pada setiap neuron pada hidden layer dengan rumus: jk

18 24 m j ( p) k ( p). w jk ( p). y j ( p).1 y j ( p) (2.14) k1 kemudian hitung perbaikan bobot menggunakan rumus: w ij ( p). x ( p). ( p). w ( p 1) (2.15) i j ij dimana α adalah sebuah konstanta yang menentukan kecepatan pembelajaran dari algoritma propagasi balik dan disebut dengan learning rate; µ adalah sebuah konstanta yang menentukan besar perubahan update dari bobot dan disebut dengan momentum. Lakukan update untuk setiap bobot yang terhubung dengan neuron pada output layer menggunakan rumus: w ( p 1) w ( p) w ( p) (2.16) ij ij ij 4. Iterasi Apabila kriteria error belum terpenuhi, lakukan penambahan nilai perulangan p sebanyak satu, kemudian kembali ke langkah 2. Apabila kriteria error telah dipenuhi, maka algoritma pelatihan propagasi balik selesai Distributed Autonomous Neuro-Gen Learning Engine Untuk mengatasi kelemahan dari jaringan saraf tiruan yang telah dijabarkan pada bagian 2.7.1, (Rahmat, 2008) mengajukan sebuah metode pembelajaran mesin yang baru yang disebut Distributed Autonomous Neuro-Gen Learning Engine (DANGLE). DANGLE adalah sebuah metode pembelajaran mesin yang menyediakan fleksibilitas, adaptibilitas dan pembelajaran terus menerus serta kemampuan kompitasional yang kuat (Pasha, 2010). DANGLE telah digunakan sebagai gene knowledge discovery engine (Hasibuan, 2009) dan juga Lattice Analysis dalam identifikasi struktur kubik pada bidang kristalografi (Pasha, 2010). Arsitektur DANGLE terdiri atas dua komponen utama, yaitu: komponen regulasi gen yang disebut dengan Gene Regulatory Engine (GRE) dan komponen

19 25 jaringan neural yang disebut dengan Distributed Adaptive Neural Network (DANN) (Pasha, 2010). GRE memiliki tugas untuk melakukan regulasi, konstruksi, serta melatih seluruh jaringan yang terdapat pada DANN. DANN terdiri atas beberapa jaringan saraf tiruan yang terhubung pada GRE secara distributif dan adaptif, dimana setiap jaringan saraf tiruan pada DANN akan memiliki gen masing-masing yang diatur oleh GRE. DANN akan mengkonstruksikan jaringan saraf tiruan sesuai dengan gen yang dimiliki, kemudian hasil output dari DANN akan dikembalikan pada GRE untuk pengembangan gen selanjutnya Gene Regulatory Engine Gene Regulatory Engine (GRE) merupakan sebuah regulator gen sederhana yang diinspirasi oleh interaksi gen satu ke satu dari Gene Regulatory Network pada bidang biologi. GRE digunakan untuk mengendalikan, memutasi, serta melatih gen sebelum gen dikirimkan pada DANN. Secara sederhana, GRE mengimplementasikan sebuah Genetic Algorithm (GA) tanpa proses crossover dan parent selection, serta inisialisasi populasi secara acak juga tidak terjadi pada GRE. Arsitektur keseluruhan GRE dapat dilihat pada gambar 2.6. Secara spesifik diagram lengkap dari model GRE dapat dilihat pada gamber 2.7, dimana ada dapat dilihat seluruh komponen yang terdapat pada GRE. GRE Feedback Regulator Objective Functions And Output Results B B B B A A C C C C Mutation Regulation No Changes DANN Neural Network Training Gene A Node Behavior Input Gene B Neural Network Structure Transform Gene Representation Neuro Genes Gambar 2.6. Arsitektur Gene Regulatory Engine (Rahmat, 2008)

20 26 Gambar 2.7. Diagram lengkap model GRE (Rahmat, 2008) Adapun komponen-komponen dari GRE dapat dijabarkan sebagai berikut (Rahmat, 2008): 1. Representasi Gen Secara umum, GRE menggunakan 3 himpunan gene yang berbeda, yakni: a. Node Behavior s Gene Himpunan gen ini memiliki dua variabel seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.8. Variabel pertama adalah digunakan untuk menentukan jenis jaringan saraf tiruan yang diimplementasikan pada DANN. Nilai variabel pertama dapat berupa Back-propagation Neural Network (BNN), Multilayer Perceptron (MLP), Spiking Neural Network (SNN), ataupun jenis jaringan

21 27 saraf tiruan lainnya, bergantung pada implementasi pada bagian DANN. Variabel kedua menunjukkan identifikasi dari node (ID Node). Jenis Jaringan Saraf Tiruan { BNN, MLP, SNN, etc. } ID Node { 1,2,..,n} Gambar 2.8. Node Behavior s Gene (Pasha, 2010) b. Neural Network s Gene Himpunan gen ini mengandung variabel untuk setiap parameter jaringan saraf tiruan untuk setiap node yang ada pada DANN seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.9. Parameter-parameter jaringan saraf tiruan yang dimaksud terdiri atas: banyak neuron pada input layer, banyak neuron pada output layer, banyak hidden layer, banyak neuron pada setiap hidden layer, banyak epoch (jumlah perulangan yang dilakukan pada proses pelatihan), learning rate, dan momentum rate. Banyak neuron pada input layer Banyak neuron pada output layer Banyak hidden layer Banyak neuron pada hidden layer 1. Banyak neuron pada hidden layer N Epoch Learning rate Momentum rate Gambar 2.9. Neural Network s Gene (Rahmat, 2008) 2. Fitness Function Untuk melakukan verifikasi dan mengukur objektivitas dari DANN digunakan root mean squared error (RMSE) atau error akar kuadrat dengan rumus: E P 1 N O N O p p d y o o o1 2 (2.17) dimana E P adalah akar dari perbedaan kuadrat antara output yang diharapkan dengan output sebenarnya; N O adalah banyak neuron pada output layer; p d o adalah output yang diharapkan pada neuron ke-o dan pola ke-p; p y o adalah output sebenarnya pada neuron ke-o dan pola ke-p. Karena setiap gen memiliki fungsi objektifnya masing-masing, makan rata-rata fungsi objektif untuk setiap jaringan saraf tiruan dalam DANN dapat dihitung menggunakan persamaan:

22 28 E AVG N NG i 0 N NG E Pi (2.18) dimana E Pi adalah error untuk masing-masing jaringan saraf tiruan; N NG adalah banyak jaringan saraf tiruan yang terdapat pada DANN. Fitness function atau fungsi kecocokan untuk DANN adalah sama dengan E AVG yang merupakan ratarata dari setiap fungsi objektif dari seluruh jaringan saraf tiruan dalam DANN (Rahmat, 2008). 3. Regulator Mutasi Komponen regulator mutasi merupakan komponen yang paling penting dalam DANGLE yang memungkinkan setiap jaringan saraf tiruan dalam DANN menjadi adaptif. Apabila terjadi mutasi pada sebuah gen, maka jaringan saraf tiruan yang terasosiasi pada gen tersebut harus dilatih ulang sehingga mampu beradaptasi terhadap struktur jaringan yang baru (Pasha, 2010). Lima entitas yang dimutasi oleh regulator mutasi adalah banyak hidden layer, banyak neuron pada setiap hidden layer, epoch, learning rate dan momentum rate. Aturan yang digunakan dalam melakukan mutasi gen dapat dilihat pada pseudocode berikut: if (generation = 1) then epoch += 2 else calculate delta_o = delta_o[generation] delta_o[generation-1] if (delta_o > 0.005) then epoch += rand(3) else if (0.002 < delta_o <= 0.005) then O_smaller_than_0_005++ epoch += rand(6) for each hidden_layer do hidden_neuron += 2 * rand(5) if (O_smaller_than_0_005 > 1) then epoch += 10 * rand(5) for each hidden_layer do hidden_neuron += 2 * rand(5) else epoch += 100 * rand(5) hidden_layer += 1 for each hidden_layer do hidden_neuron += 10 * rand(2)

23 29 end if end if 4. Proses Pelatihan Proses pelatihan adalah proses dalam sebuah jaringan saraf tiruan untuk mendapatkan bobot yang tepat untuk menghasilkan output yang diharapkan. Pada DANGLE, pelatihan tidak hanya terjadi pada jaringan saraf tiruan, melainkan juga terjadi pada GRE (Rahmat, 2008). 5. Neuro-Gene Transformasi Neuro-Gene adalah sebuah proses pengaturan eksekusi ataupun pelatihan jaringan saraf tiruan pada setiap node (Rahmat, 2008). Algoritma utama pada GRE didesain untuk mengendalikan gen yang ada, dimana algoritma utama GRE mengusung konsep mutasi pada Genetic Algorithm (GA). Dengan kata lain, GRE adalah sebuah GA sederhana yang hanya memiliki operator mutasi di dalamnya. Algoritma utama GRE dapat dijabarkan sebagai berikut (Rahmat, 2008): 1. Inisialisasi seluruh nilai variabel gene untuk setiap jaringan saraf tiruan, yakni seluruh neuron pada input layer dan output layer, jumlah hidden layer dan setiap neuron pada hidden layer, generasi, epoch learning rate serta momentum rate. 2. Kirim seluruh gen jaringan saraf tiruan ke DANN. 3. Terima hasil fungsi objektif dan output yang dihasilkan setiap jaringan saraf tiruan. Hitung nilai dari fitness function dengan rumus 2.18 untuk setiap jaringan saraf tiruan. Apabila nilai error rata-rata (E AVG yang merupakan hasil dari fitness function) lebih rendah dari nilai kriteria terminasi DANGLE, lanjutkan ke langkah 6. Apabila nilai error rata-rata lebih tinggi atau masih sama dengan nilai kriteria terminasi DANGLE, lanjutkan ke langkah Apabila setiap nilai objective function yang didapatkan pada langkah 3 lebih rendah dari nilai kriteria terminasi mutasi, maka lakukan regulasi mutasi sesuai aturan mutasi yang dijabarkan pada bagian untuk setiap gen jaringan saraf tiruan. Apabila terdapat salah satu nilai objective function lebih tinggi dari nilai

24 30 kriteria terminasi mutasi, maka mutasi tidak dilakukan untuk setiap gen jaringan saraf tiruan. 5. Bentuk gene baru hasil mutasi sesuai dengan hasil struktur yang didapatkan dari mutasi regulasi yang dilakukan pada langkah 4. Tambah nilai generasi dengan satu (generation = generation + 1). Kembali ke langkah Hentikan proses GRE, dimana pelatihan telah selesai dilakukan Distributed Adaptive Neural Network Distributed Adaptive Neural Network (DANN) dapat juga disebut sebagai sebuah Adaptive Nested Neural Network (ANNN) for Uncorrelated Data. DANN didesain untuk menyelesaikan permasalahan dengan setiap partisi data tidak mempunyai korelasi atau hubungan dengan partisi data yang lain (Rahmat, 2008). Secara konseptual, DANN menggunakan beberapa jaringan saraf tiruan dan membagi beban kerja pada setiap jaringan saraf tiruan, dibandingkan dengan membiarkan sebuah jaringan saraf tiruan yang besar dan kompleks memproses seluruh data yang ada (Pasha, 2010). DANN diaplikasikan untuk mengurangi kompleksitas dari data serta permasalahan. Setiap agen pada DANN dimodelkan untuk menerima input yang berbeda, kemudian setiap output dari setiap agen akan dikembalikan pada GRE untuk digunakan sebagai parameter pada proses mutasi. Gambar menunjukkan arsitektur dari DANN, dimana sebuah node merujuk pada sebuah agen yang memiliki sebuah jaringan saraf tiruan. Setiap node memiliki gen masing-masing dan berjalan secara paralel pada lingkungan yang berbeda. Adapun jaringan saraf yang digunakan pada setiap agen dapat berupa jaringan saraf tiruan dengan jenis apapun. Algoritma utama yang diimplementasikan pada setiap jaringan saraf tiruan dalam DANN, dengan jaringan saraf yang digunakan adalah multilayer perceptron, dijabarkan sebagai berikut (Pasha, 2010): 1. Terima Node Behavior s Gene dan Neural Network s Gene dari GRE.

25 31 NODE/AGENT Training Training NODE/AGENT NODE/AGENT Training G R T E NODE/AGENT Training Send Output Output Neuron Hidden Neuron Input Neuron Input From Environment Gambar Arsitektur umum dari Distributed Autonomous Neural Network (Rahmat, 2008) 2. Lakukan proses pelatihan sesuai dengan algoritma pelatihan jaringan multilayer perceptron yang sudah dijelaskan pada bagian sebanyak epoch yang terdapat pada gen yang dikirimkan dari GRE 3. Hitung nilai dari fungsi objektif untuk jaringan saraf tiruan dengan rumus Hitung nilai selisih nilai output yang diharapkan dengan output yang sebenarnya didapatkan dengan rumus: O y d y a (2.19) dimana O merupakan selisih nilai output; y d merupakan nilai output yang diharapkan; y a adalah nilai output aktual yang didapatkan. 5. Kirimkan kembali nilai fungsi objektif dan nilai O, yang telah didapatkan pada langkah 3 dan 4, pada GRE

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Identifikasi file adalah proses yang dilakukan untuk memahami urutan dari byte-byte yang menyusun sebuah file, sehingga jenis file sebenarnya dari file tersebut dapat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FILE DOKUMEN BERDASARKAN KONTEN MENGGUNAKAN DISTRIBUTED AUTONOMOUS NEURO-GEN LEARNING ENGINE SKRIPSI AARON

IDENTIFIKASI FILE DOKUMEN BERDASARKAN KONTEN MENGGUNAKAN DISTRIBUTED AUTONOMOUS NEURO-GEN LEARNING ENGINE SKRIPSI AARON IDENTIFIKASI FILE DOKUMEN BERDASARKAN KONTEN MENGGUNAKAN DISTRIBUTED AUTONOMOUS NEURO-GEN LEARNING ENGINE SKRIPSI AARON 101402027 PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Nearest Neighbor Nearest neighbor merupakan salah satu teknik interpolasi paling sederhana dan cepat dengan memindahkan ruang yang kosong dengan piksel yang berdekatan (the nearest

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jaringan saraf buatan merupakan kumpulan dari elemen-elemen pemrosesan buatan yang disebut neuron. Sebuah neuron akan mempunyai banyak nilai masukan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Artificial Neural Network Artificial neural network (ANN) / jaringan saraf tiruan adalah konsep yang merefleksikan cara kerja dari jaringan saraf biologi kedalam bentuk artificial

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Ibrahim Arief NIM : 13503038 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation 4.1. Pengumpulan data Data trafik jaringan yang diunduh dari http://www.cacti.mipa.uns.ac.id:90 dapat diklasifikasikan berdasar download rata-rata, download maksimum, download minimum, upload rata-rata,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

Algoritma MAC Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan

Algoritma MAC Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma MAC Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Paramita 1) 1) Program Studi Teknik Informatika STEI ITB, Bandung, email: if14040@studentsifitbacid Abstract MAC adalah fungsi hash satu arah yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II NEURAL NETWORK (NN)

BAB II NEURAL NETWORK (NN) BAB II NEURAL NETWORK (NN) 2.1 Neural Network (NN) Secara umum Neural Network (NN) adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf manusia. NN ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini merupakan pembahasan tentang teori-teori penunjang serta penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan identifikasi tipe file serta metode Longest Common Subsequences. 2.1.

Lebih terperinci

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi, LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Algoritme Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Standar Langkah 0: Inisialisasi bobot (bobot awal dengan nilai random yang paling kecil). Langkah 1: Menentukan maksimum epoch, target

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA (Studi Eksplorasi Pengembangan Pengolahan Lembar Jawaban Ujian Soal Pilihan Ganda di

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI PARAMETER LEARNING VECTOR QUANTIZATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA ODOR

ANALISIS VARIASI PARAMETER LEARNING VECTOR QUANTIZATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA ODOR Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer ANALISIS VARIASI PARAMETER LEARNING VECTOR QUANTIZATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA ODOR PARAMETER VARIATION ANALYSIS OF LEARNING VECTOR QUANTIZATION

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE Warih Maharani Fakultas

Lebih terperinci

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan JURNAL TEKNIK POMITS 1-7 1 Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Dhita Azzahra Pancorowati, M. Arief Bustomi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 68 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini membahas tentang program yang telah dianalisis dan dirancang atau realisasi program yang telah dibuat. Pada bab ini juga akan dilakukan pengujian program. 4.1

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 34 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Pengenalan pola (pattern recognition) adalah proses klasifikasi dari suatu objek atau pola menjadi beberapa kategori atau kelas, yang mana bertujuan untuk

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION Zulkarnain Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Jl. Sisingamangaraja

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA MODEL UNTUK KINERJA ALGORITMA BACKPROPAGATION COMPARISON OF SOME MODEL FOR PEFORMANCE IMPROVEMENT IN BACKPROPAGATION ALGORITHM

PERBANDINGAN BEBERAPA MODEL UNTUK KINERJA ALGORITMA BACKPROPAGATION COMPARISON OF SOME MODEL FOR PEFORMANCE IMPROVEMENT IN BACKPROPAGATION ALGORITHM JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Vol.6 No. 2, Desember 217 : 8-91 PERBANDINGAN BEBERAPA MODEL UNTUK KINERJA ALGORITMA BACKPROPAGATION COMPARISON OF SOME MODEL FOR PEFORMANCE IMPROVEMENT IN BACKPROPAGATION

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Perangkat Lunak Dalam mengetahui perangkat lunak yang dibuat bisa sesuai dengan metode yang dipakai maka dilakukan pengujian terhadap masin-masing komponen perangkat.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK [1] Meishytah Eka Aprilianti, [2] Dedi Triyanto, [3] Ilhamsyah [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF Asti Rahma Julian 1, Nanik Suciati 2, Darlis Herumurti 3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Intelligent Systems Pembahasan Jaringan McCulloch-Pitts Jaringan Hebb Perceptron Jaringan McCulloch-Pitts Model JST Pertama Diperkenalkan oleh McCulloch

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Perangkat Lunak Dalam mengetahui perangkat lunak yang dibuat bisa sesuai dengan metode yang dipakai maka dilakukan pengujian terhadap masing-masing komponen perangkat.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION Eka Irawan1, M. Zarlis2, Erna Budhiarti Nababan3 Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Sebelumnya... Pembelajaran Mesin/Machine Learning Pembelajaran dengan Decision Tree (ID3) Teori Bayes dalam Pembelajaran

Sebelumnya... Pembelajaran Mesin/Machine Learning Pembelajaran dengan Decision Tree (ID3) Teori Bayes dalam Pembelajaran Sebelumnya... Pembelajaran Mesin/Machine Learning Pembelajaran dengan Decision Tree (ID3) Teori Bayes dalam Pembelajaran Kecerdasan Buatan Pertemuan 11 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network)

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Dasar / Umum 2.1.1 Genetic Algorithm Genetic algorithm adalah suatu algoritma yang biasanya digunakan untuk mencari solusi-solusi yang optimal untuk berbagai masalah

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 205 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 205 IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

PREDIKSI KELULUSAN MAHASISWA MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

PREDIKSI KELULUSAN MAHASISWA MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PREDIKSI KELULUSAN MAHASISWA MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION Dewi Kusumawati 1), Wing Wahyu Winarno 2), M. Rudyanto Arief 3) 1), 2), 3) Magister Teknik Informatika STMIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memaparkan teori-teori ilmiah yang didapat dari metode pencarian fakta yang digunakan untuk mendukung penulisan skripsi ini dan sebagai dasar pengembangan sistem

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari 2010 50 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur Dengan Menggunakan Algoritma Pembelajaran

Lebih terperinci

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta

Lebih terperinci

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network Neural Network (NN) adalah suatu prosesor yang melakukan pendistribusian secara besar-besaran, yang memiliki kecenderungan alami untuk menyimpan suatu pengenalan yang pernah dialaminya, dengan kata lain

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan

Lebih terperinci

Contoh Penerapan Algoritma Genetik Untuk Menentukan Fungsi Keanggotaan Misalkan system dengan input dan output tunggal seperti pada table berikut.

Contoh Penerapan Algoritma Genetik Untuk Menentukan Fungsi Keanggotaan Misalkan system dengan input dan output tunggal seperti pada table berikut. Logika Fuzzy Pertemuan 10 Contoh Penerapan Algoritma Genetik Untuk Menentukan Fungsi Keanggotaan Misalkan system dengan input dan output tunggal seperti pada table berikut. Tabel 1. Data set No Data x

Lebih terperinci

Segitiga Fuzzy-Neural Network untuk Mengenali Pola dari Model Input Data yang Berdistribusi

Segitiga Fuzzy-Neural Network untuk Mengenali Pola dari Model Input Data yang Berdistribusi J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 4, No. 1, May 2007, 9 16 Segitiga Fuzzy-Neural Network untuk Mengenali Pola dari Model Input Data yang Berdistribusi Hary Budiarto Pusat Teknologi Informasi

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION Amriana 1 Program Studi D1 Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAD ABSTRAK Jaringan saraf tiruan untuk aplikasi

Lebih terperinci

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1 Fast Fourier Transform (FFT) Dalam rangka meningkatkan blok yang lebih spesifik menggunakan frekuensi dominan, akan dikalikan FFT dari blok jarak, dimana jarak asal adalah: FFT = abs (F (u, v)) = F (u,

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION Alvama Pattiserlihun, Andreas Setiawan, Suryasatriya Trihandaru Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK Eko Budi Wahyono*), Suzuki Syofian**) *) Teknik Elektro, **) Teknik Informatika - Fakultas Teknik Abstrak Pada era modern

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era yang semakin maju ini, teknologi telah memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga kemajuannya sangat dinantikan dan dinikmati para

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Yang Digunakan BAB IV PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN Secara umum, gambaran data yang penulis peroleh dapat dilihat pada lampiran. Data tersebut adalah data hasil proses logging disajikan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 17 BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 4.1 Desain. yang digunakan adalah jaringan recurrent tipe Elman dengan 2 lapisan tersembunyi. Masukan terdiri dari data : wind, SOI, SST dan OLR dan target adalah

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data Data adalah kumpulan kejadian yang diangkat dari suatu kenyataan (fakta),at berupa angka-angka, huruf, simbol-simbol, atau gabungan dari ketiganya. Dalam perkembangan selanjutnya,

Lebih terperinci

FUZZY-NEURO LEARNING VECTOR QUANTIZATION (FNLVQ)

FUZZY-NEURO LEARNING VECTOR QUANTIZATION (FNLVQ) BAB 2 FUZZY-NEURO LEARNING VECTOR QUANTIZATION (FNLVQ) Bab ini akan menjelaskan algoritma pembelajaran FNLVQ konvensional yang dipelajari dari berbagai sumber referensi. Pada bab ini dijelaskan pula eksperimen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Artificial Neural Network atau jaringan syaraf tiruan merupakan bidang yang sangat berkembang saat ini. Pemanfaatan teknologi mesin dan computer yang tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh Sudharmadi Bayu Jati Wibowo

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Perceptron 2. ADALINE 3. MADALINE 2 Perceptron Perceptron lebih powerful dari Hebb Pembelajaran perceptron mampu menemukan konvergensi terhadap bobot yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap tahun 2004/2005

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap tahun 2004/2005 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap tahun 2004/2005 PENGENALAN CITRA WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN TRANS FORMAS I WAVELET DIS KRIT D AN JARINGAN S ARAF

Lebih terperinci